Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas pertolongan-Nya sehingga pada kesempatan ini kami kelompok 5 dapat
menyelesaikan makalah tentang penyakit pada Sistem Perkemihan “Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH)”.

Makalah ini membahas tentang definisi Benigna Prostat Hiperplasia,


Anatomi dan Fisiologi, kemudian faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit
BPH, tanda dan gejala yang tampak pada penderita, cara penanganannya, dan
komplikasinya, serta model asuhan keperawatan teori dan penegakkan diagnosa
keperawatan.

Mohon maaf jika terdapat kesalahan kata atau penulisan. Untuk


meningkatkan kualitas makalah ini kami membutuhkan saran yang bersifat
membangun.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Manado, 22 Februari 2015

Penyusun,

Kelompok 5

i|Benigna Prostat Hiperplasia


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... iii
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. iii
1.2 Tujuan .......................................................................................................... iii
1.3 Manfaat ........................................................................................................ iv
1.4 Rumusan Masalah ........................................................................................ iv
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 1
A. Definisi ........................................................................................................... 1
B. Anatomi dan Fisiologi .................................................................................... 1
1. Anatomi ....................................................................................................... 1
2. Fisiologi ...................................................................................................... 4
C. Etiologi ........................................................................................................... 5
D. Patofisiologi ................................................................................................... 6
E. Manifestasi Klinis ........................................................................................... 7
F. Komplikasi ...................................................................................................... 8
G. Penatalaksanaan ............................................................................................. 9
H. Pengkajian Fokus ......................................................................................... 12
I. Pathways keperawatan ................................................................................... 15
J. Intervensi Dan Rasional................................................................................. 16
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 23
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 23
3.2 Saran ............................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

ii | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Hipertrofi prostat adalah hyperplasia dari kelenjar periurethral yang


kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai
bedah (Jong, Wim de, 1998)

Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,


yang disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika.

Secara anatomi kelenjar prostat adalah suatu jaringan fibromuskuler dan


kelenjar grandular yang melingkari uretra bagian proksimal yang terdiri dari
kelenjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak dibawah kandung kemih
dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang: 3-4cm dan
lebar: 4,4cm, tebal: 2,6cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan
membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat terdiri
dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna
untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan uretra, serta menambah cairan
alkalis pada cairan seminalis.

1.2 Tujuan

a) Agar mahasiswa mampu memahami konsep dasar dari Benigna Prostat


Hiperplasia (BPH)

b) Mampu menjelaskan bagaimana etiologi, patofisiologi dan


penanganannya.

c) Mampu memahami model Asuhan Keperawatan teori BPH

d) Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien BPH

iii | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
1.3 Manfaat

Dapat menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa dan dapat membuat


mahasiswa mampu menganalisa tentang pasien yang di diagnosa BPH serta tepat
dalam hal pemberian asuhan pada pasien BPH

1.4 Rumusan Masalah

Apa definisi Benigna Prostat Hiperplasia?

Apa saja faktor yang menyebabkan BPH?

Bagaimana penatalaksanaan dari BPH?

Bagaimana asuhan yang tepat pada pasien BPH?

iv | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran atau hypertropi


prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung
kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan
hydroureter. Benigna Prostat Hiperplasia adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan (Price, 2006). Benigna Prostat Hiperplasia adalah hiperplasia kelenjar
periuretra yang mendesak jaringan prostat ke perifer (Mansjoer, 2000). Benigna
Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat, yang bila mengalami pembesaran,
organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya
aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011). Dari pengertian di atas maka
kelompok menyimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran
dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia lebih dari 50 tahun yang
mendesak saluran perkemihan

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

1. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-
buli melalui proses miksi. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam
menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra
interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter
uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior.
Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan
sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh
sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang

1|Benigna Prostat Hiperplasia


dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing
sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.

Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra


posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter
uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria
dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan
hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior
pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan
verumontanum, dan di sebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini
terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus
ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan
sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang
tersebar di uretra prostatika. Uretra anterior adalah bagian uretra yang
dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars
bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna.
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar
yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di
dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta
kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars
pendularis.

2. Kelenjar Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher
kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum (Gibson,
2002, hal.335). Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3 x 2,5 cm
dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong
melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas
deferen.

2|Benigna Prostat Hiperplasia


Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang
terbagi dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional,
preprostatik sfingter dan anterior.
Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel
berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu berlapis tergantung pad
atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel
memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar
dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering
mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut
korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot
polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna
cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke
pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.
Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah
satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui
duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan
bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan +
25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi
kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan
terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai
objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat
membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang
berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring
pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki
mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada
mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.

