PENDAHULUAN
distrofin. Distrofi otot Duchenne merupakan penyakit otot turunan yang tersering,
Penyakit ini ditandai dengan kelemahan otot yang progresif sejak balita. Individu
Sebelum dekade ketiga, pasien sering meninggal karena gagal nafas atau gagal
jantung. BMD adalah penyakit yang menyerupai DMD namun memiliki progresi
penyakit yang lebih lambat, pasien biasanya masih mampu berjalan hingga lebih
dari usia 16 tahun dan bahkan dapat menjalani kehidupan yang normal
(Takeshima et al. 2010). Pada masa infantil, DMD maupun BMD dapat dideteksi
Gen distrofin merupakan salah satu gen terbesar dalam genom manusia
menjadi RNA matur melalui proses splicing yang sangat banyak sehingga
berkontribusi besar terhadap kejadian mutasi pada gen ini (Ahn and Kunkel
1
2
untuk mempertahankan integritas membran serabut otot. Pada DMD, tidak adanya
dengan mutasi pada gen distrofin. Pada BMD, distrofin yang fungsional sebagian
dibandingkan DMD, dengan angka harapan hidup yang lebih tinggi (Ervasti and
Campbell 1991; Koenig, Monaco, and Kunkel 1988; Koenig et al. 1989; Hoffman
et al. 1988).
gangguan dari mutasi yang terjadi, apakah mengubah reading frame translasional
mRNA menjadi out-of-frame (distrofin sama sekali tidak terbentuk) ataukah in-
frame (produksi parsial protein distrofin) (Monaco et al. 1988). Salah satu strategi
terapi yang cukup menjanjikan adalah dengan mengubah DMD yang disebabkan
oleh mutasi out-of-frame menjadi BMD yang in-frame dengan menginduksi exon
pada serum darah. Adanya Gowers sign dan waddling gait pada anak laki-laki
Oleh karena itu, data detail pasien DMD/BMD di Indonesia, terutama dari aspek
3
genetik, belum tersedia hingga saat ini. Terapi masa depan untuk DMD, misalnya
yang berbeda akan memberi pendekatan yang berbeda pula dalam terapi. Dengan
demikian, data mengenai mutasi gen distrofin akan sangat penting untuk
Penelitian ini dilakukan terhadap sampel biopsi otot pasien DMD/ BMD di
Rumah Sakit dr. Sardjito selama tahun 2010-2015. Penelitian ini dilakukan untuk
IHK serta analisis mutasi delesi pada regio hotspot dari gen distrofin (exon 52).
Pada pasien DMD, protein distrofin sama sekali tidak akan terdeteksi karena sama
sekali tidak terbentuk. Pada pasien BMD, distrofin akan tercat lemah atau patchy
karena distrofin terbentuk sebagian meskipun tidak sempurna. Sampel biopsi otot
yang memberikan hasil positif terhadap pengecatan distrofin akan dianalisis lebih
lanjut untuk mengetahui letak mutasi delesi pada gen distrofin. Analisis genetik
akan memberikan data berharga mengenai spektrum mutasi pada gen distrofin di
Indonesia. Hal ini penting untuk lebih memahami kejadian penyakit DMD/ BMD
di Indonesia. Adanya data mengenai mutasi gen distrofin juga akan memberikan
Indonesia.
4. Bagimanakah spektrum mutasi delesi pada area hotspot (exon 52) dari gen
(Na et al. Clinical, Study retrospektif : Profil Klinis : gait abnormal (75.0%) ,
2013) immunohistochemical review klinis, kelemahan simetris otot ektremitas bawah
, Western blot, and immunohistokimia, (90%), riwayat keluarga (29.2%) , mean
genetic analysis in western blot ,dan serum CK 14,144 IU/L dan mean IQ 81
dystrophinopathy analisis mutasi delesi Pemeriksaan histopatologi: myopati dan
pada 24 pasien distrofinopati.
distrofinopati. Multiplex PCR : delesi exons 45 (54%)
and 47 (46%).
5
Meskipun analisis molekular dan genetik telah dilakukan secara rutin di berbagai
negara, di Indonesia hingga saat ini hanya terdapat satu penelitian yang pernah
dilaporkan berupa laporan kasus yang dipublikasi pada tahun 2007 (Wedhanto
and Siregar 2007). Data profil klinis, histopatologi, molekular maupun genetik
dari pasien DMD/ BMD di Indonesia sebagai langkah awal menuju penerapan
4. Mengetahui spektrum mutasi delesi pada area hotspot (exon 52) pada gen
DMD/ BMD selama lima tahun, yaitu tahun 2010-2015 di RS. Dr.
profil klinis, histopatologi dan molekular dari penyakit DMD/ BMD yang
terjadi di Indonesia.
maupun genetik.
regio hotspot dari gen distrofin yang di masa yang akan datang akan
exon skipping.