Disusun Oleh :
TANGERANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Manajemen
pada kasus kegawatdaruratan berbagai sistem”. Dan juga kami berterima kasih pada dosen mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat I yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan,
serta pengetahuan kita mengenai “Manajemen pada kasus kegawatdaruratan berbagai sistem”.
Kami juga menyadari, sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri, maupun orang yang
membacanya terima kasih.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.6 Masalah Lingkup Kewenangan Personil Dalam Pelayanan Gawat Darurat ..... 8
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang
dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap intensif dan Menyelenggarakan
pelayanan informasi medis darurat; Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab UGD
adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta
menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan
medis darurat (emergency medical questions).
Sebagai suatu institusi yang membutuhkan pengelolaan informasi rawat jalan yang
baik, Rumah sakit Prof. DR. Tabrani memiliki dua unit kerja yang saling berkaitan
diantaranya; Instalasi gawat darurat (IGD) dalam hal ini sangat konsisten dalam memberikan
pelayanan kesehatan rawat jalan kepada masyarakat dan Unit informasi sebagai penunjang
pengolahan data. Pemberian pelayanan utama dilakukan oleh Instalasi gawat darurat (IGD)
untuk memperoleh informasi diagnosa Dengan meningkatkan mutu pelayanan terhadap
pasien sehingga mampu memberikan kemudahan terhadap pengambilan keputusan untuk
pihak manajemen dalam memperoleh informasi-informasi dan mendapatkan laporan yang
diperlukan kepada pasien.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan di Rumah
Sakit, baik buruknya pelayanan bagian ini akan memberi kesan secara menyeluruh
terhadap pelayanan rumah sakit. Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus
karena mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis
khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan
keadaan biasa. Menurut segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena
dispensasi di bidang ini sulit dilakukan.
Untuk menuju pelayanan yang memuaskan dibutuhkan sarana dan prasarana yang
memadai, meliputi ruangan, alat kesehatan utama, alat diagnostik dan alat penunjang
diagnostik serta alat kesehatan untuk suatu tindakan medik. Disamping itu juga tidak
kalah pentingnya sumber daya manusia yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun
kualitas. Petugas yang mempunyai pengetahuan yang tinggi, keterampilan yang andal dan
tingkah laku yang baik.
Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita
gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam hal
kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah
tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi
salah satu komponen penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit.
Penderita dari ruang UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral,
ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.
Upaya pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu
system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian adanya
komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, mempunyai
5
sasaran (output) serta dampak yang diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus
dapat diukur dengan melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan.
Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda
dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu
khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus
dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat
darurat.
Beberapa Isu Seputar Pelayanan Gawat Darurat yaitu, pada keadaan gawat darurat
medik didapati beberapa masalah utama yaitu :
6
hal di atas dapat tidak ada dan azas voluntarisme dan keduabelah pihak juga
tidak terpenuhi. Untuk itu perlu diperhatikan azas yang khusus berlaku dalam
pelayanan gawat darurat yang tidak didasari atas azas voluntarisme.
maka tanggung jawab terletak pada dokter itu dan juga rumah sakit karena tidak
mampu mendisiplinkan dokternya.
2.5 Peraturan Perundang-undangan
Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan Pelayanan Gawat Darurat :
7
Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat Ketentuan tentang pemberian
pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l UU No.29/2004
tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan
darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992
tentang kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara
tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap
orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4). Selanjutnya pasal
7 mengatur bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang
merata dan terjangkau oleh masyarakat termasuk fakir miskin, orang terlantar dan
kurang mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat,
baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan
gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam
pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai
persyaratan pemberian pelayanan. Dalam penanggulangan pasien gawat darurat
dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit.
8
keahlian dan kewenangan untuk itu. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi
masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau
membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis
yang mengandung risiko.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik
diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa tenaga
kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan
bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkuta. Pengaturan di
atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana
pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan
medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat.
Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka
yang bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi
(gawat darurat) saat itu.
2.7 Masalah Medikolegal pada Penanganan Pasien Gawat Darurat
Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan
hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat karena
secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi
tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawa darurat. Menurut The American
Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah “An emergency is any
condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the
responsibility of bringing the patient to the hospital-remelakukanquires immediate medical
attention. This condition continues until a determination has been made by a health care
professional that the patient’s life or well-being is not threatened”.
Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat
walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara
false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adaiah: A true emergency is
any condition clinically determelakukanmined to require immediate medical care. Such
conditions range from those requiring extensive immediate care and admission to the
9
hospital to those that are diagnostic probmelakukanlems and may or may not require
admission after work-up and observation.
Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi
pasien diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling ideal
adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat
melalui standing order yang disusun rumah sakit.
2.8 Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan
karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka
pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab
kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam
situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa
tersebut terjadi.
Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga
kesehatan yang berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama
pula. Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed
consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan
pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan
medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perLu persetujuan
dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan
tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut
harus disimpan dalam berkas rekam medis.
2.9 Kematian pada Instalasi Gawat Darurat
Pada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke UGD (Death on
Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-Saxon digunakan sistem
koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak terduga (sudden unexpected death)
apapun penyebabnya harus dilaporkan dan ditangani oleh Coroner atau Medical Exaniner.
Pejabat tersebut menentukan tindakan iebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk
pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Dalam keadaan tersebut surat keterangan kematian
10
(death certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical Examiner. Pihak rumah sakit harus
menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari tubuh jenazah (pakaian dan
benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut.
11
Pembiayaan pada fase ini diatasi pasien tetapi dapat juga diatasi
perusahaan asuransi kerugian, baik pemerintah maupun swasta. Di sini nampak bahwa
jasa pelayanan kesehatan tersebut merupakan private goods sehingga masyarakat (pihak
swasta) dapat diharapkan ikut membiayainya.
Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat memberikan pelayanan gawat darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan
standar.
Kriteria :
12
Instalasi / Unit Gawat Darurat harus dikelola dan diintegrasikan dengan Instalasi / Unit
Lainnya di Rumah Sakit.
Kriteria :
Ada dokter terlatih sebagai kepala Instalasi / Unit Gawat Darurat yang bertanggungjawab
atas pelayanan di Instalasi / Unit Gawat Darurat.Ada Perawat sebagai penganggungjawab
pelayanan keperawatan gawat darurat.Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu
melakukan teknik pertolongan hidup dasar (Basic Life Support).Ada program
penanggulangan korban massal, bencana (disaster plan) terhadap kejadian di dalam
rumah sakit ataupun di luar rumah sakit.Semua staf / pegawai harus menyadari dan
mengetahui kebijakan dan tujuan dari unit.
Pengertian :
Meliputi kesadaran sopan santun, keleluasaan pribadi (privacy), waktu tunggu, bahasa,
perbedaan rasial / suku, kepentingan konsultasi dan bantuan sosial serta bantuan
keagamaan.Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam
medik.Semua pasien yang masuk harus melalui Triase. Pengertian : Bila perlu triase
dilakukan sebelum indentifikasi.Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior
yang berijazah / berpengalaman.Triase sangat penting untuk penilaian kegawat daruratan
pasien dan pemberian pertolongan / terapi sesuai dengan derajat kegawatdaruratan yang
dihadapi.Petugas triase juga bertanggungjawab dalam organisasi dan pengawasan
penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.Rumah Sakit yang hanya dapat memberi
pelayanan terbatas pada pasien gawat darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke
rumah sakit lainnya.
Kriteria :
Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit lainnya.Ada
ketentuan tertulis tentang pendamping pasien yang di transportasi.Pasien dengan
kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu diobservasi dan dipantau oleh tenaga
terampil dan mampu.
13
Pengertian :
Pemantauan terus dilakukan sewaktu transportasi ke bagian lain dari rumah sakit atau
rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lainnya dan pasien harus didampingi oleh
tenaga yang terampil dan mampu memberikan pertolongan bila timbul kesulitan.
Umumnya pendamping seorang dokter. Tenaga cadangan untuk unit harus diatur dan
disesuaikan dengan kebutuhan.
Kriteria :
Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non medis yang
bertugas di UGD.Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi
harus diorganisir / diatur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.Ada pelayanan
transfusi darah selama 2 jam.Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat-obatan life
saving, cairan infus sesuai dengan stándar dalam Buku Pedoman Pelayanan Gawat
Darurat Depkes yang berlaku.Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan
penerangan yang jelas mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.Rekam Medik
harus disediakan untuk setiap kunjungan.
Pengertian :
Sistem yang optimum adalah bila rekam medik unit gawat darurat menyatu dengan rekam
medik rumah sakit. Rekam medik harus dapat melayani selama 24 jam.Bila hal ini tidak
dapat diselenggarakan setiap pasien harus dibuatkan rekam medik sendiri. Rekam medik
untuk pasien minimal harus mencantumkan :
14
STANDAR 3 : STAF DAN PIMPINAN
Instalasi / Unit Gawat Darurat harus dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga medis
keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat pelatihan penanggulangan gawat
darurat (PPGD).
