Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL


RSJ Dr. RADJIMAN WEDIONINGRAT LAWANG MALANG

DEPARTEMEN JIWA

DI SUSUN OLEH

VANNESSIA PRASETYA CIA


NIM : 1814314901016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES MAHARANI MALANG

TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Masalah Utama
Isolasi sosial

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba,
dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang
diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif
atau mengancam (Wilkinson, 2007).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam
( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat,
2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993
dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna
Kelliat, 2006)

2. Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi


a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh
pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain
maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat
penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
a) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa
percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan
mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk
berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
b) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
c) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan
individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila
remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
d) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta
peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa
muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).

e) Masa Dewasa Tengah


Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
f) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,
maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
2) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
a) Sikap bermusuhan/hostilitas
b) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
d) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
e) Ekspresi emosi yang tinggi
f) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
4) Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia
adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal
maupun eksternal, meliputi:
1) Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.
Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2) Stressor Biokimia
a) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
c) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya
peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali
dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-
gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah
stuktur sel-sel otak.
3) Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi
akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
4) Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan
yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu
untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah
gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena
ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas
yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai
kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan
adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai
usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata
yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada
masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi,
represi dan regrasi.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
4. Rentang Respon
5. Penatalaksanaan
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan
tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping
seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat
mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy,
kelainan jantung (Andrey, 2010).
3) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit,
psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing
strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan
cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya
(Purba, dkk. 2008)
c. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:
a) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
b) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan
BAK.
c) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
d) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
e) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
f) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan
kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
g) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan
dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan
yang positif.
h) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang
muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan
gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau
mengawali tidurnya.
2) Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
a) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
b) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
c) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap
sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
d) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
e) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
f) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun
orang lain.
g) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung
rokok sembarangan dan sebagainya.

C. Pohon Masalah

D. Data yang Perlu Dikaji


Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan
pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi:
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat
klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang
lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
3. Factor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai
suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain
yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh .
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua , putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya: mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri
, gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri,
dan kurang percaya diri.
a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang
diikuti dalam masyarakat.
b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah
(spritual)
6) Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata ,
kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan
kurang mampu berhubungan dengan orang lain , Adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan
nya pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik
diri).
9) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

E. Diagnosis Keperawatan Jiwa


- Isolasi sosial
- Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya
koping individu : koping defensif.

F. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Isolasi sosial
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
a. Klien
SP 1
- Bina hubungan saling percaya
- Identifikasi penyebab isolasi sosial
SP 2
- Diskusikan bersama Klien keuntungan berinteraksi dengan orang lain
dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
- Ajarkan kepada Klien cara berkenalan dengan satu orang
- Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan berkenalan dengan
orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 3
- Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
- Beri kesempatan pada Klien mempraktekan cara berkenalan dengan dua
orang
- Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan dua orang tetang topik
tertentu
- Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 4
- Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
- Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu, manfaat dan
efek samping obat)
- Anjurkan Klien memasukan kegiatan bersosialisasi dalam jadwal
kegiatan harian dirumah
- Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain
b. Keluraga
- Diskusikan masalah yang dirasakan kelura dalam merawat Klien
- Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami Klien
dan proses terjadinya
- Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat Klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA
- Beri obat-obatan sesuai program
- Pantau keefektifan dan efek sampig obat yang diminum
- Ukur vital sign secara periodik
TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
- Libatkan dalam makan bersama
- Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak singkat tapi
sering
- Berikan reinforcement positif setiap Klien berhasil melakukan suatu
tindakan
- Orientasikan Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai kebutuhannya
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya
koping individu : koping defensif
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
a. Klien
- Bina hubungan saling percaya
- Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien (individu,
keluarga, dan masyarakat)
- Antu klien menilai kemampuan klien yang dapat digunakan
- Bantu klien memilih kegiatan dan melatih sesuai dengan kemampuan
klien
- Melatih kemampuan kedua
- Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
b. Keluarga:
- Diskusikan masalah yang dirasakan keluargadalam merawat klien
- Jelaskan pengertian, tanda, dan gejala harga diri rendah yang dialami
klien beserta proses terjadinya
- Jelaskan cara-cara merawat klien harga diri rendah
- Latih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien harga diri
rendah dirumah
- Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
- Jelaskan follow up klien

TINDAKAN PSIKOFARMAKA
- Berikan obat-obatan sesuai program pengobatan klien
- Pantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum
- Ukur VS secara periodic

TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN


- Bersikap menerima klien dan negativismenya
- Libatkan klien dalam setiap aktivitas dirumah dan di lingkungan
- Beri kesempatan pada klien untuk mengerjakan tugas dan tanggung
jawabnya sendiri misalnya merapikan tempat tidur, membersihkan alat
makan, dan minum obat
- Berikan umpan balik positif untuk tugas-tugas yang dilakukan secara
mandiri

DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik
Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal
24 Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan-isolasi-sosial/

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi
(API). Jakarta : fajar Interpratama.

STRATEGI PELAKSAAN (SP) ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

a.) Data obyektif:

Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak
diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang
lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.

b.) Data subyektif:


Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan
singkat, ya atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan :Isolasi sosial : menarik diri

3. Tujuan khusus :

1. Klien mampu membinahubungan saling percaya

2. Klien mampu mengungkapkan hal – hal yang melatarbelakangi terjadinya


isolasi sosial

3. Klien mampu mengungkapkan keuntungan berinteraksi

4. Klien mampu mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak


berhubungan dengan orang lain

5. Klien mampu berkenalan

4. Tindakan keperawatan.

1. Mendiskusikan faktor – faktor yang melatarbelakangi terjadinya isolasi


sosial

2. Mendiskusikan keuntungan berinteraksi

3. Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

4. Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap

B. Strategi pelakasnaan

1. Orentasi

“Selamat pagi “

“Saya VANNESSIA, Saya senang dipanggil CIA, Saya mahasiswa STIKES


MAHARANI MALANG yang akan merawat Ibu.”

“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”


“Apa keluhan ibu hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman ibu ? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
ruang tamu? Mau berapa lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit”

2. Kerja

(Jika pasien baru)

”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan ibu? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan ibu? Apa yang membuat ibu jarang bercakap-
cakap dengannya?”

(Jika pasien sudah lama dirawat)

”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat disini? O.. ibu merasa sendirian? Siapa
saja yang ibu kenal di ruangan ini”

“Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal?”

“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
yang lain?”

”Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya ibu ? Ya, apa
lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya
tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah ya ibu ? belajar bergaul dengan
orang lain ?

« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”

“Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita
dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya V,
senang dipanggil V. Asal saya dari Kalimantans, hobi makan”
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”

“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan
saya!”

“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”

“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca,
tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

3. Terminasi

”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”

” ibu tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”

”Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau
praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”

”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?”

”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal

penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan


dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan
pasien berkenalan
ORIENTASI (PERKENALAN):

“Selamat pagi ”

“Saya VANNESSIA, Saya senang dipanggil CIA, Saya mahasiswa STIKES


MAHARANI MALANG yang akan merawat Ibu.”

“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”

“Apa keluhan ibu hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman ibu ? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
ruang tamu? Mau berapa lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit”

KERJA:

(Jika pasien baru)

”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan ibu? Siapa yang
jarang bercakap-cakap dengan ibu? Apa yang membuat ibu jarang bercakap-
cakap dengannya?”

(Jika pasien sudah lama dirawat)

”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat disini? O.. ibu merasa sendirian? Siapa
saja yang ibu kenal di ruangan ini”

“Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal?”

“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
yang lain?”

”Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya ibu ? Ya, apa
lagi ? (sampai pasien

dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau
begitu inginkah ya ibu ? belajar bergaul dengan orang lain ?

« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita
dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya V,
senang dipanggil V. Asal saya dari Kalimantan, hobi makan”

“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini:
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”

“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan
saya!”

“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”

“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca,
tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

TERMINASI:

”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”

” ibu tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”

”Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak
ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau
praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya.”

”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan dengan
teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?”

”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap

(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)


ORIENTASI :

“Selamat pagi bu! ”

“Bagaimana perasaan ibu hari ini?

« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi
sambil bersalaman dengan perawat ! »

« Bagus sekali, ibu masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak ibu
mencoba berkenalan dengan teman saya perawat V. Tidak lama kok, sekitar 10
menit »

« Ayo kita temui perawat V disana »

KERJA :

( Bersama-sama klien saudara mendekati perawat N)

« Selamat pagi perawat N, ini ingin berkenalan dengan N »

« Baiklah bu, ibu bisa berkenalan dengan perawat V seperti yang kita praktekkan
kemarin «

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat V : memberi salam,


menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)

« Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada perawat V . coba tanyakan tentang
keluarga perawat V »

« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini.
Lalu ibu bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat V, misalnya jam 1 siang
nanti »

« Baiklah perawat V, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan ibu akan kembali
ke ruangan ibu. Selamat pagi »

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat V untuk melakukan terminasi


dengan klien di tempat lain)
TERMINASI:

“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan perawat V”

” ibu tampak bagus sekali saat berkenalan tadi”

”Pertahankan terus apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan
topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga,
hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita
masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali.
Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam
10? Sampai besok.”

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan


orang kedua-seorang pasien)

ORIENTASI:

“Selamat pagi bu! Bagaimana perasaan hari ini?

”Apakah ibu bercakap-cakap dengan perawat V kemarin siang”

(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain

”Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat V kemarin siang”

”Bagus sekali ibu menjadi senang karena punya teman lagi”

”Kalau begitu ibu ingin punya banyak teman lagi?”

”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O”

”seperti biasa kira-kira 10 menit”

”Mari kita temui dia di ruang makan”

KERJA:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien )

« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »

« Baiklah bu, ibu sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah ibu lakukan
sebelumnya. »

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama,


nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »

« Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada O»

« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini.
Lalu ibu bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti »

(ibu membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)

« Baiklah O, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan kembali ke
ruangan ibu. Selamat pagi »

(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi


dengan S di tempat lain)

TERMINASI:

“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan O”

”Dibandingkan kemarin pagi, V tampak lebih baik saat berkenalan dengan


O” ”pertahankan apa yang sudah ibulakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu
kembali dengan O jam 4 sore nanti”

”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang


lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari ibu dapat berbincang-
bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam
8 malam, ibu bisa bertemu dengan V, dan tambah dengan pasien yang baru
dikenal. Selanjutnya ibubisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana ibu, setuju kan?”
”Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman ibu. Pada jam yang
sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”

1. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

Tujuan:

setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial

Tindakan:

Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial

Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu
pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu
bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.

Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah meliputi:

1.) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.

2.) Menjelaskan tentang:

· Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.

· Penyebab isolasi sosial.

· Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:

- Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli
dan tidak ingkar janji.

- Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan


kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi
pasien dan memberikan pujian yang wajar.

- Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.


- Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.

3.) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial

4.) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari,


mendiskusikan yang dihadapi.

5.) Menjelaskan perawatan lanjutan

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah


isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien
dengan isolasi sosial

Peragakan kepada pasangan saudara komunikasi dibawah ini

ORIENTASI:

“Selamat pagi Pak”

”Perkenalkan saya perawat VANNESSIA, saya yang merawat, anak bapak”

”Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”

” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak sekarang?”

“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara
perawatannya”

”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau
setengah jam?”

KERJA:

”kira-kira bapak tahu apa yang terjadi dengan anak bapak? Apa yang sudah
dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala
penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.

” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri,
kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”

”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang


mengecewakan saat berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak,
tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”

“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami
halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak
ada.”

“Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya
harus sabar menghadapi anak bapak. Dan untuk merawat anak bapak, keluarga
perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan
saling percaya dengan anak bapak yang caranya adalah bersikap peduli
dengan anak bapak dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu
memberikan semangat dan dorongan kepada anak bapak untuk bisa melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan
jangan mencela kondisi pasien.”

« Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap


dengan anak bapak. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi
bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”

”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu”

” Begini contoh komunikasinya, Pak: anak bapak, bapak lihat sekarang kamu sudah
bisa bercakap-cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama.
Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-
bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu
sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti
di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau di mushola kampung.
Bagiamana anak bapak, kamu mau coba kan, nak ?”

”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan”

”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”

”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”

TERMINASI:

“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan
tadi?”

“Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda
orang yang mengalami isolasi sosial »

« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang
mengalami masalah isolasi sosial »

« Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »

«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua
keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama. »

« Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? »

« Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama »

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien


dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien

Orientasi:

“Selamat pagi Pak/Bu”

” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?”


”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa
hari yang lalu?”

“Mari praktekkan langsung ke klien! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan
coba 30 menit.”

”Sekarang mari kita temui anak bapak”

Kerja:

”Selamat pagi mba. Bagaimana perasaan mba hari ini?”

”Bpk/Ibu mba datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong mba tunjukkan jadwal
kegiatannya!”

(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan
beberapa hari lalu”

(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang


telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).

”Bagaimana perasaan mba setelah berbincang-bincang dengan Orang tua mba?”

”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu”

(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan


keluarga)

Terminasi:

“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”

« «Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada anak
bapak »
« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti
sekarang Pak »

« Sampai jumpa »

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan

ORIENTASI:

“Selamat pagi Pak/Bu”

”Karena rencana anak bapak mau pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan
lanjutan di rumah.”

”Bagaimana kalau kita membicarakan perawatan lanjutan tersebut disini saja”

”Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA:

”Bpk/Ibu, ini jadwal anak bapak yang sudah dibuat. Coba dilihat, mungkinkah
dilanjutkan? Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal
ini di rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya”

”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau anak bapak terus menerus tidak
mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan
perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera lapor ke rumah
sakit atau bawa anak bapak ke rumah sakit”

TERMINASI:

”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian anak bapak.
Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang
tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”

Anda mungkin juga menyukai