OLEH:
I. Konsep Teori
A. Definisi
Gastritis didefinisikan sebagai inflamasi dari mukosa lambung (Azer &
Akhondi, 2019). Gastritis diartikan sebagai suatu keadaan peradangan atau
perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal
(Price & Wilson, 2016). Hal yang sama diungkapkan bahwa gastritis
merupakan peradangan (inflamasi) dari mukosa lambung yang disebabkan
oleh faktor iritasi dan infeksi (Rizky dkk., 2019). Gastritis dikenal di
masyarakat dengan istilah sakit maag atau sakit ulu hati, kondisi ini bisa
timbul mendadak yang biasanya ditandai dengan rasa mual dan muntah, nyeri,
pendarahan, rasa lemah, nafsu makan menurun atau sakit kepala (Gobel,
2012).
B. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian WHO, insiden gastritis di dunia mengalami
peningkatan mencapai sekitar 1,8-2,1 juta jiwa per tahun. Sekitar empat juta
penduduk Amerika Serikat mengalami gangguan asam lambung dengan
tingkat mortalitas sekitar 15.000 orang per tahun. Di Indonesia pada tahun
2009 tercatat 30.154 penderita gastritis yang menjalani rawat inap di rumah
sakit, yang terdiri dari 12.378 orang laki-laki dan 17.396 orang perempuan
(Djoyoningrat, 2014; Suwitra, 2013).
C. Etiologi
a. Gastritis Akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi non steroid
(AINS), penggunaan bahan kimia seperti lisol, alkohol, merokok, kafein
lada, steroid dan digitalis. Selain itu, gangguan mikrosirkulasi mukosa
lambung seperti trauma, luka bakar dan sepsis juga dapat menyebabkan
gastritis (Moita dkk., 2019).
b. Gastritis Kronik
Penyebab terjadinya gastritis kronik ini dapat tergantung pada tipe
gastritis. Gastritis kronik tipe A disebabkan oleh autoantibodi terhadap sel
parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik. Sedangkan gastritis kronik
tipe B disebabkan akibat dari infeksi oleh Helicobacter Pylori (Sipponen,
& Maaroos, 2015).
c. Penyebab lain adalah seperti diet yang sembrono (makan terlalu banyak
dan cepat serta makan makanan yang terlalu banyak bumbu atau
mengandung mikroorganisme), factor psikologi stress baik primer maupun
sekunder dapat merangsang peningkatan produksi asam-asam gerakan
paristaltik lambung, infeksi virus atau jamur, dan mekanisme antibody
yang menyerang lapisan lambung (Gastritis atrofik), serta adanya penyakit
menetrier (Azer & Akhondi, 2019).
D. Klasifikasi
a. Gastritis Superficialis Akut
Gastritis akut biasanya bersifat jinak. Penyebab penyakit ini adalah
endotoksin bakteri, kafein, alkohol, dan aspirin (OAINS). Pada gastritis
superficialis didapatkan gambaran mukosa tampak memerah, edema,
ditutupi oleh mukus yang melekat serta sering disertai erosi kecil dan
perdarahan. Gastritis akut mereda bila agen penyebab dihilangkan.
Gastritis akut berupa peradangan akut mukosa lambung yang bersifat
sementara. Peradangan ini bisa disertai perdarahan mukosa. Pada keadaan
yang lebih berat dapat dijumpai terlepasnya permukaan epitel mukosa
(erosi). Gastritis akut dengan erosi yang berat merupakan penyebab utama
perdarahan gastrointestinal akut (Kaplan, 2018).
b. Gastritis Atrofik Kronis
Gastritis atrofi kronis ditandai oleh atrofi epitel kelenjar disertai
kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan
permukaan mukosa menjadi rata. Ada dua jenis, pertama gastritis kronis
tipe A, merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh autoantibodi
terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik. Tidak adanya
sel parietal dan chief cell dapat menurunkan sekresi asam dan
meningkatnya kadar gastrin. Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu
menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar
lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik
mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada
proses ini. Kedua adalah gastritis kronik tipe B atau disebut juga gastritis
antral karena umumnya mengenai daerah antrum dan lebih sering terjadi.
Penyebab utamanya adalah Helicobacter pylori (H.pylori). Selain itu dapat
juga disebabkan oleh alkohol, merokok, dan refluk empedu. Gastritis
kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi helicobacter
pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
Gastritis atrofi yang berupa penipisan lapisan mukosa lambung ini
ditandai dengan hilangnya kelenjar karena jejas mukosa yang berulang dan
kronis. Gambaran awal atrofi berupa fokus yang multipel (Multifokal
Atrophic Gastritis) pada daerah peralihan antrum dan korpus di daerah
kurvatura minor. Bila berlangsung kronis akan mengenai seluruh antrum,
namun korpus hanya relatif sedikit. Hilangnya kelenjar dapat diakibatkan
oleh erosi atau tukak pada mukosa yang disertai rusaknya lapisan kelenjar,
proses radang kronik dan kerusakan yang terjadi sedikit demi sedikit.
Pada gastritis tipe ini juga didapatkan adanya tanda-tanda
peradangan, mukosa tampak kemerahan, edema, dan tampak sebukan sel-
sel radang. Sering pula terjadi erosi dan perdarahan. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya gastritis dan tukak pada lambung adalah
ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif. Faktor agresif
meliputi asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, OAINS,
kotikosteroid, dan kuman Helicobacter pylori. Sedang yang dimaksud
dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa, sel epitel permukaan,
prostaglandin, fosfolipid/surfaktan, musin, mukus, bikarbonat, motilitas,
impermeabilitas mukosa terhadap ion hidrogen, dan regulasi pH intrasel
(Kaplan, 2018).
E. Manifestasi Klinis
a. Gastritis akut
Rasa nyeri pada epigastrum yang ditambah dengan rasa mual. Nyeri
dapat timbul bila perut kosong, saat nyeri penderita berkeringat, gelisah,
sakit perut, dan mungkin disertai peningkatan suhu tubuh, tachicardi,
sianosis, perasaan seperti terbakar pada epigastrium dan lemah.
Pada kasus yang sangat berat, gejala yang sangat mencolok adalah:
1) Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai
terjadi renjatan karena kehilangan darah.
2) Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis.
Keluhan – keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya
ringan dan tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya.
3) Kadang – kadang disertai dengan mual- mual dan muntah.
4) Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu- satunya gejala.
5) Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah
samar pada tinja dan secara fisis akan dijumpai tanda – tanda anemia
defisiensi dengan etiologi yang tidak jelas.
6) Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali
mereka yang mengalami perdarahan yang hebat sehingga
menimbulkan tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang nyata
seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia sampai gangguan
kesadaran.
b. Gastritis kronis
Tanda dan gejalanya hampir sama dengan gastritis akut, hanya
disertai dengan penurunan berat badan, nyeri dada, enemia nyeri seperti
pada ulkus peptikum dan dapat terjadi alkohidrasi, kadar gastrium serum
tinggi.
F. Patofisiologi
a. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya
obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada
pasien yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV
(Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di
dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan
menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun
makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang
berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya.
Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar
tidak ikut tercerna (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2012).
Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi
diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster
terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan
pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi
HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri
ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon
mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi
(pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi
pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya
perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita,
namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi
menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan (Kowalak dkk.,
2012).
b. Gastritis Kronis
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang
sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi
penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar
epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel
chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan
menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata,
Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi
ulser (Price & Wilson, 2016).
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini
menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel
dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar
dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh
terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya
dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat
maka elastisitasnya juga berkurang (Kowalak dkk., 2012).
Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan
peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul
kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga
menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan
menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan
pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan. (Price & Wilson,
2016). Pathway (Terlampir)
2. Penatalaksanaan
a. Gastritis akut
Factor utamanya adalah dengan menghilangkan etiologinya. Diet
lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk
mengatur sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor H2 , inhibitor
pompa proton, antikolinergik dan antacid. Juga ditujukan sebagai
sitoprotektor, berupa sukralfat dan prostaglandin. Keluhan akan mereda
bila agen-agen penyebab dapat dihilangkan. Obat antimuntah dapat
diberikan untuk meringankan mual dan muntah, jika keluhan diatas tidak
mereda maka koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dengan IVFD.
Pemberian penghambat H2 (ranitidine), antacid dapat berfungsi untuk
mengurangi sekresi asam.
b. Gastritis kronis
Pengobatannya bervariasi tergantung pada penyebab yang dicurigai
1) Pemberian vitamin B12 dengan cara parenteral pada kasus anemia
pernisiosa
2) Eradikasi Helicobacter pylori pada gastritis tipe B dengan pemberian
kombinasi penghambat pompa proton dan antibiotic (tetrasiklin,
metronidasol, kolitromisin, amoxicillin).
H. Komplikasi Gastritis
Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak
fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung
hingga menyebabkan kematian (Azer & Akhondi, 2019).
I. WOC
(Terlampir)
DO: klien tampak meringis dan melindungi area nyeri Menyebabkan sensasi nyeri
Nyeri Akut
2. DS: klien mengeluh mual, tidak selera terhadap makanan dan Gastritis Mual
merasakan sensasi muntah
Peningkatan produksi HCL
DO: klien tampak mual, pemeriksaan fisik menunjukan
lambung klien distensi, Rangsangan di medulla oblongata
Merangsang sensasi mual
Mual
3. DS: Gastritis Kekurangan volume cairan
Klien merasakan selalu haus, merasa letih, pusing
Peningkatan produksi HCL
DO:
Klien tampak lemah, membrane mukosa kering, turgor kulit Rangsangan di medulla oblongata
menurun, Tekanan Darah menurun, Denyut Nadi
meningkat/menurun, Suhu Tubuh meningkat Merangsang sensasi mual
Mual/muntah
4. DS: klien mengatakan cepat kenyang setelah makan, memiliki Gastritis Ketidakseimbangan nutrisi:
gangguan sensasi rasa ketika hendak menyantap makanan, kurang dari kebutuhan
kurnag minat pada makanan, nyeri perut Peningkatan produksi HCL tubuh
BB menurun
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC Label: Pain Management NIC Label: Pain Management S: pasien
berhubunga keperawatan selama ……x 1 mengatakan
n dengan jam, diharapkan nyeri yang 1. Kaji nyeri secara komprehensif 1) Lokasi, karakteristik, durasi, bahwa rasa
termasuk lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas dan faktor
agens cidera dirasakan dapat berkurang durasi, frekuensi, kualitas dan presipitasi nyeri merupakan nyerinya sudah
ditandai dengan: faktor presipitasi. hal yang dijadikan ukuran berkurang
dengan untuk melihat kondisi klien. setelah
perubahan NOC label: Pain Level diberikan
selera 2. Observasi aspek nonverbal 2) Untuk menilai skala nyeri intervensi
Dengan kriteria hasil:
makan, terhadap nyeri yang dirasakan. yang dirasakan klien.
melaporkan a. Skala nyeri pasien O: pasien sudah
berkurang dari 4 menjadi 3. Ajarkan teknik non farmakologi: 3) Dapat meminimalisir tidak tampak
nyeri secara napas dalam, relaksasi, distraksi, penggunaan teknik
2 dari rentangan 0-10. meringis
verbal, dan kompres panas atau dingin. farmakologi untuk
b. Pasien melaporkan bahwa kesakitan dan
perilaku nyeri berkurang mengurangi skala nyeri klien.
berjaga-jaga tidak
c. Menyatakan rasa nyaman
melindungi 4. Kolaborasi penggunaan 4) Untuk mengoptimalkan memegang
setelah nyeri berkurang
area nyeri. analgetik dengan dokter. penanganan nyeri pada klien. lokasi nyeri
Azer, S. A., & Akhondi, H. (2019). Gastritis. Internet Books. Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ (Diakses pada 23 Desember 2019).
Bulechek, G.M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M. M., & Wagner, C. (2018).
Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Edition. USA: Mosby an
Affiliate of Elsevier
Djoyoningrat, D. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.
Gobel, S. A. (2012). Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit
gastritis (maag) di Kelurahan Hunggaluwa Kecamatan Limboto.
Pharmacetical and Science Journal, 10(1)
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Nanda International, Inc. Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017. UK: Wiley
Blackwell
Kaplan. (2018). STEP 1 lecture notes 2018 pathology. E-book. Diunduh dari
https://books.google.co.id/ (Diakses pada 23 Desember 2019).
Kowalak, J. P, Welsh, W. & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC
Moita, L. A., Costa, D. S., Souza, B. S., Oliveira, J. S., & Vasconcelos, D. F. P.
(2019). Histopathological aspects of gastritis patients on gastric mucosa:
Mini-review of literature. Journal of Gastroenterology and Hepatology
Research Vol. 8 No. 1.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L, & Swanson, E. (2018). Nursing
Outcomes Classification (NOC), 5th Edition Measurement of Health
Outcomes. USA: Mosby an Affiliate of Elsevier
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2016). Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rizky, I. I., Kepel, B. J., & Killing, M. (2019). Hubungan penanganan awal
gastritis dengan skala nyeri pasien UGD rumah sakit GMIM Bethesda
Tomohon. E-Journal Keperawatan (e-Kep) Volume 7 Nomor 1.
Sipponen, P., & Maaroos, H. I. (2015). Chronic gastritis. Scandinavian journal of
gastroenterology, 50(6), 657-667.
Suwitra, M. (2013). Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit dalam.
Denpasar: Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah
PATHWAY GASTRITIS
Pengikisan
dinding lambung
Iritasi lambung
1 2
1 2
Ketidaknyamanan
fisik Penurunan BB/ BB Kehilangan cairan
dibawah rentang
ideal
Gangguan
Gangguan rasa Rentan mengalami Mukosa bibir kering,
kuantitas dan
nyaman perubahan kadar mata cowong, turgor
kualitas tidur
elektrolit serum kulit tidak elastis
Ketidakseimbangan
cowong, turgor
Nutrisi kurang dari kulit tidak elastis
Insomnia kebutuhan tubuh
Kekurangan
Risiko Volume Cairan
ketidakseimbangan
elektrolit