Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA GASTRITIS

Disusun Oleh:
Nuria Adeliani
523065

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG
2023
BAB 1

A. KONSEP PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Gastritis adalah peradangan lambung baik lokal atau menyebar pada mukosa
lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain (Reeves. J. Charlene). Umumnya gastritis dibedakan
menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis akut adalah proses
peradangan jangka pendek yang terkait dengan konsumsi agen kimia atau makanan
yang mengganggu dan merusak mukosa gastrik. Agen semacam ini mencakup
bumbu, rempah-rempah, alkohol, obat-obatan, radiasi, kemoterapi dan
mikroorganisme inefektif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan
mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosive. Erosif karena
perlukaan hanya pada bagian mukosa. Gastritis kronik adalah suatu peradangan
bagian permukaan mukosa lambung yang menahun..inflamasi lambung yang lama
dapat disebabkan oleh ulkus benigna dan maligna dari lambung atau oleh bakteri
Helicobacter pylory (H. pylory). Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe
A dan tipe B. Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari
perubahan sel pariental yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Anemia
pernisiosa berkembang dengan proses ini dan terjadi pada fundus atau korpus dari
lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylory) mempengaruhi antrum
dan pilorus (ujung bawah lambung dekat duodenum).Ini dihubungkan dengan
bakteri H. pylory yang menimbulkan ulkus dinding lambung.Juga dikenal tiga
bentuk gastritis kronik gastritis kronik superfisialis, gastritis kronik hipotrofik atau
atrofi gaster dan gastritis kronik hipertrofikans.

2. ETIOLOGI
A. Gastritis Akut
- Obat analgetik anti inflamasi (aspirin)
- Bahan kimia (lysol)
- Merokok
- Alkohol
- Stres fisis yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma pembedahan, dll
- Refluks usus lambung
- Endotoksin

Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat
yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Pembentukan
jaringan parut dapat terjadi, yang mengakibatkan obstruksi pilorus. Gastritis juga
merupakan tanda pertama dari infeksi sistemik akut.

Faktor yang dapat menyebabkan rusaknya mukosa lambung adalah :

- Kerusakan mukosa barier sehingga difusi balik ion H+ meningkat


- Perfusi mukosa lambung terganggu
- Jumlah asam lambung meningkat

Faktor ini saling berhubungan, misalnya stres fisik yang dapat menyebabkan perfusi
mukosa lambung terganggu sehingga timbul daerah-daerah infark kecil. Disamping
itu, sekresi asam lambung juga terpacu. Pada gastritis refluks, gastritis karena bahan
kimia, obat, mucosal barier rusak menyebabkan difusi balik ion H + meningkat.
Suasana asam yang terdapat pada lumen lambung akan mempercepat mucosal barier
oleh cairan usus.

B. Gastritis Kronik
- Pada umumnya belum diketahui
- Sering dijumpai bersama dengan penyakit lain (anemia penyakit adisson dan
gondok)
- Ulkus lambung kronik atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory)
- Beberapa peneliti menghubungkan dengan proses imunologi

3. PATOFISIOLOGI
A. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-

obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang

mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus)

yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung.

Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual,
muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan

menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus,

mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi

mukosa lambung agar tidak ikut tercerna.

Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi

diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster.Lapisan mukosa gaster terdapat sel

yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.

Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.

Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh

karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat

penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel

mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel

mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi

dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena

proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah

perdarahan.

B. Gastritis Kronis
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi

iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang

tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel

pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi

HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akanmenurun dan dinding lambung

juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa

terjadi perdarahan serta formasi ulser.


Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang

sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah

respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia.

Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi,

yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa

yang lebih kuat.Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga

berkurang.

Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi

karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada

akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya

sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan

pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan

menimbulkan perdarahan.
4. PATHWAY

Endotoksia, Bakteri, Alkohol, Aspirin, luka, stres, nikotin, makanan


berbumbu

Sekresi asam lambung

Mengiritasi mukosa gaster

Inflamasi pada mukosa gaster

Gastritis

Perlukaan pada mukosa gaster Atropi progresif epitel gaster

Pelepasan mediator kimia Kehilangan sel pariental dan chief sel

(kimia, brakinin, prostaglandin


Dinding lambung menjadi tipis

Perangsangan pada ujung


Metabolisme KH. Protein terganggu
syaraf/ pusat nyeri

Sensasi nyeri Anoreksia, mual, muntah

Nyeri Neusea

Masukan cairan tidak


adekuat/kehilangan cairan
secara berkala

Risiko Hipovolemia
5. MANIFESTASI KLINIS
A. Gastritis Akut
- Muntah kadang disertai darah
- Nyeri epigastrium
- Nausea dan rasa ingin vomitus

Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik (kongesti dengan


jaringan, cairan dan darah) dan mengalami erosi superfisial, bagian ini mensekresi
sejumlah getah lambung yang mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak
mukus. Ulserasi superfusial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi.
Pasien dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala, malas, mual dan
anoreksia, sering disertai dengan muntah dan cegukan. Beberapa pasien
asimtomatik. Mukosa lambung mampu memperbaiki diri sendiri setelah
mengalami gastritis. Kadang-kadang, hemoragi memerlukan intervensi bedah.
Bila makanan pengiritasi tidak dimuntahkan tetapi mencapai usus, dapat
mengakibatkan kolik dan diare. Biasanya, pasien sembuh kira-kira sehari,
meskipun napsu makan mungkin menurun selama 2 atau 3 hari kemudian.
B. Gastritis Kronik
- Sebagian asimtomatik
- Nyeri ulu hati
- Anoreksia
- Nausea
- Nyeri seperti ulkus peptik
- Anemia
- Nyeri tekan epigastrium
- Cairan lambung terganggu
- Aklorhidria

6. KLASIFIKASI
Menurut (Ardiansyah, 2012), jenis-jenis gastritis adalah sebagai berikut :
A. Gastritis akut, merupakan peradangan pada mukosa lambung yang
menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa lambung dan setelah terpapar
pada zat iritan erosi tidak mengenai lapisan otot lambung.
B. Gastritis kronik, merupakan suatu peradangan pada mukosa lambung yang
sifatnya menahun dan berulang. Peradangan tersebut terjadi dibagian mukosa
lambung dan berkepanjangan yang bisa disebabkan karena bakteri
Helicobackter Hyplori. Gastritis ini pula dapat terkait dengan atropi mukosa
gastrik, sehingga produksi asam klorida menurun dan menimbulkan tukak
pada saluran pencernaan.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut (Ardiansyah, 2012), pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada
pasien gastritis adalah :
a. Cek darah lengkap bertujuan untuk mengetahui adanya anemis.
b. Pemeriksaan serum vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui adanya
defisiensi B12.
c. Analisa feses bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam feses.
d. Analisa gaster bertujuan untuk mengetahui kandungan HCI lambung
Achlorhria menunjukkan adanya gastritis atropi.
e. Tes antibody serum bertujuan untuk mengetahui adanya anti body sel parietal
dan factor intrinsic lambung terhadap helicobactery pylori
f. Endoscopy, biopsy dan pemeriksaan urin biasanya dilakukan bila ada
kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.
g. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung.

8. PENATALAKSANAAN
A. Gastritis Akut
Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari
alkohol dan makanan yang mengganggu dan merusak mukosa gastrik sampai
gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung
gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral.
Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaannya serupa dengan prosedur
yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis
diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali,
pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
- Untuk menetralisir asam digunakan antasida (mis, aluminium
hidroksida) ; untuk menetral alkali digunakan jus lemon encer atau cuka
encer.
- Bila korosi luas atau berat, emetic dan lavase dihindari karena bahaya
perforasi.
- Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan sedative, antasida
serta cairan intravena. Endoskopi fiber-optik mungkin diperlukan.
Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangren
atau jaringan perforasi. Gastrojejenostomi atau reseksi lambung mungkin
diperlukan untuk mengatasi obstruksi pylorus.
B. Gastritis Kronis
Gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan
istirahat, mengurasi stress dan memulai farmakoterapi.H. pylory dapat
diatasi dengan antibiotic (seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam
bismut (pepto-bismol). Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami
malabsorbsi vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap
faktor intrinsik.

9. KOMPLIKASI
A. Gastritis Akut
- Perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena, dapat
berakhir sebagai syok hemoragik.
- Terjadi ulkus --> hebat
- Jarang terjadi perforasi
B. Gastritis Kronik
- Perdarahan saluran cerna bagian atas
- Ulkus
- Perforasi
- Anemia karena gangguan absorbsi vitamin B12
- Penyempitan daerah antrum pylorus
- Dihubungkan dengan ca lambung
BAB II
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Suarni dan Apriyani,

2017).

2. Anamnesa

a. Pengkajian
Pada tahapan dalam pengkajian terdiri dari:
1) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomer register, tanggal masuk RS 25, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk dan dirawat di RS.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang dialami. Berisi mengenai kapan
mulai merasakan keluhan, upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi
masalah yang dialami tersebut.
3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan pasien, cara berbicara, tinggi badan, berat badan, dan tanda-

tanda vital

b. Kepala dan leher


Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan dari bentuk kepala, keadaan

rambut, adakah pembesaran pada bagian leher, keadaan telinga, adakah

pembesaran kelenjar tiroid atau pembesaran vena jugularis.

c. Sistem integumen
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat kondisi turgor kulit, ada tidaknya luka atau

ulkus.

d. Sistem pernafasan

Mengkaji apakah ada rasa sesak nafas, adanya sputum, dan nyeri dada.

e. Sistem kardiovaskular

Mengkaji apakah terdapat penurunan perfusi jaringan, apakah nadi perifer

teraba lemah, takikardi atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi, aritmia,

kardiomegali.

f. Sistem gastrointestinal

Mengkaji apakah pasien mengalami polifagia, polidipsi, mual,muntah, diare,

konstipasi, dehidrasi, dan adanya perubahan BB.

g. Sistem urinari

Mengkaji keadaan Poliuria apakah pasien mengalami, retensio urinem,

inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

h. Sistem muskuloskeletal

Adanya penyebaran lemak, massa otot, cepat lelah, terasa lemah

i. Sistem neurologis

Mengkaji apakah ada rjadinya penurunan sensoris, parathesia, anastesia,

letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

2. Penilaian tingkat kesadaran

a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat


menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14

b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan


sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.

c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu) memberontak,


berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban

verbal, nilai GCS: 9 – 7.

e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.

f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

3. Penilaian kekuatan otot

a. Kekuatan otot tidak ada = 0

b. Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada = 1

c. Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit = 2

d. Terangkat sedikit <45º, tidak mampu melawan gravitasi = 3

A. Diagnosa Keperawatan

Analisa data diperlukan kemampuan dalam mengkaitkan data dan hubungan data
tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan dalam membuat kesimpulan
menentukan masalah keperawatan yang muncul. Setelah dilakukan pengumpulan data
kemudian akan dianalisis dan digolongkan menjadi data subjektif dan data objektif
sesuai dengan masalah keperawatan yang timbul (Rohmah & Wahid, 2016). Diagnosa
keperawatan merupakan sebuah penilaian secara klinis tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan sacara aktual ataupun
potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan guna mencapai hasil dimana
perawat bertanggungjawab. Diagnosa keperawatan anak adalah suatu pernyataan dimana
menggambarkan respon anak dan keluarganya terhadap masalah kesehatan sebagai
penentuan intervensi keperawatan secara pasti untuk mencapai tumbuh kembangnya
secara normal dan menjaga status kesehatan (Setiawan, 2017).
B. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Neusea b.d Setelah dilakukan Manajemen Muntah


iritasi lambung
tindakan Observasi
d.d mual muntah
(D.0076) keperawatan - Identifikasi karakteristik
selama 3x 24 jam muntah
diharapkan tingkat - Periksa volume muntah
nausea menurun - Identifikasi faktor penyebab
dengan kriteria hasil muntah
- nafsu makan - Monitor efek manajemen
dari 2 cukup muntah secara menyeluruh
menurun ke 4 - Monitor keseimbangan cairan
cukup dan elektrolit
meningkat Terapeutik
- keluhan mual - Kontrol faktor lingkungan
dari 2 cukup penyebab muntah
meningkat ke 4 - Kurangi atau hilangkan
cukup menurun keadaan penyebab muntah
- Perasaan ingin - Atur posisi untuk mencegah
muntah dari 2 aspirasi
cukup - Pertahankan kepatenan jalan
meningkat ke 4 napas
cukup menurun - Bersihkan mulut dan hidung
- Frekuensi - Berikan dukungan fisik saat
menelan dari 2 muntah
cukup - Berikan kenyamanan selama
meningkat ke 4 muntah
cukup menurun - Berikan cairan yang tidak
- Pucat dari 2 mengandung karbonasi
cukup minimal 30 menit setelah
memburuk ke 4 muntah
cukup membaik Edukasi
- Anjurkan untuk membawa
kantong plastik untuk
menampung muntah
- Anjurkan memperbanyak
istirahat
- Anjurkan penggunaan teknik
nonfarmakologis untuk
pengelolaan muntah
Kolaborasi
- Kolaborasikan penggunaan
antimetik

2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


agen pencedera
tindakan Observasi:
fisiologis d.d
mengeluh nyeri keperawatan
(D.0077) - Identifikasi lokasi karakteristik,
selama 3x 24 jam durasi, frekuensi, kualitas dan
diharapkan tingkat intensitasnyeri
- Identifikasi skala nyeri
nyeri menurun - Identifikasi faktor yang
dengan kriteria hasil memperberat dan
memperingannyeri
- Keluhan nyeri Terapeutik:
menurun dari 2
- Berikan terapi non farmakologis
cukup meningkat untuk mengurangi rasa nyeri
-Control lingkungan yang
ke 4 cukup
memperberat rasa nyeri
menurun - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
- Gelisah menurun
nyeri dalam pemilihan strategi
dari 2 cukup meredakannyeri
Edukasi:
meningkat ke 4
cukup menurun - Jelaskan penyebab, periode dan
Pemicu nyeri
- Pola naps dari 2 - Jelaskan strategi meredakan nyeri
cukup memburuk - Ajarkan Teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
ke 4 cukup Kolaborassi:
membaik
Kolaborasi pemberian analgetic, jika
- Pola tidur dari 2 perlu
cukup memburuk -
ke 4 cukup
membaik.

3. Risiko Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia


Hipovolemia tindakan Obervasi
(D.0034)
keperawatan - Periksa tanda dan gejala
selama 3x 24 jam hipovolemia ( mis.frekuensi
diharapkan status nadi meningkat, nadi teraba
cairan membaik lemah, tekanan darah menurun,
dengan kriteria hasil tekanan nadi menyempit,
- Turgor kulit turgor kulit menurun, membran
dari 2 cukup mukosa kering, volume urin
menurun ke 4 menurun, hematokrit
cukup meningkat,haus, lemah)
meningkat - Monitor intake dan output
- Perasaan lemah cairan
dari 2 cukup Terapeutik
meningkat ke 4 - hitung kebutuhan cairan
cukup menurun - berikan asupan cairan oral
- Intake cairan Edukasi
dari 2 cukup - anjurkan memperbanyak
memburuk ke 4 asupan cairan oral
cukup membaik - anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
kolaborasi
- kolaborasi pemberian cairan IV
Hipotonis

C. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan atau implementasi merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri atau independen dan tindakan kolaborasi. Agar lebih jelas dan akurat dalam
melakukan implementasi diperlukan perencanaan keperawatan yang spesifik dan
operasional. Bentuk implementasi keperawatan seperti pengkajian untuk
mengidentifikasi masalah baru atau mempertahankan masalah yang ada, pengajaran
atau pendidikan masalah kesehatan pada pasien untuk membantu menambah
pengetahuan tentang kesehatan pasien, konsultasi atau merujuk dengan tenaga
professional secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan masalah kesehatan dan
membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri (Doenges, 2013).
D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan hasil membandingkan dari suatu tindakan

keperawatan dengan nilai normal atau kriteria hasil yang sudah disusun dalam

intervensi keperawatan dan tindakan atau implementasi keperawatan. Evaluasi

dilakukan selama proses asuhan keperawatan dan pada saat akhir shift dengan metode

yang digunakan seperti komponen SOAP/SOAPIE dalam memantau perkembangan

klien (Dermawan, 2012).

1) S (Subjektif)
Hasil pemeriksaan terakhir yang dikeluhkan pasien biasanya data ini
berhubungan dengan kriteria hasil.
2) O (Objektif)
Data berdasarkan hasil observasi atau pengukuran perawat secara langsung pada
pasien dengan memperhatikan yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
3) A (Assesment/analisa)
Menjelaskan apakah masalah kebutuhan pasien terpenuhi atau tidak.
4) P (Plan/rencana)
Rencana tindak lanjut yang dilakukan (intervensi) terhadap pasien berhubungan
dengan masalah pasein yang belum terpenuhi.

Daftar Pustaka

Ardiansyah, M. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press

Billota, K. A. J. (2012). Nurses Quick Check: Diseases (2nd ed.). (terjemahan


Barrarah Bariid). Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 2.
(terjemahanMonica Ester). Jakarta: EGC

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. (terjemahan Made Sumarwati & Nike Subekti). Jakarta: EGC

Jhonson, L., & Leny, R. (2010). Keperawatan Keluarga: plus contoh askep keluarga.

Yogyakarta: Nuha Medika

Komang, Ayu. (2010). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga.


Jakarta:Sagung Seto

Misnadiarly. (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau


maag) ,Infeksi Mycobacteria pada Ulcer Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka Populer
Obor
Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika

Profil Kesehatan Semarang. (2011). Data Seputar Penyakit Maag.

Rahma, M., Ansar, J., Rismayanti. (2012). Faktor Risiko Kejadian Gastritis Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa.

Anda mungkin juga menyukai