Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

BANTUAN HIDUP DASAR (BASIC LIFE SUPPORT)

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat yang diampu oleh Ns. Moh. Projo Angkasa, S.Kep, M.Kes.

Disusun Oleh :

1. Aditya Rizky Cahya P (P1337420317008)


2. Noni Farahnida (P1337420317011)
3. M. Khoirul Fahmi (P1337420317024)
4. Zulfan Nadhif (P1337420317025)
5. Dyah Sifa Urohmi (P1337420317026)
6. Eka Nofianti (P1337420317031)
7. Ivonia Novita Ekasari (P1337420317042)
8. Ari Lestari Wijayanti (P1337420317045)
9. Tyra Irfadilla (P1337420317051)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

PRODI D III KEPERAWATAN PEKALONGAN

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang


Maha Esa, Makalah tentang Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) telah dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat yang diampu oleh Ns. Moh. Projo Angkasa, S.Kep, M.Kes. Makalah
ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai konsep Bantuan Hidup
Dasar menurut AHA.

Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada semua pihak


yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Tim penyusun berharap makalah ini
dapat digunakan untuk mendukung pembelajaran secara optimal dan bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Pekalongan, 27 Agustus 2019

Kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Bantuan Hidup Dasar Menurut AHA .......................................... 3
B. Praktik Resusitasi Jantung Paru ................................................................10
C. Teknik RJP dengan Satu Penolong dan Dua Penolong .............................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................14
B. Saran ..........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan
napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa
menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007). Tujuan bnatuan hidup dasar ialah
untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung
melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat
menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).
Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting pada pasien trauma terutama
pada pasien dengan henti jantung yang tiga perempat kasusnya terjadi di luar
rumah sakit (Alkatiri, 2007). Cedera merupakan salah satu penyebab kematian.
Pada tahun 1990 3,2 juta kematian dan 312 juta orang mengalami cedera di
seluruh dunia. Pada tahun 2000 kematian akan mencapai 3,8 juta dan pada tahun
2020 diperkirakan cedera/trauma akan menyebabkan penyebab kematian ketiga
atau kedua untuk semua kelompok umur (IKABI, 2004).
Dari hasil penelitian Chandrasekaran dkk pada tahun 2010 di india
menunjukkkan bahwa 31% kalangan medis, mahasiswa keperawatan,
mahasiswa kedokteran gigi dan mahasiswa kedokteran tidak mengetahui
singkatan BLS yang merupakan Basic life support, 51% gagal malakukan usaha
penyelamatan sebagai langkah awal dalam bantuan hidup dasar, dan 74% tidak
mengetahui lokasi yang tepat untuk kompresi dada pada tindakan bantuan hidup
dasar (Chandrasekaran, 2010).
Seiring dengan perkiraan peningkatan kejadian trauma di dunia
(IKABI,2004) dan pentingnya tindakan bantuan hidup dasar pada pasien trauma
(Alkatiri, 2007) maka setiap orang seharusnya terlatih dalam pemberian
pertolongan pertama atau bantuan hidup dasar. Termasuk kalangan medis, salah
satunya mahasiswa keperawatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah yang dapat dijabarkan
dalam rumusan:
1. Bagaimana gambaran konsep Bantuan Hidup Dasar menurut AHA?
2. Bagaimana pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar menurut AHA pada
masyarakat awam, orang dewasa, anak, dan pada anak?

C. Tujuan
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Menjelaskan konsep Bantuan Hidup Dasar menurut AHA
2. Menggambarkan pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar menurut AHA pada
masyarakat awam, orang dewasa, anak, dan pada anak
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Bantuan Hidup Dasar


1. Pengertian
Basic Life Support adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika
terjadi hentijantung. Aspek dasar BLS meliputi penanganan langsung
terhadap sudden cardiac arrest (SCA) dan sistem tanggap darurat,
cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP)
dini, dan defibrilasi cepat dengan (AED) automated externaldefibrillator
(Berg, et al 2010).

Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support merupakan


sekumpulan intervensi yang bertujuan untuk mengembalikan dan
mempertahankan fungsi vital organ pada korban henti jantung dan henti
nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian kompresi dada dan bantuan nafas
(Hardisman, 2014). Menurut Krisanty (2009) bantuan hidup dasar adalah
memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi pada pasien
henti jantung atau henti nafas melalui RJP/ CPR.

Menurut AHA Guidelines tahun 2015, tindakan BHD ini dapat


disingkat teknik ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary
Resuscitation)yaitu:

a. A (Airway): Menjaga jalan nafas tetap terbuka


b. B (Breathing): Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat
c. C (Circulation): Mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi
jantung paru.

2. Tujuan Basic Life Support menurut (AHA, 2015) antara lain :


a. Mengurangi tingkat morbiditas dan kematian dengan mengurangi
penderitaan.
b. Mencegah penyakit lebih lanjut atau cedera
c. Mendorong pemulihan
Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara
efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan
sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen
dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief & Kartini 2009). Sedangkan
menurut Alkatri (2007), tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu
tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan
mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan tubuh.

3. Indikasi Basic Life Support


Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang terkandung didalam
bantuan hidup dasar sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac
arrest karena fibrilasi ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di
rumah sakit dengan fibrilasi ventrikel primer dan penyakit jantung iskemi,
pasien dengan hipotermi, overdosis, obstruksi jalan napas atau primary
respiratory arrest (Alkatri, 2007).
a. Henti Jantung (Cardiac Arrest)
Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena
kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif, keadaan
tersebut bias disebabkan oleh penyakit primer dari jantung atau
penyakit sekunder non jantung. Henti jantung adalah bila terjadi henti
jantung primer, oksigen tidak beredar dan oksigen tersisa dalam organ
vital akan habis dalam beberapa detik (Mansjoer & Sudoyo 2010).
Henti jantung dapat disebabkan oleh faktor intrinsik atau
ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa penyakit kardiovaskular seperti
asistol, fibrilasi ventrikel dan disosiasi elektromekanik. Faktor
ekstrinsik adalah kekurangan oksigen akut (henti nafas sentral/perifer,
sumbatan jalan nafas dan inhalasi asap); kelebihan dosis obat (digitas,
kuinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin dan
isoprenalin); gangguan asam basa/elektrolit (hipo/hiperkalemia,
hipo/hipermagnesia, hiperkalsemia dan asidosis); kecelakaan (syok
listrik, tenggelam dan cedera kilat petir); refleks vagal; anestesi dan
pembedahan (Mansjoer & Sudoyo 2010).
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tidak teraba (karotis,
femoralis, radialas), disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali,
pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tidak
bereaksi dengan rangsang cahaya dan pasien dalam keadaan tidak sadar
(Latief & Kartini 2009).

b. Henti Napas (Respiratory Arrest)


Henti napas adalah berhentinya pernafasaan spontan disebabkan
karena gangguan jalan nafas persial maupun total atau karena gangguan
dipusat pernafasaan. Tanda dan gejala henti napas berupa hiperkarbia yaitu
penurunan kesadaran, hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau
sianosis (Mansjoer & Sudoyo 2010).

Henti nafas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak


hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi
asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik,
tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglottis, tercekik
(suffocation), trauma dan lain-lain (Latief & Kartini 2009).

Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,

pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa

menit. Jika henti napas mendapat pertolongan dengan segera maka pasien
akan terselamatkan hidupnya dan sebaliknya jika terlambat akan berakibat
henti jantung yang mungkin menjadi fatal (Latief & Kartini 2009).

c. Tidak sadarkan diri

4. Rantai keselamatan dan Langkah-Langkah Basic Life Support


Rantai keselamatan dan langkah-langkah Basic Life Support menurut
AHA (2015) antara lain:

Gambar 2.1. Rantai keselamatan pada korban dewasa


a. Langkah-langkah Basic Life Support pada korban dewasa
1) Identifikasi korban henti jantung dan Aktivasi SPGDT Segera
a) Melakukan 3A (Aman)
Sebelum melakukan pertolongan harus diingat bahwa tidak
jarang anda memasuki keadaan yang berbahaya. Selain resiko
infeksi anda juga dapat menjadi korban jika tidak memperhatikan
kondisi sekitar pada saat melakukan pertolongan. Maka ada
beberapa hal yang harus dilakukan penolong pada korban yaitu :

i. Memasikan keamanaan anda


Keamanaan sendiri merupakan prioritas utama
karena bagaimana kita dapat melakukan pertolongan jika
kondisi kita sendiri berada dalam bahaya. Akan merupakan
hal yang ironiis seandainya kita bermaksud menolong
tetapi karena tidak memperhatikan situasi kita sendiri yang
terjerumus dalam bahaya.
ii. Memastikan keamanan lingkungan
Ingat rumus do no futher harm karena ini meliputi
juga lingkungan sekitar penderita yang belum terkena
sedera. Sebagai contoh ketika terjadi kecelakaan lalu
lintas. Ingatlah para penonton untuk cepat-cepat
menyingkir karena ada bahaya seperti ledakan/api.
iii. Memastikan keamanan penderita
Betatapun ironisnya, tetapi prioritas terakhir adalah
penderita sendiri, karena penderita ini sudah mengalami
cedera dari awal.
iv. Memastikan kesadaran korban
Penolong juga perlu memeriksa pernafasaan korban,
jika korban tidak sadarkan diri dan bernafas secara
abnormal (terengah-engah) penolong harus mngasumsikan
korban mengalami henti jantung. Penolong harus
memastikan korban tidak merespon dengan cara
memanggil korban dengan jelas, lalu menepuk-nepuk
korban atau menggoyang-goyangkan baru korban.
v. Meminta pertolongan
Korban tidak merespon maka penolong harus segera
mengaktifkan SPGDT dengan menelpon Ambulans Gawat
Darurat 118 Dinas Kesehatan DKI Jakarta, atau ambulans
rumah sakit terdekat. Mengaktifkan SPGDT penolong
harus siap dengan jawaban mengenai lokasi kejadian,
kejadian yang sedang terjadi, jumlah korban dan bantuan
yang dibutuhkan. Rangkaian tindakan tersebut dapat
dilakukan secara bersamaan apabila pada lokasi kejadian
terdapat lebih dari satu penolong, misalnya penolong
pertama memeriksa respon korban kemudian melanjutkan
tindakan BLS sedangkan penolong kedua mengaktifkan
SPGDT dengan menelpon ambulans terdekat dan
mengambil alat kejut jantung otomatis (AED).
5. Resusitusi Jantung Paru (RJP)
Penolong memberikan penekanan dada dengan kedalamaan
minimal 5cm(prinsip tekan kuat) dengan minimal 100-120 kali
permenit (prinsip tekan cepat). Penolong juga harus memberikan waktu
bagi dada korban untuk mengembang kembali untuk memungkinkan
darah terisi terlebih dahulu pada jantung (prinsip mengembang
sempurna). Penolong juga harus meminimalisasi interupsi saat
melakukan penekanan (prinsip interupsi minimal). Bantuan nafas
diberikan setelah membuka jalan napas korban dengan teknik
mengadahkan kepala dan mengangkat dagu (head tilt-chin lift).
Setelah itu cuping hidung korban dijepit menggunakan ibu jari dan
telunjuk agar tertutup kemudian diberikan napas buatan sebanyak dua
kali, masing-masing sekitar 1 detik, buang napas seperti biasa melalui
mulut. Bantuan napas diberikan dari muut atau menggunakan
pelindung wajah yang diletakkan diwajah korban. Lihat dada korban
saat memberikan napas buatan, apakah dadanya mengembang,
kemudian tunggu hingga kembali turun memberikan napas buatan
berikutnya.
RJP terdiri dari penekanan dada dan bantuan napas dengan
perbandingan 30:2 berarti 30 kali penekanan dada kemudian
dilanjutkan dengan memberikan 2 kalibantuan napas. Bantuan napas
diberikan jika penolong yakin melakukannya.
Penekanan dada yang dilakukan dengan prinsip tekan kuat, tekan
cepat mengembang sempurna. Memaksimalkan efektivitas penekanan
dada, korban harus berada ditempat yang permukaannya datar.
Penolong meletakan pangkal telapak tangan ditengah dada korban dan
meletakan tangan yang lain diatas tangan yang pertama dengan jari-jari
saling mengunci dan lengan tetap lurus.
Penolong memberikan penekanan dada dengan kedalamaan
minimal 5cm(prinsip tekan kuat) dengan minimal 100-120 kali
permenit (prinsip tekan cepat). Penolong juga harus memberikan waktu
bagi dada korban untuk mengembang kembali untuk memungkinkan
darah terisi terlebih dahulu pada jantung (prinsip mengembang
sempurna). Penolong juga harus meminimalisasi interupsi saat
melakukan penekanan (prinsip interupsi minimal). Bantuan nafas
diberikan setelah membuka jalan napas korban dengan teknik
mengadahkan kepala dan mengangkat dagu (head tilt-chin lift).
Setelah itu cuping hidung korban dijepit menggunakan ibu jari dan
telunjuk agar tertutup kemudian diberikan napas buatan sebanyak dua
kali, masing-masing sekitar 1 detik, buang napas seperti biasa melalui
mulut. Bantuan napas diberikan dari muut atau menggunakan
pelindung wajah yang diletakkan diwajah korban. Lihat dada korban
saat memberikan napas buatan, apakah dadanya mengembang,
kemudian tunggu hingga kembali turun memberikan napas buatan
berikutnya.
RJP dilakukan bergantian setiap 2 menit (5 siklus RJP) dengan
penolong lain. Penolong melakukan penekanan dada sampai alat kejut
jantung otomatis (AED) dating dan siap untuk digunakan atau bantuan
dari tenaga kesehatan telah datang.

