Anda di halaman 1dari 158

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA

PTM : KANKER KOLOREKTAL DENGAN


NYERI AKUT DI KELURAHAN
WOLTERMANGUNSIDI
SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH NERS


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Ners

Disusun Oleh :
Evie Noor Hidayati
5.21.037

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2022
i
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA
PTM : KANKER KOLOREKTAL DENGAN
NYERI AKUT DI KELURAHAN
WOLTERMANGUNSIDI
SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH NERS


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Ners

Disusun Oleh :
Evie Noor Hidayati
5.21.037

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2022

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Karya Tulis Ilmiah Ners dengan judul “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada

PTM: Kanker Kolorektal Dengan Nyeri Akut Di Kelurahan Woltermangunsidi

Semarang” ini telah disetujui dan dipertahankan Di hadapan Tim Penguji Program

Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang

Semarang, Juni 2022

Pembimbing,

Ns. Asti Nuraeni, M.Kep., Sp,Kep.Kom

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Ners ini diajukan oleh

Nama : Evie Noor Hidayati

NIM : 5.21.037

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Judul KTIN : Asuhan Keperawatan Gerontik Pada PTM : Kanker

Kolorektal Dengan Nyeri Akut Di Kelurahan

Woltermangunsidi Semarang

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada

Program Pendidikan Profesi Ners STIKES Telogorejo Semarang.

Semarang, Juni 2022

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Ns. Prita Adisty Handayani, M.Kep., RN ( )

Anggota Penguji : Ns. Asti Nuraeni, M.Kep., Sp,Kep.Kom ( )

iv
PERNYATAAN ORSINALITAS

Karya Tulis Ilmiah Ners ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik

yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Evie Noor Hidayati

NIM : 5.21.037

Tanda Tangan :

Tanggal : Juni 2022

v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik STIKES Telogorejo Semarang, saya yang bertanda tangan
di bawah ini :

Nama : Evie Noor Hidayati

NIM : 5.21.037

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


STIKES Telogorejo Semarang Hak Bebas Royaliti Non eksklusif (Non-exclusive
Royality-free Right) atas Karya Tulis Ilmiah Ners yang berjudul : Asuhan
Keperawatan Gerontik Pada PTM : Kanker Kolorektal Dengan Nyeri Akut Di
Kelurahan Woltermangunsidi Semarang. Dengan Hak Bebas Royaliti Non eksklusif
ini STIKES Telogorejo Semarang berhak menyimpan, mengalih media / formatkan.
Mengelola data dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya.

Semarang, Juni 2022

Yang menyatakan,

Evie Noor Hidayati

vi
ABSTRAK

Latar Belakang. Kanker merupakan masalah kesehatan yang masih ditakuti oleh

sebagian besar masyarakat dunia termasuk Indonesia. Menurut WHO, pada tahun

2012 diperkirakan terdapat 14 juta kasus baru kanker dan pada tahun 2012 terdapat

8,8 juta kasus kematian akibat kanker di dunia. Kanker kolorektal merupakan salah

satu kasus kanker yang sering terjadi dan menduduki peringkat ketiga penyebab

kematian di dunia akibat penyakit kanker. Berdasarkan data Departemen Kesehatan

tahun 2006 insidensi kanker kolorektal di Indonesia adalah 1.736penduduk. Tujuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita kankerkolorektal

berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga, keluhan utama, tingkat

konsumsi daging merah, gambaran histopatologi, grading, stadium, dan lokasi..

Hasil. Dari penelitian ini diperoleh bahwa dari 81 sampel pasien karsinoma

kolorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki (54,3%), usia≥ 50 tahun (64,2%),

pasien yang bekerja (54,3%), tingkat konsumsi daging merah tidak representatif,

pasien yang tidak mempunyai riwayat keluarga (77,8%), keluhan utama berupa

hematochezia (32,1%), stadium III (42%), gambaran histopatologi adenocarcinoma

(91,4%), well differentiated (45,7%), dan rektum (35,8%). Kesimpulan. Karsinoma

kolorektal lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dan pasien yang datang

kebanyakan telah terkena stadium lanjut, oleh karena itu sangat disarankan untuk

melakukan deteksi dini dimulai dari usia 50 tahun ke atas.

Kata kunci : kanker kolorektal, pada lansia

vii
ABSTRAK

Background. Cancer is a health problem that is still feared by most of the world's

people, including Indonesia. According to WHO, in 2012 there were an estimated 14

million new cancer cases and in 2012 there were 8.8 million cancer deaths in the

world. Colorectal cancer is one of the most common cancer cases and is the third

leading cause of cancer death in the world. Based on data from the Ministry of

Health in 2006 the incidence of colorectal cancer in Indonesia is 1,736 people.

Destination. This study aims to determine the characteristics of colorectal cancer

patients based on age, gender, occupation, family history, chief complaint, level of

red meat consumption, histopathological description, grading, stage, and location.

Results. From this study, it was found that from 81 samples of colorectal carcinoma

patients, more were found in men (54.3%), age ≥ 50 years (64.2%), working patients

(54.3%), consumption of red meat unrepresentative, patients who do not have a

family history (77.8%), the main complaint is hematochezia (32.1%), stage III

(42%), histopathological description of adenocarcinoma (91.4%), well differentiated

(45.7 %), and rectum (35.8%). Conclusion. Colorectal carcinoma is more common in

elderly patients and patients who come mostly have advanced stages, therefore it is

highly recommended to do early detection starting from the age of 50 years and over.

Keywords: colorectal cancer, in the elderly

viii
PRAKATA

Syukur Puji Tuhan peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

kasih karunia dan anugerah-Nya yang melimpah atas hidup kita, sehingga penulis

dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Ners ini dengan judul “Asuhan

Keperawatan Gerontik Pada PTM : Kanker Kolorektal Dengan Nyeri Akut Di

Kelurahan WolterMangunsidi Semarang” dengan baik dan lancar. Karya Tulis

Ilmiah Ners ini disusun untuk memperoleh gelar Ners pada Program Studi

Pendidikan Profesi Ners di STIKES Telogorejo Semarang. Penulis menyadari bahwa

selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners ini dapat diselesaikan berkat

dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan

kerendahan hati dan dengan hati yang tulus perkenankan penulis menyampaikan

ucapan terimakasih kepada :

1. dr. Swanny Trikajanti Widyaatmadja, M.Kep., Ph.D, selaku Ketua Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo Semarang.

2. Ns. Ismonah., M.Kep., Sp.MB, selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo Semarang.

3. Ns. Sri Puguh Kristiyawati, M.Kep., Sp.MB, selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo

Semarang.

4. Ns. Asti Nuraeni, M.Kep., Sp,Kep.Kom, selaku dosen pembimbing yang

telah membimbing, memotivasi dan memberikan saran yang berguna dalam

proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners dan selaku koordinator Profesi

Ners.

5. Ns. Prita Adisty Handayani, M.Kep., RN, selaku penguji yang telah

ix
meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan arahan dalam penyusunan

Karya Tulis Ilmiah Ners.

6. Bapak dan ibu dosen STIKES Telogorejo Semarang yang telah memberikan

bekal ilmu pengetahuan yang sangat berharga kepada penulis.

7. Bapak Suprayitno dan Ibu Saminah selaku orang tua saya yang sangat saya

cintai dan sayangi terimakasih atas doa, motivasi, dan dukungan baik secara

materi maupun non materi sehingga saya dapat menempuh pendidikan

Profesi Ners dan menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners.

8. Teman – teman Alih Jenjang semua yang saling support satu sama lain, dan

selalu ada dan merangkul sampai saat ini.

9. Terimakasih teman – teman satu kelompok peminatan Gerontik (Yolanda

Nirmala, Rizqia, Renny, Ikai, Novi, Arimbi)yang sudah membantu dan

memberi motivasi demi terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah Ners ini.

10. Teman – teman Profesi Ners angkatan 2021 / 2022 STIKES Telogorejo

Semarang yang selalu mendukung satu sama lain, menjaga kekompakan dan

kebersamaan kita.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah Ners ini, oleh karena itu penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan Karya Tulis

Ilmiah Ners ini, dan nantinya akan barmanfaat bagi semua pihak. Akhir kata semoga

Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat, berkat, serta karunia-Nya kepada

kita sekalian. Amin.

Semarang, Juni 2022

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................. vi

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

ABSTRACT .......................................................................................................... viii

PRAKATA ............................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 7

C. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 10

A. Konsep Lanjut Usia ................................................................................... 10

1. Pengertian Lansia ................................................................................ 10

xi
2. Batasan Lansia .................................................................................... 11

3. Ciri – Ciri Lansia................................................................................. 11

4. Perubahan Pada Lansia ....................................................................... 12

5. Masalah Keperawatan Pada Lansia ..................................................... 16

B. Konsep Penyakit Kanker Kolorektal ......................................................... 20

1. Definisi Kanker Kolorektal ................................................................. 20

2. Etiologi ................................................................................................ 20

3. Manifestasi KLinis .............................................................................. 21

4. Patofisiologi ........................................................................................ 22

5. Pathways. ............................................................................................ 24

6. Pemeriksaan Diagnostic / Penunjang .................................................. 25

7. Penatalaksanna .................................................................................... 28

C. Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Kanker Kolorektal ..................... 29

1. Pengkajian ........................................................................................... 29

2. Diagnosa Keperawatan........................................................................ 34

3. Intervensi dan Implementasi ............................................................... 35

4. Evaluasi ............................................................................................... 43

BAB III RESUME KASUS .................................................................................. 46

A. Pengkajian ................................................................................................. 46

B. Diagnosa Keperawatan – Evaluasi Keperawatan ...................................... 50

BAB IV PEMBAHASAAN .................................................................................. 55

A. Pengkajian. ................................................................................................ 55

B. Diagnosa Keperawatan – Evaluasi Keperawatan ...................................... 62

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 76

xii
A. Kesimpulan ............................................................................................... 76

B. Saran ......................................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 80

LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi dan Implementasi Keperawatan

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Asuhan Keperawatan Gerontik Kanker Kolorektal

Lampiran 2 Lembar Translator

Lampiran 3 Lembar Konsultasi

Lampiran 4 Lembar Revisi

xv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang

profesional ditujukan pada lansia baik sehat maupun sakit yang bersifat

komprehensif mencakup bio-psiko-sosial dan spiritual, dimana klien

merupakan orang yang berusia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014, hlm. 1).

Fokus keperawatan gerontik yaitu peningkatan kesehatan (health promotion),

pencegahan penyakit (preventif), mengoptimalkan fungsi mental, dan

mengatasi gangguan kesehatan umum yang terjadi pada lanjut usia (Kholifah,

2016, hlm. 63).

Lanjut usia merupakan suatu proses tumbuh kembang yang dialami setiap

manusia dan tidak bisa dihindari, dalam tumbuh kembang setiap manusia

tidak secara tiba – tiba menjadi tua, tetapi ada fase yang harus dilewati oleh

setiap manusia mulai dari bayi, anak – anak, dewasa, dan akhirnya menjadi

tua atau lansia. Proses tumbuh kembang tersebut normal bisa terjadi pada

semua orang, dalam tumbuh kembang setiap manusia terjadi perubahan baik

secara fisik dan tingkah laku sesuai usia tahap perkembangan kronologis

tertentu yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaptasi dengan lingkungan dan mengalami perubahan secara biologis,

fisik, kejiwaan dan sosial, perubahan ini memberikan pengaruh pada seluruh

aspek kehidupan termasuk kesehatannya (Andriani, 2021, hlm. 2).

1
2

Pada perubahan kesehatan yang dialami oleh lansia salah satunya adalah

sistem pencernaan, perubahan pada sistem pencernaan pada lansia yaitu

nyeri pada perut, mengeluarkan darah pada feses, kelelahan, anemia, selera

makan menurun, berat badan berkurang drastis dan terdapat sebuah

benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor. (Rahmawati,

2016). Selain terjadi adanya benjolan/polip kecil, penyakit tidak menular juga

banyak muncul pada saat lanjut usia. Penyakit tidak menular merupakan

penyakit yang tidak bisa ditularkan dari orang ke orang, yang

perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu yang panjang

(kronis) (Kemenkes, 2020).

Penyakit tidak menular adalah penyakit yang memiliki durasi lama dan

secara umum berkembang lambat diantaranya yaitu asma, PPOK, kanker,

DM, hipertensi, stroke, penyakit sendi atau rematik dan tidak ditularkan dari

orang ke orang (Reskisdes, 2018). Kanker Kolorektal adalah kanker yang

menyerang bagian usus besar, yakni bagian akhir dari sistem pencernaan.

Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai dari sebuah benjolan/polip

kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan Kanker

Indonesia, 2018). Kanker kolerektal adalah keganasan yang berasal dari

jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar)

(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

Berdasarkan data dari GLOBOCAN (Global Burden Cancer) 2012, insidens

kanker kolorektal di seluruh dunia menempati urutan ketiga 1360 dari

100.000 penduduk [9,7%], keseluruhan laki-laki dan perempuan dan

menduduki peringkat keempat sebagai penyebab kematian 694 dari 100.000


3

penduduk [8,5%], keseluruhan laki-laki dan perempuan (Komite

Penanggulangan Kanker Nasional, 2015). Di Indonesia kanker kolorektal

merupakan jenis kanker ke 3 terbanyak dengan jumlah kasus 1,8 per

100.000 penduduk dan jumlah ini semakin meningkat seiring dengan

perubahan pola hidup penduduk indonesia. Karakteristik kanker

kolorektal di Indonesia berbeda dengan yang dilaporkan dinegara maju.

Di Indonesia pasien kanker kolorektal kebanyakan berusia di atas 50

tahun yaitu sekitar 51% dari seluruh pasien dan pasien dibawah 40 tahun

mencapai 28,17% (Lubis, Abdullah, Hasan, & Suwarto, 2015).

Kanker kolorektal merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor

genetik. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi: adalah riwayat kanker

kolorektal atau polip adenoma individual dan keluarga, dan riwayat

individual penyakit kronis inflamatori pada usus. Faktor risiko yang dapat

dimodifikasi adalah inaktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah,

merokok dan konsumsi alkohol (Komite Penanggulangan Kanker

Nasional, 2015). Penyakit kanker kolorekral ini menimbulkan perubahan

pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi, pendarahan

pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses, rasa tidak

nyaman pada bagian abdomen, perasaan bahwa usus besar belum

seluruhnya kosong sesudah buang air besar, rasa cepat lelah dan penurunan

berat badan secara drastis tanpa diketahui penyebab jelasnya (Yayasan

Kanker Indonesia, 2018).

Dampak kanker kolerektal pada lansia ini menimbulkan perubahan pada

pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi, perdarahan pada

buang air besar atau ditemukannya darah di feses, rasa tidak nyaman
4

pada bagian abdomen, Perut terasa nyeri, kram, atau kembung, mual,

muntah, tubuh mudah lelah, perasaan bahwa usus besar belum

seluruhnya kosong sesudah buang air besar, rasa cepat lelah dan

penurunan berat badan secara drastic tanpa diketahui penyebab jelasnya.

Sehingga dalam hal tersebut sebagai perawat harus tanggap terhadap kondisi

pasien. (Yayasan Kanker Indonesia, 2018).

Peran perawat adalah sebagai care giver sebagai pemberi asuhan

keperawatan, client advocate sebagai pembela untuk melindungi klien,

consellor sebagai pemberi bimbingan konseling klien (Anggriawan, 2016).

Educator sebagai pendidik klien, collabolator sebagai anggota tim kesehatan

yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain,

coordinator sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber sumber

dan potensi klien, changeagent sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk

mengadakan perubahan-perubahan, consultan sebagai sumber inforrmasi

yang dapat membantu memecahkan masalah klien (Amanati, 2017). Peran

perawat sebagai care provider dalam menangai lansia kanker kolorektal

sangat dibutuhkan dalam menerapkan asuhan keperawatan yang bertujuan

memandirikan lansia dalam mengatasi masalah kesehatan (Kemenkes

RI.2016).

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Evie Noor Hidayati pada

tanggal 18 Maret 2022 di Kelurahan Woltermangunsidi Kota Semarang pada

pasien lansia dengan masalah kanker kolorektal, didapatkan bahwa pasien

mengatakan merasakan nyeri pada perut kiri bawah luka operasi, terutama

saat digunakan untuk beraktivitas dan nyeri bertambah saat digunakan untuk

berjalan, saat pasien merasakan nyeri pada perutnya biasanya pasien


5

mengurangi nyerinya dengan beristirahat. Pasien dan keluarga baru

mengetahui jika memiliki penyakit kanker kolorektal setelah periksa ke

rumah sakit dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti usg abdomen,

biopsi. Pasien mengatakan memeriksakan kesehatannya pada saat sakit saja

dan mengkonsumsi obat dari rumah sakit yaitu anti nyeri asam mefenamat

dan anti biotik ciprofloxacin. Sebelumnya pasien tidak pernah sakit serius

seperti ini dan tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti Hipertensi dan

Diabetes Mellitus.

Hasil pengkajian lain yang diperoleh pada pasien kelolaan yaitu pasien

mengatakan masih mengkonsumsi makanan daging merah seperti daging sapi

dan daging kambing dan juga masih mengkonsumsi minuman manis seperti

kopi dan teh yang beresiko menyebabkan diabetes sebagai factor dari kanker

kolorektal. Pasien tidak tahu makanan yang boleh dikonsumsi penderita

kanker kolorektal dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh penderita

kanker kolorektal sehingga pasien tidak ada pantangan / pembatasan dalam

mengkonsumsi makanan setiap harinya. Menurut penelitian (Astrid, 2020),

peningkatan kejadian kanker kolorektal disebabkan oleh berbagai faktor

resiko seperti faktor asupan makanan yang berlemak, obesitas, dan penyakit

penyerta diantaranya hipertensi dan diabetes melitus. Asupan makanan

berlemak terdiri dari dua yaitu makanan berlemak tidak sehat dan makanan

berlemak sehat. Makanan berlemak yang tidak sehat adalah makanan yang

mengandung banyak lemak jahat, seperti lemak jenuh, kolesterol, dan lemak

trans. Jenis lemak ini terdapat pada makanan seperti daging merah, kulit

ayam, susu full cream, hingga makanan cepat saji atau makanan olahan
6

seperti kentang goreng, es krim, dan biscuit. Mengkonsumsi makanan yang

mengandung lemak dapat mempengaruhi terjadinya kanker kolorektal dan

akan bertambah berat apabila disertai dengan pola konsumsi yang tidak

seimbang. ( Kevin Adrian, 2020 )

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada lansia harus diperhatikan karena

sangat rentan dengan komplikasi, upaya yang dilakukan untuk mengurangi

efek pengobatan farmakologis kanker kolorektal dapat dilakukan pengobatan

yaitu secara non farmakologis salah satunya dengan terapi Self healing atau

metode penyembuhan penyakit bukan dengan obat, melainkan dengan

mengeluarkan perasaan dan emosi yang terpendam dari dalam tubuh. Proses

metode ini dapat dilakukan dengan hipnosis, terapi qolbu, atau menenangkan

pikiran. Dalam latihan self healing, ada beberapa aspek yang dilibatkan yakni

napas stabil, gerak hanya untuk kesembuhan, sentuhan, dan keheningan.

Seseorang yang melakukan self healing lebih baik berhenti sejenak dari

segala rutinitasnya, sehingga bisa berinteraksi dengan diri sendiri (Han &

goleman, 2019).

Pasien kanker kolorektal dalam asuhan keperawatan dengan nyeri akut oleh

Sehono, Endrayani (2010), intervensi keperawatan yang diberikan yaitu

duduk dengan posisi nyaman menutup kedua mata, tarik napas dalam dan

mendengarkan kata – kata dari perawat. Perkataan yang membuat pasien

semangat, yaitu pasien disini tidak sendiri, pasien masih ada keluarga yang

sayang dan peduli, keluarga selalu memberikan dukungan. Pasien bisa

menerima keadaan penyakitnya sekarang dan pasien menyadari bahwa semua


7

yang hidup akan kembali kepadanya. Dengan memberikan terapi self healing

ini dapat mengurangi rasa nyeri pada lansia. ( Wiken, 2021 )

Pemecahan masalah yang dilakukan ketika self healing dan penerapan

intervensi 4ES tidak efektif yaitu pemberian terapi relaksasi nafas dalam

untuk menurunkan rasa nyeri perut post operasi pada kanker kolorektal,

sehingga memberikan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri. Berdasarkan

latar belakang tersebut, pemberian terapi non-farmakologi untuk mengurangi

rasa nyeri pada penderita Kanker kolorektal sangat diperlukan dikarenakan

dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan mengurangi konsumsi obat pada

lansia yang memiliki penyakit Kanker kolorektal. Sehingga penulis tertarik

untuk menyusun karya tulis ilmiah dalam bentuk bagaimana “Asuhan

Keperawatan Gerontik Pada PTM : Kanker Kolorektal Dengan Nyeri Akut Di

Kelurahan Woltermangunsidi Semarang?”

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan Gerontik Pada PTM:

Kanker Kolorektal Dengan Nyeri Akut Di Kelurahan Woltermangunsidi

Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian gerontik pada lansia Kanker Kolorektal

dengan Nyeri Akut Di Kelurahan Woltermangunsidi Semarang.

b. Mampu merumuskan diagnosis keperawatan gerontik pada lansia

Kanker Kolorektal dengan Nyeri Akut Di Kelurahan Woltermangunsidi

Semarang.
8

c. Mampu menyusun intervensi keperawatan gerontik pada lansia Kanker

Kolorektal dengan Nyeri Akut Di Kelurahan Woltermangunsidi

Semarang.

d. Mampu melakukan implementasi keperawatan gerontik pada lansia

Kanker Kolorektal dengan Nyeri Akut Di Kelurahan Woltermangunsidi

Semarang.

e. Mampu menganalisis hasil evaluasi keperawatan gerontik pada lansia

Kanker Kolorektal dengan Nyeri Akut Di Kelurahan Woltermangunsidi

Semarang.

C. Manfaat

1. Bagi Pelayanan Pendidikan

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

perawat atau pelayanan kesehatan dengan menggunakan terapi non

farmakologi pada lansia kanker kolorektal dengan Nyeri Akut Di

Kelurahan Woltermangunsidi Semarang.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil analisa ini dapat dijadikan bahan ajar pendidikan dan bermanfaat

sebagai referensi bagi penulis selanjutnya tentang asuhan keperawatan

pada lansia kanker kolorektal dengan Nyeri Akut Di Kelurahan

Woltermangunsidi Semarang.
9

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Memberikan pengetahuan dan pertimbangan pengembangan referensi

kepada penulis selanjutnya, keluarga atau masyarakat untuk ikut serta

berperan merawat lansia kanker kolorektal dengan Nyeri Akut Di

Kelurahan Woltermangunsidi Semarang.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lanjut Usia

1. Pengertian

Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas,

lanjut usia merupakan fenomena biologis yang tidak dapat dihindari oleh

setiap individu. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah

memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan, dalam kelompok yang

dikategorikan lansia akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process

atau proses penuaan (World Health Organization dalam Padila, 2013).

Lanjut usia merupakan proses tumbuh kembang dari bayi, anak- anak,

sampai dewasa dan akhirnya menua, dengan ditandainya perubahan fisik

pada saat sudah masuk usia tahap perkembangan kronologis tertentu dan

menurunya fungsional sistem tubuh yang berakibat mudahnya terkena

penyakit degenerative sehingga mengalami masalah pada peningkatan

kualitas hidup (Azizah, 2011). Lansia atau menua dapat terjadi pada setiap

individu yang ditandai dengan proses penurunan, kelemahan, meningkatnya

kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya

mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan

usia (Savitri, 2021, hlm. 2).

10
11

2. Batasan lansia

Kelompok lansia sering dibagi menjadi beberapa kategori batasan – batasan

umur, menurut UU Nomor 13 tahun 1998 Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang

berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke

atas”, menurut World Health Organization (WHO) usia lanjut dibagi

menjadi empat kriteria yaitu usia pertengahan (middle age) usia 45 – 59

tahun, lanjut usia (elderly) usia 60 – 74 tahun, lanjut usia tus (old) usia 75 –

90 tahun, usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun. Menurut Prof. Dr.

Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age) usia > 65 tahun

atau 70 tahun, masa lanjut usia (geriatric age) tersebut dibagi menjadi tiga

batasan umur yaitu young old usia 70 – 75 tahun, old usia 75 – 80 tahun, dan

very old usia > 80 tahun (Sunaryo, 2015, hlm. 56).

3. Ciri – ciri Lansia

Ciri – cici lanjut usia menurut Kholifah (2016 dalam Sitanggang, 2021, hlm.

4) sebagai berikut :

a. Lanjut usia mengalami periode kemunduran : lansia dapat mengalami

kemunduran dari aspek fisik dan psikologis karena lansia memiliki

motivasi yang rendah maka mengalami proses kemunduran fisik secara

cepat, sedangkan lansia yang memiliki motivasi tinggi kemungkinan

kemunduran fisiknya lambat terjadi.

b. Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas : lanjut usia sebagai

kelompok minoritas bisa diakibatkan karena kurangnya tenggang rasa


12

pada pada orang lain sehingga sering mengakibatkan persepsi negative

dari masyarakat.

c. Menua membutuhkan perubahan peran : jika lansia memiliki jabatan di

masyarakat akibat penurunan fungsi diharapkan lansia dapat merubah

perannya di masyarakat atas kemauan sendiri.

d. Penyesuaian yang buruk pada lanjut usia : perlakukan yang buruk

terhadap lanjut usia seringkali mengakibatkan konsep diri yang buruk

pula dari lanjut usia.

4. Perubahan Pada Lanjut usia

a. Perubahan fisiologis fungsi tubuh lanjut usia

Pada fisiologis fungsi tubuh lanjut usia mengalami penurunan atau

perubahan yaitu pada jumlah sel akan menurun dan ukuran sel lebih

besar, hubungan pada sistem persarafan akan menurun berupa respon

waktu untuk bereaksi lambat, sistem pendengaran pada seorang lansia

akan mengalami gangguan dikarenakan membrane timpani menjadi atrofi

menyebabkan otosklerosis, sistem penglihatan pada lapang padang

menurun atau luas pandang berkurang. Pada sistem kardiovaskuler katub

jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun,

kemampuan jantung dalam memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun, kerja jantung lebih rentan sehingga tekanan

darah meninggi akibat resistensi pembulu darah perifer meningkat.


13

Sistem pengaturan suhu tubuh pada lansia temperatur tubuh akan

menurun (hipotermia) akibat metabolisme yang menurun, akan

mengalami kelemahan pada otot sistem pernafasan, sistem pencernaan

pada indra pengecap akan menurun dan rasa lapar menurun, sistem

reproduksi akan menurun karena proses menopause. Pada sistem

genitourinaria mengecilnya nefron ginjal akibat atrofi, aliran darah ke

ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang,

keseimbangan elektrolit dan asam lebih mudah terganggu, Renal plasma

flow (RPF) dan glomerular filtration rate (GFR) atau klirens kreatinin

menurun sejak usia 30 tahun dan jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal

berkurang. Pada seorang lansia otot vesika urinaria menjadi lembah,

kapasitasnya menurun sehingga menyebabkan frekuensi buang air seni

meningkat, vesika urinaria pada lansia juga sulit dikosongkan sehingga

mengakibatkan retensi urine meningkat.

Pada sistem endokrim hormone estrogen, progresteron, dan testosterone

akan mengalami penurunan, kelenjar pancreas yang memproduksi insulin

akan mengalami penurunan, salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh

anak ginjal berkurang pada lanjut usia. Sistem integument kulit akan

mengkerut dan keriput akibat kehilangan jaringan lemak. Pada sistem

muskuloskoletal akan kehilangan densitas (cairan) akan semakin rapuh,

gangguan tulang, kekuatan dan stabilitas tulang menurun, pada gerakan

pinggang, lutut dan jari – jari pergelangan terbatas dan gangguan gaya

berjalan (Tim EduNers, 2021, hlm. 9 – 14).


14

b. Perubahan muskuloskeletal pada lansia

Sebagian besar lansia mengalami perubahan postur, penurunan rentan

gerak dan gerakan yang melambat yaitu pada struktur tulang mengalami

penurunan massa tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan lemah,

kekuatan otot mengalami regenerasi jaringan otot berjalan lambat dan

kehilangan fleksibilitas serta ketahanannya, sendi mengalami

keterbatasan rentan gerak dan kartilago menipis sehingga sendi menjadi

kaku, nyeri dan mengalami inflamasi (Dewi, 2014, hlm. 16 – 17).

Menurut (Nasrullah, 2016, hlm. 16 – 17) menjelaskan bahwa perubahan

sistem musculoskeletal pada lansia yaitu sebagai berikut :

1) Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh

2) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi

3) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra,

pergelangan, dan paha

4) Gerakan pinggang, lutut dan jari – jari pergelangan terbatas

5) Gangguan gaya berjalan, kekakuan jaringan penghubung serta

persendian membesar dan menjadi kaku

6) Atrofi serabut otot dan aliran darah ke otot berkurang sejalan proses

menua

c. Perubahan mental pada lansia

Pada perubahan mental yang terjadi pada lansia meliputi sikap semakin

egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki


15

sesuatu, keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin

dihemat, mengharapkan tetap diberi peran dalam masyarakat, ingin

mempertahankan hak dan hartanya serta ingin tetap berwibawa,

perubahan tersebut diakibatkan karena perubahan fisik, kesehatan umum,

tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), dank arena lingkungan (Tim

EduNers, 2021, hlm. 15).

d. Perubahan psikososial pada lansia

Psikososial pada lansia akan mengalami kehilangan finansial (pendapatan

berkurang), kehilangan status, kehilangan pekerjaan / kegiatan,

merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup, adanya

penyakit kronis dan ketidakmampuan, timbul kesepian akibat

pengasingan dari lingkungan sosial, adanya gangguan saraf panca indra

sehingga mungkin terjadi kebutaan dan ketulian, dan hilangnya kekuatan

serta ketegapan fisik terutama pada perubahan terhadap gambaran diri

dan perubahan konsep diri (Tim EduNers, 2021, hlm. 15).

e. Perubahan spiritual pada lansia

Agama / kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan, lanjut usia

akan semakin matur dalam kehidupan keagamaannya terlihat dalam

berpikir dan bertindak sehari – hari, perkembangan spiritual pada usia 70

tahun yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan

cara memberi contoh cara mencintai dan keadilan (Tim EduNers, 2021,

hlm. 16).
16

f. Perubahan pencernaan pada lansia

Pencernaan adalah masalah yang terjadi pada organ-organ saluran

pencernaan. Kondisi ini dapat terjadi pada salah satu atau beberapa organ di

saluran cerna. Saluran pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan,

lambung, usus halus, usus besar, dan berakhir di anus. Sedangkan hati,

pankreas, dan kantung empedu juga berperan dalam proses pencernaan,

meski organ-organ tersebut tidak dilewati oleh makanan dan terletak di

luar saluran pencernaan. Sistem pencernaan berfungsi menerima dan

mencerna makanan menjadi nutrisi yang dapat diserap. Nutrisi tersebut

kemudian disalurkan ke seluruh tubuh melalui darah. Sistem pencernaan

juga berfungsi memisahkan dan membuang bagian makanan yang tidak

bisa dicerna oleh tubuh. Penyebab dan gejala gangguan pencernaan

tergantung pada jenis penyakitnya. Masalah yang sering muncul pada

lansia yaitu BAB yang kurang lancar, sering diare, BAB merah cair.

Sehingga itu bisa menyebabkan peradangan pada usus besar ( kolon) dan

menyebabkan kanker kolorektal. ( Kemenkes, 2022)

5. Masalah Kesehatan Pada Lansia

a. Tekanan darah tinggi

Tekanan darah pada lansia akan mengalami tekanan darah tinggi pada

usia di atas 50 tahun dikarenakan faktor eksternal (lingkungan luar) atau

faktor internal (diri sendiri), penyebab paling sering adalah karena

penyakit misalnya seperti gangguan ginjal dan pola makan yang kurang
17

baik banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung garam dan

pengawet.

b. Kolesterol

Kolesterol sering tinggi karena pola makan yang kurang baik ditambah

dengan kurangnya aktivitas olahraga dan pola hidup sehat sehingga

akibatnya kolesterol dalam tubuh sulit untuk dikeluarkan, pada pola

makan yang buruk saat muda akan dirasakan ketika umur sudah di atas

50 tahun.

c. Jantung

Penyakit jantung terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat sehingga

membuat organ jantung bekerja lebih keras untuk mengompensasi

kondisi tubuh, jika sesorang merasakan adanya masalah dalam

jantungnya ketika mereka berusia 50 tahun dan tidak membiasakan gaya

hidup sehat di awal masa mudanya.

d. Stroke

Penyakit yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau

berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembulu

darah (stroke hemoragik), karena sekarang stroke bisa terjadi di usia

muda oleh sebab itu pada usia lanjut harus berhati – hati karena pola

makan dan pola hidup yang kurang baik dan penyakit stroke berupa

serangan penyakit yang perlahan – lahan.


18

e. Penyakit tidak menular (PTM)

PTM merupakan penyakit penyakit yang tidak bisa ditularkan dari orang

ke orang, yang perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu

yang panjang (kronis). Pada perjalanan awal, PTM sering tidak

bergejala, banyak yang tidak mengetahui dan menyadari jika mengidap

PTM. Perubahan perilaku untuk melaksanakan gaya hidup sehat

(GERMAS) mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya PTM. Deteksi

dini, pengendalian faktor resiko dan kontrol kesehatan serta minum obat

teratur wajib dilakukan guna mencegah terjadinya PTM sebagai

penyebab kematian terbanyak. Penyakit tidak menular sendiri terjadi

karena berbagai faktor, seperti kebiasaan merokok, diet atau pola makan

yang tidak sehat, minim aktivitas fisik, dan konsumsi minuman

beralkohol.

f. Artritis

Artiritis atau radang sendi adalah penyakit yang menyerang persendian,

gangguannya berupa peradangan pada bagian sendi yang bisa terjadi

karena banyak faktor salah satunya karena pola makan.

g. Diabetes

Diabetes atau tingginya kadar gula darah karena gangguan insulin adalah

penyakit tidak menular yang sering seseorang berusia diatas 50 tahun

yang disebabkan karena genetic atau keturunan, disebabkan oleh gaya

hidup yang kurang baik.


19

h. Resiko jatuh

Resiko jatuh menjadi masalah pada lansia yang disebabkan oleh

gangguan keseimbangan, kemampuan mobilitas yang berubah, adanya

riwayat jatuh sebelumnya, depresi, gangguan kemampuan berpikir,

gangguan penglihatan, pusing atau vertigo, tekanan darah rendah, dan

penggunaan obat penenang.

i. Gangguan pola tidur

Pola tidur pada lansia mengalami perubahan kebutuhan tidur pada usia

40-an menjadi sekitar 7 jam sedangkan pada usia diatas 80 tahun menjadi

6 jam, pada umumnya lansia mengalami insomnia yang terjadi karena

depresi atau stress dan bisa dikarenakan keluhan pada penyakit –

penyakit lain yang diderita oleh lansia.

j. Ansietas / kecemasan

Kecemasan merupakan salah satu masalah psikososial yang sering

dialami oleh lansia yang dikarenakan kemampuan fisik pada lansia

mengalami penurunan yang sering kali menimbulkan kecemasan dan

depresi seperti gangguan mobilitas fisik, intoleransi aktivitas, perubahan

peran dalam keluarga, dan grieving / bersedih (Senja & Tulus, 2019, hlm.

8 – 12).
20

B. Konsep Penyakit Kanker Kolorektal

1. Pengertian

Kanker kolorektal merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar,

yakni bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker

kolorektal dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian

membesar menjadi tumor (Yayasan Kanker Indonesia, 2018). Kanker

kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri

dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite Penanggulangan

Kanker Nasional, 2015).

2. Etiologi

Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker kolorektal.

Beberapa faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah, seperti usia lebih

dari 50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat menderita infeksi usus besar

(colitis ulcerative atau penyakit Chron), dan memiliki anggota keluarga yang

mempunyai riwayat polip atau kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah

pola hidup yang tidak sehat yang dapat meningkatkan risiko kanker

kolorektal di usia muda dibawah 40 tahun. Salah satunya adalah mengonsumsi

daging merah dan daging olahan secara berlebihan. Oleh sebab itu, untuk

mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi makanan tinggi lemak

termasuk daging merah. Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya

kanker kolorektal. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di

Amerika Serikat dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan


21

kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan

adenoma menjadi kanker usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah

pengonsumsian alkohol. Usus mengubah alkohol menjadi asetildehida yang

meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik konsumsi buah dan sayur

yang mengandung probiotik, karena kandungan seratnya akan mengikat sisa

makanan dan membuat feses lebih berat sehingga mudah dibuang (Kemenkes

RI, 2019).

3. Manisfestasi Klinis

Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):

a. Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi

atau perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini

berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang

perubahan pola itu terjadi sebagai perubahan bentuk dari feses atau

kotoran dari hari ke hari (kadang- kadang keras, lalu lunak, dan

seterusnya)

b. Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses,

seringkali hanya dapat dideteksi di laboratorium

c. Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas

atau rasa sakit yang berulang

d. Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong

sesudah buang air besar

e. Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih

f. Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat


22

dijelaskan sebabnya

4. Patofisiologi

Pada umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang

dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun

umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Polip tumbuh dengan

lambat, sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk

menjadi ganas. Ketika polip membesar, polip membesar di dalam lumen dan

mulai menginvasi dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal

dan besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus

kiri bermula sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai darah

(Black & Hawks, 2014). Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah

menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ

yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung

ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur

yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus

halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga

dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional

sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja

kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal.

Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem

limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak,

tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga

peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama
23

pemotongan pembedahan (Black & Hawks, 2014). Sebagian besar tumor

maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 % terjadi di

sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma

(muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden

lebih banyak ditemukan dari pada pada transversum (dua kali lebih banyak).

Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):

a. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung

misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara

langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.

b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa

mengenai paru-paru, ginjal dan tulang.

c. Tertanam ke rongga abdomen.


24

5. Pathways
25

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker

kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)

a. Pemeriksaan laboratorium klinis

Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk

menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau

kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain

pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang

merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan

ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan

tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan

rutin diatas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal

dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen).

Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap

adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen

adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang

masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker

serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk

mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma

Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa

digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai

CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa


26

parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1

dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ

dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik

independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada

monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.

b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal

adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat

kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil

histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan

histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker

maupun karsinoma di kolorektal ini.

c. Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen

atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah

dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya

mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik

ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang

hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien

yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai

pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip

atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan

barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat


27

kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan

daripada barium enema. Computerised Tomography (CT) scan,

Magnetic Resonance Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS)

merupakan bagian dari teknik pencitraan yang digunakan untuk

evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi

teknik ini bukan merupakan skrining tes.

d. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh

mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran

pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur

berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera.

Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat

menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan

dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium

enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga

dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan

dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat

aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan

perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi

merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan

manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis,

sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,

striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada


28

kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan

merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan

perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.

7. Penatalaksanaan

Prinsip tatalaksana kanker kolorektal menurut Komite Penanggulangan

Kanker Nasional, 2015 :

a. Stadium 0 ( TisN0M0 ) : Eksisi lokaal atau polipektomi sederhana,

Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak memenuhi syarat eksisi

lokal.

b. Stadium I (T1-2N0M0) : Wide surgical resection dengan anastomosis

tanpa kemoterapi adjuvan

c. Stadium II (T3N0M0, T4a-bN0M0) : Wide surgical resection dengan

anastomosis, Terapi adjuvan setelah pembedahan pada pasien dengan

risiko tinggi

d. Stadium III ( T apapun N1-2 M0 ) : Wide surgical resection dengan

anastomosis, Terapi adjuvan setelah pembedahan

e. Stadium IV (T apapun, N apapun, M1) : Reseksi tumor primer pada

kasus kanker kolorektal metastasis yang dapat direseksi, Kemoterapi

sistemik pada kasus kanker kolorektal dengan metastasis yang tidak

dapat direseksi dan tanpa gejala


29

C. Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Kanker Kolorektal

1. Identitas

Pada asuhan keperawatan bagian yang pertama yaitu pengkajian, dalam

melakukan pengkajian perlu dikaji biodata klien dan data – data lainnya

untuk menunjang diagnosa. Data – data tersebut harus yang seakurat –

akuratnya dan sesuai kondisi klien, terdiri dari nama (agar tidak salah pasien

dalam pemberian terapi), Tempat Tanggal Lahir, usia lansia usia 60 tahun

keatas, jenis kelamin (laki – laki lebih banyak mengalami kanker

kolorektal), alamat (agar mengetahui tempat tinggal pasien sehingga dapat

dilakukan kunjungan dan pendampingan), keluhan utama (agar terapi yang

diberikan dapat mengatasi masalah pasien), status perkawinan, agama, suku,

dan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

2. Keluhan yang dirasakan : nyeri pada luka post operasi

3. Gejala yang dirasakan : perut bawah kiri, nyeri hilang timbul, nyeri dibagian

perut sebelah kiri, skala nyeri 4 terasa seperti ditusuk – tusuk dengan durasi

waktu hilang timbul, dan kemerahan di sekitar luka

Diagnosa : Nyeri Akut

4. Faktor pencetus : klien mengatakan keluhannya muncul karena klien sering

BAB lendir dan kadang keluar darah, nafsu makan menurun. Biasanya lansia

suka makan makanan yang banyak mengandung lemak seperti daging sapi,

daging ayam dan kurang makan sayur. Lansia hanya beli obat di warung
30

untuk menghentikan BAB nya, dan jika tidak ada perubahan periksa ke

dokter.

5. Riwayat kesehatan masa lalu

Klien menderita kanker kolorektal 1 bulan yang lalu dan sudah menjalani

operasi colostomy, luka post operasi bernanah, tidak ada riwayat genetic atau

keturunan. Klien takut menggerakan badan karena nyeri pada luka operasi

dan trauma jika bergerak luka nya sakit. Klien juga tidak punya alergi

terhadap obat, makanan, binatang, ataupun debu. Lansia pernah di rawat di

RS Kariadi semarang dan RS Telogorejo Semarang karena kanker

kolorektal. Lansia masih kontrol teratur dan taat minum obat.

Diagnose : Gangguan mobilitas fisik

6. Pola Fungsional

a. Pola kesehatan dan pola manajemen kesehatan

Pada pengkajian klien sudah tahu memiliki penyakit kanker kolorektal

dan rutin kontrol ke dokter, lansia kurang memperhatikan pola hidup dan

pola makan sehrai – hari, masih sering mengkonsumsi daging sapi,

daging ayam, kopi, teh, dan merokok. Lansia masih minum obat teratur

dari dokter.

b. Pola aktivitas dan latihan

Menggunakan tabel aktivitas meliputi makan minum, mandi, berpakaian,

eliminasi, mobilisasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga,

mengeluh tidak nyaman pada ekstremitas bawah.


31

c. Pola istirahat tidur

Lansia tidur malam jam 22.00 sd jam 05.00, jika siang lansia jarang tidur

karena jaga took.

d. Pola nutrisi – metabolic

Klien sehari makan 3x 1 porsi tidak habis, kadang hanya minum jus aja.

Klien masih merasakan mual dan jika di kasih makan luka post operasi

nya sakit. Berat badan klien turun.

e. Pola eliminasi

BAB sehari 2x pagi dan sore, lembek wrna kuning, lansia BAB

menggunakan kantong kolostomi.

f. Pola kognitif perceptual

Adakah gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman (Panca Indra)

g. Pola konsep diri gambaran diri identitas diri

Peran diri, ideal diri, harga diri, cara pemecahan dan penyelesaian

masalah

h. Pola seksual – reproduksi

Adalah gangguan pada alat kelamin dan sistem reproduksinya

i. Pola peran hubungan

Hubungan klien dengan anggota keluarga, dukungan keluarga, hubungan

dengan tetangga dan masyarakat. Hubungan klien dengan keluarga,

tetangga dan masyarakat baik dan bisa berinteraksi dengan lingkungan


32

sekitar rumahnya, jika ada masalah kesehatan klien mengkomunikasikan

dengan anaknya.

j. Pola nilai dan kepercayaan

Persepsi keyakinan : tindakan berdasarkan keyakinan

7. Pemeriksaan Fisik

a. TTV

b. Kulit : warna kulit sawo matang, turgor kulit cukup

c. Kepala : mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut

d. Mata : conjungtiva merah muda, sclera putih, pupil bulat, isokor,

diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+)

e. Telinga : simetris, serumen (+/+) dalam batas normal

f. Hidung : simetris, bersih, septum di tengah

g. Mulut : gigi lengkap, bibir pucat, mukosa bibir tidak kering

h. Leher : trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar

tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat

i. Thorax :

Inspeksi : perkembangan dada simetris

Auskultasi : vesikuler

Perkusi : sonor

Palpasi : teraba vocal fremitus


33

j. Jantung : ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung

dalam batas normal, S1 > S2, regular, tidak ada suara tambahan

k. Paru – paru : tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus kanan-kiri, nyeri

tekan tidak ada, sonor seluruh lapang paru, suara dasar vesikuler seluruh

lapang paru, tidak ada suara tambahan

l. Abdomen :

Inspeksi : perut datar, tidak ada benjolan, ada kantong kolostomi

disebelah kiri

Auskultasi : bising usus biasanya dalam batas normal

Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba

massa

m. Ekstremitas :

Superior : tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup

Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianosis (-), oedema (+)

pada lutut kaki sebelah kiri, tonus otot cukup

8. Pengkajian khusus pada lansia terdiri : fungsi kognitif SPMSQ, status

fungsional (Katz Indeks), MMSE, APGAR keluarga, Skala Depresi,

Screening Fall sebagai penilaian resiko jatuh pada lansia dengan gangguan

mobilitas fisik, Skala Norton.


34

9. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu,

keluarga, atau komunitas yang behubungan dengan respons aktual atau

potensial manusia terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan sehingga

membutuhkan intervensi dan manajemen keperawatan (Deborah Siregar,

2021, hlm. 49 – 50). Berikut diagnosa keperawatan berdasarkan buku SDKI

(Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) Edisi 1 cetakan 3 Tahun 2017

yaitu :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan

(SDKI, 2017, hlm. 172). Diagnosis dapat diangkat apabila klien

mengeluh nyeri pada bagian perut post operasi ditunjukkan dengan

menggunakan hasil pengkajian nyeri yaitu PQRST.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara

mandiri (SDKI, 2017, hlm. 124). Diagnosis ini dapat diangkat apabila

klien pada seseorang yang mengalami malnutrisi, efek agen

farmakologis, kecemasan, keengganan melakukan pergerakan.

c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit (D.0074)


35

Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,

psikospiritual, lingkungan dan sosial (SDKI, 2017, hlm. 166). Diagnosis

ini dapat diangkat apabila klien mengalami perasaan dan mengeluh tidak

nyaman terhadap suatu gejala penyakit dan kondisi yang dirasakan, gagal

melakukan tindakan pencegahan masalah kesehatan dan menunjukkan

upaya peningkatan status kesehatan yang minimal.

d. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan penglihatan (D.0143)

Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat

terjatuh (SDKI, 2017, hlm 306). Diagnose ini dapat diangkat apabila

klien mengeluh pandangan kabur ini ditunjukan dengan klien terkadang

memakai kacamata.

10. Intervensi dan Implementasi

Intervensi keperawatan merupakan fase sistematis dan konsultatif dari

proses keperawatan yang melibatkan pengambilan keputusan dan

pemecahan masalah dalam suatu tindakan berdasarkan pertimbangan

klinis dan pengetahuan untuk meningkatkan outcome pasien (Ballsy C,

2021, hlm. 21). Berikut intervensi menurut Standar Luaran Keperawatan

Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Edisi 1 Tahun 2018.


36

Tabel 2.1

Intervensi dan Implementasi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


1 (D.0077) Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama : (I.08238)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x Manajemen nyeri
agen pencedera fisiologis pertemuan diharapkan Observasi :
ditandai dengan tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi nyeri,
mengeluh nyeri, tampak dengan, karakteristik nyeri, durasi,
meringis, bersikap Kriteria Hasil : Luaran frekuensi, kualitas, intensitas
protektif (waspada, posisi Utama: Tingkat nyeri nyeri.
menghindari nyeri), (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
gelisah, frekuensi nadi a. Keluhan nyeri dari 3. Identifikasi respon nyeri non
meningkat, sulit tidur, meningkat (1) menjadi verbal
tekanan darah meningkat cukup menurun (4) 4. Identifikasi faktor yang
b. Meringis dari sedang memperberat dan mempringan
(3) menjadi menurun nyeri
(5) 5. Identifikasi pengaturan dan
c. Sikap protektif dari keyakinan tentang nyeri
cukup meningkat (2) 6. Identifikasi pengaruh nyeri
menjadi cukup pada kualitas hidup
menurun (4) 7. Monitor efek samping
d. Kesulitan tidur dari penggunaan analgetik.
sedang (3) menjadi Terapeutik :
menurun (5) 1. Berikan tehnik
e. Frekuensi nadi dari nonfarmakologi untuk
sedang (3) menjadi mengurangi nyeri
membaik (5) 2. Kontrol lingkungan yang
f. Tekanan darah dari memperberat rasa nyeri
cukup memburuk (2) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
menjadi membaik (5) 4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi:
37

1. Jelaskan penyebab, dan


pemicu nyeri, periode
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Ajarkan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu.
2 (D.0054) Gangguan Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama : (I.05173) Dukungan
mobilitas fisik keperawatan selama 3x Mobilisasi
berhubungan dengan pertemuan diharapkan Observasi :
kekakuan sendi ditandai mobilitas fisik meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri
dengan mengeluh sulit dengan, Kriteria Hasil : ataukeluhan lainnya
menggerakkan Luaran Utama: Mobilitas 2. Identifikasi toleransi fisik
ekstremitas, nyeri saat fisik (L.05042) melakukan pergerakan
bergerak, sendi kaku, a. Pergerakan ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung dan
gerakan terbatas dari cukup menurun tekanan darahsebelum
(2) menjadi cukup memulai mobilisasi
meningkat (4) 4. Monitor kondisi umum selama
b. Nyeri dari cukup melakukan mobilisasi
meningkat (2) menjadi Terapeutik:
cukup menurun (4) 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
c. Kaku sendi dari dengan alat bantu
meningkat (1) menjadi 2. Fasilitasi melakukan
cukup menurun (4) pergerakan jika perlu
d. Gerakan terbatas dari 3. Libatkan keluarga untuk
sedang (3) menjadi membantupasien dalam
menurun (5) meningkatkan pergerakan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilissasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
38

yang harus dilakukan missal


duduk ditempat duduk.
3. (D.0143) resiko jatuh Setelah dilakukan intervensi Intervensi pendukung : (I. 14540)
berhubungan dengan 3x pertemuan diharapkan Pencegahan Jatuh
gangguan penglihatan status fungsi sensori Observasi :
ditandai dengan membaik dengan kriteria 1. Identifikasi factor resiko jatuh
gangguan kesehatan hasil : (mis. Usia >65th, penurunan
Luaran Utama : Fungsi tingkat kesadaran, deficit
Sensori ( L.06048) kognitif, hipotensi ortostatik,
a. Ketajaman pendengaran gangguan keseimbangan,
cukup menurun (2) gangguan penglihatan,
menjadi cukup neuropati )
meningkat (4) 2. Identifikasi resiko jatuh
b. Ketajaman penglihatan setidaknya sekali setiap shift
cukup menurun (2) atau sesuai dengan kebijakan
menjadi cukup menurun institusi
(4) 3. Identifikasi factor lingkungan
c. Persepsi stimulasi kulit yang meningkatkan resiko
cukup menurun (2) jatuh ( mis. Lantai licin,
menjadi cukup penerangan kurang)
meningkat (4) 4. Hitung resiko jatuh dengan
d. Persepsi posisi kepala menggunakan skala ( mis. Fall
sedang (3) menjadi morse scale, humpy dumpy
cukup meningkat (4) scale), jika perlu
e. Persepsi posisi tubuh 5. Monitor kemampuan
sedang (3) menjadi berpindah dari tempat tidur ke
cukup meningkat (4) kursi roda dan sebaliknya
f. Perbedaan bau sedang Terapeutik :
(3) menjadi cukup 1. Orientasikan ruangaan pada
emingkat (4) pasien dan keluarga
g. Perbedaan rasa sedang 2. Pastikan roda tempat tidur dan
(3)menjadi cukup kursi selalu dalam kondisi
menurun (4) terkuni
3. Pasang handrall tempat tidur
4. Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
39

5. Tempatkan pasien beresiko


tinggi jatuh dekat dengan
pemantauan dari perawat nurse
station
6. Gunakan alat bantu jalan ( mis.
Kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi :
1. Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
3. Anjurkan untuk berkonsentrasi
untuk menjaga keseimbangan
tubuh saat berdiri
4. Ajarkan cara mengunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat.
40

11. Implementasi

a) Diagnosa I (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

fisiologis ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap

protektif (waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi

meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat

Observasi :

1. Mengidentifikasi lokasi nyeri, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas nyeri.

2. Mengidentifikasi skala nyeri

3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal

4. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

5. Mengidentifikasi pengaturan dan keyakinan tentang nyeri

6. Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

7. Memonitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :

1. Memberikan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri yaitu

dengan self healing, tehnik relaksasi napas dalam

2. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

3. Memfasilitasi istirahat dan tidur

4. Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan

strategi meredakan nyeri

Edukasi:
41

1. Menjelaskan penyebab, dan pemicu nyeri, periode

2. Menjelaskan strategi meredakan nyeri

3. Mengajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi:

1. Mengkolaborasi dalam pemberian analgetik jika perlu.

b) Diagnosa II (D.0054) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

kekakuan sendi ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan

ekstremitas, nyeri saat bergerak, sendi kaku, gerakan terbatas :

Observasi :

1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya

2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

3. Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darahsebelum memulai

mobilisasi

4. Memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Terapeutik:

1. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu

2. Memfasilitasi melakukan pergerakan jika perlu

3. Melibatkan keluarga untuk membantupasien dalam meningkatkan

pergerakan
42

Edukasi:

1. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

2. Menganjurkan melakukan mobilissasi dini

3. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan missal

duduk ditempat duduk.

c) Diagnosa III (D.0143) resiko jatuh berhubungan dengan gangguan

penglihatan ditandai dengan gangguan kesehatan

Observasi :

1. Mengidentifikasi factor resiko jatuh (mis. Usia >65th, penurunan

tingkat kesadaran, deficit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan

keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati )

2. Mengidentifikasi resiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau

sesuai dengan kebijakan institusi

3. Mengidentifikasi factor lingkungan yang meningkatkan resiko

jatuh ( mis. Lantai licin, penerangan kurang)

4. Menghitung resiko jatuh dengan menggunakan skala ( mis. Fall

morse scale, humpy dumpy scale), jika perlu

5. Memonitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda

dan sebaliknya

Terapeutik :

1. Mengorientasikan ruangaan pada pasien dan keluarga


43

2. Mempastikan roda tempat tidur dan kursi selalu dalam kondisi

terkuni

3. Memasang handrall tempat tidur

4. Mengatur tempat tidur mekanis pada posisi terendah

5. Menempatkan pasien beresiko tinggi jatuh dekat dengan

pemantauan dari perawat nurse station

6. Menggunakan alat bantu jalan ( mis. Kursi roda, walker)

7. Mendekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien

Edukasi :

1. Menganjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan

untuk berpindah

2. Menganjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin

3. Menganjurkan untuk berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan

tubuh saat berdiri

4. Mengajarkan cara mengunakan bel pemanggil untuk memanggil

perawat.

12. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan pengumpulan data atau informasi yang

dilakukan selama perawat memberikan asuhan keperawatan pada pasien,

baik sebelum maupun sesudah mengimplementasikan rencana

keperawatan dengan tujuan mengidentifikasi kemajuan pasien dan

mengidentifikasi keefektifan asuhan keperawatan dalam membantu


44

pasien mencapai hasil yang diharapkan (Siregar, 2021, hlm. 90). Menurut

penelitian Gusmiati (2021) evaluasi terhadap masalah nyeri akut secara

umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam :

a. Tingkat nyeri yang dirasakan klien berkurang yang ditunjukkan

dengan klien terkadang masih merasakan nyeri walaupun tidak sering,

melakukan teknik nafas dalam jika nyerinya muncul, nyeri berkurang,

nyeri timbul saat beraktivitas, nyeri seperti ditusuk – tusuk, dan

merasakan nyeri pada luka post operasi.

b. Tidak mengeluh nyeri, klien tidak meringis kesakitan, skala nyeri

pasien ringan dengan skala 3 dari 10, tekanan darah dalam batas

normal, nadi dalam batas normal.

c. Kemerahan pada sekitar luka post operasi, pasien merasakan nyeri

yang tidak tertahankan serta adanya rasa panas setelah penggantian

balut..

d. Mobilitas fisik dapat dilakukan secara mandiri ditunjukkan dengan

pergerakan ekstremitas pasien baik, gerakan atau aktivitas pasien

tidak terbatas, klien mampu melakukan kegiatan atau aktivitas fisik

secara mandiri setiap hari.

e. Tidak terjadi gangguan rasa nyaman dikarenakan nyeri post operasi

yang dialami pasien, pasien merasa rileks, keluarga mendukung

pasien dalam menjaga kesehatannya, serta pasien dapat menjaga pola

hidup sehat setiap hari.

f. Tidak terjadi gangguan istirahat tidur dikarenakan rasa nyeri yang


45

dialami, kebutuhan tidur pasien terpenuhi terutama pada saat malam

hari, pasien merasa nyaman.

g. Pasien mengetahui penyebab nyeri, tanda dan gejala, cara mengatasi

nyeri, dan pencegahan nyeri.

h. Resiko jatuh pada lansia dapat disebabkan karena gangguan

penglihatan yang kabur dan lansia kadang memakai kacamata,

gangguan keseimbangan.
46

BAB III

RESUME KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas pasien

Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Maret 2022 tempat di wilayah

Kelurahan Woltermangunsidi Semarang. Hasil pengkajian yang didapat dari

lansia bernama Tn. A usia 60 tahun, dengan jenis kelamin laki - laki,

beragama islam, status perkawinan menikah, pekerjaan klien jualan di depan

rumah, alamat Woltermangunsidi, pendidikan terakhir klien yaitu SMA, suku

Jawa. Saat dilakukan pengkajian didapatkan lansia dengan diagnosa Kanker

kolorektal ( Ca Colon ).

