Anda di halaman 1dari 45

PENERAPAN TERAPI OKUPASI MENGGAMBAR

DALAM MENGONTROL TANDA DAN GEJALA


PADA PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
PENDENGARAN DI RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO
JAWA TENGAH

PROPOSAL
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun Oleh:
DINNA RAHMANITA KURNIATI
P1337420923196

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMEKES SEMARANG
2024
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................................iii
KATA PENGANTAR........................................................................................................................iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL............................................................................................................................viiii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................................................1
B. Tujuan............................................................................................................................................4
C. Manfaat..........................................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................6
A. Konsep Halusinasi........................................................................................................................6
B. Konsep Dasar Masalah Keperawatan......................................................................................14
C. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori................................................................................20
D. Implementasi evidence based practice nursing (EBNP)........................................................31
E. Kerangka konsep Kelolaan Kasus............................................................................................34
BAB III METODE............................................................................................................................35
A. Jenis/Desain Karya Ilmiah Ners...............................................................................................35
B. Subjek Studi Kasus....................................................................................................................35
C. Lokasi dan Waktu Pengambilan Studi Kasus.........................................................................36
D. Fokus Studi Kasus......................................................................................................................36
E. Definisi Operasional..................................................................................................................37
F. Instrumen Studi Kasus...............................................................................................................37
G. Metode Pengumpulan Data.......................................................................................................37
H. Analisis Data dan Penyajian Data............................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................39
LAMPIRAN.......................................................................................................................................41

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif terhadap suatu stressor yang
datang dari dalam maupun luar diri seseorang, yang mengakibatkan terjadinya pola
pikir, persepsi, perlaku, dan perasaan yang tidak sesuai dengan norma atau budaya
yang ada (Daulay & Wahyuni, 2021).
Organisasi kesehatan dunia WHO memperkirakan ada 450 juta orang di
seluruh dunia mengalami gangguan jiwa 35 juta jiwa dan 21 juta jiwa diantaranya
menderita skizofrenia. Selain itu, penderita skizofrenia lebih rentan 2-3 kali lipat
meninggal lebih dini dibandingkan dengan populasi penderita penyakit infeksi,
kardiovaskuler, dan metabolik (Daulay & Wahyuni, 2021). Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah (2022) menyebutkan bahwa terdapat 89.415 orang dengan gangguan
jiwa (ODGJ) yang terdiri dari penyakit skizofrenia dan psikotik akut dengan rentang
usia terbanyak pada 15-59 tahun yang menjadikannya salah satu Provinsi dengan
urutan kelima jumlah penderita gangguan jiwa terbanyak, dan sebanyak 87,67% orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang telah mendapatkan pelayanan kesehatan. Di
wilayah kota Semarang tercatat adanya 4.218 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)
dengan mayoritas penyakit skizofrenia (Dinkes, 2022).
Salah satu masalah gangguan jiwa adalah Skizofrenia. Skizofrenia adalah
gangguan dengan serangkaian gejala yang meliputi gangguan konteks berpikir,
bentuk pemikiran, persepsi, afek, rasa terhadap diri (sense of self), motivasi, perilaku,
dan fungsi interpersonal. Terdapat dua gejala pada skizofrenia yaitu gejala positif dan
gejala negatif. Gejala positif menunjuk pada gangguan pikiran, komunikasi, persepsi
dan perilaku. Gejala positif antara lain meliputi waham, halusinasi, bicara tidak teraur,
dan kekacauan yang menyeluruh atau perilaku katatonia. Gejala negatif (gejala
psikotik) diantaranya yaitu terjadi penurunan afektif, alogia, dan avolisi (Winaldi,
2022). Salah satu gejala positif yang sering muncul pada pasien skizofrenia adalah
halusinasi.
Halusinasi adalah persepsi ataupun respon yang salah terhadap stimulasi
sensorik. Suatu penyimpangan persepsi palsu yang terjadi pada respon neurologis
maladaptif (Winaldi, 2022). Halusinasi pendengaran merupakan kondisi dimana
seseorang mendengar suara-suara yang memanggilnya untuk menyuruh melakukan

2
sesuatu, mengomentari tingkah laku, pikiran bahkan dapat berupa perintah untuk
bunuh diri atau membunuh orang (Akbar & Rahayu, 2021). Pasien halusinasi
disebabkan karena faktor pola asuh, perkembangan, neurobiologi, psikologis sehingga
menimbulkan gejala halusinasi. Pasien halusinasi yang tidak mendapatkan pengobatan
atau perawatan lebih lanjut dapat menyebabkan perilaku seperti agresif, bunuh diri,
menarik diri dari lingkungan, serta dapat membahayakan diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungannya (Didik, 2021). Penanganan pasien skizofrenia untuk
mengetahui gejala halusinasi dapat dilakukan dengan kombinasi psikofarmakologi
dan intervensi psikososial seperti psikoterapi, terapi keluarga, dan terapi aktivitas
kelompok (Didik, 2021).
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni yang mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan suatu tugas tertentu (Azzahra & Suara, 2022). Terapi
okupasi menggambar merupakan salah satu bentuk terapi modalitas yang
menggunakan media seni untuk berkomunikasi yang sering digunakan untuk
mengatasi halusinasi. Terapi menggambar dapat membantu individu yang mengalami
gangguan dalam fungsi motorik, sensorik, kognitif dalam meminimalisir reaksi pasien
dengan dunianya sendiri yaitu dengan mengeluarkan perasaan, pikiran, emosi,
memberikan motivasi, kegembiraan, serta mengalihkan perhatian dari halusinasi yang
dialami (Winaldi, 2022).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saptarani et al (2020) didapatkan
kesimpulan bahwa aktivitas menggambar efektif untuk mengontrol gejala halusinasi,
mendapatkan hasil adanya penurunan terhadap gejala halusinasi yang timbul
menggunakan kuisioner PSYRATS.
Penilitian lain yang dilakukan Sari dkk., (2019) hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa gejala halusinasi menurun setelah diberikan terapi okupasi
menggambar (p value < 0.05), frekuensi gejala halusinasi pendengaran yang dialami
klien sebelum diberikan terapi okupasi yang paling banyak kategori sedang (51,9%).
Setelah diberikan terapi okupasi menggambar gejala halusinasi pendengaran yang
paling banyak dalam kategori ringan (44,4%) (Sari et al., 2019).
Berdasarkan jurnal Oktavian et al (2022) menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan terapi okupasi menggambar terhadap perubahan gejala halusinasi pada
pasien skizofrenia setelah dilakukan penerapan terapi. Hasil penerapan menunjukkan
bahwa setelah dilakukan penerapan menghardik dan menggambar terjadi penurunan
tanda gejala halusinasi pendengaran. Hal ini menunjukkan bahwa terapi okupasi
menggambar efektif dalam mengontrol tanda dan gejala pasien halusinasi pendengaran

3
dan dapat diterapkan sebagai bagian dari terapi modalitas dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
Berdasarkan uraian tersebut, ,maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian Karya Ilmiah Akhir Ners tentang “Penerapan Terapi Okupasi Menggambar
Dalam Mengontrol Tanda dan Gejala Pada Pasien Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Jawa Tengah”.

B. Tujuan
1) Tujuan Umum
Menerapkan terapi okupasi menggambar dalam mengontrol tanda dan gejala
pasien gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Jawa Tengah.
2) Tujuan Khusus
a) Memaparkan hasil pengkajian pada penerapan terapi okupasi menggambar
dalam mengontrol tanda dan gejala pasien gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran.
b) Memaparkan hasil diagnosa pada penerapan terapi okupasi menggambar dalam
mengontrol tanda dan gejala pasien gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran.
c) Memaparkan hasil intervensi keperawatan jiwa berdasarkan evidence based
practice nursing penerapan terapi okupasi menggambar dalam mengontrol
tanda dan gejala pasien gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
d) Memaparkan hasil evaluasi keperawatan jiwa dalam penerapan terapi okupasi
menggambar dalam mengontrol tanda dan gejala pasien gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran.
e) Memaparkan hasil analsisi inovasi keperawatan jiwa (sebelum dan sesudah
tindakan) pada penerapan terapi okupasi menggambar dalam mengontrol tanda
dan gejala pasien gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran pasien
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
C. Manfaat
1) Manfaat Keilmuan
Menambah kajian terakit pengembangan mata ajar keperawatan jiwa dan
penerapan terapi okupasi menggambar dalam mengontrol tanda dan gejala pasien
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
2) Manfaat Praktis

4
a. Penulis
Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam
menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama pendidikan yang ditempuh.
b. Rumah Sakit
Sebagai bahan acuan dan referensi bagi instansi terkait dalam mengambil
keputusan dan kebijakan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada
klien dengan masalah utama gangguan persepsi: halusinasi pendengaran.
c. Masyarakat/Pasien
Menjadi acuan dalam mengatasi permasalahan yang dialami oleh pasien
ataupun masyarakat. Dan pada masyarakat dapat menjadi bahan acuan dalam
merawat klien di rumah maupun di lingkungan sekitar khususnya yang
mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi sensori yaitu terjadi
pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indera yang
salah), dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, merasakan adanya
sensasi palsu yang berupa suara, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan, dan
stimulus tersebut sebetulnya tidak ada (Wicaksono et al., 2023).
Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien mendengar suara-
suara. Halusinasi ini sudah melebur dalam pikiran klien melalui telinganya dan saat
kondisi ini terjadi klien merasa sangat ketakutan, panik, dan tidak bias membedakan
antara khayalan dan kenyataan yang dialaminya (Winaldi, 2022).

2. Etiologi
Etiologi halusinasi menurut (Oktavian et al., 2022) terbagi dalam dua faktor
penyebab:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Kemampuan perkembangan klien terganggu, bisa terjadi karena
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga yang menyebabkan klien tidak
mampu sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri.
2) Faktor Sosiokultural
Faktor yang muncul ketika seseorang yang merasa tidak diterima
dilingkungan sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biologis
Faktor biologis mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Adanya stress berlebihan yang dialami klien maka respon tubuh akan
menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinasi neurokimia. Akibat
stress berkepanjangan ini menyebabkan neurotransmitter pada otak aktif.
4) Factor Psikologis
Ketika kepribadian seseorang lemah dan tidak bertanggung jawab,
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

6
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya, klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam khayal.
5) Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam
fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersoisalisasi di
alam nyata sangat membahayakan. Klien lebih asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah halusinasi tersebut adalah tempat untuk memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Misalnya rangsangan dari lingkungan klien, seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang
berada di lingkungan dan suasananya sepi atau terisolasi. Hal-hal tersebut
merupakan pencetus terjadinya halusinasi, yang dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Penyebab
halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu sebagai berikut:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

7
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.
5) Dimensi Spiritual
Secara sepiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup,rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang
berupaya secara sepiritual untuk menyucikan diri. Saat bangun tidur klien
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki
takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala halusinasi bervariasi tergantung pada jenis halusinasinya. Ini
termasuk data subyektif klien halusinasi yang dapat digunakan sebagai referensi
untuk mendiagnosis klien halusinasi antara lain:
a) Bicara, senyum, dan tertawa sendiri
b) Menarik diri dari lingkungan dan menghindar dari orang lain
c) Tidak dapat membedakan nama yang nyata dan tidak nyata
d) Tidak dapat memusatkan perhatian
e) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya)
f) Ekspresi wajah tegang, serta mudah tersinggung (Handayani, 2023).
Data subyektif dan obyektif halusinasi pendengaran menurut SDKI, 2017 yaitu:
Data Mayor
Subyektif Obyektif
- Mendengar suara bisikan - Distorsi sensori
atau melihat bayangan - Respon tidak sesuai
- Merasakan sesuatu melalui - Bersikap seolah melihat,
indera perabaan, mendengar, mengecap,
penciuman, atau meraba, atau mencium
pengecapan. sesuatu.
Data Minor
Subyektif Obyektif
Menyatakan kesal - Menyendiri

8
- Melamun
- Konsentrasi buruk
- Disorientasi waktu, tempat,
orang atau situasi
- Curiga
- Melihat ke satu arah
- Mondar-mandir
- Bicara sendiri

4. Klasifikasi Halusinasi
Tabel 2.1 Klasifikasi Halusinasi (Yusuf et al., 2015)
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi • Bicara atau tertawa • Mendengar suara-suara
dengar/suara sendiri atau kegaduhan
• Marah-marah tanpa • Mendengar suara yang
sebab mengajak bercakap-cakap
• Mengarahkan telinga • Mendengar suara yang
ke arah tertentu menyuruh melakukan
• Menutup telinga sesuatu yang berbahaya
Halusinasi • Menunjuk-nunjuk ke • Melihat bayangan sinar,
penglihatan arah tertentu bentuk geometris, bentuk
• Ketakutan pada sesuatu kartun, melihat hantu, atau
yang tidak jelas monster
Halusinasi • Mencium seperti sedang • Membaui bau-bauan
penciuman membaui bau-bauan seperti bau darah, urine,
tertentu feses, dan kadang-kadang
• Menutup hidung bau itu menyenangkan
Halusinasi • Sering meludah • Merasakan rasa seperti
pengecapan • Muntah darah, urin, atau feses
Halusinasi • Menggaruk-garuk • Mengatakan ada serangga
perabaan permukaan kulit di permukaan kulit
• Merasa seperti tersengat
listrik

5. Fase Halusinasi
Tahapan halusinasi terbagi dalam lima fase (Oktavian et al., 2022) yaitu sebagai
berikut:
Tabel 2.2 Fase Halusinasi

9
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku
Fase I Sleep Klien merasa banyak Klien susah tidur dan berlangsung
Disorder: masalah,menghindar dari terus menerus sehingga terbiasa
Fase awal seseorang lingkungan, takut diketahui menghayal dan menganggap
sebelum muncul orang lain bahwa dirinya hayalan awal sebagai pemecah
halusinasi banyak masalah. masalah.

Fase II Comforting: Klien mengalami perasaan Klien terkadang tersenyum,tertawa


Halusinasi tahap yang mendalam seperti sendiri,menggerakan bibir tanpa
menyenangkan, cemas,kesepian,rasa suara,pergerakan mata yang cepat
cemas sedang bersalah,takut,dan mencoba respon verbal yang lambat,diam
untuk berfokus pada pikiran dan berkonsentrasi
yang menyenangkan untuk
meredakan cemas.
Fase III Condeming: Pengalaman sensori Ditandai dengan meningkatnya
Tahap halusinasi menjijikan dan tanda tanda sistem syaraf otonom
menjadi menjijikkan, menakutkan.Klien mulai akibat ansietas otonom seperti
cemas berat lepas kendali dan mungkin peningkatan denyut
mencoba untuk mengambil jantung,pernafasan dan tekanan
jarak dirinya dengan sumber darah,rentang perhatian dengan
yang presepsikan.Klien lingkungan berkurang dan
mungkin merasa terkadang asyik dengan
dipermalukan oleh pengalaman sendori dan kehilangan
pengalaman sensori dan kemampuan membedakan
menarik diri dari orang lain. halusinasi dan realita.
Fase IV Controling: Klien berhenti menghentikan Perilaku klien taat pada perintah
Tahap pengalaman perlawanan terhadap halusinasi, sulit berhubungan
halusinasi yang halusinasi dan menyerah dengan orang lain, respon perhatian
berkuasa, cemas pada halusinasi tersebut. terhadap lingkungan berkurang,
berat biasanya hanya beberapa detik saja.
Fase V Conquering: Pengalaman sensori menjadi Perilaku panik, resiko tinggi
Tahap halusinasi mengancam jika mengikuti mencederai,bunuh diri atau
panic umumnya perintah halusinasi. membunuh orang lain.
menjadi melebur
dalam halusinasi

10
6. Rentang Respon
Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis
dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang respn yang paling
maladaptif adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri
dari lingkungan. Berikut adalah gambaran rentang respon neurobiology (Yusuf et al.,
2015):

Adaptif Maladaptif

• Pikiran logis • Kadang proses pikir • Gangguan proses


• Persepsi akurat tidak terganggu berpikir/waham
• Emosi konsisten • Ilusi • Halusinasi
dengan pengalaman • Emosi tidak sesuai • Kesukaran proses
• Perilaku cocok • Perilaku tidak biasa emosi
• Hubungan social • Menarik diri • Perilaku tidak
harmonis terorganisasi
• Isolasi sosial

Gambar 2.1 Rentang Respon Neurologi


7. Mekanisme Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor,
(Wicaksono et al., 2023) pada halusinasi terdapat tiga mekanisme koping, yaitu:
a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman internalnya.
b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang membingungkan.
c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah dan
mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas.

11
B. Konsep Dasar Masalah Keperawatan
1. Definisi
Menurut SDKI (2017) Diagnosa gangguan persepsi sensori (D.0085)
merupakan perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal
yang disertai degan respon yang berkurang, berlebihan, atai terdistorsi.

2. Data Mayor dan Data Minor


Tabel 2.3 Data Mayor dan Minor Masalah Keperawatan
Subjektif Objektif
Data 1. Mendengar suara bisikan atau 1. Distorsi sensori
Mayor melihat bayangan 2. Respon tidak sesuai
2. Merasakan sesuatu melalui 3. Bersikap seolah melihat,
indera perabaan, penciuman, mendengar, mengecap,
perabaan, atau pengecapan meraba, atau mencium
sesuatu
Subjektif Objektif
Data 1. Menyatakan kesal 1. Menyendiri
Minor 2. Melamun
3. Konsentrasi buruk
4. Disorientasi waktu, tempat,
orang atau suasana
5. Curiga
6. Melihat ke arah tertentu
7. Mondar-mandir
8. Bicara sendiri

3. Faktor Penyebab
Menurut SDKI 2017 faktor penyebab gangguan persepsi sensori adalah sebagai
berikut:
1) Gangguan penglihatan
2) Gangguan pendengaran
3) Gangguan penciuman
4) Gangguan perabaan
5) Hipoksia serebral
6) Penyalahgunaan zat
7) Usia lanjut
8) Pemajanan toksin lingkungan

4. Penatalaksanaan
12
Penatalaksanaan halusinasi pendengaran yaitu sebagai berikut (Wicaksono et al.,
2023):
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis tinggi bermanfaat
pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
b. Terapi Kejang Listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan yang menimbulkan kejang secara
sepontan dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang pada satu atau dua temple, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi. Dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individu atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan mempersiapkan pasien kembali ke
masyarakat. Selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong
pasien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat, maupun dokter.
Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang tidak baik.
d. Terapi Modalitas
1) Terapi Musik: menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.
Fokusnya adalah mendengar, memainkan alat musik, dan bernyanyi.
2) Terapi Menari: fokus pada ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
3) Terapi Okupasi: fokus untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni
4) Terapi Relaksasi: belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok. Rasional:
untuk koping atau perilaku maladaptif/deskriptif meningkatkan partisipasi
dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
e. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok adalah psikoterapi yang dilakukan pasa pasien
bersama-sama dengan pasien lainnya yang diarahkan oleh seseorang yang
terlatih.
f. Terapi Keluarga
Tujuan dari terapi keluarga:
13
1) Menurunkan konflik kecemasan
2) Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing
keluarga
3) Meningkatkan pertanyaan kritis
4) Menggambarkan hubungan peran yang sesuai dengan tumbuh kembang.
Perawat membekali keluarga pasien dengan pendidikan tentang kondisi
pasien dan kepedulian pada situasi keluarga.

5. Konsep Aktivitas Kelompok (TAK)


a. Pengertian Terapi Okupasi
Terapi okupasi membantu seseorang mendapatkan kembali kepercayaan
diri, keterampilan, dan kemandirian setelah mengalami gangguan, cedera, atau
kecacatan. Terapi okupasi mendukung pemulihan untuk melanjutkan aktivitas
normal. Kegiatan sehari-hari ini dapat berupa pekerjaan, sosial, dan rekreasi
(Handayani, 2023).
Terapi okupasi menggambar adalah bentuk psikoterapi yang
menggunakan media seni untuk berkomunikasi. Media seni dapat berupa pensil
, kapur bewarna, warna, cat, potongan-potongan kertas dan tanah liat
(Winaldi, 2022). Terapi okupasi menggambar atau disebut juga metode Art
Therapy ini sama saja dengan melepaskan ketidaksadaran melalui seni secara
spontan. Art therapy dapat melibatkan proses dalam membuat gambar dari
bentuk mentah dan kemudian dibuat dalam ekspresi symbol dan menyediakan
hubungan yang terapeutik (Handayani, 2023).
b. Tujuan
1) Terapi yang telah direncanakan untuk di capai sesuai dengan kondisi yang
dialami pasien.
2) Terapi okupasi merupakan bagian dari tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang.
3) Tujuan terapi okupasi telah dituliskan pada lebar rekam medis yang
terintegrasi atau pada lembar pengkajian khusus (Kemenkes RI, 2014).
c. Manfaat
1) Menggambar sebagai alat bercerita (bahasa visual/bentuk)
2) Menggambar sebagai media mencurahkan alam perasaan
3) Menggambar sebagai alat bermain

14
4) Ketika menggambar terjadi peristiwa berfantasi. Jadi menggambar
melatih seseorang berfantasi. Fantasi yang muncul adalah bentuk-bentuk
yang kadangkala aneh dilihat atau bentuk sederhana seperti lingkungan
sekitar
5) Menggambar melatih ingatan
6) Menggambar melatih berpikir komprehensif (menyeluruh)
7) Menggambar sebagai media sublimasi perasaan
8) Menggambar dapat digunakan untuk mendidik seseorang melatih
mengendurkan spontanitas dan mengarahkannya untuk mengajarkan cara
berbicara (Handayani, 2023).
d. Hal yang Harus Diperhatikan
Hal yang harus diperhatikan adalah kondisi pasien saat menjalankan terapi
okupasi (menggambar) demi mengontrol halusinasi. Selain kondisi pasien posisi
serta tempat yang nyaman dan sesuai dengan kesepakatan antara pasien dan
perawat. Jika sebelumnya sudah dilakukan kontrak dengan pasien untuk
menemuinya, maka segera menepati janji tersebut agar pasien menjadi percaya
dan terbuka dengan perawat (Kemenkes RI, 2014).
e. Indikasi Terapi Okupasi
1) Metode Terapi Individu
a) Pasien baru agar dapat lebih banyak informasi dan juga sebagai bahan
evaluasi pasien.
b) Pasien yang belum dapat berinteraksi dengan baik dalam sebuah
kelompok sehingga dapat dianggap mengganggu kelancaran.
c) Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan ttujuan agar terapis
dapat mengevaluasi pasien lebih efektif.
2) Metode Terapi Kelompok
Metode terapi kelompok dilakukan untuk:
a) Pasien ang dipilih berdasarkan masalah yang sama atau hampir sama.
b) Beberapa pasien yang sekaligus dalam melakukan suatu aktivitas untuk
mencapai satu tujuan (Kemenkes RI, 2014).
f. Prosedur Terapi Okupasi (menggambar)
Tata cara kegiatan terapi okupasi menggambar dilakukan dalam beberapa
tahapan, yaitu:
1) Tahap Persiapan

15
a) Penulis memilih responden untuk melakukan terapi okupasi
(menggambar) berdasarkan kriteria inklusi
b) Penulis memberikan tujuan kepada responden melakukan terapi okupasi
(menggambar)
c) Penulis memberikan informed consent pada responden
d) Setelah responden menyetujui penulis meminta responden untuk
menandatangani informed consent.
2) Tahap Pelaksanaan
a) Penulis memberikan salam pembuka serta memvalidasi mengenai
perasaan klien
b) Sebelum melakukan kegiatan, perawat melakukan observasi dan
wawancara tanda dan gejala halusinasi.
c) Penulis menjelaskan tema gambar
d) Penulis membagikan pensil, krayon/pensil warna, dan kertas kosong
kepada pasien.
e) Setelah selesai penulis meminta kepada pasien untuk menjelaskan
gambar apa dan makna gambar yang telah dibuat.
f) Penulis memberikan pujian kepada pasien setelah selesai menjelaskan
isi gambarnnya.
3) Tahap Evaluasi
a) Penulis menanyakan perasaan klien setelah melakukan terapi okupasi
(menggambar).
b) Penulis mengevaluasi emosi dan halusinasi yang dialami klien setelah
melakukan terapi okupasi (mengambbar)
c) Menganjurkan klien untuk memasukkan terapi dalam jadwal harian
(Kemenkes RI, 2014).
g. Evaluasi Terapi Okupasi (Menggambar)
Tahap evaluasi merupakan tahap dimana keberhasilan terapi menggambar
dievaluasi agar perhatian pasien tidak terfokus pada halusinasi. Mengamati dan
menilai gambar pasien, serta memuji hasil dari gambar pasien. Pasien juga
ditanya bagaimana perasaan pasien setelah melakukan teknik terapi okupasi
(menggambar). Setelah diberikan terapi evaluasi pasien yang ditandai dengan
pasien dapat mengalami peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi
ditandai dengan penurunan tanda dan gejala halusinasi (Kemenkes RI, 2014).

16
C. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan
observasi pada pasien dan keluarga. Pengelompokkan data pengkajian
kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor,
sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki (Winaldi, 2022).
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, nomor
rekam medis, pendidikan, pekerjaan, agama, dan alamat.
b. Alasan masuk
Gejala yang sering menjadi alasan Klien dibawa ke rumah sakit jiwa adalah
halusinasi, waham, isolasi sosial, perilaku kekerasan, kerusakan komunikasi.
Data dapat diperoleh dari keluarga dengan menanyakan apa yang terjadi di
rumah (Klien sering bicara sendiri, Klien mendengar suara-suara, Klien
marah tanpa alasan, Klien mengatakan sesuatu yang tidak nyata), apa yang
telah dilakukan keluarga pada klien dan kemana keluarga meminta
pertolongan sebelum ke rumah sakit.
c. Faktor Predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga
3) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu.

d. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelainan stuktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau masyarakat yang
sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar masyarakat.
e. Fisik
Tanda vital dan keluhan fisik: ADL (Activity Daily Living) adalah nutrisi
tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidak
17
terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak
mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan,
agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
Riwayat Kesehatan: Skizofrenia, delirium, berhubungan dengan riwayat
demam dan penyalahgunaan obat.
Riwayat skizofrenia dalam keluarga adalah fungsi Sistem Tubuh yaitu
perubahan berat badan, neurologikal perubahan mood, disorientasi dan
ketidakefektifan endokrin oleh peningkatan temperatur.
f. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang mengalami
kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun dengan
pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi
diri : klien biasanya mampu menilai identitasnya, peran diri klien menyadari
peran sebelum sakit, saat dirawat peran klien terganggu, ideal diri tidak
menilai diri, harga diri klien memilki harga diri yang rendah
sehubungan dengan sakitnya
3) Hubungan sosial
klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa
dipandang tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien
biasanya menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit
ibadah terganggu atau sangat berlebihan.
g. Status Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok, dan
berubah dari biasanya.
2) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan, tidak
logis, berbelit-belit.
3) Aktivitas Motorik
18
Meningkat atau menurun, impulsif, dan beberapa gerakan yang abnormal.
4) Alam Perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi
misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
5) Afek
Afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen
6) Interaksi selama wawancara
Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan
7) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri
dan menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata
atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga,
bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan mudah
tersinggung.
8) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan
logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit-belit. Ketidakmampuan klien
ini sering membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien.
9) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus
internal dan eksternal melalui proses informasi dapat menimbulkan
waham.
10) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat
dan waktu
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek,
mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah
disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan
waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan baik,
permisi untuk satu hal.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
19
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas
eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada
kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian,
mengalami masalah dalam memberikan perhatian.
13) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,
menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu
melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Sering tidak merasa
yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.
14) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan
dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan
keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama seklai tidak
dapat mengambil keputusan merasa kehidupan sangat sulit, situasi
ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif klien.
h. Status Intelektual
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi
pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi,
koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
i. Status Sosial Putus Asa
Menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan
kecemasan.
j. Kebutuhan Persiapan Pasien Pulang
1. Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung
tidak memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak
memiliki minat dan kepedulian.
2. BAB atau BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAB serta
kemampuan klien untuk membersihkan diri.
3. Mandi: biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama
sekali.
4. Berpakaian: biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.

20
5. Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam: biasnaya istirahat
klien terganggu bias halusinasi muncul.
6. Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan
sistem pendukung sangat menentukan.
7. Aktivitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah
seperti menyapu.

2. Diagnosa Keperawatan
Sebelum menentukan diagnosa keperawatan menentukan terlebih dahulu
pohon masalahnya sehingga dapat ditentukan penyebab, masalah utama, dan efek
dari masalah utama. Gambar dibawah ini merupakan pohon masalah untuk
gangguan sensori persepsi halusinasi (Yusuf et al., 2015):

Pohon Masalah
Effect
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Core
Perubahan sensori perseptual Problem

Isolasi sosial: menarik diri Cause

Gambar 2.2
Adapun diagnosa keperawatan Pohon
yang Masalah
dapat Halusinasi
muncul pada diagnosis utama gangguan
persepsi sensori halusinasi antara lain sebagai berikut :
a. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Perilaku kekerasan
Setelah menenukan pohon masalah tersebut, diagnosa keperawatan yang dapat
ditegakkan adalah:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

3. Intervensi Keperawatan

21
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan
persepsi sensori halusinasi meliputi:
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan (Yusuf et al., 2015)
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan 1× Bina hubungan saling percaya dengan
persepsi interaksi, pasien mampu ramah baik verbal maupun non verbal
sensori: membina hubungan saling 1. Sapa pasien dengan ramah baik
halusinasi percaya dengan perawat verbal maupun nonverbal
pendengaran dengan kriteria: ekspresi 2. Perkenalkan nama, nama
(D.0085) wajah bersahabat, panggilan dan tujuan perawat
menunjukkan rasa senang, berkenalan
ada kontak mata, mau 3. Tanyakan nama lengkap dan nama
berjabat tangan, mau panggilan yang disukai pasien
menyebutkan nama, mau 4. Buat kontrak waktu yang jelas
duduk berdampingan 5. Tunjukkan sikap yang jujur dan
dengan perawat, mau menunjukkan sikap empati serta
mengungkapkan menerima apa adanya
perasaaannya 6. Beri perhatian kepada pasien dan
perhatikan kebutuhan dasar pasien
7. Beri kesempatan pasien untuk
mengungkapkan perasaannya
8. Dengarkan ungkapan pasien
dengan penuh perhatian ada
ekspresi perasaan pasien
Setelah dilakukan 1× SP 1 Pasien (Menghardik):
interaksi, pasien dapat 1. Identifikasi jenis halusinasi pasien
menyebutkan: isi, waktu, 2. Identifikasi isi halusinasi pasien
frekuensi, situasi dan 3. Identifikasi waktu halusinasi
kondisi yang pasien
menimbulkan halusinasi 4. Identifikasi frekuensi halusinasi
pasien
5. Identifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi
6. Identifikasi respons pasien
terhadap halusinasi
7. Ajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Anjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
Setelah dilakukan 1× SP II Pasien (minum obat teratur):
interaksi pasien 1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
mendemonstrasikan pasien
penggunaan obat dengan 2. Berikan pendidikan kesehatan
benar tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Anjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Setelah dilakukan 1× SP III Pasien (bercakap-cakap):
interaksi pasien mendapat 1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
dukungan dari keluarga pasien
dalam mengontrol 2. Latih pasien mengendalikan
halusinasinya halusinasi dengan cara bercakap-

22
cakap dengan orang lain
3. Anjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Setelah dilakukan 1× SP IV Pasien (Melaksanakan aktivitas
interaksi pasien mampu terjadwal):
menyebutkan tindakan 1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
yang biasanya dilakukan pasien
untuk mengendalikan 2. Anjurkan pasien untuk membuat
halusinasinya jadwal kegiatan harian dari bangun
tidur hingga tidur lagi
3. Latih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan positif: menggambar
4. Anjurkan pasien memasukkan
aktivitas menggambar dalam
jadwal kegiatan harian

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Adapun
pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan Strategi Pelaksanaan
(SP) yang sesuai dengan masing-masing masalah utama. Pada saat akan
dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien dilaksanakan dengan
menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang diharapkan,
dokumentasikan semua tindakanyang telah dilaksanakan serta respon klien
(Firman, 2022).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Anda lakukan untuk
pasien halusinasi adalah sebagai berikut (Yusuf et al., 2015):
a) Pasien mempercayai kepada perawat.
b) Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan
masalah yang harus diatasi.
c) Pasien dapat mengontrol halusinasi.
d) Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai dengan hal berikut:
1) Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien
2) Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah
3) Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien.
4) Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah pasien.
5) Keluarga melaporkan keberhasilannnya merawat pasien.

23
24
D. Implementasi evidence based practice nursing (EBNP)
Tabel 2.5 Implementasi Keperawatan (EBNP)

Judul Penelitian Jenis penelitian Population Intervention Compare Outcomes


Terapi Okupasi Pre-eksperimental Pasien dengan Memberikan perlakuan - Dari hasil penelitian dapat
Menggambar gangguan persepsi pada satu kelompok disimpulkan Perubahan tanda
Terhadap sensori: halusinasi yang diobservasi dan gejala halusinasi pada
Perubahan Tanda pendengaran, sebelum dan setelah pasien dengan gangguan
dan gejala penglihatan, dan diberikan terapi presepsi sensori halusinasi
Halusinasi Pada penciuma di RSUD aktivitas menggambar sebelum diberikan terapi
Paisen dengan Tombulilato dengan untuk melihat okupasi menggambar adalah
Gangguan Persepsi jumlah 15 orang. pengaruh pemberian seluruh pasien mengalami
Sensori di RSUD terapi. halusinasi berat, setelah
Tombulilato diberikan terapi okupasi
(Firmawati et al., menggambar mayoritas
2023) mengalami halusinasi ringan
dan terdapat pengaruh
perubahan tanda dan gejala
halusinasi pada pasien dengan
gangguan presepsi sensori
halusinasi sebelum dan
sesudah diberikan terapi
okupasi menggambar di RSUD
Tombulilato dengan nilai p-
value 0,000 (<α 0.05 )
Penerapan terapi Quasi-experimental pasien halusinasi Penerapan terapi - Berdasarkan data yang
Okupasi pendengaran di okupasi menggambar didapatkan sebelum
menggambar bangsal larasati dalam intervensi melakukan penerapan terapi
Terhadap Tanda RSJD dr. Arif keperawatan pada okupasi menggambar kedua
dan Gejala Pasien Zainuddin pasien halusinasi responden menunjukkan

25
Halusinasi pendengaran mengalami halusinasi.
Pendengaran di Berdasarkan data yang
Ruang Larasati didapatkan kedua responden
RSJD Dr. Arif mengalami perkembangan
Zainuddin yang awalnya tergolong dalam
Surakarta halusinasi sangat berat dan
(Wicaksono et al., berat, menjadi halusinasi
2023) sedang dan ringan.
Berdasarkan data yang
didapatkan antara sebelum dan
sesudah dilakukan penerapan,
kondisi kesdua responden
menunjukkan adanya
penurunan tingkat halusinasi
Pemberian Terapi quasi-experimental Pasien halusinasi di Memberikan terapi - Berdasarkan hasil pemberian
Okupasi Aktivitas RSKD Dadi okupasi menggambar terapi, diperoleh bahwa semua
Menggambar Makassar pada sampel selam dua pasien merasa senang bisa
sebagai kali pertemuan mengekspresikan emosi,
Media Ekspresi pikiran, dan perasaannya
bagi Pasien RSKD sekaligus menyalurkan potensi
Dadi Makassar (Siti mereka. Kebanyakan dari
et al., 2022) mereka menggambar hal-hal
yang mereka sukai, namun tak
disangka ada pula yang
menggambar objek-objek yang
cukup mengerikan yang
kemudian mereka
interpretasikan sebagai orang-
orang terdekat berdasarkan
pengalaman yang telah mereka
lalui.

26
Penerapan Terapi Case study Pasien halusinasi di Penerapan menghardik - Hasil penerapan menunjukkan
Menghardik dan ruang Nuri RSJD dan menggambar bahwa setelah dilakukan
Menggambar pada Lampung penerapan menghardik dan
Pasien Halusinasi menggambar terjadi penurunan
Pendengaran tanda gejala halusinasi
(Oktavian et al., pendengaran.
2022)
Menggambar Pre-experimental 4 orang dengan Memberikan terapi - Ada pengaruh terapi
Terstruktur gangguan halusinasi okupasi menggambar menggambar terstruktur
Menurunkan dan diobservasi hasil terhadap penurunan halusinasi.
Tingkat Halusinasi pengaruh sebelum dan terapi ini dapat diaplikasikan
Pasien Gangguan setelah diberikan sebagai salah satu teknik
Jiwa (Sukamto et terapi dalam menurunkan tingkat
al., 2022) halusinasi pasien yang
mengalami gangguan jiwa,
agar mereka dapat
mengekspresikan pikiran dan
perasaannya melalui media
gambar

27
E. Kerangka konsep Kelolaan Kasus
SKIZOFRENIA

HALUSINASI

PENGKAJIAN DIAGNOSA INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI

Menggunakan pegkajian Gangguan Persepsi Terapi Okupasi 1. Melakukan Tanda dan gejala
PSYRAT (Psychotic Sensori: Halusinasi Menggambar pengukuran gejala halusinasi berkurang
Symptom Ratings Scale) Pendengaran (D.0085) halusinasi dengan
pengkajian
-Isi halusinasi (waktu
PSYRAT
terjadi, frekuensi,
2. Pemberian terapi
pencetus halusinasi,
okupasi
respon)
menggambar
-Halusinasi berisi hal negatif
3. Mengisi
-kontrol pasien terhadap pengukuran
halusinasi PSYRAT kembali
-Seberapa menyulitkan setelah diberikan
halusinasi tersebut terapi okupasi
menggambar

Gambar 2.3 Kerangka


28Konsep Halusinasi
BAB III
METODE

A. Jenis/Desain Karya Ilmiah Ners


Desain yang digunakan menggunakan studi kasus deskriptif, studi kasus
(Case Study) dengan menggunakan pendekatan EBNP (Evidence Based
Nursing Practice) pada 3 klien. studi kasus yaitu studi yang
mengeksplorasikan suatu fenomena atau masalah degan batasan terperinci,
memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai
sumber informasi studi kasus yang dibatasi oleh waktu dan tempat serta kasus
yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu. Desan rancangan
menggunakan pre dan post test without control group-design untuk
mempelajari penerapan intervensi terapi okupasi menggambar pada klien
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

B. Subjek Studi Kasus


Subjek dalam studi kasus ini adalah klien dengan gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran di Rumah sakit jiwa Dr. Amino
Gondohutomo Jawa Tengah dengan jumlah subjek studi kasus 3 responden
dengan kriteria sebagai berikut:

29
30

1) Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini antara lain:
a) Klien yang menjalani perawatan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
b) Klien dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran (Fase Comforting)
c) Klien bersedia menjadi responden
d) Pasien kooperatif dan stabil
2) Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:
a) Klien tidak bersedia menjadi subjek studi kasus
b) Klien yang dirawat diruang isolasi
c) Klien yang gaduh dan gelisah

C. Lokasi dan Waktu Pengambilan Studi Kasus


Studi kasus dengan intervensi terapi okupasi menggambar pada pasien
dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran akan
dilaksanakan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang pada bulan Maret
2024.

D. Fokus Studi Kasus


Fokus studi yaitu memberikan intervensi terapi okupasi menggambar pada
tiga klien gangguan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran dalam fase comforting. Penerapan evidence based practice
nursing tersebut diberikan pada klien dengan durasi 10-15 menit selama lima
hari, yaitu sebagai berikut:
Hari 1: pendekatan kepada responden
Hari 2: pendekatan kepada responden
Hari 3: menggambar bebas
Hari 4: menggambar bebas
Hari 5: menggambar bebas dan evaluasi
31

E. Definisi Operasional
Rancangan variabel penelitian, definisi operasional dan skala pengukuran
penelitian disajikan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Definisi operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur
Tanda dan gejala pasien Sekumpulan data subyektif dan data Kuisioner PSYRAT
gangguan persepsi obyektif klien halusinasi yang dapat (Psychotic Symptom
sensori: halusinasi digunakan sebagai referensi untuk Rating Scale)
pendengaran mendiagnosis klien halusinasi

Terapi Okupasi Aktivitas menggambar dan media Standar operasional


Menggambar untuk membangun komunikasi serta proesdur terapi okupasi
meningkatkan aktivitas pada pasien aktivitas menggambar

F. Instrumen Studi Kasus


Pengukuran terhadap tanda dan gejala halusinasi menggunakan lembar
instrument yang diadopsi dari Psychotic Symptom Rating Scale (PSYRAT)
yang dibuat oleh Huddock dkk (1999) yang memiliki 11 item digunakan
untuk mengetahui tingkat keparahan halusinasi atau gejala halusinasi yang
muncul pada klien sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi okupasi
aktivitas menggambar (Matson & Sturmey, 2022). PSYRATS memiliki 11
item pertanyaan yang terdiri dari 2 subskala untuk mengukur keparahan
halusinasi dan beserta perubahan skizofrenia. PSYRATS versi bahasa
Indonesia mereplikasi versi aslinya. Subskala halusinasi PSYRATS-
Halusinasi memiliki reliabilitas tinggi (alfa Cronbach=0,741), serta stabilitas
tes ulang yang baik, yang diperiksa dalam subskala (n=31; r=0,791; p < 0.1)
(Erawati et al., 2014).

G. Metode Pengumpulan Data


Penjelasan jalannya pengambilan data seperti: status kesehatan
sebelumnya dan sekarang, pola koping sebelumnya dan sekarang, fugsi status
32

sebelumnya dan sekarang, respon terhadap terapi medis dan tindakan


keperawatan, resiko untuk masalah potensial, hal-hal yang menjadi dorongan
atau kekuatan klien.
H. Analisis Data dan Penyajian Data
Pengolahan dan analisis data pada karya ilmiah akhir ners ini
menggunakan metode analisis data kualitatif. Analisis data dimulai saat
peneliti mengumpulkan data di tempat penelitian sampai semua data
terkumpul. Analisis data dilakukan dengan mengemukakan fakta dan
membandingkan dengan teori yang ada kemudian dituangkan dalam bentuk
opisi pembahasan. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisisi
naratif dengan cara menguraikan jawaban-jawaban dan hasil pengamaan yang
diperoleh dari hasil studi dokumentasi secara medalam sebagai jawaban dari
rumusan masalah (Winaldi, 2022).
Berikut ini merupakan urutan dalam analisis pada karya ilmiah akhir ners
meliputi:
1) Reduksi Data
Data hasil wawancara dan observasi yang terkumpul dalam bentuk catatan
lapangan disajikan dalam satu transkrip dan dikelompokkan menjadi data-
data sesuaii dengan yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.
2) Penyajian Data
Penyajian data disesuaikna dengan rancangan penelitian yang sudah
dipilih yaitu rancangan penelitian yang sudah dipilih, yaitu rancangan
peneltiian deskriptif dengan metode pendekatan studi kasus, data dijasikan
secara terstruktur atau narasi dan dapat disertakan dengan ungkapan verbal
dari subjek peneltiian sebagai data pendukung.
3) Kesimpulan
Langkah setelah data disajikan yaitu pembahasan dan membandingkan
dengan hasil penelitian-peneltiian terdahulu dan teori secara teoritis
dengan perilaku kesehatan, kemudian ditarik kesimpulan dengan metode
induksi yang diurutan sesuai proses keperawatan dan terapi inovasi
33

meliputi pengkajian, diagnosis, intervensi, implementasi, evalusi, hasil


analisis pemberian terapi inovasi.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, & Rahayu, D. A. (2021). Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Paien


Halusinasi Pendengaran. Jurnal Ners Muda, 2(2), 66–72.
Azzahra, F., & Suara, M. (2022). Efektivitas Terapi Okupasi Menggambar pada
Pasien Skizofrenia terhadap Penurunan Gejala Skizofrenia di RSJ Islam
Klender Jakarta Timur. Malahayati Nursing Journal, 4(10), 2744–2753.
https://doi.org/10.33024/mnj.v4i10.7075
Daulay, W., & Wahyuni, S. E. (2021). Kualitas Hidup Orang Dengan Gangguan
Jiwa: Systemic Review. Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(JPPNI), 9(1), 187–196.
Didik, N. (2021). Pengaruh Terapi Okupasi Aktivitas Menggambar dalam
Mengontrol Gejala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia di
Wilayah Kerja Puskesmas Lasem Kabupaten Rembang. In Jurnal
Keperawatan. Poltekkes Kemenkes Semarang.
Dinkes. (2022). Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2022.
Erawati, E., Anna, B., & Daulima, N. H. C. (2014). The Validation of The
Indonesian Version of Psychotic Symptoms Ratings Scale (PSYRATS), The
Indonesian Version of Cognitif Bias Question for Psychosis (CBQp) and
Metacognitive Ability Questionnaire (MAQ). International Journal of
Advanced Nursing Studies, 3(2), 97.
Firman, A. F. (2022). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. A Dengan Gangguan
Persepsi Sensorik Halusinasi Pendengaran di Puskesmas Jongaya
Makassar. Stikes Panakukkang Makassar.
Firmawati, Syamsudin, F., & Botutihe, R. (2023). Terapi Okupasi Menggambar
Tehadap Perubahan Tanda dan Gejala Halusinasi Pada Pasien Dengan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi di RSUD Tombulilato. Jurnal Medika
Nusantara, 1(2), 15–24.
Handayani, nur Z. (2023). Analisis Terapi Okupasi (Menggambar) Pada Pasien

34
Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.(Vol. 4,
Issue 1). Akademi Keperawatan Pelni.
Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 76
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Terapi Okupasi [Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia]. file:///Users/andreataquez/Downloads/guia-
plan-de-mejora-
Matson, J. L., & Sturmey, P. (2022). Handbook of Autism and Child
Psychopathology Series. Spinger.
Oktavian, S., Hasanah, U., & Utami, I. T. (2022). Penerapan Terapi Menghardik
Dan Menggambar Pada Pasien Halusinasi Pendengaran. Jurnal Cendekia
Muda, 2(3), 407.
Sari, N. Y., Antoro, B., & Setevani, N. G. P. (2019). Pengaruh Terapi Okupasi
Terhadap Gejala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran Rawat Inap di Yayayn Aulia Rahma Kemiling Bandar
Lampung. Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung, 7(1), 33.
Siti, N., Maulani, M., Budiman, M., Nabila, N. I., & Ismail, I. (2022). Pemberian
Terapi Okupasi Aktivitas Menggambar sebagai Media Ekspresi bagi Pasien
RSKD Dadi Makassar. Jurnal Lepa-Lepa Open, 2(1). https:
//ojs.unm.ac.id/JLLO/index
Sukamto, E., Firdaus, R., A.K, T., & LM, T. (2022). Menggambar Terstruktur
Menurunkan Tingkat Halusinasi Pasien Gangguan Jiwa. 2, 465–470.
Wicaksono, R. A., Gati, N. W., & Purnomo, L. (2023). Penerapan Terapi
Okupasi Menggambar Terhadap Tanda dan Gejala Pasien Halusinasi
Pendengaran di Ruang Larasati RSJD dr. Arif Zainuddin Surakarta.
Universitas Aisyiyah Surakarta.
Winaldi, Z. A. (2022). Penerapan Terapi Okupasi Menggambar Dalam
Mengontrol Gejala Pasien Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa
Kalwa Atei Kalimantan Tengah. Poltekkes Kemenkes Semarang.
Yusuf, A. ., Fitryasari, R., & Endang Nihayati, H. (2015). Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, 1–366.

35
LAMPIRAN

Lampiran 1
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth
Responden Penelitian
Di Tempat

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini Mahasiswa Poltekkes Kemenkes
Semarang Program Studi Profesi Ners.
Nama : Dinna Rahmanita Kurniati
NIM : P1337420923196
Alamat : Jl. Gurita II No. 68 Perum. Sebantengan Ungaran, Kabupaten
Semarang.
Bersamaan ini peneliti mengajukan permohonan untuk melakukan karya
ilmiah tentang penerapan terapi okupasi menggambar dalam mengontrol tanda
dan gejala pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Saya memohon kesediaan saudara/I untuk bersedia menjadi responden
dalam karya ilmuah yang akan saya lakukan. Kerahasiaan data pribadi saudara/I
akan sangat saya jaga dan informasi yang saya dapatkan akan saya gunakan untuk
kepentingan penelitian. Oleh karena itu, saya berharap responden memberikan
jawaban sesuai dengan yang dikehendaki dan apa adanya.
Atas perhatian dan kerjasama untuk menjadi responden, saya ucapkan
terimakasih.
Hormat saya,
Peneliti
(Dinna Rahmanita Kurniati)

36
37

Lampiran 2
PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN
(INFORM CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Tempat, tanggal lahir :
Alamat :
Setela mendapatkan penjelasan, saya menyatakan bersedia dengan suka rela
mejadi responden dan bersedia membantu peneliti :
Nama : Dinna Rahmanita Kurniati
Pendidikan : Mahasiswa Program Studi Profesi Ners Poltekkes
Kemenkes Semarang.
Judul Penelitian : Peneraoan Terapi Okupasi Menggambar dalam
Mengontrol Tanda dan Gejala Pada Pasien Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di RSJ Amino
Gondohutomo Semarang.
Demikian surat pernyataan ini saya setujui tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun.

Semarang,
Peneliti Responden

(Dinna Rahmanita Kurniati) ( )


38

Lampiran 3
SOP TERAPI OKUPASI AKTIVITAS MENGGAMBAR
TERAPI OKUPASI MENGGAMBAR
STANDAR OPERASIONAL
PENJELASAN
PROSEDUR
PENGERTIAN Terapi okupasi menggambar adalah bentuk
terapi modalitas yang menggunakan media seni
untuk berkomunikasi. Media seni dapat berupa
pensil , kapur bewarna, warna, cat, potongan-
potongan kertas dan tanah liat.
TUJUAN 1) Terapi yang telah direncanakan untuk di capai
sesuai dengan kondisi yang dialami pasien.
2) Terapi okupasi merupakan bagian dari tujuan
jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
3) Tujuan terapi okupasi telah dituliskan pada lebar
rekam medis yang terintegrasi atau pada lembar
pengkajian khusus
SASARAN Pasien dengan gangguan halusinasi pendengaran
(Fase comforting)
PETUGAS Terapis atau mahasiswa
TEMPAT 1) Pelaksanaan dapat dilakukan di RSJ Amino
Gondohutomo
SETTING 1) Klien dan terapis duduk bersama dan berhadapan
2) Ruangan nyaman dan tenang
WAKTU PELAKSANAAN Pelaksanaan setiap sesi membutuhkan kurang lebih
15-20 menit
ALAT YANG 1) Pensil
DIPERLUKAN 2) Penghapus
3) Pensil warna
4) Buku gambar
PROSEDUR Tahap Pra Interaksi (2 menit)
PELAKSANAAN 1) Cek catatan keperawatan atau catatan medis
klien
2) Siapkan alat yang diperlukan
3) Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat
menyebabkan kontra indikasi
4) Cuci tangan
Tahap Orientasi (3 menit)
1) Beri salam dan panggil klien dengan namanya
2) Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan
dengan klien
39

Tahap Kerja (10 menit)


1) Menanyakan keluhan utama klien
2) Jaga privasi klein memulai kegiatan dengan cara
yang baik
3) Menetapkan perubahan pada perilaku dan atau
fisiologis yan diinginkan seperti rekreasi,
stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa
cemas
4) Menetapkan ketertarikan pada klien
5) Identifikasi gambar pilihan klien
6) Bantu klien untuk menetapkan posisi yang
nyaman
7) Menetapkan perubahan pada perilaku dan atau
fisiologis yang diinginkanseperti rekreasi,
konsentrasi, dan mengurangi rasa cems pada
pasien

Terminasi (3 menit)
1) Evaluasi degan hasil kegiatan
2) Simpulkan hasil kegiatan
3) Berikan umpan balik yang positif
4) Buat kontrak pertemuan selanjutnya
5) Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
6) Rapikan alat yang sudah digunakan
7) Cuci tangan

Dokumentasi (2 menit)
1) Catat hasil kegiatan didalam catatatn
keperawatan
40

Lampira 4
KUISIONER Psyhotic Symptom Rating Scale

Nama klien :
Ruang :
Hari/tanggal :

Keterangan: Beri tanda centang (v) pada kolom yang sesuai


1. FREKUENSI
Seberapa sering anda mengalami suara?
0 = Jika suara tidak hadir atau hadir kurang dari seminggu
1 = Jika suara terdengar setidaknya sekali seminggu
2 = Jika suara terdengar setidaknya sekali sehari
3 = Jika suara terdengar setidaknya sekali satu jam
4 = Jika suara terdengar terus-menerus atau hamper setiap saat dan
berhenti hanya untuk beberapa detik atau menit.

2. DURASI
Ketika anda mendengar suara, berapa lama suara itu muncul? (missal
suara muncul beberapa detik, menit, jam, sepanjang hari)
0 = suara tidak hadir
1 = suara berlangsung selama beberapa detik, suara sekilas
2 = suara berlangsung selama beberapa menit
3 = suara berlangsung selama setidaknya satu jam
4 = suara berlangsung selama berjam-jam pada suatu waktu

3. LOKASI
Ketika anda mendenar suara, darimana suara itu berasal? (didalam
kepala anda dan/atau diluar kepala anda)
0 = suara tidak hadir
1 = jika suara berasal dari dalam kepala saja
2 = jika suara berasal dari luar kepala, tapi dekat dengan telinga atau
kepala
3 = jika suara berasal dari dalam atau dekat dengan telinga dan
diluar kepala jauh dari telinga
4 = jika suara berasal dari ruang angkasa luar, jauh dari kepala
41

4. KEKUATAN SUARA
Seberapa keras suara itu terdengar?
Apakah suara itu lebih keras daripada suara anda sendiri, atau sama
kerasnya, atau seperti sebuah bisikan?
0 = suara tidak hadir
1 = lebih tenang dari suara sendiri
2 = sama kuatnya dengan suara sendiri
3 = lebih keras dari suara sendiri
4 = sangat keras seperti berteriak

5. KEYAKINAN ASAL SUARA


Apa yang anda oikirkan ketika mendengar suara itu?
Apakah suara yang disebabkan faktor-faktor yang berhubungan
dengan diri sendiri atau semata-mata karena faktor orang lain?
Jika pasien mengungkapkan faktor eksternal:
Seberapa banyak yang ada percaya bahwa itu disebabkan oleh….(sesuai
pengakuan pasien) dimana jika ditentukan pada skala 0-100% (100%: anda
benar-benar yakin, 50%: anda ragu-ragu, 0: adalah anda tidak yakin)
0 = suara tidak hadir
1 = percaya suara itu semata-mata dihasilkan secara internal (dari
dalam diri) dan berhubugan dengan diri.
2 = kurang dari 50% yakin bahwa suara itu berasal dari penyebab
eksternal (luar)
3 = 50% anda yakin suara berasal dari penyebab eksternal
4 = 100% anda yakin suara tersebut berasal dari penyebab eksternal

6. JUMLAH ISI SUARA NEGATIF


Apakah suara anda mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan
atau negatif ?
Berapa banyak suara negative yang terdengar?
Dapatkah anda memberi saya beberapa contoh apa yang suara
katakan? (misal; memerintahkan untuk membunuhm melukai
seseorang atau mengatakan keburukan diri anda)
0 = tidak ada isi suara yang menyenangkan
1 = suara itu terdengarkan menyenangkan sesekali
2 = minoritas isi suara tidak menyenangkan atau negatif ( < 50%)
3 = mayoriitas isi suara tidak menyenangkan atau negatif (>50%)
4 = semua isi suarasa tidak menyenangkan atau negatif
42

7. INTENSITAS ISI SUARA NEGATIF


Seberapa sering isi suara negative itu terdengar?
0 = tidak menyenangkan atau negatif
1 = kata-kata dari suara tersebut tidak berkaitan dengan diri sendiri
atau keluarga (misal; bersumpah dengan kata-kata kasar atau hinaan
yang tidak diarahkan kepada seseorang contoh “orang itu jahat”)
2 = pelecehan verbal yang ditujukan kepada anda (mengomentari
perilaku anda)
3 = pelecehan verbal yang ditujukan kepada anda tapi tidak
berkaitan dengan konsep diri (misal: anda malas, jelek, gila, tidak
berguna,dll…)
4 = ancaman yang ditujukan kepada anda (misal yang mengancam
diri anda untuk menyakiti diri sendiri atau keluarga, perintah untuk
menyakiti orang lain)

8. JUMLAH SUARA MENEKAN/MENYUSAHKAN


Apak suara itu terdengar menekan anda?
Berapa banyak?
0 = suara itu tidak menyusahkan sama sekali
1 = suara itu sesekali menyusahkan, mayoritas tidak menyusahkan
2 = sama jumlah suarra menyusahkan dan tidak menyusahkan
3 = mayoritas suara menyusahkan, minoritas tidak menyusahkan
4 = jika suara itu selalu menyusahkan

9. INTENSITAS SUARA YANG MENEKAN/MENYUSAHKAN


Kapan suara itu menekan anda, dan seberapa menyusahkannya suara
itu?
Apakah suara itu menyebabkan anda sedikit tertekan atau tertekan
sedang/berat?
Apakah suara itu yang paling menyusahkan anda?
0 = suara itu tidak menyusahkan
1 = jika suara sedikit menekan/menyusahkan
2 = jika suara terasa menekan untuk tingkat sedang
3 = jika suara itu menekan anda, meskipun subjek bisa merasa lebih
buruk
4 = jika suara itu sangat menekan anda, anda merasa buruk saat
mendengar suara itu
43

10. GANGGUAN AKIBAT SUARA


- Berapa banyak gangguan yang disebabkan suara-suara tersebut
dalam hidup anda?
- Apakah suara menghentikan anda dari bekerja atau aktivitas
lainnya?
- Apakah merek mengganggu hubungan anda dengan teman-teman
dan/ keluarga?
- Apakah mereka mencegah anda merawat diri sendiri, misalnya
mandi, mengganti pakaian, dll?
0 = tidak ada gangguan terhadap kehidupan, mamou
mempertahankan hidup mandiri tanpa masalah dalam keterampilan
hidup sehari-hari, mmpu mempertahankan hubunga sosial dan
keluarga.
1 = jika suara sedikit menggangu kehidupan anda (misal:
mengganggu konsentrasi meski tetap mampu mempertahankan
aktivitas siag hari, hubungan social dan keluarga.
2 = jika suara cukup mengganggu kehidupan anda (misal:
menyebabkan gangguan beberapa aktivitas siang hari, kegiatan
sosial dan/ keluarga. Pasien tidak di rumah sakit meskipun mungkin
aktivitasnya dibantu orang terdekat atau menerima bantuan
tambahan dalam kehidupan sehari-hari.
3 = jika suara menyebabkan gangguan parah pada kehidupan
sehingga rawat inap biasanya diperlukan. (pasien mampu
mempertahankan beberapa kegiatan sehari-hari, perawatan diri, dan
hubungan sementara dengan beberapa orang di rumah sakit)
4 = jika suara menyebabkan ganggua hidup yang lengkap sehingga
mengharuska untuk rawat inap. Pasien masih mampu
mempertahankan kegiatan sehari-hari dan hubungan social tetapi
perawatan diri sendiri sangat terganggu.

11. KONTROL TERHADAP SUARA


- Apakah anda berpikir bisa mengontrol diri ketika suara itu
muncul?
- Dapatkah anda bisa mengabaikan suara itu?
0 = anda percaya dapat memiliki kontrol atas suara itu sehingga bisa
menghentikannya.
1 = anda percaya dapat memiliki kontrol atas suara di sebagian
besar kesempatan.
2 = anda percaya dapat memiliki kontrol atas suara di beberapa
kesempatan
3 = anda percaya dapat memiliki kontroll suara tetapi hanya sesekali
4 = anda tidak memiliki control atas suara ketika suara muncul
44

Anda mungkin juga menyukai