Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi


tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan
dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh.

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.

Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal


dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang
lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.

Cairan tubuh terdiri dari dua kompartemen cairan, yaitu: ruang intra
seluler (cairan dalam sel) dan ruang ekstra selulur (cairan dalam sel). Kurang
lebih 2/3 cairan tubuh berada dalam kompratemen cairan intra sel, dan
kebanyakan terdapat pada massa otot skeletal. 60% berat badan tubuh adalah:
a. Cairan intrasel (CIS) 40% dari berat badan
b. Cairan ekstrasel (CES) 20% dari berat badan yang terdiri dari cairan
intraveskuler (plasma) 5% dari berat badan, dan cairan interstisil 15% dari
berat badan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari kebutuhan cairan dan elektrolit?


2. Apa saja komposisi cairan tubuh?

1
3. Apa saja fungsi cairan tubuh?
4. Bagaimana mekanisme pergerakan cairan tubuh?
5. Bagaimana mekanisme distribusi cairan tubuh?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit?
7. Apa saja organ-organ yang berperan dalam pengeluaran cairan?
8. Bagaimana mekanisme pengaturan cairan tubuh?
9. Apa saja gangguan kebutuhan cairan?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan?

1.3 Tujuan Makalah

1. Dapat memahami definisi dari kebutuhan cairan dan elektrolit.


2. Dapat mengetahui pa saja komposisi cairan tubuh.
3. Dapat memahami fungsi cairan tubuh.
4. Dapat memahami mekanisme pergerakan cairan tubuh.
5. Dapat memahami distribusi cairan tubuh.
6. Dapat mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan
elektrolit.
7. Dapat mengetahui organ-organ yang berperan dalam pengeluaran
cairan.
8. Dapat memahami mekanisme pengaturan cairan tubuh.
9. Dapat mengetahui gangguan-gangguan kebutuhan cairan.
10. Dapat memahami asuhan keperawatan pada klien gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena


metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon
terhadap stressor fisiologi dan lingkungan.

Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri


sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan dan kekurangan (Tarwoto &
Wartonah, 2006).

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara


fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90%
dari total berat badan.

Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Elektrolit


terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen,
nutrien, dan sisa metabolisme, seperti karbondioksida, yang semuanya disebut
dengan ion (Hidayat, 2006).

2.2 Komposisi Cairan Tubuh

Semua cairan tubuh adalah air larutan pelarut, substansi terlarut (zat
terlarut).

1. Air
Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata-rata pria dewasa
hampir 60% dari berat badannya adalah air. Dan rata-rata wanita
mengandung 55% air dari berat badannya.
2. Solut
Solut (terlarut) dua jenis substansi terlarut 30% terlarut elektrolit dan non-
elektrolit.

3
A. Elektrolit adalah substansi yang berdiasosiasi (terpisah) di dalam
larutan dan akan menghantarkan arus listrik. Terdiri dari kation dan
anion.
B. Non-elektrolit adalah substansi yang tidak dapat menghantarkan arus
listrik. Contohnya, glukosa dan urea.

1.3 Fungsi Cairan Tubuh

1. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh,


2. Transport nutrient ke sel,
3. Transport hasil sisa metabolisme,
4. Transport hormone, dan
5. Pelumas antar organ.
6. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam system kardiovaskuler

1.4 Mekanisme Pergerakan Cairan Tubuh

1. DIFUSI

Difusi merupakan perpindahan materi padat,partikel, seperti gula pada


cairan,berpindah dari konsentasi tinggi ke konsentrasi rendah.

2. OSMOSIS

Osmosis adalah perpindahan pelarut murni seperti air, melalui membran


semipermiabel dari larutan yang memiliki konsentrasi solut rendah ke
larutan yang memiliki konsentrasi solut tinggi. Hal ini untuk menyamakan
konsentrasi larutan kedua sisi membran.

3. FILTRASI

Filtrasi merupakan suatu proses perpindahan zat dan substansi yang


dapat larut secara bersamaan sebagai respon terhadap adanya tekanan
cairan. Proses ini aktif di dalam bantalan kapiler, tempat perbedaan
tekanan hidrostatik atau gradient yang menentukan perpindahan air,

4
elektrolit dan substansi terlarut lain yang berada diantara cairan kapiler dan
cairan interstisial.

4. TRANSPOR AKTIF

Transpor aktif adalah pergerakan ion dengan mengguanakn energi dan


melawan gradien konsentrasi.

1.5 Distribusi Cairan Tubuh

Cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen yaitu pada


intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler kira-kira 2/3 atau 40% dari
BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20% dari BB, cairan ini terdiri atas
plasma (cairan intravaskuler) 5%, cairan interstisial (cairan di sekitar tubuh
seperti limfe) 10-15%, dan transeluler (misalnya, cairan serebrospinalis,
sinovia, cairan dalam peritonium, cairan dalam rongga mata, dan lain-lain) 1-
3% (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Gambar 2.1 Distribusi


Cairan Tubuh

5
Gambar 2.2 Kebutuhan Intake Cairan Berdasarkan Usia dan Berat

1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

1. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang
diperlukan, dan berat badan.
2. Temperatur Lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat
kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari
3. Diet
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi,
proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke intraseluler.
4. Stres
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah
dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan
air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan
produksi urine.
5. Sakit Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung,
gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.

1.7 Organ-organ Pengeluaran Cairan

Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), pengeluaran cairan terjadi melalui


organ-organ seperti:

1. Ginjal
Ginjal merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima
170 liter darah untuk disaring setiap hari. Hasil penyaringan ginjal tersebut
dikeluarkan dalam bentuk urine. Produksi urine untuk semua usia 1
ml/kg/jam. Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1500 ml/hari. Jumlah
urine yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
2. Kulit

6
Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang
merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan kelenjar keringat
dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur lingkungan yang
meningkat, dan demam. Hilangnya cairan melalui kulit disebut juga
dengan Isensible Water Loss (IWL), yaitu sekitar 15-20 ml/24 jam.
3. Paru-paru
Paru-paru menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan
yang hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman
napas akibat pergerakan atau demam.

1.8 Mekanisme Pengaturan Cairan Tubuh

A. Asupan Cairan

Asupan cairan diatur melalui mekanisme haus yang berpusat di


hipotalamus otak. Stimulus fisiologi utama terhadap pusat rasa haus adalah
peningkatan konsentrasi plasma dan penurunan volume darah.      

Apabila cairan yang hilang terlalu banyak maka Osmoreseptor akan


mendeteksi kehilangan tersebut dan mengaktifkan rasa haus. Faktor lain
yang mempengaruhi rasa haus adalah keringnya membran mukosa faring
dan mulut, kehilangan kalium, dan faktor-faktor psikologi.

B. Haluaran Cairan
Cairan terutama di keluarkan melalui ginjal dan saluran gastrointestinal.
Pada orang dewasa ginjal setiap menit menerima sekitar 125ml plasma
untuk disaring dan memproduksi urin sekitar 60ml(40-80ml). jumlah urin
dipengaruhi oleh hormone antidiuretik dan aldosteron.

Rata-rata haluaran cairan setiap hari pada orang dewasa dengan berat badan
70kg
Organ atau Sistem Jumlah (Ml)
Ginjal 1500
Kulit
Kehilangan tak kasat mata 600-900
Kehilangan kasat mata 600

7
Paru-paru                                    400
Saluran pencernaan 100
Jumlah total 3200-3500

C. Hormon

Hormon utama yang dapat mempengaruhi seimbangan cairan dan


elektrolit adalah ADH dan Aldosteron. Keadaan kurang air akan
meningkatkan osmolalitas darah dan keadaan ini akan direspon oleh
kelenjar hipofisis dengan melepaskan ADH. ADH akan menurunkan
produksi air dengan cara meningkatkan reabsorbsi cairan dalam tubulus
ginjal.

Aldesteron adalah mineralokortikoid yang dihasilkan oleh korteks


adrenal. Aldesteron mengatur keseimbangan-keseimbangan natrium dan
kalium dengan cara mensekresikan kalium dalam tubulus ginjal dan
mengabsorsi natrium. sehingga air juga akan direabsorbsi dan
dikembalikan kecairan darah.

1.9 Gangguan Kebutuhan Cairan & Elektrolit

Menurut Hidayat (2006), masalah keseimbangan cairan terdiri dari dua


bagian yaitu:

No Gangguan Definisi Gejala


.

1 Hipervolemik Kelebihan volume CES, Sesak napas, peningkatan


dapat terjadi pada saat dan penurunan tekanan
stimulasi kronis ginjal untuk darah, nadi kuat, asites,
menahan natrium dan air, edema, adanya ronchi, kulit
fungsi ginjal abnormal lembab, distensi vena leher,
dengan penurunan ekskresi dan irama gallop.
natrium dan air, kelebihan
pemberian cairan, dan
perpindahan cairan dari
interstisial ke plasma.

8
Suatu kondisi akibat
2 Hipovolemik kekurangan volume cairan Pusing, lemah, letih,
ekstraseluler (CES), dan anoreksia, mual muntah,
dapat terjadi karena rasa haus, gangguan
kehilangan cairan melalui mental, konstipasi dan
kulit, ginjal, gastrointestinal, oliguri, penurunan tekanan
pendarahan sehingga darah, HR meningkat, suhu
menimbulkan syok meningkat, turgor kulit
hipovolemik. menurun, lidah kering dan
kasar, mukosa mulut
kering.

Menurut Hidayat (2012), masalah kebutuhan elektrolit terdiri dari :

No Gangguan Definisi Gejala


.

1. Hiponatremia Suatu keadaan kekurangan Adanya rasa kehausan yang


kadar natrium dalam plasma berlebihan, rasa cemas,
darah. takut dan bingung, kejang
perut, denyut nadi cepat
dan lembab, membran
mukosa kering, kadar
natrium dalam plasma
kurang dari 135 mEq/lt.

2. Hipernatremia Suatu keadaan kadar natrium Adanya mukosa kering,


dalam plasma tinggi. rasa haus, turgor kulit
buruk dan permukaan kulit
membengkak, kulit
kemerahan, konvulsi, suhu
badan naik, kadar natrium
dalam plasma lebih dari
148 mEq/lt.

3 Hipokalemia Keadaan kekurangan kadar Denyut nadi lemah, tekanan


kalium dalam darah. darah menurun, tidak nafsu
makan dan muntah-muntah,
kalium plasma menurun
kurang dari 3,5 mEq/lt.

4. Hiperkalemia Suatu keadaan yang Adanya mual,

9
menunjukkan kadar kalium hiperaktivitas sistem
dalam darah tinggi. pencernaan, aritmia,
kelemahan, jumlah urine
sedikit sekali, diare,
kecemasan, dan irritable,
kadar kalium dalam plasma
lebih dari 5,5 mEq/lt.

5. Hipokalsemia Kekurangan kadar kalsium Adanya kram otot dan


dalam plasma darah. kram perut, kejang,
bingung, kadar kalsium
dalam plasma kurang
dari 4,3 mEq/lt.

6. Hipomagnesia Kekurangan kadar Iritabilitas, tremor, kram


magnesium dalam darah. pada kaki tangan, takikardi,
hipertensi, disoriensi dan
konvulsi. Kadar
magnesium dalam darah
kurang dari 1,5 mEq/lt

7. Hipermagnesia Kadar magnesium yang Koma, gangguan


berlebihan dalam darah. pernapasan dan kadar
magnesium lebih dari 2,5
mEq/lt.

1.10 Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Pemenuhan Kebutuhan


Cairan

1. Menghitung Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.


Darah mengalir karena adanya perubahan tekanan, dimana terjadi
perpindahan dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah.

Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkonstraksi dan disebut


tekanan sistolik.

1) Alat yang digunakan


a) Tensi meter
b) Stetoskop

10
c) Buku catatan
2) Pelaksanaan
a) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
b) Mengatur posisi klien dan menggulung pakaian yang menutupi
lengan atas
c) Membalutkan kantong tensi meter pada lengan atas kira – kira
3 cm di atas fosa cubiti, dengan tinta karet di sebelah luar
lengan, balutkan tapi jangan terlalu kencang.
d) Memakai stetoskop
e) Meraba detik arteri brakialis dengan ujung tengah dan jari
telunjuk. Pastikan tidak diperkenankan menggenggamkan
tangan atau menempelkan tangannya.
f) Meletakkan piringan stetoskop diatas arteri brakialis.
g) Mengunci skrup balon karet
h) Memompakan udara kedalam kantong dengan cara memijat
balon berulang – ulang, air raksa didalam pipa naik, dipompa
terus sampai denyut arteri tidak terdengar lagi
i) Membuka sekrup balon dengan menurunkan tekanan dengan
perlahan – lahan
j) Mendengar denyut dengan teliti dan memperhatikan sampai
angka berapa pada skala mulai terdengar denyut pertama dan
mencatat sebagai tekanan sistole.
k) Meneruskan membuka skrup tadi perlahan – lahan sampai
suara nadi terdengar lambat dan menghilang, dicatat sebagai
tekanan diastole.

2. Menghitung Nadi
Nadi adalah gerakan atau aliran darah pada pembuluh darah arteri
yang dihasilkan oleh kontraksi dari ventrikel kiri jantung.
Denyut nadi adalah rangsangan kontraksi jantung yang dimulai di
bagian atas serambi kanan jantung. Tujuan pemeriksaan nadi adalah :
A. Untuk mengetahui kerja jantung

11
B. Untuk menegetahui jumlah denyut jantung yang terasa pada pembuluh
darah.
C. Untuk menentukan denyut nadi normal atau tidak.
1) Alat yang digunakan
a) Alat penghitung denyut nadi
b) Jam tangan / arloji
c) Buku catatan
2) Pelaksanaan
a) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
b) Mempersiapkan alat yang dibutuhkan
c) Membawa alat kedekat pasien
d) Mengatur posisi pasien
e) Meraba / menghitung denyut nadi pada tempat-tempat denyut
nadi( temporalis, karotis, apikal, brakialis, radialis, femoralis,
poplitea, tibialis posterior, dorsalis pedis), sesuai keadaan
umum pasien .
f) Menghitung dengan ujung jari kedua, ketiga, empat dan tekan
dengan lembut
g) Mengetahui atau melaksanakan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menghitung denyut jantung
h) Jika denyut teratur hitung selama 30 detik dan kalikan hasilnya
dengan 2. Apabila denyut tidak teratur dan pada paien yang
baru dilakukan pemeriksaan hitung selama 1 menit penuh dan
mendokumentasikan.

3. Memberi Minum Peroral


Pemberian cairan melalui oral merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi
secara sendiri dengan cara membantu memberikan minuman melalui
oral.
Adapun hal yang perlu diperhatikan sebelum pemberian makan dan
minum pasien adalah :

12
a. Ciptakan lingkungan yang nyaman disekitar pasien.
b. Sebelum di hidangkan, periksa minuman terlebih dahulu, apakah
sudah sesuai dengan daftar pasien.
c. Sajikan minum secukupnya, tidak terlalu banyak tetapi juga tidak
terlalu sedikit.
d. Peralatan makanan dan minuman harus bersih
e. Untuk pasien yang dapat minum sendiri, perhatikan apakah makanan
di makan habis atau tidak.
f. Perhatikan selera dan keluhan pasien pada waktu minum serta
reaksinya setelah minum
1) Alat yang digunakan :
1. Gelas
2. Serbet
2) Pelaksanaan :
1. Jelaskan prosedur yang dilakukan
2. Mengatur posisi pasien dengan posisi kepala lebih tinggi
daripada badan
3. Membentangkan serbet dibawah dagu pasien
4. Anjurkan pasien untuk berdoa sebelum minum
5. sediakan seotan bila pasien perlu menggunakan sedotan
6. Beritahu pasien jika makanan panas atau dingin, anjurkan untuk
merasakan terlebih dahulu.
7. Bantu arahkan dan pegang gelas pelan dan sedikit demi sedikit
untuk menghindari tersedak
8. Setelah selesai pasien diberi minum, bersihkan mulut pasien,
dan dianjurkan dengan pemberian obat.
9. Catat hasil atau respon pemenuhan terhadap minum

4. Menghitung Keseimbangan Cairan

Keseimbangan cairan itu merupakan hasil pemantauan terhadap input


serta output cairan selama 24 jam. Perlu untuk anda ketahui, air
merupakan komponen utama tubuh manusia.

13
Sebanyak 50-70% komponen penyusun tubuh ialah air dimana
presentase ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan kandungan lemak
yang ada di dalam tubuh.

Balance cairan menunjukkan keseimbangan antara intake serta output


cairan, khususnya untuk pasien yang membutuhkan pengawasan terhadap
kelebihan atau kekurangan cairan. Contohnya, pasien kelebihan volume
cairan : CKD, perdarahan (hemoragik), pasien kekurangan volume cairan
: pasien diare. Tanda positif menunjukkan bahwa cairan masuk (input)
lebih banyak jika dibandingkan dengan cairan yang keluar (output)

Mengenai cara menghitung balance cairan, perlu diketahui terlebih


dahulu bahwa balance cairan (BC) ialah intake cairan atau cairan masuk
(CM) yang dikurangi dengan output atau cairan keluar (CK). BC = CM –
CK

Beberapa faktor yang mempengaruhi balance cairan diantaranya yaitu umur,


iklim, diet, stress, kondisi sakit, tindakan medis, dan pengobatan. Gangguan
balance cairan menyebabkan dehidrasi dan juga syok hipovolemik.

1. Cairan Masuk

Cairan masuk ini terdiri dari 2 komponen, yakni cairan masuk yang bisa dilihat
dan juga cairan masuk yang tidak bisa dilihat. Jenis cairan masuk yang bisa dilihat
diantaranya yaitu oral (minuman dan makanan), enteral (NGT, obat oral),
parenteral (IV line atau infus 20 tetes per menit, sebanyak 500 cc habis dalam 8
jam 10 menit), dan injeksi (cefotaxime dengan pelarut aquabides 5 cc, Farmadol
100 cc).

Lain halnya untuk cairan masuk yang tidak bisa dilihat, dimana meliputi air
metabolisme. Dijelaskan oleh Iwasa M, Kogoshi S pada Fluid Tehrapy Bunko do
(1995) dari PT. Otsuka Indonesia yakni:

 usia balita (1-3 tahun) : 8 cc/kgBB/hari

14
 usia 5-7 tahun : 8-8,5 cc/kgBB/hari
 umur 7-11 tahun : 6-7 cc/kgBB/hari
 usia 12-14 tahun : 5-6 cc/kgBB/hari

Dengan begitu, total intake cairan (cairan masuk) ialah penjumlahan dari cairan
masuk yang bisa dilihat dan yang tidak bisa dilihat.

CM = oral + enteral + parenteral + air metabolisme

2. Cairan Keluar

Jenis cairan keluar yang bisa dilihat meliputi BAB : feses ± 100 ml/hari, muntah,
drain, NGT (residu, gastric cooling), urin ( > 0,5-1 ml/kgBB/jam). Perkiraan
produksi urin neonatus sebanyak 10-90 ml/kgBB/hari, bayi sebanyak 80-90
ml/kgBB/hari, anak sebanyak 50 ml/kgBB/hari, remaja sebanyak 40
ml/kgBB/hari, dan dewasa sebanyak 30 ml/kgBB/hari.

Sementara untuk jenis cairan keluar yang tidak bisa dilihat meliputi kehilangan
cairan normal IWL (paru ± 400 ml/hari dan kulit ± 600 ml/hari) dan juga standar
kehilangan IWL. Untuk standar kehilangan IWL ini meliputi neonatus sebanyak
30 ml/kgBB/hari, bayi sebanyak 50-60 ml/kgBB/hari, anak (1-13 th) sebanyak (30
ml-umur) dikali BB/hari, remaja sebanyak 20 ml/kgBB/hari, dan dewasa
sebanyak 10 ml/kgBB/hari untuk pasien bedrest, 15 ml/kgBB/hari untuk pasien
aktif dalam aktivitas.

Rumus balance cairan untuk total cairan keluar = BAB + urin + NGT + muntah +
drain + IWL.

5. Pemasangan dan perawatan luka infus


Tindakan ini dilakukan pada klien yang memerlukan masukan cairan melalui
intravena (infus). Pemberian cairan infuse dapat diberikan pada pasien yang
mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi yang berat. Tindakan ini membutuhkan
kester lan mengingat langsung berhubungan dengan pembuluh darah. Pemberian

15
cairan melalui infuse dengan memasukkan ke dalam vena ( pembuluh darah
pasien ) diantaranya vena lengan ( vena safalika basilica dan mediana kubiti ),
pada tungkai (vena safena ), atau pada vena yang ada di kepala, seperti vena
temporalis frontalis ( khusus untuk anak-anak). Selain pemberian infuse pada
pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat dilakukan pada pasien
yang mengalami syok, intoksikasi berat, pra dan pascabedah, sebelum tranfusi
darah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu. Pemasangan infus
pada pasien bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
2. Infus pengobatan dan pemberian nutrisi

Alat yang digunakan


1. Standar infus
2. Set infus
3. Cairan sesuai program medik
4. Jarum infuse dengan ukuran yang sesuai
5. Pengalas
6. Torniket
7. Kapas alcohol
8. Plester
9. Gunting
10. Kasa steril
11. Betadin
12. Sarung tangan

Pelaksanaan
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Hubungkan cairan dan infus set dengan memasukkan ke bagian karet atau akses
selang ke botol infuse
3. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi
sebagian dan buka klem slang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang
keluar

16
4. Letakkan pangalas di bawah tempat ( vena ) yang akan dilakukan penginfusan
5. Lakukan pembendungan dengan torniker ( karet pembendung ) 10-12 cmdi atas
tempat penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan
sirkular ( bila sadar )
6. Gunakan sarung tangan steril
7. disinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol
8. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari di bagian bawah
vena dan posisi jarum ( abocath ) mengarah ke atas
9. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum ( abocath / surflo ) maka tarik keluar
bagian dalam ( jarum) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena
10. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan bagian
atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar.
Kemudian bagian infus dihubungkan atau disambungkan dengan slang infus
11. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang diberikan
12. Lakukan fiksasi dengan kasa steril
13. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum

Perawatan luka Infus adalah tindakan yang diberikan perawat kepada pasien yang
telah dilakukan pemasangan infus sesuai prosedur guna menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan. Prinsip Perawatan infus dilakukan dengan prinsip aseptik (steril)
seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, memakai
handscoon tujuannya agar pasien terhindar dari infeksi nasokomial. Tujuan
perawatan luka infus menurut SOP Keperawatan tujuannya adalah mencegah
terjadinya infeksi
1. Alat yang digunakan
1. Pinset anatomis steril: 2 buah
2. Kasa steril
3. Sarung tangan steril
4. Gunting plester
5. Plester/hypavic
6. Lidi kapas
7. Alkohol 70% /wash bensin dalam tempatnya

17
8. Iodin Povidon solution 10% /sejenis
9. Penunjuk waktu
10. NaCl 0,9%
11. Bengkok 2 buah, satu berisi cairan desinfektan

2. Pelaksanaan
1. Mengatur posisi pasien (tempat tusukan infus terlihat jelas)
2. Memakai sarung tangan
3. Membasahi plester dengan alkohol/wash bensin dan buka balutan dengan
menggunakan pinset
4. Membersihkan bekas plester
5. Membersihkan daerah tusukan & sekitarnya dengan NaCl
6. Mengolesi tempat tusukan dengan Iodin cair/salf
7. Menutup dengan kassa steril dengan rapi
8. Memasang plester penutup
9. Mengatur tetesan infus sesuai program
D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan

3. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Perawatan Infus


A. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam
B. Evaluasi tanda infeksi
C. Observasi tanda/reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
D. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir saat melakukan perawatan
infus
E. Bersihkan lokasi penusakan dengan anti septik.
F. Mendokumentasikan waktu pemeriksaan kateter (terhadap adanya embolus),

18
serta reaksi klien (terhadap tempat/ lokasi vena perifer yang sering digunakan
pada pemasangan infus.

