Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTRITIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Keluarga


Dosen Pembimbing : Susan Susyanti, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh
Rizky Aulia Jamil
KHGD21096

PROGRAM PROFESI NERS XI


STIKes KARSA HUSADA GARUT
2021-2022
A. Definisi
Gastritis merupakan suatu peradangan atau pembengkakan dari mukosa
lambung yang disebabkan oleh infeksi kuman helicobacter pylori. Penderita
gastritis akan merasakan nyeri di daerah ulu hati, mual, muntah, lemas, kembung,
terasa sesak, tidak ada nafsu makan dan pucat. Gastritis dapat bersifat akut, kronis
dan difus (lokal). Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial
akut dan gastritis atropik kronis (Nasution, 2017).
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung,
peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai
terlepasnya epitel akan gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan
merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung (Rukmana, 2019).

B. Klasifikasi Gastritis
Gastritis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan peradangan mukosa lambung yang
menyebabkan perdarahan lambung akibat terpapar pada zat iritan. Gastritis
akut merupakan suatu penyakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat
jinak dan dapat disembuhkan (Rukmana, 2019).
Gastritis akut adalah gangguan lambung yang sering terjadi.
Gastritis akut berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari dan
sering kali disebabkan oleh diet yang tidak bijaksana seperti memakan
makanan yang mengiritasi, sangat berbumbu dan makanan yang terinfeksi atau
bahkan sering telat makan. Gastritis juga dapat sebagai tanda pertama infeksi
sistemik akut (Brunner & Suddarth, 2017).
2. Gastritis Kronis
Gastritis kronik adalah inflamasi lambung yang lama sampai berbulan-
bulan atau bertahun-tahun, disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna
lambung atau oleh bakteri Hellicobacter Pylori. Gastritis kronik tingkat ringan
sampai sedang sering ditemukan terutama pada orang dewasa. Inflamasi ini
kadang-kadang terjadi dipermukaan mukosa lambung saja sehingga tidak
begitu nyeri, jadi tidak begitu mengganggu. Akan tetapi, bila inflamasi telah
mengenai sampai kedalam mukosa lambung, maka timbul nyeri di daerah
epigastrium. Bila gastritis kronik berlangsung dalam jangka waktu yang lama
maka dapat menyebabkan atropi mukosa lambung beserta kelenjar-kelenjar
yang terdapat di dalamnya (Chasanah, 2019).

C. Etiologi
Menurut Sulastri (2016) dalam penelitiannya menyebutkan penyebab
gastritis dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
1. Gastritis akut
Tidak ada penyebab pasti dari gastritis akut, hanya ada faktor-foktor
yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis akut seperti stress, pola makan,
merokok, minuman beralkohol, OAINS.
2. Gastritis kronik
Gastritis kronik terdiri dari gastritis tipe A dan tipe B. Gastritis kronik
tipe A disebabkan karena usia lanjut sehingga menyebabkan terjadinya atrofi
pada sel epitel lambung. Sedangkan gastritis kronik tipe B disebabkan oleh
infeksi Helicobacter Pylori.

D. Tanda dan Gejala


Menurut (Rukmana, 2019) dalam penelitiannya menyebutkan secara umum
gastritis mempunyai beberapa gejala yaitu:
1. Nafsu makan menurun.
2. Mual dan muntah.
3. Sering bersendawa dalam keadaan lapar.
4. Nyeri perut, kembung, dan rasa sesak bagian atas perut (ulu hati).
5. Kepala terasa pusing.
6. Sulit tidur karena gangguan rasa sakit pada perut.
E. Pathway

F. Komplikasi
Komplikasi gastritis menurut Novianti (2019) yaitu:
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas.
2. Ulkus peptikum.
3. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat.
4. Anemia pernisiosa.
G. Patofisiologi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya
obat- obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para
yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus
vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam
lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa
mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang
akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan
mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk
memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna.
Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi
diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel
yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.
Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh
karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat
penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel
mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel
mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi
dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena
proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah
perdarahan.
2. Gastritis Kronis
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga
terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan
yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan
hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang
maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan
dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa
sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini
menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan
muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan
metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap
iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel
desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang.
Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik
tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang
pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan
hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan
kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan
menimbulkan perdarahan.
H. Penatalaksanaan Gastritis
Menurut Nasution (2017), penatalaksanaan gastritis ini dengan obat- obatan
yang digunakan untuk mengurangi jumlah asam lambung dan dapat mengurangi
gejala yang mungkin menyertai gastritis, serta memajukan penyembuhan lapisan
perut, meliputi:
1. Antasida yang berisi alumunium dan magnesium dapat meredakan mulas
ringan atau dyspepsia dengan cara menetralisasi asam diperut. Ion H+
merupakan struktur utama asam lambung. Dengan pemberian alumunium
hidroksida maka suasana asam dalam lambung dapat dikurangi.
2. Histamin (H2) blocker, seperti famotidine dan ranitidine. H2 blocker
mempunyai dampak penurunan produksi asam dengan mempengaruhi
langsung pada lapisan epitel lambung dengan cara menghambat rangsangan
sekresi oleh saraf otonom pada nervus vagus.
3. Inhibitor Pompa Proton (PPI) seperti omeprazole, lansoprazole, dan
dexlansoprazole. Obat ini bekerja menghambat produksi asam melalui
penghambatan terhadap elektron yang menimbulkan potensial aksi saraf
otonom vagus. PPI diyakini lebih efektif menurunkan produksi asam lambung
daripada H2 blocker.
4. Jika gastritis disebabkan oleh penggunaan jangka panjang OAINS seperti
aspirin, aspilet, maka penderita disarankan untuk berhenti minum OAINS, atau
beralih ke kelas lain obat untuk nyeri.
5. Jika penyebabnya adalah Helycobacter Pyllori maka perlu penggabungan obat
antasida, PPI dan antibiotik seperti amoksisilin dan klaritromisin untuk
membunuh bakteri. Infeksi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
kanker atau ulkus diusus.
6. Pemberian makanan yang tidak merangsang. Walaupun tidak mempengaruhi
langsung ada peningkatan asam lambung tetapi makanan yang merangsang
seperti pedas atau kecut, dapat meningkatkan suasana asam pada lambung
sehingga dapat menaikkan resiko inflamasi pada lambung. Selain tidak
merangsang makanan juga dianjurkan yang tidak memperberat kerja lambung,
seperti makanan yang keras (nasi keras).
7. Penderita juga dilatih untuk manajemen stress sebab dapat mempengaruhi
sekresi asam lambung melalui nervus vagus, latihan mengendalikan stress bisa
juga diikuti dengan peningkatan spiritual sehingga penderita lebih pasrah
ketika menghadapi stress.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku
bangsa, bahasa yang digunakan, alamat, pekerjaan dan pendidikan.
b. Riwayat Keperawatan:
a) Riwayat Kesehatan Sekarang: keluhan utama, kronologis keluhan
b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu: riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
alergi, riwayat pemakaian obat.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
c. Penyakit yang pernah diderita keluarga yang menjadi faktor resiko
d. Riwayat Psikososial dan Spritual: orang terdekat, interaksi dalam keluarga,
dampak penyakit, masalah yang mempengaruhi, mekanisme koping terhadap
stress
e. Persepsi klien terhadap penyakitnya
f. Sistem nilai kepercayaan
g. Kondisi lingkungan rumah
h. Pengkajian Fisik
a) Pemeriksaan fisik umum: BB,TB, Keadaan umum
b) Sistem penglihatan
c) Sistem pendengaran
d) Sistem wicara
e) Sistem pernafasan
f) Sistem kardiovaskuler
g) Sistem hematologi
h) Sistem syaraf pusat
i) Sistem pencernaan
j) Sistem endoktrin
k) Sistem urogenital
l) Sistem integument
m) Sistem musculoskeletal
i. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosa lebih lanjut
a) Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat
perdarahan.
b) Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis
kronik yang berat.
c) Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan
mukosa lambung.
d) Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan
mukosa lambung.
e) Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan
asam lambung
f) Pemeriksaan darah untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak
dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung
karena gastritis.
g) Pemeriksaan feses tes ini untuk memeriksa apakah terdapat bakteri H.
Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan
terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah
dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
h) Analisa lambung tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan
tekhnik penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu
tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi
isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO( basal
acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis sindrom Zolinger- Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi
gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas
nyata)

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d iritasi mukosa
2) Defisit nutrisi b.d anoreksia
3) Hipovolemia b.d anoreksia
4) Ansietas b.d nyeri
3. Rencana Keperawatan
No. SDKI SKLI SIKI
1. Nyeri akut b.d iritasi Setelah dilakukan tindakan Observasi
mukosa keperawatan, diharapkan masalah 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
klien teratasi, dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
- Frekuensi nadi membaik 2. Identifikasi skala nyeriIdentifikasi respon nyeri non verbal
- Pola nafas membaik 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
- Keluhan nyeri menurun nyeri
- Kesulitan tidur menurun 4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Gelisah menurun 5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
9. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
10. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
12. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
13. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan nyeri
15. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
16. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
17. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
2. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
anoreksia keperawatan, diharapkan masalah 1. Identifikasi status nutrisi
klien teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Porsi makanan yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang disukai
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- BB atau IMT meningkat 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Frekuensi makan meningkat 6. Monitor asupan makanan
- Nafsu makan meningkat 7. Monitor berat badan
- Perasaan cepat kenyang 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
berkurang Terapeutik
9. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
10. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
12. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
14. Berikan suplemen makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
16. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
17. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
18. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
3. Hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
anoreksia keperawatan, diharapkan masalah 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi
klien teratasi, dengan kriteria hasil: meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
- Kekuatan nadi meningkat tekanan nadi menyempit,turgor kulit menurun, membrane
- Turgor kulit baik mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit
- Output urin membaik meningkat, haus dan lemah)
- Dispnea menurun 2. Monitor intake dan output cairan
- Edema perifer membaik Terapeutik
- TD dalam batas normal 3. Hitung kebutuhan cairan
- Membran mukosa membaik 4. Berikan posisi modified trendelenburg
- Hb dan Ht dalam batas normal 5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan
NaCl, RL)
9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin,
plasmanate)
4. Ansietas b.d nyeri Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan, diharapkan masalah 1. Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi,
klien teratasi, dengan kriteria hasil: waktu, stressor)
- Konsentrasi meningkat 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Pola tidur baik 3. Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
- Gelisah berkurang Terapeutik
- Perilaku tegang menurun 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
5. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
6. Pahami situasi yang membuat anxietas
7. Dengarkan dengan penuh perhatian
8. Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
9. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
10. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
11. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
12. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
13. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
14. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
15. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
16. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
17. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
18. Latih teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2017). Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 12). EGC.
Chasanah, F. (2019). Gambaran Pola Makan Pasien Dengan Gastritis Kronik. Journal
Program Studi Diploma III Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Malang. http://eprints.umm.ac.id/49405/
Nasution, I. N. (2017). Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Sulit Tidur (Insomnia).
Jurnal Psikologi, 6(2), 61. https://doi.org/10.24036/02017627561-0-00
Nasution, S. F. (2017). Asuhan Keperawatan Ny. R dengan PrioritasMasalah Gangguan
Rasa Nyaman Nyeri : Gastritis Di Kecamatan Medan Baru. Universitas Sumatera
Utara, 132500064.
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/2547/132500064.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
Novianti, A. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien Gastritis dengan
Ketidaksimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh. Jurnal Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo. http://eprints.umpo.ac.id/5029/
PPNI, P. D. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI, P. D. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI, P. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1). DPP PPNI.
Rukmana, L. N. (2019). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan Gastritis.
Jurnal Universitas Aisyiyah Yogyakarta, 1–86.
http://digilib.unisayogya.ac.id/4367/1/SKRIPSI LIA NOVA RUKMANA 1.pdf
Sulastri, D. (2016). Faktor Resiko Yang Memeprngaruhi Kejadian Gastritis Di
Puskesmas Nagarantai Kabupaten Kaur Tahun 2016. Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dehasen Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai