Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN GASTRITIS

A. Konsep masalah kesehatan gastritis


1. Definisi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Dua jenis
gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis akut dan kronik (Price,
2005). Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung, sering akibat diet yang
sembarangan. Biasanya individu ini makan terlalu banyak, terlalu cepat,
atau makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit (ardiansyah, 2012).

2. Klasifikasi gastritis berdasarkan tingkat keparahannya


a Gastritis akut
Gastritis akaut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang
menyebabkan erosif dan perdarahan pada mukosa lambung setelah
terpapar oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila kerusakan yang
terjadi tidak lebih dalam dari mukosa muskularis. Erosinya tidak
mengenai lapisan otot lambung (ardiansyah, 2012).
b Gastritis kronis
Suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang sifatnya
menahun dan berulang. Gastritis kronis digolongkan menjadi dua
kategori yaitu gastritis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun
yang disebabkan oleh adanya autoantibody terhadap sel parietal
kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan berkaitan dengan tidak
adanya sel parietal dan chief cells, yang menurunkan sekresi asam dan
menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat,
tidak terjadi produksi faktor intrinsik. Anemia pernisiosa sering kali
dijumpai pada
pasien karena tidak tersedianya factor intrinsic untuk mempermudah
absorpsi vitamin B12 dalam ileum. Sedangkan gastritis tipe B
merupakan infeksi kronis oleh H. pylori . Faktor etiologi gastritis
kronis lainya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok atau
refluks empedu kronis dengan kofaktor H. pylori (ardiansyah, 2012).

3. Etiologi
a Konsumsi obat-obatan kimia digitalis (asetaminofen/aspirin, kortiko
steroid). Aseteminofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi
pada mukosa lambung, NSAIDS (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs)
dan kortikosteroid menghambat sintesis prostatglandin, sehingga
sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi
sangat asam dan menimbulkan iritasi lambung.
b Konsumsi alkohol dapat menyebakan kerusakan mukosa gaster.
c Terapi radiasi, reflux empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) dapat
menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta
perdarahan.
d Kondisi stress atau tertekan akan meransang peningkatan produksi
HCL lambung.
e Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobacter pilori, Escerechia coli,
Salmonella, dan lain-lain.
f Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi paru, dicurigai turut
mempengaruhi penularan kuman di komunitas, karena antibiotik
tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobater pylori, walaupun
presentase keberhasilanya sangat rendah.
g Jamur dan spesis candida, seperti Histoplasma capsulaptum dan
Mukonaceace dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien
imunocompromezed. Pada pasien yang sitem imunnya baik, biasanya
tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama
dengan jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah
terkena infeksi parasit.

4. Manifestasi klinis
a Gastritis akut :
1). Anoreksia ( tidak nafsu makan ), karena terjadi iritasi mukosa
lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung akan
meningkatkan sekresi mukosa yang berupa HCO3, dilambung
HCO3 akan berikatan dengan nAcL sehingga menghasilkan HCI
dan NaCO3. Hasil persenyawaan tersebut akan menigkatkan asam
lambung maka terjadilah mual muntah.
2). Nyeri pada epigastrum, karena adanya peradangan pada mukosa
lambung.Mual dan muntah, dikarenakan adanya regenerasi mukosa
lambung sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang
mengakibatkan mual hingga muntah.
3). Perdarahan saluran cerna ( hemetemesis melena), karena mucus
gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada
mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan
pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan.
4). Anemia, karena terjadinya perdarahan. b
Gastritis kronis :
1) Nyeri ulu Hati, karena adanya peradangan atau iritasi pada
mukosa lambung.
2) Anoreksia ( tidak nafsu makan), karena peningkatan produksi
HCL atau peningkatan asam lambung.
3) Nausea, Lambung akan meningkatkan sekresi mukosa yang
berupa HCO3, dilambung HCO3 akan berikatan dengan nAcL
sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3. Hasil persenyawaan
tersebut akan menigkatkan asam lambung maka terjadilah mual
muntah.
5. Patofisiologi
1) Gastritris Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia
misalnya obat-obatan, alkohol, makanan yang pedas atau asam. Pada
penderita yang mengalami stress akan terjadi peransangan saraf
simpatis (nervus vagus) yang akan
meningkatkan produksi asam klorida (HCL) didalam lambung,
peningkatan HCL yang berada di dalam lambung akan
menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun
makanan yang meransang akan menyebabkan sel epitel kolumner,
yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi
produksinya. Mucus berfungsi untuk memproteksi mukosa lambung
agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena
penurunan sekresi mucus bervariasi
diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster.
Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCL (
terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa
gaster menyebabkan produksi HCL meningkat, anoreksia juga dapat
menyebabkan rasa nyeri ditimbulkan karena kontak HCL dengan
mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penerunan sekresi
mucus dapat berupa eksfeliasi (penglupasan). Eksfeliasi sel mukosa
gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa gaster, hilangnya
sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
2) Gastritis kronis
Inflamasi lambung yang lama disebabkan oleh ulkus benigna
atau maligna dari lambung atau oleh bakteri Helicobatery pylory.
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu tipe A dan
tipe B. Gastritis kronis tipe A (gastritis autoimun) diakibatkan dari
perubahan sel parietal yang menimbulkan atropi dan infiltrasi
seluler. Hal ini
dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa
yang terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
Sedangkan gastritis tipe B (H Pylori), mempengaruhi antrum
dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum ) dan
dihubungkan dengan bakteri H Pylori . Faktor diet seperti makanan
pedas, penggunaan obat-obatan dan alcohol, merokok atau refluks isi
usus kedalam lambung, juga dapat menyebabkan gangguan ini.
6. Patway
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap, yang bertujuan untuk mengetahui
adanya anemia.
b. Pemeriksaan serum vitamin B12 yang bertujuaan untuk
mengetahui adanya defisiensi B12.
c. Analisis feses, yang bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam
feses.
d. Analisis gaster, yang bertujuan untuk mengetahui kandungan HCL
lambung.
e. Achlorhida ( kurang/ tidak adanya produksi asam lambung)
menunjukan adanya gastritis atropi.
f. Uji serum antibody, yang bertujuaan untuk mengetahui adanya
antibody sel parietal dan factor intrisik lambung.
g. Endoscopy, biopsy dan pemeriksaan urin biasanya dilakukan bila ada
kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.
h. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung.

8. Komplikasi
a. Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan
melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk
perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran
klinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik
penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak
duodenum dan 60- 90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan dengan endoskopi.
b. Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan
vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia
pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah
antrum pylorus. Gastritis Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak
terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptik dan
pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan
secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-
sel di dinding lambung

9. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
1) Antasida untuk mengatasi perasaan begah (penuh) dan tidak enak
di abdomen, serta untuk menetralisir asam lambung.
2) Antagonis H2 (seperti rantine dan ranitidine, simetedin), karena
mampu menurunkan sekresi asam lambung.
3) Antibiotik diberikan bila dicurigai adanya infeksi oleh
Helicobater pylori.
b. Nonfarmakologi
1) Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien.
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur atau tidak
memodifikasi diet mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat
perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong atau ditunda pengisianya,
asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga
timbul rasa nyeri.
2) Instruksikan pasien untuk menghindari makanan yang pedas
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan meransang
system pencernaan, terutama lambung dan usus
untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan
nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual muntah.
3) Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol Karena
alcohol mempunyai kemampuan sebagai pelarut lipida yang
terdapat dalam membrane sel memungkinkanya cepat masuk
kedalam sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Konsumsi
alcohol secara berlebihan akan merusak mukosa lambung.
4) Ajarkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi nafas
dalam.Dengan tehnik relaksasi akan mengurangi rasa nyeri.
5) Instruksikan pasien untuk tidak merokok Efek
rokok pada saluran gastrointertistinal antara lain melemahkan
katup esophagus dan pylorus, meningkatkan refluks, mengubah
kondisi alami dalam lambung dan memnurunkan PH duodenum
dan meningkatkan sekresi asam lambung yang berlebihan.

10. Asuhan keperawatan keluarga


a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap
aktivitas)
b. Sirkulasi
Gejala : hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia
(hipovolemia / hipoksemia), kelemahan / nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi), warna kulit :
pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah),
kelemahan kulit / membran mukosa = berkeringat (menunjukkan
status syok, nyeri akut, respons psikologik)
c. Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja),
perasaan tak berdaya.
Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit, gemetar, suara gemetar.
d. Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena
perdarahan gastro interitis (GI) atau masalah yang berhubungan
dengan GI, misal: luka peptik / gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi
area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi, bunyi usus sering hiperaktif
selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan. Karakteristik
feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang
merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi
(perubahan diet, penggunaan antasida), haluaran urine menurun,
pekat.
e. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga
obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal).
Masalah menelan : cegukan. Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual
/ muntah.
Tanda : muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau
tanpa bekuan darah. Membran mukosa kering, penurunan produksi
mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).
f. Neurosensasi
Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar,
kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak
cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai
pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,
perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa
ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyakdan
hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum kiri sampai
tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan
dan hilang dengan antasida (ulus gaster). Nyeri epigastrum kiri
sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam
setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau
antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau
gastritis).
Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat- obatan
tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,
berkeringat, perhatian menyempit.

11. Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ( peradangan
pada mukosa lambung )
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan factor biologis
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif (muntah), intake tidak adekuat
d. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
e. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
12. Intervensi keperawatan

Diagnosa NOC NIC

Nyeri akut Pain Control : Pain Management :


berhubungan dengan  Mengenali faktor penyebab  Observasi reaksi nonverbal dari
agen cedera biologis (  Mengenali onset (lamanya ketidaknyamanan
peradangan pada sakit)  Kaji nyeri secara komprehensif
mukosa lambung )  Menggunakan metode meliputi ( lokasi, karakteristik,
pencegahan dan onset, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri )
untuk mengurangi nyeri  Kaji skala nyeri
 Menggunakan metode  Gunakan komunikasi terapeutik
nonanalgetik agar klien dapat mengekspresikan
nyeri
untuk mengurangi nyeri  Kaji factor yang dapat
 Mengunakan analgesik sesuai menyebabkan nyeri
dengan kebutuhan timbul
 Mencari bantuan tenaga  Anjurkan pada pasien untuk cukup
kesehatan istirahat
 Melaporkan gejala pada  Control lingkungan yang dapat
petugas kesehatan mempengaruhi nyeri
 Mengenali gejala gejala nyeri  Monitor tanda tanda vital
 Melaporkan nyeri yang sudah  Ajarkan tentang teknik
terkontrol nonfarmakologi (relaksasi)
untuk mengurangi nyeri
 Jelaskan factor factor yang dapat
mempengaruhi nyeri
 Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat
Ketidakseimbangan Nutritional Status Nutrion Management
nutrisi kurang dari  Intake nutrisi baik  Monitor catatan masukan
kebutuhan tubuh  Intake makanan baik kandungan nutrisi dan kalori.
berhubungan dengan
faktor biologis  Asupan cairan cukup  Anjurkan masukan kalori yang
 Peristaltic usus normal tepat sesui dengan tipe tubuh dan
 Berat badan meningkat gaya hidup.
 Berikan makanan pilihan.
 Anjurkan penyiapan dan
penyajian makanan dengan
teknik yang aman.
 Berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana cara memperolehnya
 Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
 Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian
 Mo n i t o r adany
ap e n ur u n an B B
d a n g u l a darah
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan selama jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi

Kekurangan volume Fluid Balance Fluid Management


cairan berhubungan  Timbang berat badan tiap hari
 Tekanan daran rentang
dengan kehilangan  Jaga keakuratan catatan intake dan
normal
cairan aktif (muntah), output
 Denyut nadi kuat
intake tidak adekuat  Monitor status hidrasi (kelembapan
 Intake dan output dalam
mukosa membran, denyut nadi,
24 jam seimbang
tekanan darah ortostatikl)
 Berat badan stabil
 Monitor vital signs
 Mata tidak cowong
 Monitor status nurtrisi
 Mukosa bibir lembab
 Berikan cairan
 Hidrasi kulit baik
 Berikan terpai intravena jika
diresepkan
 Tingkatkan masukan oral
 Berikan snack
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Hipertermi Thermoregulation Temperature regulation
berhubungan dengan  Monitor suhu min tiap 2 jam
 Tidak menggigil
penyakit  Rencanakan monitoring suhu
 Nadi dbn ( 60-100
secara kontinyu
x/ menit)
 Monitor TD nadi dan RR
 RR dbn ( 16-24 x/ menit)
 Monitor tanda tanda hipertermi
 Suhu dbn (36-37°C)
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Berikan anti piretik bila perlu
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu
 Berikan kompres hangat
 Monitor TTV

Insomnia berhubungan Sleep Sleep enhancement


dengan  Instruksikan pasien untuk
 Jam tidur labih cepat.
ketidaknyamanan fisik tidur pada waktunya
 Kebiasan tidur
kembali seperti  Monitor waktu tidur pasien

semula.
 Kualitas tidur 7 – 8 jam.  Identifikasi penyebab kekurangan
 Tidur nyenyak. tidur pasien.
 Tidak gelisah  Menambah waktu tidur pasien.
 Tidur teratur setiap malam  Diskusi dengan pasien dan
secara konsisten. keluarga pasien untuk
meningkatkan tekhnik
tidur.
 Menentukan pola tidur pasien
DAFTAR PUSTAKA

Citra, Agus. (2004). Tuntunan Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Bandung:


Rizqi Press
Doenges, Marilynn E, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Alih
Bahasa: I Made Kariasa, dkk. (2001) Jakarta: EGC
Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, edisi
2. Jakarta: EGC
Friedman, Marilyn M. (2002). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran
Price, Sylvia A, dkk.( 2005). Patofisiologi “Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit”, Edisi 6 Vol I. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart, Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai