Angela Verani Grace Worangok
Angela Verani Grace Worangok
Oleh :
Angela Verani Grace Worang
5.19.006
Oleh :
Angela Verani Grace Worang
5.19.006
ii
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 5.19.006
DEWAN PENGUJI
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Tulis Ilmiah Ners ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik
Nim : 5.19.006
Tanda Tangan :
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
Sebagai civitas akademik STIKES Telogorejo Semarang, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
NIM : 5.19.006
Royalty-Free Right) atas karya tulis ilmiah ners saya yang berjudul Analisis Asuhan
Dengan Gagal Nafas Pada Ny.M di Ruang ICU beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini STIKES Telogorejo
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa
meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
v
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
ABSTRAK
Syok hemoragik dapat disebabkan oleh hilangnya darah dalam jumlah banyak baik
perdarahan dalam maupun perdarahan luar dan dapat berujung pada kematian. Ada
berbagai macam penyebab perdarahan dimana salah satunya adalah tindakan
operatif. Tindakan operatif yang cukup berpotensi menyebabkan perdarahan salah
satunya adalah tindakan operasi debulking pada penyakit kanker. Kanker adalah
adanya pertumbuhan sel-sel pada jaringan tubuh yang tidak normal yang dapat
disebabkan adanya kondisi sel yang berproliferasi secara abnormal, sel tidak
berkembang secara normal dengan indikasi perubahan pada inti sel, dan
pertumbuhan berlebihan pada sel atau hyperplasia dimana harus dilakukan tindakan
operasi untuk mengambimassa abnormal tersebut agar tidak berkembang menjadi
lebih membahayakan. Pada kejadian syok hemoragik karena perdarahan ini dapat
mengakibatkan kegagalan nafas pada pasien karena kuantitas darah yang ada tidak
adekuat untuk transfer dan suplai oksigen. Tujuan dari pembuatan Karya tulis ilmiah
ini adalah untuk dapat melakukan asuhan keperawatan komprehensif pada pasien
Syok Hemoragik Post Operasi Debulking Kanker Ovarium dengan Gagal Nafas.
Metodologi pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan analisa deskriptif
dengan studi pemaparan kasus. Dari analisa hasil pengangkatan diagnosa
menggunakan Standar Keperawatan Diagnosa Indonesia didapatkan 6 diagnosa yaitu
Gangguan pertukaran gas, Perfusi perifer tidak efektif, Hipovolemia, Gangguan
integritas kulit, Resiko syok dan Resiko infeksi. Pengambilan Intervensi berdasarkan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dan Evaluasi yang didapatkan dari
intervensi yang dilakukan berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
vi
NERS PROFESSIONAL EDUCATION STUDY PROGRAM
ABSTRACT
Hemorrhagic shock can be caused by the loss of large amounts of blood, both
internal and external and can lead to death. There are various causes of bleeding, one
of which is surgery. One of the operative measures that have the potential to cause
bleeding is debulking surgery for cancer. Cancer is the growth of cells in body
tissues that are not normal which can be caused by the condition of cells that
proliferate abnormally, cells do not develop normally with indications of changes in
the cell nucleus, and excessive growth in cells or hyperplasia where surgery must be
performed to recover mass. abnormal so as not to develop into more dangerous. In
the event of hemorrhagic shock due to bleeding this can result in respiratory failure
in the patient because the quantity of blood is inadequate for oxygen transfer and
supply. The purpose of making this scientific paper is to be able to provide
comprehensive nursing care for patients with Postoperative Debulking Hemorrhagic
Shock Ovarian Cancer with Respiratory Failure. The methodology for making
scientific papers uses descriptive analysis with case study studies. From the analysis
of the results of the appointment of diagnoses using the Indonesian Nursing
Diagnosis Standards, 6 diagnoses were obtained, namely impaired gas exchange,
ineffective peripheral perfusion, hypovolemia, impaired skin integrity, risk of shock
and risk of infection. Taking interventions based on Indonesian Nursing Intervention
Standards and evaluations obtained from interventions carried out based on
Indonesian Nursing Output Standards.
Bibliography : 61 (2010-2020)
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karuniaNya yang
selalu melimpah, sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ners yang
Kanker Ovarium Residif Dengan Gagal Nafas Pada Ny.M di Ruang ICU” dengan
lancar. Karya tulis ilmiah ners ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
ners. Peneliti menyadari bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ners ini dapat
terselesaikan berkat bantuan, doa serta dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada
1. dr. Swanny Trikajanti W., M.Kes, Ph.D selaku Ketua STIKES Telogorejo
Semarang.
3. Ns. Sri Puguh Kristyawati, M.Kep., Sp.MB., selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan.
4. Ns. Asti Nuraeni, M.Kep., Sp.Kom. selaku coordinator pendidikan profesi ners
memberikan arahan sehingga karya tulis ilmiah ners ini dapat terselesaikan
dengan lancar.
6. Ns. Arlies Zenita Victoria, M.Kep selaku panguji yang telah memberikan
bimbingan dan arahan sehingga karya tulis ilmiah ners ini dapat terselesaikan.
7. Kepada kedua orang tua, Papi (Jony Worang), Mami (Margarita) dan Adik
(Deangelo Revano W.) yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat dan
dukungan moral hingga karya tulis ilmiah ners ini dapat terselesaikan.
viii
8. Kepada nenek, kakek, om dan tante yang turut serta memberikan dukungan dan
9. Sahabat-Sahabat saya Sonia Wahyu N., Meirul Chasanah., Dinda Kharisma A.,
Joshua Apriazico V., Cahyo Ade P., yang selalu memberikan semangat dan
10. Teman-teman kelompok bimbingan Fifi, Arika, Agus dan Farida yang selalu
mendukung dan saling memberi semangat satu sama lain dalam penyusunan
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh
karna itu kritik dan saran dari semua pihak penulih harapkan untuk karya tulis
ilmiah ners ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pada pembaca
Peneliti
ix
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
B. Tujuan ......................................................................................................... 5
C. Manfaat ....................................................................................................... 6
A. Pengkajian ................................................................................................... 82
x
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah adanya pertumbuhan sel-sel pada jaringan tubuh yang tidak
normal yang dapat disebabkan adanya kondisi sel yang berproliferasi secara
perubahan pada inti sel (dysplasia), dan pertumbuhan berlebihan pada sel atau
hyperplasia (Ariani, 2015). Penyakit kanker ini tidak terkendali dan terus
membelah diri (Indah, 2010). Menurut Lubis (2019) kanker dapat menyerang
dan muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari jaringan tubuh yang
kemudian berubah menjadi sel kanker. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa kanker adalah pertumbuhan sel abnormal jaringan tubuh yang tidak
terkendali.
tahun terakhir yaitu sebanyak 1,79 orang per 1000 penduduk dan
menyatakan bahwa tumor ovarium dan cervix uteri adalah jenis kanker yang
paling banyak muncul dibanding dengan kanker lainnya yaitu sebesar 19,3%
1
2
dari keseluruhan pasien dengan kanker yang diteliti (Data Litbangkes, 2011).
sebesar 62-70 % dari kanker ginekologi (Riskesdas, 2018). Selain itu angka
kematian dari kanker terhitung cukup tinggi yaitu sebesar 10,9% penderita
ovarium merupakan jenis kanker atau tumor terbanyak di Indonesia dan dapat
Kanker ovarium ini juga dibagi menjadi kanker ovarium ganas dan kanker
jinak, dimana memiliki tanda gejala seta ciri-ciri yang berbeda (Gani, 2019).
susunan yang teratur terhadap letak sel satu sama lain), dan mematikan,
secara ekspansif (Arafah, 2017). Kanker ganas dengan sifat residitif atau
kanker yang bersifat kambuhan ini apabila tidak ditangani dengan baik akan
Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat dengan cara dilakukan
untuk tujuan kuratif pada beberapa macam jenis kanker saja seperti kanker
ovarium dan beberapa jenis kanker otak (Florencia, 2016). Pada jenis kanker
ovarium dan kanker otak tidak dapat dilakukan pengangkatan secara total
memiliki kemungkinan besar ada sel kanker ganas yang tertinggal (Wilkins,
2011). Oleh karena itu setelah dilakukan operasi tetap diperlukan terapi
(Wilkins, 2011).