3|Benigna Prostat Hiperplasia


GAMBAR ANATOMI

Gambar 1. Sistem Reproduksi Pria

2. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,
sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya
mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi
prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar
menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas
jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan
dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila
jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat
dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini
dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah.

4|Benigna Prostat Hiperplasia


Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis
jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi
dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner & Suddarth,
2002).

C. Etiologi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat belum
diketahui secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses
penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormone pria, terutama
testosteron. Para ahli berpendapat bahwa dihidrotestosteron yang mamacu
pertumbuhan prostat seperti yang terjadi pada masa pubertas adalah penyebab
terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Hal lain yang dikaitkan dengan gangguan
ini adalah stres kronis, pola makan tinggi lemak, tidak aktif olahraga dan seksual.
Selain itu testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara
keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron,
dihidrotestosteron, dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar
dikonversikan oleh enzim 5-alfa- reduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih
aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas
lain dari testosteron adalah pemicu libido, pertumbuhan otot dan mengatur doposit
kalsium di tulang. Penurunan kadar testosteron telah diketahui sebagai penyebab
dari penurunan libida, massa otot, melemahnya otot pada organ seksual dan
kesulitan ereksi. Selain itu kadar testosteron yang rendah juga dapat menyebabkan
masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu pembesaran kelenjar prostat.
Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid stres
(karsitol) yang dapat menggeser produksi DHEA (dehidroepianandrosteron).
DHEA berfungsi mempertahankan kadar hormon seks yang normal, termasuk
testosteron. Stres kronis menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis
pria. Kolesterol tinggi juga dapat mengganggu keseimbangan hormonal dan
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Faktor lain adalah nikotin dan
konitin (produk pemecahan nikotin) yang meningkatkan aktifitas enzim perusak
androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron. Begitu pula toksin

5|Benigna Prostat Hiperplasia


lingkungan (zat kimia yang banyak digunakan sebagai pestisida, deterjen atau
limbah pabrik) dapat merusak fungsi reproduksi pria.

D. Patofisiologi
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan penyempitan
lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus
ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada bulu-buli tersebut, oleh pasien disarankan sebagai keluhkan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian bulibuli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko ureter. Keadaan keadaan ini jIka berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya
disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi
juga disebabkan oleh tonus otot polos yang pada stroma prostat, kapsul prostat,
dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis
yang berasal dari nervus pudendus.
Menurut Mansjoer tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-
lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli
dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase
kompensasi. Apabilakeadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas.

6|Benigna Prostat Hiperplasia


E. Manifestasi Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah:
a. Obstruksi :
1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
2) Pancaran waktu miksi lemah
3) Intermitten (miksi terputus)
4) Miksi tidak puas
5) Distensi abdomen
6) Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b. Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas:
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
3. Gejala di luar saluran kemih:
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna
Prostat Hipertroplasi:
a) Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang air kecil, sulit
mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar
hanya merupakan tetesan belaka.
b) Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air
kecil yang berulang-ulang.
c) Pancaran atau lajunya urin lemah
d) Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang air kecil lagi
e) Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat tertahannya
urin atau menahan buang air kecil (Alam, 2004). Gejala generalisata juga
mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2002).

7|Benigna Prostat Hiperplasia


Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE
(digital rectal examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan
prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat
lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih
dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

F. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: seiring
dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih
dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.
Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan
sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun
prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf
pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual
dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatik
telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner & Suddarth, 2002).

8|Benigna Prostat Hiperplasia


Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin.
Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu
lagi menampung urin sehinnga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal (Mansjoer, 2000).

G. Penatalaksanaan
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis.

a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun
kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).

c. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan
melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TUR atau pembedahan terbuka.

9|Benigna Prostat Hiperplasia


Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan
memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

1. Modalitas terapi BPH adalah :


a) Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien.
b) Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan
Keluhan ringan, sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit. Obat
yang digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis rosperi,
serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor
androgen.
2. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut
(100 ml).
b. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih
setelah klien buang air kecil > 100 Ml.
c. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan system
perkemihan seperti retensi urine atau oliguria.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :


1. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
a) Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan
melalui uretra.
b) Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
c) Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.
2. Prostatektomi Suprapubis
a) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung
kemih.

