Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu kecil)
yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis . Penyakit tersebut merupakan masalah
kesehatan yang sering terjadi dipondok pesantren. Penyakit skabies juga sering
membuat santri-santri baru dipondok pesantren tidak melanjutkan nyantrinya
dipondok pesantren.
Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies adalah
keterbatasan air bersih, saling berganti peralatan mandi dengan teman yang
terkena penyakit skabies, kepadatan penghuni asrama, dan kebersihan yang
kurang baik. Kepadatan penghuni asrama dan kebersihan yang kurang baik
merupakan faktor paling dominan dibandingkan faktor skabies lainnya.
Penderita skabies terganggu kualitas hidupnya karena mengalami gatal
hebat dan radang dikulit akibat infeksi sekunder oleh bakteri. Pada kenyataannya,
tingkat kebersihan dipesantren umumnya rendah dan santri banyak menderita
penyakit skabies. Meskipun demikian, kondisi itu sering diabaikan dan skabies
dianggap sebagai penyakit yang menghinggapi santri terutama santri baru. Dan
ada sebuah anekdot yang mengatakan, jika tidak terkena penyakit skabies maka
tidak sah untuk menjadi santri.
Skabies kronik dan berat dapat menimbulkan komplikasi berupa infeksi
sekunder oleh bakteri dan menurunkan kualitas hidup dan serta penderitaan bagi
santri terutama santri baru. Santri yang terkena penyakit skabies juga menjadi
sumber infeksi bagi lingkungannya sehingga harus diobati dan pihak pesantren
perlu melakukan upaya pemberantasan. Oleh karena itu, pesantren perlu berbenah
diri untuk menjadi pesantren yang sehat dan bersih agar terbebas dari skabies1.
Pemberantasan skabies dipondok pesantren dengan kepadatan penghuni
asrama yang tinggi tidak dapat dilakukan secara individual melainkan harus
serentak dan menyeluruh. Semua penderita skabies harus diobati dan lingkungan
1
Buku Prof.dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, Sp.Park halaman 3
harus dibersihkan (dikontaminasi) agar lingkungan menjadi bersih dan skabies
tidak berkembang. Jika tidak, penderita skabies yang telah sembuh akan tertular
lagi dan reinvestasi skabies akan terjadi dalam waktu singkat. Berdasarkan hal
tersebut diperlukan informasi yang lengkap tentang skabies sebagai pedoman
pengobatan, pemberantasan, dan pencegahan skabies di pesantren.
Dunia pesantren bagi peneliti begitu menarik untuk diteliti lebih jauh.
Setidaknya ada beberapa alasan mengapa pesantren begitu menarik untuk diteliti
yaitu, pertama, pesantren merupakan institusi pendidikan yang indigenous yang
dimiliki Indonesia. Kedua, merupakan lembaga pendidikan tertua. Ketiga, sistem
pengajarannya menggunakan metode yang holistik. Dan keempat, menanamkan
keikhlasan, memiliki prinsip keberkahan serta menerima segala macam cobaan.
Penyakit ini akan menyerang siapa saja termasuk santri. Dalam hal ini
ialah santri, terlepas dari santri putra maupun santriwati semua sangat rentan
terkena tungau penyebab skabies tersebut. Walau demikian penyakit ini ternyata
tidak di monopoli oleh santri saja, melainkan perkampungan kumuh, padat
penduduk, asrama-asrama, kos-kosan, atau perumahan-perumahan pun bisa
terkena dampak dari penyakit skabies ini.
Sepengalaman saya sendiri selama menjadi santri ialah penyakit ini bisa
menular atau tumbuh melalui air dan lingkungan. Contohnya seperti seorang
santri mandi dengan temannya yang terkena penyakit skabies mungkin beberapa
hari ke depan si santri ini akan terkena penyakit skabies ini, dan contoh lainnya
adalah dengan makan bersama dengan orang yang terkena penyakit skabies dan
beberapa hari ke depan tangan sosok yang makan bersama dengan santri yang
terkena penyakit skabies tersebut.
Maka dari itu penelititi mengambil judul ini karena masih ada banyak
misteri yang masih belum diketahui dengan menganalisa tentang penyakit ini,
entah melalui lingkungan atau melalui air, semuanya akan dibahas di dalam
sebuah tugas akhir ini. Dan jika terkena penyakit ini banyak makanan yang harus
dihindari oleh penderita penyakit skabies ini. seperti telur, ayam, udang, dsb.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja penyebab penyakit kulit tersebut selalu menimpa santri baru
di pondok Pesantren
2. Apa penyakit tersebut dapat menular kepada orang lain ? Zee
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi penyakit tersebut
2. Untuk mengetahui apa saja yang dapat membuat penyakit ini menular?

BAB II
KAJIAN TEORITIK

A. Pengertian skabies
Skabies adalah penyakit kuno yang telah lama dikenal, setidaknya selama
2500 tahun terakhir. Kata skabies berasal dari bahasa Latin scabere yang berarti
menggaruk karena gejala utama skabies adalah rasa gatal hebat sehingga penderita
sering menggaruk. Hieroglif dan bukti-bukti arkeologi Mesir menunjukkan bahwa
skabies telah menginfestasi manusia sejak berabad-abad yang lalu. Skabies
disebut juga penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi S.scabiei varietas
hominis. Parasit tersebut termasuk kelas arachnida, subkelas acarina, ordo
astigmata, dan famili sarcoptidae. Selain varietas hominis, S.scabiei memiliki
varietas binatang namun varietas itu hanya menimbulkan dermatitis sementara,
tidak menular, dan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya di manusia.
S.scabiei berbentuk lonjong dan gepeng, berwarna putih kotor,
punggungnya cembung, bagian dadanya rata, dan tidak memiliki mata. Tungau
betina berukuran lebih besar dibandingkan tungau jantan, yakni 0,3-0,45mm
sedangkan tungau jantan berukuran 0,2-0,25mm. S.scabiei memiliki dua segmen
tubuh yaitu bagian anterior yang disebut nototoraks dan bagian posterior yang
disebut notogaster. Larva mempunyai tiga pasang kaki sedangkan nimfa memiliki
empat pasang kaki. Tungau dewasa mempunyai empat pasang kaki, dua pasang
kaki di bagian depan dan 2 pasang kaki di bagian belakang. Dua pasang kaki
bagian belakang tungau betina dilengkapi dengan rambut dan pada tungau jantan
hanya pasangan kaki ketiga saja yang berakhir dengan rambut sedangkan
pasangan kaki keempatnya dilengkapi dengan ambulakral (perekat). Alat
reproduksi tungau betina berbentuk celah di bagian ventral sedangkan pada
tungau jantan berbentuk huruf Y yang terletak di antara pasangan kaki keempat.
S.scabiei dideskripsikan dalam risalah ilmiah pada tahun 1100 SM, namun
kaitannya dengan penyakit kulit baru terungkap 500 tahun kemudian. Aristoteles
(384-322 SM) adalah orang pertama yang mengidentifikasi tungau penyebab
skabies dan menyebutkan sebagai lice in the flesh. Dan kepustakaan tertua
menyatakan orang pertama yang menguraikan skabies adalah Aboumezzan Abdel
Malek ben Zohar¹ yang lahir di Spanyol pada tahun 1070 dan wafat di Maroko
pada tahun 1162.2
Skabies disebut juga the itch, pamaan itch, seven year itch karena gatal
hebat yang berlangsung menahun. Di pesantren skabies disebut penyakit kudis,
gudik, atau buduk. Skabies terdapat di seluruh dunia dengan prevalensi yang
bervariasi, tetapi umurnya terdapat di wilayah beriklim tropis dan subtropis di
negara berkembang.
1. Faktor Resiko Skabies
a. Usia dan Jenis kelamin
Skabies dapat ditemukan pada semua usia tetapi lebih sering menginfestasi
anak-anak dibandingkan orang dewasa maka tidak heran jika kebanyakan santri
baru yang lebih sering terkena penyakit skabies ini. Skabies juga dapat
menginfestasi santri laki-laki maupun santriwati, tetapi santri laki-laki lebih sering
menderita skabies. Hal tersebut disebabkan santri laki- laki kurang memerhatikan
kebersihan diri dibandingkan santriwati. Santriwati umumnya lebih peduli
terhadap kebersihan dan kecantikannya sehingga lebih merawat diri dan menjaga
kebersihan dibandingkan santri laki-laki.
b. Tingkat kebersihan
Skabies menimbulkan rasa gatal yang hebat terutama pada malam hari dan
pada suasana panas atau berkeringat. Karena rasa gatal yang hebat, penderita
skabies akan menggaruk sehingga memberikan kenyamanan dan meredakan gatal
walau untuk sementara. Akibat garukan, telur, larva, nimfa atau tungau dewasa
dapat melekat di kuku dan jika kuku yang tercemar tungau tersebut menggaruk
daerah lain maka skabies akan menular dengan mudah dalam waktu singkat. Oleh
2
Buku Prof.dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, Sp.Park halaman 3
karena itu, mencuci tangan dan memotong kuku secara teratur sangat penting
untuk mencegah skabies. Mandi dua kali sehari memakai sabun sangat penting
karena pada saat mandi tungau yang sedang berada di permukaan kulit terbasuh
dan lepas dari kulit. Kebiasaan menyetrika pakaian, mengeringkan handuk, dan
menjemur kasur di bawah terik sinar matahari setidaknya seminggu sekali dapat
mencegah penularan skabies. Tungau akan mati jika terkena suhu 50°C selama 10
menit. Oleh karena itu, panas setrika dan terik sinar matahari mampu membunuh
tungau dewasa yang melekat di barang-barang tersebut apabila terkena sinar
matahari dalam waktu yang cukup.
Pada kenyataannya, hasil survei menunjukkan, semua santri berperilaku
buruk karena kadang-kadang tidak mandi atau mandi namun tidak memakai sabun
dan tidak mengeringkan daerah kemaluan dengan handuk kering setelah cebok.
Santri juga tidak menjemur handuk diterik sinar matahari namun hanya
menggantungkan di kamar tidur. Baju dan pakaian dalam yang telah dipakai tidak
langsung dicuci tetapi dilipat atau digantung lalu dipakai lagi. Pakaian yang telah
dicuci akan disetrika namun jika sedang malas pakaian hanya dicuci dan tidak
disetrika.3
Kebiasaan buruk lainnya adalah santri sering saling meminjam handuk,
pakaian dan perlengkapan shalat (sarung, mukena, kerudung) dan tidak menjemur
kasur yang dipakainya di bawah terik sinar matahari serta sering tidur di kasur
temannya.
Santri memiliki kebiasaan menggunakan pakaian berlapis-lapis seperti
kaos dalam, kemeja atau baju koko dan jaket walaupun udara panas. Keadaan
tersebut menyebabkan santri banyak berkeringat dan keringatnya membasahi
pakaian, namun pakaian yang basah oleh keringat tersebut tidak dicuci melainkan
hanya ditumpuk di atas lemari dan digunakan lagi setelah kering. Perilaku santri
yang lebih buruk adalah sering bertukar atau meminjam pakaian yang telah
dipakai dan belum dicuci tersebut.
c. Budaya
Santri memiliki jiwa kebersamaan karena merasa senasib dan
sepenanggungan sehingga terbiasa menggunakan barang-barang pribadi bersama-

3
Buku Prof.dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, Sp.Park halaman 12
sama seperti handuk, kasur, baju, selimut, sarung, mukena, dll. Penggunaan
barang-barang pribadi secara bersama tentu saja memudahkan penularan skabies.
Di pesantren terdapat kepercayaan bahwa skabies adalah cobaan dari Allah
SWT. Oleh karena itu, santri dan pengelola pesantren mengganggap skabies
adalah hal biasa dan baru mencari pertolongan ke dokter jika penyakit sudah
parah. Kepercayaan yang salah tersebut perlu diluruskan karena skabies adalah
penyakit yang dapat diobati dan dicegah. Skabies bukan cobaan dari Allah SWT
tetapi karena perilaku kebersihan yang tidak baik dan kepadatan penghuni kamar
tidur yang tinggi. Dengan demikian, santri dan pengelola pesantren perlu
diberikan informasi komprehensif mengenai skabies.
Untuk menjaga kebersihan diri diperlukan berbagai alat pembersih seperti
pasta gigi, sampo, dan sabun, namun karena santri biasanya berasal dari keluarga
dengan tingkat sosio-ekonomi kurang maka santri merasa berat untuk membeli
alat-alat pembersih diri. Karena tingkat ekonomi yang kurang, santri juga tidak
dapat tidur di kamar sendiri melainkan harus bersama temannya. Di pesantren,
santri sudah biasa tidur bersama dalam satu ruangan bersama beberapa santri
lainnya. Santri tidur beralaskan kasur tipis, yang berdekatan satu dengan lainnya;
bahkan satu kasur dipakai berdua.4
B. Ciri-ciri Skabies
a. Skabies pada Orang Bersih
Skables pada orang bersih atau scabies of cultivated biasanya
ditemukan pada orang dengan tingkat kebersihan yang baik. Penderita
skabies mengeluh gatal di daerah predileksi skabies seperti sela-sela
jari tangan dan pergelangan tangan. Rasa gatal biasanya tidak terlalu
berat.
b. Skabies Incognito
Skabies incognito sering menunjukkan gejala klinis yang tidak
biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain. Bentuk
incognito terdapat pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan
masih dapat menularkan skabies. Di sisi lain, pengobatan steroid
4
Buku Prof.dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, Sp.Park halaman 17
topikal jangka panjang mengakibatkan lesi bertambah parah karena
penurunan respons imun seluler.
c. Skabies Nodularis
Skabies nodularis pertama kali dilaporkan pada tahun 1923
oleh Ayres dan Anderson. Disebut skabies nodularis karena lesinya
berupa nodus coklat kemerahan yang gatal di daerah tertutup pakaian.
Terbentuknya nodus disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas kulit
terhadap S.scabiei dan produknya.
Dalam klasifikasi penyakit, skabies nodularis merupakan
bagian dari pseudo limfoma kutaneus, bersama dengan persistent
nodular arthropod- bite reactions dan dermatitis kontak limfomatoid.
Pseudolimfoma kutaneus merupakan sekelompok proses
limfoproliferatif heterogen dari sel limfosit T atau limfosit B yang
dapat disebabkan oleh berbagai keadaan dan menyerupai limfoma
kutaneus baik secara klinis maupun histologis. Pseudolimfa kutaneus
dibagi dua yaitu pseudolimfoma kutaneus sel limfosit T dan sel
limfosit B. Skabies nodular termasuk pseudolimfoma kutaneus sel
limfosit T yang berarti secara histologis infiltrat radang yang timbul
pada skabies nodular didominasi oleh komponen sel limfosit T.
Pada skabies nodular, dermis superfisial dan dermis dalam
memperlihatkan infiltrat nodular interstitial dan perivaskular moderat
hingga padat yang terdiri atas limfosit (dominan sel limfosit T),
histiosit, sel plasma dan eosinofil. Selain itu, large atypical
mononuclear cells yang menyerupai sel reed-sternberg juga dapat
dijumpai sehingga secara keseluruhan skabies nodular dapat
menyerupai limfoma hodgkin atau non-hodgkin.
Predileksi skabies nodularis adalah di penis, skrotum, aksila,
pergelangan tangan, siku, areola mamae, dan perut. Setelah terapi,
penampilan kulit mirip dengan kondisi penyembuhan erupsi
eksematosa. Nodus skabies dapat bertahan selama beberapa bulan atau
bahkan beberapa tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.
Penyebab nodus persisten tersebut belum diketahui dengan pasti
namun diduga sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat
terhadap komponen tungau skabies. Karena obat antiskabies tidak
efektif untuk skabies nodularis, maka terapinya adalah dengan
menyuntikkan kortikosteroid intralesi. Meskipun demikian, nodus
skabies dapat menetap selama beberapa bulan bahkan hingga satu
tahun walaupun telah diberi skabisida dan kortikosteroid.
d. Skabies Bulosa
Skabies yang menginfestasi bayi dan individu
immunocompromised memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mengalami skabies bulosa. Bula yang terbentuk mirip dengan bula
pada pemfigoid bulosa yaitu penyakit kulit yang ditandai dengan lepuh
berukuran besar.
Gejala skabies bulosa adalah gatal pada waktu malam hari dan
riwayat keluarga positif skabies sedangkan penderita pemfigoid bulosa
biasanya mengeluh gatal sepanjang hari dan tidak ada keluarga yang
menderita skabies. Skabies bulosa dapat menyerang semua usia
sedangkan pemfigoid bulosa lebih sering ditemukan pada orang
berusia lanjut dan jarang pada anak-anak serta orang dewasa.
e. Skabies Krustosa
Skabies krustosa ditandai dengan lesi berupa krusta yang luas,
skuama generalisata dan hiperkeratosis tebal. Skabies krustosa pertama
kali dilaporkan oleh Danielsen dan Boeck pada tahun 1848 pada
seorang warga Norwegia yang mengalami morbus hansen (kusta/lepra)
sehingga skabies krustosa disebut juga Norwegian scabies.
Skabies krustosa sering terdapat pada orang dengan retardasi
mental, dementia senilis, dan penyakit neurologis lainnya. Selain itu
skabies krustosa juga sering diderita oleh penderita leukemia, penderita
yang mendapat terapi imunosupresan misalnya penderita autoimun
atau penderita yang menjalani transplantasi organ, dan penderita HIV-
AIDS. Berdasarkan hal tersebut, skabies krustosa sering dihubungkan
dengan kondisi sistem imunitas tubuh yang kurang
(immunocompromised host).
Pada skabies krustosa penderita umumnya mengalami
defisiensi imunologi sehingga sistem imun tidak mampu menghambat
proliferasi sehingga tungau berkembang biak dengan mudah dan cepat.
Skabies krustosa hampir selalu menyerang orang yang mengalami
immunocompromised seperti orang berusia lanjut, penderita AIDS,
retardasi mental, limfoma, dan segala kondisi yang dapat menurunkan
efektivitas sistem imun.

Gejala utama skabies klasik adalah rasa gatal hebat yang


terutama dirasakan pada malam hari. Berbeda dengan skabies klasik,
rasa gatal pada skabies krustosa biasanya ringan bahkan tidak ada
sama sekali sehingga penderita tidak merasakan keluhan yang
berakibat diagnosis terlambat ditegakkan. Pada skabies krustosa
keterlambatan diagnosis sering menimbulkan wabah karena jumlah
tungau yang menginfestasi penderita sangat banyak sehingga sangat
menular.5
C. Gejala Klinis
Gatal merupakan gejala klinis utama pada skabies. Rasa gatal pada
masa awal infestasi tungau biasanya terjadi pada malam hari (pruritus
noktuma), cuaca panas, atau ketika berkeringat. Gatal terasa di sekitar lesi,
namun pada skabies kronik gatal dapat dirasakan hingga ke seluruh tubuh.
Gatal disebabkan oleh sensitisasi kulit terhadap ekskret dan sekret tungau
yang dikeluarkan pada waktu membuat terowongan. Masa inkubasi dari
infestasi tungau hingga muncul gejala gatal sekitar 14 hari.

S.scabiei biasanya memilih lokasi epidermis yang tipis untuk


menggali terowongan misalnya di sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan, penis, areola mammae, peri-umbilikalis, lipat payudara, pinggang,
bokong bagian bawah intergluteal, paha serta lipatan aksila anterior dan
5
Buku Prof.dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, Sp.Park halaman 40 sd 47
posterior. Terowongan yang digali tungau tampak sebagai lesi berupa garis
halus yang berwarna putih keabu-abuan sepanjang 2-15mm, berkelok-
kelok dan sedikit meninggi dibandingkan sekitarnya. Di ujung terowongan
terdapat papul atau vesikel kecil berukuran <5mm tempat tungau berada.
Di daerah beriklim tropis, jarang ditemukan lesi terowongan; kalaupun ada
terowongan hanya berukuran pendek sekitar 1-2mm. Lesi tersebut sulit
ditemukan karena sering disertai ekskoriasi akibat garukan dan infeksi
sekunder oleh bakteri. Meskipun demikian, terowongan dapat berada di
tangan, sela-sela jari tangan, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
Pustul tanpa lesi terowongan sering terdapat di genitalia eksterna. Pada
infestasi ringan, lokasi yang harus diperiksa adalah sela jari tangan dan
genitalia eksterna.

Pada orang dewasa, lesi skabies jarang ditemukan di leher, wajah,


kulit kepala yang berambut, punggung bagian atas, telapak kaki dan
tangan; namun pada bayi daerah tersebut sering terinfestasi bahkan lesi
dapat ditemukan di seluruh tubuh. Lesi skabies biasanya tidak terdapat di
kepala namun pada anak kecil dan bayi dapat ditemukan pustul yang gatal.
Gejala skabies pada anak biasanya berupa vesikel, pustul, dan nodus. Anak
menjadi gelisah dan nafsu makan berkurang. Gambaran klinis skabies
pada anak-anak sering sulit dibedakan dengan infantile acropustulosis dan
dermatitis vesiko bulosa. Lesi terowongan jarang atau bahkan tidak
ditemukan.6

6
Buku Prof.dr. Saleha Sungkar, DAP&E, MS, Sp.Park halaman 33

Anda mungkin juga menyukai