6. Penggantian cairan Infus


Penggantian Cairan Infus adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan
dengan tekhnik aseptik untuk mengganti cairan infus yang telah habis dengan
botol cairan infus yang baru sesuai dengan jumlah tetesan yang dibutuhkan sesuai
instruksi dokter. Adapun tujuan prosedur ini adalah untuk :

1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh, elektrolit, vitamin, protein,


kalori dan nitrogen pada klien yang tidak mampu mempertahankan
masukan yang adekuat melalui mulut.
2. Memulihkan keseimbangan asam-basa.
3. Meningkatkan Tekanan Darah
4. Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan.

Alat yang digunakan

1. Cairan infus (Asering, RL, Ringerfundin, Nacl 0.9%, Dextrose 5%,


Kabiven, Clinimic, dll)
2. Jam tangan, plester K/P
3. Kapas Alkohol
4. Jarum

Pelaksanaan

1. Pastikan kebutuhan klien akan penggantian botol cairan infus dan cek
cairan infus sesuai 5 benar : > benar nama pasien, benar cara, benar cairan,
benar waktu, benar dosis
2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada pasien
3. Dekatkan alat ke samping tempat tidur, jaga kesterilan alat

19
4. Buka plastic botol cairan, jika ada obat yang perlu di drip dalam cairan
sekalian dimasukkan dengan spuit melalui mulut botol, usap dengan kapas
alkohol, lalu tutup kembali
5. Matikan klem infus set, ambil botol yang terpasang
6. Ambil botol yang baru, buka tutupnya, swab dengan kapas alkohol,
kemudian tusukkan alat penusuk pada infus set ke mulut botol infus dari
arah atas dengan posisi botol tegak lurus
7. Gantung kantung/botol cairan
8. Periksa adanya udara di selang, dan pastikan bilik drip terisi cairan
9. Atur kembali tetesan sesuai program atau instruksi dokter
10. Evaluasi respon pasien dan amati area sekitar penusukan infus
11. Bereskan alat
12. Catat pada lembar tindakan

7. Pelepasan infus

Melepas infus adalah kegiatan melepas akses intra vena dengan mencabut IV
canule dari dalam pembuluh darah. Pelepasan infus pada pasien mempunyai
tujuan

1.      Untuk rehidrasi cairan yang hilang


2.      Memudahkan pemberian premedikasi narkosa
3.      Memberikan tranfusi darah
4.      Untuk memasukkan obat yang diperlukan (Manuaba, 1988)

A.    ALAT YANG DIGUNAKAN


1.      Alat Pelindung Diri (APD)
2.      Kain kasa steril dalam tempatnya (jika diperlukan)
3.      Kapas alkohol dalam tempatnya/alcohol swab
4.      Plester
5.      Gunting verband

20
6.      Bengkok (neirbekken)
7.      Perlak kecil dan alas
8.      coverplast
9.      Alat tulis (untuk dokumentasi)
(Asmadi, 2008)

B.     PELAKSANAAN
1.      Lakukan identifikasi pasien
2.      Jelaskan tentang tujuan dan prosedur tindakan
3.      Cuci tangan sesuai SPO kebersihan tangan
4.      Pakai APD sesuai kebutuhan
5.      Hentikan tetesan infus
6.      Buka plester/transparan dressing
7.      Tarik IV canule secara perlahan
8.      Tutup area penusukan dengan alkohol swab
9.      Lakukan penekanan pada bekas area penusukkan dan pastikan darah tidak
keluar lagi
10.  Ganti alkohol swab bila terdapat rembesan darah
11.  Lakukan fiksasi
12.  Rapikan pasien dan alat-alat yang sudah digunakan
13.  Buang sampah benda tajam kedalam sampah benda tajam/safety box.
14.  Buang sampah plabot infus ketempat sampah medis padat
15.  Buang sampah transparan dressing dan infus set ketempat sampah medis benda
non tajam
16.  Lepaskan APD dan buang ketempat sampah medis
17.  Cuci tangan sesuai SPO kebersihan tangan
18.  Dokumentasikan dalam Simkep atau Rekam Medis

8. Monitoring cairan infus


Monitoring cairan infus adalah menghitung kecepatan infus untuk mencegah
ketidaktepatan pemberian cairan. Monitoring bertujuan untuk mencegah

21
terjadinya kolaps kardiovaskular dan sirkulasi pada klien dehidrasi dan syok dan
mencegah kelebihan cairan pada klien

A. Persiapan alat
1. Kertas dan pensil
2. Jam dengan jarum detik
B. Pelaksanaan
1. Membaca program dokter dan ikuti enam benar untuk memastikan larutan yang
benar
2. Mencari tahu kalibrasi dalam tetesan per milliliter dari set infuse (sesuai
petunjuk pada bungkus)
- Tetes mikro (mikrodrip):1cc=60 tetes
- Tetes makro (makrodrip) 1 cc = 15 tetes 1 cc = 20 tetes
3. Memilih salah satu rumus berikut
- Milliliter per jam Jumlah total cairan infuse (cc) cc/jam = Lama waktu
pengimfusan (jam)
- Tetes permenit Jumlah total cairan infuse (cc) x factor tetesan Lama waktu
pengimpusan
4. Memakai sarung tangan
6. Menetapkan kecepatan aliran dengan menghitung tetesan pada bilik drip selama
satu menit dengan jam, kemudian atur klem pengatur untuk menaikkan atau
menurunkan kecepatan infuse. 7. Memeriksa kecepatan ini setiap jam
8. Mendokumentasikan pada catatan perawat mengenai larutna dan waktu

9. Pengumpulan Urin untuk Pemeriksaan


pemeriksaan urine rutin adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia
urine yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud
dengan pemeriksaan urine lengkap adalah pemeriksaan urine rutin yang
dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar
dan nitrit. 
1. Pemeriksaan Makroskopik.

22
Tes makroskopik dilakukan dengan cara visual. Pada tes ini biasanya
menggunakan reagen strip yang dicelupkan sebentar ke dalam urine lalu
mengamati perubahan warna yang terjadi pada strip dan membandingkannya
dengan grafik warna standar. Tes ini bertujuan mengetahui Warna, Kejernihan,
bau,Volume pH, berat jenis (BJ), glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, darah,
keton, nitrit dan lekosit esterase. 

1. Volume urine. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urine


seperti umur, berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu
badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata di daerah
tropik volume urine dalam 24 jam antara 800--1300 ml untuk orang
dewasa. Bila didapatkan volume urine selama 24 jam lebih dari 2000 ml
maka keadaan itu disebut poliuri. Bila volume urine selama 24 jam 300--
750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri, keadaan ini mungkin didapat
pada diarrhea, muntah -muntah, deman edema, nefritis menahun. Anuri
adalah suatu keadaan dimana jumlah urine selama 24 jam kurang dari 300
ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal  
2. Warna urin. Warna urine ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar
dieresis, makin muda warna urine itu. Biasanya warna urine normal
berkisar antara kuning muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh
beberapa macam zat warna, terutama urochrom dan urobilin. Jika didapat
warna abnormal disebabkan oleh zat warna yang dalam keadaan normal
pun ada, tetapi sekarang ada dalam jumlah besar. Kemungkinan adanya zat
warna abnormal, berupa hasil metabolisme abnormal, tetapi mungkin juga
berasal dari suatu jenis makanan atau obat-obatan. Beberapa keadaan
warna urine mungkin baru berubah setelah dibiarkan  
3. Berat jenis urine. Pemeriksaan berat jenis urine bertalian dengan faal
pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan
memakai falling drop, gravimetri, menggunakan pikno meter,
refraktometer dan reagens 'pita'  
4. Bau urine. Bau urine normal disebabkan oleh asam organik yang mudah
menguap. Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti

23
jengkol, petai, obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada
ketonuria.  
5. pH urine. Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam
basa, karena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urine
normal berkisar antar 4,5 - 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi
saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh
Escherichia coli biasanya urine bereaksi asam, sedangkan pada infeksi
dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak
akan menyebabkan urine bersifat basa  
6. Buih. Buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih,
menunjukkan bahwa urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika
urine memiliki buih yang berwarna kuning, hal tersebut disebabkan oleh
adanya pigmen empedu(bilirubin) dalam urine 

2. Pemeriksaan Mikroskopik 
Tes mikroskopik dilakukan dengan memutar (centrifuge) urine lalu mengamati
endapan urine di bawah mikroskop. Tes ini bertujuan untuk mengetahui : 
(1) unsur-unsur organik (sel-sel : eritrosit, lekosit, epitel), silinder, silindroid,
benang lendir; 
(2) unsur anorganik (kristal, garam amorf); 
(3) elemen lain (bakteri, sel jamur, parasit Trichomonas sp., spermatozoa).
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen
urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih
serta berat ringannya penyakit. 

1. Eritrosit. Dalam keadaan normal, terdapat 0 – 2 sel eritrosit dalam urine.


Jumlah eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau
perdarahan pada ginjal dan saluran kemih, infeksi, tumor, batu ginjal.  
2. Lekosit. Dalam keadaan normal, jumlah lekosit dalam urine adalah 0 – 4
sel. Peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya peradangan, infeksi
atau tumor.  
3. Epitel. Ini adalah sel yang menyusun permukaan dinding bagian dalam
ginjal dan saluran kemih. Sel-sel epitel hampir selalu ada dalam urine,

24
apalagi yang berasal dari kandung kemih (vesica urinary), urethra dan
vagina.  
4. Silinder (cast). Ini adalah mukoprotein yang dinamakan protein Tam
Horsfal yang terbentuk di tubulus ginjal. Terdapat beberapa jenis silinder,
yaitu : silinder hialin, silinder granuler, silinder eritrosit, silinder lekosit,
silinder epitel dan silinder lilin (wax cast). Silinder hialin menunjukkan
kepada iritasi atau kelainan yang ringan. Sedangkan silinder-silinder yang
lainnya menunjukkan kelainan atau kerusakan yang lebih berat pada
tubulus ginjal. 
5. Kristal. Dalam keadaan fisiologik / normal, garam-garam yang
dikeluarkan bersama urine (misal oksalat, asam urat, fosfat, cystin) akan
terkristalisasi (mengeras) dan sering tidak dianggap sesuatu yang berarti.
Pembentukan kristal atau garam amorf dipengaruhi oleh jenis makanan,
banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urine
(tergantung banyak-sedikitnya minum).Yang perlu diwaspadai jika kristal-
kristal tersebut ternyata berpotensi terhadap pembentukan batu ginjal. Batu
terbentuk jika konsentrasi garam-garam tersebut melampaui keseimbangan
kelarutan. Butir-butir mengendap dalam saluran urine, mengeras dan
terbentuk batu. 
6. Silindroid.  Ini adalah material yang menyerupai silinder. Tidak memiliki
arti yang banyak, mungkin sekali berrati adanya radang yang ringan. 
7. Benang lendir (mucus filaments). Ini didapat pada iritasi permukaan
selaput lendir saluran kemih.
8. Spermatozoa. Bisa ditemukan dalam urine pria atau wanita dan tidak
memiliki arti klinik. 
9. Bakteri.  Bakteri yang dijumpai bersama lekosit yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi dan dapat diperiksa lebih lanjut dengan
pewarnaan Gram atau dengan biakan (kultur) urin untuk identifikasi.
Tetapi jika ada bakteri namun sedimen “bersih”, kemungkinan itu
merupakan cemaran (kontaminasi) saja. 
10. Sel jamur . Menunjukkan infeksi oleh jamur (misalnya Candida) atau
mungkin hanya cemaran saja.

25
11. Trichomonas sp. Ini adalah parasit yang bila dijumpai dalam urin dapat
menunjukkan infeksi pada saluran kemih pada laki-laki maupun
perempuan. 

3. Pemeriksaan Kimia Urine


Di samping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan
cara yang lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, spesifik dan sensitif yaitu
memakai reagens pita. Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak
beredar di Indonesia. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan pH,
protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit.

1. Pemeriksaan glukosa. Dalam urine dapat dilakukan dengan memakai


reagens pita. Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara
reduksi ion cupri menjadi cupro. Dengan cara reduksi mungkin didapati
hasil positip palsu pada urin yang mengandung bahan reduktor selain
glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat
dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, vitamin C. Cara enzimatik
lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat
mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara
reduksi hanya sampai 250 mg/dl. 
2. Benda- benda keton, dalam urin terdiri atas aseton, asam asetoasetat dan
asam 13-hidroksi butirat. Karena aseton mudah menguap, maka urin yang
diperiksa harus segar. Pemeriksaan benda keton dengan reagens pita ini
dapat mendeteksi asam asetoasetat lebih dari 5--10 mg/dl, tetapi cara ini
kurang peka untuk aseton dan tidak bereaksi dengan asam beta hidroksi
butirat. Hasil positif palsu mungkin didapat bila urine mengandung
bromsulphthalein, metabolit levodopa dan pengawet 8-hidroksi-quinoline
yang berlebihan. Dalam keadaan normal pemeriksaan benda keton dalam
urin negatif. Pada keadaan puasa yang lama, kelainan metabolisme
karbohidrat seperti pada diabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak
didalam urin didapatkan benda keton dalam jumlah yang tinggi. 
3. Pemeriksaan bilirubin. Dalam urine berdasarkan reaksi antara garam
diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan

26
warna biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari p-nitrobenzene
diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai adalah
asam sulfo salisilat. Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urine akan memberikan
basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran
empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat
mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan
negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau
serenium. 
4. Pemeriksaan urobilinogen. Dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam
keadaan normal kadar urobilinogen berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit
per dl urin. Peningkatan ekskresi urobilinogen urin mungkin disebabkan
oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses hemolisa yang berlebihan
di dalam tubuh. Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam urin,
adanya darah dalam urin mungkin disebabkan oleh perdarahan saluran
kemih atau pada wanita yang sedang haid. Dengan pemeriksaan ini dapat
dideteksi adanya 150-450 ug hemoglobin per liter urin. Tes ini lebih peka
terhadap hemoglobin daripada eritrosit yang utuh sehingga perlu dilakukan
pula pemeriksaan mikroskopik urin. Hasil negatif palsu bila urin
mengandung vitamin C lebih dari 10 mg/dl. Hasil positif palsu didapatkan
bila urin mengandung oksidator seperti hipochlorid atau peroksidase dari
bakteri yang berasal dari infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan
kuman yang terkontaminasi. 

D. Jenis Sampel Urine 

1. Urine sewaktu / urine acak (random). Urine sewaktu adalah urine yang
dikeluarkan setiap saat dan tidak ditentukan secara khusus. Mungkin
sampel encer, isotonik, atau hipertonik dan mungkin mengandung sel
darah putih, bakteri, dan epitel skuamosa sebagai kontaminan. Jenis
sampel ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin tanpa pendapat khusus. 
2. Urine pagi. Pengumpulan sampel pada pagi hari setelah bangun tidur,
dilakukan sebelum makan atau menelan cairan apapun. Urine satu malam
mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga unsur-

27
unsur yang terbentuk mengalami pemekatan. Urine pagi baik untuk
pemeriksaan sedimen dan pemeriksaan rutin serta tes kehamilan
berdasarkan adanya HCG (human chorionic gonadothropin) dalam urine. 
3. Urine tampung 24 jam. Urine tampung 24 jam adalah urine yang
dikeluarkan selama 24 jam terus-menerus dan dikumpulkan dalam satu
wadah. Urine jenis ini biasanya digunakan untuk analisa kuantitatif suatu
zat dalam urine, misalnya ureum, kreatinin, natrium, dsb. Urine
dikumpulkan dalam suatu botol besar bervolume 1.5 liter dan biasanya
dibubuhi bahan pengawet, misalnya toluene. 

D. Wadah Spesimen 
Wadah untuk menampung spesimen urine sebaiknya terbuat dari bahan plastik,
tidak mudah pecah, bermulut lebar, dapat menampung 10-15 ml urine dan dapat
ditutup dengan rapat. Selain itu juga harus bersih, kering, tidak mengandung
bahan yang dapat mengubah komposisi zat-zat yang terdapat dalam urine 

D. Prosedur Pengumpulan Sampel Urine 


Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali
dalam keadaan yang tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen,
penderita harus diberi penjelasan tentang tata cara pengambilan yang benar.
Spesimen urine yang ideal adalah urine pancaran tengah (midstream), di mana
aliran pertama urine dibuang dan aliran urine selanjutnya ditampung dalam
wadah yang telah disediakan.
Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis. Aliran pertama
urine berfungsi untuk menyiram sel-sel dan mikroba dari luar uretra agar tidak
mencemari spesimen urine. Sebelum dan sesudah pengumpulan urine, pasien
harus mencuci tangan dengan sabun sampai bersih dan mengeringkannya
dengan handuk, kain yang bersih atau tissue. Pasien juga perlu membersihkan
daerah genital sebelum berkemih.
Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum
menampung spesimen. Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu
orang lain (mis. keluarga atau perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu

28
dulu mengenai cara pengumpulan sampel urin, mereka harus mencuci
tangannya sebelum dan sesudah pengumpulan sampel, menampung urine
midstream dengan baik.
Untuk pasien anak-anak mungkin perlu dipengaruhi/dimaotivasi untuk
mengeluarkan urine. Pada pasien bayi dipasang kantung penampung urine pada
genitalia. Pada kondisi tertentu, urine kateter juga dapat digunakan. Dalam
keadaan khusus, misalnya pasien dalam keadaan koma atau pasien gelisah,
diperlukan kateterisasi kandung kemih melalui uretra. Prosedur ini
menyebabkan 1 - 2 % risiko infeksi dan menimbulkan trauma uretra dan
kandung kemih. Untuk menampung urine dari kateter, lakukan desinfeksi pada
bagian selang kateter dengan menggunakan alkohol 70%.
Aspirasi urine dengan menggunakan spuit sebanyak 10 – 12 ml. Masukkan
urine ke dalam wadah dan tutup rapat. Segera kirim sampel urine ke
laboratorium. Untuk mendapatkan informasi mengenai kadar analit dalam
urine biasanya diperlukan sampel urine 24 jam. 

Cara pengumpulan urine 24 jam adalah : 

1. Pada hari pengumpulan, pasien harus membuang urine pagi pertama. Catat
tanggal dan waktunya. Semua urine yang dikeluarkan pada periode
selanjutnya ditampung. 
2. Jika pasien ingin buang air besar, kandung kemih harus dikosongkan
terlebih dahulu untuk menghindari kehilangan air seni dan kontaminasi
feses pada sampel urin wanita. 
3. Keesokan paginya tepat 24 jam setelah waktu yang tercatat pada wadah,
pengumpulan urine dihentikan. 
4. Spesimen urine sebaiknya didinginkan selama periode pengumpulan. 

Cara pengambilan sampel urine clean-catch pada pasien wanita : 

1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu


mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue. 
2. Tanggalkan pakaian dalam, lebarkan labia dengan satu tangan 

29
3. Bersihkan labia dan vulva menggunakan kasa steril dengan arah dari
depan ke belakang 
4. Bilas dengan air bersih dan keringkan dengan kasa steril yang lain. 
5. Selama proses ini berlangsung, labia harus tetap terbuka dan jari tangan
jangan menyentuh daerah yang telah dibersihkan. 
6. Keluarkan urine, aliran urine yang pertama dibuang. Aliran urine
selanjutnya ditampung dalam wadah steril yang telah disediakan.
Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis. Diusahakan agar
urine tidak membasahi bagian luar wadah. 
7. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium. 

Cara pengambilan urine clean-catch pada pasien pria : 

1. Pasien harus mencuci tangannya dengan memakai sabun lalu


mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue. 
2. Jika tidak disunat, tarik preputium ke belakang. Keluarkan urine, aliran
urine yang pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya ditampung dalam
wadah steril yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum
aliran urine habis. Diusahakan agar urine tidak membasahi bagian luar
wadah. 
3. Wadah ditutup rapat dan segera dikirim ke laboratorium.

Aspirasi jarum suprapubik transabdominal kandung kemih merupakan cara


mendapatkan sampel urine yang paling murni. Pengumpulan urine aspirasi
suprapubik harus dilakukan pada kandung kemih yang penuh. 

1. Lakukan desinfeksi kulit di daerah suprapubik dengan Povidone iodine


10% kemudian bersihkan sisa Povidone iodine dengan alkohol 70% 
2. Aspirasi urine tepat di titik suprapubik dengan menggunakan spuit 
3.  Diambil urine sebanyak ± 20 ml dengan cara aseptik/suci hama
(dilakukan oleh petugas yang berkompenten) 
4. Masukkan urine ke dalam wadah yang steril dan tutup rapat. 
5. Segera dikirim ke laboratorium. 

30
Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
meliputi pengkajian riwayat kesehatan (keperawatan), pengukuran klinis
(misalnya berat badan harian, tanda vital, serta asupan dan haluaran cairan),
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium untuk mengevaluasi
keseimbangan cairan dan elektrolit.

Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang diperlukan dalam pengkajian meliputi asupan makanan
dan cairan, haluaran cairan, tanda-tanda kehilangan atau kelebihan cairan, tanda-
tanda gangguan keseimbangan elektrolit, penyakit yang diderita, obat atau
tindakan yang dapat menyebabkan gangguan kesetimbangan cairan.

Pengukuran Klinis
Tiga jenis pengukuran klinis yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain
pengukuran berat badan harian, tanda-tanda vital, setra asupan dan haluaran
cairan.

Pengukuran Berat Badan


Pengukuran berat badan harian menyediakan informasi yang relatif akurat tentang
status cairan sebab perubahan berat badan menunjukan adanya perubahan cairan
akut. Setiap penurunan berat badan satu kilogram menunjukkan tubuh kekurangan
cairan sebanyak 1 L. Perubahan berat badan menunjukkan terjadinya perubahan
cairan pada seluruh kompartemen tubuh.

Apabila kehilangan/kelebihan berat badan mencapai 5% - 8% dari total berat


badan, ini mengidentifikasikan terjadinya kelebihan/kehilangan cairan sedang
hingga berat. Untuk memperoleh hasil pengukuran berat badan yang akurat,
diperlukan standardisasi alat ukur yang digunakan sebelum dan sesudah
penimbangan. Selain itu, penimbangan berat badan sebaiknya dilakukan pada

31
waktu yang sama dan dengan mengenakan pakaian sama. Secara umum, jumlah
cairan yang hilang dapat dihitung dengan rumus berikut :

Kehilangan air = Berat badan normal – berat badan sekarang


Jika berat badan turun lebih dari 500 g/hari, ini mungkin menunjukkan telah
terjadi kehilangan cairan dari tubuh. Akan tetapi, jika penurunan kurang dari 300
g/hari, ini mungkin disebabkan oleh penyebab lain. Begitu juga bila ada
penambahan berat badan, mungkin ini menunjukan retensi cairan.