10 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
b) Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter
suprapubis setelah operasi.
3. Prostatektomi Neuropubis
a) Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.
b) Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.
c) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.
4. Prostatektomi Perineal
a) Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
b) Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
c) Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.
d) Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan
perut, enema, diet rendah sisa dan antibiotik).
e) Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase)
diletakan pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk.
Pada TURP, prostatektomi suprapubis dan retropubis, efek
sampingnya dapat meliputi:

a. Inkotenensi urinarius temporer


b. Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan kemandulan
sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan oleh ejakulasi dini kedalam
kandung kemih.

11 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
H. Pengkajian Fokus
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post
Prostatektomi didapat:

1. Data subyektif:
a. Pasien mengeluh sakit pada luka insisi, karakteristik luka, luka
berwarna merah.
b. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
c. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
d. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2. Data Obyektif:
a. Terdapat luka insisi, karakteristik luka berwarna merah.
b. Takikardia, normalnya 80-100 kali/menit.
c. Gelisah.
d. Tekanan darah meningkat, normalnya 120/80 mmHg.
e. Ekspresi wajah ketakutan.
f. Terpasang kateter.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus
diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu,
infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
informasi dasar dan fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan
Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai SPA < 4mg
/ ml tidak perlu biopsy. Sedangkan bila nilai SPA 4–10 mg / ml, hitunglah
Prostat Spesific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 mg/ml.

12 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli–buli dan
volume residu urine, mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH.
Dari semua jenis pemeriksaan dapat dilihat:
a) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli – buli.
b) Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari
fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance
(gambaran ureter belok–belok di vesika)
c) Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa
ginjal, mendeteksi residu urine, batu ginjal, diverticulum atau
tumor buli – buli (Mansjoer, 2000).
c. Pemeriksaan Diagnostik.
a) Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang,
penampilan keruh, Ph : 7 atau lebih besar, bacteria
b) Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella,
pseudomonas, e. coli.
c) BUN / kreatinin : meningkat.
d) IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih
dan adanya pembesaran prostat, penebalan otot abnormal
kandung kemih.
e) Sistogram : suatu gambaran rontgen dari kandung kemih yang
diperoleh melalui urografi intravena.
f) Sistouretrografi berkemih: sebagai ganti IVP untuk
menvisualisasi kandung kemih dan uretra dengan menggunakan
bahan kontras lokal.
g) Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran
prostat dan kandung kemih.

13 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
h) Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat,
mengukur sisa urine dan keadaan patologi seperti tumor atau
batu (Sjamsuhidayat, 2004)

14 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
I. Pathways keperawatan

15 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
J. Intervensi Dan Rasional
1) Gangguan rasa nyaman nyeri suprapubik berhubungan dengan
spasme otot spincter.
a. Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil:
Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
c. Intervensi:
1. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan factor
pencetus serta penghilang nyeri.
Rasional:
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan
atau keefektifan intervensi.
2. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening
mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi).
Rasional:
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan
keefektifan dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
3. Beri kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian
bawah.
Rasional:
Untuk meningkatkan relaksasi otot.
4. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh,
merokok, abdomen tegang).
Rasional:
Untuk menurunkan spasme kandung kemih.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
6. Lakukan perawatan aseptik terapeutik.
Rasional:
Untuk mengurangi resiko infeksi.

16 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
7. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.
Rasional:
Pembesaran prostat dapat terjadi dengan hilangnya sebagian
kelenjar.
2) Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan
obstruksi sekunder.
a. Tujuan : Tidak terjadinya retensi urine
b. Kriteria hasil :
 Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi
kandung kemih.
 Menunjukan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml,
dengan tak adanya tetesan/kelebihan.
c. Intervensi :
1. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus
dengan teknik steril.
Rasional:
Menghindari terjadinya gumpalan yang dapat menyumbat kateter,
menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih.
2. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam
keadaan tertutup.
Rasional:
Untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih.
3. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria,
dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea).
Rasional:
Untuk mencegah komplikasi berlanjut.
4. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan
sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran
urin serta adanya bekuan darah atau jaringan.
Rasional:
Pemberi perawatan menjadi penyebab terbesar infeksi