Operasi yang dilakukan akan menimbulkan cedera fisik pada tubuh yang
operasi (Padilla, 2013). Perdarahan adalah kondisi keluarnya darah baik dari
besar darah dari dalam tubuh (Melia, 2016). Apabila perdarahan berlangsung
kejadian syok hemoragik di dunia menjadi satu dan tergabung dalam angka
kejadian syok hipovolemik yaitu sebanyak 0,3 hingga 0,7 pasien per 1000
penduduk di dunia per tahun (World Health Organization, 2018). Akan tetapi
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh hilangnya cairan atau darah dalam
jumlah banyak (Contoh: diare, perdarahan, dll) pada beberapa kondisi seperti
ekskresi cairan tubuh yang berlebihan lewat muntah, dll (Yosia, 2013).
2016). Selain itu, komplikasi yang dapat ditimbulkan dari syok hemoragik
penanganan yang tepat karena kanker ovarium ini merupakan penyakit ganas
yang mudah menyebar dengan cepat. Karena kejadian kanker ovarium ini
Ruang ICU”
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
2. Tujuan Khusus :
Nafas.
Nafas.
6
Gagal Nafas.
Gagal Nafas.
C. Manfaat
3. Bagi Masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Kanker Ovarium
a. Pengertian
pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi 30%
dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat
jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak jelas / pasti ganas
7
8
Organ reproduksi wanita terdiri atas organ eksterna dan organ interna
(Faudila, 2016).
ovarium bulat telur beratnya 5-6 kg, bagian dalam ovarium disebut
2015).
buahi maka korpus luteum bertahan hanya sampai 12-14 hari tepat
(Rahmi, 2017).
2017).
c. Etiologi
tumor.
11
d. Patofisiologi
separuh dari itu dan pada usia lebih muda jarang ditemukan. Faktor
tersebut.
1. Akibat Pertumbuhan
rasa sakit.
3. Akibat Komplikasi
e. Perubahan keganasan
(Wiknjosastro,2019).
13
e. Manifestasi Klinis
1. Stadium Awal
a) Gangguan haid
panggul)
2. Stadium Lanjut
a) Asites
c) Perut membuncit
f. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pembedahan
2. Biopsi
4. Kemoterapi
5. Penanganan lanjut
g. Komplikasi
1. Asites
2. Efusi Pleura
(2011) adalah :
neurotoksis
2. Operasi Debulking
a. Pengertian
sebagai berikut :
3. Sisa tumor yang melengket lebih cepat berkembang dan karena itu
kemoresisten.
1. Konvensional
Teknik ini adalah teknik yang biasa dilakukan, yaitu operasi yang
a) Optimal debulking
b) Suboptimal debulking
2. Modern
c) Teknik laser.
18
1. Eksplorasi
debulking luas. Hal ini jika sudah yakin bahwa massa tumor lebih
2. Omentektomi
jika memungkinkan
Pada kasus dengan ukuran nodul tumor pada abdomen kurag dari
diperlukan.
19
1) Platinu sensitif
18 bulan
secara lengkap
massa tumor kurang dari 1 cm) mampu bertahan hidup selama 16-60
bulan. Sedangkan, pasien dengan massa tumir lebih dari atau sama
3. Syok Hemoragik
a. Pengertian
b. Pemeriksaan Diagnostik
syok yang tekanan darah dan nadinya dalam batas normal. Oleh
hipertensi portal.
i. Periksa oral pharynx dari adanya darah dan benda asing lainnya.
hemothorax.
p. Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai
adanya luka.
lainnya.
abdominal.
abdominal,atau retroperitoneal.
c. Manifestasi klinis
Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit
tidak sadar. Pada fase awal nadi cepat dan dalam dibandingkan
denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas normal
(Kurniawan, 2018).
24
4. Gagal Nafas
a. Pengertian
b. Klasifikasi
(Bakhtiar, 2016).
25
(2015):
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang
(Hidayah, 2015).
2015).
26
(2011):
1. Kardiak
a) Infark Miokard
b) Kardiomiopati
c) Miokarditis
2. Non kardiak
c. Etiologi
1. Gangguan ventilasi
larink, atau oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea.
2. Gangguan neuromuscular
2014).
dada
(Syafria, 2014).
d. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
(Syafria, 2014). Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada
nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak adekuat
otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera
e. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada Gagal Nafas menurut Mansioer
paru
f. Pemeriksaan Diagnostik
paru
g. Komplikasi
yaitu :
1) Paru
2) Jantung
3) Gastrointestinal
4) Polisitemia
5) Ginjal
h. Penatalaksanaan
(Anggraeni, 2019).
efek optimal terapy dan tidak digunakan untuk gagal napas akut.
insufisiensi adrenalin.
5. Patofisiliogi
Pada klien dapat ditemukan bahwa ada beberapa faktor resiko yang dapat
2014). Tumor dapat timbul menjadi tumor jinak maupun tumor ganas
(Andari, 2014).
sel tumor yang tertinggal dan tumbuh membesar di tempat yang sama,
getah bening, kehilangan polaritas yaitu tidak ada susunan yang teratur
terhadap letak sel satu sama lain, dan mematikan (Prabanurwin, 2018).
ekspansif. Tumor residitif ini apabila tidak ditangani dengan baik akan
2018).
ovarium yang menjadi abnormal, serta tumbuh cepat dan tidak terkontrol
syndrom Lych (Musa, 2015). Kanker ovarium ini juga dibagi menjadi
kanker ovarium ganas dan kanker jinak, dimana memiliki tanda gejala
serta ciri-ciri yang berbeda (Musa, 2015). Kanker ovarium ini harus
dilakukan tindakan secara segera agar tidak terjadi komplikasi yang lebih
untuk mengurangi sebagian besar volume tumor tanpa niat eradikasi total
ini hanya digunakan untuk tujuan kuratif pada beberapa macam jenis
kanker saja seperti kanker ovarium dan beberapa jenis kanker otak
(Hopkins, 2016). Hal ini disebabkan karena pada jenis kanker ini tidak
sekitar yang kemungkinan ada sel kanker ganas yang tertinggal oleh
(Silberman, 2012).
35
jantung maka baroreseptor pada arkus aorta dan atrium bereaksi dengan
dan berujung pada reabsorbsi natrium dan air. Pada perdarahan akut
Perdarahan termasuk salah satu penyebab dari syok hipovolemik atau bisa
oleh hilangnya cairan atau darah dalam jumlah banyak (Contoh: diare,
tubuh yang berlebihan lewat muntah, dll (Manalu, 2017). Syok hemoragik
belum tentu syok hemoragik, hal ini disebabkan karena syok hemoragik
hanya khusus pada syok yang disebabkan oleh perdarahan baik secara
6. Pathway
Sumber : Hudak & Gallo, 2015; Mansioer Arif, 2013; Muttaqin, 2012;
Peningkatan kadar
esterogen
Pertumbuhan sel-sel
abnormal di ovarium
Pembuluh darah
Kanker Ovarium Kemoterapi
menjadi rapuh
Merangsang
Tekanan pada Refleks regang Refleks pada
Nausea aktivator saraf
lambung pada lambung gastrointestinal
simpatis Rencana
Invasif Trauma Pembuluh Jumlah
Suplai nutrisi Sel darah Kehilangan Tindakan Perdaraha
Perut Perdarahan jaringan darah sulit darah
dan oksigen merah darah Pembedahan n berat
terasa pervaginam secara fisik dijahit menurun
berkurang menurun berlebih
penuh
Kurang Resiko
Jaringan Metastase Gangguan
Tidak nafsu Ketidakseimbangan Hipovolemia Pengetahuan perdarahan
kekurangan perfusi,
makan ventilasi dan
oksigen dan Gangguan takikardi,
perfusi Rongga
nutrisi Kerusakan kulit dan jaringan integritas sianosis
vaskuler Menekan Ansietas
limfa karena prosedur operasi kulit/
jaringan jaringan
Asupan Gangguan Obstruksi kelenjar sekitar
pertukaran gas limfa Pembuluh
makanan Ginjal darah
Menekan Virus, bakteri,
menurun
Gangguan syaraf dan kuman Resiko Resiko
mekanisme Penekanan masuk lewat infeksi Syok
Obstruksi
Gangguan regulasi jaringan paru luka terbuka
ureter Penekanan
proses cairan tubuh
difusi dan jaringan
Pelepasan
Defisit pertukaran otak Gangguan Merangsang
Blok pada Penurunan mediator
Nutrisi oksigen Energi yang Oedema pernafasan talamus
sfingter uretra kapasitas kimiawi
dalam sel dihasilkan kandung (Dispnea) Korteks Menimbulkan
jaringan kemih serebri persepsi nyeri
berkurang Retensi Penekanan
urin pembuluh
Perfusi Hipervolemia darah otak
Gangguan Kelelahan Penggunaan
perifer tidak Pola nafas tidak Nyeri
eliminasi otot otot bantu
efektif efektif kronis
urin pernafasan pernafasan
Kelemahan otot dan Resiko perfusi
keterbatasan gerak serebral tidak
efektif Bernafas Pemasangan Bersihan jalan
Penumpukan
spontan tidak intubasi/ nafas tidak
sputum
Intoleransi aktivitas adekuat ventilator efektif
Gangguan
ventilasi
spontan
38
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary Survey
bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah
1) Pengkajian Airway
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
antara lain :
lain:
40
(3)Agitasi (hipoksia)
(5)Sianosis
c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
(1)Muntahan
(2)Perdarahan
(4)Gigi palsu
(5)Trauma wajah
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
Airway
(4)Lakukan intubasi
41
antara lain :
oksigenasi pasien.
pernafasan.
jika perlu.
atau oksigenasi:
airway procedures
3) Pengkajian Circulation
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
antara lain :
(4) Regularity
(capillary refill).
merespon)
pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
dilakukan:
berpotensi tidak stabil atau kritis (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2012)
b. Secondary Assessment
secara head to toe, dari depan hingga belakang dan secondary survey
hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
1) Anamnesis
dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang
plester, makanan)
lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri
kolik, diremas?
lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau
berbeda?
47
tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas,
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut
2. Pemeriksaan fisik
a) Kulit kepala
datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal
kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta
b) Wajah
skor GCS.
1) Mata :
Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor
2) Hidung :
3) Telinga :
dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah
tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia
atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan
trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi
d) Toraks
1) Inspeksi :
2) Palpasi :
3) Perkusi :
4) Auskultasi :
e) Abdomen
atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
f) Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi,
adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter
yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun
jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury. Pasien
dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar
M.Djamil, 2016).
52
g) Ektremitas
jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur
terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi
distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas
adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung
berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
punggung penderita.
53
h) Bagian punggung
ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra
i) Neurologis
GCS. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar
penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Bila ada
2016).
54
3. Diagnosa Keperawatan
Edisi I cetakan III disesuaikan dengan kondisi klien (PPNI, 2016) menurut
i. Hipervolemia (hlm.62)
j. Hipovolemia (hlm.64)
o. Nausea (hlm.170)
r. Ansietas (hlm.180)
4. Intervensi Keperawatan
berikut:
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi :
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi :
jika perlu.
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
rumah
Kolaborasi:
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi :
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
menurun.
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi :
jika perlu.
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
membaik
Observasi :
ekstremitas.
Terapeutik :
Edukasi:
Observasi :
tromboemboli vena
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi:
f. Resiko perdarahan
meningkat.
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
perdarahan.
Kolaborasi :
demam menurun
Observasi :
Terapeutik :
tenang
Kolaborasi :
h. Defisit nutrisi
makan, bisig usus, tebal lipatan kulit trisep dan membran mukosa
membaik.
Observasi :
laboratorium.
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi :
Observasi :
Terapeutik :
dicapai.
Edukasi:
terjangkau.
i. Hipervolemia
membaik.
Observasi :
71
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi :
Observasi :
singkat).
Terapeutik :
Edukasi:
j. Hipovolemia
meningkat.
Observasi :
lemah).
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi :
Observasi :
Terapeutik :
eksternal.
elektrolit.
Kolaborasi:
anak
k. Resiko Syok
meningkat.
membaik.
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
awal syok.
alergen.
Kolaborasi :
jika perlu.
Observasi :
singkat).
Terapeutik :
Edukasi:
menurun.
Observasi :
Terapeutik :
konsisten.
Edukasi:
m. Retensi urin
menurun.
n. Intoleransi aktivitas
sianosis menurun.
membaik.
o. Nausea
p. Nyeri akut
q. Nyeri kronis
r. Ansietas
hlm.33)
t. Resiko infeksi
3) Kadar sel darah putih, kultur darah, kultur urine, kultur sputum,
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pasien bernama Ny. M berusia 52 tahun beragama Islam, saat ini bekerja sevagai
PNS. Ny.M sudah menikah akan tetapi tidak memiliki anak. Klien masuk ke
Rumah sakit pada tanggal 14 November 2017 dan dipindahkan ke ICU pada
November 2017. Klien masuk dengan diagnosa medis syok hemoragik post
Keluhan utama klien sulit dikaji karena pasien mengalami penurunan kesadaran
Klien ditemani oleh suami klien yang berumur 65 tahun. Suami klien
mengatakan bahwa klien di rumah mengeluh perut sakit tidak tertahankan, mual,
Pada riwayat kesehatan sekarang didapatkan data bahwa pasien masuk rumah
dilakukan operasi debulking kanker ovarium residif selama 7 jam. Pada saat
82
83
rectosigmoid. Pada saat operasi ditemukan masa carcinomatus lain yang melekat
massa yang melekat pada teres hepatis dan lobus kiri hepar 10x10x10 cm
berhasil diangkat, dan massa yang melekat pada lien 10x10x10 cm ditinggalkan.
Perdarahan selama operasi sebanyak 5000 cc. Perdarahan dari tumor bed tidak
Pasien masuk ICU pukul 22.10, dengan kesadaran dalam pengaruh obat, TD
216/87 mmHg, MAP 130mmHg, HR 31x/menit, RR 15, Suhu 33,9 °C, saturasi
100%, akral dingin dan CRT > 3 detik. Terdapat luka operasi diabdomen
tertutup kasa ± 40 cm. Pada saat dilakukan pengkajian terhadap pasien tidak
Riwayat kesehatan pasien dimulai pada tahun 1995 yaitu pasien didiagnosa kista
ovarium dan dilakukan operasi, dan pada tahun 2011 didiagnosa kanker ovarium
Tahun 2012 dilakukan operasi pengangkatan sel kanker dan dilanjutkan dengan
sel kanker pada beberapa organ. Sebelum operasi terakhir (15/11) Pasien sudah
Keadaan umum pasien tampak sakit berat dengan kesadaran GCS tidak dapat
dinilai karena pasien dengan pemberian sedasi dan relaksan. Setelah dilakukan
84
pengukuran tanda-tanda vital pada pasien didapatkan data tekanan darah sistolik
mmHg, MAP (Mean Arterial Pressure) sebesar 103 – 115 mmHg, denyut nadi
126 – 144 x/menit, respirasi 20 – 24 x/menit, suhu klien masih dalam batas
normal 36 – 37,5 ° C. Akan tetapi nilai CPOT pasien tidak dapat dikaji karena
tidak dapat dikaji karena pasien sedang berada dibawah pengaruh relaksan. Pada
tertutup perban dengan drainase produksi cairan bercampur darah kurang lebih
150 cc. tidak ada dekubitus, mukosa bibir tampak kering dan pecah – pecah, kulit
tampak pucat, teraba dingin. Tampak kebiruan pada tangan (bekas penusukan
Pasien terpasang ETT no 7 dengan kedalaman 20 cm, terdapat sekret pada daerah
peningkatan WOB, suara paru perkusi resonan, suara napas vesikuler. Pasien
dibantu ventilator dengan Mode: Volume Control, FiO2: 100%, PEEP: 4 cmH2O,
Peak Pressure: 24 cmH2O, RR: 14 x/menit, I:E Rasio: 1:2 (Tinsp 1,0-1,5 detik),
Tidal Volume 350ml. ETT pada pasien terpasang dengan benar, tidak ada
kebocoran pada
Keadaan sistem kardiovaskuler klien yaitu CRT > 3 detik, SpO2 97%, akral
teraba dingin dan lembab, irama jantung regular,sinus takikardi pada bedsite
85
monitor, bunyi jantung S1 dan S2 (normal), bunyi jantung tambahan (-), murmur
Pada sistem pencernaan klien tampak adanya distensi abdomen karena ada
packing (9), terdapat luka pos op horizontal sepanjang 40 cm, terpasang NGT,
bising usus (-). Terpasang drain post operasi daerah abdomen laparatomi
Pada sistem perkemihan klien terpasang kateter, tidak ada lesi genital, warna urin
cc/kgBB/jam). Sedangkan pada sistem neurologis klien masih belum dapat dikaji
Tidak ada kelainan pada sistem endokrin ditandai dengan gula darah klien dalam
batas normal. Selain itu, pada sistem neuromuskular tidak didapatkan adanya
Pada pengkajian sistem reproduksi didapatkan data bahwa pasien pada tahun
1995 didiagnosa kista ovarium dan dilakukan operasi, dan pada tahun 2011
karena adanya penyebaran sel kanker pada beberapa organ. Sebelum operasi
siklus
86
B. Data Penunjang
tanggal 16 November 2017 pukul 04.55 WIB meliputi pemeriksaan darah rutin
dan Indeks eritrosit. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil Hemoglobin
Pada pemeriksaan indeks eritrosit didapatkan data MCH 26,9 Pg (normal), MCHC
32,3% (normal), MCV 83,1 fL (normal) dan gula darah sewaktu 252 mg/dL
(meningkat).
AGD arteri, AGD vena dan darah rutin. Pada pemeriksaan AGD arteri didapatkan
data pH arteri 7,094 mmHg (menurun), pCO2 arteri 77,5 mmHg (meningkat),
pO2 arteri 171,6 mmHg (meningkat), HCO3 arteri 23,9 mmol/L (normal),
Balance equivalent arteri -6,2 mmol.L (menurun), Saturasi Oksigen arteri 99,2%
Pada pemeriksaan AGD Vena didapatkan data pH Vena 7,106 mmHg (menurun),
pCO2 vena74 mmHg ( meningkat), pO2 vena 56,4 mmHg (menurun), HCO3 vena
resiko jatuh dengan menggunakan intrumen pengkajian Morse Scale pada pasien
dan didapatkan nilai sebesar 50 yang berarti pasien memiliki resiko tinggi jatuh.
jam pertama. Penilaian SOFA Score menunjukan nilai 8 tanpa penilaian GCS
control:420, FiO2: 60, PEEP: 8, Peak Pressure : 17, RR: 24, dan I:E Rasio: 1:2.
Obat-batan yang telah diberikan dan diresepkan kepada pasien meliputi Fentanyl
2x40mg IV, Vit K 3x10 mg IV, Asam Traneksamat 3x500 mg IV, Ceftriaxone
1x2 gram IV, Inhalasi Nebulizer NaCl 0,9% 4x/hari, Infus loading RL (Tangan
kanan kiri dan jugular) @500 ml dan Gelofusin 500ml, dan ditambah dengan
Menurut data yang tertera diatas, dapat dimunculkan 3 diagnosa utama yaitu:
Volume control 420, FiO2 60%, PEEP 8, Peak Pressure 17, RR 24, I:E
Rasio: 1:2, hasil AGD pH 7,094, pCO2 171,6 , pO2 23,9, HCO3 77,5, BE -
> 3 detik, kesadaran tidak bisa dikaji dalam pengaruh sedasi dan relaksan,
akral teraba dingin, dan lembap, takikardia HR 126 – 144 x/menit, Tekanan
Darah Sistolik 140 – 165 mmHg, Diastolik 85 – 90 mmHg, MAP 103 – 115
abdomen, lingkar abdomen 100 cm, terpasang drain post operasi daerah
abdomen laparatomi explorasi dengan produksi cairan dan darah 150 cc.
3 detik, akral dingin dan lembab, urin output selama 1 jam 22 cc dengan BB
dilakukan oleh perawat kepada pasien dengan tujuan agar masalah keperawatan
24x/menit.
elektrolit)
b. Ventilator mekanik
sesuai dengan mode yang dibutuhkan klien, monitor volume ekspirasi dan
SBT berkala selama 30-120 menit, dan nilai RSBI secara berkala.
1. HOB 30o (jika tidak ada kontraindikasi) dan oral care menjadi
(Lorente, 2012)
4. Sebagai evaluasi ledalaman ETT, karena apabalila ETT masuk pada satu
sisi akan berisiko terjadinya atelektasis pada paru yang tidak menerima
aliran udara
91
barotrauma.
pasien
9. Pada pasien dengan ETT dan suctioning nyeri selalu terjadi dan demam
ventilator.
peningkatan curah jantung dengan kriteria hasil tanda-tanda vital dalam batas
normal HR 60 sampai 100 denyut per menit, tekanan sistolik lebih besar dari
atau sama dengan 90 mm Hg, tidak adanya orthostasis, output urin lebih besar
dari 30ml / jam, turgor kulit normal, curah jantung dalam batas normal,
perbaikan Kesadaran.
92
adalah monitor Tanda-tanda vital terutama tekanan darah dan Nadi, pantau
EKG secara kontinu, berikan oksigen sesuai dengan terapi, siapkan untuk
terapi IV. Mulai dua garis IV perifer yang lebih kecil dan besar.
cairan yang diinfuskan biasanya lebih penting daripada jenis cairan (kristaloid,
besar.Pertahankan klien hangat dan kering, pasang Infus dua jalur untuk
produk darah (misalnya, sel darah merah yang dikemas, plasma beku segar,
cairan infus diperlambat, klien tetap normotensif. Jika klien telah kehilangan
20% sampai 40% volume darah yang bersirkulasi atau mengalami pendarahan
ekstrem ditunjukkan pada penggantian cairan pada klien yang lebih tua.
Terapi agresif dapat memicu disfungsi ventrikel kiri dan edema paru, penting
dibuktikan dengan denyut perifer yang kuat, tekanan sistolik dalam baseline
20 mm Hg, HR 60 sampai 100 denyut per menit dengan ritme regular, urine
Ouput 30 ml / jam atau lebih, kulit hangat dan kering, dan tingkat kesadaran
normal.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah kaji HR dan BP klien, termasuk pulse
diperintahkan, kaji EKG klien untuk disritmia, kaji denyut pusat dan perifer,
menilai waktu mengisi kapiler. Kaji tingkat pernafasan, ritme dan suara napas
suara nafas adventif seperti retak dan desis, pantau saturasi oksigen dan gas
darah arteri, pantau tekanan vena sentral klien (CVP), tekanan diastolik arteri
pulmoner (PADP), tekanan baji kapiler paru, dan curah jantung / indeks
jantung, menilai adanya perubahan tingkat kesadaran, kaji keluaran urin, kaji
warna kulit, suhu, dan kelembaban. dingin, pucat, kulit keriput, berikan
94
cairan infus cairan hangat atau cepat, lakukan perawatan paliatif care.
Disritmia jantung dapat terjadi dari keadaan perfusi rendah, asidosis, atau
hipoksia, dan juga akibat efek samping dari obat jantung yang digunakan
volume dan curah jantung. Isi kapiler lambat dan kadang tidak ada
saturasi oksigen. Saturasi oksigen normal harus dipertahankan pada 90% atau
pada sisi kanan jantung; Tekanan diastolik arteri pulmonalis dan tekanan baji
kesadaran terjadi pada tahap selanjutnya. Klien yang lebih tua sangat rentan
perfusi ginjal yang tidak adekuat dari curah jantung yang berkurang.
1. Diagnosa I:
Volume control 420, FiO2 60%, PEEP 8, Peak Pressure 17 RR; 10, I:E
2. Diagnosa II:
pemberian Vit. K
objektif tekanan darah 100/50 mmHg, Nadi 125 x/menit, urine ouput
selama shift 165 cc, drain 40 cc, RR actual 25 SpO2 100%, Akral dingin,
dilanjutkan.
3. Diagnosa III:
Karakteristik kejutan meliputi respirasi cepat dan dangkal dan suara nafas
adventif seperti retak dan desis. Memantau saturasi oksigen dan gas darah
tekanan darah 100/50 mmHg, Nadi 125 x/menit, urine ouput selama shift
165 cc, drain 40 cc, RR actual 25 SpO2 100%, akral dingin, lembab, turgor
kulit kering. Dapat disimpulkan bahwa masalah belum teratasi oleh karena
PEMBAHASAN
yang diangkat menjadi topik yaitu asuhan keperawatan syok hemoragik post
operasi debulking ca ovarium residif dengan gagal nafas pada Ny.M di ruang
A. Pengkajian
Pada data umum pengkajian ditemukan beberapa faktor resiko yang dapat
memicu timbulnya kanker pada pasien yaitu pasien berjenis kelamin wanita,
Indonesia (Kemenkes RI, 2019) faktor resiko timbulnya kanker ovarium adalah
wanita berumur diatas 50 tahun dan jumlah kehamilan. Pada penelitian oleh
Syafitri, S (2011) didapatkan data bahwa kanker ovarium meyerang wanita yang
berumur terutama pada rentang usia 35-55 tahun dan didapatkan pula data
bahwa wanita yang menikah dan belum pernah hamil memiliki resiko 3 kali
lebih besar untuk terkena kanker ovarium dibanding dengan yang sudah hamil.
