contoh askep dan tugas kampus nama creater sengaja tidak dihapus karena itu
merupakan kreasi penulisnya, 'saya berharap artikel ini dapat membantu sobat
semua'
1.
2.
Nov
27
SECTIO CAESAREA
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY. L DENGAN SEKUNDI
GRAVIDA HAMIL ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA 2
TAHUN LALU YANG DILAKUKAN RE SECTIO CAESAREA DI OK 4 LANTAI
IV INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Oleh :
MUHAMMAD AFRIADI SIREGAR, AMK
YOGYAKARTA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Dalam proses penyusunan laporan ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik yang
berupa materiil maupun spiritual. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
3. Keluarga besar Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah
membantu pelaksanaan perawatan terhadap klien.
4. dr. Trisulo Utomo., Sp.U selaku Kepala Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta serta penanggung jawab Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum Instalasi
Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
5. Tri Subekti., S.Kep., Ns. selaku ketua pelaksana Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum
Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
6. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material, doa
dan moral; serta
7. Teman-teman Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. angkatan XX tanpa terkecuali.
Penulis menyadari, dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari
pembaca. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh melalui operasi
abdomen. Di negara-negara maju, angka sectio caesarea meningkat dari 5 % pada 25
tahun yang lalu menjadi 15 %. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh “mode”,
sebagian karena ketakutan timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna,
sebagian lagi karena pola kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan
membatasi jumlah anak (Jones, 2002).
Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea yang disusun oleh Peel dan
Chamberlain. Indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat
janin 14%, plasenta previa 11% pernah sectio caesaria 11%, kelainan letak janin 10%, pre
eklamsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan
sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin 14,5%(Winkjosastro, 2005).
Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan dan
kematian ibu pada tindakan operasi sectio caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan
persalinan pervaginam. Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan
dengan persalinan normal hanya sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO (World Health
Organization) menganjurkan operasi sesar hanya sekitar 10-15 % dari jumlah total
kelahiran.
Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis resiko-resiko yang muncul
akibat sesar. Baik resiko bagi ibu maupun bayi. (Nakita, 2008). Pada tahun 2007-2008
jumlah persalinan dengan tindakan sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Meuraxa
Banda Aceh berjumlah 145 kasus dari 745 persalinan keseluruhannya atau 19,46 %. Dari
data diatas dapat disimpulkan bahwa angka tersebut sudah melebihi batas yang
ditetapkan oleh WHO yaitu 10-15 % (Iqbal, 2002). Pada IBS OK 4 lantai IV RSUP
Sardjito itu sendiri di dapat data dari bulan Agustus sampai dengan Oktober didapat data
pasien yang Sectio Caesaria di IBS tersebut berjumlah 7 Orang.
Post partum dengan sectio caesaria dapat menyebabkan perubahan atau adaptasi
fisiologis yang terdiri dari perubahan involusio, lochea, bentuk tubuh, perubahan pada
periode post partum terdiri dari immiediate post partum, early post partum, dan late post
partum, proses menjadi orang tua dan adaptasi psikologis yang meliputi fase taking in,
taking hold dan letting go.
Selain itu juga terdapat luka post op sectio caesarea yang menimbulkan gangguan
ketidaknyamanan : nyeri dan resiko infeksi yang dikarenakan terputusnya jaringan yang
mengakibatkan jaringan terbuka sehingga memudahkan kuman untuk masuk yang
berakibat menjadi infeksi. Dengan demikian klien dan keluarga dapat menerima info
untuk menghadapi masalah yang ada, perawat juga diharapkan dapat menjelaskan
prosedur sebelum operasi sectio caesarea dilakukan dan perlu diinformasikan pada ibu
yang akan dirasakan selanjutnya setelah operasi sectio caesarea.
Berdasarkan dari uraian di atas, penulis tertarik untuk untuk melaksanakan dan menyusun
laporan kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. L (37 Tahun)
dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat
Sectio Caesarea 2 Tahun Lalu di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) 4.04 Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta”.
B. RUMUSAN MASALAH
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup laporan kasus ini adalah ilmu keperawatan perioperatif pada pasien
dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat
Sectio Caesarea 2 Tahun Lalu di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) 4.04 Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta. Laporan kasus ini dilakukan pada tanggal 11
Oktober 2013.
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Peserta mampu mengetahui dan melakukan pengkajian perioperatif pada pasien dengan
Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio
Caesarea.
b. Peserta mampu merumuskan masalah keperawatan peri operatif pada pasien dengan
Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat Sectio
Caesarea.
c. Peserta mampu menyusun rencana tindakan keperawatan peri operatif pada pasien
dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan Riwayat
Sectio Caesarea.
E. MANFAAT
1. Bagi Keluarga
Memberikan gambaran pada pihak rumah sakit terkait asuhan keperawatan perioperatif
pada pasien Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan
Riwayat Sectio Caesarea.
Memberi gambaran secara lebih luas tentang area kerja perawat yang bersifat holistik dan
komprehensif, dimana perawat mempunyai peran yang luas dalam mendukung
kesembuhan dan peningkatan derajat kesehatan klien melalui asuhan keperawatan
perioperatif.
5. Bagi Penulis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
· Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500
gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006).
· Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio sesarea adalah suatu
histeretomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2006).
· ”Sectio Sesarea adalah pembedahan melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus” (Standar Asuhan Keperawatan, RSDK).
· Yusmiati (2007) menyatakan bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan
uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika
kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasikomplikasi, kendati cara ini
semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal.
SC Klasik atau Corporal ( dengan insisi memanjang pada corpus Uteri) di lakukan
dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
Kekurangan
- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang
baik.
- SC ismika atau profundal ( low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim).
b. SC Ekstra Peritonealis
Adalah tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum
abdominal. Dilakukan dengan menggunakan sayatan melintang konkat pada segmen
bawah rahim ( low servical transversal) kira-kira 10cm.
Kelebihan :
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum.
Kekurangan :
- Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri pecah
sehingga dapat menyebabkan perdarahan banyak.
Menurut sayatan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
ü Komplikasi Pre-Eklamsi
ü Plasenta previa
ü His lemah
ü Gawat janin
ü Fetal distress
ü Kelainan letak
ü Hidrocephalus
Pada umumnya section caesaria tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat
sebelum diatasi, kelainan congenital berat. ( Sarwono, 1991)
a. Mons Pubis
Bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior simfisis pubis. Mons pubis
berfungsi sebagai bantalan pada waktu melakukan hubungan seks.
Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan
jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Labia mayora melindungi labia minora,
meatus urinarius, dan introitus vagina (muara vagina).
Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang panjang,
sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan
menyatu dengan fourchette.
d. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat dibawah
arkus pubis.
e. Vulva
Bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari
klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak di
antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar
parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum
mayus, vulvovagina, atau Bartholini).
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah dibawah orifisium
vagina.
h. Perineum
Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang
menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital.
a. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan ovum,
serta sintesis dari sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5
– 3 cm, dan tebal 0,6 – 1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga
panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral pelvis di antara muka eksternal yang
divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan
ovulasi dan memproduksi hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan androgen).
b. Vagina
Vagina merupakan penghubung antara genetalia eksterna dan genetalia interna. Bagian
depan vagina berukuran 6,5 cm, sedangkan bagian belakang berukuran 9,5 cm. Vagina
berfungsi sebagai saluran keluar dari uterus dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi,
sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan. Ceruk yang
terbentuk di sekeliling serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri,
anterior dan posterior. Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah
dimana sedikit asam.
c. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum / serosa.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8
cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang
pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan
beratnya 80 gram / lebih. Uterus terdiri dari:
1) Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi berinsensi ke
uterus.
2) Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada
korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa,
muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang.
3) Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus.
Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen,
ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah.
4) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan sebagian
lapisan luar peritoneum parietalis.
d. Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu
tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba
fallopi antara 8-14 cm yang dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: pars
interstialis: bagian tuba yang terdapat di dinding uterus, pars ismika: bagian medial tuba
yang sempit seluruhnya, pars ampularis: bagian yang terbentuk agak lebar tempat
konsepsi terjadi, pars infudibulum: bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen
mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
e. Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks uteri
dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan bagian
vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke
dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat
fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastic (Evelyn, 2002).
a. Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel skuamosa bertingkat.
Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.
b. Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa dan elastin.
Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
c. Lapisan subkutan mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan
ujung saraf. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut
peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis)
sampai dinding uterus.
a. Fasia
Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's
fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut
menyatu dengan fasia profunda paha. Di bawah lapisan terdalam otot abdominis
transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari
peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak.
b. Otot Perut
Otot perut terdiri dari: otot dinding perut anterior dan lateral, serta otot dinding perut
posterior. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung.
Obliquus externus, obliquus internus, dan transverses adalah otot pipih yang membentuk
dinding abdomen pada bagian samping dan depan (Gibson, J. 2002).
B. ETIOLOGI
Operasi SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada
ibu ataupun janin. Indikasi dilakukan tindakan Sectio Sesarea. (Mochtar, 2006) yaitu:
2. Panggul Sempit
7. Distosia servik
14. Hydrocephalus
C. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi chepalo pelpic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut perlu adanya tindakan pembedahan yaitu section caesarea ( SC ).
Dalam proses operasi dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah deficit perawatan diri.
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low
servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain:
penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,
tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum, dan kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan
menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka
cavum abdominal.
E. KOMPLIKASI
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini menurut Bobak, 2002 antara
lain:
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit
kembung.
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placental bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi
terlalu tinggi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7. Tes stres kontraksi atau tes nonstres : mengkaji respon janin terhadap gerakan/stres
dari pola kontraksi uterus atau pola abnormal.
a. Diagnosa Perioperatif
b. Diagnosa Intraoperatif
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka bekas
operasi ( SC )
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Pasien
a) Nama : Ny. L
b) Umur : 37 tahun
c) Agama : Islam
e) Status : ASKES
f) Pekerjaan : Dokter
m) Diagnosa Medis : Sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2
tahun lalu
a) Nama : Tn. S
c) Pekerjaan : PNS
a) Keluhan Utama
Klien hamil aterm dengan status kehamilan G2P1A0 dengan riwayat SC 2 tahun lalu,
dimana direncanakan tindakan re-SC tanggal 11 Oktober 2013.
Klien hamil aterm dengan riwayat ANC rutin di dr. Shinta Sp.OG (K). Klien membawa
surat rujukan untuk dilakukan operasi re-SC di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. His klien
baik dengan DJJ 114 x/m. Klien tidak tampak anemis. Janin teraba prosentasi kepala dan
teraba 4/5 bagian. TFU klien 34 cm.
Klien tidak pernah mengalami masalah kesehatan yang mengharuskan dirawat di rumah
sakit.
b) Pernah dirawat
Klien pernah dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada riwayat SC terdahulu.
Riwayat obstretik klien adalah kelahiran melalui SC pada kehamilan aterm tahun 2011
berjenis kelamin laki-laki dengan berat 3400 gram tanpa penyulit dan sehat hidup hingga
sekarang.
c) Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi apapun baik, udara maupun obat-obatan.
Berdasarkan data yang diperoleh, baik dari pihak suami maupun klien tidak memiliki
riwayat pen yakit apapun, baik hipertensi, kanker, diabetes mellitus, dan asma.
Sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2 tahun lalu. Klien
direncanakan tindakan re-SC dan pemasangan IUD. Klien mendapat etrapi profilaksis
Vicilin 2 gr.
Klien berprofesi sebagi dokter. Sehingga pola majemen kesehatan dan persepsi klien
terhadap kesehatan adalah baik.
2) Pola Nutrisi-Metabolik
3) Poli Eliminasi
Klien mengatakan bahwa frekuensi BAK klien meningkat akibat penekanan kandung
kemih. Tetapi klien mengalami konstipasi.
Indeks KATZ klien adalah A dimana semua aktifitas (bathing, transfering, toileting,
feeding, dressing, dan continence) klien dapat dilakukan secara mandiri tanpa bantuan.
Klien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat, maupun orang. Klien komunikatif dan
tidak tampak mengalami gangguan persepsi ketika menjawab pertanyaan.
Klien mengatakan ketika tidur di malam hari, klien sering terbangun karena merasa sesak
dan tidak nyaman. Klien juga terkadang terbangun karena merasa ingin BAK.
7) Pola Seksual-Reproduksi
Klien menyatakan bahwa ia tidak mengalami gangguan konsep diri. Klien mengatakan
bahwa ia bangga dengan kehamilan dan kondisinya saat ini karena akan menjadi ibu dari
dua orang anak.
Klien memeluk agama islam. Klien mengatakan bahwa ia menjalankan ibadah sesuai
dengan tuntutan agama islam.
f. Pengkajian Fisik
2) Kesadaran : Composmentis
3) Tanda-tanda Vital : RR: 18 x/m; N: 86 x/m; T: 36,4 0C; HR: 100/70 mmHg; DJJ: 112
x/m.
4) Keadaan fisik
Kepala mesochepal; kulit kepala bersih. Tidak nampak adanya benjolan di area kepala.
Mata simetris kanan dan kiri, mampu membuka mata dengan spontan, tidak cekung.
Mata klien tidak terlihat adanya perdarahan. Konjungtiva tidak anemis. Terdapat 2
lubang hidung, tidak ada keluaran sekret, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.
Mukosa bibir klien tampak kering dan mulut klien tidak sianosis. Telinga klien tampak
simetris antar kanan dan kiri, terdapat lubang telinga, tidak ada keluaran cairan dari
telinga klien. Tidak teraba pembesaran tiroid dan massa pada leher klien.
b) Jantung
Inspeksi : dada simetris, kembang kempis dada teratur, terkadang klien menggunakan
retraksi dada ketika merasa tidak kuat menahan kontraksi (his).
d) Payudara
Bentuk simetris, bentuk puting susu normal, hiperpigmentasi areola, ASI belum keluar.
e) Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, ada pembesaran dalam bentuk normal, terdapat luka bekas
operasi SC, bentuk bulat memanjang, dan terdapat striae gravidarum.
Palpasi :
Leopold I : teraba bagian fundus uteri dengan TFU 34 cm dan teraba bulat lunak besar.
Leopold IV : teraba kepala janin belum masuk PAP (4/5), DJJ 12-12-12.
Perkusi : Pekak.
f) Genetalia
g) Integumen
h) Ekstremitas
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboraturium
Nilai
Parameter Hasil Satuan Kategori
Normal
Hemoglobin 9,6 g/dl 11,7-15,5 Menurun
Eritrosit 4,29 106/ mL 3,8-5,2 Normal
Hematokrit 30,1 % 32-47 Menurun
Leukosit 10,05 103/mL 3,6-11,0 Normal
Trombosit 267 103/mL 150-440 Normal
MCV 68,5 fL 80-100 Menurun
MCH 29,1 pg 26-34 Normal
MCHC 32,7 g/dL 32-36 Normal
RDW 10,9 % 11,5-14,5 Menurun
MPV 9,3 fL 7,2-11,1 Normal
Gula darah 93 mg/dl 60-100 Normal
sesaat
HbsAg Negatif
PRT 10,1 Detik 11,4-16,3 Menurun
INR 0,25 - - -
Kontrol 13,4 Detik - -
APTT 35,6 Detik 22,5-37,0 Normal
Kontrol 35 Detik - -
Eosinofil 0,7 % 1-3 Menurun
Basofil 0,2 % 0-1 Normal
Netrofil 73,2 % 50-70 Meningkat
Limfosit 18,1 % 20-40 Menurun
Monosit 7,5 % 2-8 Normal
Eosinofil 0,07 103/mL 0-0,8 Normal
Basofil 0,05 103/mL 0-0,2 Meningkat
Netrofil 7,37 103/mL 1,9-8 Normal
Limfosit 1,85 103/mL 0,9-5,2 Normal
Monosit 0,75 103/mL 0,16-1 Normal
Gol. darah B
Natrium 100 mmol/L 136 – 145 Menurun
Kalium 1,00 mmol/L 3,5 – 5,1 Menurun
Klorida 100 mmol/L 98-107 Normal
h. Persiapan Operasi
1) Fisik
· Nadi : 86x/menit
· Respirasi : 18x/menit
· Djj : 112x/menit
2) Psikis
4) Administrasi
Persetujuan tindakan operasi telah ditanda tangani oleh keluarga, saksi, dan dokter.
i. Persiapan Operasi
c) Serah terima pasien dengan petugas ruangan di ruang terima kamar operasi lantai 4
e) Status pasien, data penunjang ( hasil Laboratorium ), blanko bahan medis dan alat
medis habis pakai dan blanko rekam askep.
g) Melakukan sigh in
ü Mengkonfirmasi identitas dan mengcroscek dengan gelang pasien
j. Analisa data
Do:
a. Klien tampak
tegang dan khawatir
b. Tingkat kecemasan
klien pada cemas
sedang
2. Diagnosa Keperawatan
DO:
Diagnosa
Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
Ansietas a. Mengkaji perasaan S: S:
berhubungan dan kecemasan klien.
dengan status Klien mengatakan Klien mengatakan
kesehatan dan bahwa ia merasa bahwa ia masih merasa
tindakan cemas walaupun cemas tetapi sudah
pembedahan. pernah menjalani berkurang.
operasi SC
sebelumnya. O:
P:
Pertahankan
memberikan support
mental dan informasi
yang dibutuhkan untuk
menurunkan kecemasan
klien.
b. Mengkaji S:
tingkat
kecemasan klien. Klien mengatakan
bahwa ia merasa cemas
dan takut.
O:
Klien mengalami
kecemasan sedang
c. Menganjurkan S:
klien teknik
relaksasi nafas Klien mengatakan
dalam bahwa ia merasa
sedikit rileks.
O:
Klien tampak
mengikuti teknik
relaksasi nafas dalam
d. Memvalidasi S:
perasaan klien.
Klien mengatakan
bahwa ia masih merasa
cemas tetapi sudah
berkurang.
O:
1. Pengkajian
a. Persiapan perawat
4) Mengkorfimasi tim dari ruang perinatologi agar segera menyiapkan boks bayi.
1) Alat steril:
o) Kassa : secukupnya
· Korentang : 1 buah
· Linen operasi:
a) Meja operasi
b) Lampu operasi
c) Meja mayo
d) Meja besar
e) Boks bayi
f) Tempat plasenta
g) Mesin couter
k) Kursi
m) Gunting plester
n) Label
a) Handscoon : 4 buah
b) Alkohol 70 % : 100 cc
c) Betadine 10 % : 100 cc
e) Aqua : 25 cc
i) Spuit 3 cc : 1 buah
j) Spuit 10 cc : 1 buah
k) Jelly : 10 cc
r) Underpad : 1 buah
s) Pampers : 1 buah
t) IUD : 1buah
c. Persiapan pasien
2) Klien diberikan terapi intravena NaCl dengan dosis 20 tpm dan terapi vilicin 2 g untuk
profilaksis.
5) Klien diberikan tindakan regional anestesi (spinal) dengan pemberian terapi koloid
sebelumnya.
7) Klien diposiskan supinasi dan dipasangkan netral elctrosurgery pada punggung klien.
d. Prosedur operasi
2) Scrub nurse menyusun instrumen yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan di atas
meja mayo serta menyiapkan alat (kom betadine, klem preparasi, dan kassa) untuk
keperluan skin preparation.
3) Klien yang telah diposisikan dalam posisi supinasi dilakukan skin preparation pada
daerah abdomen.
4) Operator dan asisten melakukan drapping, mulai dari bagian kaki klien, atas, sisi
kanan dan kiri klien, dan terakhir penggunaan duk berlubang.
6) Scrub nurse mendekatkan meja mayo dan meja linen ke meja operasi.
9) Sebelum insisi dilakukan, seluruh tim operasi (operator, asisten, scrub nurse, circular
nurse, dokter anestesi, perawat anestesi, bidan, dan dokter anak) melakukan prosedur
time out yang dipimpin oleh circular nurse.
10) Operator memastikan operasi akan dimulai pada pukul 11.30 WIB.
11) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis dan scaple mess kepada operator untuk
melakukan insisi.
12) Scrub nurse memberikan klem dan kassa kepada asisten 1 untuk membantu operator.
14) Scrub nurse memberikan klem dan gunting jaringan kepada opertor untuk
memperdalam insisi hingga peritonium.
15) Scrub nurse memberikan pinset anatomis dan scaple mess kepada operator untuk
melakukan insisi uterus.
16) Operator melakukan evakuasi bayi dengan menarik kepala janin dibantu dorongan
pada abdomen klien dari asisten.
17) Scrub nurse melakukan suctioning untuk membantu evakuasi bayi dan mencegah
aspirasi air ketuban oleh bayi.
18) Bayi berhasil dikeluarkan kemudian scrub nurse memberikan klem lurus untuk
memegang tali pusar janin.
19) Scrub nurse memberikan gunting jaringan kepada operator untuk melakukan
pemotongan tali pusat.
20) Kemudian bayi diberikan kepada perawat perinatologi untuk segeraditangani.
21) Scrub nurse memberikan spuit berisi metergin untuk memacu kontraksi uterus dalam
persalinan plasenta
22) Operator memutar tali pusar searah jarum jam dalam kelahiran plasenta.
23) Plasenta dilahirkan secara urtuh 5 menit kemudian, scrub nurse dibantu circular
nurse menempatkan plasenta pada tempatnya dan diberikan label.
24) Scrub nurse memberikan stiil deeper kepada operator dan asisten untuk
membersihkan uterus dari sisa plasenta.
25) Scrub nurse memberikan duk bersih untuk menutup duk lama.
26) Scrub nurse memberikan klem ovarium kepada operator dan asisten beserta stiil
deeper kering dan stiil deeper betadine.
27) Tim perinatologi memfasilitasi bayi dan klien dalam inisiasi menyusu dini (IMD).
30) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang chromic 2 kepada
operator untuk menjahit uterus.
31) Scrub nurse memberikan still deeper dan klem kepada asisten1 dan gunting benang
pada asisten 2.
32) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang plain 0 kepada
operator untuk menjahit peritonium.
33) Scrub nurse memberikan still deeper betadine kemudian still deeper kering asisten 1.
34) Scrub nurse melakukan sigh out sebelum peritoneum pariental di lakukan penjahitan.
35) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang chromic 0
kepada operator untuk menjahit peritoneum pariental.
36) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryil 1 kepada
operator untuk menjahit otot, facia dan sub cutis.
39) Asisten membersihkan area operasi dengan kassa yang telah dibasahi NaCl kemudian
dikeringkan.
40) Luka ditutup menggunakan steri strip kemudian kassa kering dan hepavix yang
dibantu oleh circular nurse.
41) Scrub nurse dan circular nurse memsangkan pampers kepada klien.
42) Scrub nurse melakukan dekontaminasi instrument dalam bak berisi saflon 2%.
43) Circular nurse memberikan label dan membereskan alat-alat yang telah digunakan
kemudian diberikan pelabelan dan dikirimakan ke CSSD.
e. Evaluasi
2) Perdarahan selama operasi sebanyak ± 1.500cc (darah, air ketuban, dan NaCl).
5) Turgor kulit elastis, CPR: <3 detik, dan konjungtiva tidak anemis.
8) Tanda vital klien : RR: 16 x/m; N: 92 x/m; TD: 110/70 mmHg; T: 36,3 0C, dan SaO2:
98 %.
2. Diagnosa Keperawatan
b. Lama pembedahan: ± 95
menit
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
Resiko syok Setelah dilakukan tindakan Hypovolemia Management: 4180
berhubungan keperawatan selama 2x60
dengan menit, syok tidak terjadi pada 1. Monitor KU dan TTV.
hipovolemi klien, dengan kriteria hasil:
akibat 2. Monitor kehilangan cairan baik
perdarahan pada 1. Tanda vital dalam batas urin maupun perdarahan.
tindakan normal, TD: sistol 110-130
pembedahan. mmHg diastole 70-90 mmHg, 3. Kaji tanda dan gejala terjadinya
HR 60-100 x/mnt, RR 16-24 syok.
x/mnt
4. Kaji kepatenan pemberian terapi
2. Kulit klien kemerahan dan parenteral.
teraba hangat.
5. Monitor kadar Hb dan Ht klien.
3. Turgor klien elastis dan
6. Kolaborasi dalam pemberian
CPR: <3 detik. tranfusi darah jika diperlukan.
4. Pelaksanaan
O:
1. Kesadaran: CM
2. TTV : RR: 16
x/m; N: 92 x/m; TD:
110/70 mmHg; T:
36,3 0C, SaO2: 98 %
b. Mengukur jumlah perdarahan dan urin S:-
klien.
O:
a. Jumlah perdarahan:
± 1.500 cc.
Klien mengatakan
bahwa ia merasa
pusing.
O:
b. Klien tampak
pucat.
d. Konjungtiva tidak
anemis.
Evaluasi:
S:
O:
Kesadaran: composmentis.
A:
P:
1. Pengkajian
c. Kesadaran klien belum pulih benar karena klien belum merasakan kedua kakinya.
e. Tanda vital klien : RR: 16 x/m; N: 86 x/m; TD: 110/60 mmHg; T: 36,5 0C.
f. Kulit klien teraba hangat, tidak tampak sianosis, dan tidak tampak pucat, konjungtiva
tidak anemis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No. Data Fokus
Keperawatan
1 DS: Nyeri akut:
berhubungan dengan
a. Klien mengatakan bahwa ia sudah merasa agen cidera fisik
perih seperti di sayat di perut bagian bawah. (tindakan pembedahan
sectio caesaria).
b. Klien mengatakan bahwa nyerinya terasa
hingga skala 3 dari 10.
DO:
3. Perencanaan Keperawatan
4. Pelaksanaan
Diagnosa
No. Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
1 Nyeri akut: a. Mengkaji S: S:
berhubungan kualitas,
dengan agen cidera kuantiatas dan a. Klien 1. Klien
fisik (tindakan skala nyeri mengatakan mengatakan
pembedahan sectio klien. bahwa ia mulai bahwa ia mulai
caesaria). merasa perih di merasa perih di
perut bagian perut bagian
bawah. bawah.
b. Klien 2. Klien
mengatakan mengatakan
bahwa nyerinya bahwa nyerinya
terasa hingga terasa hingga
skala 3 dari 10. skala 3 dari 10.
O: 3. Klien
mengatakan
Klien tampak bahwa ia sudah
tegang. melakukan nafas
dalam.
O:
1. TTV : RR: 16
x/m; N: 86 x/m;
TD: 110/60
mmHg; T: 36,5
0
C.
2. Klien tampak
lebih rileks.
A:
Masalah nyeri
akut tertasi
sebagian ditandai
dengan TTV
klien dalam
rentang normal
dan klien tampak
lebih rileks.
P:
1. Pertahankan
mengkaji nyeri
klien dan
monitoring TTV
klien.
2. Berkolaborasi
dalam pemberian
analgetik jika
efek anestesi
sudha hilang.
b. Mengukur S: -
tanda-tanda
vital klien. O:
O:
Klien tampak
melakukan nafas
dalam beberapa kali
dan tertidur lagi.
2 Hambatan mobilitas a. Membantu S: - S:
fisik di atas tempat klien berpindah
tidur berhubungan dari brankat ke O: Klien
dengan gangguan tempat tidur. mengatakan
muskoloskeletal; Klien belum bisa
obat yang dipindahkan ke bergerak bebas.
menimbulkan tempat tidur.
sedasi. O:
a. Klien
dianjurkan untuk
segera ambulasi
dini.
b. Bromage score
klien adalah: 3.
c. Klien tampak
berbaring di atas
tempat tidur
dalam posisi
supinasi.
A:
Masalah
hambatan
mobilitas fisik di
atas tempat tidur
teratasi sebagian
dengan
peningkatan
Bromage score
klien.
P:
a. Pertahankan
memotifasi klien
untuk bersegeras
ambulasi dini.
b. Persiapkan
klien kembali ke
ruang rawat inap.
b. Membantu S: -
memposisikan
klien dalam O:
posisi supinasi
Klien berbaring
dalam posisi
supinasi.
c. S:
Menganjurkan
klien untuk bed Klien mengatakan
rest total bahwa kakinya
hingga efek belum terasa.
anestesi hilang.
O:
Tingkat kesadaran
klien
komposmentis.
d. Mengukur S: -
Bromage score
klien. O:
Bromage score
klien adalah: 0.
3 Resiko infeksi Menyampaikan S: S:
berhubungan informasi
dengan post op kepada perawat 1. Perawat 1. Perawat
postero sagital ano ruangan dan ruangan ruangan
recto plasty atas keluarga terkait mengatakan akan mengatakan akan
indikasi atresia ani perawatan klien mengikuti mengikuti
letak rendah dengan post operasi. instruksi dokter. instruksi dokter.
fistel vestibular post
sigmoidostomy. 2. Keluarga klien 2. Keluarga klien
mengatakan akan mengatakan akan
berhati-hati berhati-hati
dalam merawat dalam merawat
klien. klien.
O: - O: -
A:
Masalah resiko
infeksi tidak
terjadi/ belum
teratasi.
P:
Perhatikan
instruksi dokter
dalam perawatan
klien.
BAB IV
· KESIMPULAN
Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio sesarea adalah suatu
histeretomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2006). Asuhan
keperawatan perioperatif pada Ny. L (37 tahun) dengan re-sectio caesarea atas indikasi
sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2 tahun lalu meliputi asuhan
pre, intra, dan post operatif. Asuhan keperawatan tersebut dilakukan secara komprehensif
meliputi pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Diagnosa keperawatan pada pre operasi, umumnya adalah ansietas. Pada kasus ini,
ansietas yang muncul dialami oleh ibu klien. Penatalaksanaan yang diberikan adalah
dengan memberikan informasi terkait kecemasan ibu klien. Diagnosa keperawatan pada
intra operatif adalah resiko syok akibat perdarahan yang terjadi selama operasi
berlangsung. Penatalaksanaanya berfokus pada memonitor KU, TTV klien terhadap
tanda-tanda terjaidnya syok.
Diagnosa keperawatan pada post operatif adalah nyeri akut akibat prosedur pembedahan,
hambatan mobilitas fisik akibat efek anestesi, dan resiko infeksi akibat tindakan operasi
yang dilakukan. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan di recovery room terbatas pada
mempertahankan keefektifan jalan nafas klien, memodifikasi lingkungan, dan perawatan
klien post operasi di ruangan.
SARAN
1. Profesi Keperawatan
Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki peran penting dalam dunia
kesehatan. Pelayanan keperawatan di rumah sakit yang berkualitas didapatkan dari
perawat-perawat yang berkualitas pula. Salah satu tugas perawat kamar bedah adalah
memberikan asuhan keperawatan perioperatif untuk mencapai kesembuhan maksimal
klien.
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan dimana salah satunya
memberikan pelayanan keperawatan. Pelayanan tersebut tentunya didukung oleh tenaga
kesehatan yang bekerja di dalamnya. Diharapkan dapat mendukung dalam penerapan
asuhan keperawatan peri operatif. Kemudian dapat dihimbau bagi seluruh tim operasi
untuk mengikuti prosedur yang ada terkait kamar operasi dan tindakan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. 2004. Asuhan Keperawatan Post Partum Mata Ajaran Keperawatan
Maternitas, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
Bobak, Loudermik, Jensen, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta:
EGC.
Saifuddin, 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.
Add a comment
3.
Nov
27
PELATIHAN DASAR-DASAR BEDAH
UMUM
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF POSTERO SAGITAL ANO RECTO
PLASTY (PSARP) PADA BY. NY. M INDIKASI ATRESIA ANI DENGAN FISTEL
FESTIBULER POST SIGMOIDOSTOMY DI OK 3 LANTAI 4 IBS
Oleh :
ANGKATAN XX
YOGYAKARTA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan
berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Postero Sagital Ano Recto Plasty
(PSARP) Pada By. Ny. M Indikasi Atresia Ani Dengan Fistel Festibuler Post
Sigmoidostomy Di OK 3 Lantai 4 IBS RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”. Penyusunan
Laporan Kasus ini merupakan syarat untuk menyelesaikan pelatihan dasar-dasar bedah
umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Dalam proses penyusunan laporan ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik yang
berupa materiil maupun spiritual. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
3. Keluarga besar Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah
membantu pelaksanaan perawatan terhadap klien.
4. Klien dan anggota keluarga klien yang telah memberikan kepercayaan kepada kami
untuk merawat klien.
5. dr. Trisula Utomo., Sp.U selaku Kepala Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta serta penanggung jawab Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum Instalasi
Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
6. Tri Subekti., S.Kep., Ns. selaku ketua pelaksana Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum
Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
7. Segenap pembimbing lapangan dan pegawai yang telah memberikan waktunya untuk
penyusunan laporan kasus ini.
8. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material, doa
dan moral; serta
9. Teman-teman Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. angkatan XX tanpa terkecuali.
Penulis menyadari, dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari
pembaca. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
C. Ruang Lingkup.............................................................................. 3
D. Tujuan ........................................................................................... 3
C. Etiologi ........................................................................................ 8
D. Patofisiologi................................................................................... 8
E. Klasifikasi....................................................................................... 10
G. Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 12
H. Penatalaksanaan.............................................................................. 13
I. Diagnosa Keperawatan................................................................... 16
J. Prosedur Operasi............................................................................. 17
1. Pengkajian................................................................................ 22
2. Diagnosa Keperawatan............................................................ 29
3. Perencanaan Keperawatan....................................................... 29
1. Pengkajian................................................................................ 30
2. Diagnosa Keperawatan............................................................ 37
3. Perencanaan Keperawatan....................................................... 37
1. Pengkajian................................................................................ 38
2. Diagnosa Keperawatan............................................................ 39
3. Perencanaan Keperawatan....................................................... 40
A. Kesimpulan .................................................................................... 44
B. Saran............................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan
kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5.000-10.000 kelahiran (Grosfeld J, et all,
2006). Sedangkan atresia ani didapatkan 1% dari seluruh kelainan kongenital pada
neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Angka kejadian atresia ani di
Indonesia mencapai 90% (Grosfeld J, et all, 2006).
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki (Oldham, K, et all, 2005). Sebanyak 20 % -75 % bayi
yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki
dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-
laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Aziz, 2008).
Kasus atresia ani masih dalam perdebatan hingga sekarang, baik mengenai klasifikasi
maupun penatalaksanaannya. Beberapa ahli mencoba mengklasifikasikan atresia ani serta
memperkenalkan teknik operasi terbaik. Wingspread mengklasifikasikan atresia ani
menjadi atresia ani letak tinggi, intermediet, dan rendah (Boocock, et all, 2013).
Sedangkan Pena mengklasifikasikan atresia ani menjadi letak tinggi dan rendah (Levvit
M dan Pena A, 2013). Klasifikasi menurut Pena tersebut dewasa ini lebih banyak dipakai
karena mempunyai aspek terapi.
Penatalaksanaan pasien dengan atresia ani adalah dengan pembedahan dimana tergantung
klasifikasinya. Atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi sebagai tindakan bedah
awal untuk diversi dan dekompresi. Kemudian pada tahap berikutnya dilakukan anoplasti
(Suzanne dan Brenda, 2006). Prosedur abdominoperineal pullthrough yang bertujuan
untuk memudahkan identifikasi dan melindungi otot levator, saat ini banyak ditinggalkan
karena menimbulkan inkontinensia feses dan prolap mukosa usus (Bedah UGM, 2013).
Tahun 1982, Pena dan de Vries memperkenalkan metode pembedahan baru dengan
pendekatan postero sagittal ano recto plasty (PSARP) yaitu dengan cara membelah
muscle complex dan parasagittal fibre untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum
dan pemotongan fistula (Levvit M dan Pena A, 2013). Prosedur PSARP memberikan
outcome yang baik dan hampir semua bentuk kelainan anorektal dapat dikerjakan dengan
prosedur tersebut. Sehingga, dewasa ini prosedur PSARP menjadi metode operasi pilihan
para dokter bedah di seluruh dunia (Bedah UGM, 2013).
Postero sagittal ano recto plasty (PSARP), ditetapkan sebagai metode panatalaksanaan
atresia ani di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta sejak tahun
1995 (Ramdhoni, 2013). Berdasarkan data yang didapatkan penulis, prosedur PSARP di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sejak Februari– September 2013 mencapai 9 prosedur
dimana 7 prosedur pada kasus atresia ani dengan aatu tidak dengan fistula dan 2 prosedur
lainnya pada kasus malformasi anorektal (MAR).
Berdasarkan dari uraian di atas, penulis tertarik untuk untuk melaksanakan dan menyusun
laporan kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Postero Sagital Ano
Recto Plasty (PSARP) pada By. Ny. M dengan Atresia Ani dengan Fistel Festibuler Post
Sigmoidostomy di OK 3 Lantai 4 IBS RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”.
B. RUMUSAN MASALAH
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup lappran kasus ini adalah ilmu keperawatan perioperatif pada pasien
dengan Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP) atas Indikasi Atresia Ani dengan
Fistel Festibuler Post Sigmoidostomy di OK 3 Lantai 4 IBS RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Laporan kasus ini dilakukan pada tanggal 25 September 2013.
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Peserta mampu mengetahui dan melakukan pengkajian perioperatif pada pasien dengan
Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP) atas Indikasi Atresia Ani dengan Fistel
Festibuler Post Sigmoidostomy .
b. Peserta mampu merumuskan masalah keperawatan peri operatif pada pasien dengan
Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP) atas Indikasi Atresia Ani dengan Fistel
Festibuler Post Sigmoidostomy.
c. Peserta mampu menyusun rencana tindakan keperawatan peri operatif pada pasien
dengan Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP) atas Indikasi Atresia Ani dengan
Fistel Festibuler Post Sigmoidostomy.
e. Peserta mampu mengetahui dan memberikan asuhan keperawatan peri operatif pada
pasien dengan Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP) atas Indikasi Atresia Ani
dengan Fistel Festibuler Post Sigmoidostomy.
E. MANFAAT
1. Bagi Keluarga
Memberikan gambaran pada pihak rumah sakit terkait asuhan keperawatan perioperatif
pada pasien PSARP dengan indikasi atresia ani.
Memberi gambaran secara lebih luas tentang area kerja perawat yang bersifat holistik dan
komprehensif, dimana perawat mempunyai peran yang luas dalam mendukung
kesembuhan dan peningkatan derajat kesehatan klien melalui asuhan keperawatan
perioperatif.
5. Bagi Penulis
Menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan keperawatan
perioperatif khususnya pada pasien dengan PSARP dengan indikasi atresia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang
berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal (Wong, 2008).
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Potter dan Perry, 2005). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik
pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2006). Sumber lain
menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka
selama pertumbuhan dalam kandungan (Aden, 2010).
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari entoderm.
Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel pelapisnya,
vaskularisasinya, inervasi dan drainase limfatiknya.
Lumen rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedang kanalis ani dilapisi epitel
squamosum stratifikatum lanjutan kulit luar. Jadi tidak ada mukosa anus. Daerah batas
antara rektum dan kanalis ani disebut Anorectal Junction ditandai oleh linea pectinea /
linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah rectum ada
kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis yang berakhir di
kaudal sebagai valvula rectalis. Setinggi linea dentata ini ada crypta analis dan muara
muara analis.
Panjang kanalis ani kira kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canal mulai
anal verge sampai ke linea dentata dan surgical anal canal untuk kepentingan klinis yang
dimulai dari anal verge sampai cincin anorektal yang merupakan batas paling bawah dari
otot puborectalis yang dapat diraba pada waktu rectal touch.
Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot
pubococcygeus, ileococcygeus dan puborectalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur
mekanisme kontinensia adalah :
Batas antara spincter ani eksternus & internus disebut garis Hilton. Muskulus yang
menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalam
mengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-rektal
tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia.
Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m. levator ani membentuk jerat yang
melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga ditopang oleh
fascia pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanan dan kiri yang
ditembus oleh a/v hemorrhoidales media dan mesorektum. Ligamentum dan mesorektum
memfiksasi rectum ke permukaan anterior sacrum.
Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal, ke
kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa
ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan sentral
perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital (ligamentum
triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragma urogenitalis dan bagian
paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring anorektal dibentuk oleh otot
puborektalis yang merupakan bagian serabut otot levator ani mengelilingi bagian bawah
anus bersama otot spincter ani ekternus.
Aliran vena diatas anorektal junction melalui sistem porta sedang canalis ani langsung ke
vena cava inferior.
Mengalirkan darah dari vena pudenda interna, vena iliaca interna, dan vena cava. Sering
menimbulkan gejala hemorrhoid.
Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemoroidales superior ke lnn mesenterika
inferior menuju lnn para aorta, sedang dari kanalis ani menuju ke lnn inguinalis kemudian
lnn illiaca ekterna dan lnn illiaci kommunis, sehingga bila ada keganasan dan infeksi
dapat menyebar sampai inguinal.
Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa sakit,
sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit. Rektum
diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan n.presakralis
(hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2,3,4.
Anus imperforata dapat muncul dalam beberapa bentuk. Rektum dapat berakhir pada
kantong buntu yang tidak terhubung dengan kolon. Ataupun dapat memiliki lubang yang
terhubung ke uretra, kandung kemih, atau skrotum pada anak laki-laki atau vagina pada
anak perempuan. Kondisi stenosis anus ataupun hilangnya anus dapat muncul.
Masalah ini disebabkan perkembangan abnormal pada janin, dan kebanyakan bentuk
anus imperforata berhubungan dengan kelainan bawaan lahir lainnya. Merupakan kondisi
umum relatif yang terjadi pada 1 dari 5000 bayi baru lahir.
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofagus, ginjal dan kelenjar limfe).
Anus dan rectum berasal dari struktur embriologi yang disebut kloaka. Pertumbuhan
kedalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum urorektum yang memisahkan
rectum disebelah dorsal dari saluran kencing disebelah ventral, kedua sistem (rectum dan
saluran kencing) menjadi terpisah sempurna pada umur kehamilan minggu ke – 7. Pada
saat yang sama, bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang
eksternal, sedangkan bagian anus tertutup oleh membrane pada kehamilan minggu ke – 8.
Kelainan dalam proses – proses ini pada berbagai stase menimbulkan suatu spectrum
anomaly, kebanyakan mengenai saluran usus bawah dan bangunan genitourinaria
sehingga bagian rectum kloaka menimbulkan fistula.
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Pada umur kehamilan 7
minggu, ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan
bakal genitourinary dan struktur anorektal. Pada kehamilan 8 minggu, apabila terjadi
kelainan dalam tahap pembentukan rektum dapat menimbulkan suatu spectrum anomaly
pada saluran usus bawah/genitourinaria. Bagian rectum kloaka menimbulkan fistula dan
terjadi stenosis anal karena penyempitan pada kanal anorektal. Jika tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar anus maka fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal
mengalami obstruksi dan terjadi malformasi anorectal.
E. KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
(Ngastiyah, 2005):
1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai melalui
saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka
bisa didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja.
a. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhungan dengan fistuls genitourinarius– retrouretral (pria) atau rectovagina
(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.
1. Golongan I
Pada laki–laki dibagi menjadi 4 kelainan, yaitu: kelainan fistel urin, atresia rectum,
perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan, yaitu: kelainan kloaka,
fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum, dan fistel tidak ada.
2. Golongan II
Pada laki–laki dibagi 4 kelainan, yaitu: kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis
anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat
anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan
mekonium di bawah selaput. Pada perempuan dibagi 3 kelainan, yaitu: kelainan fistel
perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat
diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit.
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium
setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula
eksternal pada perineum (Suriadi,2006). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika
bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal,
pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol
(Ngastiyah, 2005).
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan
empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium (Ngastiyah, 2005).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dapat berbeda bergantung pada jenis anorektal anomali. Jika ujung usus
berada pada letak tinggi, pengobatan umumnya dilakukan dalam tiga prosedur, pertama
adalah pembuatan stoma pada usus yang dikenal dengan kolostomi (Mansjoer, 2000).
Bayi baru lahir dengan stoma akan membutuhkan kantung khusus untuk mengumpulkan
feses.
Prosedur kedua adalah anoplasti yaitu menarik turun rektum ke posisi anus dimana akan
dibuat anus buatan. Jika terdapat fistula atau penghubung yang abnormal antara kandung
kemih atau vagina, maka fistula ini harus ditutup. Beberapa bulan kemudian setelah anus
baru telah sembuh, maka dilakukan prosedur ketiga yaitu penutupan stoma.
Jika ujung usus berada pada letak rendah di pelvis, pembuatan lubang anus dapat
dilakukan dengan operasi tunggal. Rektum ditarik turun ke posisi anus dan lubang anus
yang baru dibuat, dengan teknik minimal invasif yang dikenal dengan laparoskopi. Pada
kasus ini, stoma tidak diperlukan. Jika anus baru berada pada posisi yang salah, maka
anus tersebut akan ditutup dan dipindahkan ke posisi yang benar.
Penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada
tidaknya fistula.
1) Atresia letak tinggi & intermediet maka penatalaksanaannya berupa sigmoid kolostomi
atau TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive postero sagital
anorecto plasty (PSARP), kemudian beberapa bulan selanjutnya baru dilakukan
penutupan kolostomi.
2) Atresia letak rendah dilakukan postero sagital anorecto plasty (PSARP), dimana
sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sfingter ani ekternus.
3) Bila terdapat fistula maka dilakukan cut back incicion untuk menutup fistula.
4) Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi.
b. Pena secara tegas menjelaskan bahwa atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan
kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitive postero
sagital anorecto plasty (PSARP) setelah 4–8 minggu baik minimal, limited atau full.
Kemudian beberapa bulan selanjutnya baru dilakukan penutupan kolostomi (Levvit M
dan Pena A, 2013).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post
kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta
dampak dari anestesi.
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh
karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan
mengalami kesulitan dalam defekasi.
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi
perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi.
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan
pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran.
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan
motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu sebelum mengemukkan diagnosa
keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa keperawatan yang spesifik. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani yaitu (Herdman, 2010):
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. PSARP terdiri dari
tiga macam, yaitu: minimal, limited dan full PSARP. Posisi penderita adalah prone
dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal
dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter eksterna
sampai ke depan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam dengan membuka subkutis, lemak,
parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak otot
levator, otot levator dibelah sehingga tampak dinding belakang rektum. Rektum
dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistula dibebaskan juga, rektum dipisahkan
dengan vagina. Dengan jahitan rektum ditarik melewati otot levator, muscle complex dan
parasagittal fibre kemudian dilakukan anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.
Minimal PSARP tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang
penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum dengan vagina dan
yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Pada limited PSARP yang dibelah adalah otot
sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex serta tidak membelah tulang
cocccygeus. Deseksi rektum agar tidak merusak vaginaadalah prioritasnya.
2. Swenson
Prosedur ini adalah prosedur pertama untuk operasi penyakit Hirschsprung dengan
metode “pull-through”. Tehnik ini diperkenalkan pertama kali oleh Swenson dan Bill
pada tahun 1948. Segmen yang aganglionik direseksi dan puntung rektum ditinggalkan 2-
4 cm dari garis mukokutan kemudian dilakukan anastomosis langsung diluar rongga
peritoneal. Pada prosedur ini enterokolitis masih dapat terjadi sebagai akibat spasme
puntung rektum yang ditinggalkan. Sehingga, untuk mengatasi hal ini Swenson
melakukan sfingterektomi parsial posterior dimana prosedur ini disebut prosedur
Swenson I.
3. Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson oleh
karena pada metode Swenson dapat terjadi kerusakan nervi erigentes yang memberi
persarafan pada viscera daerah pelvis. Duhamel melakukan diseksi retrorektal untuk
menghindari kerusakan tersebut dengan cara melakukan penarikan kolon proksimal yang
ganglionik melalui bagian posterior rektum. Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi,
dipasang kateter sehingga vesika urinaria kosong dengan maksud agar visualisasi rongga
abdomen lebih jelas. Irisan kulit abdomen dilakukan secara paramedian atau transversal.
Arteria hemorrhoidalis superior dipotong diikuti pemotongan mesorektum dan rektum.
Kolon proksimal dimobilisir sehingga panjang kolon akan mencapai anus. Perhatian
khusus ditujukan pada viabilitas pembuluh darah dan kolon proksimal dengan cara
menghindari regangan yang berlebihan. Setelah segmen kolon yang aganglionik
direseksi, puntung rektum dipotong sekitar 2-3 cm diatas dasar refleksi peritonium dan
ditutup dengan jahitan dua lapis. Rongga retrorektal dibuka sehingga seluruh permukaan
dinding belakang rektum dibebaskan. Pada dinding belakang rektum 0,5 cm dari linea
dentata dibuat sayatan endoanal setengah lingkaran dan dari lobang sayatan ini segmen
kolon proksimal yang berganglion ditarik ke distal keluar melewati lubang anus dan
dibiarkan bebas menggelantung kemudian dilakukan anastomosis “end to side” setinggi
sfingter ani internus. Anastomosis dilakukan dengan pemasangan 2 buah klem Kocher,
dimana dalam jangka waktu 6-8 hari anastomosis telah terjadi.
Pada prinsipnya tehnik ini adalah merupakan diseksi ekstramukosa rektosigmoid yang
mula-mula dipergunakan untuk operasi atresia ani letak tinggi. Persiapan preoperasi yang
harus dilakukan adalah irigasi rektum, dilatasi anorektal manual serta pemberian
antibiotik.
5. Boley
Prosedur Boley mirip dengan Soave akan tetapi anastomosis dilakukan secara langsung
tanpa memprolapskan kolon terlebih dulu.
6. Rehbein
7. Miomektomi anorektal.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi anus dan
pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi melingkar
1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga submukosa yang
terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari
muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga terbentuk cerobong otot
rektum tanpa mukosa. Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemondokan dan operasi
lebih singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat diberikan
lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih didapatkan
komplikasi enterokolitis, konsipasi dan striktur anastomosis.
Teknik ini diperkenalkan dr. Rochadi, Sp. BA pada tahun 2005 dengan posisi pasien
tertelungkup dan dilakukan satu tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull –through. Posisi
tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa secara topografi, rektum berada pada
rongga pelvis, sehingga tindakan bedah PSNRHD akan dapat langsung menuju target
operasi, sedangkan pada tehnik ERPT target operasi hanya dapat dicapai dengan
membuat sayatan pada dinding depan perut, membuka peritonium posterior, memotong
arteri dan vena hemorrhoidalis superior, memotong arteri dan vena sigmoidea dan bahkan
kadang-kadang harus memotong arteri dan vena kolika sinistra. Posisi telungkup pada
PSRHD memberikan lapang pandang operasi yang lebih jelas oleh karena masuknya
persarafan menuju dinding rektum adalah lewat bagian posterior sehingga tindakan
neurektomi akan lebih mudah dikerjakan.
Setelah dilakukan desinfeksi pada daerah anogluteal kemudian daerah operasi ditutup
doek steril. Irisan pertama dimulai dengan irisan kulit intergluteal dilanjutkan membuka
lapisan-lapisan otot yang menyusun “muscle complex” secara tumpul dan tajam sehingga
terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka memanjang sampai terlihat
lapisan mukosa menyembul dari irisan operasi.
Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan dengan cara memasukkan jari
telunjuk tangan kiri ke anus. Panjang irisan adalah 1 cm proksimal linea dentata sampai
zone transisi yang ditandai dengan adanya perubahan diameter dinding rektum. Agar
tidak melukai mukosa rektum maka setelah mukosa menyembul, muskularis dinding
rektum dipisahkan dari mukosa dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-
benar telah terpisah dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan lebar 0,5 cm
dilepaskan dari mukosa sepanjang zone spastik sampai zone transisi. Material ini dikirim
ke bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan pewarnaan hematoksilin-eosin guna
identifikasi sel ganglion Auerbach dan Meissner. Dipasang pipa rektum untuk mencegah
terjadinya infeksi pada irisan operasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Tanggal dan jam pengkajian : Rabu, 25 September 2013 pukul: 09.10 WIB
a. Identitas
1) Identitas Pasien
b) Umur : 4 bulan
c) Agama : Islam
e) Status : Jamkesmas
a) Nama : Tn. D
b) Umur : 37 tahun
b. Status Kesehatan
a) Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan bahwa ia dan suami menginginkan operasi lanjutan untuk
kesembuhan klien.
Klien terdiagnosa atresia ani dengan fistel vestibular tipe low segmental. Klien sudah
menjalani operasi pertama berupa sigmoidostomy pada tanggal 21 Mei 2013 di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Pengeluaran BAB melalui stoma lancar dan tidak ada tanda-tanda
infeksi, sehingga keluarga menginginkan operasi lanjutan untuk mengatasi masalah klien.
Klien merupakan anak kembar dari kehamilan kedua pasangan Ny. M dan Tn. D. Klien
lahir setelah kembaran laki-lakinya dilahirkan dengan berat 2300 gram, sedangkan klien
1800 gram. Kembaran klien tidak mempunyai kelainan fisik dan sehat hingga sekarang.
Hanya saja klien mengalami atresia ani. Klien tidak pernah mengalami masalah
kesehatan selain terkait dengan atresia ani yang diderita.
b) Pernah dirawat
Klien pernah dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sehari setelah lahir untuk
menjalankan prosedur sigmoidostomy.
c) Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi apapun baik, udara maupun obat-obatan.
Berdasarkan data yang diperoleh, baik dari pihak ayah maupun ibu klien tidak memiliki
riwayat penyakit apapun, baik hipertensi, kanker, diabetes mellitus, dan asma. Hanya saja
sejak beberapa tahun yang lalu, ayah klien menderita hipertensi dan tahun lalu serta satu
bulan yang lalu, ayah klien menderita serangan stroke ringan.
d. Diagnosa Medis dan therapy
Atresia Ani dengan Fistel Vestibular Post Sigmoidostomy. Klien mendapat terapi
intravena KA-EN 3B dengan dosis 350 cc/24 jam dan terapi cefotaxime 200 mg untuk
terapi profilaksis.
1) Pola Nutrisi-Metabolik
Klien masih berusia 4 bulan sehingga klien hanya mengkonsumsi ASI eksklusif dari ibu.
2) Poli Eliminasi
Klien BAB melalui stoma. Ibu klien tidak dapat mengemukakan berapa kali klien BAB
dalam sehari, tetapi, ibu klien mengganti kantung stoma 3-5 kali dalam sehari tergantung
jumlah kotoran di kantung colostomy. Ibu klien tidak mengeluhkan masalah BAK klien
karena dirasa wajar seperti bayi-bayi pada umumnya.
Indeks KATZ klien adalah F dimana semua aktifitas (bathing, transfering, toileting,
feeding, dressing, dan continence) klien dibantu oleh orangtua klien.
Ibu klien mengatakan layaknya bayi-bayi pada umumnya, klien dan kembarannya lebih
sering tertidur di spagi dan siang hari dan sering terjaga pada malaam hari.
5) Pola Seksual-Reproduksi
Pengkajian ini dilakukan kepada ibu klien yang tampak tegang, khawatir dan gelisah. Ibu
klien mengatakan bahwa ia merasa cemas dan takut terkait operasi yang akan dijalani
klien. Tingkat kecemasan klien pada cemas sedang.
f. Pengkajian Fisik
2) Kesadaran : Composmentis
5) Keadaan fisik
Kepala mesochepal; kulit kepala bersih. Tidak nampak adanya benjolan di area kepala.
Mata simetris kanan dan kiri, mampu membuka mata dengan spontan, tidak cekung.
Mata klien tampak sedkit bengkak karena klien banyak mengis akibat dipuasakan. Mata
klien tidak terlihat adanya perdarahan. Terdapat 2 lubang hidung, tidak ada keluaran
sekret, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.
Mukosa bibir klien tampak kering, mulut klien tidak sianosis, dan gigi belum tumbuh.
