Anda di halaman 1dari 27

PENYULUHAN

STROKE BESERTA PENANGANANNYA


PADA PASIEN DAN KELUARGA DI RUANG IRNA II
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Oleh:
Kelompok 17
Wahyuni Zyuli Sholikatin, S.Kep, (131712143031)
Masunatul Ubudiyah, S.Kep. (131713143043)
Febyana Dwi Cahyanti, S.Kep. (131713143057)
Dewi Permata Lestari, S.Kep. (131713143071)
Zagad Budhi Dharma, S.Kep. (131713143091)
Pipit Pitaloka, S.Kep. (131713143110)

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN NERS (P3N)


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Stroke dan Penanganannya Pada Pasien Di Ruang IRNA II Rumah Sakit
Universitas Airlangga Surabaya yang telah dilaksanakan mulai tanggal 9 14 Oktober 2017
dalam rangka pelaksanaan Profesi Keperawatan Dasar.
Telah disetujui untuk dilaksanakan seminar Profesi Keperawatan Medikal Bedah.

Disahkan tanggal, Oktober 2017

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Purwaningsih, S.Kp., M.Kes) (Sri Purwanti, S.Kep.Ns)


NIP.196611212000032001 NIP. 198506092009122003

Mengetahui,
Kepala Ruangan IRNA II

(Sri Purwanti, S.Kep.Ns)


NIP. 198506092009122003

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................... i


Lembar Pengesahan .......................................................................................................... ii
Daftar Isi .......................................................................................................................... iii

BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan umum ................................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan khusus................................................................................................... 3

BAB 2 Pembahasan
2.1 Definisi Stroke ......................................................................................................... 4
2.2 Penyebab Stroke ...................................................................................................... 4
2.3 Klasifikasi Stroke .................................................................................................... 5
2.4 Tanda Dan Gejala Stroke......................................................................................... 5
2.5 Pencegahan Stroke................................................................................................... 6
2.6 Diet Untuk Penderita Stroke .................................................................................... 8
2.7 Latihan Rom Aktif Dan Pasif Untuk Penderita Stroke ......................................... 10
2.8 Penatalaksanaan Umum Stroke Akut .................................................................... 14

Lampiran 1.. Satuan Acara Penyuluhan ........................................................................ 17

Daftar Pustaka .............................................................................................................. 23

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke menurut WHO adalah gangguan fungsi otak yang terjadi secara mendadak
dengan tanda dan gejala klinis fokal maupun global yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian akibat gangguan peredaran darah (lesi vaskular)
(Ralph,2013).
Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan masyarakat. Stroke
memiliki tingkat mortalitas yang tinggi sebagai penyakit terbanyak ketiga yang
menyebabkan kematian di dunia setelah penyakit jantung dan kanker (Mardjono,2004).
Persentase yang meninggal akibat kejadian stroke pertama kali adalah 18% hingga 37% dan
62% untuk kejadian stroke berulang (Siswanto,2010). Data International Classification of
Disease yang diambil dari National Vital Statistics Reports Amerika Serikat untuk tahun
2011 menunjukkan rata-rata kematian akibat stroke adalah 41,4% dari 100.000 penderita
(Hoyert,2012).
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per
seribu penduduk dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per seribu
penduduk. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8
per seribu penduduk), diikuti DI Yogyakarta (10,3 per seribu penduduk), Bangka Belitung
dan DKI Jakarta (masing-masing 9,7 per seribu penduduk). Prevalensi Stroke berdasarkan
terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9 per seribu
penduduk), di Yogyakarta (16,9 per seribu penduduk), Sulawesi Tengah (16,6 per seribu
penduduk), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per seribu penduduk. Kasus stroke di provinsi
Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 12,3 per seribu penduduk (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia,2013).
Data di banyak rumah sakit menunjukkan bahwa stroke merupakan penyakit tidak
menular yang menjadi penyebab utama kematian. Pada tahun 2030 diperkirakan 23,6 juta
orang akan meninggal akibat penyakit jantung dan stroke. Menurut RP2RS (Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit), stroke termasuk dalam 10 peringkat utama
penyakit sistem sirkulasi darah di Indonesia. Dari dua Rumah Sakit Pendidikan (RS umum
dan RS Pelamonia) kasus stroke menempati 40% dari semua pasien rawat inap di UPF
penyakit syaraf (Nastiti,2012).

