Dosen Pengampu :
Mugi Hartoyo, MN.
Wenny Trisnaningtyas S.Kep, Ns.,M.Kes.
Dibuat Oleh :
Kelompok II
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Mugi Hartoyo, MN dan
Ibu Wenny Trisnaningtyas S.Kep.,Ns.,M.Kes. sebagai dosen pengampu mata
kuliah Management Patient Safety yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok II
i
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL………………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 2
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 2
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Keselamatan Kesehatan Kerja ….…………............................................. 3
2.2 Peraturan Perundang-undangan Keselamatan Kesehatan Kerja ……….. 4
2.3 Risiko dan Hazard Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
Keperawatan ……………………………………………………………. 4
2.4 Manajaemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
Keperawatan ……………………………………………………………. 5
2.5 Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Dalam Keperawatan ……… 6
2.6 Upaya Pencegahan Risiko Dan Hazard Pada Setiap Tahap Asuhan
Keperawatan ……………………………………………………………. 10
2.7 Prinsip Patient Safety dan Faktor yang Mempengaruhi ………………... 15
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 20
3.2 Saran……………………………………………………………………. 21
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan atau safety adalah bebas dan bahaya atau risiko,
Keselamatan pasien atau patient safety merupakan disiplin perawatan
kesehatan dengan kompleksitas yang berkembang dalam sistem pemberian
pelayanan kesehatan. Menurut the World Health Organization (WHO)
"Safety is a fundamental principle of patient care and critical component of
quality management" yang juga berarti keselamatan adalah prinsip dasar
perawatan pasien dan komponen penting dari manajemen mutu sebuah
pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, keselamatan pasien merupakan suatu
keadaan aman atau tidak adanya bahaya yang mengancam pasien selama
proses perawatan.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 11 tahun 2017, keselamatan pasien
adalah upaya melindungi pasien dari ketidakamanan proses perawatan
melalui penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko, pelaporan dan
analisis insiden akibat ketidakamanan pasien, kemampuan belajar dari
insiden tersebut dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat suatu tindakan perawatan.
Dalam peningkatan keselamatan pasien, disiplin perawatan kesehatan
sangat diperlukan yang bertujuan untuk mencegah dan mengurangi risiko
kesalahan dan bahaya yang terjadi selama proses pemberian pelayanan
kesehatan. Landasan disiplin ini dapat menjadi indikator keamanan pasien
yang berkelanjutan yang menjadi dasar untuk memberikan nelavanan
kesehatan yang esensial dan herkualitas. Pelayanan kesehatan yang
berkualitas haruslah aman, efektif, dan berpusat pada manusia. Selain itu,
untuk mewujudkan manfaat pelayanan kesehatan yang bermutu, maka
pelayanan kesehatan harus tepat waktu, berkeadilan, terintegrasi dan efisien.
Maka untuk memastikan keberhasilan penerapan strategi keselamatan
pasien, dibutuhkan kebijakan yang jelas, kapasitas kepemimpinan yang
1
berkompeten, profesionalitas pemberi perawatan kesehatan yang terampil,
dan keterlibatan pasien yang efektif selama proses perawatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
keperawatan agar tindakan bisa diberikan dengan benar dan minim terjadi
kesalahan dalam memberikan tindakan keperawatan.
4
Hazard atau bahaya adalah semua sumber, situasi ataupun aktivitas
yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) atau penyakit
akibat kerja. Hazard adalah suatu kondisi secara alamiah, maupun karena
ulah manusia, yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan
kehilangan jiwa manusia (BNPB, 2008)
Hazard adalah suatu kondisi secara alamiah maupun karena ulah
manusia yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan
kehilangan jiwa manusia (BNPB, 2008) Hazar juga berarti bahaya
berpotensi menimbulkan bencana tetapi tidak semua bahaya selalu menjadi
bencana. Sumber bahaya suatu peristiwa yang hebat atau kemungkinan
menimbulkan kerugian atau korban manusia (Dirjen yanmedik, 2007).