Kriteria :
Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia di Instalasi / Unit Gawat Darurat harus
sesuai dengan kebutuhan pelayanan.Unit harus mempunyai bagan oranisasi (organ –
organ) yang dapat menunjukkan hubungan antara staf medis, keperawatan, dan
penunjang medis serta garis otoritas, dan tanggung jawab.Instalasi / Unit Gawat Darurat
harus ada bukti tertulis tentang pertemuan staf yang dilakukan secara tetap dan teratur
membahas masalah pelayanan gawat dan langkah pemecahannya.Rincian tugas tertulis
sejak penugasan harus selalu ada bagi tiap petugas.Pada saat mulai diterima sebagai
tenaga kerja harus selalu ada bagi tiap petugas.Harus ada program penilaian untuk kerja
sebagai umpan balik untuk seluruh staf No. Telp. petugas.Harus ada daftar petugas,
alamat dan nomor telephone.
Fasilitas yang disediakan di instalaasi / unit gawat darurat harus menjamin efektivitas dan
efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari seminggu secara terus
menerus.
Kriteria :
Di Instalasi gawat darurat harus ada petunjuk dan informasi yang jelas bagi
masyarakat sehingga menjamin adanya kemudahan, kelancaran dan ketertiban
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Letak unit / instalasi harus diberi petunjuk jelas sehingga dapat dilihat dari jalan
di dalam maupun di luar rumah sakit.
15
Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi
instalasi / UGD di rumah sakit, dan kemudahan transportasi pasien dari dan ke
UGD dari arah dalam rumah sakit.
Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai dengan kondisi
penyakitnya.
Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau gelisah.
Besarnya rumah sakit menentukan perlu tidaknya : Ruang penyimpanan alat
steril, obat cairan infus, alat kedokteran serta ruang penyimpanan lain.Ruang
kantor untuk kepala staf, perawat, dan lain-lain. Ruang pembersihan dan ruang
pembuangan.Ruang rapat dan ruang istirahat.Kamar mandi.
Ada sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran hubungan antara unit gawat
darurat dengan : unit lain di dalam dan di luar rumah sakit terkait.RS dan sarana
kesehatan lainnya.
Pelayanan ambulan.
Unit pemadam kebakaran.
Konsulen SMF di UGD.
Harus ada pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta lokasinya
berdekatan dengan unit gawat darurat.
Pengertian :
Pelayanan radiologi haarus dapat dilakukan di luar jam kerja. Pelayanan radiologi sangat
penting dan dalam unit yang besar harus terletak di dalam unit. Harus tersedia untuk
membaca foto untuk akomodasi staf radiologi.
Tersedianya alat dan obat untuk Life Saving sesuai dengan standar pada Buku
Pedoman Pelayanan Gawat Darurat yang berlaku.
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu ditinjau dan
disempurnakan (bila perlu) dan mudah dilihat oleh seluruh petugas.
16
Kriteria :
Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat dimanfaatkan untuk pendidikan dan pelatihan (in
service training) dan pendidikan berkelanjutan bagi petugas.
Kriteria :
Ada program orientasi / pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di unit gawat
darurat.Ada program tertulis tiap tahun tentang peningkatan ketrampilan bagi tenaga di
Instalasi / Unit Gawat Darurat.Ada latihan secara teratur bagi petugas Instalasi / Unit
Gawat Darurat dalam keadaan menghadapi berbagai bencana (disaster)Ada program
tertulis setiap tahun bagi peningkatan ketrampilan dalam bidang gawat darurat untuk
pegawai rumah sakit dan masyarakat.
17
STANDAR 7 : EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU
Ada upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan instalasi / unit
gawat darurat.
Kriteria :
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan di Rumah
Sakit, baik buruknya pelayanan bagian ini akan memberi kesan secara menyeluruh
terhadap pelayanan rumah sakit. Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus
karena mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis
khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan
keadaan biasa. Menurut segi pendanaan, nampaknya hal itu menjadi masalah, karena
dispensasi di bidang ini sulit dilakukan.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan pedoman pada banyak
banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu kami mengharapakan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.
19
DAFTAR PUSTAKA
Pusponegoro AD. Perbedaan pengelolaan kasus gawat darurat prarumah sakit dan di rumah sakit.
Bandung: PKGDI; 1992.
20