1
Orang yang menderita stroke, biasanya mengalami banyak gangguan fungsional, seperti
gangguan motorik, psikologis atau perilaku, dimana gejala yang paling khas adalah
hemiparesis, kelemahan ekstremitas sesisi, hilang sensasi wajah, kesulitan bicara dan
kehilangan penglihatan sesisi (Irfan, 2010). Data 28 RS di Indonesia, pasien yang
mengalami gangguan motorik sekitar 90,5% (Misbach & Soertidewi,2011). Pemulihan
kekuatan ekstremitas masih merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pasien stroke
yang mengalami hemiparesis. Sekitar 80% pasien mengalami hemiparesis akut di bagian
ekstremitas atas danhanya sekitar sepertiga yang mengalami pemulihan fungsional penuh
(Beebe & Lang, 2009). Untuk meminimalkan angka kecacatan pada orang yang menderita
stroke maka dapat dilakukan fisioterapi.
Durasi yang dibutuhkan penderita stroke dalam mendapatkanfisioterapi tergantung dari
jenis dan berat ringan stroke yang diderita. Rata-rata penderita yang dirawat inap di unit
rehabilitasi stroke selama 16hari, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan selama beberapa
minggu. Walau sebagian besar terjadi perbaikan dalam rentang waktu diatas, otak harus
tetap belajar tentang kemampuan motorik seumur hidup (American Heart Association,
2006).
Duncan melaporkan dari hasil penelitiannya, perbaikan fungsi motorik dan aktivitas
sehari-hari paling cepat dilakukan 30 hari pertama pasca stroke. Wade mengatakan bahwa
50% pasien mengalami perbaikan fungsi paling cepat dalam dua minggu pertama (Steven,
2008). Proses pemulihan tangan biasanya dalam tiga bulan, sedangkan ektremitas bawah
terjadi dalam 43-60 hari (paling lama dalam tiga bulan) (Bruno & pertiana,2007). Penelitian
Kwakkel, dkk dalam sebuah meta analisis menunjukkan bahwa walaupun memiliki efek
yang kecil, terapi latihan dapat memberikan perbaikan fungsional, apabila jika ditambah 16
jam dalamenam bulan pertama setelah stroke (American Heart Association, 2006).
Berdasarkan uraian diatas, penulis bermaksud untuk memberikan informasi mengenai
stroke dan penanganannya pada pasien dan keluarga di IRNA II Rumah Sakit Universitas
Airlangga.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari stroke ?
2. Apa saja penyebab stroke ?
3. Apa saja klasifikasi stroke ?
4. Apa saja tanda dan gejala stroke ?
5. Bagaimana cara mencegahan stroke ?
6. Bagaimana diet untuk penderita stroke ?
7. Bagaimana latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan stoke dan penanganannya pada pasien dan keluarga pasien di ruang
IRNA II Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi stroke
2. Menjelaskan penyebab stroke
3. Menjelaskan klasifikasi stroke
4. Menyebutkan tanda dan gejala stroke
5. Menjelaskan pencegahan stroke
6. Menjelaskan diet untuk penderita stroke
7. Menjelaskan latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke

Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian orak (Smeltzer & Bare, 2002) Menurut
WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Menurut Price & Wilson (2006) menyatakan bahwa pengertian dari stroke adalah
setiap gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri otak. Stroke merupakan penakit neurologis yang sering
dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008)

2.2 Penyebab Stroke

Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan oleh


1. Thrombosis yaitu bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak

Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak
yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori. Bicara,
atau sensasi. Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2007) adalah :
1. Faktor resiko yang dapat diubah : hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
penggunaan alcohol, dan obesitas
2. Faktor yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, riwayat keluarga

4
2.3. Klasifikasi Stroke
Menurut Pudiastuti (2011) stroke terbagi menjadi 2 kategori yaitu stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik atau stroke iskemik.
1. Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh
penderita hipertensi. Stroke hemoragik digolongkan menjadi 2 jenis yaitu : (1)
hemoragik intraserebral (perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak), (2)
hemoragik subaraknoid (perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid atau
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak.
2. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua
arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta). Hampir sebagian besar pasien
atau sebesar 83% mengalami penyakit stroke jenis iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi 3 jenis yaitu:
1) stroke trombotik (proses terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan),
2) stroke embolik (tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah),
3) hipoperfusion sistemik (aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang
karena adanya gangguan denyut jantung).