Beberapa faktor resiko kanker ovarium yaitu genetik, terapi kesuburan atau
melakukan terapi pengganti estrogen, memiliki sedikit atau tidak memiliki anak
dan wanita lanjut usia (Lisnawati, 2014). Hal ini didukung dengan data umum
98
99
yang didapat pada pasien yang menyatakan bahwa pasien tidak memiliki anak,
akan tetapi tidak dilakukan wawancara mendalam mengenai ada tidaknya terapi
Keluhan utama pada pasien sulit dikaji karena pasien mengalami penurunan
mengeluh perut sakit tak tertahankan, mual, sering buang air kecil, tidak nafsu
makan dan lemas. Pada umumnya, kanker ovarium pada masa awal berkembang
cenderung tidak memiliki gejala, akan tetapi pada stadium lanjut biasanya
ditemukan keluhan sakit pada abdominal bagian bawah, disertai kembung, cepat
kenyang, sulit buang air besar, sering buang air kecil, lemas, dan sakit kepala
(Simamora, R.P.A., 2018). Menurut Yanti, D.A.M (2017) tanda gejala yang
paling penting yang muncul pada pasien dengan kanker ovarium adalah adanya
massa tumor di pelvis dan menstruasi berlebih atau perdarahan saat menopause.
Pada klien tidak diceritakan adanya tanda gejala tersebut, akan tetapi keluhan
utama klien sudah cukup sesuai dengan tanda gejala kanker ovarium secara
general.
Saat dikaji, klien tidak merespon dengan baik karena pengaruh sedasi.
pikiran dan tubuh menjadi rileks dan tidak sadarkan diri, obat ini bekerja dengan
cara memperlambat kerja otak dan sistem syaraf (Matana, M., 2015). Menurut
Nugroho, R.K., 2016) Midazolam atau propofol lazim diberikan pada pasien
yang menjalani operasi untuk menimbulkan efek relaksasi dan sebagai obat bius.
100
Selain itu sedasi yang diberikan pada ruang ICU biasanya dilanjutkan terutapa
pada pasien yang dipasang ventilator karena dapat membuat pasien lebih
2016). Atratucium adalah obat relaksasi otot selama operasi, dan juga
efeknya akan bertahan hingga satu jam setelah pemberian (Ritz, 2019). Efek
samping dari obat ini adalah tekanan rendah dan dapat terjadi kelumpuhan.
besar klien mengalami penurunan kesadaran (Ritz, 2019). Hal ini sesuai dengan
dengan ventilator mekanik sebanyak 1,8 kali dibandingkan dengan pasien yang
pasien sudah cukup baik karena pasien diberikan terapi sedasi kombinasi
pada golongan obat analog nukleosida yang bekerja dengan cara menghambat
nukleosida yang dapat menimbulkan apoptosis atau kematian sel (Vina, 2018).
adalah timbulnya sindrom flu seperti demam, nyeri otot, sakit kepala, kelelahan,
mual dan muntah, nafsu makan menurun dan penurunan sel darah atau platelet
(Hendrawijaya, 2013).
pada pasien kanker ovarium yang sudah mengalami metastasis ke organ atau
jaringan lain. Tindakan operasi ini dilakukan terhadap tumor primer maupun
operasi debulking ini bertujuan untuk mengurangi massa tumor pada pasien
kanker ovarium dan kanker otak dan 95,8% pasien post operasi debulking
klien diusahakan sedang dalam kondisi yang paling prima jika memungkinkan.
(EORTC, 2017) pasien dengan penyakit abdominal ekstensif tidak efektif untuk
neoadjuvan selama 2-4 siklus. Hal ini didukung dengan hasil penelitian oleh
dilakukan operasi debulking yang efektif dengan angka komplikasi yang cukup
meningkatkan komplikasi. Hal ini didukung oleh hasil penelitan oleh Burghardt
neoadjuvant dan terapi adjuvant dinilai lebih efektif dan pasien dengan penyakit
stadium lanjut memiliki survival yang lebih baik daripada pasien serupa yang
terapi neoadjuvant hanya memiliki sedikit dampak pada sel kanker, sehingga
103
Pada saat dilakukan operasi debulking, ditemukan massa kistik pada pasien.
Massa kistik adalah salah satu bentuk dari massa adneksa yang berarti adanya
timbul pada ovarium, tuba fallopi dan jaringan ikat (Vasilev, 2019). Massa
adneksa memiliki dua kategori menurut kepadatannya yaitu massa kistik yang
berisi cairan kental atau udara atau cairan nanah dan massa padat (Elisabeth,
sangat invasif dan bisa disebut juga pasien terkena kanker ganas (Aditya, 2012).
Dapat disimpulkan bahwa massa yang ditemukan pada saat operasi debulking
Ukuran massa yang ditemukan pada pasien adalah 25x20x20 cm dan berarti
ukuran kanker sudah besar dan kemungkunan besar sudah menyebar ke jaringan
sekitarnya. Hal ini didukung dengan data pada pasien yaitu ditemukan pula masa
15x10x10 cm, massa yang melekat pada teres hepatis (ligamen yang
memisahkan lobus dextra hepar) dan lobus kiri hepar 10x10x10 cm dan masa
pada lien 10x10x10 cm. Klien sudah masuk ke dalam kanker stadium 4 karena
sel kanker dari lokasi awal ke organ maupun tempat lain di dalam tubuh
memiliki angka metastasis 0,92 kali lebih besar dibandingkan dengan karsinoma
duktal invasif, meskipun angka kejadian karsinoma duktal invasif 16,3% lebih
kondisi ketika suatu penyakit, telah menyebar jauh dari jaringan awal terjadinya
penyakit tersebut (Lubis, 2019). Pada data ditemukan bahwa massa kanker pada
Lobus kiri hepar memilikiukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan lobus
kanan hepar dan memiliki dua segmen yaitu segmen medial dan segmen lateral
fungsi yang sama dengan lobus kanan yaitu untuk metabolisme karbohidrat,
dan imunitas dan juga berpengaruh dalam fungsi hemodinamik terutama untuk
terdapat massa kistik pada lobus kiri hepar pasien dan hal tersebut dapat
Massa yang tidak berhasil diangkat adalah massa pada aorta abdominalis. Massa
pada aorta abdominalis tidak berhasil diangkat karena lokasi massa yang
posisi yang pararel terhadap vena cava inferior dan memiliki banyak cabang
105
pada bagian aorta dengan diameter yang semakin mengecil (Nurzali, 2017).
Aorta abdominalis berfungsi sebagai transit bagi darah dari jantung ke organ
menimbulkan resistensi terhadap aliran darah. Selain itu aorta abdominalis juga
darah kerika jantung dalam keadaan relaksasi (Rifan, 2017). Patologi yang
klinis dari aorta ini disebabkan karena meskipun aorta dilindungi oleh 3 lapisan
tunica (adventitia, media, dan intima) seiring bertambahnya usia aorta menjadi
Disisi lain, massa pada lien pasien lebih besar daripada ukuran lien itu sendiri .