Telinga klien tampak simetris antar kanan dan kiri, terdapat lubang telinga, tidak ada
keluaran cairan dari telinga klien. Tidak teraba pembesaran tiroid dan massa pada leher
klien.
b) Dada
Paru-paru dan jantung klien dalam batas normal. Pada inspeksi dada klien tampak
pengembangan dada kanan dan kiri simetris, tidak ada retraksi intercostalis. napas dalam,
tidak tampak adanya gerakan otot bantu pernapasan yaitu otot sternokleidomastoideus,
tidak ada napas cuping hidung.
c) Abdomen
Pada inspeksi perut klien tidak tmapak distensi abdomen, tampak adanya stoma. Kulit
disekitar stoma tidak tampak kemerahan dan tidak tampak tanda-tanda infeksi. Tampak
feses pada kantung colostomy klien. Perut klien tampak cembung dan pada perkusi
terdengar bunyi timpani.
d) Genetalia
e) Integumen
Warna merah jambu saat bayi menangis, turgor kulit elastis. Kulit bayi terlihat tipis,
tampak adanya lanugo. Badan bayi teraba hangat, akral teraba hangat.
f) Ekstremitas
Jari tangan dan kaki lengkap dan tidak ada kelainan. Pergerakan klien aktif.
g) Neurologis
Refleks Hasil Keterangan
Refleks Ö Klien dapat terkejut dengan suara
Moro/startle keras dan akan menunjukan refleks
melebarkan tangan dan jari-jarinya.
Setelah itu tangan turun kembali dan
bayi mengepalkan jari-jarinya.
Refleks Tonic Ö Saat kepala klien berpaling ke sisi
leher yang berlawanan, maka bayi akan
memperpanjang lengan dan kakinya
serta meregangkan lengan dan kaki ke
sisi yang berlawanan
Refleks Ö Klien dapat menggenggam erat dan
Grasping kekuatannya meningkat saat sebuah
benda diletakkan ditelapak tangan
bayi kemudian ditarik keluar.
Refleks Babinski Ö Jari-jari kaki klien mengembang saat
telapak kaki disentuh dan dibelai dari
tumit hingga jari kaki dan ibu jari kaki
memiliki posisi lebih tinggi.
Refleks Rooting Ö Jika pipi bayi disentuh, maka ia akan
memutar kepala menghadap
datangnya rangsangan dan membuka
mulut seolah-olah ingin menemukan
puting ibunya.
Refleks Sucking Ö Klien dapat melakukan refleks ini
ditandai dengan jika meletakkan jari
atau benda lainnya ke dalam mulut
bayi, maka ia akan memberikan
respons mengisap dan membuat
gerakan ritmis dengan mulut dan
lidahnya.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboraturium
Nilai
Parameter Hasil Satuan Kategori
Normal
Hemoglobin 11,6 g/dl 11,7-15,5 Menurun
Eritrosit 4,09 106/ mL 3,8-5,2 Normal
Hematokrit 32,7 % 32-47 Normal
Leukosit 10,01 103/mL 3,6-11,0 Normal
Trombosit 789 103/mL 150-440 Meningkat
MCV 79,8 fL 80-100 Menurun
MCH 28,4 pg 26-34 Normal
MCHC 35,6 g/dL 32-36 Normal
CH 26,5 pg - Normal
RDW 12,8 % 11,5-14,5 Normal
HDW 2,88 g/dL 2,2-3,2 Normal
MPV 9,3 fL 7,2-11,1 Normal
PRT 12,0 Detik 11,4-16,3 Normal
INR 0,84 - - -
Kontrol 14,3 Detik - -
APTT 31,3 Detik 22,5-37,0 Normal
Kontrol 34,5 Detik - -
Eosinofil 1,9 % 1-3 Normal
Basofil 0,4 % 0-1 Normal
Netrofil 18,9 % 50-70 Menurun
Limfosit 71,3 % 20-40 Meningkat
Monosit 4,4 % 2-8 Normal
Luc 3,1 % 0-4
Eosinofil 0,19 103/mL 0-0,8 Normal
Basofil 0,04 103/mL 0-0,2 Normal
Netrofil 1,90 103/mL 1,9-8 Menurun
Limfosit 7,14 103/mL 0,9-5,2 Meningkat
Monosit 0,44 103/mL 0,16-1 Normal
Luc 0,31 103/mL 0-0,4
Gol. Darah O
BUN 3,0 mg/dl 3,97 – 4,94 Menurun
Albumin 4,85 g/dl Serum: 6-20 Menurun
Creatinine 0,23 Mg/dl 0,60 – 1,30 Menurun
Natrium 134 mmol/L 136 – 145 Menurun
Kalium 5,1 mmol/L 3,5 – 5,1 Normal
Klorida 102 mmol/L 98-107 Normal
2) Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan lopografi proksimal dan distal dengan flouroskopi tanggal 18
September 2013.
Hasil:
3) Hasil konsultasi
Klien mendapat persetujuan tindakan operasi (Postero Sagital Ano Recto Plasty) PSARP
dari dokter bedah anak dan dokter anestesi dengan rencana general anestesi.
2. Diagnosa Keperawatan
DO:
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
Ansietas a. Mengkaji perasaan S: S:
berhubungan ibu klien.
dengan status Ibu klien mengatakan Ibu klien mengatakan
kesehatan dan bahwa ia merasa bahwa ia masih mersa
tindakan cemas dan takut akan cemas tetapi sudah
pembedahan. operasi yang akan berkurang.
dijalani klien.
O:
O:
Ibu klien tampak lebih
Ibu klien tampak rileks dan tenang.
gelisah dan khawatir.
Kecemasan ibu klien
dalam skala ringan.
A:
Masalah kecemasan ibu
klien teratasi ditandai
dengan kecemasan
berkurang dari sedang
menjadi ringan serta ibu
klien tampak lebih
tenang serta rileks.
P:
Pertahankan
memberikan support
mental dan informasi
yang dibutuhkan untuk
menurunkan kecemasan
ibu klien.
b. Mengkaji S:
tingkat
kecemasan ibu Ibu klien mengatakan
klien. bahwa ia merasa cemas
dan takut.
O:
O:
a. Persiapan perawat
1) Alat steril:
l) Kassa : 20 lembar
m) Sprider : 1 buah
· Korentang : 1 buah
· Linen operasi:
a) Meja operasi
b) Lampu operasi
c) Meja mayo
d) Meja besar
e) Warmer blanket
f) Mesin couter
j) Kursi
m) Gunting plester
n) Label
a) Handscoon : 4 buah
b) Betadine 10 % : 100 cc
g) Spuit 5 cc : 2 buah
h) Jelly : 10 cc
i) Aqua : 5 cc
p) Underpad : 1 buah
c. Persiapan pasien
2) Klien diberikan terapi intravena KA-EN 3B dengan dosis 350 cc/24 jam dan terapi
cefotaxime 200 mg untuk profilaksis.
3) Klien dibaringkan diatas meja operasi yang beralaskan warmer blanket dan underpad.
4) Klien diberikan tindakan general anestesi dan dilakukan intubasi pada pukul 09.30
WIB.
5) Stoma klien dicuci menggunakan desinfektan dan colostomy bag klien diganti dengan
yang baru.
7) Klien diposiskan litotomi dan dipasangkan netral elctrosurgery pada punggung klien.
d. Prosedur operasi
1) Pasien diterima di ruang terima pasien dengan dilakukan prosedur sign in.
3) Scrub nurse menyusun instrumen yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan di atas
meja mayo serta menyiapkan alat (kom betadine, klem preparasi, dan kassa) untuk
keperluan skin preparation.
4) Klien yang telah diposisikan dalam posisi litotomi dilakukan skin preparation pada
daerah perianal.
5) Operator dan asisten melakukan drapping, mulai dari bagian bawah pantat klien, sisi
kanan dan kiri klien, atas, dan terakhir penggunaan duk berlubang.
6) Scrub nurse menyiapkan couter dengan jarum kecil kemudian dipasangkan ke area
operasi bersama dengan selang suction.
7) Scrub nurse mendekatkan meja mayo dan meja linen ke meja operasi.
10) Sebelum insisi dilakukan, seluruh tim operasi (operator, asisten, scrub nurse, circular
nurse, dokter anestesi, dan perawat anestesi) melakukan prosedur time out yang dipimpin
oleh circular nurse.
11) Operator memastikan operasi akan dimulai pada pukul 09.45 WIB.
12) Scrub nurse memberikan NGT no.8 kepada operator intuk dilakukan insersi melalui
lubang fistel klien.
13) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang silkam 3/0
kepada operator untuk fiksasi/marker pada 6 titik di sisi kanan dan kiri anal klien.
14) Scrub nurse memberikan klem dan gunting benang kepada asisten untuk membantu
operator dalam memberikan marker.
15) Scrub nurse memberikan scaple mess dengan mess no. 15 dengan pinset cirugis
kepada operator, sedangkan stiil deeper pada asisten.
16) Insisi dilakukan operator pada sagital melewati bakal anus kemudian diperdalam
lapis demi lapis dengan mengidentifikasi kontraksi maksimal.
17) Insisi melingkari fistel diperdalam menggunakan couter jarum hingga ditemukan
muscle complex rectum.
18) Scrub nurse memberikan spuit tanpa jarum kepada operator untuk mengaspirasi
rektum klien.
19) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryl 3/0 kepada
operator untuk merekonstruksi perinium agar dapat memisahkan common wall.
20) Scrub nurse memberikan still deeper dan pinset berisi cairan betadine dan NaCL
dengan perbandingan 1:4.
21) Scrub nurse menghitung jumlah kassa sebelum luka ditutup dalam prosedur sign out.
22) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryl 3/0 kepada
operator untuk menjahit kulit dengan neoreduk lapis demi lapis.
24) Scrub nurse memberikan busi rectal no. 10 yang telah diberi jelly dengan hasil
longgar.
25) Scrub nurse memberikan tampon betadine yang diberikan salep ikamecitin kepada
operator.
26) Asisten membersiahkan area operasi dengan kassa yang telah dibasahi NaCl
kemudian dikeringkan.
27) Luka ditutup menggunakan kassa kering kemudian hepavix yang dibantu oleh
circular nurse.
28) Scrub nurse melakukan dekontaminasi instrument dalam bak berisi saflon 2%.
29) Circular nurse memberikan label dan membereskan alat-alat yang telah digunakan
kemudian diberikan pelabelan dan dikirimakan ke CSSD.
e. Evaluasi
1) Operasi berjalan 1 jam 15 menit (09.45-11.00)
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
Hipotermi Setelah dilakukan tindakan Vital Sign Monitoring: 6680
berhubungan keperawatan selama 1x2 jam
dengan klien dapat beradaptasi 1. Monitor tanda-tanda vital (HR, T
pemajanan terhadap perubahan suhu dan RR) secara periodik per 15 menit.
lingkungan lingkungan di kamar operasi
dingin dan usia. dengan kriteria hasil: Temperature Regulation: 3900
Diagnosa
Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
Hipotermi a. Mengatur suhu S: - S: -
berhubungan warmer blanket
dengan O: O:
pemajanan
lingkungan Suhu warmer 1. Suhu warmer blanket
dingin dan blanket diatur diatur menjadi 370C.
penuaan. menjadi 370C.
2. TTV : RR: 28 x/m; N:
116 x/m; T: 36,5 0C.
3. Suhu AC dinaikkan
menjadi 240C.
A:
P:
Pertahankan memberikan
kehangatan pada klien
dalam memodifikasi
lingkungan.
b. Mengkaji S: -
TTV klien
O:
Suhu AC dinaikkan
menjadi 240C.
1. Pengkajian
f. Kulit klien teraba hangat, tidak tampak sianosis, dan tidak tampak pucat.
h. Steward Scale:
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No. Data Fokus
Keperawatan
1 DS: - Ketidakefektifan jalan
nafas berhubungan
DO: dengan disfungsi
neuromuscular post
a. TTV : RR: 28 x/m; N: 116 x/m; T: 36,5 general anestesi.
0
C.
f. Sianotik (-)
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
No Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan a. Mengkaji S: - S: -
jalan nafas TTV klien
berhubungan O: O:
dengan disfungsi
neuromuscular TTV : RR: 32 1. TTV : RR: 32
post general x/m; N: 124 x/m; N: 124 x/m; T:
anestesi. x/m; T: 36,7 36,7 0C.
0
C.
2. Steward scale
klien adalah 6.
A:
Masalah
ketidakefektifan
jalan nafas teratasi
ditandai dengan RR
dalam rentang
normal, tidak ada
nafas cuping hidung,
tidak tampak
sianosis, dan steward
scale klien adalah 6.
P:
Pertahankan
memberikan
monitoring Ku dan
tanda vital klien.
b. Mengukur S: -
steward scale
klien O:
Steward scale
klien adalah 6.
2 Ketidakefektifan a. Mengkaji S: - S: -
termoregulasi TTV klien
berhubungan O: O:
dengan fluktuasi
suhu lingkungan. TTV : RR: 32 3. TTV : RR: 32
x/m; N: 124 x/m; N: 124 x/m; T:
x/m; T: 36,7 36,7 0C.
0
C.
4. Kulit klien teraba
hangat dan tampak
kemerahan.
5. Klien tampak
diselimuti dan
diberikan pakaian
hangat.
A:
Masalah hipotermi
teratasi ditandai
dengan suhu tubuh
klien dalam batas
normal dan kulit
klien tidak tampak
pucat maupun
sianosis serta teraba
hangat.
P:
Pertahankan
memberikan
kehangatan pada
klien dalam
memodifikasi
lingkungan.
b. Memonitor S: -
terhadap tanda-
tanda hipotermi O:
Klien tampak
diselimuti dan
diberikan pakaian
hangat.
3 Resiko infeksi Menyampaikan S: S:
berhubungan informasi
dengan post op kepada perawat 1. Perawat 1. Perawat ruangan
postero sagital ruangan dan ruangan mengatakan akan
ano recto plasty keluarga terkait mengatakan mengikuti instruksi
atas indikasi perawatan klien akan mengikuti dokter.
atresia ani letak post operasi. instruksi
rendah dengan dokter. 2. Keluarga klien
fistel vestibular mengatakan akan
post 2. Keluarga berhati-hati dalam
sigmoidostomy. klien merawat klien.
mengatakan
akan berhati- O: -
hati dalam
merawat klien. A:
O: - Masalah resiko
infeksi tidak terjadi/
belum teratasi.
P:
Perhatikan instruksi
dokter dalam
perawatan klien.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan perioperatif pada By. Ny. M (4 bulan) dengan postero sagital ano
recto plasty (PSARP) atas indikasi atresia ani dengan fistel festibuler post sigmoidostomy
meliputi asuhan pre, intra, dan post operatif. Asuhan keperawatan tersebut dilakukan
secara komprehensif meliputi pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Diagnosa keperawatan pada pre operasi, umumnya adalah ansietas. Pada kasus ini,
ansietas yang muncul dialami oleh ibu klien. Penatalaksanaan yang diberikan adalah
dengan memberikan informasi terkait kecemasan ibu klien. Diagnosa keperawatan pada
intra operatif adalah hipotermi akibat paparan suhu lingkungan dimana klien juga masih
berusia 4 bulan. Penatalaksanaanya berfokus pada memodifikasi lingkungan untuk
menjaga kestabilan suhu tubuh klien.
Diagnosa keperawatan pada post operatif adalah ketidakefektifan jalan nafas akibat efek
general anestesi, ketidakefetifan termoregulasi akibat fluktuasi suhu lingkungan dan usia
klien, serta resiko infeksi akibat tindakan operasi yang dilakukan. penatalaksanaan yang
bisa dilakukan di recovery room terbatas pada mempertahankan keefektifan jalan nafas
klien, memodifikasi lingkungan, dan perawatan klien post operasi di ruangan.
B. SARAN
1. Profesi Keperawatan
Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki peran penting dalam dunia
kesehatan. Pelayanan keperawatan di rumah sakit yang berkualitas didapatkan dari
perawat-perawat yang berkualitas pula. Salah satu tugas perawat adalah memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif dan holistik untuk mencapai kesembuhan
maksimal klien.
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan dimana salah satunya
memberikan pelayanan keperawatan. Pelayanan tersebut tentunya didukung oleh tenaga
kesehatan yang bekerja di dalamnya. Diharapkan dapat mendukung dalam penerapan
asuhan keperawatan peri operatif yang bersifat komprehensif dan holistik. Kemudian
dapat dihimbau bagi seluruh tim operasi untuk mengikuti prosedur yang ada terkait
kamar operasi dan tindakan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Aden, R. 2010. Seputar Penyakit dan Gangguan Lain Pada Anak. Yogyakarta: Hanggar
Kreator.
Bedah UGM. Atresia Ani. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 melalui:
http://www.bedahugm.net.
Kedoktean UGM. 17 April 2012. Atresia Ani atau Anus Inperforatus atau Inperferatus.
Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 melalui: dokterugm.wordpress.com.
Kedoktean UGM. 25 April 2012. Anatomi Anorektum atau Anorektal. Diakses pada
tanggal 1 Oktober 2013 melalui: dokterugm.wordpress.com.
Potter PA, Perry AG. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik
Volume 1. Ed 4. Jakarta: EGC; 2005.
Ramdhoni Wahid, Odih. 3 Desember 2013. Evaluasi Postero Sagital Ano Recto Plasty.
Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 melalui: repository.unri.ac.id.
Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Jakarta: EGC.
0
Add a comment
4.
Nov
27
1. Identitas :
- Nama : An. P
- No RM : 474525
- Umur : 7 tahun
- Dx Medis : combustio
3. Intra Operasi
4. Post Operasi
Menjaga kepatenan jalan napas saat masih efek pasca pembiusan, menjaga terhindar dari
resiko jatuh
- Membersihan area yang akan di ambil sebagai donor skin graf, dengan sabun terlebih
dahulu, dan daerah yang akan di jadikan donor skin graf dengan jarak 15 cm dengan
alkohol, dilanjutkan betadine
- Memasang duk sekitar area yang luka dan area yang di jadikan donor
- Mengukur area yang combustio dan memberi tanda pada area yang akan diambil kulit
nya dengan lebar sama dengan area luka
- Operator mengatur posisi klien agar mudah dalam pengambilan kulit pada paha klien
- Operator mengambil lapisan kulit epidermis klien dengan alat khusus dan asisten
operator menerima kulit tersebut
- Intrumen membersihan kulit tersebut air nacl dan memberi rongga (drainase) dengan
mess
- Kulit yang sudah dibersihkan dan di beri rongga ditempelkan di daerah luka secara
merata (thin split)
- Ditutup dengan kasa basah nacl dan selanjutnya bagian atas dengan kering (graf ditutup
dengan kasa absorben)
- Pada jahitan-jahitan panjang di simpulkan diatas area graf (tehnik tie over) sisi nya dan
membuat fixsasi terhadap kasa tadi selanjutnya di tutup dengan elastis verban
- humby knife
- Gunting jaringan
- Gunting benang
- Klem Desinfeksi
- nedle holder
- kom, bengkok
- Doek klem
- Jarum hidrasi
- Jarum tumpul
- Kasa deppers
- Pean
- Klem arteri
- Benang
· Alkohol
IDENTITAS KLIEN
Umur : 52 Tahun
No RM : 456783
Alamat : sentolo
1. Riwayat Kesehatan
Dx Medis : Appendicitis
Kondisi pasien secara umum baik; penampilan fisik pasien bersih dan rapi,pasien hanya
terlihat tegang karena akan dilakukan tindakan operasi.