17 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
nosokomial. Kewaspadaan umum melindungi pemberi perawatan
dan pasien.
5. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2
jam (mulai hari kedua post operasi).
Rasional:
Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan ke seluruh tubuh.
Risiko terjadinya ISK dikurangi bila aliran urine encer konstan
dipertahankan melalui ginjal.
6. Ukur intake output cairan.
Rasional:
Menjamin keamanan untuk membantu penyembuhan pascaoperasi.
7. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika
tidak ada kontra indikasi.
Rasional:
Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan ke seluruh tubuh.
Risiko terjadinya ISK dikurangi bila aliran urine encer konstan
dipertahankan melalui ginjal.
8. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3
minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
Rasional:
Mengajarkan pasien bagaimana melakukannya sendiri.
3) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan
saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.
a. Tujuan : Tidak terjadinya disfungsi seksual
b. Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual
dan aktivitas secara optimal.
c. Intervensi :
1. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang
berhubungan dengan perubahannya.
Rasional:

18 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
Memberikan informasi untuk membantu dalammenentukan pilihan
atau keefektifan intervensi.
2. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat.
Rasional:
Untuk menginformasikan kondisi klien.
3. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan
perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual.
Rasional:
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan
atau keefektifan intervensi.
4. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah
fungsi seksual.
Rasional:
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan
atau keefektifan intervensi.
5. Beri penjelasan penting tentang:
 Impoten terjadi pada prosedur radikal
 Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
 Adanya kemunduran ejakulasi.
Rasional:
Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan
atau keefektifan intervensi.
6. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama
1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
Rasional:
Menjamin keamanan untuk membantu penyembuhan pascaoperasi.
4) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de
entréemikroorganisme melalui kateterisasi, dan jaringan terbuka.
a. Tujuan : Tidak terjadinya infeksi
b. Kriteria hasil:
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Tidak ada bengkak, aritema, nyeri

19 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
 Luka insisi semakin sembuh dengan baik
c. Intervensi:
1. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
Rasional:
Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan
dan perdarahan kandung kemih.
2. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter),
(adanya sumbatan, kebocoran).
Rasional:
Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan dapat menyebabkan
distensi kandung kemih, dengan peningkatan spasme.
3. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar
kateter dan drainage.
Rasional:
Untuk mengurangi resiko infeksi
4. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal
untuk menjamin dressing.
Rasional:
Untuk mengurangi resiko infeksi.
5. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas
meningkat, dingin).
Rasional:
Deteksi awal terhadap komplikasi dengan intervensiyang tepat
dapat mencegah kerusakan jaringan yang permanen.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang penyakit, perawatannya.
a. Tujuan : Pengetahuan pasien dapat meningkat
b. Kriteria hasil :
 Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan
mendemonstrasikan perawatan.
c. Intervensi :

20 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
1. Motivasi pasien/keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya
tentang penyakit.
Rasional:
Memberikan informasi sejauh mana pengetahuan klien tentang
penyakit yang dialami.
2. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
 Perawatan lsuka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter.
 Perawatan di rumah, adanya tanda-tanda hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi kepada klien/keluarga klien cara
perawatan pasca operasi.
6) Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai
dengan : Gelisah, kurangnya informasi
a. Tujuan : Tidak terjadinya ansietas.
b. kriteria hasil :
 Klien tidak gelisah.
 Tampak rileks
c. Intervensi :
1. Kaji tingkat anxietas.
Rasional:
Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga
memudahkan dalam memberikan tindakan selanjutnya.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional:
Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas
yang dialami klien.
3. Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
Rasional:
Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan
yang diberikan.
4. Berikan support melalui pendekatan spiritual.

21 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
Rasional:
Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa
dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan.

22 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar


prostat yang disebabkan oleh karena hiperplasi bebrapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan/kelenjar fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan
uretra pars prostatika. Pada kenyataannya bagi para penderita BPH adalah sesuatu
hal yang normal-normal saja asalkan ini terjadi diatas usia 50an atau terjadi pada
laki-laki yang sudah memasuki usia lanjut. Tuhan menciptakan semua organ dan
komponen-komponen didalamnya sudah tentu ada fungsinya masing-masing,
seperti kelenjar prostat yang ada fungsinya juga. Semakin tua umur seseorang,
maka kelenjar prostat ini juga akan bertumbuh dan berkembang sesuai usia
perkembangan manusia, khususnya laki-laki.

3.2 Saran

Diharapkan bagi teman-teman yang membaca makalah ini dapat memetik


pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas, sehingga dapat menjadi sumber
informasi dan pengetahuan tambahan untuk persiapan jika nanti akan turun
praktek klinik di Rumah Sakit dan di Komunitas, khususnya dalam praktik
tentang Sistem Perkemihan.

23 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press.


Surabaya (artikel)

24 | B e n i g n a P r o s t a t H i p e r p l a s i a

Anda mungkin juga menyukai