Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gastritis

1. Pengertian

Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat

bersifat akut, kronik, difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia,

perasaan penuh di perut (begah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan

muntah (Suratun, 2010).

Penyakit gastritis atau lebih dikenal dengan penyakit maag

didefenisikan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada ulu hati

(Yuliarti, 2009).

Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.

Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung

sampai terlepasnya epitel mukosa superficial yang menjadi penyebab

terpenting dalam gangguan pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang

timbulnya proses inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2012).

2. Etiologi

Menurut (Ardiansyah, 2012) dan (Sukarmin, 2012), faktor

penyebab gastritis antara lain:

9
10

a. Pemakaian obat penghilang nyeri seperti aspirin, asam mefenamat,

aspilets dalam jumlah besar. Beberapa obat anti nyeri dapat memicu

kenaikan produksi asam lambung yang berlebihan sehingga mengiritasi

mukosa lambung karena terjadinya difusi balik ion hydrogen ke epitel

lambung. Selain itu juga dapat mengakibatkan kerusakan langsung pada

epitel mukosa karena dapat bersifat ititatif dansifatnya yang asam dapat

menambah derajat keasaman lambung.

b. Konsumsi alkohol berlebihan. Konsumsi alkohol dapat menyebabkan

kerusakan mukosa gaster. Bahan etanol merupakan salah satu bahan

yang dapat merusak sawar pada mukosa lambung. Rusaknya sawar

memudahkan terjadinya iritasi pada mukosa lambung.

c. Banyak merokok, menambah sekresi asam lambung yang

mengakibatkan perokok manderita penyakit lambung (gastritis) sampai

tukak lambung. Kejadian gastritis pada perokok juga dapat dipicu oleh

pengaruh asam nikotinat yang menurunkan rangsangan pada pusat

makan, perokok menjadi tahan lapar sehingga asam lambung dapat

langsung mencerna mukosa lambung bukan makanan karena tidak ada

makanan yang masuk.

d. Infeksi oleh bakteri seperti Helicobacter pilori. Bakteri ini mampu

mengubah lingkungan mikro yang ada disekitarnya menjadi lebih basa

sehingga HCl tidak mampu merusak dindingnya dan dapat berkoloni di

mukosa lambung. Bakteri ini mempunyai flagell yang dipergunakan


11

untuk mengikis mukosa lambung sehingga lebih aman dari suasana

asam.

e. Pola atau waktu makan yang tidak taratur mudah terserang penyakit ini.

Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda

pengisiannya, asam lambung dapat langsung mencerna mukosa lambung

sehingga timbul nyeri.

f. Sering mengalami stress. Peningkatan stress yang berarti terjadi

peningkatan rangsangan saraf otonom akan merangsang peningkatan

sekresi gastrin dan merangsang peningkatan asam hidroklorida (HCl).

Peningkatan HCl dapat mengikis mukosa lambung.

3. Jenis-Jenis Gastritis

a. Gastritis Akut

Gastritis tipe ini yang sering menyebabkan ulkus aktif.

Dikategorikan hemoragik erosive karena beresiko terjadi perdarahan

masif perforasi gaster (Sukarmin, 2012).

Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang

menyebabkan erosif dan pendarahan pada mukosa lambung setelah

terpapar oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila kerusakan yang

terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Manifestasi dari

gastritis akut bervariasi seperti anoreksia, nyeri pada epigastrium, mual

dan muntah, perdarahan saluran cerna hematemesis melena

( Ardiansyah, 2012).
12

b. Gastritis Kronik

Gastritis kronik merupakan kelainan yang cukup sering ditemukan

dalam klinik maupun praktek sehari-hari. Secara umum gastritis

merupakan kelainan klinik yang disebabkan inflamasi mukosa lambung,

difus, atau terbatas, dapat akut, atau kronis (H. Ali Sulaiman, 2006).

Gastritis kronik didefenisikan secara histologist sebagai

peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung.

Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis superficial kronis,

yang mengenai bagian sub epitel disekitar cekungan lambung. Kasus

yang lebih parah juga mengenai kelenjer-kelenjer pada mukosa yang

lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjer

(gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005).

Gastritis kronis dapat diklasifikasikan pada tipe A atau Tipe B antara

lain yaitu :

1) Gastritis Kronis Tipe A

Gastritis kronis tipe A merupakan gastritis autoimun.

Adanya antibody terhadap sel parietal menimbulkan reaksi

peradangan yang pada akhirnya dapat menimbulkan atropi mukosa

lambung. Pada 95% pasien dengan anemia pernisiosa dan 60%

pasien dengan gastritis atropi kronik memiliki antibody terhadap

sel parietal. Biasanya, gastritis tipe A ini menyerang bagian fundus


13

di lambung, dan sering di jumpai pada penderita anemia.

(Suratun&Lusianah, 2010).

2) Gastritis Kronis Tipe B

Gastritis kronis tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat

infeksi oleh Helicobacter pylori. Terdapat inflamasi yang difuse

pada lapisan mukosa sampai muskularis, sehingga sering

menyebabkan perdarahan dan erosi. Tipe B ini terutama

menyerang pada bagian antrum pada lambung. Faktor etiologi

gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan,

merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter

pylori. (Suratun & Lusianah, 2010).

4. Tanda Dan Gejala Gastritis

Menurut Ardiansyah (2012) tanda dan gejala dari gangguan ini

cukup bervariasi, mulai dari keluhan yang ringan hingga muncul

perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Namun gejala yang ditimbulkan

penyakit gastritis sangat bervariasi diantaranya :

Anoreksia, nyeri pada epigastrium, mual dan muntah, rasa penuh

dilambung, nyeri ulu hati, sering sakit kepala, perdarahan saluran cerna

(hematemesis melena), nausea.


14

5. Patofisiologi

Pada gaster yang terjadi peradangan pada membran mukosa

lambung yang mengalami pengikisan akibat konsumsi alkohol, obat-obatan

antiinflamasi nonsteroid (AINS), merokok, infeksi helicobactery pylori.

Pengikisan ini dapat menimbulkan reaksi peradangan (Sukarmin, 2012).

Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari

autodigesti oleh HCl akan merusak mukosa. Kehadiran HCl di mukosa

lambung menstimulasi perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin

merangsang pelepasan histamine dari sel mast. Histamin akan

menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel dan menyebabkan edema dan

kerusakan kapiler sehingga timbul pendarahan pada lambung ( Suratun &

Lusianah, 2010). Mukosa lambung mampu memperbaiki dirinya sendiri

setelah mengalami gastritis. Kadang-kadang, sejumlah kasus hemoragi

memerlukan intervensi bedah. Bila makanan pengiritasi tidak dimuntahkan

dan telah mencapai usus, maka ini dapat mengakibatkan kolik dan diare.

Biasanya, pasien sembuh kira-kira sehari, meskipun nafsu makan menurun

selama 2-3 hari (Ardiansyah, 2012).


15

6. Penatalaksanaan

Menurut Sukarmin (2012) orientasi utama pengobatan gastritis

berpaku pada obat-obatan. Obat-obatan yang mengurangi jumlah asam di

lambung dapat mengurangi gejala yang mungkin menyertai gastritis dan

memajukan penyembuhan lapisan perut. Pengobatan ini meliputi :

a. Antasida yang berisi aluminium, magnesium dan karbon kalsium.

Antasida meredakan mulas ringan atau dispepsia dengan cara

menetralisasi asam di perut. Ion H+ merupakan struktur utama asam

lambung. Dengan pemberian aluminium hidroksida maka suasana

asam lambung dapat di kurangi. Obat-obatan ini dapat menghasilkan

efek samping seperti diare atau sembelit karena dampak penurunan H +

adalah penerunan rangsangan peristaltik usus.

b. Histamin (H2) blocker, seperti famotidine dan ranitidine. H2 blocker

mempunyai dampak penurunan produksi asam dengan mempengaruhi

langsung pada lapisan epitel lambung dengan cara menghambat

rangsangan sekresi oleh saraf otonom pada nervus vagus.

c. Misalnya, jika gastritis disebabkan oleh penggunaan jangka panjang

NSAID (Non Steroid Anti Inflamasi Drug) seperti aspirin, aspilet maka

penderita disarankan untuk berhenti minum NSAID, mengurangi dosis

NSAID, atau beralih ke kelas lain untuk nyeri.

d. Apabila penyebabnya adalah Helicobactery Pylori maka perlu

penggabungan obat antasida, Inhibitor pompa proton (PPI), dan


16

antibiotik seperti amoksisilin dan klaritromisin untuk membunuh

bakteri. Infeksi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan

kanker atau ulkus di usus.

e. Pemberian makanan yang tidak merangsang. Walaupun tidak

mempengaruhi langsung pada peningkatan asam lambung tetapi

makanan yang merangsang seperti pedas, kecut dapat meningkatkan

suasana asam pada lambung sehingga dapat menaikkan resiko

inflamasi pada lambung.

f. Penderita juga dilatih untuk menajemen stres sebab stress dapat

mempengaruhi sekresi asam lambung melalui nervus vagus.

7. Pencegahan Penyakit Gastritis

Menurut Yuliarti (2009), penyakit gastritis dapat dicegah dengan

hal-hal berikut :

a. Menurut sejumlah penelitian, makan dalam jumlah kecil tetapi sering

serta memperbanyak makan makanan yang mengandung tepung,

seperti nasi, jagung, dan roti akan menormalkan produksi asam

lambung. Kurangilah makanan yang dapat mengiritasi lambung,

misalkan makanan yang pedas, asam, digoreng, dan berlemak.


17

b. Hilangkan kebiasaan mengonsumsi alkohol.

Tingginya konsumsi alkohol dapat mengiritasi atau merangsang

lambung, bahkan menyababkan peradangan dan perdarahan di

lambung.

c. Hindari rokok

Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu,

orang yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulser.

Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan

kesembuhan gastritis, dan juga meningkatkan resiko kanker lambung.

d. Ganti obat penghilang rasa sakit.

Jika memungkinkan jangan gunakan obat penghilang rasa sakit dari

golongan NSAIDs, seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen. Obat-

obatan tersebut dapat mengiritasi lambung.

e. Hindari stres

Stress dapat menyebabkan peningkatan produksi asam lambung dan

menekan pencernaan. Untuk menurunkan tingkat stres disarankan

banyak mengonsumsi makanan bergizi, cukup istirahat, berolahraga

secara teratur, serta selalu menenangkan pikiran dan selalu berfikir

positif.
18

B. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Gastritis

1. Pola Makan

Pola makan yang tidak teratur adalah pola makan yang sembrono,

makan terlalu banyak, atau terlalu cepat dan juga tidak mematuhi jadwal

atau waktu makan yang dianjurkan sesuai dengan pola makan yang

teratur yang ada di Indonesia (Mahmud, 2010).

Pada pola makan yang teratur dianjurkan untuk makan 3 kali sehari.

Pemenuhan akan kecakupan zat gizi sangat ditentukan oleh jumlah dan

jenis makanan yang dimakan tersebut. Dengan pola kebiasaan makan 3

kali sehari jumlah makanan yang dihabiskan akan jauh lebih banyak

sehingga dapat diharapkan kecakupan zat gizi akan terpenuhi (Nyoman,

2010).

Menurut Sodiaoetama (2004) pola makan yang teratur pada remaja

adalah 3 kali sehari. Jumlah atau porsi sesuai dengan anjuran makanan

bagi remaja, yaitu :

a. Makan pagi (sarapan) jam 06.00-07.00 wib yaitu sarapan atau makan

pagi biasanya dilakukan di rumah masing-masing. Jenis dan jumlah

makanan waktu sarapan adalah nasi 1porsi 100 gr beras, telur 1 butir

50 gr, susu sapi 200 gr.

b. Makan siang jam 13.00-14.00 wib yaitu makan siang biasanya

dilakukan di rumah masing-masing atau bisa juga diluar rumah, jenis

dan jumlah makanan untuk makan siang adalah nasi 2 porsi 200 gr
19

beras, daging 1 porsi 50 gr, tempe 1 porsi 50 gr, sayur 1 porsi 100 gr,

buah 1 porsi 75 gr.

c. Makan malam jam 19.00-20.00 wib yaitu kebiasaan makan malam.

Jenis dan jumlah makanan untuk makan malam adalah nasi 1 porsi 100

gr beras, daging 1 porsi 50 gr, tahu 1 porsi 100 gr, sayur 1 porsi 100 gr,

buah 1 porsi 100 gr, susu skim 1 porsi 200 gr.

Remaja dan dewasa muda lebih sering mengabaikan dan

melewatkan makan pagi, dibandingkan dengan kelompok usia lain. Pada

umumnya remaja perempuan lebih banyak tidak makan pagi

dibandingkan remaja laki-laki, karena ingin langsing dan sering berusaha

untuk berdiet. Banyak remaja perempuan beranggapan bahwa mereka

dapat mengontrol berat badan dengan cara mengabaikan makan pagi atau

makan siang (Soetardjo, 2011). Padahal, arti diet yang benar adalah

kombinasi makanan dan minuman di dalam hidangan yang dikonsumsi

sehari-hari (Yuliarti, 2009).

Pola makan yang tidak teratur umumnya menjadi masalah yang

sering timbul pada remaja. Aktivitas yang tinggi baik di sekolah maupun

luar sekolah menyebabkan makan menjadi tidak teratur (Sayogo, 2006).

Gambaran umum akibat atau kejadian yang disebabkan oleh pola makan

yang tidak teratur adalah timbulnya gastritis symtoms dalam jangka

waktu yang relatif singkat setelah seseorang makan makanan yang

merangsang dan asam lambung akan meningkat dan mengakibatkan mual


20

dan muntah (Didik, 2010). Pola makan yang tidak teratur sangat sulit

untuk beradaptasi dengan lambung. Jika proses ini berlangsung sangat

lama, produksi pada lambung akan berlebihan sehingga mengiritasi

dinding mukosa pada lambung, yang akhirnya menyebabkan rasa perih

dan mual (Hidayah, A, 2011)

Menurut Dr. Didik Indarso, Spd (2010), prinsip makanan teratur

pada penyakit gastritis :

a. Makan secara teratur 3 kali sehari.

b. Usahakan makan tidak terlalu kenyang dan tidak sembrono.

c. Makanan yang harus mengandung cukup kalori dan protein namun

kandungan lemak atau minyak khususnya yang jenuh harus dikurangi.

d. Makanan harus mudah dicerna dan mengandung serat makanan halus.

e. Makanan tidak boleh mengandung bahan yang merangsang,

menimbulkan gastritis atau bersifat asam, minyak, atau lemak

berlebihan.

f. Makanan tidak terlal panas atau terlalu dingin.

g. Makan secara perlahan.

2. Minuman Bersoda

Remaja suka minum-minuman kaleng yang dapat memicu produksi

asam lambung yang berlebihan dan akan mengiritasi dan mengikis

mukosa lambung. Beberapa jenis minuman kaleng yang sering


21

dikonsumsi remaja seperti: fanta, coca cola, pocari sweet, sprite, dan

minuman kaleng jenis lainnya ( Hamid, Abdulah 2006).

Sebagian besar minuman soda mengandung 250 kalori per 600 ml.

Minuman bersoda mengandung zat pewarna buatan, karbonat, asam

fosfat, pemanis, bahan pengawet, kafein dan mengandung zat gula tinggi.

Dalam sebuah penelitian di Amerika, ditemukan sebanyak 87%

responden yang mengkonsumsi minuman bersoda minimal 2 kali sehari

mengalami peningkatan resiko timbulnya gastritis. Minuman soda

mengandung CO2 yang menyebabkan lambung tidak bisa menghasilkan

enzim yang sangat penting bagi proses pencernaan sehingga dapat

menyebabkan peniadaan fungsi enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan

oleh lambung, yang selanjutnya mengganggu proses pencernaan dan

pengambilan sari-sari makanan (Suprayanto, 2012).

3. Stress

Stress adalah sebagai ketidak mampuan menghadapi ancaman yang

dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia, yang pada

suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. Sesuatu

yang terlihat sebagai ancaman, baik mata atau imajinasi persepsi terhadap

stress sebenarnya berasal dari perasaan takut atau marah, kenyataan ini

dapat diekspresikan dalam sikap tidak sabar, frustasi, tidak ramah,

depresi, cemas, kuatir atau apatis (Potter & Perry, 2005).


22

Menurut Hawari (2008) seseorang yang mengalami stres disertai

tanda-tanda sebagai berikut :

1) Semangat besar, berlebihan (over acting).

2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.

3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun

tanpa disadari cadangan energy dihabiskan (all out).

4) Rasa gugup yang berlebihan.

5) Merasa senang dengan suatu kegiatan dan semakin bertambah

semangat, namun tanpa disadari cadangan energy semakin menipis.

6) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.

7) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.

8) Lekas merasa capai menjelang sore hari.

9) Sering mengeluh perut atau lambung tidak nyaman (bowel

discomfort).

10) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).

11) Otot punggung dan tengkuk terasa tegang.

12) Tidak bisa santai.

13) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag”

(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).

14) Ketegangan otot-otot semakin terasa.

15) Perasaan tidak tenang dan ketegangan emosional semakin meningkat.


23

16) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk

tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali

tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/dini hari dan tidak

dapat kembali tidur (late insomnia).

17) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau

pingsan).

18) Untuk bertahan sepanjang hari sudah terasa amat sulit.

19) Aktivitas yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi

membosankan dan terasa lebih sulit.

20) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemempuan

untuk merespon secara memadai.

21) Ketidak mampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.

22) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.

23) Timbul perasan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan

apa penyebabnya.

24) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan/kegiatan sehari-hari

yang ringan dan sederhana.

25) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal

disorder).

26) Susah bernafas (sesak dan megap-megap).

27) Sekujur badan terasa gemetar, dingin, dan keringat bercucuran.


24

Hubungan antara stress dan penyakit bukanlah hal yang baru. Selain

berabad-abad, para dokter telah menduga bahwa emosi dapat

mempengaruhi kesehatan seseorang. Berdasarkan penemuan terbaru

tentang interaksi pikiran tubuh, diperkirakan bahwa sebanyak 80% dari

masalah kesehatan disebabkan atau diperburuk oleh stress (Mahfudz,

2009).

Stres bisa menyebabkan terjadinya gastritis, karena stress

mengakibatkan sistem saraf di otak yang berhubungan dengan lambung

akan mengalami kelainan karena ketidakseimbangan. Stress juga

mengakibatkan perubahan hormonal didalam tubuh yang bisa

merangsang produksi asam secara berlebihan. Kondisi inilah yang

menyebabkan lambung terasa perih dan kembung (Hidayah, A, 2011).

Stress bisa mempengaruhi keadaan fisik seseorang karena tipe

orang dalam menghadapi stress berbeda-beda, ada yang apabila stress

justru sulit tidur, ada juga yang larinya ketidur, ada yang malas makan

dan ada juga yang nafsu makannya meningkat (Rahman, 2008).

Menurut Potter&Perry (2005), stress dibagi menjadi 3 tingkatan

yaitu :

1) Stres ringan adalah stres yang dihadapi setiap orang secara teratur,

seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari

atas. Situasi seperti ini berlangsung beberapa menit atau beberapa

jam. Bagi mereka sendiri, stres ini bukan resiko signifikan untuk
25

timbulnya gejala. Namun, stres ringan yang banyak dalam waktu

singkat dapat meningkatkan resiko penyakit.

2) Stres sedang berlangsung beberapa lama, beberapa jam sampai

beberapa hari. Misalnya, perselisihan yang tidak terselesaikan,

anak yang sakit, atau kehadiran yang lama dari anggota keluarga.

3) Stres berat adalah situasi yang kronis berlangsung beberapa

minggu sampai beberapa tahun, seperti perselisihan perkawinan

terus menerus, kesulitan financial yang berkepanjangan, dan

penyakit fisik jangka panjang (Potter&Perry, 2005).

4. Merokok

Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.

Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang

berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat

kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida,

nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida,

akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine,

ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain lain. Selain nikotin,

peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun

lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap

kesehatan (Budiyanto, 2010).

Kejadian gastritis pada perokok juga dapat dipicu oleh pengaruh

asam nikotinat yang menurunkan rangsangan pada pusat makan, perokok


26

menjadi tahan lapar sehingga asam lambung dapat langsung mencerna

mukosa lambung bukan makanan karena tidak ada makanan yang masuk

(Sukarmin, 2012).

Perilaku merokok yang dilakukan oleh remaja sering kita lihat di

berbagai tempat, misalnya di warung dekat sekolah, perjalanan menujun

sekolah, halte bus, kendaraan pribadi, angkutan umum, bahkan di

lingkungan rumah. Sayangnya, ini telah menjadi pemendangan yang biasa

dan jarang mendapatkan perhatian masyarakat, padahal prilaku tersebut

berbahaya bagi remaja dan orang sekitarnya (Tarwoto, dkk, 2010).

Seseorang yang merokok dari asap rokok yang diisapnya terdapat

bermacam-macam zat yang sangat berbahaya untuk tubuh. Merokok

mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat lambung lebih

rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam

lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan

penyebab utama terjadinya kanker lambung. Seseorang yang merokok

sering mengeluh anoreksia, mual dan muntah (Linda, 2010 & Addy,

2009).

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah dan

menanggulangi kebiasaan merokok pada remaja telah tertuang dalam Visi

Indonesia Sehat 2010, yang dijabarkan dalam Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS). PHBS meliputi 5 tatanan, yaitu : tatanan rumah tangga,

tempat kerja, tempat umum, tempat sekolah, dan sarana kesehatan.upaya


27

yang dilakukan di tatanan sekolah dari segi prilaku yaitu tentang

kebersihan pribadi, tidak merokok, olahraga teratur, dan tidak

menggunakan obat, dan bahan berbahaya. Sedangkan dari segi

lingkungan sekolah, antara lain memalui program Usaha Kesehatan

Sekiolah (UKS) (Tarwoto, dkk, 2010).

5. Mengkonsumsi alkohol

Mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi (merangsang) dan

mengikis permukaan lambung sehingga asam lambung dengan mudah

akan mengikis permukaan lambung. Salah satu bahan yang berbahaya

dalam alkohol adalah etanol. Bahan etanol merupakan salah satu bahan

yang dapat merusak sawar pada mukosa lambung. Rusaknya sawar

memudahkan terjadinya iritasi pada mukosa lambung sehingga terjadi

mual dan muntah serta nyeri pada abdomen (Yuliarti, 2009 & Sukarmin

2012).

Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol

adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan

mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa

kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah

sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu

makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol

dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum (Harahap 2009).

Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung,


28

memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak

peptic. Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan

menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan

perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2008).

6. Infeksi Bakteri Helicobacter pylori

Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyababkan

peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia.

Penemuan bakteri ini dilakukan oleh Barry Marshall dan Robin Warre,

dua dokter peraih nobel dari Australia. Mereka menemukan adanya

bakteri yang bisa hidup dalam lambung manusia. Saat ini telah terbuktii

bahwa infeksi yang disebabkan oleh Helicobacter pylori pada lambung

bisa menyebabkan peradangan pada mukosa lambung yang disebut

dengan gastritis. Proses ini bisa berlanjut hingga terjadi ulkus atau tukak,

bahkan kanker lambung (Yuliarti, 2009).

Menurut Sukarmin (2012), bakteri helicobacter pylori dapat

menginfeksi lambung melalui beberapa media penularan :

a. Melalui makanan yang terkontaminasi bakteri Helicobacter pylori,

sebagai contoh seorang ibu yang penderita gastritis mengunyahkan

anaknya makanan padahal air liurnya mengandung helicobacter pylori.

b. Melalui vector lalat yang membawa bakteri melalui tinja penderita

yang dihinggapi sebelumnya kemudian hinggap di makanan yang

dimakan orang lain.


29

c. Penularan juga dapat melalui jalur fecal-oral lain seperti tangan yang

habis membersihkan kotoran kemudian tidak cuci tangan dengan benar

padahal kotoran yang dibersihkan tadi mengandung bakteri

helicobacter pylori.

Akan tetapi, infeksi bakteri helicobacter pylori dapat dicegah

sdengan pola hidup sehat dan bersih. Pola makan yang memenuhi syarat

kesehatan dan higienis serta kesehatan umum yang memadai bisa

menghindarkan diri dari serangan atau infiltrasi bakteri ini (Yuliarti,

2009).

7. Pemakaian obat NSAID (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs)

Pemakaian obat antiinflamasi nansteroid seperti aspirin, aspilets

dalam jumlah besar. Obat antiinflamasi non steroid dapat memicu

kenaikan produksi asam lambung yang berlebihan sehingga mengiritasi

mukosa lambung karena terjadinya difusi balik ion hidrogen ke epitel

lambung. Selain itu jenis obat ini juga dapat mengakibatkan kerusakan

langsung pada epitel mukosa karena dapat bersifat iritatif dan sifatnya

yang asam dapat menambah derajat keasaman pada lambung (Sukarmin,

2012).

Aseteminofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada

mukosa lambung, NSAID (non steroid anti inflamasi drugs) dan

kartikosteroid menghambat sintesis prostaglandin, sehingga sekresi HCL

meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam dan


30

menimbulkan iritasi mukosa lambung. Jika mengkonsumsi obat

antiinflamasi non steroid ini terlalu sering dapat menyebabkan penyakit

gastritis, baik itu gastritis akut maupun kronis (Ardiansyah, 2012 &

Yuliarti, 2009).

C. Kerangka Teori

Pola makan

Minuman bersoda

Stres

Merokok

Mengkonsumsi alkohol
Kejadian
gastritis
Infeksi bakteri
Helicobacter pylori

Pemakaian obat NSAID


(non steroid anti inflamasi
drugs)

Sumber : Sukarmin&Suprayanto 2012

Anda mungkin juga menyukai