2.4. Tanda dan Gejala Stroke

Serangan kecil atau serangan awal stroke biasanya diawali dengan daya ingat
menurun dan sering kebingungan secara tiba-tiba dan kemudian menghilang dalam waktu 24
jam selain itu tanda dan gejala stroke dapat diamati dari beberapa hal, diantaranya :
1. Adanya serangan neurologis fokal berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan,
tungkai atau salah satu sisi tubuh
2. Melemahnya otot (hemiplegia), kaku dan menurunnya fungsi sensorik
3. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau
salah satu sisi tubuh seperti baal, mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan,
perih bahakan seperti rasa terbakar dibagian bawah kulit
5
4. Gangguan penglihatan seperti hanya dapat melihat secara parsial ataupun tidak
dapat melihat keseluruhan karena penglihatan gelap dan pandangan ganda sesaat
5. Menurunnya kemampuan mencium bau dan mengecap
6. Berjalan menjadi sulit dan langkahnya tertatih-tatih bahkan terkadang
mengalami kelumpuhan total.
7. Hilangnya kendali terhadap kandung subaraknoid seperti gangguan sering
kencing tanpa disadari
8. Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik
9. Tidak memahami pembicaraan orang lain, tidak mampu membaca, menulis dan
berhitung dengan baik.
10. Adanya gangguan dan kesulitan dalam menelan makanan ataupun minuman
(cenderung keselek).
11. Adanya gangguan bicara dan sulit berbahasa yang ditunjukkan dengan bicara
tidak jelas (rero), sengau, pelo, gagap dan berbicara haya sepatah kata bahkan
sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
12. Menjadi Pelupa (Dimensia) dan tidak mampu mengenali bagian tubuh
13. Vertigo (pusing, puyeng) atau perasaan berputar yang menetap saat tidak
beraktifitas
14. Kelopak mata sulit dibuka
15. Menjadi lebih sensitif, mudah menangis ataupun tertawa
16. Banyak tidur dan selalu ingin tidur.
17. Gangguan kesadaran, pingsan sampai tak sadarkan diri

Selain itu gejala stoke dapat dikenali dengan kata WASPADA


1. Wajah perot
2. Anggota gerak lemah
3. Sensibilitas atau rasa raba terganggu separuh
4. Pelo atau bicara tidak jelas
5. Afasia atau sukar berkomunikasi
6. Disorientasi atau bingung mendadak
7. Apabila ada salah satu gejala diatas segera ke RS
3.5 Pencegahan Stroke

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya yang


dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

6
1. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat.
Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit
stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard.
2. Pencegaahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup
sehat bebas stroke, antara lain:
1) Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
2) Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
3) Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular
aterosklerotik lainnya.
4) Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan
susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
3. Penceggahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada
tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
1) Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan
katup) dan kondisi koagulopati yang lain.

7
2) Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai
kontraindikasi terhadap asetosal (aspirin).
3) Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

2.6. Diet untuk Penderita Stroke

1. Berikut beberapa jenis sumber makanan yang dapt menurunkan potensi seseorang
terkena stroke :
1) Sayuran
Sayuran merupakan sumber serat dalam tubuh. Sayuran dapat mnegikat
kelebihan kolesterol dalam saluran pencernaan dan membawanya hingga
terbuang dalam feses. Sumber sayuran terbaik yaitu wortel, asparagus,
seledri, buncis, labu siam, mentimun, bayam, selada, tomat dan polong-
polongan.
2) Buah dan jus buah
Buah-buahan dapat menurunkan kadar kolesterol, mencegah penggumpalan
darah dan pengerasan pembuluh darah serta dapat menurunkan tekanan
darahyang dapat memicu stroke. Vitamin dan mineral dalam buah penting
untuk membantu penyerapan zat gizi.buah yang baik untuk penderita stroke
yaitu nanas, belimbing, melon, alpukad, jambu biji, anggur, pisang dan apel.
3) Bahan Makanan Sumber Karbohidrat
Bahan makanan sumber karbohidrat diantaranya padi-padian dengan biji
yang utuh, kentang, dan gandum.
4) Ikan yang mengandung Omega-3
Penderita stroke dianjurkan untuk mengonsumsi asam lemak esensial yang
terdapat pada minyak ikan.