5
kecelakaan agar upaya pencegahan dan penanggulangannya dapat dipilih
melalui pendekatan yang paling tepat. Secara garis besar ada beberapa
faktor utama yang mempengaruhi kecelakaan yaitu alat-alat mekanik,
lingkungan dan kepada manusianya sendiri (Suma’mur, 2014).
Manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada
dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia,
kerusakan atau gangguan terhadap perusahaan. Manajemen risiko terbagi
atas tiga bagian yaitu Hazzard Identification, Risk Assement and Risk
Control (HIRARC). Manajemen ini adalah bagian dari manajemen risiko
yang menentukan arah penerapan K3 dalam perusahaan (Ramli,2010).
Metode HIRARC ini adalah rangkaian proses identifikasi bahaya yang
terjadi dalam aktivitas rutin maupun non rutin di perusahaan yang
diharapkan dapat dilakukan usaha untuk pencegan dan pengurangan
terjadinya kecelakaan kerja serta pengendaliannya dalam melakukan proses
kegiatan perbaikan dan perawatan sehingga prosesnya menjadi aman.
Identifikasi bahaya dan penilaian risikon dan pengendaliannya ini
merupakan bagian dari sistem manajemen risiko yang merupakan dasar dari
SMK3 sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terdiri dari
identifikasi bahaya (hazard identification), penilaian resiko (risk assement),
dan pengendalian risiko (risk control).
Menurut ILO, Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah menjaga
dan meningkatkan kesejahteraan fisik, mental, dan social seluruh para
pekerja dan pada semua sector pekerjaan, melindungi pekerja dari resiko
yang berdampak buruk pada kesehatan, menempatkan dan menjaga pekerja
dalam lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiologi dan psikologi,
menyesuaikan pekerjaan dengan pekerja serta pekerja dengan pekerjaannya.
6
dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan menentukan
terjadinya penyakit akibat kerja.
Faktor lain seperti kerentanan individual juga berperan dalam
perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan. Selain potensi
bahaya berupa penyakit infeksi yang umumnya berasal dari pasien, rumah
sakit juga mempunyai potensi bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan
kondisi di rumah sakit yaitu peledakan, kebakaran, kecelakaan yang
berhubungan dengan instalasi listrik, radiasi, bahan – bahan kimia
berbahaya, gas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi (Aditama,
2006).
Kejadian infeksi yang tinggi di rumah sakit merupakan indikator
pentingnya suatu usaha pengendalian infeksi dengan menerapkan standar
kewaspadaan infeksi (Standard precaution). Standard Precaution pada
dasarnya merupakan transformasi dari universal precaution, yaitu suatu
bentuk precaution pertama yang bertujuan untuk mencegah infeksi
nosokomial (Kathryn, 2004).
Dalam meningkatkan upaya tindakan pencegahan infeksi, diperlukan
pengetahuan dan sikap perawat dalam penggunaan alat pelindung diri
(APD) agar terhindar dari risiko penularan penyakit baik dari pasien ke
perawat maupun sesama pasien. Perilaku perawat dalam bekerja dipandu
melalui pedoman kerja. Selain standar operasional prosedur (SOP) dan
standar asuhan keperawatan (SAK) sebagai pedoman perawat dalam
bekerja, panduan keselamatan perawat diperlukan untuk memandu perawat
berperilaku aman dan selamat dalam bekerja. Oleh karena itu, protokol
keamanan untuk perawat dan pasien harus diikuti dan dipraktikkan dengan
baik.
Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera
untuk keselamatan hidupnya. Di instalasi gawat darurat setiap saat terdapat
kasus dengan berbagai tingkat kegawatan yang harus segera mendapat
pelayanan. Petugas medis sebagai tenaga kesehatan yang kontak dengan
7
pasien harus selalu cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan. Dalam situasi tersebut ruang IGD dapat memungkinkan banyak
terjadinya kecelakaan kerja pada petugas medis. Petugas medis di ruang
IGD antara lain perawat serta dokter. Perawat merupakan petugas medis
pertama yang menangani pasien sebelum dokter. Dengan beban kerja yang
tinggi di ruang IGD dapat memungkinkan terjadinya stress kerja pada
perawat IGD (Kasmarani, 2012). Selain stress kerja, keluhan
muskuloskeletal juga sering dialami oleh perawat IGD (Zurikah, 2016).
Berdasarkan hal tersebut maka perawat lebih berisiko tinggi terjadinya
penyakit akibat kerja di ruang IGD bila dibandingkan dengan dokter. Dalam
meningkatkan upaya tindakan pencegahan infeksi, diperlukan pengetahuan
dan sikap perawat dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) agar
terhindar dari risiko penularan penyakit baik dari pasien ke perawat maupun
sesama pasien. Perilaku perawat dalam bekerja dipandu melalui pedoman
kerja. Selain standar operasional prosedur (SOP) dan standar asuhan
keperawatan (SAK) sebagai pedoman perawat dalam bekerja, panduan
keselamatan perawat diperlukan untuk memandu perawat berperilaku aman
dan selamat dalam bekerja. Oleh karena itu, protokol keamanan untuk
perawat dan pasien harus diikuti dan dipraktikkan dengan baik. Ruang
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan bagian dari pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk keselamatan
hidupnya.
Di instalasi gawat darurat setiap saat terdapat kasus dengan berbagai
tingkat kegawatan yang harus segera mendapat pelayanan. Petugas medis
sebagai tenaga kesehatan yang kontak dengan pasien harus selalu cepat,
tepat, dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Dalam situasi
tersebut ruang IGD dapat memungkinkan banyak terjadinya kecelakaan
kerja pada petugas medis. Petugas medis di ruang IGD antara lain perawat
serta dokter. Perawat merupakan petugas medis pertama yang menangani
pasien sebelum dokter. Dengan beban kerja yang tinggi di ruang IGD dapat
memungkinkan terjadinya stress kerja pada perawat IGD (Kasmarani,
8
2012). Selain stress kerja, keluhan muskuloskeletal juga sering dialami oleh
perawat IGD (Zurikah, 2016). Berdasarkan hal tersebut maka perawat lebih
berisiko tinggi terjadinya penyakit akibat kerja di ruang IGD bila
dibandingkan dengan dokter.
Maka dapat diperoleh bahwa bahwa pemicu penyakit karena kerja
yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK) pada perawat yang
terjadi di Rumah Sakit (RS), umumnya berkaitan dengan:
a. Faktor biologi
b. Faktor kimia
c. Faktor ergonomi
d. Faktor fisik dalam dosis kecil yang terus-menerus
e. Faktor psikologis
Upaya pencegahan menurut standar K3 yaitu Melakukan pencatatan
kejadian Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan oleh petugas K3 :
a. Perlu dilakukan peningkatan terhadap penerapan pelayanan kesehatan
kerja terutama pada pemeriksaan kesehatan khusus, pengobatan dan
perawatan bagi penderita yang sakit, pemantauan lingkungan kerja serta
ergonomi dan evaluasi pencatatan serta pelaporan kepada Direktur
Rumah Sakit.
b. Perlu diadakan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja seperti
pemeriksaan paru-paru, laboratorium maupun pemeriksaan secara fisik
terhadap perawat IGD maupun tenaga medis yang lain.
c. Perlu diadakan kegiatansurvelans kerja seperti pemetaan tempat keja
berdasarkan risiko bahayanya.
d. Perlu diadakan penyesuaian terhadap peralatan kerja SDM Rumah Sakit
seperti mengidentifikasi ergonomi terhadap peralatan kerja dan risiko
peralatan kerjanya.
Seperti yang tercantum dalam Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010
tentang standart kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Rumah Sakit
9
bahwa penyesuaian terhadap peralatan kerja SDM dikatakan sudah
diterapkan apabilah telah melakukan :
a. Identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap perlatan kerja dan
SDM Rumah Sakit.
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan
mengendalikan risiko ergonomi.
Tujuan diterapkannya K3RS adalah terciptanya cara kerja, lingkungan
kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan karyawan RS. Pengetahuan K3RS yang baik diharapkan mampu
menekan angka kecelakaan kerja karena individu tersebut dapat
menerapakan tindakan yang sesuai dengan pengetahuan K3 yang
dimilikinya.