6. Melakukan kejut jantung dengan alat kejut jantung otomatis


(AED)
Alat kejut jantung otomatis (AED) merupakan alat yang dapat
memberikan kejutan listrik pada korban. Pertama, pasang terlebih
dahulu bantalan (pad) alat kejut jantung otomatis pada dada korban
sesuai instruksi yang ada pada alat, setelah dinyalakan ikuti instruksi
dari alat tersebut yaitu jangan menyentuh korban kaena alat kejut
jantung otomatis akan menganalisis irama jantung korban. Alat
mengidentifikasi irama jantung yang abnormal dan membutuhkan kejut
jantung, minta orang-orang agar tidak ada yang menyentuh korban, lalu
penolong menekan tombol kejut jantung pada alat. Penekanan pada dada
segera setelah alat memberikan kejutan listrik pada korban. Hal ini
dilakukan untuk mengembalikan kelistrikan jantung seperti semula.

Posisi pemulihan dilakukan jika korban sudah bernapas dengan


normal. Tidak ada standar baku untuk melakukan posisi pemulihan,
yang terpenting adalah korban dimiringkan agar tidak ada tekanan pada
dada korban yang bias menggangu pernapasan. Rekomindasi posisi
pemulihan adalah meletakan tangan kanan korban keatas, tekuk kaki kiri
korban, kemudian tarik korban sehingga korban miring kearah lengan
dibawah kepala korban.

4) Melakukan Bantuan Hidup Lanjut yang efektif

5) Melakukan resusitasi setelah henti jantung secara terintegrasi


B. Praktek RJP Dengan Konsep AHA

Cek nadi korban (neonatus dan bayi - nadi brakialis; anak, dewasa
dan ibu hamil – nadi karotis). Jika lebih dari 10 detik nadi sulit dideteksi
maka segera lakukan kompresi dada. Kompresi pada:

1. Neonatus

- Pastikan korban pada posisi supinasi.

- Kompresi dada dilakukan dengan cepat dan dalam, kecepatan


adekuat setidaknya 100 x/ menit.

- Setiap siklus terdiri dari 3 kali kompresi dan 1 kali ventilasi (3:1).

- Setiap 30 detik dievaluasi nadi brakialisnya.

2. Bayi

- Pastikan korban pada posisi supinasi.

- Kompresi dikalukan di sternum, tepatnya diantara puting susu


menggunakan teknik ibu jari atau dua jari.

3. Anak

- Pastikan korban pada posisi supinasi.

- Lutut berada di sisi bahu korban.

- Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan
dengan posisi lengan 90o terhadap dada korban.

- Kompresi dikalukan di sternum, tepatnya diantara puting susu


(midsternal) menggunakan satu tangan (transverse karpal).

- Kompresi dilakukan dengan cepat dan dalam, kecepatan


setidaknya 100 x/menit.

- Kedalam kompresi 1/3 anterior dan pasterior tubuh (5 cm).


- Setiap siklus terdiri dari 30 kompresi dan 2 ventilasi (30 : 2) jika
penolong hanya satu orang. Jika dua orang penolong maka 15
kompresi dan 2 ventilasi (15 : 2).

- Nadi dievaluasi setiap 2 menit.

4. Dewasa

- Pastikan korban pada posisi supinasi.

- Lutut berada di sisi bahu korban.

- Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan
dengan posisi lengan 90o terhadap dada korban.

- Kompresi dilakukan di sternum, tepatnya dua jari di atas prosesus


simfoideus ke sisi kiri menggunakan dua tangan, tangan pertama
diatas tanag yang lain dengan jari saling bertaut.

- Kompresi dilakukan dengan cepat dan dalam, kecepatan


setidaknya 100 x/menit. Kedalam kompresi 2 inchi atau 5 cm.

- Setiap siklus terdiri dari 30 kompresi dan 2 ventilasi (30 : 2) oleh


satu atau dua penolong.

- Nadi dievaluasi setiap 2 menit.

5. Ibu Hamil.

- Pastikan korban pada posisi supinasi.

- Lutut berada di sisi bahu korban.

- Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan
dengan posisi lengan 90o terhadap dada korban.

- Kompresi dilakukan di sternum, tepatnya dua jari di atas prosesus


simfoideus ke sisi kiri menggunakan dua tangan, tangan pertama
diatas tanag yang lain dengan jari saling bertaut.

- Kompresi dilakukan dengan cepat dan dalam, kecepatan


setidaknya 100 x/menit. Kedalam kompresi 2 inchi atau 5 cm.
- Setiap siklus terdiri dari 30 kompresi dan 2 ventilasi (30 : 2) oleh
satu atau dua penolong.

- Nadi dievaluasi setiap 2 menit.

Alur RJP

C. Teknik RJP 1 Penolong dan 2 Penolong

RJP dengan satu orang penolong. Hal ini sangat penting mengingat
adanya perbedaan melakukan RJP dengan satu orang penolong atau dua
orang penolong. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

1. Periksa Respon, jika tidak ada respon


2. Aktifkan sistem (SPGDT), minta bantuan (bila belum dilakukan)
3. Buka jalan nafas (caranya klik disini dan disini) dan lakukan
pemeriksaan nafas
4. Lakukan bantuan nafas awal 2 kali dan jika perlu singkirkan benda asing
(yang mungkin ada atau menyumbat) dari mulut korban
5. Jika korban bernafas dan nadi karotis teraba letakkan korban pada posisi
pemulihan
6. Periksa nadi karotis jika tidak ada denyutan maka lakukan RJP
7. Posisikan penolong dan tentukan titik pijatan
8. Lakukan pijatan jantung sebanyak 30 kali dengan kecepatan pijatan 80
- 100 kali per menit
9. Berikan nafas buatan 2 kali secara kuat lembut, dilakukan setelah 30 kali
pijatan jantung dengan waktu per satu tiupan sekitar 1,5 - 2 detik
10. Lakukan terus sampai mencapai 4 siklus dari 30 pijatan dan 2 bantuan
pernafasan
11. Kemudian periksa nadi karotis korban
12. Jika nadi berdenyut dan nafas ada teruskan monitor ABC sampai
bantuan datang
13. Jika nadi berdenyut tetapi nafas belum ada maka teruskan bantuan
pernafasan 10 -12 kali per menit, jika kemudian nadi masih tidak
berdenyut lakukan lagi RJP. Periksa kembali nadi karotis dan nafas
setiap 2 atau 3 menit kemudian.

Cara melakukan Resusitasi Jantung Paru dengan dua orang


penolong sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh satu orang penolong,
adapun caranya adalah sebagai berikut :

1. Sebagaimana penatalaksanaan korban dengan satu penolong, maka


tindakan pertama yang harus dilakukan ialah periksa respon, jika tidak
ada
2. Aktifkan sistem SPGDT
3. Posisi penolong saling berseberangan diantara korban
4. Buka jalan nafas dilakukan oleh penolong yang berada didekat kepala
korban (caranya klik disini dan disini), dan periksa nafas
5. Jika tidak ada nafas, berikan nafas buatan 2 kali dan singkirkan benda
yang menyumbat jalan nafas
6. Periksa Nadi karotis, jika ada lanjutkan pemberian nafas buatan sesuai
dengan kelompok usia korban, jika nafas sudah ada lakukan
pengawasan ABC dan posisi pemulihan
7. Jika Nadi tidak teraba maka lakukan lakukan RJP
8. Penolong yang berada dibagian dada menentukan titik pijatan kemudian
melakukan pemijatan sebanyak 30 kali
9. Dilanjutkan dengan penolong yang berada dibagian kepala memberikan
nafas buatan sebanyak 2 kali
10. Lakukan teknik di atas selama satu menit (12 siklus) kemudian periksa
nadi karotis
11. Jika nadi ada dan nafas ada maka teruskan pengawasan ABC sampai
bantuan datang
12. Jika nadi ada tetapi nafas belum ada maka teruskan bantuan pernafasan
10 -12 kali permenit, jika kemudian nadi juga tidak berdenyut lagi maka
kembali lakukan RJP.
13. Periksa kembali nadi karotis dan nafas setiap 2 atau 3 menit kemudian
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Basic Life Support adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi
henti jantung, tindakan BHD ini dapat disingkat teknik A (Airway),B
(Breathing), C (Circulation) pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary
Resuscitation). Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara
efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan
sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan
kekuatan sendiri secara normal.RJP dilakukan pada pasien yang mengalami
henti jantung dan henti nafas.

B. Saran
Kami menyarankan kepada pembaca agar siapapun yang mengetahui
adanya korban yang memerlukan Bantuan Hidup Dasar untuk segera ditolong
dengan cepat agar nyawanya bisa tertolong dengan cepat. Untuk menghindari
hal-hal yang tidak di inginkan.
DAFTAR PUSTAKA

https://dokumen.tips/documents/rjp-2015.html. Diakses pada tanggal 26 Agustus


2019, jam 15.45 WIB

https://www.slideshare.net/sabamsim1510/bantuan-hidup-dasar-2015-aha-
guideline. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019, jam 15.55 WIB

https://www.academia.edu/10355378/Bantuan_Hidup_Dasar. Diakses pada


tanggal 26 Agustus 2019, jam 16.15 WIB

https://www.scribd.com/doc/148321683/RESUSITASI-JANTUNG-PARU-
PADA-KEHAMILAN. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019, jam 16.37 WIB

Anda mungkin juga menyukai