8
5) Bumbu dan rempah
Bumbu dan rempah tradisional dapat mengurangi resiko penyakit stroke.
Bumbu dan rempah yang dapat digunakan antara lain bawang merah, bawang
putih, jahe, kunyit, ketumbar, kemiri, merica, lengkuas, kayu manis, cengkeh
dan serai.
2. Makanan yang tidak dianjurkan
Pantangan yang harus dihindari penderita stroke yaitu makanan yang
mengandung protein tinggi, lemak dari produk olahan daging, olahan susu (seperti
mentega dan keju), makanan yang digoreng, gula dan garam. Kurangi asupan
garam, asupan garam yang dianjurkan sehari adalah 6 gram. Asupan garam yang
tinggi dapat meningkatkan tekanan darah yang dapat memicu terjadinya stroke.
1) Makanan yang mengandung garam tinggi
Makanan yang mengandung garam tinggi yaitu diantaranya berbagai
makanan instran (mie instan, bubur instan), makanan kalengan (seperti ikan,
sayur dan buah kalengan), kecap, saos tomat, ikan asin, ikan atau daging
asap, telur asin, pindang, peda, kue dan roti yang mengandung soda kue,
serta berbagai penyedap rasa.
2) Daging dan ayam
Daging sapi dengan lemaknya, daging ayam dengan kulit, daging babi,
jeroan (usus, ginjal dan hati), makanan cepat saji dan telur.
3) Lemak dan minyak
Mentega, margarin, mayonnaise serta semua makanan yang dogoreng
terutama digoreng dengan minyak kelapa.
4) Makanan mengandung protein dan kolesterol tinggi
Makanan mengandung protein dan kolesterol tinggi seperti cumi, udang,
kerang, kuning telur, ayam, telur puyuh, jeroan, mentega, susu sapi full
cream dan masakan bersantan.
5) Susu dan produk turunannya
Susu full cream, krim terutama creamer kopi, keju, es krim, youghurt full
fat.
6) Makanan mengandung gula tinggi
Makanan seperti cake, pudding, coklat, biscuit, permen dengan kadar gula
tinggi, memicu obesitas yang merupakan factor pemicu stroke.
7) Alkohol dan Tembakau (Rokok)
9
Konsumsi rokok beresiko meningkatkan tekanan darah dan merangsang
peningkatan berat badan berlebih (obesitas) yang dapat menimbulkan stroke.
Nikotin dapat menyumbat pembuluh darah (Redaksi Agro Media.2009)

2.7. Latihan ROM aktif dan Pasif untuk Penderita Stroke

Range of motion adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya


kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Rentang gerak
merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu
dari tiga potongan tubuh : sagital, frontal dan transversal (Potter & Perry, 2006).
Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang,
membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari
sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang. Potongan
transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan
bawah (Potter & Perry, 2006).
Gerakan fleksi dan ekstensi pada jari tangan dan siku serta gerakan
hiperekstensi pada pinggul merupakan rentang gerak pada potongan sagital. Pada
potongan frontal gerakannya adalah abduksi dan adduksi pada lengan dan tungkai,
eversi dan inverse pada kaki. Sedangkan pada potongan transversal gerakannya
adalah pronasi dan supinasi pada tangan, rotasi internal dan eksternal pada lutut dan
dorsofleksi dan plantar fleksi pada kaki (Potter & Perry, 2006).
Menurut Tseng, et al. (2007), Rhoad & Meeker (2009), Smith, N. (2009) dan
Smeltzer & Bare (2008), tujuan latihan ROM adalah sebagai berikut :
1. Mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas sendi
2. Mengembalikan kontrol motorik
3. Meningkatkan/mempertahankan integritas ROM sendi dan jaringan lunak
4. Membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial
5. Menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas yang
mengalami paralisis.
6. Memaksimalkan fungsi ADL
7. Mengurangi atau menghambat nyeri
8. Mencegah bertambah buruknya system neuromuscular
9. Mengurangi gejala depresi dan kecemasan
10. Meningkatkan harga diri
10
11. Meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan.
ROM memiliki 3 jenis latihan, yaitu latihan ROM aktif, aktif dengan
penampingan dan latihan ROM pasif :
1. Latihan aktif.
Gerak aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri.
Latihan yang dilakukan oleh klien sendiri. Hal ini dapat meningkatkan
kemandirian dan kepercayaan diri klien.
2. Latihan aktif dengan pendampingan (active-assisted).
Latihan tetap dilakukan oleh klien secara mandiri dengan didampingi oleh
perawat. Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan dukungan dan atau
bantuan untuk mencapai gerakan ROM yang diinginkan.
3. Latihan pasif
Pada pasien yang sedang melakukan bedrest atau mengalami keterbatasan
dalam pergerakan latihan ROM pasif sangat tepat dilakukan dan akan
mendapatkan manfaat seperti terhindarnya dari kemungkinan kontraktur pada
sendi. Setiap gerakan yang dilakukan dengan range yang penuh, maka akan
meningkatkan kemampuan bergerak dan dapat mencegah keterbatasan dalam
beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat melakukan latihan ROM secara aktif maka
perawat bias membantunya untuk melakukan latihan. Latihan dapat dilakukan
oleh perawat atau tenaga kesehatan lain. Peran perawat dalam hal ini dimulai
dengan melakukan pengkajian untuk menentukan bagian sendi yang memerlukan
latihan dan frekuensi latihan yang dipelukan (Rhoad & Meeker, 2008).
Latihan pasif dapat dilakukan sedini mungkin pada pasien stroke
walaupun pasien belum sadar. Latihan pasif pada ekstremitas atas dapat
dilakukan sebagai berikut :
1) Gerakan menekuk dan meluruskan sendi
2) Gerakan menekuk dan meluruskan siku
3) Gerakan memutar pergelangan
4) Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan
5) Gerakan memutar jari
6) Gerakan menekuk dan meluruskan jari tangan (Cahyati, 2011).