2.6 Upaya Pencegahan Risiko Dan Hazard Pada Setiap Tahap Asuhan
Keperawatan Meliputi Tahap Pengkajian, Perencanaan, Implementasi,
Dan Evaluasi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan menyatakan asuhan keperawatan adalah rangkaian interaksi
dengan klien dan lingkunganuntuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan
dan kemandirian dalam merawat dirinya (Pemerintah Republik Indonesia,
2014).
Asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yaitu suatu
metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi
kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis,
psikologis, sosial dan spiritual yang optimal melalui tahapan pengkajian
keperawatan, indentifikasi diagnosa keperawatan, penentuan perencanaan
keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasinya
(Suarli & Yahya, 2012).
10
Risiko melekat dari tindakan pelayanan kesehatan dalam hal ini
pada saat melakukan pengkajian asuhan keperawatan adalah bahwa
dalam kegiatan ini yang diukur adalah upaya yang dilakukan. Pada
proses pengkajian data, hal-hal yang dapat saja bisa terjadi adalah:
a) Kurangnya informasi atau data yang diberikan oleh keluarga
pasien atau Pasien itu sendiri atau dalam kata lain
menyembunyikan suatu hal, sehingga dalam proses pengkajian
kurang lengkap. Akibatnya perawat ataupun dokter akan salah
dalam memberikan perawatan sehingga berbahaya terhadap
pasien.
b) Pada saat melakukan pengkajian dapat juga terjadi di kejadian
tertularnya penyakit dalam hal ini seperti kontak fisik maupun
udara titik pada saat perawat melakukan perawatan ataupun
pengkajian kepada pasien maka perawat mempunyai resiko
tertular penyakit dari pasien tersebut.
c) Mendapatkan cacian atau pelecehan verbal saat melakukan
pengkajian ataupun pada proses wawancara. Ketika perawat
menanyakan data atau informasi pasien namun, keluarga
pasien menyembunyikannya. Sehingga demi keselamatan
pasien perawat tetap menanyakan sehingga pasien atau
keluarga kurang menyukainya dan akhirnya mendapatkan
cacian atau perlakuan tidak baik.
d) Dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan perawat bisa
saja mendapatkan kekerasan fisik dari pasien ataupun keluarga
pasien. Misalnya pasien ataupun keluarga yang tidak menyukai
proses perawatan atau pengkajian dapat saja melakukan
kekerasan fisik terhadap perawat.
2. Risiko dan Hazard dalam merencanakan asuhan keperawatan.
Kesalahan saat merencanakan pengkajian dapat saja terjadi,
jika perawat salah dalam mengkaji maka Perawat akan salah dalam
memberikan proses perawatan atau pengobatan yang pada akhirnya
11
akan mengakibatkan kesehatan pasien Malah semakin terganggu.
Kemudian dapat saja terjadi jika perawat salah dalam
merencanakan tindakan keperawatan maka perawat juga akan
mendapatkan bahaya seperti tertularnya penyakit dari pasien karena
kurangnya perlindungan diri terhadap perawat.
3. Risiko dan Hazard dalam Implementasi Keperawatan
Menurut Putri, T.E.R,2017, kesalahan saat melakukan
implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu
merupakan kesalahan yang sangat fatal. Kesalahan ini dapat
mengakibatkan kecelakaan pada pasien atau perawat, misalnya
kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien, dikarenakan
perawat lupa membaca instruktur atau catatan an-nur dokumen
rekam medik dari pasien tersebut.
4. Risiko dan Hazard dalam evaluasi asuhan keperawatan
Kesalahan pada saat melakukan evaluasi dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan dapat mengakibatkan pendokumentasian
Asuhan Keperawatan yang kurang data yang sudah dilakukan oleh
perawat. Terkadang perawat lupa mengkonfirmasi ke dalam
dokumentasi asuhan keperawatan, sehingga yang tertulis atau yang
telah dilaksanakan oleh perawat kepada pasiennya tidak ada dalam
dokumentasi asuhan keperawatan.
12
c. Perawat juga dapat membangun kepercayaan kepada pasien
d. Dalam merawat pasien, perawat harus memperlakukan setiap
pasien dengan sama
e. Pada saat melakukan wawancara dengan pasien, perawat harus
menjadi pendengar yang baik, perawat harus mampu
menempatkan diri sebagai tempat curhat pasien sebaik
mungkin dan diharapkan menggunakan bahasa serta tutur kata
yang sopan
f. Ketika pasien terlihat dalam keadaan tidak terkontrol dan susah
untuk didekati, maka perawat dapat melakukan pengkajian
kepada keluarganya terlebih dahulu
g. Saat melakukan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta
persetujuan dari klien terlebih dahulu
h. Perawat harus menggunakan APD saat melakukan
pemeriksaan fisik pada klien
i. Perawat juga harus melaporkan setiap adanya tindakan
kekerasan dalam bentuk apapun kepada pihak rumah sakit
j. Perawat juga harus menghindari memegang benda yang
mungkin telah terkontaminasi
k. Sebelum menuju klien hendaknya perawat mencuci tangan.
2. Upaya mencegah dan meminimalkan risiko dan hazard dalam
tahap perencanaan asuhan keperawatan
a. Identifikasi sumber bahaya yang mungkin dapat terjadi saat
menyusun rencana keperawatan
b. Lakukan penilaian faktor risiko dengan jalan melakukan
penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan
dan keselamatan kerja saat menyusun perencanaan
keperawatan
c. Kendalikan faktor risiko yang mungkin terjadi saat menyusun
rencana tindakan keperawatan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menghilangkan bahaya, mengganti sumber risiko dengan
13
sarana atau peralatan lain yang lebih memiliki tingkat risiko
yang lebih rendah
d. Ketika menyusun rencana keperawatan perawat hendak
berpedoman pada pedoman rencana asuhan keperawatan yang
sesuai dengan diagnosis keperawatan yang ada
e. Perawat juga diharapkan untuk mampu mempertimbangkan
alokasi waktu pencapaian dari rencana keperawatan yang
disusun untuk menjadi indikator evaluasi keperawatan.
3. Upaya mencegah dan meminimalkan risiko dan hazard pada tahap
implementasi asuhan keperawatan
a. Perawat harus menjaga diri dari infeksi dengan
mempertahankan teknik aseptik seperti mencuci tangan,
memakai APD lengkap, menggunakan alat kesehatan dalam
keadaan steril
b. Perawat harus mematuhi SOP yang telah ditetapkan oleh
rumah sakit dan tidak terburu-buru dalam melakukan tindakan
c. Perawat hendak memperhatikan cara menutup jarum suntik
yang benar susunan sel hidung kamu banyak diharapkan
perawat dapat menghindari kontak langsung dengan segala
macam cairan klien, apabila dirasa sistem imunitas tubuh
sedang menurun atau tidak menggunakan APD
d. Perawat sebaiknya menerapkan perilaku hidup bersih dan juga
sehat serta menerapkan pola hidup yang sehat pula
e. Perawat harus menanamkan sifat kehati-hatian, konsentrasi
yang tinggi, dan ketenangan saat bekerja terutama saat
melakukan tindakan yang beresiko kepada pasien
f. Perawat dituntut untuk belajar mengoperasikan alat-alat yang
sudah disediakan oleh pihak rumah sakit dengan tujuan
mengurangi risiko cedera baik bagi klien maupun bagi perawat
sendiri.
14
4. Upaya mencegah dan meminimalkan risiko dan hazard pada tahap
evaluasi asuhan keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai sejauh mana
intervensi dan implementasi yang diberikan berhasil dalam
perkembangan kesembuhan pasien ada beberapa cara untuk
mencegah dan mengurangi resiko hazard. Cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah risiko dan hazard dalam evaluasi asuhan
keperawatan yaitu :
a) Identifikasi sumber bahaya yang mungkin terjadi saat
menyusun evaluasi keperawatan, dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat
menimbulkan potensi bahaya baik pada klien maupun kepada
diri perawat sendiri
b) Memperhatikan setiap perkembangan atau respon yang
ditampakkan atau ditimbulkan oleh klien setelah selesai
melakukan tindakan keperawatan.
15
kerugian dan lain-lain), hal tersebut dapat dicegah bahkan seharusnya tidak
terjadi karena sudah dikategorikan sebagai suatu disiplin. Dalam Permenkes
RI No. 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, insiden keselamatan pasien adalah segala sesuatu yang terjadi
secara sengaja atau tidak sengaja dan kondisi mengakibatkan atau
berpotensi untuk menimbulkan cidera pada pasien, yang terdiri dari
Kejadian tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
Insiden keselamatan pasien sewaktu-waktu dapat terjadi tanpa direncanakan
yang dapat membahayakan pasien dan tidak terpenuhi outcome dalam
penyembuhan pasien.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk
rumah sakit. Keselamatan pasien rumah sakit (Hospital Patient Safety)
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi : assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan
yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden;
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) menjadi indikator standar dasar
yang utama dalam penilaian Akreditasi Rumah sakit, Keselamatan pasien
menjadi bagian penting dalam pelayanan keperawatan karena keselamatan
pasien merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi
kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak pada pelayanan kesehatan.
Ada enam sasaran keselamatan pasien yaitu Ketepatan identifikasi pasien;
Peningkatan komunikasi yang efektif; Peningkatan keamanan obat yang
perlu diwaspadai; Kepastian tepatlokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
operasi; Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
Pengurangan risiko pasien jatuh. Keselamatan pasien merupakan salah satu
nilai untuk menjamin berlangsungnya pelayanan kesehatan yang paripurna
di rumah sakit. Keselamatan pasien sebagai pelayanan yang tidak menyakiti
pasien maupun sistem perawatan pasien di rumah sakit yang lebih aman.
16
pengukuran resiko, pengenalan dan pengelolaan kesehatan pasien,
pencatatan dan pengkuran kasus, pembelajaran kasus dan tindakan serta
solusi implementasi untuk mengurangi resiko.
Tujuan sistem keselamatan pasien rumah sakit adalah terciptanya
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan akuntabilitas
rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya KTD di rumah
sakit dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD. Pencegahan risiko jatuh merupakan sasaran keenam dan
penting untuk dilakukan karena pasien jatuh merupakan adverse event
kedua terbanyak dalam institusi perawatan kesehatan setelah kesalahan
pengobatan.
Pasien jatuh menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan pada seluruh
pasien rawat inap di rumah sakit. Peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan dan terlibat kontak langsung dengan pasien sangat berkaitan
dengan terjadinya infeksi nasokomial. Perawat bertanggung jawab
menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien terutama pencegahan
infeksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nasokomial
adalah kemampuan perawat dalam menerapkan tehnik aseptik, selain itu
hand hygiene juga merupakan aspek yang harus diperhatikan.
Adapun faktor yang mempengaruhi tercapainya sasaran keselamatan
pasien adalah tingkat pengetahuan perawat, sikap perawat, dan fasilitas di
rumah sakit.
1. Faktor Individu
Pengalaman kerja dan pendidikan tidak memengaruhi pelaporan insiden
keselamatan pasien, hal ini berarti semakin lama waktu bekerja dan
semakin tinggi tingkat pendidikan tidak menjamin semakin tingginya
kesadaran perawat untuk melaporkan insiden keselamatan pasien
karena kurangnya pengetahuan dan pelatihan perawat tentang pelaporan
insiden keselamatan pasien.
2. Faktor Psikologi
17
Persepsi perawat baik tentang evaluasi dan interpretasi dalam hal tidak
setuju menganggap insiden keselamatan pasien merupakan hal yang
sepeleh maka akan berdampak pada pelaporan insiden keselamatan
pasien pada perawat semakin baik. Perawat menyatakan setuju bahwa
khawatir dengan tindakan hukum dipengadilan yang dijalani setelah
melaporkan insiden keselamatan pasien. Persepsi selektiv buruk
perawat bahwa insiden keselamatan pasien yang dilakukan dibahas
dalam forum terbuka. Sikap dan motivasi tidak memengaruhi pelaporan
insiden keselamatan pasien, hal ini berarti sikap yang positif dan
motivasi yang tinggi dari seorang perawat belum tentu mempengaruhi
kinerja perawat dalam pelaporan insiden keselamatan pasien.
3. Faktor Organisasi
Pengaruh kepemimpinan positif dalam hal sikap dan persepsi
kepemimpinan khususnya hubungan kerja pimpinan dengan staff sangat
efektif akan mempengaruhi pelaporan insiden keselamatan pasien, hal
ini berarti kepemimpinan yang positif menjamin kinerja perawat baik
dalam hal pelaporan insiden keselamatan pasien, akan tetapi
kepribadian pemimpin dalam hal peluang pemimpin membantu staff
bahkan menggunakan “biaya sendiri” dalam penilaian sedang.
Pemimpin kadang-kadang menunjukkan kepuasan terhadap tugas yang
sudah dilakukan staff.
4. Faktor Lama Bekerja
Lama kerja adalah salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi
seseorang berperilaku (Green, 1980) dalam Notoadmodjo (1993). Lama
kerja seseorang dapat dihubungkan dengan pengalaman yang diperoleh
di tempat kerja, semakin lama bekerja semakin mahir. Menurut teori
Anderson dalam Notoadmodjo (2012) bahwa, dimana ia berada
semakin lama pengalaman kerja seseorang, maka semakin terampil, dan
biasanya semakin lama semakin mudah ia memahami tugas, sehingga
memberi peluang untuk meningkatkan prestasi serta beradaptasi dengan
18
lingkungan seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan semakin
baik.
5. Faktor Pengetahuan
Kemampuan organisasi untuk meningkatkan mutu melalui aspek
keselamatan pasien dipengaruhi oleh faktor individu. Pengetahuan
perawat tentang keselamatan pasien merupakan kunci utama dalam
memastikan perawatan yang aman. Faktor pengetahuan perawat dan
komitmen organisasi memberikan pengaruh yang signifikan positif
terhadap kinerja perawat di rumah sakit.
6. Sikap Perawat
Sikap merupakan predisposisi dari suatu tindakan. Sikap diartikan
sebagai reaksi atau respon yang ada dalam diri seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. faktor yang dapat
mempengaruhi sikap positif seseorang diantaranya adalah pengalaman
pribadi dalam hal ini dapat berkaitan dengan pengalaman kerja
seseorang, pengaruh orang yang dianggap penting yaitu bagaimana
pengaruh kepala ruang terhadap perawat pelaksana, pengaruh
kebudayaan yaitu bagaimana budaya organisasi di lingkungan tersebut
dan faktor emosional terkait dengan emosi yang dimiliki seseorang
terhadap suatu obyek.
Selain itu komunikasi juga penting karena Komunikasi yang efektif
merupakan kunci untuk mencapai keselamatan pasien di rumah sakit.
Kesalahan kesenjangan komunikasi, dan pengaruh faktor manusia juga
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pemberian pelayanan kesehatan
kepada pasien. Perawat yang tidak melaksanakan tugasnya dalam menjaga
keselamatan pasien dari insiden keselamatan pasien, berarti menggambarkan
perawat tersebut tidak amanah dalam melaksanakan tugas. Komunikasi
dalam pelayanan keperawatan baiknya dilakukan secara efektif. Hal ini
karena komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan
mudah dipahami oleh penerima akan mengurangi kesalahan dan
meningkatkan keselamatan pasien.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa kesehatan dankeselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk
menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya
baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan,
masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak
melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental,
psikologis dan emosional.
3.2 Saran
3.2.1 Bagi masyarakat
a. Menambah wawasan masyarakat tentang keselamatan dan
kesehatan kerja
20
b. Memahami tentang keselamatan kesehatan kerja untuk mencegah
resiko terjadinya kecelakaan saat bekerja.
3.2.2 Untuk mahasiswa
c. Menambah ilmu pengetahuan tentang keselamatan kesehatan
kerja khususnya dalam proses keperawatan sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan benar.
d. Menambah literature-literatur baru untuk mempermudah dalam
proses belajar dan penyelesaian tugas keselatan, kesehatan kerja
dalam setiap tahap proses keperawatan
e. Meningkatkan bimbingan proses belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran keselamatan, kesehatan kerja dalam setiap tahap
proses keperawatan
21
DAFTAR PUSTAKA
22