Anda di halaman 1dari 6

Analisis Edukasi Dokter dalam Pencegahan dan Penanganan

Penyakit Scabies kepada Santri SMP di Pondok Pesantren

Asma Nabilah Albarri


Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
asma.nab2000@student.uns.ac.id

Abstract. Scabies disease, or better known as scabies, an infectious skin disease. This disease
is caused by mites, Sarcoptes scabei who live and grow under the skin and make a tunnel
under the skin. The disease causes a very severe itching, especially when night day on the
sidelines of the fingers, around the genitals and groin. Scabies disease is a communal disease
(disease community) that often occurs in the boarding school, this disease was junior high
age. Today, the disease scabie snot receive special attention from the parties engaged in
health, because it is not dangerous, but if left unchecked, this disease will become very
dangerous. Many of the people who also do not understand about this disease, they do not
understand the causes, good management and prevention for this disease scabies. Therefore,
education of physicians related to the handling and prevention is good and true for patients
with scabies are indispensable and must be understood by patients, patient families, and those
who live with the patient.

Keywords: scabies, Sarcoptes scabei, infectious disease, dangerous

1. PENDAHULUAN
Penyakit Scabies, atau yang lebih dikenal masyarakat luas sebagai penyakit kudis merupakan
penyakit kulit yang menular. Penyakit scabies ini merupakan penyakit kulit yang endemis di
wilayah yang tropis dan subtropis seperti Indonesia. Penyakit kulit ini disebabkan oleh tungau yaitu
Sarcoptes scabiei. Spesies ini diklafisikasikan ke dalam filum Arthropoda yang masuk ke dalam
kelas Arachnida, sub kelas Acari (Acarina), ordo Astigma, dan famili Sarcoptidae. Spesies
Sarcoptes scabiei ini merupakan spesies yang dapat menular dari satu penderita ke penderita lain,
melalui kontak fisik maupun melalui perantara pakaian dan kasur. Tungau betina ini membuat
terowongan di bawah lapisan kulit paling atas dan menyimpan telurnya di dalam lubang, yang
beberapa hari kemudian telur tersebut akan menetas tungau muda (larva). (Mading, Majematang.
Sopi, 2015).Infeksi ini lah yang menyebabkan gatal-gatal hebat, yang kemungkinan merupakan
suatu reaksi alergi terhadap tungau.
Selain tungau spesifik Sarcoptes scabiei var. hominis, manusia juga dapat terinfeksi dari
spesies yang berasal dari hewan. Hewan domestik dan liar di seluruh dunia yang rentan terhadap
Sarcoptes scabiei menyebabkan penyakit yang disebut tungau sarcoptic. Telah dilaporkan skabies
yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian selain hominis, diantaranya berasal dari anjing, babi,
kuda,beruang hitam, unta, monyet, dan rubah.(Hafner, 2009). Ciri khas penyakit scabies ini adalah
gatal-gatal yang sangat hebat, terutama semakin parah saat malam hari. Gatal-gatal ini paling sering
dirasakan di sela-sela jari tangan, pada pergelangan tangan, ketiak, sikut, di sekitar putting payudara
wanita, alat kelamin pria (penis dan kantung zakar), di bokong bagian bawah dan di sepanjang garis
ikat pinggang. Infeksi ini jarang terjadi di sekitar wajah.
Penyakit scabies ini umum terjadi di lingkungan yang ditinggali oleh banyak orang. Di
Indonesia sendiri, banyak ditemukan para penderita scabies adalah santri di sebuah pondok
pesantren. Hal ini dikarenakan lingkungan pondok pesantren terkadang cenderung tidak begitu
memperhatikan aspek kesehatan karena banyaknya santri yang tinggal bersama-sama. Subjek yang
penting dalam permasalahan scabies ini adalah santri pondok pesantren, karena berdasarkan data
yang didapatkan, sebagian besar merupakan santri di pondok pesantren. (Akmal & Semiarty, 2013).
Kebiasaan hidup di pondok pesantren juga terkadang tidak memperhatikan kebersihan dan
kesehatan, seperti jarang mencuci sprai, jarang menjemur kasur, jarang menguras bak mandi, dan
sering saling meminjam baju.
Penyakit ini terkadang tidak terlalu mendapatkan perhatian khusus dari segala pihak, Karena
dianggap sebagai penyakit yang sudah biasa terjadi di pondok pesantren.(Setyaningrum, 2013)
bahkan ada mitos yang mengatakan bahwa seorang santri belum dikatakan santri jika belum terkena
penyakit ini. Oleh karena hal itu, penyakit ini masih sering terjadi di pondok pesantren. Menurut
WHO, bahwa angka kejadian scabies di dunia terdapat kurang lebih 300 juta kasus pertahun.
(Zalicha, 2015). Selain di pondok pesantren jarang ditemukan penyakit ini di rumah-rumah ataupun
terhadap personal masing-masing.
Pada dasarnya, pengetahuan masyarakat tentang factor penyebab scabies masih sangat
kurang, sehingga penyakit scabies ini dianggap sebagai penyakit yang biasa saja karena secara
umum tidak membahayakan jiwa. Masyarakat tidak mengetahui bahwa luka akibat garukan dari
penderita scabies menyebabkan infeksi sekunderdari bakteri Stapilococos sp ataupun jamur kulit
yang berakibat kerusakan jaringan kulit yang akut.(Kunci, 2019). Siklus hidup Sarcoptes scabiei dari
telur hingga menjadi tungau dewasa memerlukan waktu 10-14 hari, sedangkan tungau betina dapat
bertahan di inangnya selama 30 hari. (Griana, 2013). Pencegahan penyakit scabies dapat dilakukan
dengan memperhatikan kebiasaan sehari-hari, dimulai dari kebiasaan kebersihan dan kesehatan.
Seperti membuang sampah pada tempatnya, rajin mencuci sprai dan sarung bantal, rajin menjemur
kasur dan tidak saling pinjam meminjam pakaian. Kebiasaan-kebiasaan ini pun harus dilakukan oleh
seluruh penghuni dalam sebuah lingkungan yang tinggal bersama-sama agar tidak ada lagi yang
dapat menularkan tungau scabies.
Jika sudah terkena penyakit scabies, harus segera dilakukan penanganan terhadap penderita.
Penanganan dapat dilakukan dengan mengoleskan salep khusus ke bagian tubuh yang terkena,
pembersihan media-media yang dapat menyebabkan penyakit ini. Pakaian, sprei dan sarung bantal
pun kalau bisa harus dicuci dengan air panas, agar dapat menghilangkan tungau-tungau yang
menempel di barang-barang tersebut. Penanganan ini pun harus dilakukan secara bersama-sama
agar tidak lagi muncul penyakit ini. Dalam kasus penyakit ini, masih banyak dari masyarakat yang
belum tahu apa penyebab penyakit scabies secara khusus. Bagaimana pencegahan penyakit ini dan
bagaimana penanganan yang tepat bagi penderita, keluarga penderita dan orang-orang yang berada
di lingkungan penderita. Agar tidak lagi terjadi hal yang dapat menyebabkan penyakit scabies ini.
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah penulis dan pembaca dapat memahami
penyebab penyakit scabies. Dan mengetahui bagaimana edukasi yang baik dan benar tentang
pencegahan dan penanganan yang tepat bagi penderita penyakit scabies, bagi keluarga penderita dan
bagi orang-orang yang berda di lingkungan yang sama dengan penderita. Analisis ini pun
didapatkan dari data wawancara dari seorang dokter yag terkait.
2. METODE
Metode yang dilakukan pada penulisan artikel ini merupakan metode kualitatif. Penulis akan
melakukan pengamatan dan wawancara secara langsung kepada pasien yang notabene nya
merupakan seorang santri SMP di sebuah pondok pesantren yang sedang berobat ke klinik Kasih
Ibu, Karanganyar. Yang menderita penyakit scabies (jika ada pasien) dan atau jika tidak ada pasien,
penulis akan melakukan wawancara secara langsung kepada Dokter umum yang sedang bertugas di
klinik tersebut terkait tentang apa yang menjadi rumusan masalah dalam artikel ini.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penulis telah melakukan pengamatan di kilinik Kasih Ibu, Karanganyar. Berhubung saat
penulis mengunjungi klinik tersebut tidak menemukan pasien yang menderita penyakit scabies,
penulis hanya melakukan wawancara kepada Dokter umum yang sedang bertugas.
Menurut dr. Wibowo, penyakit scabies ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang
merupakan parasit di tubuh manusia. Tungau ini membentuk lubang di bawah kulit yang dapat kita
lihat secara langsung. Tungau scabies ini menempel pada kasur, sprei, dan baju yang kemudian
dipakai oleh seseorang yang selanjutnya tungau tersebut menempel pada kulit dan menimbulkan
rasa gatal, rasa gatal itu kemudian digaruk-garuk, pada malam hari digaruk di sekitar kemaluan
biasanya. Pada saat tidur biasanya tidak terasa, karena itu makanya tungau ini menyebar pada
malam hari. Tungau ini banyak berdiam di bawah kuku, oleh karena itu para santri pondok
pesantren biasanya dihimbau oleh dr. Wibowo untuk senantiasa memotong kukunya secara rutin.
Rasa gatal karena penyakit scabies ini sering dirasakan pada malam hari dibanding pada
siang hari. Menurut penelitian, hal ini tidak ada penyebabnya tapi jika dilihat dari sisi sosial sehari-
hari, karena pada malam hari seorang penderita tidak melakukan suatu kegiatan, maka pada malam
hari lebih terasa gatal. Untuk penanganan penyakit scabies ini terdapat salep khusus. Dalam teori
klinik, salep ini harus diaplikasikan selama 24 jam secara terus menerus dan tidak boleh terkena air
dan dipantau terus.
Penanganan ini agak sulit karena seorang penderita kulitnya tidak boleh terkena air selama 24
jam, sedangkan kebutuhan akan air juga sangat penting, misal untuk wudhu, mandi, bersuci dan
lain-lain. Oleh karena itu, dr. Wibowo dengan rekan beliau, melakukan suatu perkembangan
penanganan yang lebih khusus bagi penderita scabies. Penderita tetap bisa beraktivitas seperti biasa,
boleh terkena air, yaitu dengan membuka kulit penderita, kemudian dioleskan scabimite atau salep
khusus dicampur dengan deta siklit penyakit scabies itu. Penanganan ini perlu dilakukan secara
berkelanjutan atau kontinyu. Penanganan ini dilakukan setiap hari selepas mandi, setiap pagi dan
sore, hasilnya lumayan efektif. Penanganan ini pun harus dilakukan bersama-sama dengan penderita
lain dalam suatu lingkungan jika ada juga penderita yang lain dalam suatu lingkungan hidup
bersama-sama, agar parasitnya bersih secara keseluruhan kulit semua penderita. Penanganan dengan
sistem ini dapat menghilangkan penyakit scabies secara permanen, namun setelah itu harus terus
dijaga kebersihan kasur, kamar mandi dan pakaian nya. (Wibowo, 2019)
Berikut tabel yang dapat menjelaskan tentang terapi penderita penyakit scabies
Terapi Dosis Regimen Kontraindikas Kelebihan Kekurangan Keteranga
Terapi i n

Permetrin Krim Dibilas - Efektif, bisa Gatal dan penggunaa


5% setelah 8- ditoleransi menyengat n kedua
12 dengan baik, pada saat sering
jam aman penggunaan diresepkan
secara
rutin 1
minggu
setelah
penggunaa
n pertama

Lindane Krim Dibilas Wanita hamil, Efektif, Kram, Tidak


atau setelah 6 bayi, murah pusing, digunakan
lotion jam gangguan kejang pada (ditarik) di
1 kejang anak-anak Eropa
% karena
masalah
neurotoksi
k
Crotamiton Salep Dibilas Ditoleransi Efikasinya Tidak sering
10% setelah 24 dengan baik, masih tersedia di digunakan
jam aman untuk dipertanyaka Kanada, pada
bayi n skabies
nodular
pada
anak-anak
Sulfur 2%- Dibilas Aman untuk Efikasinya
(diendapanka 10% setelah 24 bayi, wanita masih
n jam dan hamil dan dipertanyakan
dalam kemudian menyusui , iritasi kulit
petroleum) diterapka
n
kembali
setiap 24
jam
selama
2 hari
berikutny
a

Ivermektin Pil 200 μg/kg Anak-anak Kepatuhan Tidak


Diulang <15 kg; pasien yang disetujui di
pada hari Wanita hamil baik banyak
ke-14 atau mahal negara
menyusui

Tabel 1. Pilihan terapi scabies (Kusuma Dewi & Wathoni, 2017). Diambil dari jurnal.

Penyakit scabies ini merupakan penyakit komunal (bersangkutan dengan komunitas,


sekelompok orang yang tinggal bersama-sama). Oleh karena itu, edukasi pencegahan yang tepat
bagi penderita scabies ini adalah dengan senantiasa menjaga kebersihan secara bersama-sama. Kasur
harus selalu sering dijemur, sprai dan sarung bantal harus secara rutin dicuci tiga hari sekali, harus
selalu digalakkan untuk melakukan kerja bakti tiap minggu sekali, kamar mandi rutin dikuras.
Karena penyakit scabies ini merupakan penyakit komunal, maka jarang terjadi di rumah-rumah atau
lingkungan yang tidak tinggal secara bersama-sama. Biasanya hanya terjadi di lingkungan yang
banyak orang tinggal bersama dalam jangka waktu yang relatif lama.
4. SIMPULAN
Berdasarkan analisis tentang edukasi yang tepat dari Dokter tentang pencegahan dan
penanganan bagi penderita scabies ini dapat disimpulkan bahwa harus ada edukasi yang benar-benar
dapat dipahami bagi penderita scabies yang dalam penelitian ini adalah seumuran SMP di pondok
pesantren. Edukasi ini pun harus dilakukan untuk seluruh penderita scabies yang tinggal bersama-
sama dalam satu lingkungan, dalam penelitian ini adalah pondok pesantren. Pelaksanaan
pencegahan dan penanganan penyakit ini juga harus dilakukan bersama-sama dan senantiasa
menjaga kebersihan dan memperhatikan kesehatan seluruh santri. Agar tidak lagi tumbuh tungau-
tungau yang dapat menyebabkan penyakit scabies yang dapat mengganggu aktifitas belajar dan
segala kegiatan mereka di pondok pesantren.
5. SARAN
Kesehatan dan kebersihan di pondok pesantren harus selalu diperhatikan, baik oleh pihak
kesehtan maupun dari penghuni pondok pesantren pada umumnya. Mulai dari kebiasaan rutin
menguras bak mandi bersama-sama, rutin mencuci baju dan celana setiap hari dan tidak saling
pinjam meminjam pakaian, rutin menjemur kasur tiap seminggu sekali, rutin mengganti dan
mencuci sprei, sarung bantal dan guling tiap tiga hari sekali. Semua kebiasaaan ini dilakukan secara
bersama-sama dengan seluruh penghuni di satu asrama di pondok pesantren tersebut. Jika kebiasaan
prilaku sehat dan bersih sudah dilaksanakan akan tercipta lingkungan sehat dan bersih dan
meminimalisasi timbulnya berbagai penyakit termasuk penyakit scabies.

6. DAFTAR PUSTAKA

Akmal, S. C., & Semiarty, R. (2013). Artikel Penelitian Hubungan Personal Hygiene Dengan
Kejadian Skabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum , Palarik Air Pacah ,
Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3), 164–
167.
Griana, T. P. (2013). Scabies : Penyebab, Penanganan Dan Pencegahannya. El–Hayah, 4(1).
https://doi.org/10.18860/elha.v4i1.2619
Hafner, C. (2009). Skabies. Hautarzt, 60(2), 145–161. https://doi.org/10.1007/s00105-009-
1708-2
Kunci, K. (2019). Pengaruh Modul. 77–83. https://doi.org/10.26699/jnk.v6i1.ART.p077
Kusuma Dewi, M., & Wathoni, N. (2017). Artikel Review: Diagnosis dan Regimen
Pengobatan Skabies. Farmaka: Jurnal Unpad, 15, 123–133.
Mading, Majematang. Sopi, I. P. B. (2015). KAJIAN ASPEK EPIDEMIOLOGI SKABIES
PADA MANUSIA Aspects of Epidemiology Studies Scabies in Human. Penyakit
Bersumber Binatang, 2, 9–17.
Setyaningrum, Y. I. (2013). Skabies Penyakit Kulit yang Terabaikan: Prevalensi, Tantangan
dan Pendidikan Sebagai Solusi Pencegahan. Http://Jurnal.Fkip.Uns.Ac.Id, 3(1), 63–67.
Retrieved from http://journal.ipb.ac.id/index.php/jupe/article/view/2152/1182
Zalicha, B. N. (2015). Tingkat Pengetahuan Mengenai Gejala Klinis Skabies Dan
Hubungannya Dengan Karakteristik Demografi Santri Di Pesantren X , Jakarta Timur.

Anda mungkin juga menyukai