Dosen Pengampu :
1. Andini Yulina Pramono, SKM, MARS, dan Tim
2. Muhammad Risya Rizki, SKM, M.KES
Penyusun :
1. Arif Choirul Effendi (201412050)
2. Fadiah Ayu Wardani (201412063)
3. Intan Putri Wirahana Shanty (201412067)
4. Silvia Idamayanti Aditya W. (201412081)
5. St. Sukma Fany Karimah (201412082)
6. Tamara Ismadha A.W (201412083)
7. Yudis Tira Argada Putra (201412088)
Kata Pengantar
Assalamuallaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini.
Makalah disajikan dengan bahasa yang tepat, lugas, dan jelas sehingga mudah
dipahami. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
pembimbing Antropologi Kesehatan. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang dating dari diri penyusun maupun yang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam belajar
dan hasilnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kami sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Untuk itu kepada dosen
pembimbing kami meminta bantuan masukannya serta saran dan kritik dari para pembaca
yang bersifat membangun demi penyempurnaan penyununan makalah ini.
Penyusun
Daftar Isi
1.1 Latar Belakang
Perilaku kesehatan masyarakat merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
kualitas kesehatan masyarakat. Belakangan ini, kualitas kesehatan masyarakat di
Indonesia mengalami penurunan akibat perilaku kesehatan masyarakat yang buruk.
Penurunan kualitas kesehatan masyarakat akibat perilaku kesehatan masyarakat
yang buruk ini kemudian menjadi suatu hal yang sangat krusial bagi petugas kesehatan.
Perilaku yang buruk, rusaknya lingkungan, dan penurunan kualitas kesehatan menjadi
siklus yang harus diputus untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sehat.
Melalui teori Health Belief Model, kita mampu mempelajari perilaku kesehatan
masyarakat yang akan mempermudah pemahaman tehadap perubahan kualitas kesehatan
masyarakat. Melalui pemahaman dan pengaplikasian teori Health Belief Model yang baik
akan tercipta kualitas kesehatan masyarakat indonesia yg baik pula.
Promosi kesehatan merupakan upaya yang bersifat promotif (peningkatan), sebagai
perpaduan dari upaya preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif
(pemulihan) dalam rangkaian upaya kesehatan yang komprehensif (Kholiq, 2012). Promosi
kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan pada perilaku, agar
perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan (Notoatmojo, 2007). Banyak media yang dapat
digunakan sebagai promosi kesehatan, salah satunya yaitu video learning multimedia.
VLM (Video Learning Multimedia) adalah sebuah alat atau media pembelajaran
menggunakan video atau tampilan bergerak, media ini merupakan sebuah alat pembelajaran
modern dikalangan masyarakat. Multimedia adalah penyampaian informasi menggunakan
gabungan dari teks, grafik, suara, video dan animasi. Pembelajaran dengan menggunakan
teknologi audiovisual akan meningkatkan kemampuan belajar sebesar 50%, daripada tanpa
menggunakan media (Munir, 2013). Peneliti dalam penelitian ini memilih media video atau VLM
(video learning multimedia), karena jika dilihat dari sasaran dan karakteristik partisipan yang
akan dijadikan sebagai responden oleh peneliti dianggap lebih efisien dan lebih modern serta
diharapkan dengan media VLM tersebut pembelajaran bisa cepat terserap dan dimengerti.
Menurut Shahed (2013), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa promosi kesehatan
(health promotion) pada penyakit kanker payudara sangat berpengaruh.
1
2
Media yang digunakan untuk promosi kesehatan pada kanker payudara yaitu video, leaflet,
ceramah dan diskusi terkait kanker payudara. Berdasarkan hasil setelah dilakukan
intervensi, pengetahuan terkait kanker payudara dan deteksi dini berupa SADARI
signifikan meningkat. Seraya dengan penelitian yang dilakukan oleh Melina, Soebiyanto
dan Wujoso (2014), menjelaskan bahwa media video efektif untuk meningkatkan
yang dilakukan oleh Shorea, Agrina & Wofers (2014), pendidikan kesehatan dengan media
tentang pemeriksaan payudara sendiri yang digunakan adalah audio visual. Kelebihan
media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik sebab mengandung kedua unsur yaitu
didengar dan dilihat sehingga pesan yang disampaikan bisa lebih efektif dibandingkan
dengan media lainnya untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kanker
payudara.
Kanker payudara adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak
terkendali terjadi pada jaringan payudara (Yilmaz & Durmus, 2016). Kanker payudara
merupakan kata yang relatif mudah untuk diucapkan tetapi meninggalkan kesan
menakutkan yang mendalam pada wanita (Izzati et al, 2013). Kanker payudara adalah
salah satu penyebab kematian terbanyak yang dialami oleh wanita dan penyebab utama
terkait kematian di negara yang memiliki sumber daya rendah (Secretan et al, 2015).
Menurut Birhane et al (2015), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa satu dari delapan
orang didiagnosa mengalami kanker payudara setiap harinya. Padahal kanker payudara
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengkur Health Belief Model?
BAB II
ISI
BaganPerubahanPerilakuMasyarakat
Penjelasan:
Masyarakat umum mempercayai bahwa kepercayaan terhadap perilaku akan
mempengaruhi output dari masing-masing individu. Kemudian melalui pemikiran-pemikiran
tersebut kemudian lahirlah peraturan-peraturan yang membatasi perilaku.Peraturan atau
norma yang lahir kemudian menjadi sebuah intensitas yang pada akhirnya melahirkan sebuah
perilaku yang umum dilakukan dimasyarakat.
Sebagai contoh, masyarakat dilingkungan yang kumuh beranggapan bahwa membuang
sampah disembarang tempat adalah hal yang biasa. Kemudian, karena pemikiran tersebut
maka muncul kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya didaerah yang kumuh.
Kebiasaan tersebut pada akhirnya melahirkan perilaku hidup tidak sehat yang
menjadikankualitas kesehatan masyarakat di daerah kumuh juga menurun.
2.6 Teori Perubahan Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang
dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun
tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi.
Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan
terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap
penyakit, potensi ancaman, dan adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan
memberikan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu
sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan
yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan
perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.
Menurut Rosenstock (1974, 1977), model ini dekat dengan Pendidikan Kesehatan
Konsep : Perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan dan sikap. Secara khusus
bahwa persepsi sesorang tentang kerentanan dan kemujaraban pengobatan dapat
mempengaruhi keputusan seseorang dalam perilaku kesehatannya.
Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock:
a) Ancaman
Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau kesediaanmenerima diagnosa
penyakit). Atau persepsi tentang keparahan penyakit/kondisi kesehatannya.
b) Harapan
Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan, dan persepsi tentang hambatan-hambatan untuk
melakukan tindakan itu.
c) Pencetus tindakan:Media, pengaruh orang lain, dan hal-hal yang mengingatkan (reminders)
d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin/gender, sukubangsa).
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu)
Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap
individu. Contoh: kanker. Ada yang takut tertular penyakit itu, tapi ada juga yang
menganggap penyakit itu tidak begitu parah, ataupun individu itu merasa tidak akan tertular
olehnya karena diantara anggota keluarganya tidak ada riwayat penyakit kanker. Keputusan
untuk mengambil tindakan/upaya penanggulangan atau pencegahan penyakit itu tergantung
dari persepsi individu tentang keuntungan dari tindakan tersebut baginya, besar/kecilnya
hambatan untuk melaksanakan tindakan itu serta pandangan individu tentang kemampuan diri
sendiri.Persepsi tentang ancaman penyakit dan upaya penanggulangannya dipengaruhi oleh
latar belakang sosio-demografi si individu.Untuk menguatkan keputusan bertindak,
diperlukan faktor pencetus (berita dari media, ajakan orang yang dikenal atau ada yang
mengingatkan).Jika faktor pencetus itu cukup kuat dan individu merasa siap, barulah individu
itu benar-benar melaksanakan tindakan yang dianjurkan guna menanggulangi atau mencegah
penyakit tersebut.
Health Belief Model menurut Becker (1979) ditentukan oleh :
1. Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu.
Bagaimana menyadarkan masyarakat tersebut bilamana dirinya dapat mengalami
diare setiap saat.Oleh karena adanya lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan perilaku
yang buruk terhadap kesehatan, seperti cakupan jamban yang rendah serta sumber air bersih
yang dikonsumsi berpotensi tercemar oleh kuman.Tidak adanya WC memungkinkan adanya
lalat sebagai vektor penyebab terjadinya penularan ke manusia yang sehat lainnya.Sumber air
yang digunakan dari sumur pinggir sungai/menggali lubang pasir di pinggir sungai sangat
membahayakan bilamana ada penderita cholera yang BAB disungai tersebut.
2. Menganggap masalah ini serius
Terjadinya diare bukan saja dapat menyebabkan kesakitan tetapi juga bahaya
kematian.Terutama akibat dehidasi berat oleh diare.Penyakit ini setiap tahunnya merupakan
pembunuh no 1 atau no 2 di Indonesia.
3. Meyakini efektifitas tujuan pengobatan dan pencegahan.
Model pengobatan dini dapat mencegah ke tahapan diare berat dengan dehidasi hebat,
sehingga tidak perlu dirujuk ke RS.Pencegahan merupakan upaya terbaik dan murah melalui
kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat terutama sumber air yang steril, penggunaan WC
dan kebiasaan cuci tangan dengan sabun.Dimaksudkan memutuskan penularan penyakit
diare.
4. Tidak mahal
Biaya yang tidak mahal karena hanya dengan merubah kebiasaan buruk
dimasyarakat.Jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk kesembuhan
ditambah dengan hilangnya produktifitas (waktu kerja).
5. Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan
Melaksanakan anjuran oleh petugas kesehatan merupakan tujuan dari perubahan
perilaku.
Kelemahan :
1. Bersaing dengan kepercayaan dan sikap-sikap lain
2. Pembentukan kepercayaan seiring dengan perubahan perilaku
2.7 Konsep Teoritis
Health Belief Model ini (HBM) adalah teori yang paling umum digunakan dalam
pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan (Glanz, Rimer, & Lewis, 2002; National Cancer
Institute [NCI], 2003). Ini dikembangkan pada 1950-an sebagai cara untuk menjelaskan
mengapa program skrining medis yang ditawarkan oleh US Public Health Service, terutama
untuk TBC, tidak begitu sukses (Hoch-Baum, 1958). Konsepasli yang mendasari HBM
adalah bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh keyakinan pribadi atau persepsi tentang
penyakit dan strategi yang tersedia untuk mengurangi terjadinya penyakit (Hochbaum,
1958).Persepsi pribadi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan intrapersonal.
2.8 Konstruksi Teori
Berikut empat persepsi yang berfungsi sebagai konstruksi utama dari model: keseriusan
dirasakan, kerentanan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan hambatan yang dirasakan.
Masing-masing persepsi, secara individu atau dalam kombinasi, dapat digunakan untuk
menjelaskan perilaku kesehatan.Baru-baru ini, konstruksi lainnya telah ditambahkan ke
HBM, dengan demikian, HBM telah diperluas dengan mencakup isyarat untuk bertindak,
faktor motivasi, dan efisiensi diri.
1. Keseriusan yang dirasakan
Konstruksi keseriusan yang dirasakan berbicara dengan kepercayaan individu tentang
keseriusan atau keparahan penyakit. Sementara persepsi keseriusan sering didasarkan pada
informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari keyakinan seseorang bahwa ia
akan mendapat kesulitan akibatpenyakit dan akan membuat atau berefek pada hidupnya
secara umum (McCormick-Brown, 1999).
Sebagai contoh, sebagian besar dari kita melihat flu sebagai penyakit
relatif ringan. Kita mengerti cara perawatannya, tinggal di rumah beberapa hari, dan kondisi
kita akan lebih baik. Namun, jika kita menderita asma, tertular flu bisa mengantarkan kita ke
pembaringan dirumah sakit.Dalam hal ini, persepsi kita tentang flu mungkin, bahwa itu
adalah penyakit yang serius. Atau, jika kita adalah pekerja wiraswasta,terserang flu dapat
berarti seminggu atau lebih kehilangan upah. Sekali lagi, ini akan mempengaruhi
persepsi kita tentang keseriusan penyakit ini.
2. Kerentanan yang dirasakan
Risiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang lebih kuat dalam
mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat.Semakin besar risiko yang dirasakan,
semakin besar kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko. Hal ini adalah
apa yang mendorong laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki untuk divaksinasi
terhadap hepatitis B (de Wit et al., 2005) dan menggunakan kondom dalam upaya untuk
mengurangi kerentanan terhadap infeksi HIV (Belcher et al., 2005).
Kerentanan yang dirasakan memotivasi orang untuk divaksinasi influenza (Chen et al,
2007.), untuk menggunakan tabir surya untuk mencegah kanker kulit, dan benang gigi
mereka untuk mencegah penyakit gusi dan gigi. Ini begitu logis bahwa ketika orang percaya
bahwa mereka berada pada risiko untuk penyakit, mereka akan lebih mungkin untuk
melakukan sesuatu untuk mencegah hal itu terjadi. Sayangnya, sebaliknya juga terjadi. Ketika
orang percaya bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki risiko kerentanan yang rendah,
perilaku tidak sehat cenderung mengakibatkan munculnya penyakit ini adalah persis apa yang
telah ditemukan dengan orang dewasa yang lebih tua dan perilaku pencegahan HIV. Karena
orang dewasa yang lebih tua umumnya tidak menganggap diri mereka berada pada risiko
infeksi HIV, banyak yang tidak mempraktekkan seks aman (Rose, 1995; Maes & Louis,
2003). Ini adalah skenario yang sama yangditemukan terhadap mahasiswa Asia-Amerika.
Mereka cenderung untuk melihat epidemi HIV / AIDS sebagai masalah non-Asia, dengan
demikian, persepsi mereka tentang kerentanan terhadap infeksi HIV adalah rendah dan tidak
berhubungan dengan mempraktekkan perilaku seks aman (Yap, 1993).
3. Manfaat yang dirasakan
Konstruksi manfaat yang dirasakan adalah pendapat seseorang dari nilai atau kegunaan
dari suatu perilaku baru dalam mengurangi risiko pengembangan penyakit. Orang-orang
cenderung mengadopsi perilaku sehat ketika mereka percaya perilaku baru akan
mengurangiresiko mereka untuk berkembangnya suatu penyakit. Apakah orang berusaha
untuk makan lima porsi buah dan sayuran sehari jika mereka tidak percaya hal itu
bermanfaat? Apakah orang berhenti merokok jika mereka tidak percaya itu lebih baik bagi
kesehatan mereka? Apakah orang menggunakan tabir surya jika mereka tidak percaya itu
bekerja?Mungkin tidak dirasakannya manfaat memainkan peran penting dalam adopsi
perilaku pencegahan sekunder, seperti sebuah pemutaran sebab akibat. Sebuah contoh yang
baik dari ini adalah skrining untuk kanker usus besar.Salah satu tes skrining untuk kanker
usus besar adalah kolonoskopi. Hal ini membutuhkan beberapa hari persiapan sebelum
prosedur untuk benar-benar membersihkan usus besar: diet dibatasi
untuk mendapatkan cairan bening diikuti oleh penggunaan kateter. Prosedur ini melibatkan
penyisipan instrumen, tabung fleksibel yang sangat panjang dengan kamera di ujungnya ke
dalam rektum untuk melihat panjang usus besar.Prosedur itu sendiri dilakukan di bawah
anestesi, sehingga tidak nyaman, tetapi tidak lama untuk pemulihansesudahnya, dan
persiapan yang memakan waktu.Terlepas dari ketidaknyamanan ini, ini adalah metode terbaik
saat ini untuk deteksi dini kanker usus besar, penyebab utama ketiga kematian akibat kanker
di Amerika Serikat. Ketika kanker usus besar ditemukan lebih awal, ia memiliki angka
kesembuhan 90%. Namun, hanya 36% dari orang di atas usia 50 (yang paling berisiko) telah
melakukan skrining ini (New York-Presbyterian Hospital, 2006). Apa yang membuat
sebagian orang menjalani pemeriksaan dan yang lain tidak? Di antara wanita, mereka yang
merasakan manfaat dari kolonoskopi (deteksi dini) lebih mungkin untuk menjalani skrining
daripada mereka yang tidak melihat skrining memiliki manfaat (Frank & Swedmark, 2004).
4. Hambatan yang dirasakan
Karena perubahan adalah bukan sesuatu yang datang dengan mudah bagi kebanyakan
orang, konstruk terakhir dari HBM adalahmasalah hambatan yang dirasakan untuk
berubah.Ini adalah evaluasi individu sendiri atas hambatan yang dihadapi untuk mengadopsi
perilaku baru.Dari semua konstruksi, hambatan yang dirasakan adalah yang paling signifikan
dalam menentukan perubahan perilaku (Janz & Becker, 1984). Dalam rangka untuk perilaku
baru yang akan diadopsi, seseorang perlu untuk percaya manfaat dari perilaku baru lebih
besar daripada konsekuensi melanjutkan perilaku lama (Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit A.S., 2004). Hal ini memungkinkan hambatan yang harus diatasi dan perilaku baru
yang akan diadopsi.Dalam mencoba untuk meningkatkan praktek-praktek pemeriksaan
payudara sendiri pada wanita, akan terlihat jelas bahwa ancaman kanker payudara akan
memotivasi penerapan praktik deteksi dini. Tentu kanker payudara adalah penyakit yang
sangat serius, ini adalahsatu hal yang meyakinkan perempuan akan ancaman yang besar.
Bahkan dengan semua ini, hambatan untuk melakukan deteksi dini kanker payudara
berpengaruh lebih besar atas perilaku daripada ancaman kanker itu sendiri (Champion, 1993;
Champion & Menon, 1997; Ellingson & Yarber, 1997; Umeh & Rogan-Gibson, 2001).
5. Variabel Modifikasi
Empat konstruksi utama dari persepsi dapat dimodifikasi oleh variabel lain, seperti
budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, keterampilan, dan motivasi. Variabel
tersebut adalah karakteristik individu yang mempengaruhi persepsi pribadi. Sebagai contoh,
jika seseorang didiagnosis dengan kanker kulit sel basal dan berhasil diobati, ia mungkin
memiliki persepsi kerentanan tinggi karena ini pengalaman masa lalu dan menjadi lebih sadar
dari paparan sinar matahari karena pengalaman masa lalu. Sebaliknya, pengalaman masa lalu
ini bisa mengurangi persepsi seseorang dari keseriusan karena kanker itu mudah diobati dan
disembuhkan.
Di kelas Hygine Personal di banyak kampus, mahasiswa diwajibkan untuk
menyelesaikan sebuah proyek penelitian perubahan perilaku.Mereka memilih perilaku sehat
dan mengembangkan rencana untuk mengubah dan mengadopsi perilaku yang lebih
sehat.Variabelmodifikasi untuk ini adalah motivasi.Motivasinya adalah kelas.
6. Isyarat untuk bertindak
Selain empat keyakinan atau persepsi dan variabel memodifikasi, HBM menunjukkan
perilaku yang juga dipengaruhi oleh isyarat untuk bertindak.Isyarat untuk bertindak adalah
peristiwa-peristiwa, orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku
mereka.Mengetahui adanya sesama anggota gereja yang menderitakanker prostat adalah
isyarat yang signifikan untuk tindakan bagi pria Afrika-Amerika untuk menghadiri program-
program pendidikan kanker prostat (Weinrich et al, 1998.).Mendengar cerita TV atau berita
radio tentang penyakit bawaan makanan dan membaca petunjuk penanganan yang aman
untuk paket daging mentah dan unggasmerupakan isyarat untuk tindakan yang terkait dengan
perilaku penanganan makanan yang lebih aman (Hanson & Benediktus, 2002).
Setelah ditampilkannya di kampus-kampus mengenai mobil yang terlibat dalam
kecelakaan fatal akibat mengemudi dalam keadaan mabuk adalah contoh isyarat untuk
tindakan jangan mengemudi setelah minum minuman beralkohol.
7. Self-Efficacy (Percaya Kemampuan Diri)
Pada tahun 1988, self-efficacy ditambahkan dengan empat keyakinan asli dari HBM
(Rosenstock, Strecher, & Becker, 1988).Self-efficacy adalah kepercayaan pada kemampuan
sendiri untuk melakukan sesuatu (Bandura, 1977).Orang umumnya tidak mencoba untuk
melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka pikir mereka bisa melakukannya. Jika
seseorang percaya suatu perilaku baru yang berguna (manfaat dirasakan), tetapi berpikir dia
tidak mampu melakukan itu (penghalang dirasakan), kemungkinan bahwa hal itu tidak akan
dilakukan.
3.1 Kesimpulan
1. The Health Belief Model (HBM) adalah model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan
dan memprediksi perilaku kesehatan. Hal ini dilakukan dengan berfokus pada sikap dan
keyakinan individu
2. HBM atau Health Belief Model dikembangkan pertama kali tahun 1950-an oleh seorang
psikologf sosial di layanan kesehatan Publik AS yaitu dimulai dengan adanya kegagalan pada
program Pencegahan dan pencegahan penyakit ( Hocbaum 1958,Rosenstok 1960.1974 )
3. Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ;
a. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau
memperkecil risiko kesehatan.
b. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
c. Perilaku itu sendiri.
4. Ada beberapa model perilaku untuk melindungi kesehatan yang umum digunakan yaitu :
a. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) disingkat dengan TRA.
b. Teori Motivasi perlindungan (Protection Motivation Theory)
c. Teori manfaat yang diharapkan dan subjektif (Subjective Expected Utility)
3.2 Saran
Mengingat besarnya manfaat dari teori Health Belief Model ini, maka seharusnya
teori Health Belief Model ini tidak hanya terbatas ilmu yang dipelajari kemudian dilupakan
begitu saja. tetapi seharusnya, seorrang yang mengabdi dibidang kesehatan khususnya
kesehatan masyarakat mampu menerapkan konsep Health Belief Model dalam kehidupan
nyata.
Diharapkan, dengan pemahaman mengenai perilaku kesehatan masyarakat
melalui Health Belief Model, akan tercipta kualitas kesehatan masyarakat Indonesia yang
baik pula.
DAFTAR PUSTAKA