Anda di halaman 1dari 87

SKRIPSI

PENGARUH LAMA PAPARAN SINAR UV-B TERHADAP LAPISAN


EPIDERMIS PADA TIKUS (RATTUS NOVERGICUS) GALUR WISTAR
MODEL PHOTOAGING

NOOR AULIA HATIKHAH


NIM 6130017042

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022

i
SKRIPSI

PENGARUH LAMA PAPARAN SINAR UV-B TERHADAP LAPISAN


EPIDERMIS PADA TIKUS (RATTUS NOVERGICUS) GALUR WISTAR
MODEL PHOTOAGING

NOOR AULIA HATIKHAH


NIM 6130017042

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022

ii
LEMBAR PRASYARAT

PENGARUH LAMA PAPARAN SINAR UV-B TERHADAP LAPISAN


EPIDERMIS PADA TIKUS (RATTUS NOVERGICUS) GALUR WISTAR
MODEL PHOTOAGING

Skripsi Ini Disusun


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Program Studi S1 Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

Oleh:
NOOR AULIA HATIKHAH
NIM 6130017042

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Telah Diuji dan Dinyatakan Lulus Oleh Tim Penguji Skripsi


Program Studi S1 Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surbaya
dan diterima untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Pada tanggal Januari 2022

Mengesahkan,

Fakultas Kedokteran
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Dekan,

Dr. Handayani, dr., M. Kes


NPP. 1406958

Tim Penguji :
Ketua : Meidyta Sinantryana Widyaswari, dr., Sp.DV.
Anggota : 1. Dr. Winawati Eka Putri, dr., Sp. DV.
2. Marinda Dwi Puspitarini., dr. M.Si.
3. Ardyarini Dyah Savitri, dr.,Sp.PD.

iv
LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH LAMA PAPARAN SINAR UV-B TERHADAP LAPISAN


EPIDERMIS PADA TIKUS (RATTUS NOVERGICUS) GALUR WISTAR
MODEL PHOTOAGING

Oleh:
NOOR AULIA HATIKHAH
6130017042

DISETUJUI OLEH:

Pembimbing I,
Dr. Winawati Eka Putri., dr. Sp. DV : ( )
NPP. 15061016

Pembimbing II,
Marinda Dwi Puspitarini., dr. M.Si :( )
NPP. 15091024

Pembimbing III
Ardyarini Dyah Savitri., dr. Sp. PD :( )
NPP. 16081073

Surabaya, Januari 2022


Mengetahui,
Ketua Program Studi
S1 Pendidikan Dokter

Nur Azizah A.S, dr., Sp.KJ


NPP. 19041243

v
PERNYATAAN TENTANG ORISINILITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:


Nama : Noor Aulia Hatikhah
NIM : 6130017042
Program Studi : S1 Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Angkatan : 2017

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul:
PENGARUH LAMA PAPARAN SINAR UV-B TERHADAP LAPISAN
EPIDERMIS PADA TIKUS (RATTUS NOVERGICUS) GALUR WISTAR
MODEL PHOTOAGING

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

Surabaya, 3 Januari 2022

Noor Aulia Hatikhah


6130017042

vi
PERNYATAAN MEMBERI HAK BEBAS ROYALTI

Sebagai sivitas akademika Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, saya yang


bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Noor Aulia Hatikhah
NIM : 6130017042
Program Studi : S1 Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Angkatan : 2017

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non
Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGARUH LAMA PAPARAN SINAR UV-B TERHADAP LAPISAN
EPIDERMIS PADA TIKUS (RATTUS NOVERGICUS) GALUR WISTAR
MODEL PHOTOAGING
Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Fakultas Kedokteran Universitas
Nahdlatul Ulama Surabaya berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-
benarnya.

Surabaya, 3 Januari 2022

Noor Aulia Hatikhah


6130017042

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan
proposal penelitian ini dengan judul “PENGARUH LAMA PAPARAN SINAR
UV-B TERHADAP LAPISAN EPIDERMIS PADA TIKUS (RATTUS
NOVERGICUS) GALUR WISTAR MODEL PHOTOAGING” sebagai persyaratan
pendidikan akademik untuk menyusun skripsi dalam rangka menyelesaikan
Program Studi S1 Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya.
Penulisan skripsi penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, baik materi, moril, maupun spiritual. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng. selaku Rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya yang senantiasa memberi dukungan dan motivasi dalam
menyusun skripsi ini.
2. Dr. Handayani, dr., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran yang
senantiasa mendukung, memberi saran serta memberi dukungan penuh
dalam menyusun skripsi ini.
3. Nur Azizah A.S, dr., Sp.KJ selaku Ketua Prodi S1 Pendidikan Dokter yang
senantiasa mendukung serta memfasilitasi penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Dr. Winawati Eka Putri., dr. Sp. DV sebagai dosen pembimbing yang
dengan penuh perhatiannya mendampingi dan mengarahkan penulis dalam
menyusun skripsi ini.
5. Marinda Dwi Puspitarini., dr. M.Si sebagai dosen pembimbing yang dengan
penuh perhatiannya mendampingi dan mengarahkan penulis dalam
menyusun skripsi ini.
6. Ardyarini Dyah Savitri, dr., Sp.PD sebagai dosen pembimbing statistik
yang dengan penuh perhatiannya mengerahkan penulis dalam menyusun
skripsi ini.
7. Adyan Donastin, dr., Sp.P dan Dewi Masithah, dr., M.Kes selaku
penanggung jawab mata kuliah tugas akhir yang senantiasa memberi
dukungan penuh dalam menyusun skripsi ini.
8. Kedua orang tua saya yang terkasih Bapak Fatchul Huda dan Ibu Noor
Kartika Ningsih, Terima kasih atas dukungan materi, moril, doa serta ridha
nya, karena dengan ridhanya ananda mendapatkan ridha pula dari Allah
SWT sehingga proposal penelitian ini selesai dengan dan atas ridha Allah
SWT.
9. Kakak-kakak saya, Kiyya, Rika, Fifi, Fatma dan Fajrul, Terima kasih atas
doa dukungannya.
10. Muhammad Imamuddin Izzatul Islam, Terima kasih sudah menemani
menyelesaikan penelitian ini,
11. Teman-teman S1 Pendidikan Dokter angkatan 2017 yang saya cintai terima
kasih atas kebersamaan serta semangatnya, semoga kita bisa menyelesaikan
studi dengan baik, tetap semangat menggapai cita-cita, semoga kita bisa
lulus bersama, dan bisa membuktikan bahwa nantinya kita dapat menjadi
dokter sesuai dengan motto UNUSA yaitu menjadi generasi yang Rahmatan

viii
Lil ‘Alamin. Sukses untuk kita semua semangat dan selamat berjuang
teman-teman Zonula.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala bantuan yang telah
diberikan oleh semua pihak. Penulis menyadari bahwa skripsi penelitian ini banyak
kekukarangan sehingga memerlukan masukan agar skripsi ini dapat dijadikan acuan
untuk penelitian selanjutnya dan bermanfaat bagi kita semua terutama bagi
masyarakat dan dunia kedokteran.

Surabaya, Januari 2022

Penulis,
Noor Aulia Hatikhah

ix
SUMMARY

Photoaging is a complex biological process due to intrinsic factors (from


within the body such as genetics) and extrinsic factors (from outside the body such
as the environment). Skin aging involves various layers of the skin, the most visible
changes being in the dermis and epidermis layers (Safitri et al, 2014).
The most important extrinsic factor as a cause in accelerating the skin aging
process is exposure to sunlight which contains ultraviolet (UV) rays, so that
extrinsic skin aging is often referred to as photoaging. Indonesia is a tropical
country with exposure to UV rays from the sun throughout the year, so the
Indonesian population is very vulnerable to skin aging, especially in extrinsic skin
aging due to long-term exposure to UV rays (Ahmad and Damayanti, 2018).
Research conducted by Chiu et al in 2017 with the research title "Far-
infrared suppresses skin photoaging in ultraviolet B-exposed fibroblasts and
hairless mice". This study used 15 rats which were divided into 3 groups, consisting
of a control group (P1) without treatment, a treatment group (P2), (P3) which were
given different doses of exposure. Rats from all treatment groups were exposed to
UV-B radiation. Rats were exposed to UVB radiation of 100 mJ/cm2 (one minimal
erythema dose = 100 mJ/cm2) five times per week for the first week and then 200
mJ/cm2 three times a week for 6 weeks thereafter. The results showed that UV-B
light exposure for 3 weeks had an acute effect on the skin of rats with symptoms of
redness, and UV-B light exposure for 6 weeks had a chronic effect on the skin of
rats with symptoms of dry and wrinkled skin. Research Ivic (2008) stated that UV-
B rays cause "sunburn cells" after 8 to 12 hours after exposure, this result is due to
exposure to UV-B rays damage DNA in keratinocytes and melanocytes (Ivic,
2008).
The purpose of this study was to determine the effect of long exposure to
UV-B rays on the epidermal layer of Wistar rats (Rattus novergicus), including the
thickness of the epidermis layer and the number of sunburn cells.
This study is a true experimental study using Post Test Only Control Group
Design using 27 rats which were divided into 3 groups, namely: The design of this
study used 3 groups, consisting of the control group K being untreated rats and the
treatment groups P1 and P2 being rats. who were exposed to UV-B radiation for 3
weeks and 6 weeks, respectively, Test the effect on the study using the Oneway-
Anova test and the Pos Hoc test.
The results of this study showed that the thickness of the epidermis in groups
P1 and P2, group P1 had an average epidermal thickness of 44.87 n and P2 had an
average epidermal thickness of 56.90 n and there was a significant relationship
between exposure to UV-B rays and the thickness of the epidermis (p<0.05). there
was an increase in the number of sunburn cells in groups P1 and P2, group P1 had
an average number of sunburn cells 6.40 and P2 had an average number of sunburn
cells 11.40 and there was a significant relationship between exposure to UV-B rays
and the number of sunburn cells in epidermal layer (p<0.05).
In this study, it can be concluded that there is an effect of long exposure to
UV-B rays on the epidermal layer of Wistar strain rats (Rattus novergicus),
including the thickness of the epidermis layer and the number of sunburn cells.

x
RINGKASAN

Penuaan kulit adalah suatu proses biologis yang kompleks akibat faktor
intrinsik (dari dalam tubuh seperti genetik) maupun faktor ekstrinsik (dari luar
tubuh seperti lingkungan). Penuaan kulit melibatkan berbagai lapisan kulit,
perubahan yang paling tampak yaitu pada bagian lapisan dermis dan epidermis
(Safitri dkk, 2014).
Faktor ekstrinsik yang paling utama sebagai penyebab dalam mempercepat
proses penuaan kulit yaitu, paparan sinar matahari yang mengandung sinar
ultraviolet (UV), sehingga penuaan kulit ekstrinsik sering disebut juga sebagai
photoaging. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan paparan sinar
UV matahari sepanjang tahun, sehingga penduduk Indonesia sangat rentan terhadap
terjadinya penuaan kulit, terutama pada penuaan kulit ekstrinsik akibat paparan
sinar UV dalam jangka waktu yang lama (Ahmad dan Damayanti, 2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Chiu et al tahun 2017 dengan judul penelitian
“Far-infrared suppresses skin photoaging in ultraviolet B-exposed fibroblasts and
hairless mice”. Penelitian ini menggunakan 15 ekor tikus yang dibagi menjadi 3
kelompok, terdiri dari kelompok kontrol (P1) tanpa perlakuan, Kelompok
Perlakuan (P2), (P3) yang diberikan paparan dengan dosis berbeda. Tikus dari
semua kelompok perlakuan diberikan paparan sinar UV-B tikus dipapari radiasi
UVB 100 mJ/cm2 (satu dosis eritema minimal = 100 mJ/cm2) lima kali per minggu
untuk minggu pertama dan kemudian 200 mJ/cm2 tiga kali seminggu selama 6
minggu setelahnya. Penelitian yang dilakukan didapatkan hasil, paparan sinar UV-
B yang dilakukan selama 3 minggu menimbulkan efek akut pada kulit tikus dengan
gejala kulit kemerahan, dan paparan sinar UV-B yang dilakukan selama 6 minggu
menimbulkan efek kronis pada kulit tikus dengan gejala kulit kering dan berkeriput.
Penelitian Ivic (2008) disebutkan bahwa sinar UV-B menimbulkan “sunburn cell”
setelah 8 sampai 12 jam setelah paparan, hasil tersebut disebabkan paparan sinar
UV-B merusak DNA dalam keratinosit dan melanosit (Ivic, 2008).
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui untuk mengetahui pengaruh lama
paparan sinar UV-B terhadap lapisan epidermis pada tikus (Rattus novergicus)
galur wistar meliputi ketebalan lapisan epidermis dan jumlah sel sunburn.
Penelitian ini merupakan penelitian true eksperimental menggunakan Post
Test Only Control Group Design dengan menggunakan 27 ekor tikus yang dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu: Rancangan penelitian ini menggunakan 3 kelompok,
terdiri dari kelompok kontrol K merupakan tikus tanpa perlakuan dan kelompok
perlakuan P1 dan P2 merupakan tikus yang diberikan paparan radiasi UV-B
masing-masing selama 3 minggu dan 6 minggu pemaparan. Uji pengaruh pada
penelitian menggunakan uji Oneway-Anova dan uji Pos Hoc.
Hasil penelitian ini menunjukkan penebalan epidermis pada kelompok P1
dan P2, kelompok P1 memiliki rata-rata ketebalan epidermis 44,87 µn dan P2
memiliki rata-rata ketebalan epidermis 56,90 µn dan terdapat hubungan yang
bermakna paparan sinar UV-B terhadap ketebalan epidermis (p<0,05). terdapat
peningkatan jumlah sel sunburn pada kelompok P1 dan P2, kelompok P1 memiliki
rata-rata jumlah sel sunburn 6,40 dan P2 memiliki rata-rata jumlah sel sunburn
11,40 dan terdapat hubungan yang bermakna paparan sinar UV-B terhadap jumlah
sel sunburn pada lapisan epidermis (p<0,05).