Pasien terlihat gelisah sehingga berusaha untuk menenangkan dirinya dengan berdoa,
tingkat kesadaran composmentis , pasien merasa takut karena belum tahu prosedur
operasi yang akan dilakukan,
4. Rentang gerak
5. Pernapasan
Pernapasan normal
RR: 21 x/menit , irama pernapasannya teratur, tidak ada suara napas tambahan atau
penggunaan otot bantu pernapasan.
6. Sirkulasi
Tidak ada alergi terhadap makanan, obat, atau pun lingkungan (suhu)
Bufikain 0,5% 15 mg
1. Analisa Data
Do :
2. Diagnosa Keperawatan
4. Catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
20 09.00 · Menggunakan S : Klien mengatakan masih agak edy
februari pendekatan yang takut.
2014 09.15 menenangkan
O:
· Menjelaskan prosedur
selama tindakan operasi - Wajah tampak masih agak
gelisah
· Mengidentifikasi tingkat
kecemasan - N : 80 x/menit
Tampak terlihat
pembedahan app
N : 90 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,5 ºC
2 Ds :- Resiko deficit volume Faktor resiko perdarahan
cairan aktif.
Do :
- Tampak terlihat
pembedahan app
- Membran mukosa :
kering
- Jumlah perdarahan :
±400 mL dikasa dan
suction
1. Analisa Data
2. Diagnosa Keperawatan
Ø Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan faktor resiko perdarahan aktif.
3. Intervensi Keperawatan
N : 90 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36,2 ºC
P : Lanjutkan intervensi :
N : 82 x/menit
RR : 19 x/menit
P : Lanjutkan intervensi :
BROMAGE SCORE
1. Analisa Data
- TD : 110/80 mmHg
- N : 80 x/menit
- RR : 21 x/menit
- S : 36,2 ºC
- Bromage Scorere : 2
Bromage
Grade Criteria
3 Unable to move feet as knees (tidak bisa menggerakkan sama sekali
pergelangan dan tungkai kaki)
2 Able to move feet only (hanya pergelangan kaki yang bisa digerakkan) √
1 Just able to move knees (hanya tungkai kaki yang bisa digerakkan)
0 Full flexion of knees and feet (bisa digerakkan pergelangan da tungkai kaik)
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
· Pindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
20 09.45 · Memobilisasi klien dari bed S : Klien mengatakan kepalanya Edy
februari tindakan ke bed mobilisasi pusing, badannya lemas dan
2014 10.00 masih kaku untuk digerakan
· Mengidentifikasi keamanan
klien dan kemampuan fisik O:
klien
Kesadaran CM
· Memasang side rail tempat
tidur Ekstremitas bawah baru bisa
digerakan sedikit
· Mengantarkan klien ke
ruang RR Klien baring ditempat tidur
dengan dipasang side rail
· Meletakan tempat tidur
kedaerah yang aman dan Klien tampak lemah
terhidar dari barang-barang
berbahaya TD : 120/80 mmHg
S : 36,2 ºC
P : Lanjutkan intervensi :
1. Persiapan:
a. Alat-alat disiapkan
2. Pelaksanaan Operasi
c. Alasi dengan duk steril, duk steril di klem agar tidak lepas ketika dilakukan tindakan
operasi
d. Sebelum penyayatan dimulai, Uji efek anestesi dengan pinset chirurgi, jika rasa nyeri
telah hilang, penyayatan siap dilakukan.
f. Kendalikan perdarahan dengan deep kassa dan jepit ujung pembuluh darah yang
terputus dengan clamp bengkok, kemudian bisa digunakan elektrik cauter untuk
koagulasi atau ikat ujung pembuluh darah dengan benang silk 2/0 atau plain 2/0.
g. Angkat, dan potong appendik, setelah itu jahit dengan plain 2/0, jika ada darah
dilakukan suction dan di deep.
i. Jahit cutis / kulit dengan teknik subkutikuler menggunakan benang plain 4/0 atau vicril
4/0 atau dengan premilene 4/0 cutting non atraumatik.
j. Setelah luka terjahit dengan rapi sampai ke kulit, maka bekas luka ditutup dengan
supratul dan kassalalu di fiksasi dengan hepafik.
Peralatan Operasi
a. meja instrumen
b. lampu operasi
c. monitor
d. mesin suction
e. O2
g. cairan anastesi
2. Persiapan tenun
a. Pinset Anatomis 1
b. Pinset Sirugis 2
c. Nald Voder 2
d. Gunting benang 1
e. Ginting jaringan 2
f. Gagang mes 1
g. Mes 1
i. Kocher kecil 6
l. Jarum otot 2
m. Jarum kulit 1
n. Kom betadine 1
o. O hak 2
p. Allis klem 1
s. Kanul suction 1
t. Ovarium klem 2
Labels: ibs
Add a comment
5.
6.
Nov
27
ibs catarak
IDENTITAS KLIEN
no RM : 473665
Alamat : SENTOLO
1. Pengkajian Kesehatan
Riwayat merokok : ya
d. Nadi : 80 x/menit
f. Respirasi : 20 x/menit
g. Suhu : 36,5 °C
a. Kekuatan otot : 5
5. Pernafasan
a. RR : 20x/menit
6. Sirkulasi
a. Nadi : 80 x/menit
7. Abdomen
8. Reaksi alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi pada obat, makanan, minuman, ataupun
lingkungan
Obat : -
DS :
- Pasien mengatakan cemas karena akan dioperasi walau sebelumnya sudah pernah
dioperasi akan tetapi tetap cemas jika akan dioperasi.
DO :
8. Iris forcep = 1
1. Kassa streril
2. Katun bad
3. Benang
4. IOL
5. Betadin
6. Cairan irigasi ringer laktat
3. Persiapan operasi : cukur bulu mata, aplikasi midriati dan efrisel 1 tetes
6. Kendali m, rectus superius, flap konjungtiva 160o atasi pendarahan takik korneosklera
140o
7. Kapsuletomi anterior tembus COA dengan braded an insisi korneosklera sesuai takik
8. Ektraksi nucleus lentis dan jahit korneosklera dengan stik 10/0 jam (10.11.12)
10. Jahit korneasklera rapat, irigasi dan aspirasi COS sampai bersih dan Rapikan alat.
Labels: ibs
Add a comment
7.
Nov
27
ibs bph
IDENTITAS KLIEN
Umur : 72 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
No RM : 576731
Diagnosa : BPH
1. Pengkajian Kesehatan
Dx Medis : BPH
Riwayat merokok : ya
Riwayat mengkonsumsi alcohol : tidak ada
b. Kesadaran : Composmentis
d. Nadi : 88 x/menit
f. Respirasi : 22 x/menit
g. Suhu : 36,5 °C
a. Kekuatan otot : 5
5. Pernafasan
a. RR : 22x/menit
6. Sirkulasi
a. Nadi : 88 x/menit
c. Palpasi : Teraba ada masa di bawah pusat, terasa sedikit nyeri saat ditekan, skala 5
serasa ditusuk,dan semakin nyeri bila pasien BAK nyeri dirasakan terus-menerus.
d. Perkusi : Timpani
8. Genitourinary
c. Lainnya : sudah selama satu minggu pasien saat BAK terasa nyeri, keluar hanya
sedikit-sedikit
9. Reaksi alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi pada obat, makanan, minuman, ataupun
lingkungan
Persiapan Operasi
1. Persiapan Perawat
Cek :
- APD : menggunakan
- Cek tindakan OP : ya
- Time out :
2. Prosedur anastesi
- meja instrumen
- lampu operasi
- monitor
- mesin suction
- O2
- cairan anastesi
- tromol depper 1
- korentang steril 1
- selang suction
- standart infus
- tempat sampah
b. Persiapan tenun
- Duk tanggung 2
c. Instrumen
- Kocher 2
- Pean bengkok 4
- Nidle holder 2
- Pinset anatomis 2
- Pinset chirurgis 2
- Gunting jaringan 1
- Gunting benang 1
- Tang depper 1
- Scapel mess 1
- ovarium klem 1
- arteri klem 4
- Hak langen 1
- Duk klem 6
- bisturi no 20 1
- Kasa deppers 10
- Bengkok 1
- Kom 2
- Spuit 10 cc 1
- Canul suction 1
- Tang disinfektan 1
4. Prosedur Operasi
b. Pasien dilakukan pembiusan Regional Anestesi dengan teknik spinal anestesi dengan
posisi membungkuk
e. Operator melakukan disinfeksi pada daerah yang dioperasi dengan kasa betadine dari
prosesus xipoidus sampai paha.
f. Mempersempit daerah operasi dengan mnemasang duck steril (lubang dan buntu)
g. Drepping/ pemasangan duk, duk besar atas bawah, duk kecil kanan kiri difiksasi
dengan duk klem. Pasang slang suction dan couter difiksasi dengan duk klem, kemudian
ditutup dengan duk lobang
h. Time Out
i. Insisi area op buka perlapis ( dari lapisan kulit, sub kutis, facia, otot sampai buli ), buli
ditest dengan aspirasi menggunakan spuit 10cc,tusuk balon kateter, lepas kateter
terpasang
j. Buli diinsisi sambil disuction air yang keluar dari buli, pasang hak prostat 3 (atas 2,
bawah 1). Insisi bledder neck hak dilepas, enuklease prostat, setelah prostat terangkat
smua sambil disuction siapkan jahitan cromic 1.0, sambil assist suction perdarahan yang
keluar, pasang hak, jahit bledder neck yang tadi diinsisi
k. Pasang three way cateter, spulling dari kateter sampai lancar, isi balon 30-50 cc.cuci
buli untuk mengevaluasi perdarahan, traksi three way cateter.
l. Tutup buli dengan jahitan cromic no1,klem atas bawah, setelah dijahit cek buli dengan
cara spulling dari Three way cateter untuk mengevaluasi perdarahan
m. Basahi buli yang sudah dijahit dengan kasa betadin, pasang drain fiksasi dengan side
2/0
n. Menutup luka op lapis demi lapis dengan urutan menutup luka otot dengan plain no 2.0
, setelah otot dijahit pasang drain, menutup luka fasia dg cromik 1.0 dari atas kebawah,
sub kutis dg plain no 2/0, kulit dengan side no 2/0
o. Tutup luka dengan kassa,fiksasi
r. Setelah selesai pasien dirapikan dan dipindahkan ke tempat tidur pasien dengan transfer
bed kemudian pakaian operasi pasien diganti dengan pakaian dari ruangan.
s. Alat-alat perlengkapan operasi dirapikan dan dikembalikan kpada tempat semula, alat-
alat instrument direndam dengan savlon dan dicuci kemudian dikeringkan.
c. Restrain : tidak
d. Posisi ground : -
e. Persiapan area operasi : ya. Daerah perut, dengan menggunakan Alkohol dan Betadine
Bromage score
Labels: ibs
Add a comment
8.
Nov
27
- Nama : Tn. B
- No RM : 462721
- Posisi anastesi : Duduk sedikit membungkuk (sela tulang vertebrata) yaitu kanalis
basalis region yaitu antara lumbal 2-3, menggunakan jarum spinal no 27 dan memasukan
obat anastesinya
4. Post Operasi
- Bromage score
Bromage score : 2
- Asiten operasi melakukan desinfeksi dengan sabun telebih dahulu didearah bagian kaki
bagian kanan mulai dari paha hingga lutut , sampai sela-sela jari kaki, dan sekitarnya, dan
dilanjutkan dengan alkohol 70%, selanjutnya betadine,
- Memasang duk steril disekitar tempat yang akan dipembedahan dan pada ujung kaki
sampai telapk kaki menggunakan duck yang membungkus menyerupai kaos kaki
sehingga tersisa pada bagian yg akan di operasi, selanjutnya memasang duck bolong , dan
menyisakan daerah yang akan dibedah untuk tetap terbuka
- Setelah sampai pada tulang otot yang masih menempel pada tulang disisihkan dengan
menggunakan rasparatorium
- Setelah baut lepas kemudian dilakukan penyisihan tulang dengan plate menggunakan
palu dan pahat.
- Setelah plate lepas dari tulang, dilakukan perataan pada permukaan tulang dengan
menggunakan knabel tang.
- Dilakukan dan penjahitan lapisan – lapisan kulit dari yang dalam hingga keluar mulai
otot ( safil 2/0), lemak ( safil 2-0 ), kulit ( monosyn 4/0 ), dan menutup luka dengan
sufratul, kassa, hipafik.
- Operasi selesai, melepaskan klien dari alat-alat yang terpasang dan membereskan alat-
alat yang digunakan dalam operasi kemudian Klien dipindahkan keruang recovery.
- Palu 1 - Pahat 1
- Knabel tang 2 - Obeng 2
- Kom 2 - Bengkok 1
- Suction 1 -Benang : otot ( safil 2/0), lemak ( safil 2/0 ), kulit ( monosyn 4/0 )
- Kassa 20 buah
- Betadine
- Alkohol 70%
- Mess ukuran 10
- Sufratulle
- Gentamicyn injeksi
- Plester
- Verban elastic 1
Identitas :
- Nama : Ny. J
- No RM : 573421
Intra Operasi
- Posisi anastesi : Duduk sedikit membungkuk (sela tulang vertebrata) yaitu kanalis
basalis region yaitu antara lumbal 2-3, menggunakan jarum spinal no 27 dan memasukan
obat anastesinya
7. Post Operasi
- Bromage score
Bromage score : 2
Prosedur singkat :
Persiapan perawat
4) Mengkorfimasi tim dari ruang perinatologi agar segera menyiapkan boks bayi.
1) Alat steril:
o) Kassa : secukupnya
· Korentang : 1 buah
· Linen operasi:
a) Meja operasi
b) Lampu operasi
c) Meja mayo
d) Meja besar
e) Boks bayi
f) Tempat plasenta
g) Mesin couter
k) Kursi
m) Gunting plester
n) Label
a) Handscoon : 4 buah
b) Alkohol 70 % : 100 cc
c) Betadine 10 % : 100 cc
e) Aqua : 25 cc
i) Spuit 3 cc : 1 buah
j) Spuit 10 cc : 1 buah
k) Jelly : 10 cc
r) Underpad : 1 buah
s) Pampers : 1 buah
t) IUD : 1buah
Persiapan pasien
6) Klien diposiskan supinasi dan dipasangkan netral elctrosurgery pada punggung klien.
a. Prosedur operasi
2) Scrub nurse menyusun instrumen yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan di atas
meja mayo serta menyiapkan alat (kom betadine, klem preparasi, dan kassa) untuk
keperluan skin preparation.
3) Klien yang telah diposisikan dalam posisi supinasi dilakukan skin preparation pada
daerah abdomen.
4) Operator dan asisten melakukan drapping, mulai dari bagian kaki klien, atas, sisi
kanan dan kiri klien, dan terakhir penggunaan duk berlubang.
5) Scrub nurse menyiapkan couter kemudian dipasangkan ke area operasi bersama
dengan selang suction.
6) Scrub nurse mendekatkan meja mayo dan meja linen ke meja operasi.
9) Sebelum insisi dilakukan, seluruh tim operasi (operator, asisten, scrub nurse, circular
nurse, dokter anestesi, perawat anestesi, bidan, dan dokter anak) melakukan prosedur
time out yang dipimpin oleh circular nurse.
10) Operator memastikan operasi akan dimulai pada pukul 11.30 WIB.
11) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis dan scaple mess kepada operator untuk
melakukan insisi.
12) Scrub nurse memberikan klem dan kassa kepada asisten 1 untuk membantu operator.
14) Scrub nurse memberikan klem dan gunting jaringan kepada opertor untuk
memperdalam insisi hingga peritonium.
15) Scrub nurse memberikan pinset anatomis dan scaple mess kepada operator untuk
melakukan insisi uterus.
16) Operator melakukan evakuasi bayi dengan menarik kepala janin dibantu dorongan
pada abdomen klien dari asisten.
17) Scrub nurse melakukan suctioning untuk membantu evakuasi bayi dan mencegah
aspirasi air ketuban oleh bayi.
18) Bayi berhasil dikeluarkan kemudian scrub nurse memberikan klem lurus untuk
memegang tali pusar janin.
19) Scrub nurse memberikan gunting jaringan kepada operator untuk melakukan
pemotongan tali pusat.
21) Scrub nurse memberikan spuit berisi metergin untuk memacu kontraksi uterus dalam
persalinan plasenta
22) Operator memutar tali pusar searah jarum jam dalam kelahiran plasenta.
23) Plasenta dilahirkan secara urtuh 5 menit kemudian, scrub nurse dibantu circular
nurse menempatkan plasenta pada tempatnya dan diberikan label.
24) Scrub nurse memberikan stiil deeper kepada operator dan asisten untuk
membersihkanuterus dari sisa plasenta.
25) Scrub nurse memberikan duk bersih untuk menutup duk lama.
26) Scrub nursememberikan klem ovarium kepada operator dan asisten beserta stiil
deeper kering dan stiil deeper betadine.
27) Tim perinatologi memfasilitasi bayi dan klien dalam inisiasi menyusu dini (IMD).
30) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang chromic 2 kepada
operator untuk menjahit uterus.
31) Scrub nurse memberikan still deeper dan klem kepada asisten1 dan gunting benang
pada asisten 2.
32) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang plain 0 kepada
operator untuk menjahit peritonium.
33) Scrub nurse memberikan still deeper betadine kemudian still deeper kering asisten 1.
34) Scrub nurse melakukan sigh out sebelumperitoneum pariental di lakukan penjahitan.
35) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang chromic 0
kepada operator untuk menjahit peritoneum pariental.
36) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryil 1 kepada
operator untuk menjahit otot, facia dan sub cutis.
38) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang monosyl 3/0
kepada operator untuk menjahit kulit dengan jahitan subcuticular.
39) Asisten membersihkan area operasi dengan kassa yang telah dibasahi NaCl kemudian
dikeringkan.
40) Luka ditutup menggunakan steri strip kemudian kassa kering dan hepavix yang
dibantu oleh circular nurse.
41) Scrub nurse dan circular nurse memsangkan pampers kepada klien.
42) Scrub nurse melakukan dekontaminasi instrument dalam bak berisi saflon 2%.
43) Circular nurse memberikan label dan membereskan alat-alat yang telah digunakan
kemudian diberikan pelabelan dan dikirimakan ke CSSD.
Labels: ibs
Add a comment
9.
10.
Nov
27
A. Identitas
Umur : 47 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
B. Pengkajian
1) Riwayat Kesehatan
Dx Medis : Hemoroid
Klien dalam keadaan sadar (Composmentis) dan keadaan umum baik. Klien tampak
bersih, klien sudah memakai baju operasi dan topi operasi, serta memakai gelang
identitas klien, sudah terpasang infus pada tangan kanan klien, klien tidak memakai gigi
palsu. Klien mengeluhkan nyeri pada duburnya, sudah lama sejak 1 tahun yang lalu
sampai sekarang, terutama pada saat buang air besar, sekarang nyeri tidak hanya pada
saat buang air besar, tetapi duduk, berjalan atau terkena gesekan dan tekanan terasa nyeri.
Tn. JS mengatakan takut dan cemas karena sebelumnya belum pernah dioperasi baru kali
ini akan di operasi.
4) Rentang Gerak
Rentang gerak klien tidak terbatas (normal), klien masih mampu untuk jalan sendiri,
karena nyeri kadang-kadang jika duduk terlalu lama, berjalan atau terkena gesekan dan
tekanan.
Kekuatan otot :
5) Pernapasan
RR : 20 x / menit
Pada torak saat inspeksi tidak terdapat jejas, hematom, perkembangan dada simetris,
tidak alat bantu nafas dan otot bantu nafas.
6) Sirkulasi
Capillary repil : < 2 detik, TD: 120/80mmHg. N: 88x/mnt, Tidak ada sianosis.
ð Alat tidak steril : Hepavik, 1 set bed tindakan operasi, troli alat, tempat sampah medis,
tiang infus, bantal.
ð Alat steril :
1. Pinset Anatomis = 2
2. Duk klem = 4
3. Gunting Jaringan, = 1
4. Gunting benang, = 1
5. Needle holder, = 2
7. Bengkok, = 1
8. Kom, = 2
9. Klem reparasi, = 1
10.Jarum, 1 kotak
11.Duk, = 2
12.Klem Pean, = 4
13.Duk kaki, = 2
1. Betadin,
2. Kassa,
3. NaCl 0,9%,
5. Saleb antibiotik
6. Jeli
7. Alkohol
9. Urine bag
a. Prosedur operasi
ü Klien dilakukan pembiusan spinal anastesi menggunakan obat Decain Spinal 0,5%
Heavy, spuit 5cc dan jarum spinal, klien diposisi fowler dengan bagian kepala dan leher
menunduk. Anastesi spinal dilakukan dilumbal ke 4.
ü Anestesi sudah bekerja klien kembali ke posisi supinasi, dan dilakukan posisi litotomi,
kaki diletakan pada tempat kaki yang dipasang pada bed operasi dan di lakukan resrain
pada kaki.
ü Pemasangan duk pada klien dan membiarkan terbuka bagian yang akan dioperasi
ü Memasukan kassa (tampon) yang telah diberi betadin dan jeli. Diikat menggunakan
benang kedalam anus
ü Melakukan penjepitan bagian hemoroid menggunakan klem pean, dan dilakukan insisi
pada daerah anus yang mengalami hemoroid menggunakan scapul mes/ mes dan
ganggangnya, dan gunting jaringan serta pinset
ü Insisi dilakukan sampai jaringan hemoroid tidak tampak dan rapi dengan tidak
memotong spinter
ü Jahit luka operasi dengan benang cromic akromatik 2.0 dan jarum jenis taper ½
lingkaran
b. Data-data :
ð IV line
Jenis cairan : RL
a. Bromage score
Labels: ibs
Add a comment
11.
Nov
27
ASUHAN KEPERAWATAN
PERIOPERATIF
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
IDENTITAS KLIEN
Umur : 74 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
No RM : 475473
Diagnosa : BPH
A. FASE PRE OPERASI
1. Pengkajian Kesehatan
Dx Medis : BPH
Riwayat merokok : ya
Keadaan umum : Baik, wajah tidak pucat, konjungtiva tidak anemis, Kesadaran :
Composmentis, Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi :88 x/menit Warna kulit : Sawo
matang, Respirasi : 26 x/menit
a. Kekuatan otot : 5
5. Pernafasan
a. RR : 26 x/menit
a. Nadi : 88 x/menit
7. Reaksi alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi pada obat, makanan, minuman, ataupun
lingkungan
Persiapan Operasi
S :Klien mengatakan takut dengan tindakan operasi BPH yang akan dilakukan, klien
mengatakan bahwa ini pengalaman pertamanya operasi
1. Analisa Data
Do :
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
12/03/2014 08.44 · Menggunakan 09.20 edy
pendekatan yang
09.15 menenangkan S : Klien mengatakan masih agak
takut.
· Menjelaskan prosedur
selama tindakan operasi O:
Cek :
- APD : menggunakan
- Cek tindakan OP : ya
- Time out :
Tim Operasi
b. Anestesi : dr.eko
e. Instrumen : Susilo
f. On loop : nana
g. Recovery : Irawan
1. Prosedur anastesi
- meja instrumen
- lampu operasi
- monitor
- mesin suction
- O2
- cairan anastesi
- tromol depper 1
- korentang steril 1
- selang suction
- standart infus
- tempat sampah
b. Persiapan tenun
- Duk tanggung 2
c. Instrumen
- Kocher 2
- Pean bengkok 4
- Nidle holder 2
- Pinset anatomis 2
- Pinset chirurgis 2
- Gunting jaringan 1
- Gunting benang 1
- Tang depper 1
- Scapel mess 1
- ovarium klem 1
- arteri klem 4
- Hak langen 1
- Duk klem 6
- bisturi no 20 1
- Kasa deppers 10
- Bengkok 1
- Kom 2
- Spuit 10 cc 1
- Selang three way kateter 1
- Canul suction 1
- Tang disinfektan 1
- benang jahit : -cat gut plain no 2, cat gut chromic no 2 dan chromic 0, seide 2/0
3. Prosedur Operasi
b. Pasien dilakukan pembiusan Regional Anestesi dengan teknik spinal anestesi dengan
posisi membungkuk
e. Operator melakukan disinfeksi pada daerah yang dioperasi dengan kasa betadine dari
prosesus xipoidus sampai paha.
f. Mempersempit daerah operasi dengan memasang duck steril (lubang dan buntu)
g. Drapping/ pemasangan duk, duk besar atas bawah, duk kecil kanan kiri difiksasi
dengan duk klem. Pasang slang suction dan couter difiksasi dengan duk klem, kemudian
ditutup dengan duk lobang
h. Time Out
i. Insisi area op buka perlapis ( dari lapisan kulit, sub kutis, facia, otot sampai buli ), buli
ditest dengan aspirasi menggunakan spuit 10cc,tusuk balon kateter, lepas kateter
terpasang
j. Buli diinsisi sambil disuction air yang keluar dari buli, pasang hak prostat 3 (atas 2,
bawah 1). Insisi bledder neck hak dilepas, enuklease prostat, setelah prostat terangkat
smua sambil disuction siapkan jahitan cromic 1.0, sambil assist suction perdarahan yang
keluar, pasang hak, jahit bledder neck yang tadi diinsisi
k. Pasang three way cateter, spulling dari kateter sampai lancar, isi balon 30-50 cc. cuci
buli untuk mengevaluasi perdarahan, traksi three way cateter.
l. Tutup buli dengan jahitan cromic no1,klem atas bawah, setelah dijahit cek buli dengan
cara spulling dari Three way cateter untuk mengevaluasi perdarahan
m. Basahi buli yang sudah dijahit dengan kasa betadin, pasang drain fiksasi dengan side
2/0
n. Menutup luka op lapis demi lapis dengan urutan menutup luka otot dengan plain no 2.0
, setelah otot dijahit pasang drain, menutup luka fasia dg cromik 1.0 dari atas kebawah,
sub kutis dg plain no 2/0, kulit dengan side no 2/0
r. Setelah selesai pasien dirapikan dan dipindahkan ke tempat tidur pasien dengan transfer
bed kemudian pakaian operasi pasien diganti dengan pakaian dari ruangan.
s. Alat-alat perlengkapan operasi dirapikan dan dikembalikan kpada tempat semula, alat-
alat instrument direndam dengan savlon dan dicuci kemudian dikeringkan.
c. Restrain : tidak
d. Posisi ground : -
e. Persiapan area operasi : ya. Daerah perut, dengan menggunakan Alkohol dan Betadine
f. Monitor TTV :
ANALISA DATA
KEMUNGKINAN
NO DATA MASALAH
PENYEBAB
1. DS : -- Resiko defisit Perdarahan aktif
volume cairan (berlangsungnya
DO : proses pembedahan)
N : 86 x/menit
RR : 22 x/menit
3 Ds :-- Resiko cedera faktor resiko:
Gangguan persepsi
Do: sensori karena
anestesi
penggunaan jarum, benang, kasa,
intrument dalam prosedur operasi BPH
Diagnosa :
3. Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi
INTERVENSI KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
12/03/14 09.22 1. Memonitor vital sign 12/03/14 10.15 edy
P:
1. Lanjutkan intervensi
2. Pantau perdarahan
09.22 1. Mempertahankan 10.15 edy
lingkungan aseptik
09.55 selama proses S:-
pembedahan.
O:
2. Memonitor tanda dan
gejala infeksi - Tampak terlihat pembedahan
BPH
3. Menginspeksi kondisi
luka / insisi bedah - Terdapat luka sayatan ± 6 cm
N : 86 x/menit
RR : 24 x/menit
SPO2 : 99%
A : Masalah keperawatan
teratasi penuh : klien tidak
terdapat tanda-tanda infeksi.
P : Lanjutkan intervensi :
A : Masalah keperawatan
teratasi penuh : klien terbebas
dari resiko cedera
P : Lanjutkan intervensi :
4. Tanda-tanda vital
6. Balance cairan
Aldredte Score
0 : sianosis
Aktivitas 2 : kemampuan untuk menggerakkan semua ekstremitas
Bromage score
Hmt 39,8 %
Leukosit 9,36x 10 3/ ul
Gol darah B
1. Analisa Data
- TD : 124/80 mmHg
- N : 86 x/menit
- RR : 22 x/menit
- Bromage Score : 2
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
12/03/2014 10.16 · Memobilisasi klien dari bed 10.36 Edy
tindakan ke bed mobilisasi
10.36 S : Klien mengatakan
· Mengidentifikasi keamanan kepalanya pusing, badannya
klien dan kemampuan fisik lemas dan masih kaku untuk
klien digerakan
N : 88 x/menit
RR : 21 x/menit
P : Lanjutkan intervensi :
ASUHAN KEPERAWATAN
peminatan
Disusun oleh:
EDY PRATOMO
3213012
YOGYAKARTA
2014
LEMBAR PENGESAHAN
IDENTITAS KLIEN
Umur : 25 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
No RM : 475473
Diagnosa :
Pengkajian Kesehatan
Keadaan umum : Baik, wajah tidak pucat, konjungtiva tidak anemis, Kesadaran :
Composmentis, Tekanan darah : 100/70 mmHg, Nadi :83 x/menit Warna kulit : Sawo
matang, Respirasi : 25 x/menit
5
5
Kekuatan otot : 5
5
5
Pernafasan
RR : 25 x/menit
Sirkulasi
Nadi : 83 x/menit
Reaksi alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi pada obat, makanan, minuman, ataupun
lingkungan
Persiapan Operasi
Masalah yg ditemukan
S : Klien mengatakan takut dengan tindakan operasi usus buntu yang akan dilakukan
1. Analisa Data
No. DATA PROBLEM ETIOLOGI
1 Ds : Ansietas Stres pre operasi
Do :
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
3/04/2014 09.23 · Menggunakan 09.30 edy
pendekatan yang
09.30 menenangkan S : Klien mengatakan masih agak
takut.
· Menjelaskan prosedur
selama tindakan operasi O:
7. Persiapan Perawat
Cek :
- APD : menggunakan
- Cek tindakan OP : ya
- Time out :
Tim Operasi
i. Anestesi : dr.susilo
l. Instrumen : edy
m. On loop : ary
n. Recovery : Irawan
5. Prosedur anastesi
- Teknik : Spinal Anestesi diantara lumbal 3 dan 4, iv vena dan mesin anastesi
- meja instrumen
- lampu operasi
- monitor
- mesin suction
- O2
- cairan anastesi
- tromol depper 1
- korentang steril 1
- selang suction
- standart infus
- tempat sampah
b. Persiapan tenun
c. Instrumen
- Kocher 2
- Pean bengkok 8
- Nidle holder 2
- Pinset anatomis 2
- Pinset chirurgis 2
- Gunting jaringan 1
- Gunting benang 1
- bab cock 1
- couter. 1
- Alis 1
- Tang depper 1
- Scapel mess 1
- Klem dsenfektan 1
- arteri lurus 2
- langen back 2
- O hack 2
- Duk klem 6
- bisturi no 20 1
- Kasa deppers 10
- Bengkok 1
- Kom 2
- Canul suction 1
- benang jahit : -cat gut plain no 2/0, cat gut chromic no 2/0, seide 2/0
7. Prosedur Operasi
b. Pasien pertama dilakukan pembiusan Regional Anestesi dengan teknik spinal anestesi
dengan posisi membungkuk, selanjutnya ditambahkan recofol 10 mg, midazolam 5 mg
e. Intrument dan asisten bedah melakukan disinfeksi pada daerah yang dioperasi dengan
kasa alkohol dan betadine dari prosesus xipoidus sampai paha.
f. Mempersempit daerah operasi dengan memasang duck steril (lubang dan buntu)
g. Drapping/ pemasangan duk, duk besar atas bawah, duk kecil kanan kiri difiksasi
dengan duk klem. Pasang slang suction dan couter difiksasi dengan duk klem, kemudian
ditutup dengan duk lobang
h. Time Out
i. Insisi area op buka perlapis ( dari lapisan kulit, sub kutis, facia, otot sampai peritonium,
j. Setelah terbuka Berikan bab cock untuk untuk menjepit appendik kemudian pisahkan
dari meso appendik dengan couter.
k. Berikan crushing klem untuk menjepit pangkal appendik kemudian berikan benang
non absorbable 2/0 untuk mengikat pangkal appendik 2 x.
l. Berikan crusing klem lagi untuk menjepit diatas ikatan dan berikan pisau bedah no 20
yang telah dibasahi dengan desinfektan untuk memotong appendik
m. Berikan pinset panjang untuk mengkoter ujung potongan appendik dan untuk merawat
perdarahan
p. Setelah selesai pasien dirapikan dan dipindahkan ke tempat tidur pasien dengan
transfer bed kemudian pakaian operasi pasien diganti dengan pakaian dari ruangan.
c. Restrain : tidak
d. Posisi ground : -
e. Persiapan area operasi : ya. Daerah perut, dengan menggunakan Alkohol dan Betadine
f. Monitor TTV :
ANALISA DATA
KEMUNGKINAN
NO DATA MASALAH
PENYEBAB
1 Ds :- Resiko infeksi Tindakan invasive :
operasi app.
Do :
Luka terbuka
N : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
TD : 110 / 69 mmhg
T : 36,9 0C
2 Ds :-- Resiko cedera faktor resiko:
Gangguan persepsi
Do: sensori karena
anestesi
penggunaan jarum, benang, kasa,
intrument dalam prosedur operasi app
Diagnosa :
2. Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi
INTERVENSI KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
09.30 1. Mempertahankan 10.30 edy
lingkungan aseptik
10.30 selama proses S:-
pembedahan.
O:
2. Memonitor tanda dan
gejala infeksi - Tampak terlihat pembedahan
app
3. Menginspeksi kondisi
luka / insisi bedah - Terdapat luka sayatan ± 5 cm
N : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
SPO2 : 99%
A : Masalah keperawatan
teratasi penuh : klien tidak
terdapat tanda-tanda infeksi.
P : Lanjutkan intervensi :
- Jarum lengkap
A : Masalah keperawatan
teratasi penuh : klien terbebas
dari resiko cedera
P : Lanjutkan intervensi :
1. Tanda-tanda vital
3. Balance cairan
Aldredte Score
0 : sianosis
Aktivitas 2 : kemampuan untuk menggerakkan semua ekstremitas 1
Nilai 8
Bromage score
DATA PENUNJANG
Hmt 42,5 %
Leukosit 6,18 x 10 3/ ul
Gol darah A
GDS 99 mg/dl
4. Analisa Data
- TD : 113/70 mmHg
- N : 85 x/menit
- RR : 22 x/menit
- Bromage Score : 2
- Alderate scrore : 7
5. Diagnosa Keperawatan
Ø Resiko jatuh berhubungan dengan faktor resiko pengobatan (anastesi).
6. Intervensi Keperawatan
· Pindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
7. catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
03/04/2014 10.30 · Memobilisasi klien dari bed 10.40 Edy
tindakan ke bed mobilisasi
10.40 S : Klien mengatakan
· Mengidentifikasi keamanan kepalanya pusing, badannya
klien dan kemampuan fisik lemas dan masih kaku untuk
klien digerakan
RR : 22 x/menit
P : Lanjutkan intervensi :
Labels: ibs
Add a comment
Nov
25
KECAMATAN NANGGULAN
KULON PROGO
YOGYAKARTA
2013
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul ii
Abstrak iii
Daftar isi iv
BAB I PENDAHULUAN 1
0. LATAR BELAKANG 1
1. TUJUAN 7
2. STRATEGI 8
3. WAKTU PELAKSANAAN 9
BAB IV PEMBAHASAN 44
11. KEKUATAN 44
12. KELEMAHAN 45
13. KESEMPATAN 45
14. ANCAMAN 45
15. KESIMPULAN 47
16. SARAN 48
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Komunitas atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan dan aktif dalam
seluruh proses perubahan, sejak pengenalan masalah kesehatan sampai peNanggulangan
masalah, yang melibatkan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai target
pelayanan keperawatan komunitas dengan fokus masyarakat berupa peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit, hendaknya perlu dilibatkan secara lebih aktif dalam
seluruh akitfitas kegiatan komunitas.
Dalam upaya mengaplikasikan teori ilmu keperawatan komunitas yang telah dibekalkan
kepada mahasiswadi bangku kuliah, serta sebagai salah satu upaya menyiapakan tenaga
keperawatan yang profesional dan potensi keperawatan secara mandiri, maka mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta melaksanakan praktek keperawatan komunitas Kuliah Kerja Kesehatan
Masyarakat (K3M) di Dusun Sambiroto. Pada kegiatan praktek keperawatan komunitas
digunakan 3 pendekatan, yaitu pendekatan keluarga, pendekatan kelompok dan
pendekatan kepada masyarakat.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
a. Puskesmas
2) Sebagai acuan dalam meningkatkan peran serta masyarakat untuk perbaikan mutu
kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat serta mencegah penyakit di wilayah Dusun
Sambiroto.
c. Mahasiswa
1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan komunitas
C. STRATEGI
1. Penjajakan umum
a. Perkenalan awal kepada pihak Puskesmas, RT, Kader Kesehatan dan tokoh masyarakat
Dusun Sambiroto. Kegiatan ini dilakukan melalui Musyawarah Mayarakat Desa I (MMD
I)
b. Pendekatan dan penjelasan program kepada pihak Puskesmas, RT, kader kesehatan dan
tokoh masyarakat Dusun Sambiroto. Kegiatan ini dilakukan melalui Musyawarah
Masyarakat Desa II (MMD II)
c. Orientasi wilayah
d. Evaluasi hasil program kepada pihak Puskesmas, RT, kader kesehatan dan tokoh
masyarakat Dusun Sambiroto. Kegiatan ini dilakukan melalui Musyawarah Masyarakat
Desa III (MMD III)
2. Pengumpulan data
b. Wawancara dengan kepala Dukuh, kader kesehatan dan tokoh masyrakat Dusun
Sambiroto
c. Survei lingkungan
4. Perencanaan MMD II
5. Pelaksanaan
D. WAKTU PELAKSANAAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PARADIGMA SEHAT
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan
yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor
yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan
dan perlindungan kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit atau pemulihan
kesehatan. Secara makro, paradigma sehat berarti bahwa pembangunan semua sektor
harus memperhatikan dampaknya di bidang kesehatan, paling tidak harus memberikan
kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Secara mikro,
paradigma sehat berarti bahwa pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya
promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan kualitas Sumber Daya Manusia, di samping juga merupakan karunia Tuhan
yang perlu disyukuri. Oleh karena itu, kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan
kualitasnya serta dilindungi dari ancaman yang merugikannya.
Upaya-upaya dalam bidang lingkungan dan perilaku tersebut pada waktu yang lalu belum
dilaksanakan optimal. Padahal meskipun upaya kesehatan sudah dilakukan maksimal,
tetapi apabila lingkungan dan perilaku belum berkembang baik, tidak akan menjamin
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena, itu pada waktu yang akan datang
pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif tidak menunggu orang sakit, melainkan aktif
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat, dalam rangka
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia produktivitas masyarakat.
Pernyataan dari Asosiasi Perawat Amerika definisi dari praktek keperawatan kesehatan
Komunitas adalah merupakan bagian dari keperawatan kesehatan masyarakat serta juga
menjelaskan hubungan antara dua disiplin ini. Keperawatan kesehatan Komunitas adalah
sintesis dari praktek keperawatan dan praktek kesehatan masyarakat yang diaplikasikan
untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan populasi serta mempelajari, memecahkan
masalah dan melakukan tindakan ataupun asuhan keperawatan profesional pada
sekelompok individu maupun keluarga secara berkesinambungan.
Sifat praktek ini umum dan komprehensif dan tidak terbatas pada umur atau kelompok
diagnostik tertentu serta berkelanjutan dan tidak terputus-putus. Tanggung jawab yang
dominan adalah terhadap masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, perawatan
diarahkan ke individu, keluarga, atau kelompok yang mengarah ke kesehatan keseluruh
populasi. Pendekatan holistic akan menggunakan peningkatan kesehatan, pencegahan
kesehatan, pendidikan kesehatan, koordinasi dan kontinyuitas perawatan. Tindakan
keperawatan membutuhkan pemahaman dan perencanaan kesehatan, pengenalan
pengaruh social dan masalah ekologis, pemberian perhatian pada populasi, dan
penggunaan kekuatan dinamis yang dapat memunculkan perubahan.
Sedangkan definisi dari Asosiasi Kesehatan Masyarakat bagian yang juga merupakan
bagian dari Keperawatan adalah dimana kebutuhan keperawatan kesehatan dan kesehatan
itu sendiri diperiksa oleh perawat profesional atau bersama dengan disiplin ilmu lain.
Bidang keperawatan kesehatan masyarakat adalah keperawatan professional yang
diarahkan keseluruh Komunitas atau populasi dimana prakteknya mencakup identifikasi
subgroup dan keluarga serta individu didalamnya. Penekanan praktek ini adalah pada
perencanaan perawatan komunitas secara menyeluruh dan bukanlah secara individu.
Tujuan praktek ini adalah untuk meningkatkan kesehatan Komunitas melalui intervensi
perawat. Tujuan itu dicapai bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin Komunitas,
kelompok yang memiliki hubungan denga kesehatan, kelompok yang berada dalam
bahaya, keluarga dan individu, serta dengan terlibat dalam tindakan sosial yang relevan.
Satu komponen yang membedakan praktek kesehatan masyarakat dengan praktek lainnya
adalah pemeran analisis Komunitas.
1. Komunitas
Untuk memahami pengertian Komunitas sebagai klien, kita terlebih dahulu harus
mendefinisikan arti “Komunitas”. Terdapat berbagai macam pengertian pada istilah
Komunitas sebagaimana juga pada individu dan keluarga. Definisi global yang tepat,
akurat, dan komprehensif sulit untuk dibentuk. Meskipun demikian terdapat beberapa
kunci elemen yang dapat membedakan dan mengidentifikasi Komunitas sebagai united
(kesatuan) yang terpisah dengan lingkungan sekitar.
Diskusi elemen berikut ini berdasarkan pada daftar komponennya Connor. Seluruh
komunitas termasuk berbagai macam individu dapat dipahami sebagai kelompok
(dengan ukuran apapun) atau kelompok sosial (yang mengidentifikasikan beberapa tipe
interaksi). Dalam hubungannya dengan aspek kemanusiaan di Komunitas, dapat dengan
mudah dimengerti bahwa seluruh Komunitas terdiri dari manusia. Secara harfiah
Manusia sebagai anggota masyarakat saling berinteraksi baik secara formal atau tidak
dalam beberapa tipe struktur dalam organisasional. Orang yang tinggal dihotel residen
tertentu dan bekerja yang memanen tanaman merupakan contoh dari komunitas dengan
batasan struktural yang terdefinisi dengan jelas dan terbuka.
Agregat populasi seperti anak-anak remaja, atau kelompok manapun yang memiliki
karakteristik sama kadang dapat digunakan sebagai alternative lain guna tujuan
pengevaluasian. Agregat populasi juga dapat digunakan untuk menandai wilayah tertentu
akan kebutuhan kesehatan.Jika agregat populasi tidak berfungsi sebagai kesatuan dengan
identitas kelompok dan mode interaksi,maka impementasi rencana untuk memperbaiki
kesehatan akan lebih mencakup kerja secara terpisah pada setiap individu dalam
agregat,dari pada keseluruhan kelompok.
Karakteristik sama lainnya pada identitas kelompok adalah hukum, pekerjaan, atau
wilayah tempat tinggal. Oleh karena itu, sebagai seorang perawat profesional perlu
mengembangkan pendekatan dari berbagai aspek dan berbagai perbedaan yang
membentuk suatu komuinitas untuk dapat memberikan proses asuhan keperawatan yang
komprehensif. Pekerjaan sebagai perawat komunitas juga memiliki identifikasi dan
karakteristik yang dapat menyatukan orang-orang kedalam komunitas yang terdiri atas
berbagai perbedaan.
Saat wilayah tempat tinggal digunakan sebagai karakteristik komunitas, istilah “tetangga”
sering dapat ditukar dengan istilah komunitas. Dalam praktek keperawatan komunitas
Tetangga biasanya digunakan untuk mengarahkan ke komunitas kecil dan komunitas
yang lebih besar. Tetangga merupakan kelompok orang yang bertempat tinggal dalam
area tertentu dalam lingkungan tertentu. Tetangga dapat dianggap komunitas jika mereka
merupakan kelompok sosial, memiliki perspektif kelompok, dan berfungsi sebagai
komunitas, dan merupakan sub divisi dari keperawatan komunitas itu sendiri.
Konsep “unit layanan” atau “unit perawatan” mengarah kepoint pusat praktek perawat
dan memunculkan definisi klien yang dirawat. Fokus yang ada ini mungkin bersifat
individu seperti dalam perawatan klinik atau pengobatan klinik atau kelompok ataupun
komunitas yang terdefinisi secara spesifik, seperti dalam perawatan kesehatan masyarakat
dan praktek kesehatan masyarakat. Setiap unit layanan (pasien/klien) dipandang sebagai
satu kesatuan individu yang berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternalnya.
Untuk memenuhi tujuan tersebut perawat hendaknya dapat memposisikan dirinya sebagai
penghubung antara klien dengan sistem perawatan kesehatan yang membantu klien untuk
menggunakan sumber dayanya dan menawarkan layanan untuk meningkatkan
penggunaan sumber daya tersebut. Proses ini akan mengarah pada identifikasi,
pemahaman, dan dukungan terhadap peningkatan kesehatan serta perawatan oleh perawat
dan sistem perawatan kesehatan.
Dengan menggunakan pendekatan holistik yang terpusat pada klien dengan fokus
pengoptimallan kesehatan, perawat memiliki perspektif yang lebih bagus. Perspektif ini
penting dalam penting dalam perencanaan pengoptimalan kesehatan pada seluruh level
dari local keinternasional. Oleh karena itu, dalam proses pencapaian kebutuhan kesehatan
dan perencanaan perawatan kesehatan, perawat harus terlihat juga dengan profesi dan
konsumen kesehatan lainnya.
Pada tahun 1958, standar akreditasi Persatuan Perawat Nasional Amerika yang telah
terevisi memutuskan bahwa persatuan tersebut tidak lagi mengakreditasi program
pendidikan yang memberikan spesialisasi pada level Bachelor. Pada waktu itu, bidang
kesehatan komunitas dan pendidikan keperawatan terdapat pada program post-basic pada
level Bachelor. Setelah lima tahun, hanya program Bachelor yang mencakup keperawatan
kesehatan masyarakat saja yang terakreditasi. Hal ini memberikan tanggung jawab
kepada pendidikan keperawatan Bachelor untuk mempersiapkan keperawatan kesehatan
komunitas. Oleh karena itu, pendidikan keperawatan Bachelor memiliki tanggung jawab
untuk mempersiapkan lulusan yang dapat : 1) Betugas pada setting yang terstruktur dan
yang tidak, 2) Bertugas pada posisi level staf dalam agensi komunitas, 3)
Mengidentifikasikan masalah kelompok atau populasi klien.
BAB III
APLIKASI ASUHAN
PENGKAJIAN KOMUNITAS
a. Lingkungan fisik
e. Komunikasi
f. Pendidikan
g. Rekreasi
A. ANALISIS
1. Kategori data
WINSHIELD SURVEY
Kelompok : II
Detail Temuan
Tipe perkampungan/pedesaan v Dusun Sambiroto berada dalam tahap perkembangan
§ Perumahan § 53% lingkungan perumahan yang tidak terawat dan tida
§ Semi usaha § 64% keadaan toilet yang tidak pernah di kuras dengan t
§ Lingkungan usaha/bisnis § 49% masih ada warga yang membuang sampah di sunga
§ 37% jarak septitank dengan sumur kurang dari 10 meter
v Tempat bisnis di Dusun Sambiroto, yaitu terdapat 4 war
v Usaha yang ada di Dusun Sambiroto antara lain, usaha a
Lingkungan tempat tinggal v Jarak rumah antara warga satu dengan warga yang lain
§ Rumah tunggal (terpisah antara rumah satu v Tidak ada apartemen di Dusun Sambiroto
dengan lainnya)
§ Apartemen
Umur Area Perumahan v Tidak ada bangunan baru yang lagi dikerjakan warga, k
§ Bangunan baru v Tidak ada bangun lama yang terpelihara
§ Bangunan lama tetapi terpelihara bagus v Tidak ada bangunan yang rusak akibat bencana alam ata
§ Bangunan banyak yang rusak
Karakteristik social-kultural § Dusun Sambiroto, RT 42-49
§ Variasi umur penduduk 1. Balita : 16 orang (5,23%)
§ Ras dan etnik grup 2. Usia sekolah : 24 orang (7,84%)
§ Siswa sekolah 3. Remaja : 20 orang (6,53%)
§ Pekerjaan 4. Dewasa Muda : 27 orang (8,82%)
5. Dewasa Tua : 69 orang (22,55%)
6. Pra Lansia : 62 orang (20,26%)
7. Lansia : 40 orang (13,07%)
§ 100% warga Sambiroto adalah orang Jawa asli yang tela
§ Dusun Sambiroto RT 42 s/d RT 49
1. Tidak sekolah : 27 orang (8,82%)
2. TK / PAUD : 4 orang (1,31%)
3. SD : 83 orang (27,12%)
4. SMP : 48 orang (15,69%)
5. SMA : 60 orang (19,61%)
6. PT : 10 orang (3,27%)
§ Dusun Sambiroto RT 42 s/d RT 49
1. Pelajar : 47 orang (15,36%)
2. Tani : 119 orang (22,55%)
3. Buruh : 36 orang (11,76%)
4. Swasta : 41 orang (13,40%)
5. PNS : 2 orang (0,65%)
6. Tidak bekerja : 11 orang (3,59%)
Lingkungan v Sebagian besar halaman rumah warga cukup terawat de
1. Tampakan umum manfaatkan sebagai perkarangan ternak.
§ Halaman, jalan, pekarangan v Tanaman yang ada di pekarangan rumah, seperti buah-b
§ Tanaman v Di Dusun Sambiroto tidak memiliki tanda-tanda kesenia
§ Patung, tanda-tanda seni
2. Bahaya lingkungan v Polusi udara di Dusun Sambiroto tidak ada karena kond
§ Polusi udara v Pengolahan sampah di Dusun Sambiroto, yaitu:
§ Sampah a) Dibakar : 170 orang (55,55%)
§ Area bermain yang berbahaya b) Disungai : 49 orang (16,01%)
§ Penerangan jalan c) Di TPU : - (0%)
§ Alat pemadam kebakaran d) Disembarang tempat : - (0%)
§ Lalu lintas e) Ditimbun : 87 orang (28,43%)
§ Polisi/anggotapengaman/penyebrangan jalan § Dusun Sambiroto berada dekat dengan sungai dan salah
untuk anak sekolah § Penerangan jalan di Dusun Sambiroto sangat kurang ka
3. Stessor lingkungan § Tidak terdapat alat pemadam kebakaran di Dusun Samb
§ Kegaduhan/ ramai/ kemacetan § Lalu lintas di Dusun Sambiroto tidak begitu padat karen
§ Tanda-tanda yang menyebabkan banyak § Di Dusun Sambiroto tidak ada pengamanan untuk peny
angka kriminal § Tidak ada kegaduhan, kemacetan maupun keramaian ya
§ Tanda-tanda adanya penyalahgunaan bahan- § Tidak terdapat tindakan kriminal di Dusun Sambiroto
bahan terlarang (NAPZA) § Tidak terdapat penyalahgunaan NAPZA di Dusun Samb
§ Tanda-tanda adanya kemiskinan § Untuk tanda-tanda kemiskinan tidak begitu terlihat kare
dimanfaatkan sebagai usaha, tetapi status warga berada pa
Sumber-sumber v Di Dusun Sambiroto tidak memiliki pasar tetapi memili
§ Tempat belanja/ daerah belanja v Sebagian besar warga Dusun Sambiroto menggunakan s
§ Transportasi v Warga Dusun Sambiroto jarang melakukan rekreasi dilu
§ Rekreasi v Rata-rata pendidikan di Dusun Sambiroto masih dalam
§ Pendidikan v Di Dusun Sambiroto terdapat 2 masjid, yaitu di RT 45 d
§ Pusat agama/ kepercayaan (masjid, gereja, v Di Dusun Sambiroto terdapat 8 pos ronda disetiap RT
dan lain-lain) v Untuk pelayanan farmasi atau apotik cukup jauh dari D
§ Pelayanan keamanan v Beberapa tahun terakhir ini tidak terjadi kegawatdarurat
§ Farmasi v Untuk pelayanan umum seperti Bank cukup jauh denga
§ Kegawatdaruratan (kebakaran, dll) v Untuk pengambilan sampah tidak ditemukan secara lan
§ Pelayanan umum (kantor pos, bank, dll) v Untuk surat kabar atau koran dinding tidak ada
§ Pengambil sampah
§ Surat kabar
Pelayanan kesehatan v Di dusun Sambiroto tidak terdapat klinik dokter atau pra
1. Fasilitas kesehatan (Ada/ tidak ada) bawa ke Puskesmas atau sekedar periksa di seorang Mant
§ Rumah sakit v Sumber pelayanan kesehatan pertama yang digunakan a
§ Klinik, lainnya
2. Sumber pelayanan kesehatan pertama
§ Puskesmas
§ Nursing center
§ Praktek dokter swasta, lainnya
Keterangan pembobotan:
Strateg Rencan
Tujuan Tujuan i a Sumbe Temp
No Dx Kep Evaluasi PJ
Umum Khusus Interve Kegiata r at
nsi n
Krit Standa
eria r
1. Kurang Tercapai 1. 1. 1. Bersihnya 1. 1. Dusu Nita
nya nya Masyara Pendidi Penyulu Lingkung Melaku Masya n Yose
perilaku kebersiha kat kan han an Dusun kan rakat Samb
masyara n paham kesehat tentang Sambiroto kerja Sambi iroto
kat lingkung akan an penting bakti roto
dalam an di pentingn 2. nya secara 2.
menera Dusun ya Kerjasa kesehat berkala. Kelo
pkan Sambirot menjaga ma an 2. mpok
perilaku o setelah kebersih 3. lingkun Memah K3M
hidup dilakuka an pember gan dan ami
bersih n asuhan pekaran dayaan pengelo pemilih
dan keperawa gan masyara laan an
sehat di tan rumah kat limbah sampah
dusun komunita 2. 2. yang
Sambir s selama Masyara Kegiata benar
oto 2 minggu kat n kerja
paham bakti
akan bersama
pentingn masyara
ya kat
menjaga Dusun
kebersih Sambiro
an to
kandang 3.
ternak Gerakan
3. serentak
Masyara pember
kat mau antasan
berpartis sarang
ipasi nyamuk
dalam
upaya
meningk
atkan
kebersih
an
lingkung
an
4.
Masyara
kat
paham
tentang
pembua
ngan
limbah
yang
tepat
2 Kurang Meningk 1. PUS 1. 1. Memaha Pemilih Kelo Dusu Amel
nya at-nya paham Kerjasa Penyulu mi an alat- mpok n Chris
pengeta pengetah akan ma han pentingny alat K3M Samb t
huan uan PUS pentingn masyara tentang a kontras iroto Iwan
pasanga dan ya KB kat KB dan mengatur epsi
n usia pralansia 2. PUS 2. Kontras jarak yang
subur terhadap mengena Pendidi epsi kelahiran tepat
dan pra pentingn l alat- kan 2. dan dapat bagi
lansia ya alat kesehat Penyulu memilih PUS
tentang pengetah kontrase an han kontrasep dan
KB uan psi tentang si yang teknik
menopa tentang (jenis, Menopa tepat, sadari
use dan KB, cara use tanda dan serta
sadari menopau menggu 3. gejala menget
se dan nakan, Penyulu menopaus ahui
sadari kelebiha han e, seta tentang
setelah n dan tentang memprakt manopa
dilakuka kekuran Sadari ekankan use
n asuhan gan) teknik pada
keperawa 3. PUS sadari pralansi
tan mampu a
komunita menentu
s selama kan alat
2 minggu kontrase
psi yang
tepat
untuk
mereka
4. PUS
dan
pralansia
mengeta
hui
tentang
menopa
use
5. PUS
dan
pralansia
dapat
mengeta
hui
manfaat
dan cara
menerap
kan
teknik
Sadari
3 Tinggin Meningk 1. 1. Member Pemaham Cara Kelo Dusu Ade
ya atnya Masyara Kerjasa ikan an tentang merawa mpok n Tria
angka pengetah kat ma penyulu penyakit t lansia K3M Samb
kesakita uan paham masyara han Hipertensi dan iroto
n masyarak tentang kat tentang keluarg
karena at tentang penyakit 2. Hiperte a yang
penyaki penyakit Hiperten Pendidi nsi memilik
t Hipertens si kan antara i
Hiperte i setelah (Definisi kesehat lain Hiperte
nsi pada dilakuka , an Definisi nsi
kelomp n asuhan penyeba ,
ok keperawa b, tanda penyeba
Lansia tan dan b, tanda
di komunita gejala, gejala,
Dusun s selama komplik komplik
Sambir 2 minggu asi) asi, cara
oto 2. perawat
Masyara an dan
kat pencega
mampu han
mengam dengan
bil diet
keputusa hiperten
n yang si dan
tepat terapi
dalam otot
menanga progresi
ni f
Hiperten
si
4 Potensi Meningk 1. 1. 1. Penerapan 1. Kelo SD Yoss
al atkan Meningk Kerjasa Mengaj PHBS Anak- mpok dan e
peningk PHBS atkan ma arkan sejak dini anak K3M TK di Nita
atan sejak dini PHBS masyara cara Usia Dusu
PHBS di Dusun pada kat menggo Sekolah n
sejak Sambirot anak 2. sok gigi dan Samb
dini di o, prasekol Pendidi yang Praseko iroto
Dusun Banyurot ah dan kan benar lah
Sambir o, sekolah kesehat 2. menget
oto, Nanggula Dusun an Mengaj ahui
Banyur n, Kulon Sambiro arkan Cara
oto, Progo to cara meng-
Nanggu 2. Anak cuci gosok
lan, prasekol tangan gigi
Kulon ah dan yang yang
Progo sekolah baik dan baik
Dusun benar dan
Sambiro benar.
to dapat 2. Cara
melakuk mencuc
an cuci i tangan
tangan yang
dan baik
gosok dan
gigi benar
dengan
benar
5. Potensi Meningk 1. 1. Penyulu Remaja Remaja Kelo Dusu Aji
al atkan Menamb Kerjasa han Terhindar paham mpok n Alan
peningk pengetah ah ma tentang dari tentang K3M Samb
atan uan pengetah masyara kesehat masalah- PMS iroto
kesehat remaja uan kat an masalah dan
an akan remaja 2. reprodu kesehatan Kesehat
reprodu pentingn tentang Pendidi ksi reproduks an
ksi ya kesehata kan remaja i Reprod
remaja kesehata n kesehat uksi
di n reproduk an mening
Dusun reproduk si kat
Sambir si remaja 2.
oto Member
ikan
gambara
n kepada
remaja
tentang
perilaku
yang
tepat
dalam
menjaga
kesehata
n
reproduk
si
remaja
6. Kesiapa Kesiapan 1. 1. 1. Meningka 1. Kelo Dusu Aji
n lansia Lansia Pendidi Penyulu tnya Memah mpok n Alan
peningk dan paham kan han derajat ami dan K3M Samb Chris
atan anakdala akan kesehat kesehat kesehatan menceg iroto tTria
kesehat m upaya pentingn an an dan lansia ah
an bagi peningka ya 2. penyaki Dusun terjadin
lansia tan kesehata Kerjasa t pada Sambiroto ya
dan kesehata n di usia ma lansia penyaki
tahap n lanjut masyara misalny t lansia.
perkem 2. kat a DM 2.
bangan Lansia 3. dan Senam
anak di dapat Pember Hiperte secara
dusun mengopt daya-an nsi, teratur.
Sambir imal-kan masyara terapi 3.
oto kemamp kat otot Memen
uannya progresi uhi
untuk f dan ADL
memenu senam mandiri
hi kaki 4.
kebutuh DM Memah
an 2. ami
secara Pemerik cara
mandiri saan pengece
3. fisik kan
Lansia dan perkem
paham mental bangan
akan lansia pada
cara 3. anak
menjaga Penyulu 5.
kebugar han Mengta
an P3K hui cara
tubuhny pada mengat
a anak asi
4. yang penyaki
Lansia sakit t biasa
mengeta biasa yang
hui terjadi terjadi
tentang pada pada
penyakit anak- anak
- anak secara
penyakit 4. mandiri
yang Penyulu
sering han
terjadi tahapan
pada perkem
lansia bangan
dan anak
cara 5.
penatala Penyulu
ksana- han gizi
annya. pada
5. bayi dan
Orangtu Balita
a dari
anak
mengeta
hui
pentingn
ya
kesehata
n anak
6.
Orangtu
a anak
mengeta
hui
tahapan
perkemb
angan
anak,
gizi
yang
dibutuhk
an dan
cara
penenga
nan
penyakit
yang
diderita
anak-
anak
secara
umum.
7 Kurang Mengopti 1. 1. 1. Pelaksana 1. Kelo Dusu TIM
optimal malkan Terlaksa Proses Penyulu an Dusun Masyar mpok n
nya pelaksan nanya kelomp han Siaga akat K3M Samb
pelaksa aan salah ok tentang terlaksana memah iroto
naan Dusun satu 2. manfaat lebih ami
Dusun Siaga di program Pendidi cek optimal manfaat
siaga di Dusun dusun kan golonga dan
Dusun Sambirot siaga kesehat n darah penting
Sambir o, 2. an 2. nya cek
oto, Banyurot Member 3. Pendata golonga
Banyur o, i Kerjasa an n darah
oto, Nanggula gambara ma peserta dan
Nanggu n, Kulon n masyara cek mau
lan, Progo tentang kat golonga bepartis
Kulon manfaat 4. n darah ipasi
Progo cek Pember 3. didalam
golonga daya-an Pelaksa nya
n darah masyara naan 2.
3. kat kegiatan Masyar
Member cek akat
ikan golonga sadar
pemaha n darah akan
man 4. penting
tentang Jumanti nya
pencega k dan upaya
han Penyulu pencega
DBD han han
4. GERTA DBD
Member K PSN 3.
ikan (Geraka Masyar
pemaha n akat
man Serenta memah
tentang k ami arti
pentingn Pember penting
ya antasn dari
menjaga Sarang menjag
kesehata Nyamu a
n k) kesehat
5. an
Pelayan
an
Kesehat
an &
penyulu
han
kesehat
an
secara
umum
8 Kurang Peningka 1. Kader 1. 1. Kader dan 1. Para Kelo Dusu TIM
nya tan memaha Pendidi Pelatiha pelaksana kader mpok n
keteram keteramp mi kan n kader an dapat K3M Samb
pilan ilan tentang kesehat dalam posyandu memah iroto
kader kader posyand an penggu dapat ami
dalam dalam u dan 2. naan berfungsi tugas
pemerik menggun sistem 5 Kerjasa alat-alat secara dan
saan akan alat- meja ma kesehat optimal fungsin
status alat dalam masyara an, ya.
kesehat kesehata posyand kat tugas 2. Para
an n dan u 3. dan Kader
secara peningka 2. Kader Pember fungsi dapat
umum tan memaha daya-an kader, melaku
(penggu pemaham mi masyara serta kan
naan an tentang kat Posyand pemerik
alat-alat tentang tugas u saan
kesehat posyandu kader 2. tekanan
an) posyand Observa darah,
u si fungsi suhu,
3. Kader Kader nadi,
mampu dan dan
mengena keteram respiras
l dan pilan i.
menggu penggu 3. Para
nakaan naan Kader
alat-alat alat-alat dapat
kesehata kesehat menera
n untuk an serta pkan
pemerik penerap sistem 5
saan an meja
status sistem 5 dalam
kesehata meja posyand
n secara u
umum
4. Kader
mengeta
hui batas
normal
tanda-
tanda
vital
N Rencana
Masalah Tujuan Sasaran Waktu Tempat Dana PJ
o Kegiatan
1. Kurangnya Tujuan 1. Seluruh Minggu, Dusun Kelompo Nita
perilaku umum : Penyuluhan masyaraka 23 Sambirot k K3M Yos
masyarakat Tercapainya tentang t Dusun Desembe o Kelompo e
dalam kebersihan pentingnya Sambiroto r 2012 Dusun k K3M TIM
menerapka lingkungan kesehatan Seluruh Minggu, Sambirot Kelompo TIM
n perilaku di Dusun lingkungan masyaraka 16 o k K3M
hidup Sambiroto dan t Dusun Desembe Dusun
bersih dan setelah pengelolaan Sambiroto r 2012 Sambirot
sehat di dilakukan limbah Seluruh Jumat, o
dusun asuhan 2. Kegiatan masyaraka 21
Sambiroto keperawatan kerja bakti r Dusun Desembe
komunitas bersama Sambiroto r 2012 –
selama 2 masyarakat 4 Januari
minggu. Dusun 2013
Tujuan Sambiroto
Khusus : 3. Gerakan
1. serentak
Masyarakat pemberantasa
paham akan n sarang
pentingnya nyamuk
menjaga
kebersihan
pekarangan
rumah
2.
Masyarakat
paham akan
pentingnya
menjaga
kebersihan
kandang
ternak
3.
Masyarakat
mau
berpartisipas
i dalam
upaya
meningkatka
n kebersihan
lingkungan
4.
Masyarakat
paham
tentang
pembuangan
limbah yang
tepat
N Rencana
Masalah Tujuan Sasaran Tempat PJ
o Kegiatan Waktu Dana
2. Kurangnya Tujuan umum 1. Seluruh Sabtu, 22 Dusun Kelompo Amel
pengetahua : Meningkat- Penyuluha PUS dan Desembe Sambirot k K3M Chris
n pasangan nya n tentang Pralansi r 2012 o t
usia subur pengetahuan KB dan a Sabtu, 29 Dusun Amel
dan pra PUS dan Kontraseps Seluruh Desembe Sambirot Crist
lansia pralansia i PUS dan r 2012 o Tria
tentang KB terhadap 2. Pralansi
menopause pentingnya Penyuluha a
dan sadari pengetahuan n tentang
tentang KB, Menopause
menopause 3.
dan sadari Penyuluha
setelah n tentang
dilakukan Sadari
asuhan
keperawatan
komunitas
selama 2
minggu
Tujuan
Khusus :
1. PUS paham
akan
pentingnya
KB
2. PUS
mengenal
alat-alat
kontrasepsi
(jenis, cara
menggunakan
, kelebihan
dan
kekurangan)
3. PUS
mampu
menentukan
alat
kontrasepsi
yang tepat
untuk mereka
4. PUS dan
pralansia
mengetahui
tentang
menopause
5. PUS dan
pralansia
dapat
mengetahui
manfaat dan
cara
menerapkan
teknik Sadari
BAB IV
PEMBAHASAN
A. KEKUATAN
Sebagian besar masyarakat Dusun Sambiroto adalah masyarakat pedesaan
sehingga rasa kekeluargaan dan kegotongroyongannya masih kuat. Apabila ada
permasalahan dalam masyarakat, mereka mempunyai antusiasme yang tinggi
dalam menyeleseikan permsalahannya. Warga masyarakat juga sangat terbuka
untuk menerima informasi-informasi baru yang berhubungan dengan kesehatan
terutama dalam tentang perilaku masyarakat untuk dapat hidup bersih dan sehat.
Hal inilah yang sangat membantu dalam proses asuhan keperawatan komunitas di
Dusun Sambiroto.
B. KELEMAHAN
C. KESEMPATAN
Warga Dusun Sambiroto cukup antusias dan berperan aktif dalam proses
keperawatan komunitas, mereka mau meluangkan waktu istirahat mereka di
malam hari untuk ikut dalam beberapa program yang kami lakukan di malam hari
seperti : MMD I, MMD II, MMD III. Seringnya jadwal kegiatan-kegiatan
masyarakat menjadi peluang emas bagi kami untuk dapat ikut serta dalam
kegiatan mereka, dan kami selalu diberikan kesempatan untuk memberikan
penyuluhan-penyuluhan serta menyampaikan informasi dalam setiap kegiatan
tersebut, hal ini sangat bermanfaat sehingga kami menjadi lebih cepat dalam saling
mengenal, akrab, dan dapat membaur dengan masyarakat. Hal tersebut membuat
mereka sangat respect dan mendukung program-program yang kami laksanakan
seperti senam lansia, donor darah, pelayanan kesehatan, pelatihan kader, dan
penyuluhan-penyuluhan kesehatan.
D. ANCAMAN
BAB V
A. KESIMPULAN
3. Masih ada warga yang tidak dapat terlibat dalam beberapa kegiatan
keperawatan komunitas yang dominannya adalah bapak-bapak yang ada di Dusun
Sambiroto.
5. Tujuan jangka pendek dari masing-masing kegiatan sudah dapat dievaluasi dan
diperlukan adanya rencana tindak lanjut dari dusun yang dibina.
B. SARAN
2. Bagi Puskesmas Nanggulan perlu diadakan follow up untuk PHBS pada warga di
Dusun Sambiroto dan pemantauan intensif dalam pelaksanaan POSYANDU dan
pelayanan kesehatan bagi para lansia..
3. Bagi Dusun Sambiroto perlu dilakukan kerjasama dengan berbagai pihak demi
tercapainya peningkatan derajat kesehatan dan mencegah ancaman-ancaman
masalah kesehatan di Dusun Sambiroto.
Labels: KOMUNITAS
0
Add a comment
Nov
20
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001;
1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD ),pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada
kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test )
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF ( cronic renal failure ) hanya 3
stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan
terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
B. Etiologi
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
C. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
D. Klasifikasi
o Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
o Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
o Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
o Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
o Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
E. Manifestasi Klinis
a) Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi
b) Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin
tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisytem renin - angiotensin – aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat
iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan
cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam
usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati (
kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lab.darah
- hematologi
- Elektrolit
- koagulasi studi
- PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- urine rutin
3. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
G. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
2. Dialysis
- peritoneal dialysis
- Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah
CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
3. Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
H. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : riwayat hipertensi lama, atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi, nadi kuat,edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak,tangan, disritmia jantung.
3. Integritas ego
Gejala : Factor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya, perasaan tak berdaya,
tak ada harapan, tak ada kekuatan.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung, diare, atau
konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, cokelat,berawan, oliguria,
dapat menjadi anuria.
5. Makanan/ cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penuruna berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap di mulut (pernapasan
amonia), penggunaan diuretic
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “ kaki gelisah”,
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala ; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari)
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, gelisah.
8. Pernapasan
Gejala : napas pendek ; dispnea nocturnal paroksimal ; batuk dengan / tanpa sputum
kental dan banyak.
9. Keamanan
10. Seksualitas
Gejala : riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik,
nefritis herediter,kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan oleh toksin, contoh, obat,
racun lingkungan
I. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebih
dan retensi cairan serta natrium.
J. Perencanaan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebih
dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan:
Intervensi:
a. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan dan haluaran, turgor
kulit dan adanya edema, distensi vena leher,tekanan darah, denyut dan irama nadi.
R: pembatasan cairan akan menentuka berat tubuh ideal, haluaran urin,dan respon
terhadap terapi.
c. Identifikasi sumber potensial cairan ; medikasi dan cairan yang digunakan untuk
pengobatan oral dan intravena, makanan.
Intervensi:
b. Kaji pola diet nutrisi pasien ; riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori.
R: pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu.
c. Kaji factor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi ; anoreksia, mual atau
muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, depresi,kurang memahami
pembatasn diet,stomatitis.
R: menyediakan informasi mengenai faktro lain yang dapat dirubah atau dihilangkan
untuk meningkatkan masukan oral.
e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi telur, produk susu,
daging.
f. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan.
R: Mengurangimakanan dan protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk energy,
membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
g. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan urea dan kadar kreatinin.
h. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan
i. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium.
R:Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan
merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.
Intervensi:
b. Tingkatkan kemndirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi ; bantu
jika keletihan terjadi.
R: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat
yang adekuat.
R: Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak paisen sangat
melelahkan.
Intervensi:
a. Kaji respons dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
R: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam menghadapi
perubahan perubahan dalam hidup.
R: Pola koping yang telah efektif dimasa lalu mungkin potensial destrukstif ketika
memandang pembatasan yan ditetapkan akibat penyakit dan penanganan.
d. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan
penanganan ; perubahan peran, perubahan gaya hidup, perubahan dalam pekerjaan,
perubahan sekual, ketergantungan pada tim tenaga kesehatan
R: Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah- langkah yang diperlukan untuk
menghadapinya.
e. Gali cara alternative untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.
R: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu, tergantung pada tahap
maturitansnya.
Intervensi:
R: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penaganan setelah mereka siap untuk
memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
R: Pasien dapa melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.
d. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang ; fungsi dan
kegagalan renal, pembatasan cairan dan diet, medikasi, melaporkan masalah, tanda dan
gejala, jadwal tindak lanjut, sumber di komunitas, pilihan terapi.
K. Implementasi
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
L. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H,
dkk, 1989).
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI
Labels: HEMODIALISA
Add a comment
Loading
e'ed. Dynamic Views theme. Powered by Blogger.