Menurut Pai (2014) pada anatomi dan fisiologi lien, ukuran lien normal adalah
12x7x4 cm dan memiliki berat berkisar atara 75-100 gram. Dapat disimpulkan
massa ini dapat mengganggu kinerja lien. Lien memiliki fungsi untuk menyaring
sel-sel darah merah tua dan sel yang hampir mati, selain itu limpa menyimpan
(Akram, 2013). Diharapkan dengan tidak diangkatnya organ ini, tubuh masih
Perdarahan klien selama operasi sebanyak 5000 cc. Menurut tanda dan
kehilangan darah klien melebihi 40% (Pane, 2018). Kondisi perdarahan tingkat 4
akan ditandai dengan denyut nadi cepat namun semakin terasa lemah, semakin
106
turunnya tekanan darah, hilang kesadaran, pucat, tubuh yang semakin dingin,
dan tidak adanya urine yang keluar (Nara, 2020). Perhitungan jumlah darah pada
(EBV) dimana perhitungan ini juga penting dalam melakukan resusitasi cairan
pada pasien (Purnama, 2018). Pasien memiliki berat badan sebesar 60 kg dimana
bila dihitung menggunakan perhitungan EBV, jumlah total darah dalam tubuh
Menurut perhitungan diatas, estimasi darah yang ada pada tubuh pasien dinilai
lebih rendah daripada jumlah darah yang keluar. Hal ini dapat terjadi disebabkan
karena tubuh memiliki sistem kompensasi dimana apabila kondisi tubuh tidak
(Purnama, W., 2018). Pada keadaan hipovolemia nadi akan meningkat untuk
mempertahankan cardiac output dan tubuh mulai melakukan retensi cairan serta
reabsobsi natrium dan air sehingga keperluan darah tercukupi (Pramono, 2017).
Karena kompensasi yang dilakukan tubuh itulah kebutuhan darah di tubuh masih
manusia akan semakin menurun seiring dengan waktu apabila kondisi tersebut
Pada pasien juga ditemukan tumor bed. Tumor bed adalah kumpulan jaringan
vaskuler dan stromal yang mengelilingi sel kanker yang memberikan nutrisi
pada sel kanker yang meliputi oksigen, nutrisi dan protein pertumbuhan
(Goldberg, 2015). Tumor bed ini sangat riskan terjadi perdarahan sehingga
107
biasanya dilakukan terapi radiasi hingga lokasi tumor bed jauh dari pusat sel
kanker (Bahadur, 2012). Menurut Hlavka, (2018) terapi radiasi lebih efektif
(Fadjar, 2016). Tindakan packing ini disertai dengan tindakan kompresi yang
benar dan memiliki tujuan untuk menjaga agar aorta di sekitar perdarahan benar-
selain itu packing juga bersifat sebagai tampon untuk menampung perdarahan
yang keluar (Adeline, 2015). Pada klien tindakan packing dilakukan 9 pack/kali.
TD sistolik klien yang tinggi dan diastolik klien yang rendah menandakan bahwa
terdapat banyak cairan darah yang hilang dalams siklus peredaran darah dan juga
darah dengan memompa darah secara kuat sehingga HRnya juga meningkat. RR
klien seharusnya tinggi karena untuk mencukupi kebutuhan oksigen tubuh, akan
tetapi RR klien menjadi rendah karena adanya efek sedasi yang mempengaruhi
Suhu klien hipotermi yaitu 33,9C menandakan bahwa jumlah darah pada tubuh
klien tidak mencukupi untuk memberikan nutrisi pada bagian perifer. Hal ini
menyebabkan akral klien dingin dan CRT > 3 detik. Menurut Putra, (2018)
kurangnya pasokan darah akibat pendarahan yang hebat baik dari luar atau
ekstremitas yang jauh dari jantung akan mengalami penurunan suhu yang cukup
Riwayat klien sudah memiliki kista ovarium sejak 22 tahun yang lalu (1955),
sudah dioperasi akan tetapi tahun 2011 didiagnosa kanker ovarium. Tahun 2012,
siklus. Tahun 2015, dilakukan operasi kembali karena adanya penyebaran sel
kanker. Dari data ini dapat dilihat bahwa klien dengan riwayat kista memiliki
resiko yang lebih besar untuk terkena kanker. Hal ini didukung dengan
kekambuhan terjadi dalam 5 tahun pertama, dan puncaknya adalah pada tahun
antara kekambuhan kanker ovarium dengan ukuran tumor, status nodal, lokasi
tumor, rumah sakit di mana operasi dilaksanakan, umur pasien dan terapi
B. Pengkajian ICU
Pada pengkajian di ICU, GCS pasien tidak dapat dikaji karena adanya pengaruh
sedasi yang diberikan. Di sisi lain, TD sistolik dan diastolik serta MAP dengan
kandung kemih dan motilitas gastrointestinal (Gunardi, 2015). Dalam hal ini,
109
kegawatan pada klien sangat bermanfaat dan memberikan efek yang baik karena
tekanan darah klien berubah dari tidak stabil menjadi lebih stabil.
Suhu klien sudah kembali ke rentang normal dikarenakan efek terapi yang
darah yang kemudian memicu peningkatan perfusi jaringan sehingga suhu tubuh
normal, metabolisme tubuh pasien dapat berjalan lebih baik sehingga dapat
meminimalisir komplikasi dan keadaan kritis pasien dapat teratasi (Smith, 2019).
antara pita suara dan bifurkasio trakhea (Latief, 2017). Pipa yang digunakan
disebut Endotracheal Tube (ETT) dimana pada orang dewasa biasa digunakan
dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan
7,5 – 8,5 mm (Morgan, 2016). Tujuan dari pemberian tindakan intubasi pada
gas pernafasan yang biasanya dinyatakan dalam volume kerja per unit
(joule/liter) dan dapat dihitung dengan cara mengalikan tekanan paru dengan
perubahan volume paru (Mosby, 2015). Demi menjaga WOB pada pasien,
ventilator dipasang dalam mode volume control. Metode volume control pada
berakhir saat volume tidak tercapai (Sari, 2018). Hal ini menyebabkan klien
akan bernafas minimal sesuai dengan RR yang diatur dan setiap nafas akan
memiliki Vt yang sama. Selain itu pada pasien diberikan mode ini karena
diharapkan RR klien teratur dan volume tidal tidak melebihi yang ditentukan
karena dapat menyebabkan gesekan pada luka abdomen yang kemudian dapat
FiO2 100% menandakan bahwa ventilator terpasang pada tabung oksigen 100%,
untuk memberi volume tidal adalah 24cmH2O, I:E Ratio 1:2 menandakan waktu
ekspirasi lebih lama 2 kali lipat dibanding waktu inspirasi, tidal volume 350.
Rata-rata tidal volume orang dewasa adalah 500ml. Minute volume klien adalah
x/menit, dan kapasitas vital 50-90 ml/Kg (Dewi, 2017). Bila dihitung dengan
111
menggunakan aturan ini, kapasitas vital klien seharusnya adalah 3000 – 5400 ml.
Dapat disimpulkan bahwa pengaturan tidal volume sudah sesuai dengan aturan
Pontoppidan.
cepat. Sinus takikardi adalah keadaan di mana detak jantung melebihi 100 kali
per menit (Willy, 2018). Menurut Widjaja (2017) keadaan takikardi adalah
pengisian ventrikel dan volume sekuncup dimana hal ini sangat berguna untuk
cordis menandakan bahwa tekanan ejection fraction dan kerja jantung semakin
Tidak adanya bising usus merupakan pada pasien merupakan efek dari sedasi.
Menurut penelitian oleh Estri (2016) didapatkah hasil bahwa pemberian sedatif
sebanyak 72% dengan tanda tidak adanya defekasi sedikitnya 3-4 hari peawatan
di ICU. Penelitian lain oleh Gacoin, et al., (2010) menunjukkan bahwa kondisi
pasien dengan PaO2 / FiO2 rasio < 150 mmHg dan sistolic blood pressure (SBP)
risiko konstipasi karena efek opioid menimbulkan efek spasme otot polos
pengobatan yang tepat yaitu tidak diberikan golongan obat jenis opioid sehingga
Urin output pasien dinilai kurang dari normal yaitu sebanyak 528cc/hari. Hal
produksi urin adalah 1,5 ml/kgBB/jam atau sekitar 2.160 ml/hari (Guyton &
Hall, 2010). Menurut Hardisman (2013) tingkat syok hipovolemik juga dapat
diukur dengan menggunakan jumlah urin output dimana pada stadium I produksi
urin > 20 ml/jam, stadium II sebanyak 20-30 ml/jam, stadium III sebanyak 5-15
ml/jam dan stadium IV sebanyak < 5 ml/jam hingga tidak keluar urin sama
sekali. Pada kondisi pasien didapatkan bahwa urin outputnya sebanyak 22ml/jam
yang menandakan bahwa kondisi pasien sudah berangsur pulih dari syok
adalah presentase volume seluruh eritrosit yang ada di dalam darah diambil
dalam volume erirosit yang dipisahkan dari plasma dengan cara memutarnya di
dalam tabung khusus dalam waktu dan kecepatan tertentu yang nilainya
dinyatakan dalam persen %) dimana nilai untuk pria 40-48 vol% dan untuk
wanita 37-43 vol% (Sadikin, 2018). Nilai hematokrit dapat digunakan sebagai
tes skrining sederhana pada pengukuran adanya anemia. Pada kadar oksigen
yang sedikitdi dalam tubuh, sumsum tulang belakang akan memproduksi sel-sel
suplai oksigen di dalam tubuh pasien tidak tercukupi dengan maksimal karena
klien meningkat menandakan adanya infeksi pada tubuh. Leukosit adalah istilah
medis untuk sel darah putih dimana komponen ini berperan penting dalam
dalam darah normal pada wanita dewasa didapati jumlah leukosit rata-rata
5.000- 12.000 sel/µl (Wijayanti, 2017). Penyebab leukosit tinggi bisa diseabkan
karena adanya infeksi, penyakit limfoma, atau reaksi tubuh post operasi dimana
dapat ditentukan oleh komponen leukosit yang paling tinggi pada pasien
belum dapat ditentukan secara pasti apakah dari limfoma, adanya infeksi
Disisi lain, dapat dilihat bahwa pada hasil pemeriksaan darah rutin keadaan Hb,
trombosit dan eritrosit klien sudah normal yang berarti tindakan yang dilakukan
sudah benar dan kestabilan kondisi klien terjaga. Akan tetapi pada pemeriksaan
gula darah sewaktu didapatkan hasil 252 mg/dL yang lebih tinggi dari nilai
normal yaitu < 110 mg/dL. Salah satu penyebab meningkatnya kadar gula darah
sewaktu adalah karena glukagon dan growth hormone meningkat dan terjadi
kebutuhan untuk pelaksanaan metabolisme pada jantung, dan otak sangat tinggi
akan tetapi sel tersebut tidak dapat menyimpan cadangan energi sehingga
mereka bergantung pada ketersediaan nutrisi dari korteks ginjal yang dapat
adanya trauma dalam sistem syaraf atau adanya tumor neuroendokrin dapat
aktivitas insulin secara relatif sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah
(Setiawan, 2012). Pada pasien sel kanker sudah mengarah pada hepar sehingga
dapat mengganggu fungsi penting dari hepar. Dalam hal ini, hepar memiliki
fungsi untuk mempertahankan kadar glukosa darah selalu dalam kondisi normal
Apabila fungsi hepar dalam hal ini terganggu maka stabilitas kadar glukosa
basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda (Jazi & Effendi, 2011).
Pada pasien didapatkan nilai pH arteri dan vena berturut-turut sebesar 7,094 dan
arteri adalah 7,35-7,45 dan pH darah vena normal adalah 7,32-7,38 (Widodo,
2015). Pada pasien ditemukan pula pCO2 sebesar 77,5 mmHg yang berarti ada
peningkatan, pO2 sebesar 171,6 mmHg yang berarti ada peningkatan, dan BE
sebesar -6,2 mmol/L yang menunjukkan adanya penurunan. Dari data yang
Nilai APACHE II Score didapatkan hasil 18 dan pasien post operasi, menrut
diderita klien 11%. Sedangkan pada nilai SOFA menunjukkan angka 8 yaitu
merupakan salah satu sistem skor paling banyak digunakan untuk analisis
kualitas ICU, penelitian berbagai penyakit dan terapi terbaru suatu penyakit pada
pasien yang dirawat di ICU dan sistem ini lebih diterima karena data yang
dibutuhkan untuk menentukan skor lebih sederhana, definisi tiap variabel jelas
(Handayani, 2014).
Pada penatalaksanaan klien terpasang ventlator SIMV yang berarti klien masih
memiliki usaha nafas, dan dibantu oleh ventilator. Ventilator SIMV adalah
memberikan bantuan tekanan positif pada interval tertentu dengan usaha pasien
adalah pernapasan yang lebih terkontrol, nyaman, dan efisien, mencegah atrofi
otot, mencegah penyaluran tidal volume yang ganda, lebih umum digunakan
Obat yang diberikan yaitu fentanyl untuk meredakan rasa nyeri, midazolam dan
gelofusine untuk pengganti volume darah, Loading NaCl 0,9% untuk jalur obat
dan resusitasi cairan, dan insulin untuk mengatur kadar gula darah.
Menurut kasus yang diambil, pada analisa data didapatkan 3 diagnosa yaitu :
Hal tersebut masih ditulis berdasarkan urutan dan penulisan diagnosa pada
Menurut tanda gejala yang dianggap bermakna pada klien maka didapatkan
teraba dingin (saat masuk IGD namun berangsung membaik di ICU), warna
kulit pucat, dan turgor kulit pasien menurun (SDKI, 2019, hlm.37).
gejala mayor frekuensi nadi meningkat (HR: 126-144x/ menit), nadi teraba
dalam hal ini tidak dapat dikaji karena pengaruh sedatif, dan konsentrasi urin
sirkulasi dibuktikan dengan adanya kerusakan jaringan dan lapisan kulit post
berlangsung dari luka operasi sebanyak 150 cc, dan adanya kemerahan pada
hlm.92).
118
hlm.304)
keperawatan SDKI. Diagnosa pada SDKI telah diurutkan dan diuraikan menurut
kategori mulai dari kelompokyang memiliki tanda dan gejala yang bermakna
spontan sebenarnya sudah cukup tepat karena pada klien terjadi kegagalan nafas.
Akan tetapi tanda gejala yang ditujukkan kurang sesuai dengan tanda gejala
mayor pada diagnosa tersebut dimana dinyatakan bahwa tanda dan gejala objektif
119
mayor pada diagnosa gangguan ventilasi spontan adalah penggunaan otot bantu
nafas, volume tidal menurun, PCO2 meningkat, PO2 menurun dan SaO2 menurun
dan takikardia (SDKI, 2019, hlm.24). Pada klien ditemukan data mengenai PCO2
yang meningkat dan takikardia, akan tetapi volume tidal klien diatur oleh
ventilator, otot bantu nafas tidak ada karena klien diberi sedasi dan SaO2 pasien
masih berada dalam rentang normal. Disamping itu, terjadi asidosis respiratorik
dan asidosis metabolik pada pasien dan tanda gejala yang ada pada pasien lebih
sesuai dengan kondisi klien, akan tetapi setelah dilakukan analisis lebih lanjut,
ditemukan diagnosa perfusi perifer tidak efektif yang memiliki prioritas lebih
diletakkan pada prioritas ketiga. Menurut SDKI (2019, hlm.12) diagnosa perfusi
perifer dan hipovolemia menempati kategori yang sama yaitu kategori fisiologis,
akan tetapi diagnosa perfusi jarigan perifer tidak efektif masuk ke dalam
Diagosa ketiga yaitu penurunan curah jantung yang diambil oleh peneliti
sebelumnya tidak dapat diambil karena tidak relevan. Hal ini disebabkan karena
mayor secara objektif berupa gambaran EKG, nilai central venous pressure
120
cardiac index, stroke volume index dan lain sebagainya) sebagai data pendukung
meskipun ada beberapa tanda dan gejala yang cocok seperti adanya takikardi,
dengan faktor mekanis (gesekan dan luka terbuka), kekurangan volume cairan,
D. Intervensi Keperawatan
Tujuan klien diberi posisi head of bed 15o adalah memudahkan klien untuk
klien. Tujuan dilakukan cek balon adalah untuk melihat apakah fungsi balon
ETT masih baik dan apakah balon ETT benar masuk dan terpasang dengan
maksimal atau tidak. Tujuan auskultasi pada dada untuk mengetahui apakah