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama yang dirasakan lansia pada saat dikaji yaitu lansia

mengatakan nyeri pada luka post operasi

b. Hasil pengkajian riwayat kesehatan sekarang klien mengatakan keluarga

tidak memiliki riwayat Kanker kolorektal seperti yang diderita lansia A.

Klien mengatakan 1bulan yang lalu post operasi colostomy yang

dirasakan dan dikeluhkan klien yaitu nyeri luka post operasi laparatomi,

P: beraktivitas, Q: cekot – cekot, R: perut kiri bagian bawah. S: nyeri

sedang 4, T: hilang timbul. Klien tampak meringis kesakitan saat diganti

balut luka.

46
47

c. Riwayat kesehatan yang lalu, lansia mengatakan 1 bulan yang lalu gejala

timbul awalnya karena lansia A mempunyai ambein, dan BAB ada

lendir, sudah diperiksa ke dokter umum tapi tidak ada perubahan

kemudian dokter tersebut menyarankan untuk kerumah sakit Kariadi.

Setelah di rumah sakit Kariadi dilakukan pemeriksaan usg abdomen, ct

scan abdomen, dan klien di sarankan untuk melakukan operasi

laparatomi. Setelah dilakukan operasi ternyata hasil PA tumor rectum 1/3

tengah c/ ganas. Klien disarankan untuk melakukan kemoterapi, 1hari

dirumah luka klien terbuka dan nanah banyak yang keluar kemudian

klien dibawa ke rumah sakit Telogorejo Semarang. Di rumah sakit

Telogorejo Semarang klien dilakukan pengisapan nanah selama 3mnggu.

Klien mengatakan jika sangat khawatir dengan luka post operasi nya.

Klien takut kalau luka operasi nya tidak bisa sembuh dan kembali seperti

semula lagi. Klien juga mengatakan tidak tahu kenapa penyakit ini bisa

terjadi pada dirinya.

d. Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan dalam keluarga tidak

terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama (kanker

kolorektal) seperti lansia maupun penyakit keturunan seperti diabetes,

hipertensi.

3. Pemeriksaan fisik

Pada pengkajian pemeriksaan fisik, kesadaran composmentis, tanda – tanda

vital pasien didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90 x/menit,

pernapasan 20 x/menit, suhu tubuh lansia S 36,5o C, tinggi badan 165 cm


48

dengan berat badan 52 kg. Pada pemeriksaan kepala lansia didapatkan bentuk

mesochepal, terdapat rambut beruban, tidak ada lesi. Pada pemeriksaan mata

didapatkan konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, fungsi

penglihatan sudah kabur, pasien tidak mampu jika melihat tulisan kecil –

kecil dengan jarak jauh sehingga terkadang lansia menggunakan alat bantu

baca berupa kacamata. Pemeriksaan telinga fungsi pendengaran masih baik,

lansia mampu mendengar suara dengan jelas dan telinga tampak bersih, pada

pemeriksaan abdomen Terdapat luka post operasi yang menyebabkan susah

untuk berpindah, nyeri pada perut post operasi, pada pemeriksaan ekstremitas

atas didapatkan bahu kanan dan kiri simetris, tidak terdapat kelemahan pada

ekstremitas atas dan pada ekstremitas bawah terdapat edem pada lutut kaki

sebelah kiri, tidak menggunakan alat bantu dan kaki dapat digerakkan fleksi

dan ekstensi pada kaki sebelah kanan tetapi pada kaki sebelah kiri terasa

kaku karena terjadi edem pada lutut, dengan kekuatan otot ekstremitas 5555.

Pemeriksaan kulit didapatkan turgor kulit kurang elastis, sudah mulai keriput,

warna kulit sawo matang, tidak terdapat lesi. Pada pemeriksaan thorax

didapatkan inspeksi pada dada simetris, tidak terdapat lesi, pada palpasi vocal

fremitus paru kanan dan kiri simbang, perkusi sonor, auskultasi vesikuler.

Pemeriksaan jantung didapatkan inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi

ictus cordis teraba di ICS 5 mid clavicula, perkusi terdapat suara pekak,

auskultasi terdengar suara lup-dup. Pemeriksaan abdomen didapatkan

inspeksi tidak terdapat lesi, auskultasi bising usus 13 x/menit, palpasi tidak
49

terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat massa yang teraba keras, perkusi

tympani pada semua kuadran.

4. Pola fungsional

Pada pengkajian klien sudah tahu memiliki penyakit kanker kolorektal dan

rutin kontrol ke dokter, lansia kurang memperhatikan pola hidup dan pola

makan sehrai – hari, masih sering mengkonsumsi daging sapi, daging ayam,

kopi, teh, dan merokok. Lansia masih minum obat teratur dari dokter.

Antibiotic ciprofloxacin dan anti nyeri asam mefenamat, berusaha

menghindari serta mengurangi makanan yang banyak mengandung lemak.

Pada pola nutrisi metabolik keluarga mengatakan nafsu makan lansia A baik

dengan frekuensi makan 3x sehari, jenis makanan yang dimakan klien dalam

sehari 3 porsi nasi, sayur – sayuran seperti sayur bayam, dan lauk pauk

seperti ikan dan tempe, klien mengatakan tidak ada makanan yang tidak

disukai semua makanan suka dan tidak memiliki riwayat alergi terhadap

makanan, lansia mengatakan tidak ada masalah dalam mengunyah makanan

atau menelan makanan.

Pada pola eliminasi tidak ditemukan masalah pada lansia dan aktivitas sehari

– hari dilakukan secara mandiri, pola istirahat tidur klien mengatakan tidak

ada masalah, tidur siang 1 – 2 jam, pada saat malam hari klien tidur jam

22.00 dengan waktu 6 – 8 jam. Klien mengatakan pada saat merasakan nyeri

pada luka post operasi nya klien menjadi terbangun dan susah tidur.
50

Pola kognitif persepsi klien mengatakan penglihatannya kabur dan tidak jelas

saat membaca tulisan yang terlalu kecil, klien terkadang menggunakan kaca

mata, dalam pendengaran klien tidak mengalami masalah dan tidak

menggunakan alat bantu dengar, dalam membuat keputusan dalam keluarga

klien tidak mengalami kesulitan, klien mengatakan memiliki penyakit kanker

kolorektal dengan gejala yang muncul adalah nyeri pada luka post operasi

perut bawah (P: nyeri post operasi, Q: tertusuk – tusuk, R: perut sebelah kiri,

S: 4, T: hilang timbul).

5. Pengkajian status mental

Klien saat dilakukan pemeriksaan SPMSQ didapatkan hasil ada 3 kesalahan

sehingga fungsi intelektual atau kognitif lansia mengalami gangguan kognitif

ringan, sedangakan hasil pemeriksaan dengan kuesioner MMSE didapatkan

total nilai klien 25 artinya lansia tidak ada gangguan kognitif.

B. Diagnosa Keperawatan – Evaluasi Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian diagnosis keperawatan yang muncul sebagai

berikut:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077),

diagnosis tersebut dibuktikan dengan lansia mengatakan bahwa merasakan

nyeri pada perut kiri post operasi terutama saat digunakan untuk berjalan

nyerinya bertambah, pada saat merasakan nyeri pada luka post operasi nya

klien menjadi terbangun dan susah tidur dan mengkonsumsi obat untuk

mengurangi nyeri akibat dari luka post operasi yang dideritanya dari dokter
51

dengan hasil pengkajian nyeri P: nyeri luka post operasi Q: tertusuk – tusuk,

R: perut sebelah kiri, S: nyeri sedang 4, T: hilang timbul. Data objektif pada

lansia tampak meringis kesakitan, pemeriksaan hasil TTV TD: 130/90

mmHg, N : 90 x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36,5o C.

Intervensi utama untuk mengatasi masalah tersebut adalah tingkat nyeri

dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan

tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil keluhan nyeri dari meningkat 1

menjadi cukup menurun 4, Meringis dari sedang 3 menjadi menurun 5, Sikap

protektif dari cukup meningkat 2 menjadi cukup menurun 4, Kesulitan tidur

dari sedang 3 menjadi menurun 5, frekuensi nadi dari sedang 3 menjadi

membaik 5, dan tekanan darah dari cukup memburuk 2 menjadi membaik 5.

Sedangkan untuk intervensi pendukungnya terapi relaksasi.

Implementasi yang diberikan untuk lansia yaitu dengan manajemen nyeri,

melakukan terapi self healing dan melakukan terapi relaksasi napas dalam.

Implementasi dilakukan selama 3x dalam seminggu. Implementasi dilakukan

selama 2 minggu berturut – turut, saat dilakukan implementasi tampak nyeri

cukup menurun dari skala nyeri sedang 5 menjadi skala nyeri ringan 2.

Lansia mampu mendemonstrasikan self healing disaat nyeri muncul.

Hasil evaluasi diminggu ke-2 nyeri yang dirasakan oleh lansia sebelum

diberikan terapi non-farmakologi yaitu meningkat kemudian setelah

diberikan terapi non-farmakologi nyeri yang dirasakan lansia menjadi cukup


52

menurun, meringis menurun dibuktikan dengan pasien tampak lebih rileks,

sikap protektif cukup menurun, kesulitan tidur menurun pola tidur pada

malam hari lansia 6 – 8 jam/hari, tekanan darah lansia membaik 120/80

mmHg, frekuensi nadi membaik 87 x/menit.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054), diagnosis

tersebut dibuktikan dengan pasien mengatakan mengeluh takut menggerakan

badan karena nyeri pada luka operasi.

Intervensi utama yang diberikan untuk mengatasi masalah tersebut adalah

mobilitas fisik dengan tujuan setelah dilakukan 3x pertemuan mobilitas fisik

meningkat, dengan kriteria hasil pergerakan ekstremitas dari cukup menurun

2 menjadi cukup meningkat 4, nyeri dari cukup meningkat 2 menjadi cukup

menurun 4, kaku sendi dari meningkat 1 menjadi cukup menurun 4, gerakan

terbatas dari sedang 3 menjadi menurun 5. Sedangkan intervensi

pendukungnya edukasi latihan fisik.

Implementasi yang diberikan untuk meningkatkan mobilitas fisik pada lansia

yaitu dengan dukungan mobilisasi dan edukasi latihan fisik. Implementasi

dilakukan selama 3 hari berturut – turut dalam seminggu. Saat dilakukan

kunjungan tampak pasien bisa menggeserkan badan nya dari bed ke kursi

secara pelan – pelan. jika merasakan nyeri bertambah lansia mengatasi

dengan istirahat.
53

Hasil evaluasi di minggu ke-2 lansia mengatakan pergerakan badan pada

pasien sebelumnya dari menurun menjadi cukup meningkat dibuktikan

dengan klien sudah bisa berjalan dan melakukan aktivitas fisik, nyeri cukup

menurun, gerakan terbatas menurun.

3. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan penglihatan ( D.0143)

Diagnosa tersebut dibuktikan dengan keluhan klien pandangan kabur dan jika

membaca klien menggunakan kacamata. Klien biasa mengkonsumsi jus

wortel dan pir. Saat dilakukan kunjungan terlihat klien menggunakan

kacamata saat membaca leafleat.

Intervensi yang diberikan dalam masalah tersebut adalah Ketajaman

pendengaran cukup menurun (2) menjadi cukup meningkat (4) Ketajaman

penglihatan cukup menurun (2) menjadi cukup menurun (4) Persepsi

stimulasi kulit cukup menurun (2) menjadi cukup meningkat (4) Persepsi

posisi kepala sedang (3) menjadi cukup meningkat (4) Persepsi posisi tubuh

sedang (3) menjadi cukup meningkat (4) Perbedaan bau sedang (3) menjadi

cukup meningkat (4) Perbedaan rasa sedang (3)menjadi cukup menurun(4).

Sedangkan intervensi pendukungnya adalah manajemen keselamatan

lingkungan.
54

Implementasi yang dilakukan selama 2x pertemuan menganjurkan klien

untuk berpindah dari bed ke tempat duduk. Tujuan nya agar klien bisa

mobilisasi dan mandiri dalam melakukan aktivitas.

Hasil evaluasi setelah 2x pertemuan masalah resiko jatuh teratasi dengan

fungsi penglihatan membaik dibuktikan dengan klien bisa berpindah tempat

sendiri dari bed ke tempat duduk dan di awasi oleh keluarga. dukungan sosial

dari keluarga meningkat, perawatan sesuai kebutuhan cukup meningkat

dibuktikan dengan selama 2 minggu lansia mengatakan sering

mengkonsumsi jus wortel dan jus pir . Pola hidup cukup membaik dibuktikan

dengan hasil klien mampu menjaga keseimbangan tubuh tanggal 24 Maret

2022 didapatkan hasil klien mampu berpindah sendiri.


55

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menganalisis dan membandingkan antara teori dengan kasus

yang ditemui secara langsung mengenai “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada PTM :

Kanker Kolorektal Dengan Nyeri Akut Di Kelurahan Woltermangunsidi Semarang”.

Pembahasan ini dilaksanakan dengan menggunakan 5 tahap proses asuhan keperawatan

yang dimulai dari pengkajian kepada pasien, diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan, dan yang terakhir evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian

Proses keperawatan merupakan metode yang digunakan dalam memberikan

asuhan keperawatan kepada pasien atau klien dengan serangkaian tindakan yang

sistematis, berurutan, berkelanjutan / berkesinambungan dimulai dari

pengumpulan data atau pengkajian, menentukan masalah keperawatan,

menyusun rencana tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan, dan

mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien

(Rohmah, 2019, hlm. 1). Pembahasan ini dilaksanakan dan diawali dengan

pengkajian asuhan keperawatan pada lansia yang terdiri dari identitas pasien,

dimensi biofisik, dimensi psikologi, dimensi fisik, dimensi tingkah laku, dimensi

sosial, dan dimensi sistem kesehatan.

Pengkajian identitas lansia meliputi nama Tn. A, jenis kelamin laki - laki, dan

usia lansia 60 tahun, menurut Abdaul (2015) menyatakan bahwa penderita

kanker kolorektal di Jawa Tengah menurut variabel jenis kelamin didominasi

55
56

oleh kategori laki – laki dengan persentase sebesar 57,7% pada responden rata –

rata berusia 50 - 79 atau lansia. Pada lansia kanker kolorektal bisa disebabkan

karena inaktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah, merokok dan

konsumsi alkohol kanker juga menyerang bagian usus besar yaitu sistem

pencernaan terjadi penurunan fungsi. Pada kasus tersebut, berdasarkan hasil

pengkajian riwayat kesehatan lansia mengatakan bahwa memiliki riwayat kanker

kolorektal sekitar 1 bulan yang lalu dan sering mengkonsumsi makanan yang

berlemak yaitu daging sapi, daging ayam dan makanan manis seperti kopi, teh,

dan juga merokok.

Lansia mengatakan kanker kolorektal biasa kambuh ketika sering mengkonsumsi

atau makan makanan yang banyak mengandung lemak, manis, merokok, dan

alkohol. Pada kasus lansia dengan kanker kolorektal dapat disimpulkan tidak ada

kesenjangan antara teori dengan kasus yang ditemui penulis, kanker kolorektal

merupakan suatu tumor maligna yang timbul dari jaringan epitel pada kolon atau

rektum. Kanker ini ditetapkan sebagai tumor ganas yang dijumpai di kolon dan

di rektum. Pada sistem pencernaan, kolon dan rektum merupakan suatu bagian

dari usus besar yang dikatakan juga sebagai saluran gastrointestinal. Lebih

tepatnya kolon terletak di bagian proksimal usus besar dan di bagian distal

rektum 5- 7 cm di atas dubur (anus) (Sayuti & Nouva, 2019).

Pada lansia semakin bertambahnya usia maka lansia lebih rentan terhadap

berbagai keluhan fisik baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit yaitu

salah satunya yang sering dialami oleh lansia adalah kanker kolorektal (Sayuti &

Nouva, 2019). Pertambahan insiden kanker kolorektal adalah merokok, pola


57

makan tidak sehat, kurangnya latihan jasmani, dan mengkonsumsi minuman

keras. Sehingga pada kasusu kanker kolorektal usia dapat mempengaruhi tingkat

kejadian pada lansia begitu juga dengan faktor lainnya seperti jenis kelamin,

dimana jenis kelamin laki – laki lebih banyak menderita kanker kolorektal

daripada perempuan dikarenakan pola hidup dan pola makan perempuan masih

bisa di batasi.

Teori diatas sejalan dengan pengkajian penulis bahwa usia dapat mempengaruhi

penyakit kanker kolorektal pada seseorang terlebih pada usia lansia yaitu 60

tahun. Dikarenakan pada lanjut usia terjadi kemunduran sel – sel tubuh karena

proses penuaan yang dapat menimbulkan dan rentan terhadap penyakit, menurut

(Suryono, dkk 2016 dalam Mulyati, 2018) proses penuaan akan berdampak pada

aspek kehidupan seseorang baik aspek kehidupan sosial, ekonomi, maupun

kesehatan.

Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan pada klien di abdomen Terdapat luka

post operasi yang menyebab kan rasa nyeri. Nyeri merupakan sebagai

pengalaman multidimensi yang meliputi sensorik, afektif, kognitif, dan perilaku,

nyeri bisa terjadi dari derajat sedang hingga berat dan sering lebih dari satu

lokasi yang menimbulkan gangguan afektif, pasien menarik diri dari lingkungan

sosialnya, membatasi kegiatan dan tidak mau makan sehingga berpengaruh

buruk pada kualitas hidup pasien (Sudarsa, 2020, hlm. 8). Dalam pengakajian

yang dilakukan penulis diasumsikan bahwa nyeri sedang yang terjadi pada klien

merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Penyakit kolorektal
58

disebabkan ketika sel – sel yang sehat di usus besar mengalami perubahan

susunan DNA karena mutasi. DNA adalah sumber informasi dari suatu sel yang

berisikan apa saja yang harus dilakukan oleh sebuah sel. Sehingga dapat

menyebabkan kerusakan DNA yang biasanya disebablan oleh zat – zat dari luar

tubuh. ( Kemenkes,2020).

Teori tersebut sejalan dengan pengakajian yang dilakukan penulis pada lansia

bahwa pasien mengatakan nyeri pada perut kiri post operasi dengan pengkajian

nyeri yaitu P: nyeri post operasi, Q: tertusuk – tusuk, R: lutut sebelah kiri, S: 4,

T: hilang timbul. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik pada pemeriksaan TTV

lansia didapatkan tekanan darah yaitu 130/80 mmHg dan nadi 90 x/menit, hal ini

dikarenakan klien merasakan nyeri postoperasi menurut SDKI (2017, hlm. 172)

tanda gejala yang timbul karena nyeri akut yaitu terjadi peningkatan tekanan

darah dan frekuensi nadi meningkat.

Selanjutnya pada pengkajian riwayat kesehatan lansia terjadinya kanker

kolorektal menyebabkan nyeri akut, perut sebelah kiri terdapat luka post operasi,

nyeri luka ketika berpindah tempat. Kanker kolorektal ditandai dengan adanya

BAB berdarah, nafsu makan nenurun, muntah, diare, perut terasa sakit. Gejala

nyeri yang dirasakan penderita dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang

berpengaruh terhadap penampilan fisik dan menurunnya fungsi tubuh pada

kehidupan sehari – hari sehingga dapat berakibat terjadi gangguan mobilitas fisik

seperti perubahan menetap pola buang air besar, berupa diare dan konstipasi,
59

timbul rasa lelah yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, gangguan tidur,

bahkan gangguan interaksi (Kemenkes, 2020).

Pada pengkajian pola fungsional pola kesehatan dan pola manajemen kesehatan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah

pengetahuan, pada pengkajian tersebut klien mengatakan sudah tahu bahwa ia

memiliki penyakit kanker kolorektal dan rutin kontrol ke dokter. Pengetahuan

dan kesadaran sesorang terhadap pengobatan dan perawatan kanker kolorektal

merupakan faktor penting dalam mengontrol penyakit kanker kolorektal

memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan menjaga pola makan

sehat, maka diperlukan adanya kepatuhan pasien dalam menjalani terapi

pengobatan kanker kolorektal, sehingga akan didapatkan kualitas hidup pasien

yang lebih baik khususnya pada pasien lansia (Andayani dan Waladi, 2014).

Selanjutnya pada pola nutrisi metabolik lansia mengatakan pasien kurang

memperhatikan pola hidup dan pola makan sehari – hari, masih sering

mengkonsumsi daging sapi, daging ayam, makanan manis, merokok. Menurut

penelitian jurnal cancaer cell (2021) mengatakan diet yang paling utama pada

orang yang penyakit kanker kolorektal yaitu konsumsi sayur, buah, kacang –

kacangan karena makanan ini kaya akan vitamin, mineral, protein, serat, dan

lemak sehat. Sedangkan makanan yang tidak boleh yaitu makanan yg olahan dan

tinggi gula seperti daging sapi, daging ayam, teh, merokok dan alkohol karena

mkanan initerdapat lemak yang tidak sehat dan dapat menimbulkan terjadi nya

kanker.
60

Pencegahan kanker kolorektal harus dengan menerapkan pola hidup yang sehat,

hal ini dilakukan dengan diet makanan yaitu dengan mengurangi konsumsi

makanan yang berlemak, manis, merokok selain dengan diet makanan bisa juga

dengan melakukan olahraga secara teratur dan menurunkan berart badan jika

seseorang tersebut mengalami obesitas. Olahraga bagi penderita kanker

kolorektal cukup penting dilakukan untul melemaskan otot – otot yang kaku

stelah operasi. ( kemenkes, 2021 )

Hasil pengakajian pemeriksaan mata menunjukkan lansia mengalami gangguan

penglihatan yaitu lansia mengatakan penglihatannya sedikit kabur dan tidak jelas

saat membaca tulisan yang terlalu kecil, klien terkadang menggunakan kaca

mata. Menurut Dewi (2014) perubahan sistem penglihatan pada lansia erat

kaitannya dengan presbiopi, lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot

penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak

jauh atau dekat berkurang, menurunnya lapang pandang pada penglihatan

seorang lansia, berkurangnya luas pandang, berkurangnya sensitivitas terhadap

warna atau terjadi menurunnya kemampuan membedakan warna hijau dan biru.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesenjangan antara teori dan

kasus.

Pada pengkajian sistem integument didapatkan hasil turgor kulit tidak elastis,

terdapat kulit tangan yang kering serta sudah keriput. Perubahan integument pada

lansia terjadi pada wajah, leher, lengan dan tangan menjadi lebih kering dan
61

keriput karena menurunnya jumlah cairan yang diproduksi oleh tubuh

(Hardiyanti & Siti, 2020). Pada lansia laki - laki yang memiliki usia lebih dari 60

tahun kulit akan kehilangan fleksibilitas sehingga akan mengendur (Dewi, 2014).

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan

kasus, selain perubahan fisik yang terjadi pada lansia juga mengalami berbagai

masalah kesehatan.

Masalah kesehatan yang sering dialami oleh lansia yaitu masalah psikologis atau

mental, pada lansia perlu dilakukan pengkajian khusus untuk menilai fungsi

kognitif lansia yang terdiri dari fungsi kognitif SPMSQ menunjukkan bahwa

didapatkan hasil ada 3 kesalahan sehingga fungsi intelektual atau kognitif lansia

mengalami gangguan kognitif ringan, sedangakan hasil pemeriksaan dengan

kuesioner MMSE didapatkan total nilai klien 25 artinya lansia tidak ada

gangguan kognitif. Gangguan psikososial adalah hal – hal yang dapat

menimbulkan gangguan keseimbangan sehingga membawa lansia kearah

kerusakan atau penurunan yang progresif terutama pada aspek psikologis. Pada

pengkajian yang dilakukan penulis lansia mengatakan lupa dengan umur dan

tanggal serta tahun ia lahir, menurut Kartinah (2011 dalam Kresnawati, 2011)

mengatakan lansia pada umumnya mengalami dimensia, penurunan interpretasi

bahasa, dan penurunan kempuan dalam berhitung.


62

B. Diagnosa Keperawatan – Evaluasi Keperawatan

NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik

tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan

actual atau potensial sebagai dasar menentukan intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat yang

didukung oleh data yang didapatkan saat melakukan pengkajian, dimana menurut

NANDA diartikan sebagai definisi karakteristik yang dinamakan tanda dan

gejala yaitu suatu yang dapat diobesitas dan sesuatu yang dirasakan oleh klien.

Pada teori terdapat 5 diagnosa yang muncul pada lansia dengan kanker kolorektal

yaitu nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis, gangguan mobilitas fisik b.d nyeri,

resiko jatuh b.d gangguan penglihatan, dan gangguan pola tidur, gangguan citra

tubuh.

Pada kasus ini diagnosa yang digunakan adalah diagnosa menurut SDKI (2017)

dimana pengertian diagnosa keperawatan itu sendiri adalah suatu penilaian klinis

terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung aktual maupun potensial diagnosis keperawatan dengan tujuan

untuk mengidentifikasi respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi

yang terjadi berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2017). Pada kasus ini dan

berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan maka ada 4 diagnosa keperawatan

yang muncul yaitu sebagai berikut :


63

1. Diagnosa keperawatan yang muncul

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)

North American Nursing Diagnosis Association / NANDA, 2015

mendefinisikan bahwa nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan

emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan

actual atau potensial dalam waktu yang mendadak atau lambat dengan

intensiatas ringan hingga berat dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau

diprediksi, dan dalam durasi waktu kurang dari 3 bulan. Nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera biologis dengan batasan

karakteristik, ekspresi wajah nyeri, laporan perilaku nyeri / perubahan

aktivitas, keluhan tentang intensitas dengan standar skala nyeri.

Sedangkan menurut (SDKI, 2017, hlm. 172) nyeri akut merupakan

pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan

dengan batasan karakteristik tanda dan gejala mayor mengeluh nyeri,

tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat,

dan sulit tidur sedangakan tanda dan gejala minor yaitu tekanan darah

meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berfikir

terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.


64

Diagnosa yang didapatkan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisiologis dengan maninfestasi dari kasus kanker kolorektal

yang terjadi pada lansia yaitu ditemukan data mayor untuk data

subjektifnya lansia mengeluh nyeri dan untuk data objektifnya lansia

tampak meringis kesakitan, berfokus pada diri sendiri. Sedangkan untuk

data minor untuk data subjektifnya lansia mengatakan nyeri pada perut

kiri post operasi saat digunakan untuk melakukan aktivitas berlebihan,

dan untuk data objektifnya yaitu tekanan darah normal, frekuensi nadi

meningkat.

Teori terdapat perbedaan antara kasus yang penulis tegakkan pada

diagnosa keperawatan dengan teori dan kasus sebelumnya. Salah satunya

terdapat perbedaan terhadap penamaan pada diagnose NANDA, 2015

dengan SDKI, 2017 yaitu antara nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera biologis dengan nyeri akut berhubungan dengan agen

pencedera fisiologis. Namun, dalam pengertian dan batasan karakteristik

atara di NANDA, 2015 dengan SDKI, 2017 memiliki pengertian dan

tujuan yang sama walaupun batasan karakteristik masing – masing

diagnosa tidak semua menunjukkan kesamaan. Dalam kasus sebelumnya

data didukung lansia mengatakan nyeri pada perut sebelah kiri post

operasi, nyeri bertambah saat digunakan untuk melakukan aktivitas

berlebihan, sering terbangun pada saat malam hari karena nyeri luka , dan

jika nyerinya muncul lansia A mengatasinya dengan minum obat asam

mefenamat, P: nyeri luka post op, Q: tertusuk – tusuk, R: perut sebelah


65

kiri, S: nyeri sedang 4, T: hilang timbul, hasil pemeriksaan penggantian

balut terdapat luka memerah dan hasil pemeriksaan TTV tekanan darah

130/80 mmHg, nadi 90 x/menit. Sedangkan penulis dalam menegakkan

diagnosa nyeri akut didukung dengan data mengalami nyeri pada perut

sebelah kiri skala nyeri 4, tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi

meningkat 90 x/menit, dan pemeriksaan penggantian balut kemerhan dan

ada nanah.

Intervensi berdasarkan kasus dan teori sebelumnya penyusunan intervensi

menggunakan NOC dan NIC yang direncanakan dengan tujuan setelah

dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam nyeri pada klien berkurang

atau hilang. Dengan kriteria hasil nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri, menyatakan rasa aman

setelah nyeri berkurang, tanda vital dalam rentan normal, tidak

mengalami gangguan tidur dengan rencana tindakan berdasarkan NIC,

2015 yang meliputi identifikasi pada klien mengenai penyebab nyeri,

kualitas nyeri, penyebaran nyeri, skala nyeri, waktu nyeri, jelaskan faktor

resiko yang mempengaruhi kesehatan, anjurkan klien melakukan

manajemen nyeri saat nyeri kambuh, latih klien prosedur self healing,

ajarkan klien untuk mendemonstrasikan self healing, dan control

lingkungan yang memperberat rasa nyeri.


66

Berbeda dengan intervensi yang penulis rancang berdasarkan SLKI, 2019

yaitu dengan menggunakan intervensi utama dan intervensi pndukung

atau tambahan. Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x pertemuan

diharapkan diharapkan nyeri post operasi menurun dengan kriteria hasil

tingkat nyeri (L.08066) antara lain keluhan nyeri dari meningkat 1

menjadi cukup menurun 4, meringis dari sedang 3 menjadi menurun 5,

sikap protektif dari cukup meningkat 2 menjadi cukup menurun 4,

kesulitan tidur dari sedang 3 menjadi menurun 5, frekuensi nadi dari

sedang 3 menjadi membaik 5, tekanan darah dari cukup memburuk 2

menjadi membaik 5, dan intervensi yang ditegakkan menurut SIKI, 2018

degan menggunakan intervensi utama dan intervensi pendukung.

Intervensi utama diberikan dengan manajemen nyeri (I.08238) meliputi

Klien mampu menjelaskan tentang penyebab, periode dan pemicu nyeri,

klien mampu menjelaskan strategi meredakan nyeri. Klien mampu

mengambil keputusan untuk memberikan teknik non farmakologi untuk

mengurangi rasa nyeri (relaksasi nafas dalam, hypnosis, terapi self

healing ), pertimbangakan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan

strategi meredakan nyeri. Klien mampu merawat saat nyeri timbul

dengan fasilitas istirahat dan tidur. Klien mampu memodifikasi

lingkungan yang memperberat rasa nyeri. Lansia dan keluarga mampu

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di wilayah terdekat.


67

Sedangkan intervensi tambahan yaitu terapi relaksasi (I.09326),

Observasi identifikasi tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi,

atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif, pemeriksaan

ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan

sesudah latihan, monitor respon terhadap terapi relaksasi. Terapeutik

ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan

suhu ruang nyaman, berikan informasi tertulis tentang persiapan dan

prosedur teknik relaksasi. Edukasi jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan

jenis relaksasi yang tersedia (napas dalam), jelaskan secara rinci

intervensi relaksasi yang dipilih, anjurkan mengambil posisi nyaman,

anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi, anjurkan sering

mengulangi atau melatih teknik yang dipilih.

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat

memberikan intervensi atau tindakan secara langsung yaitu memberikan

terapi self healing untuk memahami diri sendiri, menerima

ketidaksempurnaan, dan membentuk pikiran positif dari apa yang telah

terjadi. Ketika berhasil melakukan self healing, maka kita akan menjadi

pribadi yang lebih tegar dalam menghadapi kesulitan, kegagalan, dan

trauma di masa lalu. Pemanfaatan self healing dengan cara menutup mata

memposisikan yang nyaman seperti duduk dengan kaki di tekuk ke depan

fokus dengan apa yang akan perawat katakana dengan memberikan

semangat dan bagaimana kehidupan yang akan dijalani, bisa dilakukkan

sendiri 10-15 menit dalam waktu sehari 2 kali. ( Justinus, 2021). Yang
68

dilakukan di Brazil kepada pasien yang mengalami nyeri luka post

operasi dan penelitian tentang Efektivitas touch terapeutik pada rasa

sakit, depresi dan tidur pada pasien dengan rasa sakit kronis: percobaan

klinis. Penelitian dilakukan di Unit Kesehatan Dasar di Fernandópolis,

SPBrasil, melibatkan 30 pasien lanjut usia dengan nyeri non-onkologis

kronis yang menerima 8 sesi Terapi Sentuhan sesuai dengan metode

Krieger-Kunz. Skala Analog Visual untuk rasa sakit diterapkan sebelum

dan sesudah setiap sesi, dan Beck Depression Inventory dan Pittsburgh

Sleep Quality Index sebelum sesi pertama dan setelah sesi terakhir.

Analisis data menunjukkan penurunan yang signifikan. ( Marta, 2021 ).

Implementasi yang dilakukan pada kasus sebelumnya yaitu melakukan

pengkajian nyeri dengan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri, identifikasi

respons nyeri non verbal, faktor yang memperberat nyeri dan

memperingan nyeri, identifikasi nyeri pada kualitas hidup dan

mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam

merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan dalam hal ini perawat

mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam yaitu

memerintahkan pasien posisi fowler selanjutnya menyuruh pasien

merilekskan pikiran setelah itu meletakkan tangan kanan di dada pasien

dan tangan kiri pada perut selanjutnya memerintahkan pasien supaya tarik

nafas dalam – dalam melalui hidung selanjutnya ditahan selama 3 detik

dan meminta pasien untuk membuang pikiran – pikiran negatif tentang


69

nyerinya buang besama dengan nafas melalui mulut, nafas dalam

dilakukan berulang sebanyak 3 kali (Gusmiarti, 2021). Teknik nafas

dalam dapat mengurangi nyeri, meningkatkan relaksasi sehingga

mengurangi ketegangan otot yang terjadi pada penderita post operasi

yang terjadi di daerah perut sebelah kiri.

Evaluasi berdasarkan kriteria hasil pada kasus sebelumnya yaitu masalah

teratasi karena nyeri post operasi berkurang. Evaluasi penulis yang

didapatkan berdasarkan kriteria hasil yaitu lansia mengatakan sudah

mengerti penyabab nyeri, kualitas nyeri, skala nyeri. Kemudian lansia

dapat menjelaskan dengan bahasa yang mudah, mampu menjawab

pertanyaan yang diberikan, dan lansia paham dengan apa yang sudah

dijelaskan. Nyeri menurun dari skala 4 menjadi skala 2, lansia tampak

sudah tidak meringis kesakitan, nadi menjadi membaik dari 90 x/menit

menjadi 88 x/menit, tekanan darah membaik atau menurun dari 120/90

mmHg menjadi 110/80 mmHg.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)

Gangguan mobilitas fisik menurut (NANDA, 2015) merupakan kondisi

dimana seseorang mengalami keterbatasan untuk bergerak bebas.

Sedangkan dalam (SDKI, 2017) gangguan mobilitas fisik merupakan

keterbatasan dalam gerakan fisik dari atau lebih ekstremitas secara

mandiri dengan gejala dan tanda mayor mengeluh sulit tidur, kekuatan

otot menurun, rentan gerak / ROM menurun, untuk gejala dan tanda
70

minor yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa

cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan

terbatas, fisik lemah. Diagnosa tersebut dibuktikan dengan lansia

mengatakan tidak bisa bergerak pindah tempat semenjak post operasi,

jika berjalan masih di bantu. Menurut Setiati (2014 dalam Milyati, 2021)

menjelaskan bahwa faktor penyebab gangguan mobilitas fisik adalah

adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, masalah

psikologis, kelainan postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan

sistem saraf pusat, atau trauma langsuung dari sistem muskuloskeletal

dan neuromuskular.

Intervensi utama yang diberikan untuk mengatasi masalah tersebut adalah

mobilitas fisik (L.05042) dengan tujuan setelah dilakukan 3x pertemuan

mobilitas fisik meningkat, dengan kriteria hasil pergerakan ekstremitas

dari cukup menurun 2 menjadi cukup meningkat 4, nyeri dari cukup

meningkat 2 menjadi cukup menurun 4, kaku sendi dari meningkat 1

menjadi cukup menurun 4, gerakan terbatas dari sedang 3 menjadi

menurun 5. Intervensi utama yaitu dukungan mobilisasi (I.05173) antara

lain identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya, identifikasi

toleransi fisik melakukan pergerakan, fasilitasi aktivitas mobilisasi

dengan alat bantu, fasilitasi melakukan pergerakan, libatkan keluarga

untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan, jelaskan tujuan

dan prosedur mobilisasi, anjurkan melakukan mobilisasi dini, ajarkan

mobilisasi sederhana yang harus dilakukan, lansia dan keluarga mampu


71

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di wilayah terdekat.

Sedangkan intervensi pendukungnya yaitu edukasi latihan fisik (I.12389)

Pencegahan yang dapat dilakukan pada lansia untuk mengurangi nyeri

saat bergerak yaitu dengan memberikan peyuluhan atau edukasi

kesehatan kepada kelompok lansia dimana penyuluhan kesehatan tersebut

merupakan upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar

masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatannya dengan harapan lansia dapat memahami

tentang proses menua, pengenalan nyeri saat gerak, pencegahan dan

perawatan nyeri gerak. Selain pendidikan kesehatan dapat dilakukan

upaya atau dikombinasikan dengan latihan gerak merupakan aktifitas

fisik yang dilakukan secara teratur dengan berfokus pada kecemasaan

dalam menghadapi nyeri gerak (Yanti, 2016). Berdasarkan pengkajian

tersebut tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus.

Implementasi yang telah dilakukan selama pengelolaan 3x pertemuan

yaitu mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

tentang mobilisasi saat nyeri gerak karena luka post operasi atau keluhan

lainnya dengan mengguanakan lembar bolak balik dan materi. mengambil

keputusan dengan intervensi membangun kekuatan seperti dukungan dari

keluarga untuk membantu atau mendampingi setiap klien melakukan

mobilisasi atau menyedikan alat bantu jalan pada saat nyeri gerak luka

post operasi dan memodifikasi perilaku dengan intervensi mengajarkan 6


72

cara benar minum obat melalui pendidikan kesehatan 6 cara benar minum

obat atau pengajaran pengobatan yang ditentukan / ditetapkan.

Melibatkan keluarga dan lansia dengan intervensi mengajarkan self

healing pada nyeri gerak post operasi. Mengajarkan dan mendampingi

dalam mobilisasi sederhana yaitu berjalan secara pelan – pelan dan

bertahap serta melakukan latihan gerak atau ROM dengan melibatkan

keluarga sehingga lansia bisa melakukan secara mandiri. Memanfaatkan

fasilitas kesehatan dengan intervensi mengikuti program posyandu lansia.

Pendidikan kesehatan tentang 6 cara benar minum obat dilakukan kepada

pasien diharapkan sebagai cara menanamkan keyakinan kepada lansia

dan keluarga yang sebelumnya tidak mengerti manfaat minum obat

menjadi mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang berhubungan

dengan kesehatan. Penggunaan obat – obatan seperti anti nyeri asam

mefenamat dapat mengurangi nyeri post operasi sehingga bisa diterapkan

dalam menjaga dan penatalaksanaan perawatan kolorektal dengan

harapan lansia maupun keluarga lainnya yang mempunyai penyakit

kanker kolorektal dapat menjaga kaesehatan dan pola makan sehat

(Yunita dkk, 2018).

Hasil evaluasi tindakan keperawatan pada diagnosa kedua berdasarkan

kriteria hasil masalah teratasi dengan lansia dapat melakukan gerak

pindah tempat secara mandiri tanpa dibantu keluarga, lansia mengatakan

pergerakan ekstremitas pada pasien sebelumnya dari menurun menjadi


73

cukup meningkat dibuktikan dengan klien sudah bisa gerak dan

melakukan aktivitas fisik, nyeri cukup menurun, kaku sendi cukup

menurun, gerakan terbatas menurun.

c. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan penglihatan ( D.0143)

Diagnosa ketiga yaitu resiko jatuh, diagnosa tersebut dibuktikan dengan

lansia mengeluh pandangan kabur klien tidak bisa mampu jika melihat

tulisan kecil – kecil dengan jarak jauh. Saat dilakukan kunjungan lansia

mengatakan Terkadang lansia menggunakan alat bantu baca berupa

kacamata. Resiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan

gangguan kesehatan akibat terjatuh (SDKI, 2017, hlm. 306). Luaran

utamanya Fungsi Sensori ( L.06048) Ketajaman pendengaran cukup

menurun (2) menjadi cukup meningkat (4), Ketajaman penglihatan cukup

menurun (2) menjadi cukup menurun (4), Persepsi stimulasi kulit cukup

menurun (2) menjadi cukup meningkat (4), Persepsi posisi kepala sedang

(3) menjadi cukup meningkat (4), Persepsi posisi tubuh sedang (3)

menjadi cukup meningkat (4), Perbedaan bau sedang (3) menjadi cukup

emingkat (4), Perbedaan rasa sedang (3)menjadi cukup menurun (4)

(SDKI, 2017).

Intervensi yang diberikan untuk mengatasi masalah tersebut adalah

Pencegahan Jatuh yaitu monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur

ke kursi roda dan sebaliknya. Tindakan berupa mengajarkan

keseimbangan tubuh dengan latihan jalan tendem.(SIKI, 2018).


74

Implementasi yang telah dilakukan memberikan pendidikan kesehatan

cara menjaga keseimbangan tubuh dengan metode / dengan cara

mengajarkan latihan keseimbangan jalan tendem yaitu Menurut penelitian

Algazali (2020) menjelaskan bahwa intervensi keperawatan latihan

tendem yang diterapkan dalam penelitiannya dilakukan dengan landasan

teori keperawatan yang sesuai yaitu, Teori Keperawatan Nola Pender

tentang mengajarkan latihan keseimbangan pada lansia. Dalam

melakukan implementasi akan dilihat perilaku hidup sehat yang

dilakukan oleh penderita dengan menghindari faktor – faktor yang

menyebabkan klien resiko jatuhn, berpindah tempat sendiri tanpa dibantu

oleh keluarga edukasi yang diberikan dan dijelaskan yaitu dengan cara

berjalan lurus dengan posisi tumit kaki menyentuh jari kaki lainnya.

Evaluasi berdasarkan kriteria hasil pada kasus yang dilakukan selama 2x

pertemuan masalah resiko jatuh teratasi dengan klien mengatakan lebih

rileks dan nyaman, lebih bisa berhati hati dalam berpindah tempat

dibuktikan dengan hasil pemeriksaan klien mampu berpindah tempat

tanpa bantuan keluarga. Ketajaman penglihatan cukup meningkat.

2. Diagnosa keperawatan yang tidak muncul

Diagnosa yang tidak muncul pada kasus tersebut yaitu gangguan pola tidur

dan gangguan citra tubuh. Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan

kuantitas waktu tidur akibat fantor eksternal dengan gejala dan tanda mayor

yaitu mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas

tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup, dan
75

mengeluh kempuan beraktivitas menurun. Pada kasus tersebut lansia

mengeluh pada saat tidur malam sering terbangun yang disebabkan nyeri post

operasi dan pada saat tidur siang lansia mengatakan bisa tidur dan pola tidur

terpenuhi dikarenakan tidak merasakan nyeri luka operasi. Sehingga data

tidak mendukung untuk menegakkan diagnosa tersebut.

Diagnosa keperawatan kedua yang tidak muncul yaitu gangguan citra tubuh.

Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang penampilan,

struktur dan fungsi fisik individu dengan gejala dan tanda mayor

mengungkapkan kecacatan / kehilangan bagian tubuh, fungsi / struktur tubuh

berubah / hilang, tidak mau mengungkapkan kecacatan / kehilangan bagian

tubuh, fokus berlebihan pada perubahan tubuh, mengungkapkan perasaan

negatif tentang perubahan tubuh, hubungan sosial berubah, dll. Asalan

mengapa diagnosa keperawatan tersebut tidak muncul dikarenakan tidak ada

data yang mendukung seperti lansia lebih sering menyendiri atau tidak

berinteraksi dengan tetangga sekitar rumahnya dan penulis tidak menemukan

data pengkajian pada klien yang mendukung diagnosa gangguan citra tubuh

untuk digunakan dan ditegakkan sebagai diagnosa.


76

BAB V

PENUTUP

Pada bab ini penulis akan membahas simpulan dari analisis kasus asuhan keperawatan

gerontik dengan nyeri akut pada lansia penyakit tidak menular (PTM) : Kanker

Kolorektal. Penulis memberikan saran dengan harapan dapat memberikan masukan

dan pendapat dalam memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan mutu

pelayanan.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis kasus pada asuhan keperawatan gerontik penyakit

tidak menular (PTM) : Kanker Kolorektal dan berdasarkan bab sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil pengkajian pada lansia Kanker Kolorektal dengan nyeri akut

diantaranya lansia mengeluh nyeri post operasi perut sebelah kiri, tampak

meringis, luka kemerahan dan ada pus , frekuensi nadi meningkat, tekanan

darah lansia meningkat, dan bersikap protektif. Tanda gejala yang muncul

menunjukkan masalah nyeri akut sesuai SDKI.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul sesuai prioritas adalah nyeri akut

berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan nyeri, resiko jatuh berhubungan dengan gangguan

penglihatan sesuai dengan SDKI. Kriteria hasil yang ditegakkan sesuai

dengan SLKI, yaitu tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil keluahan

76
77

nyeri cukup menurun, meringis menurun, sikap protektif cukup menurun,

kesulitan tidur menurun, frekuensi nadi membaik, dan tekanan darah

membaik, klien dapat berpindah sendiri tanpa dibantu.

3. Intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien lansia dengan Kanker

kolorektal sesuai diagnosa yang sudah ditegakkan dan sesuai SIKI, yaitu

manajemen nyeri dengan tindakan mampu menjelaskan strategi meredakan

nyeri, lakukan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri dengan self

healing, fasilitasi kebutuhan istirahat dan tidur dalam perawatan nyeri,

ajarkan relaksasi nafas dalam, dan modifikasi lingkungan yang memperberat

rasa nyeri, selain intervensi tersebut lansia dapat diedukasi metode 4ES untuk

mengurangi konsumsi makanan yang berlemak, mengajarkan latihan

keseimbangan jalan tendem.

4. Implementasi yang dilakukan telah sesuai dengan intervensi, yaitu

melakukan teknik relaksasi nafas dalam, meditasi self healing, dan edukasi

metode 4ES dan latihan keseimbangan jalan tendem. Implementasi dilakukan

selama 8x pertemuan.

5. Evaluasi yang didapatkan telah sesuai dengan kriteria hasil yang

ditegakkan yaitu tingkat nyeri menurun, dibuktikan dengan keluhan nyeri

yang dirasakan lansia cukup menurun, meringis menurun, sikap protektif

cukup menurun, kesulitan tidur menurun, frekuensi nadi membaik, dan

tekanan darah membaik, dapat berpindah tempat sendiri tanpa bantuan.

Terdapat kesenjangan antara kasus dan teori yaitu diagnosa gangguan citra

tubuh tidak muncul pada kasus.


78

B. Saran

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Karya Tulis Ilmiah dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan tentang

pemberian pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan gerontik kepada

klien dengan kanker kolorektal yang komprehensif untuk meningkatkan mutu

pelayanan dalam memberikan tindakan dan asuhan keperawatan. Diharapkan

self healing dan metode 4ES dapat digunakan dan diterapkan sebagai salah

satu tindakan non-farmakologi untuk mengurangi atau menurunkan rasa

nyeri yang terjadi setelah tindakan operasi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menjadi media belajar terutama

pada kasus keperawatan gerontik pada pasien yang mengalami kanker

kolorektal dan penyakit tidak menular. Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan

dapat digunakan mahasiswa sebagai media pembelajaran dan sumber

pustaka dalam memberikan tindakan keperawatan non-farmakologi dengan

masalah nyeri akut pada lansia penyakit tidak menular (PTM) : Kanker

Kolorektal dan intervensi apa saja yang dapat diberikan pada lansia.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Karya Tulis Ilmiah ini dapat dijadikan intervensi tambahan dan bahan

pertimbangan dalam pengembangan ilmu terutama bagi perawat sebagai care

giver dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan dengan nyeri akut


79

pada lansia penyakit tidak menular (PTM) : kanker kolorektal supaya dapat

lebih maksimal dalam memberikan asuhan keperawatan.


80

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Rita Benya., Dwi Sulistyowati., dkk. (2021). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Indramayu Jawa Barat: CV. Adanu Abimata

Akbar, M Agung. (2019). Buku Ajar Konsep-Konsep Dasar Dalam Keperawatan


Komunitas. Yogyakarta: CV Budi Utama

Ballsy C A., Pangkey., Adventina Delima Hutapea., dkk. (2021). Dasar – Dasar
Dokumentasi Keperawatan. Medan Sumatera Utara: Yayasan Kita Menulis

Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 1 Cetakan 1.
Yogyakarta: Deepublish

https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmkeperawatanFK/article/viewFile/29625/75676579
194 diakses: 22 Maret 2022, jam 09.50

Gemini, Savitri., Revi Yulia., dkk. (2021). Keperawatan Gerontik. Aceh: Yayasan
Penerbit Muhammad Zaini

Hardiyanti & Siti. (2020). Pengaruh Latihan Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Kadar Gula Darah Pada Lansia Penderita Diabetes Mellitus Di Desa
Ngemplak Kecamatan Karangnongko Kabupaten Klaten. Repository
Universitas Muhammadiyah Klaten. http://repository.stikesmukla.ac.id/310/
diakses: 5 Mei 2022, jam 17.45

Helmi, Zairin Noor. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika

80
81

Iqbal., dkk. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Hindari Lansia Dari COVID-19.


http://www.padk.kemkes.go.id/article/read/2020/04/23/21/hindari-lansia-dari-
covid-19.html diakses: 8 April 2022, jam 19.45

Kholifah, Siti Nur. (2016). Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan. Jakarta: Tim
P2M2

Kresnawati, Indah., Abi Muhlisin, dkk. (2011). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Keaktifan Lanjut Usia (Lansia) Dalam Mengikuti Kegiatan Di Posyandu
Lansia Desa Gonilan Kecamatan Kartasura. Repository Universitas
Muhammadiyah Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/14760 diakses: 5
Mei 2022, jam 18.00

Kumar, Subodh., dkk. (2018). Anti Inflammatory Action of Ginger: A Critical Review in
Anemia of Inflammation and Its Future Aspect. International Journal of Herbal
Medicine, 1(4)

Lukman & Nurna Ningsih. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Nasrullah, Dede. (2016). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Jilid 1 Dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan NANDA, NIC dan NOC. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media

Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA Nic-Noc. Jilid 2. Yogyakarta:
Mediaction

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika

Padila. (2013). Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
82

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI

Priyoto. (2015). Nursing Intervention Classification (NIC) Dalam Keperawatan


Gerontik. Jakarta Selatan: Salemba Medika

Rohmah, Nikmatur & Saiful Walid. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI
(Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia). Malang: Edulitera (Anggota
IKAPI)

Rosyidi, Kholid. (2013). Muskloskeletal. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media

Senja, Amalia & Tulus Prasetyo. (2019). Perawatan Lansia Oleh Keluarga Dan Care
Giver. Jakarta: Bumi Medika

Siregar, Deborah., Martina Pakpahan., dkk. (2021). Pengantar Proses Keperawatan:


Konsep, Teori dan Aplikasi. Medan Sumatera Utara: Yayasan Kita Menulis

Sitanggang, Yenni Ferawati., Sanny Frisca., dkk. (2021). Keperawatan Gerontik. Medan
Sumatera Utara: Yayasan Kita Menulis

Sudarsa, I Wayan. (2020). Perawatan Komprehensif Paliatif. Surabaya: Airlangga


University Press

Sunaryo., Rahayu Wijayanti., dkk. (2015). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:


CV. Andi Offset diakses: 22 Maret 2022, jam 18.00

Tim EduNers. (2021). Buku Pengayaan Uji Kompetensi Keperawatan Gerontik.


Surabaya: Health Books Publishing

http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/kenali-dan-cegah-kanker-kolorektal

https://web.archive.org/web/20210902010929id_/https://journal.akperkabpurworejo.ac.i
d/index.php/nsj/article/download/53/28

https://www.kompas.com/wiken/read/2021/11/27/091000381/apa-itu-self-healing-dan-
bagaimana-cara-melakukannya-?page=all
LAMPIRAN
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

PADA TN.A DENGAN KANKER KOLOREKTAL DI WOLTER

MANGUNSIDI

I. PENGKAJIAN

Hari, Tanggal : Jumat,18 Maret 2022

Jam Pengkajian : 10.30 WIB

A. IDENTITAS UMUM

Identitas Klien

Nama : Tn.A

Umur : 60 tahun,

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SMA

Alamat : Jl. Woltermangunsidi

Diagnosa Medis/masalah KDM : kanker kolorektal

Identitas Penanggungjawab

Nama : Ny.L
Umur : 58 tahun

Jenis kelamin :P

Alamat : JL. Woltermangunsidi

Hub dengan klien : Istri

B. KELUHAN UTAMA

Tn. A mengatakan keluhan utama nyeri post operasi colostomy.

C. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

Tn.A mengatakan nyeri luka operasi colostomi post mondok di RS Telogorejo

semarang 2 hari yang lalu dengan ca colon.

D. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU

Tn.A mengatakan mempunyai riwayat penyakit ambeian 2th yang lalu jika BAB

sakit dan keluar darah segar, lendir. Periksa ke dokter mulyono tidak ada

perubahan kemudian di sarankan untuk periksa ke RS kariadi. Di RS Kariadi

dilakukan pemeriksaan ct scan abdomen, usg abdomen, colonoscopy dan

ternyata dari hasil pemeriksaan di dapat tumor rectum 1/3 tengah c/ ganas.

Kemudian Tn. A melakukan tindakan operasi colostomy. Setelah di operasi luka

mengeluarkan nanah dan berbau. Kemudian Tn. A ke rumah sakit Telogorejo

untuk periksa luka nya, disana dilakukan penyedotan nanah. Tn. A d rawat di Rs

Telogorejo selama kurang lebih 1 bulan.

E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Tn.A mengatakan bapaknya dulu tidak memiliki riwayat penyakit menurun dan

tidak ada riwayat penyakit menular dalam keluarga.


Nama Keadaan saat ini Keterangan

Tn.A Sakit Klien

Ny.L Sehat Istri, tinggal serumah

Ny.R Sehat Anak, tinggal serumah

Ny.A Sehat Anak, tinggal serumah

Tn.B Sehat Anak, tinggal serumah

Genogram

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien laki-laki

: dalam satu rumah


F. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP

Keadaan rumah Tn.A bersih dan rapi, Tn.A mengatakan setiap hari istrinya

membersihkan rumahnya sendiri. Pencahayaan dan sirkulasi di rumah Tn A

cukup, dilihat dari rumah yang memiliki jendela dan ventilasi di setiap ruangan.

Tn.A mempunyai kamar mandi berlantai keramik, dan WC yang cukup bersih.

Rumah Tn.A memiliki pembuangan air kotor (got). Tn.A menggunakan air

minum dari air kemasan (galon) dan sumber air berasal dari sumur. Pembuangan

sampah ada di belakang rumah, di bakar 1 minggu sekali. Terdapat pencemaran

suara yaitu suara bising dari kendaraan yang lewat karena rumahnya yang dekat

dengan jalan raya. Keadaan lantai kamar mandi dari keramik, sehingga cukup

licin dan beresiko untuk terjadinya jatuh.

G. RIWAYAT REKREASI

Tn.A mengatakan tidak pernah pergi berlibur ke luar kota semenjak sakit

ini.Tn.A hanya di rumah dengan anak dan istri nya bercengkerama bersama.

H. TINJAUAN PER SISTEM

1. Keadaan Umum /tingkat kesadaran : Sadar/komposmentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5 °C

2. Kulit dan kuku

Inspeksi
Warna kulit : Sawo matang

Lesi kulit : Tidak ada lesi

Jaringan parut : Tidak ada jaringan parut

Distribusi rambut : Distribusi rambut di kulit tidak terlalu banyak

Kebersihan kuku : Cukup bersih

Kelainan pada kuku : Tidak ada kelainan kuku

Palpasi

Tekstur kulit : Keriput

Turgor kulit : Turgor kulit tidak elastis

Pitting edema : Tidak ada pitting edema

Capilarry refill time : CRT < 3 detik

3. Kepala

Inspeksi

Bentuk kepala : Mesochepal

Kebersihan : Bersih

Warna rambut : Hitam

Kulit kepala : Tidak ada lesi

Distribusi rambut : Distribusi rambut merata

Kerontokan rambut : Ya

Benjolan dikepala : Tidak ada benjolan di kepala

Temuan yang lain : Tidak ada

Palpasi

Nyeri tekan : luka post operasi colonostomi


4. Mata

Inspeksi

Kelopak mata mengalami ptosis : Tidak

Warna Konjungtiva : Merah muda

Sklera : Putih

Iris : Kecoklatan

Kornea : Keruh

Pupil : Isokor

Peradangan : Tidak

Katarak : Tidak

Ketajaman penglihatan : Penglihatan klien tidak jelas dan kabur

Gerak bola mata : Normal

Alat Bantu penglihatan : tidak

Buta warna : Tidak

Palpasi

Kelopak mata : Tidak nyeri

Temuan yang lain : Tidak ada

5. Telinga

Inspeksi

Bentuk telinga : Normal

Lesi : Tidak

Peradangan : Tidak
Kebersihan telinga luar : Bersih

Kebersihan lubang telinga : Sedikit kotor

Membran timpani :

Test Arloji : Pendengaran normal

Tes bisikan bilangan : Pendengaran normal

Tes Weber : Pendengaran normal

Test Rinne : Pendengaran normal

Test swabach : Pendengaran normal

Palpasi

Daun telinga : Tidak ada nyeri tekan

Prosessus mastoideus : Tidak ada nyeri tekan

Temuan yang lain : Tidak ada

6. Hidung dan sinus

Inspeksi

Bentuk hidung : Normal

Warna kulit hidung : Sawo matang

Lubang hidung : Cukup bersih

Temuan yang lain : Tidak ada

Peradangan : Tidak

Penciuman : Tidak

Palpasi:

Mobilitas septum hidung : Tidak ada

Sinusitis : Tidak
Temuan yang lain : Tidak ada

7. Mulut dan tenggorokan

Inspeksi

Warna bibir : Pucat

Bibir pecah-pecah : Tidak

Mukosa : Lembab

Kebersihan gigi : Cukup bersih

Gigi berlubang : Tidak ada

Gusi berdarah : Tidak ada

Kebersihan lidah : Bersih

Pembesaran tonsil : Tidak ada

Temuan yang lain : Tidak ada

8. Leher

Inspeksi

Kesimetrisan leher : Simetris

Palpasi

Kelenjar limfe : Normal

Pembesaran Kelenjar tyroid : Tidak

Kaku kuduk : Tidak

Temuan yang lain : Tidak ada

9. Dada dan tulang belakang

Inspeksi

Bentuk dada : Simetris


Kelainan bentuk dada : Tidak ada

Kelainan tulang belakang : Tidak ada

Temuan yang lain : Tidak ada

10. Pernafasan (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

Inspeksi

Pengembangan dada : Simetris

Pernafasan : 20 x/menit

Retraksi interkosta : Tidak

Cuping hidung : Tidak

Palpasi

Taktil fremitus : Teraba

Perkus : Sonor

Auskultasi : Vesikuler

Suara tambahan : Tidak ada

Temuan lainnya : Tidak ada

11.Kardiovaskular (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

Inspeksi

Titik impuls maksimal : Terlihat

Palpasi

Titik impuls maksimal : Teraba

Katup aorta : Tidak ada nyeri tekan

Katup pulmonal : Tidak ada nyeri tekan

Katup trikuspid : Tidak ada nyeri tekan


Katup bikuspidalis : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi

Batas jantung : Pekak

Auskultasi

Bunyi jantung : Reguler, tidak ada bunyi tambahan

Temuan yang lain : Tidak ada

11. Gastrointestinal (Inspeksi, Auskultasi, Perkusi, Palpasi)

Inspeksi

Bentuk abdomen : Distended

Auskultasi

Peristaltik usus : 9 x/menit

Perkusi

Ginjal : Pekak

Hati : Pekak

Limfa : Pekak

Abdomen : Timpani

Usus : Pekak, ada stoma di perut bagian kanan bawah

Palpasi

Ada nyeri tekan pada luka post operasi colonostomi

12. Perkemihan

Tidak ada gangguan

13. Muskuloskeletal

Inspeksi
Lesi kulit : Tidak ada

Adanya tremor : Ya

Palpasi

Tonus otot ekstremitas atas : Baik

Tonus otot ekstremitas bawah : Baik

Kekuatan ekstremitas atas : Skala 5

Kekuatan ekstremitas bawah : Skala 4

a. = Melawan gravitasi tanpa tahanan

b. = Melawan gravitasi tanpa tahanan

c. = Melawan gravitasi tapi tidak ada tahanan

d. = Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh

e. = Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh

Rentang gerak : kuat tanpa bantuan

Edema kaki : Tidak, tidak pitting edema

Refleks Bisep : kanan = positif, Kiri = positif

Refleks Trisep : kanan = positif, kiri = positif

Refleks patella : kanan = positif, kiri = positif

Refleks Achilles : kanan = positif, kiri = positif

Keterangan : refleks positf = Normal

Refleks negatif = menurun/meningkat

Temuan yang lain: Tidak ada

14. SSP (N I – XII)

1). Olfaktori: Klien mampu membedakan bau (kopi, seledri, dll)


2). Optikus: Klien mampu mengikuti lapang pandang, namun pandangan

sudah agak sedikit kabur.

3). Okulomotorius: Klien mampu mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi

pupil jika terkena cahaya

4) Throklear: Klien mampu menggerakkan mata ke bawah dan kedalam

5) Trigeminus: Klien mampu menggerakkan rahang kesemua sisi,

memejamkan mata, dan reflek kornea baik.

6) Abdusen : Klien mampu deviasi mata lateral

7) Facialis : Klien mampu mengekspresikan wajahnya, seperti senyum,

bersiul, dan mengangkat alis mata

8) Auditori : Klien mampu mendengar, namun pendengarannya sudah

berkurang

9) Glosofaringeal : Klien mampu membedakan rasa asam dan manis

10) Vagus : Klien mampu menelan ludah dan reflek muntah

11) Aksesorius : Klien mampu menggerakkan bahu

12) Hipoglosus : Klien mampu menggerakkan lidah dari sisi ke sisi

15. Sistem Endokrin

Tidak ada masalah dengan sistem endokrin

16. Sistem Integumen

Keriput karena proses penuaan

17. Genetalia

Inspeksi

Kebersihan : Baik
Haemoroid : Tidak

Palpasi :

Hernia : Tidak

Temuan lain : Tidak ada

I. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL, EKONOMI DAN SPIRITUAL

1. Psikososial

Kemampuan sosialisasi Tn.A dengan masyarakat sangat baik, ramah.

Tetangga-tetangga Tn.A peduli dengan Tn.A, ketika sore hari mereka saling

bercengkerama didepan rumah. Harapan Tn.A semoga penyakit yang

dideritanya cepat sembuh dan bisa berkumpul lagi dengan keluarga.

Hubungan dengan orang lain dalam masyarakat :

□ Mampu berinteraksi

Kebiasaan berinteraksi dengan teman sebayanya :

□ Sering

Stabilitas emosi :

□ Stabil

2. Sosial Ekonomi

Ny.L seorang ibu rumah tangga dengan mempunyai 3 orang anak. Ny. L

hanya mendapatkan uang dari gaji suami nya Tn. A. Tn. A mempunyai usaha

di rumah gaji setiap bulan diberikan istri untuk keperluan keluarga, sekolah

anaknya dan pengobatan Tn.A yang masih rutin control di rumah sakit. Tn. A

bersyukur dengan apa yang didapat dan sesekali pernah mengeluh dengan
istinya Ny.L. Tn.A hanya tinggal dengan istri dan 3 orang anaknya yang

masih sekolah.

3. Identifikasi masalah emosional

Pertanyaan tahap I

a. Apakah klien mengalami kesulitan tidur? Ya

b. Apakah klien merasa gelisah? Ya

c. Apakah klien sering murung dan menangis sendiri? Tidak

d. Apakah klien sering was-was atau khawatir? iya

Lanjutkan ke pertanyaan tahap 2 jika lebih dari atau sama dengan 1

jawaban “ya”

Pertanyaan tahap 2

a. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan? Ya

b. Ada atau banyak pikiran? Ya

c. Ada gangguan atau masalah dengan keluarga lain? ya

d. Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter? Tidak

e. Cenderung mengurung diri? Tidak

Bila lebih dari atau sama dengan 1 jawaban “ya” maka masalah emosional

(+).

Interpretasi: Masalah emosional positif

J. PENGKAJIAN FUNGSIONAL KLIEN

Indeks KATZ

Termasuk /kategori manakah klien?


a. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK dan BAB), menggunakan pakaian,

pergi ke toilet, berpindah dan mandi).

b. Mandiri semuanya kecuali salah satu fungsi diatas.

c. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain

d. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi lain

e. Mandiri kecaili mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi lain

f. Mandiri keculai mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan salah satu fungsi

lain

g. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas

h. Lain-lain

Keterangan: mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan

efektif dari orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu

fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

Modifikasi dari Barthel Indeks

Termasuk yang manakah klien?

Dengan
No KRITERIA Mandiri Keterangan
Bantuan

1. Makan 5 10 Frekuensi 3x

sehari

Jumlah 1
Dengan
No KRITERIA Mandiri Keterangan
Bantuan

porsi

Jenis, nasi

sayur, lauk

2. Minum 5 10 Frekuensi 5 x

sehari

Jumlah 2 liter

Jenis, air dan

teh

3. Berpindah dari kursi 10 15

roda ke tempat

tidur/sebaliknya

4. Personal toilet (cuci 0 5 Frekuensi 3x

muka, menyisir sehari

rambut, gosok gigi)

5. Keluar masuk toilet 5 10

(mencuci pakaian,

menyeka tubuh dan


Dengan
No KRITERIA Mandiri Keterangan
Bantuan

menyiram)

6. Mandi 5 15

7. Jalan di permukaan 0 5

datar

8. Naik turun tangga 5 10

9. Mengenakan pakaian 5 10

10. Kontrol Bowel (BAB) 5 10 Frekuensi 2x

Konsistensi

lembek

Menggunakan

kantong

stoma

11. Kontrol Bladder (BAK) 5 10 Frekuensi 5x

Warna kuning

jernih
12. Olahraga/latihan 5 10 Frekuensi 1x

Jenis, jalan

13. Rekreasi/pemanfaatan 5 10

waktu luang

Keterangan: 130 : Mandiri

65 -125: Ketergantungan sebagian

60 : Ketergantungan total

Interpretasi /kesimpulan: Mandiri

SKOR NORTON

ASPEK YANG DIKAJI SKOR TGL

Kondisi fisik umum : 3

a. Baik 4

b. Lumayan
3
c. Buruk
2
d. Sangat Buruk

Kesadaran 4

a. Komposmentis 4

b. Apatis
ASPEK YANG DIKAJI SKOR TGL

c. Sopor 3

d. Koma
2

Akivitas 4

a. Ambulan 4

b. Ambulan dengan bantuan


3
c. Hanya bisa duduk
2
d. Tiduran

Mobilitas 3

a. Bergerak bebas 4

b. Sedikit terbatas
3
c. Sangat terbatas
2
d. Tidak bisa bergerak

Inkontinensia 4

a. Tidak ada
ASPEK YANG DIKAJI SKOR TGL

b. Kadang-kadang 4

c. Sering inkontinensia urin


3
d. Inkontinensia urin dan alvi
2

Skor 18

Kategori skor:

16-20 : Kecil sekali/tak terjadi dekibitus

12-15 :Kemungkinan kecil terjadi dekubitus

<12 : Kemungkinan besar terjadi dekubitus

Interpretasi/kesimpulan: Tidak terjadi dekubitus

Skala Braden

PARAME TEMUAN SK

TER OR

Persepsi 1. Tidak 2. Gangguan 3. Gangguan 4. Tidak 2

sensori merasaka sensori pada sensori pada ada

n atau bagian ½ 1 atau 2 ganggua


respon permukaan ekstremitas n

terhadap tubuh atau atau sensori,

stimulus hanya berespon berespo

nyeri, berespon pada n penuh

kesadara pada stimuli perintah terhadap

n nyeri verbal tapi perintah

menurun tidak selalu verbal.

mampu

mengatakan

ketidaknyam

anan

Kelembaba 1. Selalu 2. Sangat 3. Kadang 4. Kulit 3

n terpapar lembab lembab kering

oleh

keringat

atau urin

basah

Aktivitas 1. Terbarin 2. Tidak bisa 3. Berjalan 4. Dapat 4

g berjalan dengan atau berjalan

ditempat tanpa sekitar

tidur bantuan ruangan


Mobilitas 1. Tidak 2. Tidak 3. Dapat 4. Dapat 4

mampu dapat membuat meruba

bergerak merubah perubahan h posisi

posisi posisi tanpa

secara tepat tubuh atau bantuan

dan teratur ekstremita

s dengan

mandiri

Nutrisi 1. Tidak 2. Jarang 3. Mampu 4. Dapat 4

dapat mampu menghabisk menghab

menghab menghabiska an lebih dari is kan

iskan 1/3 n ½ porsi ½ porsi porsi

porsi makanannya makannya Makanny

makanny atau intake a, tidak

a, sedikit cairan memerlu

minum, kurang dari kan

puasa jumlah supleme

atauminu optimum ntasi

m air nutrisi.

putih,

atau

mendapat
infus

lebih dari

5 hari

Pergeseran 1. Tidak 2. Membutuh 3. Membutuh 4

dan mampu kan kan bantuan

gesekan mengang bantuan minimal

kat minimal mengangkat

badannya mengangka tubuhnya

sendiri, t tubuhnya

atau

spastik,

kontraktu

r atau

Gelisah

Total skor 21

Keterangan:

Score : 20-23 point: risiko rendah

Score : 15-19 point: risiko sedang

Score : 11-14 point: risiko tinggi

Score : 6-10 point: risiko sangat tinggi

Interpretasi : Resiko rendah


K. PENGKAJIAN STATUS MENTAL KLIEN

1. Identifikasi tingkat intelektual dengan SPMSQ (Short Portable Mental

Status Quesioner), Pfeiffer E,1975 :

Instruksi :

Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban.

Catat jumlah kesalahan total.

No. PERTANYAAN BENAR

1. Tanggal berapa hari ini? Benar

2. Hari apa sekarang? Benar

3. Apa nama tempat ini? Benar

4. Dimana alamat anda? Benar

5. Berapa umur anda? Benar

6. Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)? Benar

7. Siapa presiden Indonesia sekarang? Benar

8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya? Benar

9. Siapa nama ibu anda? Benar

10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari Benar

setiap angka baru, semua secara menurun.


JUMLAH 9

Interpretasi Hasil:

Salah 0-2 : Fungsi intelektual utuh

Salah 3-4 : Kerusakan intelektual ringan

Salah 5-7 : Kerusakan intelektual sedang

Salah 8-10 : Kerusakan intelektual berat

Interpretasi/kesimpulan : Fungsi intelektual utuh

2. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan

MMSE (Mini Mental Status Exam);Fostein MF,1975 :

Aspek Nilai Nilai


No Kriteria
kognitif maks klien

1 Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar

o Tahun

o Musim

o Tanggal

o Hari

o Bulan

Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang

o Negara Indonesia

o Provinsi…..

o Kota….
Aspek Nilai Nilai
No Kriteria
kognitif maks klien

o Panti Wredha/Desa….

o Wisma/Dusun….

2 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 obyek (oleh

pemeriksa) 1 detik untuk

mengatakan masing-masing

obyek. Kemudian tanyakan

kepada klien ketiga obyek

tadi (untuk disebutkan)

o Obyek…

o Obyek…

o Obyek…

3 Perhatian dan 5 3 Minta klien untuk memulai

kalkulasi dari angka 100 kemudian

dikurangi 7 sampai 5 kali

o 93

o 86

o 79

o 72

o 65

4 Mengingat 3 2 Minta klien untuk


Aspek Nilai Nilai
No Kriteria
kognitif maks klien

mengulangi ketiga obyek

pada no 2 (registrasi) tadi

bila benar 1 point untuk

masing-masing obyek

5 Bahasa 9 2 Tunjukkan pada klien suatu

benda dan tanyakan

namanya pada klien (missal

jam tangan atau pensil).

0 Minta pada klien untuk

mengulang kata berikut

“tak ada jika, dan, atau,

tetapi”. Bila benar, nilai 1

poin. Pernyataan benar 2

buah :tidak ada tetapi.

Minta klien untuk

mengikuti perintah berikut

tang terdiri dari 3 langkah :

“Ambil kertas di tangan


Aspek Nilai Nilai
No Kriteria
kognitif maks klien

anda. Lipat dua dan taruh di

lantai”

o Ambil kertas

1 o Lipat dua

o Taruh di lantai

Perintahkan pada klien

untuk hal berikut (bila

aktifitas sesuai perintah

nilai 1 point)

o Tutup mata anda

Perintahkan pada klien

untuk menulis satu kalimat

dan menyalin gambar

o Tulis satu kalimat

o Menyalin gambar

Total nilai 23

>23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik

18-22 :Kerusakan aspek fungsi mental ringan

≤ 17 :Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat


3. Skala depresi

Sesuaikan jawaban klien dengan jawaban yang sesuai pada instrument.

Jawaban yang JWB


No Pertanyaan
sesuai

1 Apakah Anda sebenarnya puas dengan TDK YA

kehidupan anda

2 Apakah Anda telah meninggalkan banyak YA TIDAK

kegiatan dan minat/kesenangan anda?

3 Apakah Anda merasa kehidupan anda YA TIDAK

kosong?

4 Apakah Anda merasa sering bosan? YA YA

5 Apakah Anda mempunyai semangat yang TIDAK TIDAK

baik setiap saat?

6 Apakah Anda merasa takut sesuatu yang YA YA

buruk akan terjadi pada anda?

7 Apakah Anda merasa bahagia untuk TIDAK YA

sebagian besar hidup Anda?

8 Apakah Anda merasa sering tidak berdaya? YA YA

9 Apakah Anda lebih sering di rumah daripada YA YA

pergi keluar dan mengerjakan sesuatu hal

yang baru?
Jawaban yang JWB
No Pertanyaan
sesuai

10 Apakah Anda merasa mempunyai banyak YA TIDAK

masalah dengan daya ingat anda

dibandingkan kebanyakan orang?

11 Apakah Anda pikir bahwa hidup anda TIDAK TIDAK

sekarang menyenangkan?

12 Apakah Anda merasa tidak berharga seperti YA TIDAK

perasaan anda saat ini?

13 Apakah Anda merasa penuh semangat? TIDAK YA

14 Apakah Anda merasa bahwa keadaan anda YA TIDAK

tidak ada harapan?

15 Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih YA TIDAK

baik keadaannya dari pada anda?

*) Setiap jawaban yang sesuai mempunyai skor 1

Keterangan :

Skor 5 -9 : Kemungkinan depresi

Skor 10 atau lebih : Depresi

Interpretasi/kesimpulan : Skor 4 (normal)


4. Pengkajian Kecemasan (Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A)

Nilai 0 = tidak ada gejala atau keluhan

Nilai 1 = gejala ringan

Nilai 2 = gejala sedang

Nilai 3 = gejala berat

Nilai 4 = gejala sangat berat

Penilaian derajat kecemasan score:

< 14 = tidak ada kecemasan

14– 20 = kecemasan ringan

21– 27 = kecemasan sedang

28 - 41 = kecemasan berat

42 - 56 = kecemasan berat sekali / panik

Alat ukur HRS-A (Hamilton Rating Scale For Anxiety)

No Gejala kecemasan Nilai Angka (skor)

1 Perasaan cemas 0 1 2 3 4

a. Cemas

b. Firasat buruk *

c. Takut akan pikiran sendiri


d. Mudah tersinggung

2 Ketegangan 0 1 2 3 4

a. Merasa tegang

b. Lesu

c. Tidak bisa istirahat tenang *

d. Mudah terkejut

e. Mudah mennagis

f. Gemetar

g. Gelisah

3 Ketakutan 0 1 2 3 4

a. Pada gelap

b. Pada orang asing *

c. Ditinggal sendiri

4 Gangguan tidur 0 1 2 3 4

a. Sukar tidur

b. Terbangun malam hari *

c. Tidur tidak nyenyak

d. Bangun dengan lsu

e. Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk)

5 Gangguan kecerdasan 0 1 2 3 4
a. Sukar konsentrasi

b. Daya ingat menurun *

c. Daya ingat buruk

6 Perasaan depresi (murung) 0 1 2 3 4

a. Hilangnya minat

b. Sedih *

c. Bangun dini hari

d. Perasaan berubah-ubah

7 Gejala somatik/fisik otot 0 1 2 3 4

a. Sakit dan nyeri otot-otot

b. Kaku *

c. Kedutan otot

d. Gigi gemerutuk

e. Suara tidak stabil

8 Gejala somatik/fisik (sensorik) 0 1 2 3 4

a. Tinitus (telinga berdering)

b. Penglihatan kabur *

c. Muka merah atau pucat

d. Merasa lemas
9 Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh 0 1 2 3 4

darah)

a. Takikardia (denyut jantung cepat) *

b. Berdebar-debar

c. Nyeri dada

d. Denyut nadi mengeras

e. Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan

10 Gejala respiratori (pernafasan) 0 1 2 3 4

a. Rasa tertekan atau sempit didada

b. Rasa tercekik *

c. Sering menarik nafas

d. Nafas pendek/sesak

11 Gejala gastrointestinal (pencernaan) 0 1 2 3 4

a. Sulit menelan

b. Perut melilit *

c. Gangguan pencernaan

d. Nyeri sebelum atau sesudah makan

e. Rasa penuh dan kembung

f. Mual dan muntah

g. Buang air besar lembek atau konstipasi

12 Gejala urogenital (perkemihan) 0 1 2 3 4


a. Sering buang air kecil *

b. Tidak dapat menahan air seni

13 Gejala autonom 0 1 2 3 4

a. Mulut kering

b. Muka merah *

c. Mudah berkeringat

d. Kepala terasa berat

14 Tingkah laku 0 1 2 3 4

a. Gelisah

b. Tidak tenang

c. Jari gemetar *

d. Kerut kening

e. Muka tegang

f. Otot tegang/mengeras

MORSE FALL SCALE (MFS) SKALA JATUH DARI MORSE

NO PENGKAJIAN SKALA NIAI KET.

1. Riwayat jatuh : Ti 0 0

apakah lansia da

pernah jatuh dalam k

3 bulan terakhir ? Ya 2

5
2. Diagnosa sekunder. Ti 0 15

Apakah lansia da

memiliki lebih dari k

satu penyakit ? Ya 1

3. Alat Bantu Jalan : 0

- Bedrest/

dibantu

perawat 0

- Kruk/tongkat/ 1

walker 5

- Berpegangan 3

pada benda- 0

benda di

sekitar (kursi,

lemari, meja)

4. Terapi Intravena : Ti 0 0

apakah saat ini da

lansia terpasang k

infus ? Ya 2

5. Gaya berjalan/ cara 0 0


berpindah :

- Normal/

bedrest/

immobile

(tidak dapat

bergerak

sendiri)

- Lemah (tidak 1

bertenaga) 0

- Gangguan/ 2

tidak normal 0

(pincang/

diseret)

6. Status Mental 0

- Lansia

menyadari

kondisi dirinya 0

- Lansia 1

mengalami 5

keterbatasan

daya ingat

Total Nilai 15

Keterangan :
Tingkat Nilai Tindakan

Risiko MPS

Tidak 0 – 24 Perawatan dasar

bereisiko

Risiko rendah 25 – Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh

50 standar

Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanakan intervensi pencegahan jatuh

risiko tinggi

Kesimpulan : berdasarkan tabel yang didapat total skor 15 yang artinya Tn.A tidak

beresiko

L. PENGKAJIAN PERILAKU TERHADAP KESEHATAN

Kebiasaan merokok : merokok sehari 2 batang

□ Tidak merokok

Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari :

1. Kebutuhan nutrisi

Frekuensi makan : 3x sehari

Jumlah makanan yang dihabiskan : 1 porsi habis

Makanan tambahan : Kadang dihabiskan

Skrining kebutuhan nutrisi dengan Mini Nutrional Assessment(MNA):

Berat badan (kg) : 55 kg

Tinggi badan (cm) : 160 cm

FORM SKRINING*
A. Apakah Anda mengalami penurunan asupan makanan dalam 3 bulan terakhir

disebabkan kehilangan nafsu makan, gangguan saluran cerna, kesulitan

mengunyah atau menelan?

0 = kehilangan nafs makan berat (severe)

1 = kehilangan nafs makan sedang (moderate)

2 = tidak kehilangan nafsu makan

B. Kehilangan berat badan dalam tiga bulan terakhir?

0 = kehilangan BB 3 kg

1 = tidak tahu

2 = kehilangan BB ntara 1 - 3 kg

3 = tidak mengalami kehilangan

C. Kemampuan melakukan mobilitas?

0 = di ranjang saja atau di kursi roda

1 = dapat meninggalkan ranjang atau kursi roda namun tidak bisa

pergi/jalan- jalan ke luar

2 = dapat berjalan atau pergi dengan leluasa

D. Menderita stress pskologis atau penyakit akut dalam tiga bulan terakhir?

0 = ya

2 = tidak

E. Mengalami masalah neuropsikologis?

0 = dementia atau depresi berat

1 = dementia sedang (moderate)

2 = tidak ada masalah psikologis


F. Nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) ?

0 = IMT < 19 kg/m2

1 =IMT19-21

2 = IMT21-23

3 =IMT>23

Skor 12

SKOR SKRINING

• Sub total maksimal 14

• Jika nilai ≥12 : tdak mempunyai risiko, tidak perlu melengkapi form

penilaian

• Jika ≤ 11 ungkin mengalami malnutrisi, lanjutkan mengisi form penilaian

Mini Nutrional Assessment

II. Penilaian

FORMULIR PENILAIAN **

A. Apakah anda tinggal mandiri? (bukan di panti/Rumah Sakit)?

0 = tidak

1 = ya

B. Apakah anda menggunakan lebih dari tiga macam obat per hari

0 =ya

1 = tidak

C. Apakah ada luka akibat tekanan atau luka di kulit?

0=ya
1 = tidak

D. Berapa kali anda mengonsumsi makan lengkap / utama per hari?

0 = 1 kali

1 = 2 kali

2 = 3 kali

E. Berapa banyak anda mengonsumsi makanan sumber protein?

• Sedikitnya 1 porsi dairy produk (seperti susu, keju, yogurt) per hari

ya/tidak

• 2 atau lebih porsi kacang-kacangan atau telur per minggu ya / tidak

• Daging ikan atau unggas setiap hari ya / tidak

0.0 = jika 0 atau hanya ada 1 jawabnya ya

0.5 = jika terdapat 2 jawaban ya

.0 = jika terdapat 3 jawaban ya

F. Apakah anda mengkonsumsi buah atau sayur sebanyak 2 porsi atau lebih

perhari?

0 = tidak

1 = ya

G. Berapa banyak cairan (air, jus, kopi, teh, susu) yang dikonsumsi per hari?

0.0 = kurang dari 3 gelas

0.5 = 3 - 5 gelas

1.0 = lebih dari 5 gelas

H. Bagaimana cara makan?

0 = harus disuapi
1 = bisa makan sendiri dengan sedikit kesulitan

2 = makan sendiri tanpa kesulitan apapun juga

I. Pandangan sendiri mengenai status gizi anda ?

0 = merasa malnutrisi

1 = tidak yakin mengenai status gizi

2 = tidak ada mas ah gizi

J. Jika dibandingka dengan kesehatan orang lain yang sebaya/seumur,bagaimana

anda mempertimbangkan keadaan anda dibandingkan orangtersebut ?

0 = tidak sebaik dia

0.5 = tidak tahu

1.0 = sama baiknya

2.0 = Iebih baik

K. Lingkar lengan atas (cm)?

0 =<21 cm

0.5=21-22 cm

1.0 ≥

L. Lingkar betis (cm)?

0 < 31 cm

1≥31 cm

**PENILAIAN SKOR:

1. Skor Skrining

II. Skor PenilaianSkor total indikato malnutrisi (maksimum 30)

17-23.5 : tidak beresiko


Nilai 23 : tidak malnutrisi

Perhitungan kebutuhan energi berdasarkan rule of thumb

Kebutuhan energi (kalori) 25-30 kalori/kgBB

 BB ideal yang dipergunakan apabila seseorang termasuk katagori obes.

BB ideal (≥ 40ta un) : (TB-100) x 1 Kg

 BB aktual yang di ergunakan apabila seseorang termasuk katagori non obes

 BB : 25 Kalori/kg BB aktual

 BB normal : 30 Kalori/kg BB aktual

2. Pemenuhan cairan

Frekuensi minum : > 3 gelas

Jika jawaban < 3 gelas sehari ,alasan :

□ Takut kencing malam hari

□ Tidak haus

□ Persediaan air minum terbatas

□ Kebiasaan minum sedikit

□ Lainnya

Jenis minuman : □ Air putih □ Teh □ Kopi □ Susu □

Lainnya.....

3. Pola kebiasaan tidur

Jumlah waktu tidur : 4-6 jam

Gangguan tidur berupa : sering terbangun

Penggunaan waktu luang ketika tidak tidur : Santai

4. Pola eliminasi BAB


Frekuensi BAB : 1 kali sehari

Konsistensi : Lembek

Gangguan BAB : ada, pasien menggunakan kantong stoma

5. Pola BAK

Frekuensi : 1-3 kali sehari

Warna urin : Kuning jernih

Gangguan BAK : Tidak ada

6. Pola aktifitas

Kegiatan produktif lansia yang sering dilakukan : Pekerjaan rumah tangga

7. Pola pemenuhan personal hygiene

Mandi : 2x sehari

Memakai sabun : Ya

Sikat gigi : 2x sehari

Menggunakan pasta gigi : Ya

Kebiasaan berganti pakaian bersih : > 1x sehari

M. ANALISA DATA

No. Data Etiologi Masalah

1. Ds : Nyeri akut Agen pencedera

-Tn.S mengatakan nyeri (D.0077) fisik

pada luka post operasi

colonostomi
Do :

- TTV :

TD : 130/78 mmHg

Nadi : 90 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5 °C

Skla nyeri

P : nyeri post operasi

Q : ditusuk tusuk

R: diperut bekas operasi

S: skala 4

T: jika buat gerak nyeri

muncul

2. DS : Gangguan mobilitas Nyeri

- Tn.A mengatakan takut fisik (D.0054),

menggerakan badan karena

nyeri pada luka operasi

DO :

- Tampak kesakitan

- Tn. A terlihat lemas


3. DS : Resiko jatuh gangguan

- Klien mengatakan (D.0143) penglihatan

pandangan kabur dan jika

membaca klien

menggunakan kacamata

DO:

- Klien tampak

menggunakan kacamata

N. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( post operasi ) di

tandai dengan nyeri pada luka post operasi colonostomi (D.0077)

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan

mengatakan takut menggerakan badan karena nyeri pada luka operasi

(D.0054)

3. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan penglihatan ditandai dengan

pandangan kabur dan penglihatan tidak jelas. ( D.0143)


O. INTERVENSI

NO. SDKI SLKI SIKI

1. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi

berhubungan dengan intervensi


 lokasi,
agen pencedera fisik ( keperawatan selama
karakteristik,
post operasi ) 2x60 menit
durasi, frekuensi,
D.0077 maka tingkat nyeri
kualitas, intensitas
menurun dengan
nyeri
kriteria hasil :
 Identifikasi skala
(L08066)
nyeri
a. Keluhan nyeri
 Identifikasi
meningkat (1)
respon nyeri non
menjadi sedang (3)

b. Meringis
verbal

meningkat (1)  Identifikasi faktor

menjadi sedang (3) yang

memperberat dan

memperingan

nyeri

 Identifikasi

pengetahuan dan

keyakinan tentang

nyeri
 Identifikasi

pengaruh budaya

terhadap respon

nyeri

 Identifikasi

pengaruh nyeri

pada kualitas

hidup

 Monitor

keberhasilan

terapi

komplementer

yang sudah

diberikan

 Monitor efek

samping

penggunaan

analgetik

Terapeutik

 Berikan teknik

nonfarmakologis
untuk mengurangi

rasa nyeri (mis.

TENS, hypnosis,

akupresur, terapi

musik,

biofeedback,

terapi pijat, aroma

terapi, teknik

imajinasi

terbimbing,

kompres

hangat/dingin,

terapi bermain)

 Control

lingkungan yang

memperberat rasa

nyeri (mis. Suhu

ruangan,

pencahayaan,

kebisingan)

 Fasilitasi istirahat

dan tidur

 Pertimbangkan
jenis dan sumber

nyeri dalam

pemilihan strategi

meredakan nyeri

Edukasi

periode, dan pemicu

nyeri

meredakan nyeri

nyri secara mandiri

menggunakan analgetik

secara tepat

2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Intervensi utama :


intervensi keperawatan (I.05173) Dukungan
fisik berhubungan
selama 3x pertemuan Mobilisasi
dengan nyeri (D.0054)
diharapkan mobilitas Observasi :
fisik meningkat 5. Identifikasi
dengan, Kriteria Hasil : adanya nyeri
Luaran Utama: ataukeluhan
Mobilitas fisik lainnya
(L.05042) 6. Identifikasi
e. Pergerakan toleransi fisik
ekstremitas dari melakukan
cukup menurun pergerakan
(2) menjadi cukup 7. Monitor frekuensi
meningkat (4) jantung dan
f. Nyeri dari cukup tekanan
meningkat (2) darahsebelum
menjadi cukup memulai
menurun (4) mobilisasi
g. Kaku sendi dari 8. Monitor kondisi
meningkat (1) umum selama
menjadi cukup melakukan
menurun (4) mobilisasi
Gerakan terbatas dari Terapeutik:
4. Fasilitasi aktivitas
sedang (3) menjadi
mobilisasi dengan
menurun (5)
alat bantu
5. Fasilitasi
melakukan
pergerakan jika
perlu
6. Libatkan keluarga
untuk
membantupasien
dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi:
4. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
5. Anjurkan
melakukan
mobilissasi dini
Ajarkan mobilisasi

sederhana yang harus

dilakukan missal

duduk ditempat duduk.

3 Resiko jatuh Setelah dilakukan Intervensi pendukung : (I.


intervensi 3x 14540)
berhubungan dengan
pertemuan diharapkan Pencegahan Jatuh
gangguan penglihatan
status fungsi sensori Observasi :
(D.0143) membaik dengan 6. Identifikasi factor
kriteria hasil : resiko jatuh (mis.
Luaran Utama : Fungsi Usia >65th,
Sensori ( L.06048) penurunan tingkat
h. Ketajaman kesadaran, deficit
pendengaran cukup kognitif, hipotensi
menurun (2) ortostatik,
menjadi cukup gangguan
meningkat (4) keseimbangan,
i. Ketajaman gangguan
penglihatan cukup penglihatan,
menurun (2) neuropati )
menjadi cukup 7. Identifikasi resiko
menurun (4) jatuh setidaknya
j. Persepsi stimulasi sekali setiap shift
kulit cukup atau sesuai
menurun (2) dengan kebijakan
menjadi cukup institusi
meningkat (4) 8. Identifikasi factor
k. Persepsi posisi lingkungan yang
kepala sedang (3) meningkatkan
menjadi cukup resiko jatuh ( mis.
meningkat (4) Lantai licin,
l. Persepsi posisi penerangan
tubuh sedang (3) kurang)
menjadi cukup 9. Hitung resiko
meningkat (4) jatuh dengan
m. Perbedaan bau menggunakan
sedang (3) menjadi skala ( mis. Fall
cukup emingkat (4) morse scale,
n. Perbedaan rasa humpy dumpy
sedang (3) menjadi scale), jika perlu
cukup menurun (4) 10. Monitor
kemampuan
berpindah dari
tempat tidur ke
kursi roda dan
sebaliknya
Terapeutik :
8. Orientasikan
ruangaan pada
pasien dan
keluarga
9. Pastikan roda
tempat tidur dan
kursi selalu dalam
kondisi terkuni
10. Pasang handrall
tempat tidur
11. Atur tempat tidur
mekanis pada
posisi terendah
12. Tempatkan pasien
beresiko tinggi
jatuh dekat
dengan
pemantauan dari
perawat nurse
station
13. Gunakan alat
bantu jalan ( mis.
Kursi roda,
walker)
14. Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi :
5. Anjurkan
memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
6. Anjurkan
menggunakan alas
kaki yang tidak
licin
7. Anjurkan untuk
berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan
tubuh saat berdiri
8. Ajarkan cara
mengunakan bel
pemanggil untuk
memanggil
perawat.

P. IMPLEMENTASI & EVALUASI FORMATIF

NO HARI/TGL IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF

DP. FORMATIF

1. Jumat, a. Mengkaji skala DS : pasien Evie

18/03/2022 nyeri mengatakan

11.30 Wib b. Memberi kan nyeri berkurang,

posisi tidur yang pasien bias tidur,

nyaman dengan skala nyeri 2

mengganjal kaki DO : pasien

yang sakit terlihat lebih

c. Melakukan nyaman

perawatan luka

d. Melakukan
kolaborasi

dengan medis

untuk

memberikan

terapi injeksi

analgetik

2 12.00 a. Memonitor tanda DS : mengatakan

tanda vital luka operasi

b. Mengganti masih skit,

perban/rawat terkadang gatal

luka sesuai pada area

advice dokter disekitar luka

c. Kolaborasi DO : Tidak ada

medis untuk tanda tanda

pemberian anti infeksi

biotik
Q. EVALUASI KEPERAWATAN

DP Hari/tgl, Respon perkembangan TTD

waktu

1 18 maret 2022 S : pasien terlihat lebih nyaman Evie

11.00 wib O : pasien mengatakan nyeri berkurang,

pasien bisa tidur, skala nyeri 2,

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

2 22 maret 2022 S : Klien mengatakan pasien bisa Evie

12.00 wib menggeserkan badan nya dari bed ke kursi

O : klien tampak mandiri

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi

3 23 maret 2022 S : klien bisa berpindah tempat sendiri dari Evie

bed ke tempat duduk dan di awasi oleh

keluarga

O : fungsi penglihatan membaik, klien

mandiri.

A : masalah teartasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
Lampiran 3

DAFTAR KONSULTASI

Nama : Evie Noor Hidayati


NIM : 5.21.037

Judul : Asuhan Keperawatan Gerontik Pada PTM : Kanker Kolorektal Dengan Nyeri
Akut Di Kelurahan WolterMangunsidi Semarang

NO Hari /Tanggal Materi /Revisi/ Saran TT TT


Pembimbing Mahasiswa
1. Senin, 11 Konsul judul KTIN, Askep, dan
April 2022 BAB III
Saran : judul KTIN disesuaikan
dengan kasusnya
2. Sabtu, 16 Konsul BAB I dan BAB III
April 2022
3. Jumat, 22 Konsul BAB I, BAB II, dan BAB III
April 2022
4. Jumat, 13 Mei Konsul KTIN lengkap dari cover
2022 sampai lampiran
5. Jumat, 27 Mei Konsul KTIN
2022
Lampiran 4

LEMBAR REVISI

Nama : Evie Noor Hidayati


NIM : 5.21.037

Judul : Asuhan Keperawatan Gerontik Pada PTM : Kanker Kolorektal Dengan Nyeri
Akut Di Kelurahan Woltermangunsidi Semarang

Hari / TTD TTD


No. Revisi / Saran
Tanggal Pembimbing Mahasiswa

Rabu, 13 Revisi:
April 2022
- Askep ganti diagnosa
yang fokus ke individu
tidak boleh menggunakan
diagnosa keluarga
1. - Pada poin analisa data dan
prioritas masalah pada
BAB III dihilangkan
diganti dengan poin
intervensi sampai evaluasi
keperawatan
- Isi evaluasi pada BAB III
disesuaikan dengan tujuan
Senin, 18 Revisi :
April 2022
- Judul KTIN ditambahkan
tulisan Pada PTM
- Susunan BAB I diurutkan
yaitu gerontik, lansia,
2. perubahan sistem
musculoskeletal, PTM:
kanker kolorektal,
perawat, pemberi asuhan
- Aturan paragraf di BAB I
harus nyambung
- Latar belakang
ditambahkan kanker
kolorektal
- Pada latar belakang
pengkajian tidak boleh
menggunakan inisial
diganti pasien / lansia
- Judul KTIN pada latar
belakang dijelaskan sesuai
dengan 5W + 1H
- Dalam pembahasan
ditambahkan gangguan
Jumat, 27 pencernaan pada lansia
3. - Diagnosa yang diangkat
Mei 2022
tentang lansia
- Kata yang digunakan
harus lebih sesuai SPOK

Anda mungkin juga menyukai