xi
Pada penelitian ini dapat disimpulkan terdapat pengaruh lama paparan sinar
UV-B terhadap lapisan epidermis pada tikus (Rattus novergicus) galur wistar
meliputi ketebalan lapisan epidermis dan jumlah sel sunburn.

xii
ABSTRACT

Background: Indonesia is a tropical country with exposure to UV rays from the


sun throughout the year, so the Indonesian population is very vulnerable to skin
aging, especially extrinsic skin aging due to long-term exposure to UV rays (Ahmad
and Damayanti, 2018). This study aims to determine the effect of long exposure to
UV-B rays on the thickness of the epidermal layer and the number of sunburn cells
in Wistar rats (Rattus novergicus).
Methods: This study is a true experimental study using Post Test Only Control
Group Design using 27 rats which were divided into 3 groups, namely: The design
of this study used 3 groups, consisting of the control group K, which were untreated
rats and the treatment groups P1 and P2. are mice that were exposed to UV-B
radiation for 3 weeks and 6 weeks, respectively. Test the effect on the study using
the Oneway-Anova test and the Pos Hoc test.
Results: The results of this study showed thickening of the epidermis in groups P1
and P2, group P1 had an average epidermal thickness of 44.87 n and P2 had an
average epidermal thickness of 56.90 n and there was a significant relationship
between UV-B light exposure and thickness. epidermis (p<0.05). there was an
increase in the number of sunburn cells in groups P1 and P2, group P1 had an
average number of sunburn cells 6.40 and P2 had an average number of sunburn
cells 11.40 and there was a significant relationship between exposure to UV-B rays
and the number of sunburn cells in epidermal layer (p<0.05).
Conclusion: there is an effect of long exposure to UV-B rays on the epidermal layer
of wistar strain rats (Rattus novergicus), including the thickness of the epidermis
layer and the number of sunburn cells.
Keywords: UV-B rays, Rattus novergicus, epidermis, sunburn cells.

xiii
ABSTRAK

Latar belakang: Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan paparan
sinar UV matahari sepanjang tahun, sehingga penduduk Indonesia sangat rentan
terhadap terjadinya penuaan kulit, terutama pada penuaan kulit ekstrinsik akibat
paparan sinar UV dalam jangka waktu yang lama (Ahmad dan Damayanti, 2018).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama paparan sinar UV-B
terhadap ketebelan lapisan epidermis dan jumlah sel sunburn pada tikus (Rattus
novergicus) galur wistar.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian true eksperimental menggunakan
Post Test Only Control Group Design dengan menggunakan 27 ekor tikus yang
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: Rancangan penelitian ini menggunakan 3
kelompok, terdiri dari kelompok kontrol K merupakan tikus tanpa perlakuan dan
kelompok perlakuan P1 dan P2 merupakan tikus yang diberikan paparan radiasi
UV-B masing-masing selama 3 minggu dan 6 minggu pemaparan. Uji pengaruh
pada penelitian menggunakan uji Oneway-Anova dan uji Pos Hoc.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan penebalan epidermis pada kelompok P1
dan P2, kelompok P1 memiliki rata-rata ketebalan epidermis 44,87 µn dan P2
memiliki rata-rata ketebalan epidermis 56,90 µn dan terdapat hubungan yang
bermakna paparan sinar UV-B terhadap ketebalan epidermis (p<0,05). terdapat
peningkatan jumlah sel sunburn pada kelompok P1 dan P2, kelompok P1 memiliki
rata-rata jumlah sel sunburn 6,40 dan P2 memiliki rata-rata jumlah sel sunburn
11,40 dan terdapat hubungan yang bermakna paparan sinar UV-B terhadap jumlah
sel sunburn pada lapisan epidermis (p<0,05).
Kesimpulan: terdapat pengaruh lama paparan sinar UV-B terhadap lapisan
epidermis pada tikus (Rattus novergicus) galur wistar meliputi ketebalan lapisan
epidermis dan jumlah sel sunburn..
Kata kunci: Sinar UV-B, Rattus novergicus, epidermis, sel sunburn.

xiv
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DEPAN................................................................................................... i
SAMPUL DALAM ................................................................................................. ii
LEMBAR PRASYARAT ...................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... v
PERNYATAAN TENTANG ORISINILITAS ...................................................... vi
PERNYATAAN MEMBERI HAK BEBAS ROYALTI ...................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
SUMMARY .............................................................................................................. x
RINGKASAN ........................................................................................................ xi
ABSTRACT ........................................................................................................... xiii
ABSTRAK ........................................................................................................... xiv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xxi

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis .......................................................................... 5
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6


2.1 Kulit ......................................................................................................... 6
2.1.1 Anatomi dan Histologi Kulit ......................................................... 6
2.1.2 Epidermis ...................................................................................... 7
2.1.3 Dermis ........................................................................................... 9
2.1.4 Hipodermis atau Subkutis ........................................................... 12
2.1.5 Fungsi Kulit................................................................................. 12
2.2 Penuaan Kulit ........................................................................................ 14
2.2.1 Definisi ........................................................................................ 14
2.2.2 Etiopatogenesis ........................................................................... 14
2.3 Siar Ultraviolet (UV) ............................................................................. 17
2.3.1 Definsi ......................................................................................... 17
2.3.2 Jenis-jenis Sinar UV.................................................................... 18
2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Sinar UV ............................. 19
2.3.4 Efek Radiasi ................................................................................ 22
2.4 Mekanisme Penuaan Kulit akibat Paparan Sinar UV pada Manusia ..... 26
2.5 Tikus (Rattus norvegicus) Galur Wistar ................................................ 27

xv
2.6 Gambaran histopatologi kulit dengan photoaging................................. 28
2.7 Gambaran histopatologi ketebalan epidermis model photoaging ......... 29
2.8 Gambaran sel sunburn pada lapisan epidermis model photoaging ....... 30

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .................... 32


3.1 Kerangka Konsep Penelitian.................................................................. 32
3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 33

BAB 4 METODE PENELITIAN.......................................................................... 34


4.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 34
4.2 Rancangan Penelitian............................................................................. 34
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 34
4.3.1 Lokasi Penelitian ......................................................................... 34
4.3.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 35
4.4 Populasi dan Sampel .............................................................................. 35
4.4.1 Populasi ....................................................................................... 35
4.4.2 Sampel ......................................................................................... 35
4.4.3 Cara Pengambilan Sampel .......................................................... 36
4.4.4 Besar Sampel............................................................................... 36
4.4.5 Kerangka Kerja Penelitian .......................................................... 37
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional........................................ 38
4.5.1 Variabel Penelitian ...................................................................... 38
4.5.2 Definisi Operasional.................................................................... 38
4.6 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Sampel ....................... 39
4.6.1 Instrumen Penelitian.................................................................... 39
4.6.2 Teknik Pengumpulan Sampel ..................................................... 41
4.7 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 43
4.7.1 Pengolahan Data.......................................................................... 43
4.7.2 Analisis Data ............................................................................... 43
4.8 Etika Penelitian ...................................................................................... 45
4.9 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 45

BAB 5 HASIL PENELITIAN .............................................................................. 46


5.1 Gambaran Lokasi Penelitian .................................................................. 46
5.2 Hasil Penelitian ...................................................................................... 46
5.2.1 Ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus). .......................... 46
5.2.2 Jumlah sel sunburn pada epidermis tikus (Rattus novergicus).... 47
5.2.3 Perbandingan ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) ..... 49
5.2.4 Perbandingan jumlah sel sunburn pada epidermis tikus. ............ 50

BAB 6 PEMBAHASAN ....................................................................................... 51


6.1 Ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) ..................................... 51
6.2 Jumlah sel sunburn pada epidermis tikus (Rattus novergicus).............. 52
6.3 Perbandingan ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) ............... 52
6.4 Perbandingan jumlah sel sunburn pada epidermis tikus ....................... 54

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 56


7.1 Kesimpulan ............................................................................................ 56

xvi
7.2 Saran ...................................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 58


LAMPIRAN .......................................................................................................... 61

xvii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


Tabel 4.1 Definisi Operasional ............................................................................. 38
Tabel 5.1 Ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar ................ 46
Tabel 5.2 Jumlah sel sunburn tikus (Rattus novergicus) ...................................... 48
Tabel 5.3 Uji pengaruh sinar UV-B terhadap ketebalan epidermis ...................... 49
Tabel 5.4 Uji pengaruh sinar UV-B terhadap jumlah sel sunburn ........................ 50

xviii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman


Gambar 2.1 Anatomi kulit ...................................................................................... 7
Gambar 2.2 Gambaran kolagen dengan pewarnaan Masson’s Trichrome . ......... 10
Gambar 2.3 Perubahan susunan serat elastin karena photoaging. ........................ 11
Gambar 2.4 Struktur histopatologi kulit mencit bagian punggung. ...................... 30
Gambar 2.5 Gambaran sel sunburn pada model photoaging. ............................... 31
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................ 32
Gambar 4.1 Kerangka kerja………………………………………………………37
Gambar 4.2 Lampu broadband ultraviolet B ........................................................ 39
Gambar 4.3 Alat UV Meter................................................................................... 40
Gambar 4.4 Kandang Pemaparan.......................................................................... 42
Gambar 5.1 Gambaran histologi ketebalan epidermis tikus. ................................ 47
Gambar 5.2 Gambaran sel sunburn pada epidermis tikus..................................... 48

xix
DAFTAR SINGKATAN

AP-1 = Activator Protein-1


DNA = Deoxyribonucleic Acid
ECM = Extracellular Matrix
H2O2 = Hidrogen Peroksida
MED = Minimal Erythemal Dose
MMPs = Matrix Metalloproteinase
NF-kB = Nuclear Factor Kb
O2- = Anion Superoksida
OH- = Radikal Hidroksil
RER = Raw Endoplasma Reticulum
RGB = Red Green Blue
ROS = Reactive Oxygen Species
UV = Ultraviolet
UV-A = Ultraviolet A
UV-B = Ultraviolet B
UV-C = Ultraviolet C
UVI = Ultraviolet Index
WHO = World Health Organization

xx
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Uji Etik ..................................................................................... 61


Lampiran 2 Kegiatan Penelitian ............................................................................ 62
Lampiran 3 Output uji statistik ............................................................................. 63

xxi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan kulit adalah suatu proses biologis yang kompleks akibat

faktor intrinsik (dari dalam tubuh seperti genetik) maupun faktor ekstrinsik

(dari luar tubuh seperti lingkungan). Penuaan kulit melibatkan berbagai

lapisan kulit, perubahan yang paling tampak yaitu pada bagian lapisan

dermis dan epidermis (Safitri dkk, 2014). Proses penuaan ada yang

berlangsung cepat dan lambat, proses penuaan mulai berlangsung sekitar

usia 25 tahun, setiap orang memiliki pola penuaannya masing-masing

(Ramadani, 2010).

Hasil data penduduk dunia, terjadi peningkatan proporsi populasi usia

lanjut (di atas 65 tahun) yang cukup signifikan yakni dari sekitar 8% pada

tahun 1950 menjadi sekitar 11% pada tahun 2009, dan diperkirakan akan

mencapai angka 20% di tahun 2050. Penuaan kulit akan mempengaruhi

kehidupan sosial individu, yang didukung adanya fakta bahwa kulit

merupakan bagian tubuh yang paling sering terpapar oleh faktor luar dan

juga merupakan hal yang pertama kali nampak dari seorang individu saat

berinteraksi dengan orang lain (Ahmad dan Damayanti, 2018).

Penuaan kulit secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni

penuaan intrinsik atau penuaan kronologis terkait dengan semakin

bertambahnya usia dan penuaan ekstrinsik terkait dengan paparan faktor

luar. Faktor ekstrinsik yang paling utama sebagai penyebab dalam

1
mempercepat proses penuaan kulit yaitu, paparan sinar matahari yang

mengandung sinar ultraviolet (UV), sehingga penuaan kulit ekstrinsik sering

disebut juga sebagai photoaging. Indonesia merupakan salah satu negara

tropis dengan paparan sinar UV matahari sepanjang tahun, sehingga

penduduk Indonesia sangat rentan terhadap terjadinya penuaan kulit,

terutama pada penuaan kulit ekstrinsik akibat paparan sinar UV dalam

jangka waktu yang lama (Ahmad dan Damayanti, 2018).

Penuaan ekstrinsik (photoaging) terjadi sebagai akibat kerusakan

kumulatif dari radiasi sinar UV. Radiasi sinar UV (dengan panjang

gelombang 100-400 µm) merupakan 5% dari seluruh kisaran radiasi sinar

matahari (Wahyuningsih, 2011). Pengaruh patobiologik dari sinar UV (UV-

A dan UV-B) menghasilkan radikal bebas dan menimbulkan kerusakan pada

deoxyribonucleic acid (DNA), disinyalir radikal bebas inilah yang menjadi

faktor utama dalam mempercepat proses penuaan dini (Nisa dan Surbakti,

2016). Radiasi sinar UV matahari pada sel hidup menghasilkan radikal bebas

yang dapat menyebabkan berbagai resiko fotokimiawi seperti,

fotoisomerisasi dan fotooksidasi. Reaksi fotooksidasi terjadi akibat

pelepasan reactive oxygen species (ROS) berupa: anion superoksida (O₂-),

hidrogen peroksida (H₂O₂) dan radikal hidroksil (OH-) oleh kromofor yang

menyerap sinar UV (Wahyono, 2008).

Radiasi sinar UV menyebabkan meningkatnya produksi ROS secara

berlebihan, yang berperan penting dalam kerusakan oksidatif pada kulit.

ROS dianggap sebagai penyebab utama photoaging. Keriput merupakan

salah satu ciri khas dari photoaging yang disebabkan degradasi komponen

2
extracellular matrix (ECM) seperti serat kolagen dan serat elastin (Kim et

al., 2016). Kerusakan kulit yang disebabkan radiasi sinar UV melibatkan

berbagai mekanisme, seperti kolagenase dan aktivasi sitokin inflamasi (ch

et al., 2013). Paparan sinar UV pada kulit meningkatkan produksi nuclear

factor kB (NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1). Sitokin inflamasi ini

merangsang akumulasi ROS yang merusak jaringan dan sel kulit, serta

meningkatkan ekspresi matrix metalloproteinase (MMPs) yang merusak

struktur dan fungsi ECM dengan cara menurunkan kolagen (Choi et al.,

2017). MMPs, dan MMP-1 berperan penting dalam menurunkan ECM

terutama kolagen tipe I selama proses penuaan kulit terjadi (Pandel et al.,

2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Chiu et al tahun 2017 dengan judul

penelitian “Far-infrared suppresses skin photoaging in ultraviolet B-

exposed fibroblasts and hairless mice”. Penelitian ini menggunakan 15 ekor

tikus yang dibagi menjadi 3 kelompok, terdiri dari kelompok kontrol (P1)

tanpa perlakuan, Kelompok Perlakuan (P2), (P3) yang diberikan paparan

dengan dosis berbeda. Tikus dari semua kelompok perlakuan diberikan

paparan sinar UV-B tikus dipapari radiasi UVB 100 mJ/cm2 (satu dosis

eritema minimal = 100 mJ/cm2) lima kali per minggu untuk minggu pertama

dan kemudian 200 mJ/cm2 tiga kali seminggu selama 6 minggu setelahnya.

Penelitian yang dilakukan didapatkan hasil, paparan sinar UV-B yang

dilakukan selama 3 minggu menimbulkan efek akut pada kulit tikus dengan

gejala kulit kemerahan, dan paparan sinar UV-B yang dilakukan selama 6

minggu menimbulkan efek kronis pada kulit tikus dengan gejala kulit kering

3
dan berkeriput. Penelitian Ivic (2008) disebutkan bahwa sinar UV-B

menimbulkan “sunburn cell” setelah 8 sampai 12 jam setelah paparan, hasil

tersebut disebabkan paparan sinar UV-B merusak DNA dalam keratinosit

dan melanosit (Ivic, 2008).

Hasil penelitian sebelumnya mendasari peneliti ingin melakukan

penelitian lanjutan dengan mengetahui efek akut pada paparan sinar UV-B

selama 3 minggu dan efek kronik pada paparan sinar UV-B selama 6 minggu

terhadap photoaging tikus (Rattus novergicus) galur wistar sebagai hewan

percobaan karena memiliki struktur organ yang sama dengan manusia dan

juga memiliki bulu yang pendek dan tidak lebat sehingga mempermudah

pengambilan kulit sebagai sampel. Sehingga, peneliti ingin meneliti

pengaruh lama paparan sinar UV-B terhadap lapisan epidermis pada tikus

(Rattus novergicus) galur wistar.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh lama paparan sinar UV-B terhadap lapisan

epidermis pada tikus (Rattus novergicus) galur wistar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

lama paparan sinar UV-B terhadap lapisan epidermis pada tikus (Rattus

novergicus) galur wistar.

4
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar

yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6 minggu.

2. Mengetahui jumlah sel sunburn pada epidermis tikus (Rattus

novergicus) galur wistar yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3

minggu dan 6 minggu.

3. Mengetahui perbandingan ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus)

galur wistar yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6

minggu.

4. Mengetahui perbandingan jumlah sel sunburn pada epidermis tikus

(Rattus novergicus) galur wistar yang mendapat paparan sinar UV-B

selama 3 minggu dan 6 minggu.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan rujukan dalam ilmu pengetahuan kedokteran khususnya pada

bidang dermatologi dengan berdasarkan pada teori-teori yang ada.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan masyarakat luas tentang pencegahan dari photoaging dengan

cara mempublikasikan hasil penelitian. Selain itu, penelitian ini juga

diharapkan sebagai salah satu rujukan untuk peneliti-peneliti selanjutnya

agar penelitian ini lebih berkembang.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

2.1.1 Anatomi dan Histologi Kulit

Kulit adalah organ yang dinamis yang terus mengalami perubahan

dengan terlepasnya lapisan luar dan digantikan oleh lapisan dalam. Kulit

terdiri dari tiga lapisan; yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis. Ketebalan

kulit bermacam-macam tergantung dari lokasi anatomis, jenis kelamin, dan

usia individu. Kulit yang paling tebal terdapat pada telapak tangan dan

telapak kaki, yaitu setebal +1,5 mm dan yang paling tipis terdapat pada

kelopak mata dan postauricular (0,05 mm) (Weller et al, 2014).

Kulit dibagi menjadi dua yaitu kulit tebal dan kulit tipis. Kulit tebal

terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kulit tebal mengandung banyak

kelenjar keringat, tanpa folikel rambut, kelenjar sebasea, atau serat otot

polos. Kulit tipis terdapat pada seluruh permukaan tubuh kecuali pada

telapak tangan dan kaki. Kulit tipis mengandung folikel rambut, kelenjar

sebasea, dan kelenjar keringat (Tzanetakou et al., 2012).

6
Gambar 2.1 Anatomi kulit (Mescher, 2017)

2.1.2 Epidermis

Epidermis berisi jaringan nonvaskular dan bergantung pada lapisan

dermis yang mendasari untuk mendapatkan nutrisi dan pembuangan dengan

cara difusi melalui dermo epidermal junction. Epidermis memiliki beberapa

jenis sel, yaitu sel keratinosit sebagai sel induk, melanosit yang mengandung

pigmen melanin yang berfungsi untuk melindungi dari radiasi sinar

ultraviolet (UV), sel langerhans sebagai respon imun, dan sel merkel sebagai

mekanoreseptor (Eroschenko, 2010). Lapisan epidermis memiliki lima

lapisan, yaitu (Eroschenko, 2010):

1. Stratum basal (germinativum)

Lapisan dasar epidermis. Lapisan ini terdiri dari satu lapisan sel

yang terletak pada membrana basalis. Lapisan ini sebagai induk

dari epidermis, sel-selnya bermitosis, bergerak menuju lapisan

7
superfisial, dan mengalami keratinisasi atau peningkatan jumlah

filamen keratin intermediet.

2. Stratum spinosum

Lapisan ini terletak diatas stratum basal, terdiri dari beberapa

lapis sel yang terlihat seperti berduri (karena tonjolan sitoplasma).

Pembentukan filamen keratin pada lapisan ini membentuk

tonofilamen.

3. Stratum granulosum

Lapisan ini terdiri dari beberapa lapis sel gepeng dan granula

keratohialin diatas stratum spinosum. Granula yang bebas

berikatan dengan tonofilamen membentuk keratin. Granula yang

terbungkus membran disebut granula lamellosum berfungsi

sebagai lapisan lemak yang menutupi kulit sehingga kulit relatif

impermiabel terhadap air.

4. Stratum lusidum

Lapisan ini translusen dan hanya ada pada kulit tebal, terletak

antara stratum granulosum dan stratum korneum.

5. Stratum korneum

Lapisan kulit yang paling luar. Terdiri dari sel-sel mati yang berisi

filamen keratin. Sel-sel superfisial terus dilepaskan atau

deskuamasi dan tergantikan oleh sel-sel dari stratum basal yang

berada dibawahnya.

8
2.1.3 Dermis

Dermis adalah jaringan ikat tidak teratur yang berada di bawah

epidermis. Dermis dan epidermis dipisahkan oleh membrana basalis.

Ketebalan lapisan dermis bervariasi dengan yang paling tebal berada di

telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis di kelopak mata dan penis.

Usia tua, dermis menjadi tipis dan kehilangan elastisitasnya. Lapisan dermis

mengandung beberapa macam sel, sel yang paling utama adalah sel

fibroblas. Fungsi sel fibroblas adalah sintesis kolagen, retikulin, elastin,

fibronektin, glikosaminoglikans, dan kolagenase. Sel-sel lain yang

jumlahnya lebih sedikit, yaitu mononuklear, limfosit, sel langerhans dan sel

dermal dendritik, sel mast, dan sel merkel (Weller et al, 2014).

a. Kolagen

Kolagen merupakan protein utama yang menyusun komponen

matriks ekstraseluler dan merupakan protein terbanyak yang ditemukan

dalam tubuh manusia sekitar 25% - 35% dari seluruh protein tubuh

(Enggardini, 2016). Terdapat 28 tipe kolagen yang telah diidentifikasi

yang diberi nomor I- XXVIII. Kolagen pada kulit merupakan kolagen

tipe I, III, V, dan VI yang membentuk struktur horizontal di dermis,

diselingi oleh serat elastin. Kolagen tipe 1 adalah jenis yang paling

banyak di jaringan ikat kulit. Serat kolagen berfungsi untuk memberi

kekuatan, integritas struktural, dan ketahanan pada kulit.

9
Gambar 2.2 Gambaran kolagen dengan pewarnaan histopatologi
Masson’s Trichrome (Putri dan Sakinah, 2020).

Kolagen I disintesis di sel fibroblast melalui dua proses, yaitu

proses di dalam sel dan di luar sel. Proses intrasel, mula-mula terbentuk

prokolagen berupa dua rantai peptida alpha pada translasi di ribosom

sepanjang raw endoplasma reticulum (RER), kemudian rantai

polipeptida dilepaskan ke lumen RER. Sinyal peptide dilepaskan ke

RER, sehingga rantai peptida menjadi rantai pro-alpha, selanjutnya

terjadi proses hidroksilasi lisin dan prolin asam amino di lumen, dengan

kofaktor asam askorbat, kemudian residu hidroksilisin mengalami

glikosilasi. Retikulum endoplasma terbentuk tripel alpha helik.

Kemudian prokolagen dieksositosis ke badan golgi. Proses esktrasel,

prokolagen yang sudah dieksositosis selanjutnya diubah menjadi

tropokolagen oleh prokolagen peptidase, beberapa tropokolagen

membentuk fibril kolagen melalui cross-linking kovalen, beberapa fibril

kolagen membentuk serabut kolagen. Kolagen selanjutnya menempel

pada membran sel melalui beberapa protein, antara lain fibronektin dan

integrin (Mescher, 2017).

10
b. Serat Elastin

Serat elastin yang berada di lapisan dermis lebih sedikit

dibandingkan kolagen, namun berperan penting dalam menjaga

elastisitas dan ketahanan kulit, menjaga agar kulit dapat kembali ke

bentuk semula setelah kulit diregangkan, secara histologi, serabut

elastin dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu oxytalan, elaunin, dan

elastic. Oxytalan berada di permukaan paling luar, sangat tipis, dan

terbentang dari perpendicular ke dermis-epiderimis junction. Elaunin

dan elastic berada di lapisan yang lebih dalam serta lebih tebal. Ketika

kulit mengalami photoaging, elastin berubah bentuk dan fungsinya

menjadi jaringan elastosis, di mana serabut elastin berubah menjadi

tebal dan tidak teratur. Jaringan elastosis dapat menimbulkan

manifestasi klinis penuaan kulit, yaitu kulit tampak kendur atau

berkurang elastisitasnya (Weihermann et al., 2017).

Gambar 2.3 Perubahan susunan serat elastin karena photoaging. (A)


Area kulit yang tidak terpapar sinar matahari. (B) Area kulit yang
terpapar sinar matahari. Tanda panah merah menunjukkan
ketidakteraturan serat elastin (Weihermann et al., 2017)

11
2.1.4 Hipodermis atau Subkutis

Hipodermis atau lapisan subkutis (tela subcutanea) tersusun atas

jaringan ikat dan jaringan adiposa yang membentuk fascia superficial yang

tampak secara anatomis. Hipodermis ini terdiri dari sel-sel lemak, ujung

saraf tepi, pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Lapisan hipodermis

ini memiliki fungsi sebagai penahan terhadap benturan ke organ tubuh

bagian dalam, memberi bentuk pada tubuh, mempertahankan suhu tubuh dan

sebagai tempat penyimpan cadangan makanan (Eroschenko, 2010).

2.1.5 Fungsi Kulit

1. Perlindungan

Epitel berlapis dengan lapisan tanduk berfungsi sebagai perlindungan

fisik terhadap abrasi fisik, bahan kimia, patogen, atau mikroorganisme

lainnya dai luar tubuh. Lapisan tanduk juga bisa mencegah tubuh dari

kehilangan cairan, elektrolit, dan makromolekul karena lapisan tanduk

tahan air. Sel Langerhans juga berperan dalamperlindungan terhadap

antigen dan mikroba. Kulit juga melindungi dari radiasi sinar UV karena

mengandung pigmen melanin yang terdapat dalam sel melanosit.

Lapisan dermis dan lemak subkutan berfungsi sebagai peredam getaran.

Lemak subkutan sendiri berfingsi sebagai isolator listrik (Weller et al,

2014).

12
2. Termoregulasi

Kondisi suhu tubuh atau lingkungan tinggi, mekanisme pengeluaran

panas yang dilakukan kulit adalah penguapan keringat dari permukaan

kulit dan vasodilatasi sehingga aliran darah ke kulit maksimum.

Sebaliknya jika di daerah dingin, vasokonstriksi dan penurunan aliran

darah ke kulit akan mempertahankan panas tubuh (Tzanetakou et al.,

2012).

3. Sensasi sensorik

Cutaneous Sensations adalah sensasi yang timbul di kulit, termasuk

sensasi taktil; sentuhan, tekanan, dan getaran; sensasi termal seperti

panas dan dingin. Cutaneous Sensations yang lain adalah rasa sakit,

biasanya sakit adalah indikasi adanya jaringan yang akan atau rusak

(Eroschenko, 2012).

4. Ekskresi

Terdapat kelenjar keringat pada kulit yang membentuk keringat dari air,

larutan garam, urea, dan produk sisa nitrogen, sehingga dapat

diekskresikan ke permukaan kulit (Eroschenko, 2012).

5. Pembentukan vitamin D

Vitamin D akan terbentuk dari molekul prekursor dalam keratinosit

yang terpapar sinar UV (Eroschenko, 2012).

6. Cadangan energi

Lemak subkutan berfungsi sebagai cadangan energi (Weller et al, 2014).

13
7. Absorbsi

Kulit dapat mengabsorbsi zat-zat yang larut dalam air. Selain itu,

beberapa vitamin yang larut lemak (A, D, E, dan K), beberapa obat, dan

gas oksigen serta gas karbondioksida dapat menembus kulit. Material

toksik seperti aseton dan karbon tetraklorida, garam dari logam berat

seperti timah, arsen, merkuri juga dapat diabsorbsi oleh kulit (Tortora

dan Derrickson, 2017).

2.2 Penuaan Kulit

2.2.1 Definisi

Penuaan kulit adalah proses alami yang akan terjadi pada setiap

orang. Proses alamiah menjadi tua pada manusia pada umumnya terjadi pada

awal dekade ketiga kehidupan manusia dan gejalanya terlihat jelas dengan

bertambahnya usia (Harris, 2019).

Proses penuaan kulit menyebabkan perubahan histologis pada

lapisan kulit. Organ kulit dibentuk dari jaringan ikat yang terdiri atas

jaringan yang terdiri atas komponen selular dan matriks ekstraseluler.

Matriks ekstraseluler mengandung 2 makromolekul utama, salah satunya

kolagen yang berdampak pada proses penuaan (Calleja et al, 2013).

2.2.2 Etiopatogenesis

Proses penuaan termasuk penuaan kulit disebabkan oleh banyak

faktor (multifaktorial) (Ahmad dan Damayanti, 2018). Penyebab proses

penuaan kulit secara umum terjadi melalui dua mekanisme, yakni intrinsik

14
dan ekstrinsik. Kedua mekanisme ini saling mempengaruhi (Farage et al,

2010). Penuaan kulit yang dialami oleh individu merupakan kombinasi dari

penuaan kulit akibat faktor intrinsik serta faktor ekstrinsik.

1. Faktor intrinsik

Penuaan intrinsik adalah proses sel yang menua seiring dengan

waktu. Telomere (sekuens asam amino pada akhir rantai DNA) dapat

memendek setiap kali proses pembelahan sel. Proses ini dapat

menyebabkan aging dan senescence cell. Senescence cell adalah

pertumbuhan yang terhenti pada siklus sel mitosis yang bersifat

ireversibel. Sel kulit termasuk sel mitosis. Senescence keratinosit dan

fibroblas tampak akumulasi pada kulit yang tua. Mutasi pada

mitokondria DNA dan produksi ROS dapat mempercepat terjadinya

proses menua pada kulit (Stojiljković, Pavlović and Arsić, 2014). Faktor

intrinsik yang menyebabkan peningkatan radikal bebas adalah obesitas.

Obesitas adalah kondisi kelebihan atau akumulasi abnormal jaringan

lemak. Obesitas mengakibatkan reaksi inflamasi yang akan

meningkatkan stress oksidatif dan pemendekan telomere (Tzanetako et

al., 2012).

2. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik yang paling berperan dalam penuaan adalah

radikal bebas. Radikal bebas dapat memberikan dampak besar terhadap

terjadinya proses penuaan karena dapat menyebabkan stres oksidatif

(Safitri, Puspita and Yurina, 2014). Faktor ekstrinsik bekerja bersama-

sama dengan faktor intrinsik sehingga menyebabkan penuaan kulit

15
terjadi lebih dini atau prematur (Ahmad dan Damayanti, 2018). Faktor-

faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain, ekspresi wajah yang

berulang, pengaruh suhu panas, posisi tidur, gaya gravitasi, gaya hidup

misal merokok, polusi, serta paparan sinar matahari terutama sinar UV

(Pandel et al., 2013).

Penuaan kulit ekstrinsik terutama dipengaruhi oleh sinar UV dan

disebut juga sebagai photoaging (Ahmad dan Damayanti, 2018).

Matahari merupakan sumber utama dari sinar UV, sehingga merupakan

kontributor utama dari photoaging.

• Photoaging

Istilah photoaging didefinisikan sebagai pengaruh dari

paparan sinar UV yang bersifat kronik pada kulit. Photoaging

ditentukan berdasarkan tingkat paparan sinar UV dan jumlah

melanin pada kulit, sebagian individu yang memiliki riwayat sering

terpapar sinar matahari, tinggal di daerah geografis yang cerah, dan

memiliki tipe kulit terang akan menyerap lebih banyak sinar UV

dan cenderung mengalami photoaging lebih berat (Pandel et al.,

2013).

Photoaging menggambarkan perubahan karakteristik klinis,

histologik dan fungsional dari kulit yang menua, gambaran ini

dapat terlihat di daerah kulit yang sering terpapar sinar matahari.

Berbeda dengan luka bakar (sunburn) dan berjemur (suntan), yang

bermanifestasi dalam hitungan jam dan hari, photoaging terjadi

secara bertahap selama puluhan tahun. Sinar UV gelombang

16
pendek (Sinar UV-B, 290-320 µm) memiliki energi lebih besar dan

menyebabkan kerusukan DNA lebih masif pada kasus penuaan dan

photoaging (Yaar dan Gilchrest, 2013).

Karakterisitik klinik photoaging meliputi kerutan,

pigmentasi gutata (hipopigmentasi atau hiperpigmentasi), kulit

kasar, kehilangan warna kulit asli, kulit kering, kulit pudar,

terlihatnya alur kulit, atrofi yang berat, teleangiektasis, elastosis

solar, purpura aktinik, lesi prakanker dan melanoma (Pandel et al.,

2013).

Perubahan histologis photoaging terlihat pada lapisan

epidermis, dermis dan persambungan dermis-epidermis. Epidermis

kulit menipis dan tonjolan epidermal berkurang, sedangkan pada

lapisan dermis, serat kolagen memendek, longgar, menipis dan

tidak beraturan. Perubahan ini berdampak bagi pertukaran nutrisi

dipersambungan dermis epidermis dan tidak hanya menyebabkan

penipisan persambungan tersebut memungkinkan terjadinya atrofi

epidermis (Poon et al, 2015).

2.3 Siar Ultraviolet (UV)

2.3.1 Definsi

Radiasi sinar UV adalah bagian dari spektrum cahaya

elektromagnetik yang panjang gelombangnya lebih panjang daripada sinar-

X tetapi lebih pendek daripada sinar tampak yaitu antara 10 – 400 µm dan

energi antara 3 – 124 eV. Spektrum UV sinar matahari dapat dibagi menjadi

17
3 segmen berdasarkan panjang gelombang radiasinya. Gelombang pendek

(UV-C), gelombang medium (UV-B), dan gelombang panjang (UV-A).

2.3.2 Jenis-jenis Sinar UV

1. UV-C dengan spektrum 200-290 µm, adalah radiasi yang paling banyak

diserap di lapisan ozon atmosfer bumi dan normalnya tidak mencapai

permukaan bumi. Panjang gelombang ini memiliki energi yang sangat

hebat dan bersifat sangat mutagenik. Radiasi UV-C dapat menembus

kulit sampai 60-80 µm dan dapat merusak molekul DNA.

2. UV-B dengan spektrum 290-320 µm, paling banyak menembus atmosfer

bumi, walaupun hanya 5% dari total radiasi sinar matahari, tetapi

bertanggung jawab atas sebagian besar photodamage pada kulit. Radiasi

UV-B dapat menembus kulit sampai kedalaman kira-kira 160-180 µm,

sehingga dapat menembus seluruh lapisan epidermis (70% diserap di

stratum korneum, 20% dikeseluruhan epidermis) dan sebagian dermis

(sekitar 10%). Radiasi UV-B dapat memicu baik langsung maupun tidak

langsung, kerusakan DNA, stres oksidatif, penuaan dini kulit dan

berbagai efek terhadap sistem imun, serta memiliki efek penting

terhadap timbulnya tumor kulit.

3. UV-A dengan spektrum 320-400 µm, adalah jenis radiasi yang lemah.

1000 kali lebih lemah daripada UV-B namun 100 kali lebih banyak

mencapai permukaan bumi, sekitar 90-95% dari total radiasi sinar

matahari yang berhasil sampai ke permukaan bumi. UV-A dapat

menembus sampai kedalaman 1000 µm. Radiasi UV-A diserap sebagian

18
besar pada lapisan epidermis, tetapi 20-30% mencapai bagian yang lebih

dalam dermis kulit manusia. Dan bertanggung jawab atas timbulnya

tumor kulit baik yang jinak maupun ganas (Nichols dan Katiyar, 2010).

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Sinar UV

Energi surya yang sampai di bumi dipengaruhi oleh letak geografis

terhadap matahari dan kualitas atmosfir. Terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhi energi pajanan sinar UV pada manusia, antara lain:

1. Ketinggian permukaan dan garis lintang zona atau daerah

Daerah di khatulistiwa memiliki tingkat radiasi UV yang lebih

tinggi dibandingkan daerah di garis lintang iklim sedang. Tingkat

radiasi UV meningkat dengan meningkatnya ketinggian karena

pengurangan jumlah aerosol, molekul udara, dan ozon di atmosfer.

Diperkirakan bahwa tingkat radiasi UV meningkat sepuluh persen

dengan setiap peningkatan ketinggian 1000 meter (Lim et al,

2017).

2. Musim, waktu, dan cuaca atau kondisi awan

Baik kualitas dan kuantitas radiasi UV di permukaan bumi berubah

dengan musim, waktu, dan hari dalam setahun, radiasi UV berubah

karena perubahan sudut zenit matahari (solar zenith angle).

Alasannya adalah bahwa ada sedikit penyerapan dan hamburan UV

sebelum mencapai permukaan bumi karena jalurnya yang lebih

pendek melalui atmosfer. Kisaran minimum untuk lokasi tertentu

terjadi pada siang hari (Lim et al, 2017).

19
3. Aerosol

Aerosol adalah partikel padat atau cair berukuran mikro yang

tersuspensi di udara, misalnya kabut sulfat, jelaga, debu, dan

aerosol garam laut. Para ahli membagiaerosol menjadi dua jenis,

yaitu: partikel aerosol penghambur (pemantul) sinar UV dan

partikel aerosol penyerap sinar UV seperti debu mineral dan jelaga,

sehingga dapat mengurangi tingkat radiasi UV hingga 20% (Lim et

al, 2017).

4. Ozon

Ozon diproduksi di lapisan stratosfer (pada ketinggian di atas 20

km) sebagai hasil dari reaksi fotokimia di atmosfer. Sinar UV

memecah O2 untuk menghasilkan atom oksigen bebas; atom

oksigen ini kemudian bereaksi dengan O2 dan molekul mediator

untuk menghasilkan O3. Sekitar 90% dari semua ozon di atmosfer

ditemukan di stratosfer. Ini dikenal sebagai lapisan ozon dan secara

efektif menghalangi sejumlah besar radiasi UV B yang masuk.

Troposfer mengandung sekitar 10% dari ozon atmosfer. Efek dari

penipisan O3 akan meningkatkan intensitas UV yang mencapai

permukaan bumi (Lim et al, 2017).

5. Tipe kulit

Tanda eritema menunjukkan kekuatan kulit terhadap energi surya,

dipakai dalam berbagai penentuan dosis yang dibutuhkan kulit

untuk kepentingan biologis manusia. Dalam penentuan

dosis/energi awal terapi beberapa kelainan kulit dengan alat

20
fototerapi sinar UV-B, tanda eritema ini ditera untuk dijadikan

patokan yang dikenal dengan sebutan minimal erythemal dose

(MED). UV-A dan UV-B dapat memicu roduksi melanin (pigmen

kulit) dan melanin ini bersifat menyerap UV. Sel kulit (keratinosit)

akan mengalami proliferasi (perbanyak diri) sel bila terpajan sinar

UV, sehingga timbul penebalan kulit (hiperkeratosis). Produksi

melanin berlebihan, hiperkeratosis ini dan masih ditambah dengan

mekanisme kimiawi kulit (kulit mampu membentuk tabir surya

alami) merupakan efek proteksi kulit yang terbangun bila terpajan

sinar surya dalam usahanya melindungi struktur kulit agar tidak

terbakar atau bahkan terjadi penyimpangan genetik yang dapat

mengarah kerusakan sel sampai timbulnya keganasan kulit (Lim et

al, 2017).

6. Ultraviolet Index (UVI)

World Health Organization (WHO) mendefinisikan ultraviolet

Index (UVI) sebagai perhitungan kekuatan radiasi UV yang

menembus lapisan ozon hingga mempunyai dampak ke tubuh kita

berupa terbakar surya (sunburn) pada tempat dan waktu tertentu.

Dengan demikian ukuran UVI ini bermanfaat untuk mengetahui

tingkat kewaspadaan seseorang terhadap pajanan sinar surya yang

dapat merusak tubuh disesuaikan dengan lokasi geografis yang

bersangkutan setiap harinya (Jacoeb et al., 2020).

21
2.3.4 Efek Radiasi

Paparan sinar UV dari matahari dapat memicu pembentukan radikal

bebas pada kulit. Radikal bebas yang terbentuk akan menyebabkan

menurunnya kinerja enzim untuk mempertahankan fungsi sel, merusak

protein dan asam amino yang merupakan struktur utama kolagen dan elastin

(D’Orazio et al., 2013).

Efek radiasi sinar UV pada kulit dapat menyebabkan timbulnya efek

akut dan efek kronik seperti:

1. Efek akut

Efek akut biasanya muncul dalam kurun waktu 24 jam setelah

terjadinya paparan dan biasanya berlangsung singkat (Hanriko et

al., 2019).

1) Eritema

Eritema atau sunburn adalah reaksi inflamasi akut yang

ditandai dengan kemerahan setelah paparan sinar UV.

Eritema yang terbentuk, tergantung pada panjang gelombang

UV-A. Eritema juga dapat disebabkan oleh paparan sinar

UV-B, namun responnya jauh lebih. Eritema disebabkan

oleh terjadinya vasodilatasi pembuluh darah akibat interaksi

antara ROS dengan sel mast yang ada di lapisan atas dermis.

Sel mast akan melepaskan mediator–mediator yang dapat

menginduksi terjadinya vasodilatasi pembuluh darah, seperti

histamin sehingga menyebabkan timbulnya eritema pada

kulit (D’Orazio et al., 2013).

22
2) Pigmentasi

Paparan sinar UV menyebabkan fenomena pigmentasi

kulit. Kulit yang terpapar sinar UV akan berwarna

kecoklatan dan menunjukkan adanya peningkatan jumlah

melanin di lapisan epidermis akibat pembentukan melanin-

melanin baru. Reaksi ini terlihat jelas 72 jam setelah paparan

sehingga disebut pigmentasi lambat. Sinar UV-A dan UV-B

sama - sama mampu mencetuskan timbulnya pigmentasi

namun, sinar UV-B lebih kuat dibanding sinar UV-A.

Pigmentasi karena paparan sinar UV menyebabkan

timbulnya pigmentasi ireguler, area hiperpigmentasi,

melasma, pigmentasi post-inflamasi, dan lentigines aktinik

(Battie dan Verschoore, 2012).

3) Kerusakan DNA

Kulit yang terpapar sinar UV secara terus menerus

dapat meningkatkan kerusakan dan mutasi DNA serta dapat

menyebabkan penuaan dini atau karsinogenesis. DNA

seluler langsung menyerap UV-B dan menyebabkan lesi

pada basa pirimidin, yang menjadi ikatan kovalen dan

merusak heliks DNA, ketika DNA menyerap foton dari UV-

B, terjadi penyusunan ulang struktur nukleotida, yang

mengakibatkan kerusakan pada untai DNA, pada spesies

yang lebih kecil, kerusakaan DNA dapat diperbaiki dengan

23
menghilangkan lesi menggunakan enzim fotoliase.

Kerusakaan DNA pada manusia dapat dilakukan dengan

eksisi pada nukleotida (Panich et al., 2016).

Radiasi UV-A dapat juga mengakibatkan lesi pada

DNA walaupun daya rusak lebih lemah dibandingkan UV-

B (Krutmann et al., 2017).

4) Kerusakan mata berupa fotokeratitis

Energi sinar UV dengan panjang gelombang 280-315

µm sebagian besar diserap kornea dan dapat pula mencapai

lensa. Radiasi ini dapat mengakibatkan fotokeratitis pada

mata. Fotokeratitis merupakan eye injury yang sering

mengakibatkan hilangnya kemampuan melihat, setidaknya

setengah dari semua kejadian kecelakaan dan kesakitan

yang pernah terjadi. Sekitar ¼ dari injury pada mata

merupakan injury yang berhubungan dengan pekerjaan

(Kurniawan, 2017).

Fotokeratitis ditandai dengan mata merah, nyeri

kepala, mata berair dan pandangan kabur, hal ini terjadi

karena radiasi UV-B dan UV-C, terjadi 6 jam setelah

pajanan sinar UV (Izadi et al., 2018).

24
2. Efek kronik

1) Photoaging

Photoaging adalah bentuk kerusakan kulit akibat dari

paparan sinar UV secara kronis dan lebih sering terjadi

dibandingkan kanker kulit (Krutmann, et al., 2017). UV-A

menembus lapisan kulit sampai ke lapisan dermis,

sedangkan UV-B menembus daerah bagian atas lapisan

dermis. UV-A masuk paling dalam, akan tetapi daya rusak

UV-B dan UV-C lebih besar (Leu, et al., 2010). Sinar UV-B

akan memicu terbentuknya radikal bebas pada epidermis.

Radikal bebas tersebut menginduksi keratinosit sehingga

proliferasi keratinosit akan meningkat yang menyebabkan

terjadinya hiperplasia pada epidermis. Hiperplasia membuat

epidermis tampak lebih tebal karena tumpukan-tumpukan

keratin pada epidermis (Battie dan Verschoore, 2012).

2) Fotokarsinogenesis

Paparan kronik sinar UV meningkatkan angka kejadian

kanker kulit karena DNA menjadi salah satu sasaran

biologisnya. Perubahan DNA berdampak pada berbagai

fungsi sel, menyebabkan mutasi dan ketidakstabilan genetik

(Battie dan Verschoore, 2012). Paparan sinar UV kronik

terbukti meningkatkan kejadian kanker kulit, terutama

kanker kulit non-melanoma, kanker sel skuamosa, dan

kanker sel basal. Lokasi terbanyak kanker-kanker kulit diatas

25
mengenai daerah yang sering terpapar sinar UV yaitu kepala,

leher, dan tangan. Lesi prekanker, Aktinik keratosis juga

memiliki lokasi yang sama. Sekitar 5-20% lesi ini berubah

menjadi kanker sel skuamosa (Battie dan Verschoore, 2012).

2.4 Mekanisme Penuaan Kulit akibat Paparan Sinar UV pada Manusia

Penuaan pada kulit terjadi seperti halnya penuaan sel tubuh secara

umum, yaitu terjadi akumulasi kerusakan endogen akibat pembentukan ROS

selama metabolisme oksidasi seluler (Ahmad dan Damayanti, 2018). Sistem

pertahanan sel terhadap oksidasi bekerja secara maksimal, ROS tetap

menimbulkan kerusakan unsur sel diantaranya kerusakan membran sel,

enzim dan interaksi sintesis protein (Pandel et al., 2013).

Faktor ekstrinsik penuaan kulit terutama diakibatkan oleh paparan

sinar UV. Penuaan kulit yang disebabkan oleh paparan sinar UV pada

matahari, disebut sebagai photoaging (Trojahn, et al., 2015). Faktor

ekstrinsik penuaan kulit juga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara,

rokok, dan polusi udara (Schagen et al., 2012).

Diketahui bahwa ROS bersifat sebagai oksidan dan melalui proses

oksidasi tersebut akan menurunkan enzim protein-tyrosine phosphatase.

Penurunan enzim ini menyebabkan terjadi up-regulation reseptor growth

factor dan pada akhirnya akan mengaktivasi AP-1 yang merupakan nuclear

transcription factor, melalui aktivasi dari faktor transkripsi c-Jun dan c-Fos

menghasilkan AP-1, dan mengurangi penghambatan RA reseptor pada AP-

1. Efek ini berakibat dengan penurunan produksi kolagen, serta terjadi

26
peningkatan produksi sitokin inflamasi. Manusia dalam waktu beberapa jam

terpapar sinar UV akan terbentuk MMPs khususnya gelatinase dan

kolagenase yang pada akhirnya menurunkan jumlah kolagen pada lapisan

dermis (Rhein et al, 2010).

2.5 Tikus (Rattus norvegicus) Galur Wistar

Penggunaan hewan sebagai model dalam penelitian biomedik sangat

penting. Percobaan secara langsung kepada manusia dinilai tidak etis karena

berisiko mengancam kesehatan, mengakibatkan gangguan fisik maupun

psikis, hingga dapat mengakibat-kan kematian (Ihedioha et al., 2012).

Tikus species Rattus norvegicus galur Wistar adalah salah satu hewan

laboratorium yang paling sering digunakan dalam penelitian praklinik.

Tikus Wistar pertama kali dikembangbiakkan pada tahun 1906 di Wistar

Institute dan menjadi hewan model praklinik yang ideal hingga kini (Fitria,

2014).

Klasifikasi dari Tikus (Rattus norvegicus) galur Wistar adalah :

• Kingdom : Animalia

• Phylum : Chordata

• Subphylum : Vertebrata

• Class : Mammalia

• Order : Rodentia

• Family : Muridae

• Genus : Rattus

• Species : norvegicus

27
Tikus termasuk dalam genus Rattus dengan spesies Rattus rattus dan

Rattus norvegicus. Tikus yang sering digunakan sebagai tikus laboratorium

adalah Rattus norvegicus karena tubuhnya yang lebih besar dari pada Rattus

rattus (Dewi, 2010).

Rattus norvegicus yang sering dipakai dalam penelitian adalah strain

Wistar dan Spargue Dawley yang merupakan tikus albino. Tikus strain

Wistar memiliki ciri – ciri kepala lebar, telinga panjang dan memiliki ekor

panjang kurang dari panjang tubuhnya, sedangkan strain Sprague Dawley

memiliki ekor untuk meningkatkan rasio panjang tubuh dibandingkan

dengan tikus Wistar (Dewi, 2010).

2.6 Gambaran histopatologi kulit dengan photoaging

Kondisi kulit photoaging, sawar kulit menjadi terganggu. Kompaksi

stratum korneum meningkat, lapisan sel granular di epidermis menebal,

epidermis menipis akibatnya kulit menjadi kering dan kasar. Hipertropi

melanosit meningkat jumlahnya, begitu pula kadar melanin per unit nya,

akibatnya muncul freckless dan hiperpigmentasi (Yaar dan Gilchrest, 2012).

Penurunan ketebalan kulit dan jumlah sel epitel terjadi saat orang

menua, dan dikaitkan dengan penurunan kolagen stroma (Moraes et al.,

2009). Ketebalan epidermal inter-rete mungkin tetap konstan dengan

pertambahan usia namun variabilitas dalam ketebalan epidermis dan ukuran

keratinosit individual meningkat. Ketebalan rata-rata dan tingkat kepadatan

stratum korneum konstan dengan pertambahan usia, meskipun korneosit

individu menjadi lebih besar. Penurunan turnover epidermal terkait usia

28
sekitar 30–50% antara dekade ketiga dan delapan didapatkan oleh studi

tentang laju deskuamasi pada korneosit di area tubuh tertentu. Pengurangan

ketebalan dermal mendekati 20% pada individu lansia, meskipun pada area

terlindungi sinar matahari, terjadi setelah dekade kedelapan; jaringan yang

tersisa relatif aseluler dan avaskular (Assaf et al., 2010).

2.7 Gambaran histopatologi ketebalan epidermis model photoaging

Menurut Tedesco (1997) terdapat perubahan histopatologik pada

lapisan epidermis setelah diradiasi UV seiring dengan munculnya eritema.

Perubahan tersebut diantaranya yaitu terjadinya hiperkeratosis (penebalan

stratum korneum), spongiosis (udem yang berisi cairan pada jaringan

interseluler), vesikula, dan yang paling parah adalah kerusakan sel bahkan

sampai nekrosis. Suschek, et al. (2004) membuktikan bahwa radiasi UV B

selain menjadi mediator timbulnya aktivitas iNOS, juga dapat meningkatkan

peran TNF-α pada sel endotelial dermis manusia, hal tersebut erat kaitannya

dengan adanya peningkatan produksi sistem transport arginin CAT-2

(cationic amino acid transporters-2) oleh TNF-α yang penting bagi aktivitas

persediaan substrat demikian juga iNOS, selain itu juga dilaporkan bahwa

kerusakan epidermis dan peningkatan kandungan MDA (malondialdehyde),

produk dari lipid peroksidasi, secara simultan terjadi pada 72- 96, 48 atau 24

jam setelah paparan UV B dengan energi 300, 500 dan 800 mJ/cm2 (Chang

dan Zheng, 2003). Menurut Pentland, et al. (1990) setelah radiasi UV B

terjadi peningkatan prostaglandin yang diakibatkan aktivasi dari sel mast 3-

6 jam setelah paparan sehingga menghasilkan pelepasan histamin.

29
Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa adanya penebalan pada lapisan

epidermis dan dermis diakibatkan terjadinya reaksi inflamasi diantaranya

melalui pembentukan radikal bebas NO dan pelepasan mediator

proinflamasi seperti histamin, leukotrien dan prostaglandin. Penebalan yang

terjadi pada epidermis setelah paparan UV B dikarenakan terjadinya

spongiosis, produksi sel sunburn, reduksi sel Langerhans dan peningkatan

lapisan keratin (Tedesco, 1997).

Gambar 2.4 Struktur histopatologi kulit mencit bagian punggung,


epidermis (A) dan dermis (B). Perbesaran 400x, pengecatan HE (Tedesco,
1997).

2.8 Gambaran sel sunburn pada lapisan epidermis model photoaging

Sel sunburn adalah keratinosit yang mengalami diskeratotik scattered

akibat paparan UVB akut yang menunjukkan adanya kerusakan DNA seluler

yang tidak bisa diperbaiki lagi dan terjadi apoptosis keratinosit epidermal

(Ibuki et al., 2007). Proses apoptosis keratinosit penting dikarenakan bisa

mencegah terbentuknya sel kanker dengan menghilangkan sel yang mati

karena mutasi gen (Raj et al., 2006).

Mekanisme apoptotosis keratinosit akibat paparan sinar UV-B adalah

sebagai berikut (Lee et al., 2013):

30
1. Mengaktifasi p53 dan kebocoran sitokrom c mitokondria yang

mengakibatkan kerusakan DNA.

2. UV-B mengaktifasi reseptor kematian sel melalui jalur ekstrinsik

sehingga terjadi caspase cascade dan apoptosis.

3. UV-B mentranslokasi BAX ke mitokondria, sehingga terjadi

pelepasan sitokrom c mitokondria.

4. UV-B memproduksi ROS yang menyebabkan kerusakan DNA,

sehingga terjadi proses apoptosis keratinosit.

Gambar 2.5 Gambaran sel sunburn pada model photoaging (Raj et al.,
2006).

31
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Lama paparan radiasi sinar UV-B

ROS ↑

aktivasi NADPH Oksidase

Apoptosis

Induksi keratinosit ↑

Proliferasi keratinosit Apoptosis keratinosit

Hiperplasia epidermis

Ketebalan epidermis ↑ Sel sunburn


Keterangan

= Diteliti
Kerusakan lapisan epidermis
= Tidak diteliti
Photoaging
= Mempengaruhi

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

32
Keterangan kerangka konseptual

Energi sinar UV matahari terutama UV-B dengan induksi reaksi

radikal bebasnya, dapat merusak molekul di lapisan epidermis dan sedikit

lapisan dermis, khususnya DNA sehingga proses sintesis enzim dan protein

menjadi terganggu. Sinar UV-B akan memicu terbentuknya radikal bebas

pada epidermis. Radikal bebas tersebut menginduksi keratinosit sehingga

proliferasi keratinosit akan meningkat yang menyebabkan terjadinya

hiperplasia pada epidermis. Hiperplasia membuat epidermis tampak lebih

tebal karena tumpukan-tumpukan keratin pada epidermis.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

1. Terdapat pengaruh lama paparan sinar UV-B terhadap ketebalan

epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar.

2. Terdapat pengaruh lama paparan sinar UV-B terhadap jumlah sel

sunburn pada epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar

33
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian Jenis True eksperimental karena menyelidiki kemungkinan

hubungan sebab-akibat dengan desain di mana secara nyata ada kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol dan membandingkan hasil perlakuan

dengan kontrol secara ketat (Pratiwi, 2009).

4.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Post Test Only

Control Group Design. Rancangan penelitian ini menggunakan 3 kelompok,

terdiri dari kelompok kontrol K merupakan tikus tanpa perlakuan dan

kelompok perlakuan P1 dan P2 merupakan tikus yang diberikan paparan

radiasi UV-B masing-masing selama 3 minggu dan 6 minggu pemaparan.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.3.1 Lokasi Penelitian

Rancangan penelitian ini dilaksankan di Laboratorium Hewan Coba

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. Adapun yang

dilakukan dilokasi tersebut adalah penitipan dan perlakuan hewan coba

tikus.

34
4.3.2 Waktu Penelitian

1. Pembuatan proposal ini dimulai dari bulan Agustus - Oktober 2021.

2. Penelitian ini diharapkan bisa dilaksanakan pada awal bulan

November 2021 – Desember 2021

3. Januari 2022 pembuatan laporan dilakukan setelah pengolahan data

selesai.

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi

Populasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tikus

dewasa jantan berumur 10-12 minggu yang diperoleh dari laboratorium

hewan coba fakultas kedokteran hewan Universitas Airlangga Surabaya dan

telah melalui masa aklimatisasi (adaptasi) selama satu minggu sebelum

perlakuan. Selama proses aklimatisasi tikus dilatih dengan penggunaan

kandang pemaparan.

4.4.2 Sampel

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus

(Rattus novergicus) galur wistar

1. Kriteria inklusi:

a. Tikus jantan (Rattus Norvegicus)

b. Usia 10-12 minggu

c. Berat badan 250 – 350gram

d. Sehat

35
e. Mau makan dan minum

2. Kriteria drop out

a. Mati karena sakit

4.4.3 Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

random sampling karena kriteria sampel pada rancangan ini memiliki

probabilitas yang sama.

4.4.4 Besar Sampel

Besar sampel pada rancangan penelitian ini dihitung dengan rumus

Federer, dimana jumlah kelompok (t) dan jumlah sampel tiap kelompok (n).

Rumus yang digunakan adalah (n-1) (t-1) >15 (Purwanto, dkk., 2016).

Penelitian ini menggunakan populasi tikus (Rattus novergicus) jantan yang

akan dibagi menjadi 3 kelompok, maka sampel minimal yang dibutuhkan

per kelompok adalah sebagai berikut:

(n-1) (t-1) >15

(n-1) (3-1) >15

2n-2 >15

N = 8,5

Setelah dilakukan perhitungan jumlah sampel yang digunakan maka,

minimal 8,5 ekor tikus yang dibulatkan menjadi 9 ekor tikus per kelompok.

Rancangan penelitian ini jumlah tikus per kelompok ditambah satu ekor

36
setiap kelompoknya untuk mengantisipasi adanya kematian sehingga setiap

kelompok berjumlah 10 ekor. Karena pada penelitian ini menggunakan 3

kelompok, maka jumlah Tikus seluruhnya 30 ekor.

4.4.5 Kerangka Kerja Penelitian

30 ekor tikus jantan aklimitasi selama 7


hari

P1 K P2
UV-B 1 TTP UV-B 2

Sacrifice 1 Sacrifice 2
(sampel kulit) (sampel kulit)

Pembuatan preparat dengan


pewarnaan HE

Analisis Data

Gambar 4.1 Kerangka kerja


Keterangan:

TTP : Tikus Tanpa Perlakuan

UV-B 1 : Paparan Sinar Ultraviolet B selama 3 minggu

UV-B 2 : Paparan Sinar Ultraviolet B selama 6 minggu

Sacrifice 1 : Pembedahan pengambilan sampel pada minggu ke-3 setelah

pemaparan

Sacrifice 2 : Pembedahan pengambilan sampel pada minggu ke-6 setelah

pemaparan

37
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas (Independent Variable).

Variabel ini berupa durasi pemberian paparan sinar UV-B:

perlakuan 1 selama 3 minggu, perlakuan 2 selama 6 minggu.

2. Variabel terikat (Dependent Variable).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketebalan

epidermis dan jumlah sel sunburn dari gambaran

histopatologi kulit.

4.5.2 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Skala
No. Metode pengukuran
penelitian operasional pengukuran
1. Paparan sinar Radiasi sinar UV- • P(1): pemaparan Nominal
UV-B B yang dipaparkan sinar UV-B dalam
pada kelompok kurun waktu 3
perlakuan (P1 dan minggu
P2) dengan dosis • P(2): pemaparan
dan waktu sinar UV-B dalam
pemaparan kurun waktu 6
dinaikkan setiap minggu
minggunya
2. Ketebalan Lapisan epidermis Pengukuran ketebalan Rasio
epidermis adalah lapisan dilakukan dengan cara
paling luar ke mengukur nila rata-rata
lapisan dalam ketebalan lapisan
terdiri dari: epidermis dalam 5
stratum korneum, lapang pandang
stratum lucidum, menggunakan
stratum mikroskop dengan
granulosum, perbesaran perbesaran
stratum spinosum 400x per 1 lapang
dan stratum basal. pandang menggunakan
aplikasi Cellseen.

38
Variabel Definisi Skala
No. Metode pengukuran
penelitian operasional pengukuran
3 Sel sunburn Sel sunburn adalah Pengukuran sel Rasio
hasil sel apoptosis dilakukan dengan cara
keratinosit pada mengukur jumlah rata -
lapisan epidermis rata sel pada lapisan
kulit akibat epidermis yang
paparan sinar UV- mengalami apoptosis
B keratinosit epidermal
dalam 5 lapang pandang
menggunakan
mikroskop dengan
perbesaran perbesaran
400x per 1 lapang
pandang menggunakan
aplikasi Cellseen.

4.6 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Sampel

4.6.1 Instrumen Penelitian

Instrumen pada rancangan penelitian ini terdiri dari beberapa alat dan

bahan seperti:

1. Alat yang digunakan:

1) Lampu broadband ultraviolet B TL lamps merek Philips seri TL

20W/01RS

Gambar 4.2 Lampu broadband ultraviolet B

39
2) Alat pengukur ultraviolet (UV light meter)

Gambar 4.3 Alat UV Meter

3) Kandang tikus dan sekam

4) Tempat makan dan minum tikus

5) Mesin dan krim pencukur

6) Stopwatch

7) Minor set

8) Gunting dan pinset

9) Sarung tangan dan masker

10) Mikroskop

11) Kaca/object glass

12) Komputer dan Aplikasi Cellsense

2. Bahan yang digunakan

1) Aquades

2) Pakan tikus

40
4.6.2 Teknik Pengumpulan Sampel

1. Paparan sinar UV-B model tikus photoaging

Paparan sinar UV-B (Ultraviolet B) di paparkan pada kelompok

tikus P1 dan P2 agar didapatkan tikus dengan model photoaging.

Sumber sinar UV-B berupa Ultraviolet B Boardband TL lamps merek

Philips seri TL 20W/01RS dengan jarak paparan setinggi 30 cm, selama

pemaparan tikus tetap bergerak bebas dalam kandang dan dipaparkan

pada kulit tikus yang sudah dicukur di bagian dorsal sebesar 1x1 cm 2.

Dosis paparan sinar UV-B yang diberikan pada setiap kelompok

perlakuan berbeda, seperti dibawah ini:

1) Kelompok P(1): paparan selama 3 minggu, diberikan

sebanyak 3x/minggu pada hari (senin, rabu, dan jum’at)

dengan pemaparan yang dinyatakan dalam MED (minimal

erythema dose):

• Minggu 1 sebesar (120mJ/cm2 selama 11 menit/hari)

• Minggu 2 sebesar (240mJ/cm2 selama 22 menit/hari)

• Minggu 3 sebesar (360mJ/cm2 selama 33 menit/hari)

2) Kelompok P(2): paparan selama 6 minggu, pada minggu ke-

1 sampai ke-3 diberikan sebanyak 3x/minggu pada hari

(senin, rabu, dan jum’at) dan pada minggu ke-4 sampai ke-

6 diberikan sebanyak 2x/minggu pada hari (senin, dan kamis)

dengan pemaparan yang dinyatakan dalam MED (minimal

erythema dose):

• Minggu 1 sebesar (120 mJ/cm2 selama 11 menit/hari)

41
• Minggu 2 sebesar (240 mJ/cm2 selama 22 menit/hari)

• Minggu 3 sebesar (360 mJ/cm2 selama 33 menit/hari)

• Minggu 4 sebesar (420 mJ/cm2 selama 44 menit/hari)

• Minggu 5 sebesar (420 mJ/cm2 selama 44 menit/hari)

• Minggu 6 sebesar (420 mJ/cm2 selama 44 menit/hari)

Gambar 4.4 Kandang Pemaparan

2. Pengambilan jaringan kulit dan pembuatan preparat histologi

Setelah tikus mendapatkan perlakuan pemaparan radiasi sinar

UV-B yang berbeda pada masing-masing kelompok tikus,

selanjutnya tikus dianatesi secara total dengan cara memasukan tikus

kedalam toples yang mengandung larutan eter. Setelah tikus

teranastesi total, semua kelompok tikus akan diambil jaringan

kulitnya dengan menggunakan alat bedah minor. Setelah jaringan

terambil, lalu jaringan kulit tersebut dibentang dikarton lalu

distepler. Lalu masukan ke dalam toples sampel yang berisi formalin

10% untuk selanjutnya dilakukan pembuatan sediaan preparat

histologi dengan pewarnaan HE yang di lakukan di Laboratorium

42
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Surabaya.

3. Pengamatan preparat histologi kulit

Pengamatan preparat bertujuan untuk mengamati ketebalan

epidermis pada sediaan preparat. Preparat diamati menggunakan

mikroskop dengan perbesaran perbesaran 400x per 1 lapang pandang

dengan menggunakan aplikasi Cellseen.

4.7 Pengolahan dan Analisis Data

4.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data pada rancangan penelitian ini dengan tahapan-

tahapan sebagai berikut:

1. Editing yaitu memeriksa data hasil pengisian pencatatan oleh peneliti.

2. Entry data ke komputer yaitu setelah proses editing selesai, tahap

selanjutnya adalah proses memasukan data ke perangkat lunak

computer.

3. Coding yaitu mengkatagorikan data.

4. Cleaning data yaitu untuk membersihkan kesalahan data yang

dimasukkan.

4.7.2 Analisis Data

1. Analisis Univariat

Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya, pada

penelitian ini termasuk kategori numerik, sehingga digunakan nilai mean

43
atau median. Analisis ini dilakukan dengan tujuan mendeskripsikan

karakteristik atau melihat gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari

tiap-tiap variabel (Notoatmodjo, 2014).

2. Analis Bivariat

Analisis data penelitian di proses dengan program yang tingkat

signifikan p<0.05, langkah-langkahnya sebeagai berikut:

1. Uji normalitas data (p>0.05)

Pengujian normalitas menggunakan Shapiro-wilk (n<30)

untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil

uji normalitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu

analisis parametrik bila data terdistribusi normal, non parametrik

bila data tidak terdistribusi normal.

2. Uji homogenitas data (p>0.05)

Pengujian homogenitas menggunakan levene test untuk

mengetahui data homogen atau tidak homogen. Hasil uji

homogenitas ini untuk menentukan analisi berikutnya yaitu analisis

parametrik bila data terdistribusi normal atau non parametrik bila

data tidak terdistribusi normal.

3. Uji parametrik (One way ANOVA)

Syarat untuk melakukan uji parametrik yaitu didapatkannya

hasil distribusi normal dan homogenitas. Uji parametrik yang akan

digunakan peneliti yaitu one way ANOVA (Analysis of Variance).

Uji ANOVA ini digunakan untuk membandingkan 3 kelompok

44
hewan coba yang datanya berupa rasio, kemudian dilakukan

pengujian post hoc tukey bila terdapat data yang signifikan yaitu p

<0,050. Namun apabila data tidak terdistribusi normal maka

menggunakan uji non parametrik Kruskall Wallis Test.

4.8 Etika Penelitian

Pengajuan Ethical Clearance untuk rancangan penelitian ini

ditujukan ke Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Komisi Etik

Penelitian Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.

Pemeliharaan hewan coba tikus dilakukan dikandang tikus yang disediakan

peneliti pada setiap kelompok tikus uji coba, setiap kelompok tikus

diberikan makanan standar dan minum air yang sama.

4.9 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam melakukan penelitian ini adalah waktu

pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada saat pandemi COVID-19

sehingga menghambat mobilitas dalam melakukan penelitian ini. Selain itu

keterbatasan pengalaman dalam melakukan penelitian eksperimen.