Tanda Vital
Perubahan tanda vital mungkin mengidentifikasikan adanya ketidakseimbangan
cairan, elektrolit dan asam basa, atau sebagai upaya kompensasi dalam
mempertahankan keseimbangan dalam tubuh. Peningkatan suhu tubuh mungkin
menunjukan kondisi dehidrasi, sedangkan takikardia merupakan tanda pertama
menunjukan adanya hipovolemia akibat kekurangan cairan. Denyut nadi
cenderung menguat pada kondisi kelebihan cairan dan melemah pada kekurangan
cairan. Perubahan laju dan kedalaman pernafasan mungkin menunjukan adanya
gangguankesetimbangan asam-basa. Tekanan darah cenderung meningkat pada
kelebihan cairan menurun pada kekurangan cairan.
Asupan dan Haluaran
Pengukuran klinis ketiga yang tidak kalah penting adalah besarnya asupan
haluaran cairan. Pengukuran dan asupan dan haluaran cairan dalam 24 jam
diperlukan sebagai data dalam menentukan kesetimbangan cairan tubuh. Perawat
harus memberikan informasi pada klien, keluarga dan seluruh tenaga kesehatan
tentang perlunya perhitungan asupan dan haluaran cairan yang akurat.

Perhitungan Asupan Cairan


Perhitungan asupan cairan meliputi asupan minum per oral, makanan, makanan
cairan, cairan parenteral, obat-obat intravena, serta irigasi kateter atau slang.
Adapun perhitungan haluaran cairan meliputi haluaran urine, feses encer,
muntahan, keringat, drainase (lambung atau usus), drainase luka/fistula, serta dari
pernafasan yang cepat dan dalam.

32
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk mengkaji kebutuhan cairan dan elektrolit
difokuskan pada kulit, rongga mulut, mata, vena jugularis, vena-vena tangan dan
sistem neurologis.

Turgor Kulit
Turgor kulit menggambarkan cairan interstisial dan elastisitas kulit. Penurunan
turgor terkait dengan elastisitas kulit. Normalnya, jika dicubit, kuliat akan segera
kembali keposisi normal setelah dilepaskan. Pada klien dengan defisit volume
cairan, kulit kan kembali datar dalam jangka waktu yang lebih lama (hingga
beberapa detik).

Iritabilitas Neuromuskular
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkaji ketidakseimbangan kalsium dan
magnesium. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda Chovstek dan tanda
Trousseau. Pemeriksaan tanda Chovstek dilakukan dengan mengetuk saraf wajah
(sekitar 2cm di depan liang telinga). Jika : Tanda dan gejala kehilangan cairan
Kriteria Tanda/Gejala Kehilangan Cairan
Ringan a)      Haus 1-2 liter (2% BB)
b)      Berat badan turun
c)      Tidak ada gejala lain
Sedang a)      Rasa haus berat 3-4 liter (6% BB)
b)      Sangat lelah
c)      Lidah kering
d)     Oliguria
e)      Na+ serum meningkat
f)       Suhu tubuh meningkat
g)      Hipertonik
h)      BJ urine meningkat
Berat a)      Gejala diatas 5-10 liter (7% - 14%
bertambah BB)
b)      Koma

33
c)      Konsentrasi darah
tinggi
d)     Na+ serum meningkat
e)      Viskositas plasma
meningkat
f)       Gangguan mental
g)      Delirium

Pemeriksaan Laboratorium

Elektrolit Serum
Pemeriksaan kadar elektrolit serum sering dilakukan untuk mengkaji adanya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemeriksaan yang paling sering
adalah natrium, kalium, dan ion bikarbonat. Perhitungan kebutuhan cairan dengan
menggunakan nilai Na+ adalah :

Air yang hilang = 0,6 x BB ( Na+ serum terukur – 142)


Na+ serum terukur

Hitung Darah
Hematokrit (Ht) menggambarkan presentase total darah dengan sel darah merah.
Karena hematokrit adalah pengukuran volume sel dalam plasma, nilainya akan
dipengaruhi oelh jumlah cairan plasma. Dengan demikian, nilai Ht pada klien
yang mengalami dehidrasi atau hipovolemia cenderung meningkat, sedangkan
nilai Ht pada pasien yang mengalami overhidrasi dapat menurun. Normalnya 37%
- 47%. Biasanya, peningkatan kadar hemoglobin diikuti dengan peningkatan
kadar hemotokrit.

Air yang hilang = PAT x BB x [(Ht Normal/Ht


terukur)]

34
Keterangan
Perbandingan air tubuh (PAT):
·         Nilai 0,2 untuk dehidrasi akut
·         Nilai 0,6 dehidrasi kronis

Osmolalitas
Osmolalitas merupakan indikator konsentrasi sejumlah partikel yang terlarut
dalam serum dan urine. Biasanya dinyatakan dalam mOsm/kg.

pH Urine
pH urine menunjukan tingkat keasaman urine, yang dapat digunakan untuk
menggambarkan ketidakseimbangan asam-basa. pH urine normal adalah 4,6 – 8
pada kondisi asidosis metabolik.

Berat Jenis Urine


Berat jenis urine dapat digunakan sebgai indikator gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, walaupun hasilnya kurang reliable. Akan tetapi, pengukuran BJ
urine merupakan cara paling mudah dan cepat untuk menentukan konsentrasi
urine. Berat jenis urine dapat meingkat saat terjadi pemekatan akibar kekurangan
cairan dan menurun saat tubuh kelebihan cairan. Nilai BJ urine normal adalah
1,005 – 1,030 (biasanya 1,010 – 1,025). Selain itu, BJ urine juga meningkat saat
terdapat glukosa dalam urine, juga pada pemberian dekstran, obat
kontrasradiografi, dan beberapa jenis obat lainnya.
Dx. Keperawatan : Hipervolemia
Hipervolemia adalah istilah medis yang menggambarkan kondisi ketika tubuh
menyimpan terlalu banyak kelebihan volume cairan. Kelebihan cairan
tersebut bisa menumpuk di luar sel-sel tubuh atau di ruangan antar sel di dalam
jaringan tertentu. Hipervolemia juga menggambarkan kondisi kelebihan cairan
dalam aliran darah.
Berhubungan dengan:
1. Gangguan mekanisme regulasi

35
2. Kelebihan asupan cairan
3. Kelebihan asupan natrium
4. Gangguan aliran bali vena
5. Efek agen farmakologis
Ditandai dengan:
a. Ortopnea
b. Dipsnea
c. Paroxymal nocturnal dyspnea (PNB)
d. Edema anasarka dan/ atau edema perifer
e. Berat badan meningkat dalam waktu singkat
f. Jugular Venous Pressure ( JVP ) dan atau Cental Venous Pressure
g. Refleks hepatojugular positif
Tujuan :
Kebutuhan cairan klien dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh
klien.

Kriteria Hasil :
Individu akan :
(1) Mengungkapkan faktor -faktor penyebab dan metode-metode
pencegahan edema.
(2) memperlihatkan penurunan edema perifer dan sakral.
1) Intervensi
a) Kaji asupan diet dan kebiasaan yang mendorong terjadinya retensi
cairan.
b) Anjurkan individu untuk menurunkan masukan garam.
c) Ajarkan individu untuk.
d) Membaca label untuk kandungan natrium.
e) Hindari makanan yang menyenangkan, makanan kaleng, dan
makanan beku.
f) Masak tanpa garam dan gunakan bumbu-bumbu untuk menambah
rasa (lemon, kemangi, mint).

36
g) Gunakan cuka mengganti garam untuk rasa sop, rebusan, dan lain-
lain.
h) Kaji adanya tanda-tanda venostatis pada bagian tergantung.
i) Jaga ekstremitas yang mengalami edema setinggi diatas jantung
apabila mungkin (kecuali jika terdapat kontraindikasi oleh gagal
jantung).
j) Instruksikan individu untuk menghindari celana yang terbuat dari
kaos/korset, celana setinggi lutut, dan menyilangkan tungkai bawah
dan latihan tetap meninggikan tungkai bila mungkin.
k) Untuk drainase yang tidak adekuat :
(1) Jaga ekstremitas ditinggikan diatas bantal.
(2) Ukur tekanan darah pada lengan yang tidak sakit.
(3) Jangan memberi suntikan atau memasukan cairan intravena pada
lengan yang sakit.
(4) Lindungi lengan yang sakit dari cedera.
(5) Anjurkan individu untuk menghindari deterjen yang kuat,
membawa kantong yang berat, merokok, mencederai kulit ari
atau bintil pada kuku, meraih kedalam oven yang panas,
menggunakan perhiasan atau jam tangan, atau menggunakan
bando.
(6) Peringatkan individu untuk menemui dokter jika lengan menjadi
merah, bengkak, atau keras lain dari biasa.
(7) Lindungi lengan yang edema dari cedera.
2) Evaluasi
Evaluasi pada kelebihan volume cairan yaitu mengacu pada kriteria
hasil yaitu :
a) Klien tahu apa penyebab edema dan sudah mengerti tentang
pencegahan edema.
b) Tidak ada tanda-tanda edema.

Dx. Keperawatan : Hipovolemia

37
Hipovolemia merupakan kondisi penurunan volume darah akibat kehilangan
darah maupun cairan tubuh. Kondisi ini dapat terjadi akibat perdarahan pada saat
cedera, kecelakaan, persalinan maupun operasi.

Berhubungan dengan:
a. Kehilangan cairan aktif
b. Kegagalan mekanisme regulasi
c. Peningkatan permeabilitas kapiler
d. Kekurangan intake cairan
e. Evaporasi

Ditandai dengan:
a. Frekuensi nadi meningkat
b. Nadi teraba lemah
c. Tekanan darah menurun
d. Tekanan nadi menyempit
e. Turgor kulit menurun
f. Membran mukosa kering
g. Volume urine menurun
h. Hematokrit meningkat

Tujuan :
Menyeimbangkan volume cairan sesuai dg. Kebutuhan tubuh.

Kriteria Hasil :
Individu akan :
a. Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali
bila ada kontraindikasi).
b. Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan
selama stres atau panas.
c. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal.
d. Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi.

38
1) Intervensi
a) Kaji yang disukai dan yang tidak disukai; beri minuman
kesukaan dalam batas diet.
b) Rencanakan tujuan masukan cairan untuk setiap pergantian (mis;
1000 ml selama pagi, 800 ml sore, dan 200 ml malam hari).
c) Kaji pengertian individu tentang alasan-alasan untuk
mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metoda-metoda untuk
mencapai tujuan masukan cairan.
d) Untuk anak-anak, tawarkan :
(1) Bentuk-bentuk cairan yang menarik (es krim bertangkai, jus
dingin, es berbentuk kerucut)
(2) Wadah yang tidak biasa (cangkir berwarna, sedotan)
(3) Sebuah permainan atau aktivitas (suruh anak minum jika
tiba giliran anak)
e) Suruh individu mempertahankan laporan yang tertulis dari
masukan cairan dan haluaran urine, jika perlu.
f) Pantau masukan; pastikan sedikitnya 1500 ml peroral setiap 24
jam.
g) Pantau haluaran; pastikan sedikitnya 1000-1500 ml setiap 24
jam.
h) Pantau berat jenis urine
i) Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama,
kehilangan berat badan 2%-4% menunjukan dehidrasi ringan,
5%-9% dehidrasi sedang.
j) Ajarkan bahwa kopi, teh, dan jus buah anggur menyebabkan
diuresis dan dapt menambah kehilangan cairan.
k) Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan
dengan muntah, diare, demam, selang drein.
l) Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan
serum osmolalitas, kreatinin, hematokrit, dan hemoglobin.
m) Untuk drainase luka :

39
(1) Pertahankan catatan yang cermat tentang jumlah dan jenis
drainase.
(2) Timbang balutan, jika perlu, untuk memperkirakan
kehilangan cairan.
(3) Balut luka untuk meminimalkan kehilangan cairan.
2) Evaluasi
Evaluasi pada kekurangan volume cairan yaitu mengacu pada kriteria
hasil yaitu :
a) Klien mengerti tentang pentingnya meningkatkan masukan
cairan selama stress.
b) Berat jenis urine normal.
c) Tidak terjadi tanda-tanda dehirasi (mukosa bibir lembab, turgor
kulit elastis).

Dx. Keperawatan : Resiko ketidakseimbangan elektrolit


Ketidakseimbangan elektrolit adalah kondisi ketika seseorang memiliki terlalu
sedikit atau terlalu banyak mineral tertentu (seperti potassium, kalsium,
magnesium, dan sodium) di dalam tubuhnya. Hal itu bisa terjadi karena berbagai
alasan. Beberapa alasan yang paling sering ditemui ialah berkeringat terlalu
banyak, kurang minum air putih, dan pola makan yang buruk. Bisa juga
disebabkan oleh penyakit tertentu atau terjadi sebagai efek samping dari beberapa
terapi medis.
Berhubungan dengan:
1. Ketidakseimbangan cairan ( misal : dehidrasi dan intoksikasi air )
2. Kelebihan volume cairan
3. Gangguan mekanisme regulasi ( misal : diabetes )
4. Efek samping prosedur ( misal : pembedahan )
5. Diare
6. Muntah
7. Disfusi ginjal
8. Disfusi regulasi endokrin

40
Ditandai dengan:
a. Gagal ginjal
b. Anoreksia nervosa
c. Diabetes melitus
d. Penyakit Chron
e. Gastroenteritis
f. Pankreatitis
g. Cedera kepala
h. Kanker
i. Trauma multipel
j. Luka bakar
k. Anemia sel sabit
1. INTERVENSI
a. Pantau hasil laboratorium nilai elektrolit serum darah pasien
b. Pantau tanda dan gelaja adanya peningkatan kadar elektrolit serum pada
pasien
c. Pantau masukan dan haluaran cairan
d. Pantau EKG pasien, dicurigai akan mengalami gangguan pada jantung
apabila pasien mengalami hiperkalemia.
2. EVALUASI
1. Pola nafas kembali normal, ditunjukkan dengan:
a. Frekuensi pernapasan pasien dalam batas normal.
b. Pasien menunjukkan baik secara lisan atau melalui perilaku, perasaan
nyaman saat bernapas..
c. Pasien melakukan teknik pernafasan yang tepat dengan tidak
mengunakan otot bantu nafas.
d. Pasien menunjukkan ekspansi paru maksimum dengan ventilasi yang
memadai.
e. Ketika pasien melakukan ADL, pola pernapasan tetap normal.
2. Volume cairan kembali normal, ditunjukkan
dengan:
a. Pasien tidak tampak adanya edema dan asites

41
b. Pasien menunjukkan adanya peningkatan berat badan
c. Pasien menunjukkan adanya pengeluaran urin dalam jumlah yang
normal
d. Pada pemeriksaan menunjukkan TTV dan hasil lab yang mendekati
normal

3. Nutrisi terpenuhi
a. Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
b. Pasien tidak tidak menunjukkan tanda tanda kerusakan integritas kulit
c. Hasil koreksi elektrolit dalam batas normal

42
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter
penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel.
Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine
sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal
dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam
mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion
hidrogen dan ion bikarbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal,
yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru
dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan sistem dapar (buffer)
kimia dalam cairan tubuh.

B. Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas, maka penulis mengajukan
beberapa saran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan volume
cairan sebagai berikut :
1. Perlunya ditingkatkan dan dipertahankan komunikasi yang efektif antara
klien, keluarga dan perawat agar terbina hubungan saling percaya dalam
memberikan asuhan keperawatan sehingga perawat dapat mendapatkan
data-data yang dibutuhkan.
2. Sistem pendokumentasian asuhan keperawatan dipertahankan dan
dilengkapi dengan respon klien agar asuhan keperawatan yang diberikan
lebih efektif.

43
44
45

Anda mungkin juga menyukai