11
Smeltzer & bare (2008) menyebutkan bahwa latihan dapat dilakukan 4 sampai
5 kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk setiap latihan, sedangkan Perry & Poter
(2006) menganjurkan untuk melakukan latihan ROM minimal 2 kali/hari. Tseng, et al.
(2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dosis latihan yang dipergunakan
yaitu 2 kali sehari, 6 hari dalam seminggu selama 4 minggu dengan intensitas masing-
masing 5 gerakan untuk tiap sendi.
Latihan ROM bisa dipadukan dengan konsep latihan bilateral. Selama ini
prosedur latihan ROM dilakukan hanya tangan yang sakit, baik berupa latihan ROM
pasif maupun aktif asistif. Pendekatan terbaru yang mendukung konsep latihan
bilateral bisa diterapkan pada pasien stroke yang melakukan latihan ROM. Latihan
ROM dapat di lakukan dengan menerapkan latihan ROM bilateral. Latihan ROM
bilateral dilakukan dengan melatih kedua ekstremitas klien baik yang mengalami
parese maupun pada ekstremitas yang sehat. Pada klien stroke dengan hemiparese,
latihan ROM bilateral dapat dilakukan dengan melakukan latihan ROM pasif pada
ekstremitas yang mengalami parese dan latihan ROM aktif pada ekstremitas yang
sehat. Kedua latihan ini dilaksanakan secara simetris dan bersamaan.
Adapun prosedur latihan ROM pasif pada ektremitas atas yang mengalami
parese adalah sebagai berikut : (Kozier, et al., 2004) :
1. Latihan bahu
Satu tangan perawat menopang dan memegang siku, tangan yang lainnya
memegang pergelangan tangan. Luruskan siku pasien, angkat siku dari posisi
disamping tubuh pasien ke arah depan sampai ke posisi di atas kepala, turunkan
dan kembalikan ke posisi semula dengan siku tetap lurus.
2. Latihan siku
Perawat memegang pergelangan tangan pasien dengan satu tangan, tangan lainnya
menahan lengan bagian atas, kemudian lakukan gerakan menekuk dan meluruskan
siku.
3. Latihan lengan
Perawat memegang area siku pasien dengan satu tangan, tangan yang lain
menggenggam tangan pasien ke arah luar (telentang) dan ke arah dalam
(telungkup).

12
4. Latihan pergelangan tangan
Perawat memegang lengan bawah pasien dengan satu tangan, tangan lainnya
memegang pergelangan tangan pasien, serta tekuk pergelangan tangan pasien ke
atas dan ke bawah.
5. Latihan jari-jari tangan
1) Perawat memegang pergelangan tangan pasien dengan satu tangan, tangan
lainnya membantu pasien membuat gerakan mengepal/menekuk jari-jari
tangan dan kemudian meluruskan jari-jari tangan pasien.
2) Perawat memegang telapak tangan dan keempat jari pasien dengan satu
tangan, tangan lainnya memutar ibu jari tangan.
3) Tangan perawat membantu melebarkan jari-jari pasien kemudian merapatkan
kembali.
Latihan ROM aktif dilakukan sama dengan ROM pasif hanya pasien
melakukannya sendiri tanpa bantuan perawat. Adapun prosedur latihan ROM aktif
pada ektremitas atas adalah sebagai berikut : (Kozier, et al., 2004)
1. Latihan bahu
Luruskan siku, angkat siku dari posisi di samping tubuh pasien ke arah depan
sampai ke posisi di atas kepala, turunkan dan kembalikan ke posisi semula dengan
siku tetap lurus.
2. Latihan siku
Lakukan gerakan menekuk dan meluruskan siku.
3. Latihan lengan
Gerakkan tangan ke arah luar (telentang) dan ke arah dalam (telungkup).
4. Latihan pergelangan tangan
Tekuk pergelangan tangan pasien ke atas dan ke bawah.
5. Latihan jari-jari tangan
1) Buat gerakan mengepal/menekuk jari-jari tangan dan kemudian luruskan jari-
jari tangan.
2) Lakukan gerakan memutar ibu jari tangan.
3) Lebarkan jari-jari tangan kemudian merapatkan kembali.
Latihan ROM dengan menggunakan pendekatan bilateral bisa dilakukan
dengan melakukan latihan ROM aktif dan pasif secara bersamaan pada klien stroke
dengan hemiparese.

13
2.8. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek,
maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan
cermat (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Evaluasi gejala dan klinik
stroke akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran,
serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).1
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan
suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada
gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.1
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap
dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke
yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke
Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence)
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan.
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV,
GCP).
Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95% (ESO, Class V, GCP).2
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar.
Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C)
Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence C).
Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B
Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau
pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk
terjadi aspirasi.
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika
pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.

14
b. Stabilisasi Hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian
cairan hipotonik seperti glukosa).
Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan
tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
rnemasukkan cairan dan nutrisi.
Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg
dan cairan sudah mencukupi, maka obat-obat vasopressor dapat
diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/ tinggi,
norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik
berkisar 140 mmHg.
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24
jam pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence B).
bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C)
Pemeriksaan Awal Fisik Umum
o Tekanan darah
o Pemeriksaan jantung
o pemeriksaan neurologi umum awal: Derajat kesadaran,
pemeriksaan pupil dan okulomotor serta Keparahan hemiparesis

c. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)


Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B).
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
(AHA/ASA, Class V, Level of evidence C)
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.

d. Penanganan Transformasi Hemoragik


Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan
asimptomatik (AHA/ASA, Class Ib, Level of evidence B). Terapi
transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan,
antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan
tekanan darah arterial secara hati-hati.

15
e. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan
diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik
tanpa kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
C).
Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan
bila tidak ada kejang selama pengobatan (AHA/ASA, Class V, Level of
evidence C).

f. Pengendalian Suhu Tubuh


Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C)
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC (AHA/ASA
Guideline) atau 37,5 oC (ESO Guideline).3
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika
memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus
dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic
(AHA/ASA Guideline).
g. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)
Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi
lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal
Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen dada, CT Scan.

16
Lampiran 1.
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Bidang Studi : KEPERAWATAN DASAR


Topik : Stroke beserta penanganannya
Sasaran : Pasien dan keluarga pasien di ruang IRNA II RS Universitas
Airlangga
Hari/tanggal :
Tempat : Ruang IRNA II RS RS Universitas Airlangga
Waktu :
Pelaksana : Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

I. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mendapatkan penyuluhan tentang stroke beserta penanganannya dan
diharapkan peserta penyuluhan mendapatkan pengetahuan mengenai stroke.
II. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan penjelasan tentang stroke beserta penanganannya, peserta
penyuluhan diharapkan mampu:
1. Menjelaskan definisi stroke
2. Menjelaskan penyebab stroke
3. Menjelaskan klasifikasi stroke
4. Menyebutkan tanda dan gejala stroke
5. Menjelaskan pencegahan stroke
6. Menjelaskan diet untuk penderita stroke
7. Menjelaskan latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke

III. Sasaran
Sasaran dari kegiatan penyuluhan ini adalah pasien dan keluarga pasien di ruang
Ruang IRNA II RS Universitas Airlangga.

IV. Materi
Materi yang akan disampaikan dalam penyuluhan kesehatan terdiri dari
beberapa sub pokok, diantaranya:
1. Menjelaskan definisi stroke
17
2. Menjelaskan penyebab stroke
3. Menjelaskan klasifikasi stroke
4. Menyebutkan tanda dan gejala stroke
5. Menjelaskan pencegahan stroke
6. Menjelaskan diet untuk penderita stroke
7. Menjelaskan latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke

V. Metode
Metode dalam penyuluhan ini adalah metode ceramah dan diskusi. Pertama,
Metode ceramah akan disampaikan oleh salah satu perwakilan dari kelompok 17
mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Kedua, metode diskusi akan
dilakukan setelah penyampaian materi selesai dengan dipimpin oleh moderator yang
berasal dari perwakilan kelompok 17.

VI. Media
Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan ini adalah power point LCD.

VII. Setting Tempat

Nb:
: Moderator
: Penyuluh

: Observer

: Fasilitator

: Peserta Penyuluh

VIII. Pengorganisasian Kegiatan


18
Pembg. Akademik : Bu Purwaningsih S.Kp.M.Kes
Pembimbing Klinik : Bu Sri Purwanti, S.Kep.Ns
Moderator : Wahyuni Zyuli Sholikatin, S.Kep,
Penyuluh : Masunatul Ubudiyah, S.Kep.
Observer : Febyana Dwi Cahyanti, S.Kep.
Fasilitator : Dewi Permata Lestari, S.Kep.
Zagad Budhi Dharma, S.Kep.
KSK & PUPDOK : Pipit Pitaloka, S.Kep.

IX. Job Description


No Pengorganisasian Uraian
1. Moderator a) Membuka acara penyuluhan,
memperkenalkan diri dan tim kepada
peserta.
b) Menyebutkan kontrak waktu penyuluhan.
c) Memotivasi peserta untuk bertanya
d) Memimpin jalannya diskusi dan evaluasi
e) Menutup acara penyuluhan.
2. Penyuluh a) Menjelaskan materi penyuluhan dengan
jelas dan bahasa yang mudah dipahami
oleh peserta
b) Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan
memperhatikan proses penyuluhan
c) Menjawab pertanyaan peserta.
3. Fasilitator a) Ikut bergabung dan duduk bersama di
antara peserta
b) Menjawab pertanyaan jika ada peserta yang
bertanya kepadanya.
c) Memotivasi peserta untuk bertanya materi
yang belum jelas
d) Menjelaskan tentang istilah atau hal-hal
yang di rasa kurang jelas bagi peserta
4. Observer a) Mencatat nama dan jumlah peserta, serta

19
menempatkan diri sehingga memungkinkan
dapat mengamankan jalannya proses
penyuluhan. Mencatat pertanyaan yang
diajukan peserta
b) Mengamati perilaku verbal dan non verbal
peserta selama proses penyuluhan.
c) Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan
rencana penyuluhan
d) Menyampaikan evaluasi langsung kepada
penyuluh yang dirasa tidak sesuai dengan
rencana penyuluhan.

X. Pelaksanaan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Peserta Pelaksana
Penyuluhan
1. 5 menit Pembukaan: 1. Menjawab salam Moderator
1. Mengucapkan salam 2. Mendengarkan
2. Memperkenalkan diri 3. Memperhatikan
3. Kontrak waktu
4. Menjelaskan tujuan
dari penyuluhan
5. Menyebutkan materi
penyuluhan yang
akan diberikan.
2. 15 Menit Pelaksanaan 1. Mendengarkan Penyuluh
penyampaian materi 2. Memperhatikan
tentang: penjelasan materi
1. Menjelaskan definisi 3. Mencermati
stroke materi
2. Menjelaskan
penyebab stroke
3. Menjelaskan
klasifikasi stroke

20
4. Menyebutkan tanda
dan gejala stroke
5. Menjelaskan
pencegahan stroke
6. Menjelaskan diet
untuk penderita stroke
7. Menjelaskan latihan
rom aktif dan pasif untuk
penderita stroke
3. 20 menit Diskusi: 1. Mengajukan Moderator
1. Memberikan pertanyaan dan
kesempatan pada fasilitator
peserta untuk
mengajukan
pertanyaan kemudian
didiskusikan bersama
dan menjawab
pertanyaan.
4. 3 menit Evaluasi: 1. Menjawab Moderator
1. Menanyakan kepada pertanyaan dan dan
peserta penyuluhan menjelaskannya fasilitator
tentang materi yang
diberikan
5. 2 menit Terminasi: 1. Memperhatikan Moderator
1. Menyimpulkan hasil 2. Mendengarkan
penyuluhan 3. Menjawab salam
2. Mengucapkan
terimakasih kepada
peserta
3. Mengakhiri dengan
salam

XI. Evaluasi

21
2. Struktur
a) Kesiapan materi
b) Kesiapan SAP
c) Kesiapan media: leaflet
d) Peserta hadir di tempat penyuluhan minimal 7orang
e) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan
3. Proses
a) Fase dimulai sesuai waktu yang direncanakan
b) Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
c) Peserta mengajukan pertanyaan
d) Penyuluh, fasilitator dapat menjawab pertanyaan dari peserta
e) Suasana penyuluhan tertib dan tenang
f) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
4. Hasil
Peserta dapat menjelaskan tentang:
1. Menjelaskan definisi stroke
2. Menjelaskan penyebab stroke
3. Menjelaskan klasifikasi stroke
4. Menyebutkan tanda dan gejala stroke
5. Menjelaskan pencegahan stroke
6. Menjelaskan diet untuk penderita stroke
7. Menjelaskan latihan rom aktif dan pasif untuk penderita stroke

22
DAFTAR PUSTAKA

Adib, Muhammad. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi Jantung dan
Stroke. Yogyakarta: Dian Loka.
American Heart Association., 2006. Exercise for Stroke Survivors- Home Exercise Program
After Therapy. http://www.stroke.about.com/od/livingwithstroke/a/livingwithstrok
.html Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017.
Beebe J A, Lang C E 2009., Active Motor Range of Motion Predicts Upper Extremity
Function 3 Months After Stroke. http://stroke.ahajournals.org/content/40/5/1772.
Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017.
Bruno, Pertiana A., 2007. Motor Recovery in Stroke. http://emedicine.medscape.com/art
icle/324386-overview. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017.
Cahyati, Yanti. 2011. Perbandingan Latihan ROM Unilateral dan Latihan ROM Bilateral
terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Stroke Iskemik di RSUD Kota
Tasikmalaya dan RSUD Kab. Ciamis. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Program
Magister Keperawatan Universitas Indonesia
Hoyert DL, Xu J .2012. NVSS. Deaths: Preliminary Data for 2011. National Vital Statistics
Report.61(6):1-4.
Irfan, M., 2010. Fisioterapi bagi Insan Stroke. Jakarta: Graha Ilmu. Pp 1-2: 92-104: 129-148.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional (RISKESDAS). Republik Indonesia: Kementerian Kesehatan
Kozier,B. et al. (2004). Techniques in clinical nursing 5th edition. Canada : Cummings
Publishing Company.
Mardjono M, Sidharta P. 2004. Neurologi Klinis Dasar. BAB 9, Mekanisme Gangguan
Vaskular Susunan Saraf Jakarta: Dian Rakyat; hal. 269
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius
Misbach J, Soertidewi L., 2011. Stroke Aspek Diagnosis, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. Pp 3-10.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Ganggian Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Nastiti, Dian. 2012. Gambaran Resiko Kejadian Stroke Pada Pasien Stroke Rawat Inap di
Rumah Sakit Krakatau Medika Tahun 2011. FKM UI
Potter, A.P., & Perry, A. (2006). Fundamental of nursing. 4th edition. St.Louis Missouri:
Mosby-Year Book, Inc
Price, S.A, Wilson , L.M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 6 vol 2.
Jakarta:EGC
Pudiastuti, D Ratna.2011. Buku Ajar Kebidanan. Jakarta: Nuha medika.
Redaksi Agro Media.2009.Solusi Sehat Mengatasi Stroke.Jakarta; Agro Media Pustaka

23
Rhoads, J. & Meeker,B.J., (2008). Davids guide to clinical nursing skills. Philadeplphia :
F.A. Davis Company
Smeltzer, S.C , Bare B.G, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol
3.Jakarta:ECG
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. & Cheever, K.H. (2008) Brunner & Suddarths
Textbook of medical-surgical nursing. 11th Edition. Philadelphia : Lippincott William
& Wilkins.
Smith, N. (2009). Range of motion, exercise. Published by Cinahl Information Systems.
http://web.ebscohost.com.
Siswanto Y. 2010. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stroke Berulang (Studi
Kasus RS DR. Kariadi Semarang). Semarang: Universitas Diponegoro
Steven., 2008. Hubungan Derajat Spastisitas Maksimal Berdasarkan Modified Ashworth
Scale dengan Gangguan Fungsi Berjalan pada Penderita Stroke Iskemik. Tesis.
Semarang: Fakultas Kedokteran; Universitas Diponegoro.
Tseng, C.-N., Chen, C. C.-H., Wu, S.-C., & Lin, L.-C. (2007). Effects of a rangeof- motion
exercise programme. Journal of Advanced Nursing, 57(2), 181- 191
Ralph LS, Scott EK, Joseph PB, Louis RC. 2013. An Updated Definition of Stroke for the
21st Century: A statement for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. American Heart Association AHA
Journal.; 44:2064-2089.

24

Anda mungkin juga menyukai