45
BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Coba Fakultas


Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. Pada laboratorium
tersebut dilakukan pemeliharaan dan perlakuan terhadap terhadap tikus
putih (Rattus norvegicus) kurang lebih selama tujuh minggu mulai dari
proses adaptasi,memberikan paparan sinar UV-B, dan proses pembedahan
pengambilan sampel kulit tikus. Kemudian organ kulit yang sudah diambil
diserahkan ke laboratorium patologi anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya, yang selanjutnya akan dibuat preparat
histologi dengan pewarnaan HE oleh Priangga Adi Wiratama, dr., Sp.PA.

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar yang

mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6 minggu.

Berikut ini merupakan ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus)

galur wistar yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6

minggu.

Tabel 5.1 Ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar


Ketebalan epidermis tikus (mm)
Sampel
K P1 P2
1 34,28 52,14 56,78
2 45,04 58,31 56,63
3 31,34 39,69 70,72
4 30,53 41,99 66,60
5 37,73 46,94 28,96
6 28,37 44,24 52,98
7 31,88 42,64 54,20
8 33,20 30,04 64,87
9 41,79 47,92 60,57
Median 33,19 44,23 56,78

46
K P1

P2

Gambar 5.1 Gambaran histologi ketebalan epidermis tikus dengan


pembesaran mikroskop 40x.

Berdasarkan Tabel 5.1 dan Gambar 5.1 terdapat penebalan epidermis

pada kelompok P1 dan P2, kelompok P1 memiliki nilai median ketebalan

epidermis 44,23 mm dan P2 memiliki nilai median ketebalan epidermis

56,78 mm.

5.2.2 Jumlah sel sunburn pada epidermis tikus (Rattus novergicus) galur

wistar yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6

minggu.

Berikut ini merupakan jumlah sel sunburn pada epidermis tikus

(Rattus novergicus) galur wistar yang mendapat paparan sinar UV-B selama

3 minggu dan 6 minggu.

47
Tabel 5.2 Jumlah sel sunburn tikus (Rattus novergicus)
Jumlah sel sunburn tikus (Rattus novergicus)
Sampel
K P1 P2
1 1,00 7,40 12,40
2 2,00 6,20 11,60
3 3,00 6,00 11,80
4 4,00 6,80 11,80
5 2,00 7,00 10,40
6 4,00 4,60 10,60
7 3,00 6,00 12,80
8 2,00 6,40 10,00
9 2,00 7,20 11,20
Median 2,00 6,40 11,60

K P1

P2

Gambar 5.2 Gambaran sel sunburn pada epidermis tikus dengan


pembesaran mikroskop 40x (ditunjukkan panah).

Berdasarkan Tabel 5.2 dan Gambar 5.3 terdapat peningkatan jumlah


sel sunburn pada kelompok P1 dan P2, kelompok P1 memiliki nilai median
jumlah sel sunburn 6,40 dan P2 memiliki nilai median jumlah sel sunburn
11,60.

48
5.2.3 Perbandingan ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) galur

wistar yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6

minggu.

Penelitian ini, sebelum menganalisa perbandingan ketebalan

epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar yang mendapat paparan

sinar UV-B selama 3 minggu dan 6 minggu dilakukan uji parametrik

Oneway-Anova terlebih dahulu untuk mengetahui pengaruh paparan sinar

UV-B terhadap ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar.

Uji Oneway-Anova dilakukan karena data pada penelitian ini terdistribusi

normal dan homogen dengan nilai signifikansi p<0,05.

Tabel 5.3 Uji pengaruh sinar UV-B terhadap ketebalan epidermis


No Kelompok Uji Oneway-Anova (p<0,05) Keterangan
1 K
2 P1 0,000 Bermakna
3 P2

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diinformasikan bahwa didapatkan

pengaruh paparan sinar UV-B terhadap ketebalan epidermis tikus yang

bermakna (p<0.05). Peneliti selanjutnya melakukan uji Post Hoc untuk

mengetahui perbedaan ketebalan epidermis tikus tiap kelompok. Kelompok

K dengan P1 tidak memiliki perbedaan (p>0,05), sedangkan kelompok K

dan P1 terdapat perbedaan yang bermakna dengan kelompok P2 (p<0,05),

artinya terdapat perbedaan ketebalan epidermis tikus yang mendapatkan

paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6 minggu, semakin lama paparan

sinar UV-B meningkatkan ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus)

galur wistar.

49
5.2.4 Perbandingan jumlah sel sunburn pada epidermis tikus (Rattus

novergicus) galur wistar yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3

minggu dan 6 minggu.

Penelitian ini, sebelum menganalisa perbandingan jumlah sel

sunburn pada epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar yang

mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6 minggu dilakukan uji

parametrik Oneway-Anova terlebih dahulu untuk mengetahui pengaruh

paparan sinar UV-B terhadap ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus)

galur wistar. Uji Oneway-Anova dilakukan karena data pada penelitian ini

terdistribusi normal dan homogen dengan nilai signifikansi p<0,05.

Tabel 5.4 Uji pengaruh sinar UV-B terhadap jumlah sel sunburn
No Kelompok Uji Oneway-Anova (p<0,05) Keterangan
1 K
2 P1 0,000 Ada Pengaruh
3 P2

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diinformasikan bahwa didapatkan

pengaruh paparan sinar UV-B terhadap jumlah sel sunburn pada epidermis

tikus yang bermakna (p<0.05). Peneliti selanjutnya melakukan uji Post Hoc

untuk mengetahui perbedaan jumlah sel sunburn pada epidermis tikus tiap

kelompok. Kelompok K dengan P1 tidak memiliki perbedaan (p>0,05),

sedangkan kelompok K dan P1 terdapat perbedaan yang bermakna dengan

kelompok P2 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan jumlah sel sunburn pada

epidermis tikus yang mendapatkan paparan sinar UV-B selama 3 minggu

dan 6 minggu, semakin lama paparan sinar UV-B meningkatkan jumlah sel

sunburn pada epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar.

50
BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar yang

mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6 minggu.

Paparan sinar UV-B selama 6 minggu memiliki nilai median

ketebalan epidermis 44,23 mm, berbeda dengan paparan sinar UV-B selama

3 minggu memiliki nilai median ketebalan epidermis 56,78 mm. Perbedaan

tersebut disebabkan karena perbedaan lama paparan dan dosis sinar UV-B

yang diberikan. Dosis paparan pada minggu ke 1, 2 dan 3 sama, namun pada

kelompok paparan 6 minggu pada minggu 4 mendapatkan (420 mJ/cm2

selama 44 menit/hari), minggu 5 (420 mJ/cm2 selama 44 menit/hari), dan

minggu 6 (420 mJ/cm2 selama 44 menit/hari).

Penelitian yang dilakukan oleh Tedesco (1997) menyebutkan tikus

yang mendapatkan paparan sinar UV menyebabkan perubahan histopatologi

epidermis yang ditandai dengan terjadinya hiperkeratosis (penebalan

stratum korneum), spongiosis (udem yang berisi cairan pada jaringan

interseluler), vesikula, dan yang paling parah adalah kerusakan sel bahkan

sampai nekrosis (Tedesco, 1997). Penelitian Wibisono (2020) menyebutkan

pada kelompok tikus rattus norvegicus yang mendapatkan paparan sinar

UV-B mengalami peningkatan ketebalan epidermis dibandingkan kelompok

perlakuan (Wibisono, 2020).

51
6.2 Jumlah sel sunburn pada epidermis tikus (Rattus novergicus) galur

wistar yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6

minggu.

Paparan sinar UV-B selama 3 minggu memiliki nilai median jumlah

sel sunburn pada epidermis 6,40, berbeda dengan paparan sinar UV-B

selama 6 minggu memiliki nilai median jumlah sel sunburn pada epidermis

11,60. Perbedaan jumlah rata-rata sel sunburn disebabkan karena perbedaan

lama paparan sinar UV-B. Penelitian tersebut sependapat dengan penelitian

yang dilakukan oleh Tedesco (1997) bahwa semakin lama tikus

mendapatkan paparan sinar UV-B maka semakin banyak jumlah sel

sunburn.

Sel sunburn adalah keratinosit yang mengalami diskeratotik

scattered akibat paparan UVB akut yang menunjukkan adanya kerusakan

DNA seluler yang tidak bisa diperbaiki lagi dan terjadi apoptosis keratinosit

epidermal yang dapat menyebabkan kanker (Ibuki et al., 2007).

6.3 Perbandingan ketebalan epidermis tikus (Rattus novergicus) galur wistar

yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6 minggu.

Penelitian ini menunjukkan pengaruh lama paparan sinar UV-B

terhadap ketebalan epidermis tikus (Rattus norvegicus) dengan signifikansi

p<0,05. Tikus yang mendapatkan paparan sinar UV-B selama 3 minggu

secara statistik tidak memiliki perbedaan ketebalan epidermis jika

dibandingkan dengan tikus tanpa paparan sinar UV-B (p>0,05), akan tetapi

secara uji univariat terdapat perbedaan. Tikus dengan paparan sinar UV-B

52
selama 6 minggu secara statistik memiliki perbedaan bermakna jika

dibandingkan tikus dengan paparan sinar UV-B 6 minggu dan tanpa paparan

sinar UV-B (p<0,05).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama tikus mendapatkan

paparan sinar UV-B maka semakin tebal lapisan epidermisnya. Penelitian

ini mirip dengan penelitian yang dilakukan Bora et al (2018) dan Wibisono

et al (2020) menggunakan tikus Wistar yang dipapar iradiasi UV-B

ditemukan bahwa ketebalan epidermis lebih tebal dibandingkan kelompok

perlakuan.

Mekanisme paparan sinar UV-B terhadap ketebalan epidermis adalah

dengan cara aktivasi sel mast yang menyebabkan peningkatan prostaglandin

dan menyebabkan reaksi inflamasi (Pentland, et al 1990). Sinar UV-B

menyebabkan kerusakan DNA dan keratinosit pada lapisan epidermis

(Sumarawati dkk, 2020). Sinar UV-B menimbulkan radikal bebas pada

lapisan yang mengakibatkan proses keratinosit, pada proses keratinosit

terjadi hiperplasia pada epidermis yang menyebabkan lapisan epidermis

tampak lebih tebal (Veronica dkk, 2020). Epidermal Growth Factor

Receptor merupakan salah satu faktor pemicu fotokarsinogenesis, paparanm

sinar UV-B juga dengan cepat mengaktifkan EGFR yang akan

mengakibatkan proliferasi kulit. Sinar UV menginduksi aktivasi EGFR

keratinosit dan menekan apoptosis. Hal ini menimbulkan picuan terhadap

hiperplasia epidermal (Khairi, 2019).

53
6.4 Perbandingan jumlah sel sunburn pada epidermis tikus (Rattus

novergicus) galur wistar yang mendapat paparan sinar UV-B selama 3

minggu dan 6 minggu.

Penelitian ini menunjukkan pengaruh lama paparan sinar UV-B

terhadap jumlah sel sunburn pada epidermis tikus (Rattus norvegicus)

dengan signifikansi p<0,05. Tikus yang mendapatkan paparan sinar UV-B

selama 3 minggu secara statistik tidak memiliki perbedaan jumlah sel

sunburn pada epidermis jika dibandingkan dengan tikus tanpa paparan sinar

UV-B (p>0,05), akan tetapi secara uji univariat terdapat perbedan. Tikus

dengan paparan sinar UV-B selama 6 minggu secara statistik memiliki

perbedaan yang bermakna jika dibandingkan tikus dengan paparan sinar

UV-B 6 minggu dan tanpa paparan sinar UV-B (p<0,05). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa semakin lama tikus mendapatkan paparan sinar UV-B

maka semakin banyak jumlah sel sunburn pada epidermis.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Levi (2013) durasi paparan sinar UV-B yang lebih lama meningkatkan

jumlah sel sunburn pada lapisan epidermis (Levi, 2013). Penelitian Ivic

(2008) disebutkan bahwa sinar UV-B menimbulkan “sunburn cell” setelah

8 sampai 12 jam setelah paparan (Ivic, 2008)

Paparan sinar UV-B yang singkat pada kulit dapat menyebabkan

kerusakan epidermis yang secara klinis didapatkan gambaran eritema pada

kulit yang terpapar sinar UV-B, eritema akibat paparan sinar UV-B

menyebabkan terbentuk sel sunburn pada lapisan epidermis karena cell

prickle epidermis mengalami apoptosis keratinosit (Ajwad, 2016).

54
Mekanisme paparan sinar UV-B terhadap sel sunburn pada lapisan

epidermis disebabkan karena kerusakan DNA dalam keratinosit dan

melanosit (Ivic, 2008).

55
BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6 minggu menyebabkan

peningkatan ketebalan lapisan epidermis tikus (Rattus norvegicus) galur

wistar, sehingga semakin lama paparan sinar UV-B menyebabkan

lapisan epidermis semakin tebal.

2. Paparan sinar UV-B selama 3 minggu dan 6 minggu menyebabkan

peningkatan jumlah sel sunburn pada lapisan epidermis tikus (Rattus

norvegicus) galur wistar, sehingga semakin lama paparan sinar UV-B

menyebabkan jumlah sel sunburn pada lapisan epidermis semakin

meningkat.

3. Tikus dengan lama paparan sinar UV-B selama 6 minggu memiliki

peningkatan/perbedaan ketebalan lapisan epidermis yang bermakna jika

dibandingkan dengan tikus yang mendapatkan paparan sinar UV-B

selama 3 minggu.

4. Tikus dengan lama paparan sinar UV-B selama 6 minggu memiliki

peningkatan/perbedaan jumlah sel sunburn pada lapisan epidermis yang

bermakna jika dibandingkan dengan tikus yang mendapatkan paparan

sinar UV-B selama 3 minggu.

56
7.2 Saran

Melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menambahkan variabel


penelitian kepadatan serat kolagen pada epidermis

57
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Z dan Damayanti. (2018). Penuaan Kulit : Patofisiologi dan Manifestasi


Klinis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of
Dermatology and Venereology, 30(03), pp. 208–215.
Battie C and Verschoore M. (2012). Cutaneous Solar Ultraviolet Exposure And
Clinical Aspects Of Photodamage. Indian Journal of Dermatology,
Venereology and Leprology.
Calleja-Agius J, Brincat M, and Borg M. (2013). Skin Connective Tissue And
Ageing. Best Practice and Research: Clinical Obstetrics and Gynaecology,
27(5), pp. 727–740.
Choi SH, Choi SI, Jung TD, Cho BY, Lee JH, Kim SH, Yoon SA, Ham YM, Yoon
WJ, Cho JH, and Lee OH. (2017). Anti-Photoaging Effect Of Jeju Putgyul
(Unripe Citrus) Extracts On Human Dermal Fibroblasts And Ultraviolet B-
Induced Hairless Mouse Skin. International journal of molecular
sciences, 18(10), p.2052.
D'Orazio J, Jarrett S, Amaro-Ortiz A, and Scott T. (2013). UV Radiation And The
Skin. International journal of molecular sciences, 14(6), pp.12222-12248.
Dewi I. (2010). Tikus Riul. Balaba: Jurnal Litbang Pengendalian Penyakit
Bersumber Binatang Banjarnegara, 6(02), pp. 22–23.
Enggardini AS, Revianti S, dan Prameswari N. (2016). Efektifitas Ekstrak
Nannochloropsis oculata Terhadap Peningkatan Kepadatan Kolagen pada
Proses Penyembuhan Alveolar Osteitis, Jurnal Deta, 10(1), pp. 9–19.
Eroschenko V. (2012). Indonesia] diFiore’ Atlas of Histology with Functional
Correlation (11th ed.). Lippincott Williams & Wilkins.
Eroschenko VP. (2010). Atlas Histologi di Fiore. Atlas Histologi diFiore dengan
Korelasi Fungsional.
Fitria L. (2014). Profil Hematologi Tikus (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769)
Galur Wistar Jantan dan Betina Umur 4, 6, dan 8 Minggu’, Biogenesis:
Jurnal Ilmiah Biologi. doi: 10.24252/bio.v2i2.473.
Hanriko R dan Hayati SJ. (2019). Non-Melanoma Skin Cancer (NMSC) pada
Pekerja Luar Ruangan dan Intervensinya. Jurnal Agromedicine, 6(2).
Hubrecht R and Kirkwood J. (2010). The UFAW Handbook on the Care and
Management of Laboratory and Other Research Animals: Eighth Edition,
The UFAW Handbook on the Care and Management of Laboratory and
Other Research Animals: Eighth Edition: Eighth Edition. doi:
10.1002/9781444318777.
Kim HN, Gil CH, Kim YR, Shin HK, and Choi BT. (2016). Anti-photoaging
properties of the phosphodiesterase 3 inhibitor cilostazol in ultraviolet B-
irradiated hairless mice. Scientific Reports, 6(March), pp. 1–10. doi:
10.1038/srep31169.
Kim JA, Ahn BN, Kong CS, and Kim SK. (2013). The chromene sargachromanol
e inhibits ultraviolet A-induced ageing of skin in human dermal fibroblasts’,
British Journal of Dermatology, 168(5), pp. 968–976. doi:
10.1111/bjd.12187.
Krutmann J, Bouloc A, Sore G, Bernard BA, and Passeron T. (2017). The skin

58
aging exposome. Journal of Dermatological Science. doi:
10.1016/j.jdermsci.2016.09.015.
Kurniawan A. (2017). Gejala Fotokeratitis Akut Akibat Radiasi Sinar Ultraviolet
(UV) Pada Pekerja Las Di Pt. Pal Indonesia Surabaya’, Ikesma, 13(1), pp.
22–31. doi: 10.19184/ikesma.v13i1.7021.
Lim HW, Honigsmann H, and Hawk JLM. (2017). Photodermatology. 1st edn.
CRC Press.
McLafferty E, Hendry C, and Alistair F. (2012). The integumentary system:
anatomy, physiology and function of skin. Nursing standard (Royal College
of Nursing (Great Britain) : 1987). doi: 10.7748/ns2012.09.27.3.35.c9299.
Mescher AL. (2017) Junqueira ’ s Basic Histology Text & Atlas, Mc Graw Hill.
Nichols JA and Katiyar SK. (2010). Skin photoprotection by natural polyphenols:
Anti-inflammatory, antioxidant and DNA repair mechanisms’, Archives of
Dermatological Research, 302(2), pp. 71–83. doi: 10.1007/s00403-009-
1001-3.
Nisa K dan Surbakti ESB. (2016). Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) sebagai
Anti Penuaan Kulit’, Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) sebagai Anti
Penuaan Kulit, V(3), pp. 73–78. Available at:
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=850430&val=7
405&title=Penuaan Kulit: Patofisiologi dan Manifestasi Klinis.
Palumpun EF, Wiraguna AAGP, and Pangkahila W. (2017). Pemberian ekstrak
daun sirih (Piper betle) secara topikal meningkatkan ketebalan epidermis,
jumlah fibroblas, dan jumlah kolagen dalam proses penyembuhan luka pada
tikus jantan galur Wistar (Rattus norvegicus)’, Jurnal e-Biomedik. doi:
10.35790/ebm.5.1.2017.15037.
Pandel R, Poljšak B, Godic A, and Dahmane R. (2013). Skin photoaging and the
role of antioxidants in its prevention. International Scholarly Research
Notices, 2013.
Panich U, Sittithumcharee G, Rathviboon N, and Jirawatnotai S. (2016).
‘Ultraviolet radiation-induced skin aging: The role of DNA damage and
oxidative stress in epidermal stem cell damage mediated skin aging’, Stem
Cells International, 2016. doi: 10.1155/2016/7370642.
Poon F, Kang S, and Chien AL. (2015). Mechanisms and treatments of photoaging’,
Photodermatology Photoimmunology and Photomedicine. doi:
10.1111/phpp.12145.
Purwanto BA, Hambali E, Arkeman Y, and Wijaya H. (2016). Formulating a Long
Term Strategy for Sustainable Palm Oil Biodiesel Development in
Indonesia. Journal of Sustainable Development. doi:
10.5539/jsd.v9n4p124.
Putri GTA dan Sakinah EN. (2020). Efek Fraksi Air Ekstrak Umbi Bidara Upas
(Merremia Mammosa (Lour.)) Terhadap Kepadatan Kolagen Pada Luka
Tikus Diabetes. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia. doi:
10.22435/jtoi.v13i1.1116.
Ramadani M. (2010). Upaya penundaan proses penuaan (degeneratif)
menggunakan antioksidan dan terapi sulih hormon. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas.
Rhein LD, Fluhr JW, and MD. (2010). Aging Skin : Current and Future Therapeutic
Strategies. 1st edn. Allured Pub Corp;

59
Safitri NA, Puspita OE, and Yurina V. (2014). Optimasi Formula Sediaan Krim
Ekstrak Stroberi (Fragaria x ananassa) sebagai Krim Anti Penuaan. Jurnal
Farmasi kesehatan.
Schagen SK, Zampeli VA, Makrantonaki E, and Zouboulis CC. (2012).
Discovering the link between nutrition and skin aging. Dermato-
Endocrinology, 4(3). doi: 10.4161/derm.22876.
Stojiljković D, Pavlović D, and Arsić I. (2014). Oxidative stress, skin aging and
antioxidant therapy. Acta Facultatis Medicae Naissensis, 31(4), pp. 207–
217. doi: 10.2478/afmnai-2014-0026.
Tortora GJ and Derrickson B. (2017). Tortora - Principles of Anatomy &
Physiology 13th Edition, penerbit buku kedokteran (EGC).
Trojahn C, Dobos G, Lichterfeld A, Blume-Peytavi U, and Kottner J. (2015).
Characterizing Facial Skin Ageing in Humans : Disentangling Extrinsic
from 1. Trojahn C, Dobos G, Lichterfeld A, Blume-peytavi U, Kottner J.
Characterizing Facial Skin Ageing in Humans : Disentangling Extrinsic
from Intrinsic Biological Phenomena. Biomed ’, BioMed Research
International, 2015, pp. 1–9.
Tzanetakou IP, Katsilambros NL, Benetos A, Mikhailidis DP, and Perrea DN.
(2012). Is obesity linked to aging?”. Adipose tissue and the role of
telomeres. Ageing Research Reviews, 11(2), pp. 220–229. doi:
10.1016/j.arr.2011.12.003.
Wahyono P. (2008). Efek Ekstrak Buah Tomat (Licopersicum Pyriforme) Terhadap
Eksp Kolagen Tipe 1, Mmp-1 Dan Mmp-3 Pada Penuaan Kulit. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. doi: 10.21776/ub.jkb.2008.024.03.1.
Wahyuningsih KA. (2011). Astaxanthin Memberikan Efek Proteksi Terhadap
Photoaging. Journal of Medicine, 10(3), pp. 149–160.
Weihermann AC, Lorencini M, Brohem CA, and De Carvalho CM. (2017). Elastin
structure and its involvement in skin photoageing. International Journal of
Cosmetic Science, 39(3), pp. 241–247. doi: 10.1111/ics.12372.
Weller RB, Hunter HJ, and Mann MW.(2014). Clinical Dermatology, Clinical
Dermatology. doi: 10.1002/9781118938164.
Yaar M and Gilchrest BA.(2013). Photoageing: Mechanism, prevention and
therapy. British Journal of Dermatology. doi: 10.1111/j.1365-
2133.2007.08108.x.

60
LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Uji Etik

61
Lampiran 2 Kegiatan Penelitian

62
Lampiran 3 Output uji statistik

Tests of Normality
Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Peneltian Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Ketebalan K (Tikus Tanpa Perlakuan) .211 9 .200* .913 9 .338
Epidermis P1 (Paparan Sinar Ultraviolet B .146 9 .200* .977 9 .945
selama 3 minggu)
P2 (Paparan Sinar Ultraviolet B .261 9 .078 .851 9 .076
selama 6 minggu)
Jumlah Sel K (Tikus Tanpa Perlakuan) .264 9 .071 .892 9 .208
Sunburn P1 (Paparan Sinar Ultraviolet B .208 9 .200* .913 9 .334
selama 3 minggu)
P2 (Paparan Sinar Ultraviolet B .140 9 .200* .965 9 .850
selama 6 minggu)
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances


Levene Statistic df1 df2 Sig.
Ketebalan Epidermis Based on Mean .697 2 24 .508
Based on Median .770 2 24 .474
Based on Median and with adjusted df .770 2 16.562 .479
Based on trimmed mean .763 2 24 .477
Jumlah Sel Sunburn Based on Mean .434 2 24 .653
Based on Median .134 2 24 .875
Based on Median and with adjusted df .134 2 20.159 .875
Based on trimmed mean .419 2 24 .662

63
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Ketebalan Epidermis Between Groups 2187.892 2 1093.946 13.689 .000
Within Groups 1917.984 24 79.916
Total 4105.877 26
Jumlah Sel Sunburn Between Groups 354.012 2 177.006 202.851 .000
Within Groups 20.942 24 .873
Total 374.954 26

Multiple Comparisons
Tukey HSD
95% Confidence
Mean Interval
Dependent (I) Kelompok (J) Kelompok Difference Std. Lower Upper
Variable Peneltian Peneltian (I-J) Error Sig. Bound Bound
Ketebalan K (Tikus Tanpa P1 (Paparan Sinar -9.97111 4.21416 .066 -20.4951 .5528
Epidermis Perlakuan) Ultraviolet B selama
3 minggu)
P2 (Paparan Sinar -22.01733* 4.21416 .000 -32.5413 -11.4934
Ultraviolet B selama
6 minggu)
P1 (Paparan Sinar K (Tikus Tanpa 9.97111 4.21416 .066 -.5528 20.4951
Ultraviolet B selama Perlakuan)
3 minggu) P2 (Paparan Sinar -12.04622* 4.21416 .023 -22.5702 -1.5223
Ultraviolet B selama
6 minggu)
P2 (Paparan Sinar K (Tikus Tanpa 22.01733* 4.21416 .000 11.4934 32.5413
Ultraviolet B selama Perlakuan)
6 minggu) P1 (Paparan Sinar 12.04622* 4.21416 .023 1.5223 22.5702
Ultraviolet B selama
3 minggu)
Jumlah Sel K (Tikus Tanpa P1 (Paparan Sinar -3.84444* .44035 .000 -4.9441 -2.7448
Sunburn Perlakuan) Ultraviolet B selama
3 minggu)
P2 (Paparan Sinar -8.84444* .44035 .000 -9.9441 -7.7448
Ultraviolet B selama
6 minggu)
P1 (Paparan Sinar K (Tikus Tanpa 3.84444* .44035 .000 2.7448 4.9441
Ultraviolet B selama Perlakuan)
3 minggu) P2 (Paparan Sinar -5.00000* .44035 .000 -6.0997 -3.9003
Ultraviolet B selama
6 minggu)
P2 (Paparan Sinar K (Tikus Tanpa 8.84444* .44035 .000 7.7448 9.9441
Ultraviolet B selama Perlakuan)
6 minggu) P1 (Paparan Sinar 5.00000* .44035 .000 3.9003 6.0997
Ultraviolet B selama
3 minggu)
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

64
Lampiran 4 Lembar Bimbingan

65
Lampiran 5 Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Noor Aulia Hatikhah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Palangkaraya, 8 Juni 1999
Agama : Islam
Alamat : JL. Langkai Permai 1 No.2 Kota. Palangkaraya
Email : nooraulia042.dr17@student.unusa.ac.id
:

Riwayat Pendidikan
2003 – 2005 : TK Aqidah Kota Palangkaraya
2005 – 2011 : MIN Model Pahandut Kota Palangkaraya
2011 – 2014 : MtsN. 1 Model Kota Palangkaraya
2014 – 2017 : MAN Model Kota Palangkaraya
2017 – Sekarang : Fakultas Kedokteran Program Studi S1 Pendidikan
Dokter Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya

66

Anda mungkin juga menyukai