yang diberikan pada klien dan juga digunakan sebagai data untuk menentukan
mode ventilator.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Kanker ovarium terjadi karena adanya mutasi genetik pada sel-sel ovarium
yang menjadi abnormal, serta tumbuh cepat dan tidak terkontrol. Penyebab
kanker belum dapat diketahui dengan pasti namun terdapat beberapa faktor
endometrosis atau menderita syndrom Lych. Kanker ovarium ini juga dibagi
menjadi kanker ovarium ganas dan kanker jinak, dimana memiliki tanda
untuk mengurangi sebagian besar volume tumor tanpa niat eradikasi total
pengangkatan sel tumor ganas. Debulking ini hanya digunakan untuk tujuan
kuratif pada beberapa macam jenis kanker saja seperti kanker ovarium dan
121
122
Perdarahan adalah faktor resiko dari tindakan operasi. Kehilangan darah yang
jantung. Penyebab syok yang paling sering ditemukan terutama pada pasien
ventilasi-perfusi
cairan
sirkulasi
kulit
Tindakan yang dilakukan dalam kasus ini sudah cukup sesuai dengan teori
yang ada sehingga pada hasil evaluasi didapatkan hasil yang cukup membaik,
B. Saran
3. Bagi Masyarakat
NIM : 519006
JUDUL KTIN : Analisis Asuhan Keperawatan Syok Hemoragik Post Operasi Debulking
Kanker Ovarium Residif Dengan Gagal Nafas Pada Ny.M di Ruang ICU
2. RiwayatKesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama sulit dikaji karena pasien mengalami penurunan kesadaran
disertai dengan pemberian relaksan dan sedasi (Midazolam dan Atracurium)
3. PemeriksaanFisik
a. Keadaan umum
Pasien tampak sakit berat dengan penurunan kesadaran disertai, kesadaran
GCS tidak dapat dinilai karena pasien dengan pemberian sedasi dan relaksan
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah
Sistolik : 140 – 165 mmHg dengan noradrenalin
Diastolik : 85 – 90 mmHg
MAP : 103 – 115 mmHg
2) Heart Rate : 126 – 144 x/menit
Respirasi : 20 – 24 x/menit
3) Suhu : 36 – 37,5 ° C
4) Nilai CPOT : pasien tidak dapat dikaji karena penggunaan sedasi dan
relaxan
Menerangkan bahwa abstrak atas nama Angela Verani Grace Worang adalah benar telah
diterjemahkan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris oleh LPBAT (Lembaga Pelatihan Bahasa
Asing Terpadu) Asia Pasifik Semarang dengan judul :
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
1 Darah Rutin
Index Eritrosit
1. AGD Arteri
2 AGD Vena
3 Darah Rutin
Hematokrit 38 % 35 - 47 Normal
Omeprazole 2 x 40 mg IV
Vit K 3 x 10 mg IV
Cefriaxone 1 x 2 gr IV
Insulin
c. Nutrisi
Puasa
G. Analisa Data
Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan
DO: ↓
DO:
1. Masalah keperawatan
a. Gangguan Ventilasi Spontan b.d Efek Sedasi dan Relaksan
b. Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Cairan Aktif
c. Penurunan Curah Jantung b.d Penurunan Ejeksi Ventrikel
2. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Tupan : gangguan ventilasi Manajemen jalan napas buatan Manajemen jalan napas
Ventilasi Spontan spontan teratasi o
1. Perhatikan bundle care Head of Bed 1. HOB 30 (jika tidak ada kontraindikasi) dan
Tupen : Setelah dilakukan elevasi, interupsi sedasi, profilaksis oral care menjadi independent intervention
tindakan keperawatan selama peptic ulcer, profilaksis DVT, Oral perawat dalam pencegahan VAP. Mulut
5x24 jam, gangguan ventilasi care dengan chlorhexidine 0,9% sebagai gerbang utama masuknya infeksi ke
spotan teratasi dengan criteria 2. Pertahankankepatenan ETT (Cuff saluran nafas bawah karena adanya selang
sebagai berikut : dankedalaman) ETT.Ames (2011) menunjukkan bahwa
pelaksanaan oral care secara komprehensif
1. Respon hemodinamik 3. Auskultasisuaranapaspadadaerah dada
dapat mengurangi kolonisasi bakteri mulut
toleran terhadap 4. Monitoring respirasidan status
pasien
oksigenasi (AGD dan elektrolit) & orofaring, menurunkan skor CPIS, dan
setting ventilator
Ventilator mekanik kejadian VAP.
2. Mampu batuk efektif
Kolaborasi pemberian peptic ulcer juga
3. Mampu menelan dengan 1. Monitor kondisi yang
menjadi intervensi yang utama karena
baik mengidentifikasikanketidaksinkronan
kondisi fasting pada lambung dapat
4. TV tercapai 6-8 cc/kgBB pengaturan ventilator
menyebabkan ulserasi GI. Selain itu, adanya
5. RR : 12 – 24x/menit 2. Pastikan alarm ventilator hidup, set
agen yang meningkatkan PH lambung dapat
dangunakan ventilator sesuaidengan
meningkatkan pertumbuhan bakteri yang
mode yang dibutuhkanklien
berpotensi besar terjadinya refluks ke
Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional
Ventilator mekanik
Kekurangan Tujuan : Klien memperlihatkan 1. Monitor Tanda-tada vital terutama 1. Mengetahui perubahan hemodinamik
Volume Cairan peningkatan curah jantung tekanan darah dan Nadi pasien yang berhubungan dengan
dengan 2. Pantau EKG secara kontinu perdarahan yang terus terjadi
3. Berikan oksigen sesuai dengan terapi 2. Memantau Perubahan irama jantung
Kriteria hasil :
4. Siapkan untuk mengelola IUVD 1 3. Membantu keadekuatan perfusi
1. Tanda-tanda vital dalam sampai 2 L cairan IV sesuai pesanan. kejaringan
batas normal HR 60 Gunakan larutan kristaloid untuk 4. Tanggapan klien terhadap pengobatan
sampai 100 denyut per keseimbangan cairan dan elektrolit bergantung pada tingkat kehilangan darah.
menit, tekanan sistolik yang adekuat. Memulai terapi IV. Jika kehilangan darah ringan (15%),
lebih besar dari atau sama Mulai dua garis IV perifer yang lebih respon yang diharapkan adalah
dengan 90 mm Hg, tidak kecil dan besar. Mempertahankan kembalinya cepat ke BP normal. Jika
adanya orthostasis volume darah beredar cukup cairan infus diperlambat, klien tetap
2. Output urin lebih besar merupakan prioritas. Jumlah cairan normotensif. Jika klien telah kehilangan
dari 30ml / jam, yang diinfuskan biasanya lebih 20% sampai 40% volume darah yang
3. Turgor kulit normal. penting daripada jenis cairan bersirkulasi atau mengalami pendarahan
4. Curah jantung dalam (kristaloid, koloid, darah). Jumlah yang tidak terkendali, bolus cairan dapat
batas normal volume yang dapat diinfeksikan menghasilkan normotensi, namun jika
5. Perbaikan Kesadaran berbanding terbalik dengan panjang cairan diperlambat setelah bolus, BP akan
kateter IV; Cara terbaik adalah memburuk. Perhatian yang ekstrem
Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional
per menit dengan ritme tingkat pernafasan, ritme dan suara minus diastolik) saat syok berkurang.
regular napas auskultasi. Karakteristik kejutan 2. Disritmia jantung dapat terjadi dari
4. Urine Ouput 30 ml / jam meliputi respirasi cepat dan dangkal keadaan perfusi rendah, asidosis, atau
atau lebih dan suara nafas adventif seperti retak hipoksia, dan juga akibat efek samping
5. Kulit hangat dan kering, dan desis. dari obat jantung yang digunakan untuk
dan 5. Pantau saturasi oksigen dan gas darah mengatasi kondisi ini
6. Tingkat kesadaran normal. arteri.. 3. Kencang/ lemah berhubungan dengan
6. Pantau tekanan vena sentral klien stroke volume dan curah jantung.
(CVP), tekanan diastolik arteri 4. Isi kapiler lambat dan kadang tidak ada
pulmoner (PADP), tekanan baji menunjukkan tanda-tanda syok.
kapiler paru, dan curah jantung / 5. Oksimetri pulse digunakan dalam
indeks jantung. mengukur saturasi oksigen. Saturasi
7. Menilai adanya perubahan tingkat oksigen normal harus dipertahankan pada
kesadaran. 90% atau lebih tinggi. Seiring dengan
8. Kaji keluaran urin. perkembangan , metabolisme aerobik
9. Kaji warna kulit, suhu, dan berhenti dan asidosis laktat terjadi,
kelembaban. dingin, pucat, kulit menghasilkan peningkatan kadar karbon
keriput dioksida dan penurunan pH
10. Berikan pengganti elektrolit seperti 6. CVP memberikan informasi tentang
Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional