Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dokumentasi Asuhan Keperawatan

1. Definisi Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Dokumentasi adalah bagian dari keseluruhan tanggung jawab

perawat untuk perawatan klien. Catatan klinis memfasilitasi pemberian

perawatan, meningkatkan kontinuitas perawatan, dan membantu

mengoordinasikan pengobatan dan evaluasi klien (Lyer & Camp, 2015).

Dokumentasi merupakan suatu catatan yang asli yang dapat dijadikan

bukti hukum, jika suatu saat ditemukan masalah yang berhubungan

dengan kejadian yang terdapat dalam catatan tersebut. Sedangkan

dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan

perawat yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim

kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar

komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis (Hutahaean, 2010).

Dokumentasi proses keperawatan merupakan bagian dari media

komunikasi antara perawat yang melakukan asuhan keperawatan

dengan perawat lain atau dengan tenaga kesehatan lain, serta pihak-

pihak yang memerlukannya dan yang berhak mengetahuinya (Dinarti,

2009).

Dokumentasi proses asuhan keperawatan merupakan tampilan

perilaku atau kinerja perawat pelaksanan dalam memberikan proses

asuhan keperawatan kepada pasien selama pasien dirawat di rumah

sakit. Kualitas pendokumentasian keperawatan dapat dilihat dari


kelengkapan dan keakuratan menuliskan proses asuhan keperawatan

yang diberikan kepada pasien, yang meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi (Nursalam, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 tentang evaluasi pelayanan

keperawatan di rumah sakit dengan jumlah sampel 17.600 perawat

pelaksana menunjukkan bahwa kelengkapan pengisian dokumentasi

asuhan keperawatan di rumah sakit masih kurang, yaitu diperoleh hasil

pengkajian dengan baik 16%, menentukan diagnosa dengan baik 77%,

membuat perencanaan dengan baik < 20%. Sedangkan hasil penelitian

yang dilakukan di ruang Medikal Bedah Rumah Sakit Pluit dengan

pencapaian hasil kelengkapan dokumentasi dari tahap pengkajian

sampai catatan keperawatan menunjukkan bahwa kelengkapan

pengisian dokumentasi asuhan keperawatan diperoleh hasil rata-rata

69,65%, dengan rincian: pengkajian 70,92%, rumusan diagnosa

66,65%, perencanaan atau intervensi 71,73%, tindakan atau

implementasi 84,9%, evaluasi tindakan 31,3%, serta catatan

perawatan 92,4%.

2. Tujuan dan Manfaat Dokumentasi

a. Tujuan dokumentasi

1) Menghindari kesalahan, tumpang-tindih dan ketidak lengkapan

informasi dalam asuhan keperawatan.

2) Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama

atau dengan pihak lain melalui dokumentasi keperawatan yang

efektif
3) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas keperawatan.

4) Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan.

5) Terlindungnya perawat dari suatu keadaan yang memerlukan

penanganan secara hukum.

6) Tersedianya data-data dalam penyelenggaraan penelitian karya

ilmiah, pendidikan, dan penyusunan atau penyempurnaan

standar asuhan keperawatan.

7) Melindungi klien dari tindakan malpraktik ( Ali, 2009)

b. Manfaat dokumentasi dalam asuhan keperawatan yang

profesional, antara lain sebagai berikut :

1) Meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena dokumentasi

merupakan suatu kesinambungan informasi asuhan

keperawatan yang sisitematis, terarah, dan dapat

dipertanggung - jawabkan.

2) Sebagai bahan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan

di depan hukum jika diperlukan.

3) Sebagai alat pembinaan dan pertahan akuntabilitas perawat

dengan keperawatan.

4) Sebagai sarana komunikasi terbuka antara perawat dan klien.

5) Sebagai sarana komunikasi antar perawat atau perawat

dengan profesi lain.

6) Sebagi sumber data untuk penelitian dan pengembanagan

keperawatan.
7) Mengawasi, mengendalikan, dan menilai kualitas asuhan

keperawatan yang diberikan oleh perawat (sesuai kompetensi

masing-masing perawat

3. Komponen Dokumentasi

Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan seorang perawat

perlu memahami teknik komunikasi yang benar. Dokumentasi

merupakan komunikasi secara tertulis sehingga perawat dituntut untuk

dapat mendokumentasikan secara benar. Keterampilan dokumentasi

yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan

kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa saja yang

sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan oleh perawat.

(Handayaningsih, 2009)

a. Proses keperawatan

Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian,

identifikasi masalah, perencanaan tindakan dan pelaksanaan

tindakan, kemudian perawat mengevaluasi respon klien terhadap

proses dan hasil tindakan keperawatan secara subjektif maupun

objektif.

b. Standar Dokumentasi Keperawatan

Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan

kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam

suatu situasi tertentu. Dengan adanya standar dokumentasi

memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap

kualitas dokumentasi keperawatan. Penelitian terkait

pendokumentasian yang dilakukan di instalasi rawat inap Rumah


sakit Marinir Cilandak Jakarta adalah rata-rata pendokumentasian

sebesar 60,77%. Hal ini masih dibawah standar yang ditetapkan

depkes yaitu >85% (Lusianah, 2008)

4. Prinsip-prinsip Dokumentasi

Pendokumentasian proses keperawatan perlu dilakukan berdasarkan

prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Dokumentasi harus dilakukan segera setelah selesai melakukan

kegiatan keperawatan, yaitu mulai dari pengkajian pertama,

diagnosa keperawatan, rencana dan tindakan serta evaluasi

keperawatan.

b. Bila memungkinkan, catat setiap respon klien ataupun keluarga

tentang informasi atau data yang penting tentang keadaannya.

c. Pastikan kebenaran setiap data yang akan dicatat.

d. Data klien harus objektif dan bukan merupakan penafsiran perawat

Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi perubahan kondisi

atau munculnya masalah baru, serta respon klien terhadap

bimbingan perawat.

e. Hindari dokumentasi yang baku, karena sifat individu atau klien

adalah unik dan setiap klien mempunyai masalah yang berbeda.

f. Hindari penggunaaan istilah penulisan yang tidak jelas dari setiap

catatan yang dicatat.

g. Data harus ditulis secara sah dengan menggunakan tinta dan

jangan menggunakan pensil, agar tidak mudah dihapus.


h. Untuk memperbaiki kesalahan dalam pencatatan atau salah tulis,

sebaiknya data yang salah dicoret dan diganti dengan data yang

benar, kemudian tanda tangani.

i. Untuk setiap dokumentasi, cantumkan waktu, tanda tangan, dan

nama jelas penulis.

j. Wajib membaca setiap tulisan dari anggota tim kesehatan yang lain,

sebelum menulis data terakhir yang akan dicatat.

k. Dokumentasi harus dibuat dengan tepat, jelas dan lengkap.

(Hutahean, 2010)

Pendokumentasian yang tidak efisien dan tidak efektif akibat dari

kualitas dan keakuratannya kurang memadai menyebabkan terjadinya

kesalahan komunikasi antar perawat maupun profesi lain ( Braaf,

Manias dan Riley, 2011). Komisi keselamatan perawatan dan kualitas

kesehatan Australia pada 2008 mengidentifikasi 13% dari kesalahan

manajemen klinis berasal dari kesalahan dokumentasi (Jefferies,

Johnson, Nicholls & Lad, 2012)

5. Model Dokumentasi Keperawatan

Ciri dokumentasi asuhan keperawatan yang baik menurut Potter

dan Perry (2010) berdasarkan atas: pertama; fakta (faktual basis),

kedua; akurat (accuracy) ketiga; lengkap (completeness), keempat;

ringkas (conciseness), kelima; terorganisir sedangkan keenam dan

ketujuh adalah waktu yang tepat (time liness) dan bersifat mudah

dibaca (legibility). Model pemberian asuhan keperawatan perlu

disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien yang sampai saat ini

terdiri dari enam model yang meliputi: SOR (Source-Oriented


Record), POR (Problem Oriented Record), Progress Notes, CBE

(Charting By Exception), PIE (Problems Intervention and Evaluation),

Focus (Process Oriented System), (Marquis & Huston, 2012; Blais,

Hayes, Kozier, & Erb, 2007; Tomey, 2009).

Masing-masing model pemberian asuhan keperawatan mempunyai

keuntungan dan kerugiannya. Pendokumentasian keperawatan

menggunakan model POR mempunyai keuntungan yang dikemukakan

oleh Damayanti (2010), bahwa penggunaan model POR mempunyai

metode logis untuk melakukan analisis dan pemecahan masalah,

memungkinkan komunikasi yang lebih efektif, terdiri atas pembahasan

singkat tentang setiap masalah yang ada dalam daftar masalah dan

bagaimana masalah tersebut berakhir, apakah berhasil atau tidak

berhasil diselesaikan. Hutahaean (2010) menyatakan model

dokumentasi keperawatan merupakan model dokumentasi dimana

data-data klien dimasukkan dalam suatu format, catatan dan prosedur

dengan tepat yang dapat memberikan gambaran perawatan secara

lengkap dan akurat. Model dokumentasi keperawatan tersebut terdiri

dari komponen yaitu sebagai berikut (Hutahaean, 2010 dan Nursalam,

2015) :

a. Model dokumentasi SOR (Source-Oriented-Record)

Model dokumentasi SOR merupakan model dokumentasi yang

berorientasi pada sumber. Model ini dapat diterapkan pada klien

rawat inap, yang didalamnya terdapat catatan pesan dokter yang

ditulis oleh dokter, dan riwayat keperawatan yang di tulis oleh

perawat. Namun demikian, secara umum catatan ini berisi pesan


dari dokter. Catatan dalam model ini ditempatkan atas dasar

disiplin orang atau sumber yang mengelola pendokumentasian.

terdiri dari lima komponen yaitu lembar penerimaan berisi biodata,

lembar instruksi dokter, lembar riwayat medik atau penyakit,

catatan perawat, serta catatan dan laporan khusus. Keuntungan

model dokumentasi SOR :

1) Menyajikan data yang berurutan dan mudah diidentifikasi.

2) Memudahkan perawat melakukan cara pendokumentasian.

3) Proses pendokumentasian menjadi sederhana. (Hutahaean,

2010)

Kerugian model dokumentasi SOR :

1. Sulit untuk mencari data sebelumnya.

2. Waktu pelaksanaan asuhan keperawatan memerlukan waktu

yang banyak.

3. Memerlukan pengkajian data dari beberapa sumber untuk

menentukan masalah dan intervensi yang akan diberikan

kepada klien.

4. Perkembangan klien sulit dipantau.

b. Model dokumentasi POR (Problem-Oriented-Record)

Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) merupakan

model dokumentasi yang berorientasi pada masalah, dimana model

ini berpusat pada data klien yang didokumentasikan dan disusun

menurut maslah klien. Komponen-komponen model dokumentasi

(Problem-oriented record) POR adalah data dasar, daftar masalah,


daftar rencana awal asuhan keperawatan, dan catatan

perkembangan. (Handayaningsi, 2009.)

Keuntungan Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) :

1. Fokus catatan asuhan keperawatan lebih menekankan pada

masalah klien dan proses penyelesaian masalah daripada

tugas dokumentasi.

2. Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan secara

kontinu.

3. Evaluasi dan penyelesaian masalah didokumentasikan dengan

jelas.

4. Daftar masalah merupakan check list untuk masalah klien.

(Hadarani, 2013)

Kerugian Model dokumentasi POR (Problem-oriented record)

1) Dapat menimbulkan kebingungan jika setiap hal harus

dimasukkan dalam daftar masalah.

2) Pencatatan dengan menggunakan bentuk SOAPIER, dapat

menimbulkan pengulangan yang tidak perlu.

Perawat yang rutin dalam memberikan asuahan keperawatan

makin diabaikan dalam pendokumentasian proses keperawatan

ini. (Hadarani, 2013)

c. Model keperawatan POR (Progress-Oriented-Record)

Model keperawatan POR (Progress-oriented-record) merupakan

model dokumentasi yang berorientasi pada perkembangan dan

kemajuan klien.

d. Model dokumentasi CBE (Charting By Exception)


Model dokumentasi CBE (charting by exception) adalah sistem

dokumentasi yang hanya mencatat hasil atau penemuan yang

menyimpang dari keadaan normal tubuh. Penyimpangan yang

dimaksud dalam hal ini menyangkut keadaan yang tidak sehat yang

mengganggu kesehatan klien.

e. Model dokumentasi PIE (Problem-Intervension-Evaluation)

Model dokumentasi PIE (problem-intervension-evaluation)

merupakan suatu pendekatan orientasi proses pada dokumentasi

keperawatan dengan penekanan pada masalah keperawatan,

intervensi dan evaluasi keperawatan.

f. Model dokumentasi POS (Process-Oriented-System)

Model dokumentasi POS (process-oriented-system) yang disebut

juga dengan model dokumentasi fokus adalah suatu model

dokumentasi yang berorientasi pada proses keperawatan mulai dari

pengumpulan data klien, diagnosis keperawatan, penyebab

masalah, dan definisi karakteristik yang dinyatakan sesuai dengan

keadaan klien.

g. Sistem dokumentasi core

Sistem dokumentasi core merupakan sistem dokumentasi pusat

yang merupakan bagian terpenting dari sistem dokumentasi dalam

proses keperawatan. Komponen sistem dokumentasi core adalah

pengkajian, flowsheet, masalah keperawatan, catatan keperawatan

atau catatan perkembangan serta ringkasan (informasi mengenai

diagnosis, konseling, kebutuhan untuk follow up).


6. Teknik Pencatatan Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Pendokumentasian ada 3 teknik, yaitu : teknik naratif, teknik flow

sheet, dan teknik checklist. Teknik tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut :

a. Naratif

Bentuk naratif adalah merupakan pencatatan tradisonal dan

dapat bertahan paling lama serta merupakan sistem pencatatan

yang fleksibel. Karena suatu catatan naratif dibentuk oleh sumber

asal dari dokumentasi maka sering dirujuk sebagai dokumentasi

berorientasi pada sumber. Sumber atau asal dokumentasi dapat di

peroleh dari siapa saja, atau dari petugas kesehatan

yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi. Setiap nara

sumber memberikan hasil observasinya, menggambarkan aktifitas

dan evaluasinya yang unik. Cara penulisan ini mengikuti dengan

ketat urutan kejadian /kronologisnya. (Indriono, 2011)

Keuntungan pendokumentasian catatan naratif :

1. Pencatatan secara kronologis memudahkan penafsiran secara

berurutan dari kejadian dari asuhan / tindakan yang dilakukan.

2. Memberi kebebasan kepada perawat untuk mencatat menurut

gaya yang di sukainya.

3. Format menyederhanakan proses dalam mencatat masalah,

kejadian perubahan, intervensi, reaksi pasien dan outcome

Kelemahan pendokumentasian catatan naratif :

1) Cenderung untuk menjadi kumpulan data yang terputus - putus,

tumpangtindih dan sebenarnya catatannya kurang berarti.


2) Kadang-kadang sulit mencari informasi tanpa membaca seluruh

catatan atausebagian besar catatan tersebut Perlu meninjau

catatan dari seluruh sumber untuk mengetahui gambaran

klinis pasien secara menyeluruh.

3) Dapat membuang banyak waktu karena format yang polos

menuntun pertimbangan hati – hati untuk menentukan informasi

yang perlu di catat setiap pasien.

4) Kronologis urutan peristiwa dapat mempersulit interpretasi

karena informasiyang bersangkutan mungkintidak tercatat pada

tempat yang sama.

5) Mengikuti perkembangan pasien bisa menyita banyak waktu.

(Iyer & Camp, 2013).

b. Flowsheet ( bentuk grafik )

Flowsheet memungkinkan perawat untuk mencatat hasil

observasi

atau pengukuran yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu

di tulis secara naratif, termasuk data klinik klien tentang tanda-

tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu), berat badan,

jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam dan

pemberian obat. Flowsheet merupakan cara tercepat

dan paling efisien untuk mencatat informasi. Selain itu tenaga kes

ehatan akan dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya

dengan melihat grafik yang terdapat pada flowsheet. Oleh

karena itu flowsheet lebih sering digunakan diunit gawat darurat,

terutama data fisiologis. Flowsheet sendiri berisi hasil observasi


dan tindakan tertentu. Beragam format mungkin digunakan

dalam pencatatan walau demikian daftar masalah, flowsheet dan

catatan perkembangan adalah syarat minimal untuk dokumentasi

pasien yang adekuat / memadai. (Rohmah, 2012).

c. Checklist

Checklist adalah suatu format yang sudah dibuat dengan

pertimbangan-pertimbangan dari standar dokumentasi

keperawatan sehingga memudahkan perawat untuk mengisi

dokumentasi keperawatan, karena hanya tinggal mengisi item

yang sesuai dengan keadaan pasien dengan mencentang. (Howie

& Mcmullen, 2010) Jika harus mengisi angka itupun sangat

ringkas pada data vital sign.

Keuntungan penggunaan format dokumentasi checklist (Yulistiani,

2013 & Asiandi, 2013) :

1) Bagi Perawat.

a) Waktu pengkajian efisien.

b) Lebih banyak waktu dengan klien dalam melakukan

tindakan keperawatan sehingga perawatan yang paripurna

dan komprehensif dapat direalisasikan.

c) Dapat mengantisipasi masalah resiko ataupun potensial

yang berhubungan dengan komplikasi yang mungkin

timbul.

d) Keilmuwan keperawatan dapat dipertanggung jawabkan

secara legalitasdan akuntabilitas keperawatan dapat

ditegakkan.
Checklist merupakan tehnik pencatatan dokumentasi

yang dibuat sesuai standar dengan menggunakan sistim

centang. Penggunaan format dokumentasi berbasis checklist

dapat membantu perawat meminimalisir kesalahan dalam

pendokumentasian, sehingga akan berpengaruh terhadap

kualitas dokumentasi. Sebagaimana dikemukakan oleh (Howie,

2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa dokumentasi

berbasis checklist merupakan sistem informasi efektif yang

berfungsi untuk mengurangi kesalahan dan kelalaian yang

dilakukan oleh perawat dalam melakukan asuhan keperawatan

terhadap pasien (Howie, 2010)

2) Untuk Klien dan Keluarga

a) Biaya perawatan dapat diperkirakan sebelum klien

memutuskan untukrawat inap/rawat jalan.

b) Klien dan keluarga dapat merasakan kepuasan akan

makna asuhan keperawatan yang diberikan selama

dilakukan tindakan keperawatan.

c) Kemandirian klien dan keluarganya dapat dijalin dalam

setiap tindakan keperawatan dengan proses pembelajaran

selama asuhan keperawatandiberikan.

d) Perlindungan secara hukum bagi klien dapat dilakukan

kapan saja bila terjadi malpraktek selama perawatan

berlangsung (Howie, 2010)


7. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendokumentasian

Tantangan dalam mengukur asuhan keperawatan adalah waktu

dan tugas-tugas mendokumentasikan dalam seluruh catatan klinis serta

dokumentasi pengasuhan informal tidak tersedia (Bettgeel et al., 2012).

Dokumentasi keperawatan dianggap beban. Banyaknya lembar format

yang harus diisi untuk mencatat data intervensi keperawatan pada

pasien membuat perawat terbebani. Kurangnya perawat yang ada

dalam suatu tatanan pelayanan kesehatan memungkinkan perawat

bekerja hanya berorientasi dalam tindakan saja. Tidak cukup waktu

untuk menuliskan setiap tindakan yang telah diberikan pada lembar

format dokumentasi keperawatan. Tidak adanya pengadaan lembar

format dokumentasi keperawatan oleh institusi. Tidak semua tindakan

diberikan pada pasien dapat di dokumentasikan dengan baik. Karna

lembar format yang ada tidak menyediakan tempat (kolom untuk

menuliskannya). (Nursalam 2015 dan Potter & Perry, 2010)

Kualitas dokumentasi keperawatan dipengaruhi oleh unsur

masukan, unsur proses pencatatan dan unsur lingkungan dari institusi

rumah sakit (Azwar, 2010) :

a. Unsur Masukan

1) Tenaga perawat

Pengetahuan dan ketrampilan perawat dalam

pendokumentasian proses keperawatan sangat diperlukan

dalam meningkatkan mutu dokumentasi diantaranya

ketrampilan dalam komunikasi, ketampilan dalam mencatat

proses keperawatan, ketrampilan untuk memenuhi standar


dokumentasi. Motivasi perawat yang tinggi dalam pelaksanaan

dokumentasi keperawatan mampu menghasilkan dokumentasi

yang baik. (Aziz Alimul, 2002).

2) Format dokumentasi/ Model dokumentasi

Metode dalam pendokumentasian yang efisien berprinsip pada

efisiensi waktu dan dana dalam melaksanakan proses

keperawatan, yaitu: menghemat waktu, ekonomis, desain

bagus, ringkas, pencatatan dan pelaporan (Aziz, 2002)

b. Unsur Proses

Proses adalah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai

tujuan. Dalam dokumentasi proses keperawatan meliputi aspek

yaitu pengkajian, perencanaan, tindakan dan evaluasi yang harus

dilaksanakan sampai tujuan berhasil. Kemampuan perawat dalam

mendokumentasikan proses keperawatan sangat diperlukan.

c. Unsur Lingkungan

Unsur lingkungan yang dimaksud adalah kebijakan organisasi dan

manajemen rumah sakit yang melaksanakan dokumentasi

keperawatan. Apabila ketiganya tidak saling mendukung, maka

sulit diharapkan akan mendapatkan hasil dokumentasi proses

keperawatan yang baik dan berkualitas (Azwar, 2010 dalam

Yunila, 2011).

8. Hambatan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan

Pendokumentasian umumnya kurang disukai oleh perawat

karena dianggap terlalu rumit, beragam, dan menyita waktu,

namun pendokumentasian ini harus dikerjakan oleh semua


perawat dikarenakan dokumentasi keperawatan yang tidak

dilakukan dengan tepat, lengkap dan akurat dapat menurunkan

mutu pelayanan (Nursalam, 2015).

Hambatan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan

telah diteliti oleh Gugerty dan Maranda, 2010 di Maryland terhadap

933 orang perawat dengan metoda kuantitatif dan kualitatif. Hasil

perhitungan secara kuantitatif didapatkan data bahwa 81%

pendokumentasian asuhan keperawatan menyita waktu sehingga

berdampak langsung terhadap pelayanan, 36% menyelesaikan

pendokumentasian setelah jam kerja selesai, 63% kelebihan jam

kerja harus dibayar oleh rumah sakit, 55% perawat melakukan

pendokumentasian secara berlebihan, 64% pendokumentasian

dilakukan secara manual.

Beban kerja yang berlebih dan burnout syndrome (kelelahan)

juga menjadi salah satu hambatan dalam pendokumentasian

asuhan keperawatan (Ramadhani, 2018). Beban kerja merupakan

jumlah rata-rata kegiatan kerja pada waktu tertentu, yang terdiri

dari beban kerja fisik, beban kerja psikologis serta waktu kerja; (1)

Aspek fisik terdiri dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi), jumlah

merawat paien dibandingkan jumlah perawat serta tugas

tambahan lainnya; (2) Aspek psikologis, berhubungan antara

perawat dengan sesama perawat, atasan dan pasien; (3) Aspek

waktu, mencakup jumlah waktu efektif melakukan pekerjaan setiap

harinya (Budiawan, 2015).

Banyaknya tindakan yang harus dilakukan perawat menjadikan


perawat mengabaikan asuhan keperawatan (Darwati, dkk. 2015).

Beberapa tindakan yang harus dilakukan secara bersamaan

memunculkan respon psikologis yang dapat berkembang menjadi

stressor kerja. Potensi bahaya faktor psikologis adalah potensi

bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek

psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang

mendapatkan perhatian seperti penempatan pekerja yang tidak

sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen,

pendidikan, sistem seleksi dan klasifikasi pekerja yang tidak

sesuai, kurangnya keterampilan pekerja dalam melakukan

pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang

diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmonis dan

tidak serasi dalam organisasi kerja (Illustri dan Kes, 2013).

B. Proses Asuhan Keperawatan

1. Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan

pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/

pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan

berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang

berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,bersifat humanistic,dan

berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah

yang dihadapi klien. (Asmadi, 2010)

Proses keperawatan adalah suatu metode sistematis dan ilmiah yang

digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai


atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, social, dan spiritual

yang optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosos

keperawatan, penentuan rencana keperawatan, melaksanakan tindakan

keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan (Nursalam, 2015

dan Rohmah, 2012).

2. Tujuan Asuhan Keperawatan

Tujuan menetapkan proses keperawatan adalah memberikan asuhan

keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien, sehingga tercapai

mutu pelayanan keperawatan yang optimal (Nursalam, 2014). Di bawah

ini dijelaskan fungsi serta sifat dan karakteristik proses keperawatan.

a. Membantu perawat dalam melaksanakan pemecahan masalah

keperawatan secara sistematis.

b. Adanya tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap klien

sehingga keperawatan dapat meningkat.

3. Sifat dan karakteristik Asuhan keperawatan

a. Dinamis, artinya setiap proses keperawatan dapat diperbarui apabila

situasi dan kondisi pasien berubah.

b. Siklus, artinya proses keperawatan berjalan secara siklus atau

berulang.

c. Saling interpenden atau ketergantungan, artinya setiap tahapan

proses keperawatan saling bergantung satu dengan yang lain.

(Misalnya apabila data yang dikumpulkan kurang lengkap, maka

diagnosis akan salah, demikian pula dalam perencanaan dan

tindakan keperawatan.)
d. Fleksisbel/luwes, artinya tidak kaku, pendekatan dapat berubah

sesuai dengan situasi dan kondisi pasien.

e. Bersifat individual untuk setiap kebutuhan pribadi klien.

f. Terencana

g. Mengarah pada tujuan

h. Memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk

menerapkan fleksibilitas dan kreativitas yang maksimal dalam

merancang cara memecahkan masalah kesehatan.

i. Menekankan umpan balik, yaitu memberikan arah pada pengkajian

ulang masalah atau memperbaiki rencana asuhan.

j. Menekankan validasi. Masalah harus divalidasi dengan data.

Validasi akan membuktikan bahwa suatu keputusan itu benar.

(Misalnya mempriorotaskan masalah kesehatan yang mengancam

jiwa pasien adalah tindakan yang harus dilakukan lebih dulu. Data

lengkap akan dicatat setelah melakukan pertolongan)

(Nursalam,2011)

Fungsi pencatatan dan pelaporan berhubungan erat dengan

fungsi koordinasi, dimana dalam organisasi harus ada orang yang

bertanggung jawab mencatat dan melaporkan tentang apa yang

sedang terjadi (Vsanthakumar & Waldron, 2010). Hal ini sesuai

dengan pendapat Fisbach (2011) yang menyatakan bahwa

pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan dipakai sebagai alat

ukur untuk mengetahui dan memantau kualitas pelayanan asuhan

keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit. Semua kegiatan

yang dilakukan oleh perawat baik sebagai pelaksana ataupun


sebagai manajer harus dicatat dan dilaporkan sebagai laporan kinerja

yang bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk pengambilan

keputusan.

4. Manfaat Asuhan keperawataan

a. Manfaat bagi pelayanan kesehatan :

1) Sebagai pedoman yang sistematis bagi terselenggaranya

pelayanan masyarakat.

2) Sebagai alat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

b. Manfaat bagi pelaksana keperawatan :

1) Memupuk rasa percaya diri dalam memberikan asuhan

keperawatan, karena tujuan yang ingin dicapai jelas.

2) Menimbulkan kepuasan kerja. Menulis rencanana asuhan yang

baik akan memberikan rasa percaya diri pada perawat, bahwa

intervensi keperawatan yang didasarkan pada identifikasi masalah

klien dilakukan dengan sungguh-sungguh, sehingga mencegah

tindakan keperawatan yang tidak terkoordinasi, coba-coba, dan

akhirnya salah. Perencanaan juga dapat menimbulkan rasa

bangga dan puas jika tujuan asuhan tercapai.

3) Menimbulkan profesionalisme. Dengan mengevaluasi efektivitas

intervensi keperawatan, perawat belajar mengintervensi secara

efektif dan memilih mana yang dapat diterapkan untuk memenuhi

kebutuhan pasien lainnya. Proses ini akan meningkatkan

keterampilan dan keahlian perawat. Selain itu, bertukat

pengetahuan dan pengalaman dengan teman ketika menyusun


rencana asuhan keperawatan dapat meningkatkan pengetahuan

perawat.

4) Proses keperawatan mengandung tanggung gugat dan tanggung

jawab perawat untuk mengkaji, menganalisis, merencanakan,

melaksanakan, dan menilai asuhan klien.

5) Aspek hukum

Semua catatan informasi tentang keadaan pasien merupakan

dokumentasi resmi dan bernilai hukum. Bila terjadi suatu masalah

yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat

sebagai pemberi jasa dan pasien sebagai pengguna jasa, maka

dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut

dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan. Oleh

karena itu data-data harus diidentifikasi secara lengkap, jelas,

obyektif dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan (perawat),

tanggal, dan perlunya dihindari adanya penulisan yang dapat

menimbulkan interprestasi yang salah.

6) Komunikasi

Dokumentasi keadaan pasien merupakan alat perekam terhadap

masalah yang berkaitan dengan pasien. Perawat atau tenaga

kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada dan sebagai

alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan

asuhan keperawatan.

7) Keuangan

Dokumentasi dapat bernilai keuangan. Semua tindakan

keperawatan yang belum, sedang dan telah diberikan dicatat


dengan lengkap yang dapat dipergunakan sebagai acuan atau

pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi pasien.

8) Penelitian

Dokumentasi keperawatan mempunyai nilai penelitian. Data yang

terdapat di dalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan

sebagai bahan atau obyek penelitian dan pengembangan profesi

keperwatan.

9) Akreditasi

Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana

peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien, dengan demikian akan dapat diambil kesimpulan

tingkat keberasilan pemberian asuhan keperawatan yang

diberikan, gunapembinaan dan pengembangan lebih lanjut. Hal ini

selain bermanfaat bagi peningkatan mutu bagi individu perawat

dalam mencapai tingkat kepangkatan yang lebih tinggi (Nursalam,

2014 dan Prabowo, 2016)

c. Manfaat bagi klien/pasien (Sunaryo. 2014.

1) Merangsang partisipasi klien/ pasien dalam perawatan dirinya.

2) Pengulangan instruksi dalam pemberian asuhan keperawatan

dapat dihindari.

5. Tahapan Proses Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Tahap ini merupakan awal dari proses keperawatan. Tahap

pengkajian memerlukan kecermatan dan ketelitian untuk mengenal


masalah. Keberhasilan proses keperawatan berikutnya sangat

bergantung pada tahap ini (Nursalam, 2014)

b. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan kegiatan menghimpun dan

mencatatdata untuk menentukan kebutuhan dan masalah

kesehatan/keperawatan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data

yang tepat atau relevan. Artinya, data terrsebut mempunyai pengaruh

atau hubungan dengan situasi yang sedang ditinjau (Nursalam,

2014). Data ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Data objektif, yaitu data yang dapat dilihat, diobservasi, dan diukur

oleh perawatMisalnya pasien demam dengan suhu 39°C, tekanan

darah pasien 120/80 mmHg.

2) Data subjektif, yaitu data yang merupakan pernyataan yang

disampaikan oleh klien. Misalnya “Kepala saya pusing”, “Ceater ini

menyiksa saya”. Sumber dapat diperoleh dari:

a) Pasien

b) Keluarga/orang yang mengenal pasien

c) Tenaga kesehatan (dokter, perawat, ahli radiologi, dan lain-lain)

d) Catatan yang dibuat oleh tenaga kesehatan

e) Hasil pemeriksaan

c. Cara pengumpulan data

Secara umum data dapat dikumpulkan dengan cara:

1) Wawancara, yaitu pembicaaan terarah yang umunya dilakukan

pada pertemuan-pertemuan tatap muka


2) Observasi, yaitu mengamati perilaku dan keadaan untuk

memperoleh data tentang tingkat kesehatan pasien. Observasi

dilakukan dengan menggunakan alat inderaa lainnya. Misalnya

meraba, menyentuh, dan mendengar.

3) Pemeriksaan fisik, yang dilakukan secara keseluruhan dari kepala

sampai ujung kaki, di antaranya inspeksi, palpasi, auskultasi,

perkusi, dan pemeriksaan lain. Yang dimaksud pemeriksaan lain

adalah pemeriksaan dengan menggunakan instrument atau alat

ukur, misalnya thermometer, tensimeter, dan lain-lain.

Setelah data pasien terkumpul, selanjutnya data dipisah-pisahkan

ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Setelah mengelompokan

data, langakah selanjutnya adalah menentukan masalah yang

terjadi pada pasien (Prabowo, 2016). Perhatikan pengelompokan

data berikut :

a) Data fisiologis/biologis, di antaranya:

(1) Masalah kesehatan dan penyakit sebelumnya

(2) Masalah kesehatan yang sedang dialami

(3) Masalah pola kehidupan sehari-hari

(4) Masalah perilaku berisiko tinggi terrhadap kehidupan

b) Data psikologis, di antaranya:

(1) Perilaku

(2) Pola emosi

(3) Konsep diri

(4) Gambaran diri

(5) Penampilan intelektual


(6) Pola pemecahan masalah

(7) Tingkat pendidikan

(8) Daya ingat

c) Data social, di antaranya:

(1) Status ekonomi

(2) Kegiatan rekreasi

(3) Bahasa komunikasi

(4) Pengaruh budaya

(5) Masyarakat asal

d) Factor risiko lingkungan

(1) Hubungan social

(2) Hubungan dengan keluarga

(3) Pekerjaan

e) Data spiritual, di antaranya:

(1) Nilai-nilai/norma

(2) Kepercayaan

(3) Keyakinan

(4) Moral

Setelah pengelompokan data seharusnya dilakukan analisis data,

yaitu mengaitkan dan menghubungkan data yang diperoleh dengan

konsep, teori, dan prinsip yang relevan, untuk mengetahui masalah

kesehatan yang sedang dihadapi (Prabowo, 2016 dan Nursalam

2014)
d. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat,

dan pasti, tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat

dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Diagnosis

keperawatan dapat dibagi dua sesuai dengan masalah kesehatan

klien (Potter, 2009)

1) Diagnosis keperawatan aktual

Yaitu diagnosis keperawatan yang menjelaskan masa;ah

nyata yang sudah ada sejak saat pengkajian dilakukan. Misalnya

diperoleh data suhu badan 39°C, bibir pecah-pecah, pasien diare

5× sehari dan banyak, dan turgor jelek. Diagnosisnya dapat

dirumuskan: peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan

kehilangan cairan yng berlebih (diare)

2) Diagnosis keperawatan potensial

Yaitu diagnosis keperawatan yang menjelaskan bahwa

masalah nyata akan terjadi bila tindakan keperawatan tidak

dilakukan. Maksudnya, masalahnya belum ada tetapi

penyebabnya sudah ada. Misalnya fungsi seksual mungkin

terganggu sehubungan dengan dampak tindakan histerektomi.

Sifat yang hakiki dalam merumuskan diagnosis keperawatan

yaitu:

a) Berorientasi kepada kebutuhan dasar manusia (hierarki

Maslow);

b) Menggambarkan tanggapan (respon) individu terhadap proses

sakit, kondisi, dan situasi;


c) Berubah bila tanggapan (respon) pasien berubah.

Selanjutnya, untuk menghindari kekeliruan, berikut ini

dijelaskan perbedaan antara diagnosis medis dan diagnosis

keperawatan.

a) Diagnosis medis

(1) Berfokus pada factor-faktor yang bersifat pengobatan dan

penyembuahan.

(2) Berorientasi pada keadaan patologi.

(3) Cenderung tetap, mulai dari sakit sampai sembuh.

(4) Mengarah pada tindakan medis yang sebagian dapat

dilaksanakan oleh perawat.

(5) Diagnosis medis melengkapi diagnosis keperwatan.

b) Diagnosis keperawatan

(1) Berfokus pada respon pasien terhadap penyakit, tindakan

medis, dan factor lain.

(2) Berorientasi pada kebutuhan individu.

(3) Berubah, sesuai dengan perubahan respon pasien.

(4) Mengarah pada fungsi mendiri perawat dalam

melaksanakan tindakan perawatan dan evaluasi.

(5) Diagnosis keperawatan melengkapi diagnosis medis.

e. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana

tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan, untuk

menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan

yang telah ditentukan. Tujuan perencanaan keperawatan adalah


terpenuhinya kebutuhan pasien (Nursalam, 2015). Langkah-

langkah penyusunan perencanaan keperawatan adalah sebgai

berikut.

a) Menentukan urutan prioritas masalah. Tahap ini memilih

masalah yang memerlukan perhatian/prioritas di antara

masalah-masalah yang telah ditentukan. Prioritas tertinggi

diberikan pada masalah yang memengaruhi kehidupan atau

keselamtan pasien. Selain itu, masalah nyata mendapatkan

perhatian atau prioritas lebih tinggi daripada masalah

potensial. Pertimbangan yang perludiperhatikan dalam

menentukan prioritas masalah adalah sebagai berikut.

b) Prioritas tertinggi diberikan pada masalah kesehatan yang

mengancam masalah kehidupan atau keselamatan pasien;

(1) Masalah nyata yang sedang dialami diberi perhatian lebih

daripada masalah yang mungkin(potensial);

(2) Memperhatikan pola kebutuhan dasar manusia menurut

hierarki Maslow.

Contoh: Pasien mengalami kecelakaan dengan keadaan

sesak napas, gelisah, pernapasan cepat (30× per menit),

luka patah tulang tibia, dan disertai perdarahan.

Penentuan prioritas masalah adalah sebagai berikut:

(1) Masalah pernapasan (kebutuhan oksigen),

(2) Masalah perdahan

(3) Masalah luka


Hal-hal yang perlu diperlu dipertimbangakan dalam menyusun

rencana keperawatan adalah:

(1) Tindakan apa yang harus dilakukan?

(2) Mengapa tindakan itu dilakukan?

(3) Kapan tindakan itu dilakukan?

(4) Siapa yang akan melakukan tindakan?

(5) Bagaimana caranya tindakan itu dilakukan?

3) Tindakan Keperawatan (implementasi keperawatan)

Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan

yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien

terpenuhi secara optimal Tindakan keperawatan dapat

dilaksanakan sebagian oleh pasien itu sendiri, oleh perawat

secara mandiri, atau mungkin dilakukan secara bekerja sama

dengan anggota tim kesehatan lain, misalnya ahli gizi dan

fisioterapi.Hal yang akan dilakukan ini sangat bergantung pada

jenis tindakan, pada kemampuan/keterampilan dan keinginan

pasien, serta tenaga perawat itu sendiri. Dengan demikian,

tampak bahwa pelaksanaan keperawatan bukan semata-mata

tugas perawat, tapi melibatkan banyak pihak. Namun demikian,

yang memiliki tanggung jawab secara keseluruhan adalah

tenaga perawat.Langkah-langkah tindakan keperawatan:

a) Langkah persiapan:

(1) Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan;

(2) Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan;


(3) Menyiapkan lingkungan terapeutik, sesuai dengan jenis

tindakan yang akan dilakukan.

b) Langkah pelaksanaan

Pada langakah pelaksanaan, tenaga perwata harus

mengutamakan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan

pasien. Oleh sebab itu, tenaga perawat harus:

(1) Menunjukkan sikap yang meyakinkan;

(2) Peka terhadap respon pasien dan efek samping dari

tindakan keperawatan yang dilakukan;

(3) Melakukan sistematika kerja dengan tepat;

(4) Mempertimbangkan hokum dan etika;

(5) Bertanggung jawab dan tanggung gugat;

(6) Mencatat semua tindakan keperawatan yang telah

dilakukan.

4) Evaluasi

a) Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur

respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan

klien kearah pencapaian tujuan. Adapun tahapannya, yaitu :

Membandingkan respon klien dengan kriteria.

b) Menganalisis alasan untuk hasil dan konklusi.

c) Memodifikasi rencana asuhan. (Prabowo, 2016 dan

Nursalam, 2015)
C. Teori Konsep Perilaku Pendokumentasian Asuhan Keperawatan

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang

berangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung

(Sunaryo,2013 dan Notoadmodjo, 2014). Pada hakekatnya adalah suatu

aktifitas dari manusia itu sendiri sehingga mempunyai bentangan yang luas

mencangkup berjalan, berpakaian, dan lain sebagainya (Notoadmodjo,

2014). Berikut ini adalah model perilaku yang bisa dipakai dalam

keperawatan.

1. Model Teori Precede Proceed

Dikembangkan oleh Lawrence GreenMenurut analisanya Perilaku

seseorang di tentukan oleh tiga faktor yaitu,

a. Faktor predisposisi

Merupakan suatu keadaan pikiran tentang sesuatu yang

menguntungkan, mencangkup : umur, pendidikan, masa kerja,

pengetahuan,sikap, kepercayaan dan nilai

b. Faktor pendukung,

Ketersediaan sumber daya kesehatan yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedia fasilitas / sarana. Fasilitas adalah

sarana untuk melancarkan fungsi

c. Faktor pendorong.

Faktor yang memperkuat perilaku seseorang yang disebabkan sikap

dan perilaku orang lain atau kelompok referensi

Teori ini dipakai pada penelitian Purwanti, 2012 di Rumah sakit Haji

Jakarta hasilnya adalah pengetahuan sangat mempengaruhi perilaku

yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja individu, dengan memiliki


penngetahuan maka perawat akan cenderung berpikir dan akan

melakukan tindakan yang cepat dan tepat.

2. Model Theory of Planed Behavior (TPB)

Teori ini dikembangkan lebih lanjut oleh Ajzen (1985) menjadi Theory of

Planned Behavior (TPB) yang ditujukan untuk memprediksi perilaku

individu secara lebih spesifik.Theory Of Planned Behavior dapat

menjelaskan bahwa perilaku seseorang (behavior) dipengaruhi oleh niat

berperilaku (Intention to Behavior), sedangkan niat berperilaku

dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku (Attitude Toward Behavior),

norma subjectif (Subjective Norm), dan kontrol terhadap keperilakuan

yang dirasakan (Perceived Behavior Control). Teori ini telah digunakan di

RS Islam Malang, 2013 Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan

sikap dan perceived behavior control dengan intensi dalam

pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil pengujian menunjukkan

bahwa semakin positif sikap perawat maka secara langsung menjadikan

semakin baik intensi perawat dalam pendokumentasian asuhan

keperawatan

3. Model Taksonomi Bloom

Taksonomi ini pertama kali dikenalkan oleh Benjamin S. Bloom pada

tahun 1956. Perilaku seseorang ditentukan oleh pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang yang bersangkutan.

Ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas lainnya juga

mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.( Nursalam, 2014 &

Budiono, 2016). Teori ini dipakai pada penelitian Sugiyati, 2014 tentang

hubungan pengetahuan perawat dengan pendokumentasian di rumah


sakit Kendal Malang. Hasil dari penelitian teori ini menyimpulkan tingkat

pendidikan sangat mempengaruhi sikap seseorang dalam melakukan

tindakan pendokumentasian asuhan keperawatan

Peneliti memilih teori Green dan digunakan untuk menganalisis

perilaku perawat dalam melakukan dokumentasi asuhan keperawatan

karena ketidaklengkapan pengisian dokumentasi tidak hanya disebabkan

oleh petugas yang mengisi dokumentasi tetapi juga oleh faktor

ketersediaan dari sarana dan prasarana pendokumentasian serta peran

dari atasan yaitu kepala ruang dalam melaksanakan perannya sebagai

supervisor.

3) Kerangka Teori
Faktor faktor yang
mempengaruhi
Pelayanan Keperawatan
pendokumentasian

1. Faktor predisposisi
2. Faktor pendukung
Asuhan keperawatan
3. Faktor Pendorong
1. Pengkajian
2. Diagnosis keperawatan
3. Rencana keperawatan
4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
Perilaku Perawat

Kelengkapan
Dokumentasi Asuhan
Keperawatan

Lengkap Tidak lengkap

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Teori Model Determinan Perilaku L. Green (1980) dalam Notoadmodjo

(2014). Dokumentasi Asuhan Keperawatan (Nursalam, 2014), Proses

Keperawatan (Budiono, 2016)

Anda mungkin juga menyukai