Anda di halaman 1dari 61

PROPOSAL SKRIPSI

PERBEDAAN KEPADATAN IGD SEBELUM DAN SAAT PANDEMI

COVID-19 MENGGUNAKAN CEDOCS SCORE DI

RSUD MUHAMMAD SANI

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar


Sarjana Keperawatan

FAIZAL TRI HARYADI


NIM : 00120050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes AWAL BROS
BATAM 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Faizal Tri Haryadi

Nim : 00120050

Judul : Perbedaan Kepadatan IGD Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19

Menggunakan Cedocs Score di RSUD Muhammad Sani.

Proposal skripsi ini telah diperiksa, disetujui dan siap dipertahankan di hadapan tim

penguji

Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Awal BrosBatam.

Batam, 01 Februari 2022

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Siska Natalia, MSN, Paliative Care) (Ns. Rizki Sari Utami M, S.Kep., M.Kep)
NIDN : 031712198401 NIDN : 1011078402

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat

menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Perbedaan Kepadatan IGD

Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19 Menggunakan Cedocs Score di RSUD

Muhammad Sani ".

Penyusunan proposal skripsi penelitian ini merupakan salah satu syarat

yang harus dipenuhi mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Awal

Bros Batam 2021 dalam Tugas Akhir. Proposal skripsi penelitian ini disusun atas

kerjasama dan berkat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penyusun

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ns. Siska Natalia, MSN, Paliative Care, selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan serta arahan.

2. Rizki Sari Utami, Ners, M.Kep, Selaku pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan serta arahan.

3. Bapak Bupati Karimun dan Kepala Bagian Kepegawaian Kabupaten Karimun

yang telah memberikan kesempatan peneliti untuk melanjutkan pendidikan.

4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun yang telah memberikan

kesempatan peneliti untuk melanjutkan pendidikan.

5. Teman – teman Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Awal Bros Batam

2021 angkatan 2020/2021 atas kekompakan dan kebersamaannya selama ini.

iii
Penyusun menyadari adanya keterbatasan di dalam penyusunan proposal

skripsi ini. Besar harapan penyusun akan saran dan kritik yang bersifat

membangun. Akhirnya Penyusun berharap agar proposal skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penyusun dan bagi pembaca sekalian.

Batam, 01 Februari 2022


Faizal Tri Haryadi

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 9
F. Penelian Terdahulu ................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 13
A. Landasan Teoritis ................................................................................. 13
1. Konsep Dasar Instalasi Gawat Darurat .............................................. 13
2. Emergency Department Crowding .................................................... 17
3. Pandemi Covid-19 ............................................................................ 30
4. Gambaran IGD Pada Masa Pandemi Covid-19 .................................. 31
B. Kerangka Teori ..................................................................................... 37
C. Kerangka Konsep.................................................................................. 38
D. Hipotesis .............................................................................................. 39
E. Definisi Operasional.............................................................................. 39
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................... 40
A. Rancangan Penelitian ............................................................................ 40
B. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 40
C. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 41
D. Alat Pengumpulan Data ........................................................................ 41

v
E. Uji Validitas & Reliabilitas ................................................................... 43
F. Prosedur Pengumpulan Data .................................................................. 43
G. Rencana Analisis Data .......................................................................... 44
H. Etika Penelitian..................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 47
LAMPIRAN ...................................................................................................... -

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2. Definisi Operasional ........................................................................ 29

Tabel 3.1 Data Kunjungan Pasien IGD 2018 s/d 2021....................................... 40

Tabel 3.2 Variabel untuk menghitung kepadatan IGD....................................... 42

vii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................ 37

Bagan 2.2 Kerangka Konsep ............................................................................ 38

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Pengajuan Judul

Lampiran 2 Surat Izin Studi Pendahuluan Proposal Skripsi

Lampiran 3 Rekomendasi Studi

Lampiran 4 Angket/Instrumen CEDOCS

Lampiran 5 Lembar observasi kepadatan IGD

Lampiran 5 Lembar Konsultasi

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang sangat penting

dalam pencegahan terjadinya kematian dan kecacatan korban (Rudi et al., 2016).

Unit Gawat Darurat (UGD) atau Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan tujuan

pertama bagi pasien yang datang ke rumah sakit dan membutuhkan pertolongan

pertama. Pelayanan gawat darurat berlangsung selama 24 jam dalam sehari dan

diberikan kepada klien yg membutuhkan waktu segera untuk menyelamatkan

hidup (Hadiansyah et al., 2019).

Salah satu kasus yang dapat mengancam jiwa pada masa sekarang yang

menjadi masalah kesehatan global yaitu Corona virus Disease (Covid-19) yang

mana ialah penyakit yang melibatkan pernapasan dengan tingkat keparahan yang

(He et al., 2020). Berhubungan dengan cara penularannya, virus Severe Acute

Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2 ini dapat menular secara

kontak langsung dari manusia ke manusia dan kontak secara tidak langsung

melalui udara atau droplet (Lotfi et al., 2020).

Total kasus Covid-19 secara global terkonfirmasi sebanyak 8.248.185

kasus hingga 17 Juni 2020. Pasien yang telah sembuh sebanyak 4.298.972

kasus dan pasien meninggal dunia sebanyak 445.144 kasus. Rincian negara

dan jumlah kasus diantaranya Amerika Serikat 2.207.399 kasus konfirmasi

dengan 199.114 kematian dan sembuh 899.254 orang, Brasil 928.798 kasus,

1
dengan 45.456 Kematian dan 464.774 sembuh. Rusia 545.458 kasus dengan

7.284 meninggal dan 294.306 sembuh (WHO, 2020).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kasus

Covid-19 dengan jumlah kasusu terkonfirmasi sebanyak 40.400 kasus terhitung

hingga tanggal 17 Juni 2020. Jumlah ini mengalami penambahan sebanyak

1.106 kasus, bila dibanding data terakhir pada hari sebelumnya. Angka

kesembuhan pasien Covid-19 di Indonesia mengalami peningkatan yaitu

15.703 orang dinyatakan sembuh (Kemenkes RI, 2020). Di Provinsi

Kepulauan Riau kasus Covid-19 per 28 Januari 2022 terdapat 53.961 kasus

konfirmasi, 52.160 kasus konfirmasi sembih, dan terdapat kasus konfirmasi aktif

sebanyak 42, samapai saat ini tercatat sebanyak 1.759 korban meninggal dunia

dikarenakan Covid-19 (Gugus Tugas COVID-19 Kepri, 2021).

Tanda-tanda umum terinfeksi virus ini adalah demam tinggi (>38o C),

batuk, sesak napas, gangguang pernafasan, dan hingga kesulitan bernafas. Secara

umum semua orang dapat rentan terinfeksi Covid-19 terutama jika berada di

Rumah Sakit. Adapun kasus pasien suspek Covid-19 terjadi penyebaran yang

besar berada pada tempat pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD)

(Atmojo et al., 2020)

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang

Pedoman PSBB. Pelaksanaan PSBB dilakukan hampir di kota-kota besar di

Indonesia, kegiatan PSBB adalah untuk menegaskan kembali tentang pembatasan-

pembatasan aktivitas sosial orang per orang yang sangat memungkinkan

terjadinya penularan dengan waktu penerapan bervariasi tergantung jumlah kasus

2
infeksi. Masyarakat juga dihimbau untuk tidak bepergian termasuk ke fasilitas

kesehatan kecuali jika sangat memerlukannya. Pada masa pembatasan ini, fasilitas

layanan kesehatan pun mengurangi layanan kesehatan untuk pasien umum (pasien

non COVID-19) agar fokus dalam memberikan layanan pandemi COVID-19 serta

untuk mengurangi risiko penularan di fasilitas kesehatan.

Dengan adanya kasus pandemic COVID-19 maka Kementerian

Kesehatan RI mengeluarkan berbagai macam regulasi seperti pada pelayanan IGD

yang mana memberikan layanan pada pasien COVID-19 dan non COVID-19

dengan menerapkan prosedur skrining, triase dan tata laksana kasus. Pada proses

pelayanan kesehatan terjadi perubahan standar operasional dan kebijakan terutama

dalam penerimaan pasien yang datang ke rumah sakit. Instalasi Gawat Darurat

(IGD) merupakan salah satu pintu masuk pasien ke RS dan ramai serta rentan

terjadi penyebaran COVID-19 antara pasien ke pasien lain, maupun antara pasien

dan tenaga kesehatan (Kemenkes RI, 2020).

Hal ini mendorong agar dipertimbangkan pelaksanaan suatu prosedur

tetap (protap) dalam penerimaan pasien terutama di IGD. Salah satu aturan

dengan pemanfaatan teknologi antara lain: pembatasan akses masuk ke RS dengan

mengunakan pendaftaran secara online, telemedicine dalam proses komunikasi,

screening, triage COVID-19/Non COVID-19 dan perawatan, penggunaan uang

elektronik serta rekam medik elektronik dan lainnya. Selain itu, petugas kesehatan

wajib melaksanakan universal precaution untuk mencegah penyebaran COVID-19

(Kemenkes, 2020).

3
Kondisi pandemi COVID-19 berdampak pada tingginya kunjungan

pasien ke Rumah Sakit. Salah satu tempat yang mengalami peningkatan jumlah

kunjungan pasien selama pandemi adalah ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Menurut data dari Menteri Kesehatan RI jumlah kunjungan pasien IGD di

Indonesia mencapai 4.402.205 pasien atau setara dengan 13,3% dari seluruh total

kunjungan di rumah sakit umum (Antony, 2017).

Meningkatnya jumlah kunjungan pasien ke IGD di masa pandemi ini

memiliki dampak yang tinggi bagi perawat (Prihandhani & Hakim, 2020).

Perawat IGD adalah tenaga kesehatan yang paling sering terlibat secara langsung

dan kontak dengan pasien yang memiliki risiko tertular virus COVID-19. Adanya

risiko tertular penyakit tersebut dapat menimbulkan ketakutan dan keengganan

pada perawat untuk kontak dan merawat pasien COVID-19, bahkan dapat menjadi

alasan bagi perawat untuk meninggalkan pekerjaannya (Utama & Dianty, 2020).

Kesiapsiagaan perawat menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam

menghadapi pandemi COVID-19. Berdasarkan arahan dari Kemenkes RI tenaga

kesehatan harus mengutamakan keamanan dirinya terlebih dahulu seperti

pencegahan transmisi virus, menjaga kebersihan tangan, dan menggunakan APD

(sarung tangan, masker N95, masker bedah, kacamata pelindung, dan gaun

pelindung) kemudian melakukan indentifikasi pasien untuk merujuk pasien

COVID-19 sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) setiap rumah sakit

(Fadhilaeni, 2020).

Ruang lingkup praktik dalam penanganan gawat darurat terdiri dari

beberapa tahap mulai dari waktu observasi yang cukup lama, pemeriksaan

4
diagnostik secara kompleks, dan peningkatan perawatan kritis serta perawatan

intensif di IGD. Kondisi tersebut dapat memicu IGD menjadi padat dan terasa

sesak setiap harinya karena terkadang satu pasien menghabiskan lebih banyak

waktu di IGD untuk menerima perawatan definitif dan pemeriksaan penunjang

diagnostik lainnya sebagai prosedur sebelum pasien dipindahkan ke ruang

perawatan (McKenna et al., 2019).

Dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan frekuensi kunjungan IGD

terjadi secara signifikan di seluruh dunia (Tam HL, 2018). Berbagai laporan dari

IGD menyatakan adanya kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu adanya

metode yang efektif dan efisien dalam penanganan pasien (Shital et al, 2015). Hal

ini menyebabkan IGD mempunyai tekanan dan tanggung jawab besar dalam

pengelolaan perawatan pasien (Wolf et al, 2018). Ketepatan dalam menentukan

kriteria triase dapat memperbaiki prosedur pasien yang datang ke IGD, menjaga

sumber daya unit agar dapat fokus menangani kasus yang benar-benar gawat, dan

mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke fasilitas kesehatan yang sesuai

(Soontorn et al., 2018).

Tekanan dan tanggung jawab besar akan mempengaruhi kinerja semua

petugas kesehatan di IGD (Sherafat et al., 2019). Selain itu, fasilitas yang kurang

memadai seperti bed pasien, alat-alat kesehatan yang kurang, jumlah petugas yang

kurang memadai serta kecakapan petugas dalam menangani kasus pasien akan

sangat berpengaruh dalam keberhasilan perawatan di IGD (Ali et al, 2013).

Beberapa penyebab lain dari kepadatan di IGD adalah kurangnya

staf/tenaga, tempat tidur pasien rawat inap belum memadai dan permintaan jumlah

5
pasien pengguna IGD yang meningkat (Chang et al., 2018; Higginson & Boyle,

2018; Martin, Bergs, Eerdekens, Depaire, & Verelst, 2018; McKenna et al., 2019;

Zocchi MS, McClelland MS, 2015). Kepadatan juga sering terjadi akibat lama

rawat atau lama tinggal (Length of Stay/LOS) pasien yang berhari-hari dimana

seharusnya hanya sehari menjadi tiga hari (Bekmezian & Chung, 2012; Huang,

Thind, Dreyer, & Zaric, 2010; Krall, Cornelius, & Addison, 2014; L et al., 2012;

White et al., 2013).

Oleh karena itu perlu di lihat dan diketahui keseimbangan proporsi

organisasi kesehatan di setiap instalasi dan dihubungkan dengan jumlah

kunjungan pasien dalam suatu waktu untuk meminimalisir adanya kepadatan

pasien di IGD (Kundiman et al., 2019). Jika terdapat ketidakseimbangan antara

ketersediaan disetiap instalasi dengan jumlah kunjungan pasien maka berdampak

pada bertambahnya masa waktu tunggu pasien di IGD, sehingga hal tersebut dapat

menimbulkan penumpukan atau kepadatan penduduk yang disebut dengan

Overcrowded (Firdaus, 2017; Nurmansyah et al., 2014)

Sebuah aplikasi telah dikembangkan dalam mengatasi kepadatan di

IGD melalui pengukuran tingkat kepadatan di IGD sehingga hasil dari

pengukuran tersebut dapat menentukan rencana selanjutnya yang akan

dilaksanakan. Pengukuran kepadatan di rumah sakit biasanya dilakukan dengan

menghitung secara keseluruhan RS, padahal setiap dari unit RS memiliki

kepadatan yang berbeda sehingga butuh alat ukur yang objektif dan akurat serta

valid untuk digunakan pada setiap unit pelayanan. Terdapat alat pengukur

kepadatan IGD yaitu National Emergency Department Overcrowding Scale

6
(NEDOCS) dan Community Emergency Department Overcrowding Scale

(CEDOCS). CEDOCS dikembangkan secara khusus dengan mempertimbangkan

departemen darurat komunitas(Weiss et al., 2014).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti data awal

yang diambil pada tahun 2018 sebelum pandemic, di IGD RSUD Muhammad

Sani sebanyak 18.605 kunjungan, namun sejak merebaknya wabah Covid 19 pada

tahun 2019 terjadi peningkatan kunjungan yaitu sebanyak 20.651 kunjungan, jika

diperhatikan dari data awal terlihat bahwa ada sedikit peningkatan kunjungan IGD

saat pandemic. IGD berfungsi menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang

membutuhkan penanganan kegawatdaruratan segera, baik dalam kondisi

seharihari maupun bencana, sehingga sudah menjadi hal yang biasa jika IGD

merupakan tempat tersibuk dan terpadat di dalam RS.

Di IGD RSUD Muhammad Sani memiliki SOP yang mengatur

mengenai pelayan di IGD seperti waktu pelayanan pasien tidak boleh lebih dari 5

menit, prosedur pasien rawat inap, dan lama proses pasien dari awal masuk

sampai ke rawat inap. Meskipun ada SOP yang mengatur itu semua namun dalam

prakteknya masih terdapat beberapa yang melanggar dari SOP tersebut yang

disebabkan beberapa factor seperti kunjungan yang melebihi kapasitas, selesainya

hasil laboratorium yang lama, DPJP yang sulit dihubungi, dan masalah ruangan

yang penuh atau sibuk.

Selama ini belum ada alat ukur maupun alat observasi yang digunakan

untuk mengukur kepadatan IGD, kepadatan IGD hanya dapat dirasakan dengan

pengalaman saja terutama oleh perawat pelaksana yang bekerja di IGD RSUD

7
Muhammad Sani. Saat kunjungan IGD ramai dengan kasus yang bervariasi dan

tidak sebanding dengan jumlah perawat yang berjaga di IGD dapat terjadi

berbagai macam hal yang dapat terjadi pada saat IGD sedang ramai yaitu waktu

tanggap pasien yang melebihi lima menit dan waktu yang lama pindahnya pasien

ke ruang rawat inap yang menyebabkan kekecewaan pada pasien dan keluarga

pasien yang sedang menunggu. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti akan

melakukan penelitian untuk mengukur kepadatan IGD sebelum dan saat Pandemi

COVID-19 aplikasi CEDOCS dan mencoba menganalisa faktor apa saja yang

menyebabkan kepadatan di IGD RSUD Muhammad Sani.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah perbedaan kepadatan IGD sebelum dan saat pandemi

menggunakan CEDOCS Score di RSUD Muhammad Sani ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan kepadatan IGD sebelum dan saat

pandemi menggunakan CEDOCS Score di RSUD Muhammad Sani

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kepadatan IGD sebelum pandemi dengan

menggunakan CEDOC Score di RSUD Muhammad Sani.

b. Untuk mengetahui gambaran kepadatan IGD saat pandemi dengan

menggunakan CEDOC Score di RSUD Muhammad Sani

8
c. Untuk menganalisis perbedaan kepadatan sebelum dan pada saat

pandemi di IGD RSUD Muhammad Sani.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Mahasiswa Keperawatan,

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam

memberikan informasi tentang kepadatan pada pelayanan di IGD dengan

menggunakan rumus CEDOCS score dengan kondisi yang ada.

2. Bagi RSUD Muhammad Sani

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan atau cara

untuk menganalisis kepadatan IGD RSUD Muhammad Sani sehingga dengan

hasil analisis menggunakan CEDOCS score pihak RSUD Muhammad Sani

dapat mengoptimalkan pelayanan yang ada di IGD RSUD Muhammad Sani.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya dan dapat memberikan manfaat dalam

memperbanyak referensi tentang kepadatan pada pelayanan IGD.

E. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas dan agar tidak terjadi

pembahasan yang meluas atau menyimpang maka perlu kiranya dibuat suatu

batasan masalah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan

metode deskriptif komparatif yang di lakukan pada RSUD Muhammad Sani.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data pasien pada tahun 2018,

9
2019, 2020, dan 2021. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2022

sampai dengan Februari 2022.

F. PENELITIAN TERKAIT

1. Perbedaan Kepadatan Igd Sebelum Dan Pada Saat Pandemi Dengan

Menggunakan Nedoc Score Di Rumah Sakit Kota Makassar

Penelitian yang dilakukan oleh Rosmini Rasimin (2020) yang

bertujuan membandingkan kepadatan yang terjadi di IGD sebelum dan pada

saat pandemi di Rumah sakit Kota Makassar. Metode penelitian yang

digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif

komparatif, yang di lakukan pada lima rumah sakit yang ada di Kota

Makassar. Pengumpulan data untuk data saat pandemi menggunakan lembar

kuesioner dan penilaian kepadatan diukur menggunakan lembar observasi

berupa lembar pemeriksaan NEDOC Score yang dinilai setiap hari,

sedangkan pengumpulan data untuk data sebelum pandemi dilakukan studi

dokumentasi, yang masing-masing berlangsung selama satu bulan.

Data di analisis menggunakan Uji Spearman, Uji Chy Square dan uji

Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima rumah sakit

didapatkan score NEDOC yang paling tinggi sebelum pandemi adalah

168.77, sedangkan saat pandemi adalah 164.74. Terlihat adanya selisih antara

skor kepadatan sebelum pandemi dan saat pandemi, yakni sebelum pandemi

kepadatan lebih tinggi, hal ini menunjukkan adanya perbedaan kepadatan

sebelum dan saat pandemi COVID-19, yakni terjadi penurunan kepadatan

berdasarkan NEDOC Score.

10
2. Mengevaluasi Kerumunan Departemen Darurat Komunitas: Studi Skala

Kepadatan Departemen Emergensi Komunitas (The Community ED

Overcrowding Scale (CEDOCS))

Penelitian yang dilakukan oleh Steven et. al (2014). Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengidentifikasi variabel valid yang berkorelasi dengan

kepadatan departemen emergensi dan menentukan model yang dapat

digunakan untuk mencerminkan derajat secara akurat kepadatan departemen

emergensi. pengambilan sampel diterapkan untuk pengambilan sampel

kenyamanan dari 13 rumah sakit di California yang dilakukan pada tanggal

4/6/2011 sampai dengan tanggal 5/1/2011. Hasil penelitian sebanyak 2.006

kumpulan data dikumpulkan untuk masing-masing rumah sakit yang

berpartisipasi. Total dari 1.628 entri waktu untuk rumah sakit dimasukkan

dalam penelitian ini. UGD rumah sakit memiliki sensus mulai dari 18.000

menjadi 98.000. Evaluasi penuh diselesaikan pada 1489 dataset. Dua puluh

variabel adalah dipertimbangkan untuk model lengkap dengan 7 dihapus

karena multi-kolinieritas. 13 variabel yang tersisa merupakan model penuh

dan menjelaskan 50,5% dari variabilitas dalam variabel hasil. Lima prediktor

ditemukan untuk mewakili 92% dari variabilitas diwakili oleh model penuh.

3. Kepadatan dan Hubungannya Dengan Hasil Pasien di Departemen Darurat

Volume Menengah-Rendah

Penelitian yang dilakukan oleh Phillips et al., (2017) yang bertujuan

untuk menilai ED crowding di median-rendah pengaturan volume dan

11
mengevaluasi hubungan dengan hasil perawatan pasien. Metode penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi prospektif single-center dari

14 November sampai 14 Desember 2016. Kepadatan departemen emergensi

diukur setiap 2 jam dengan tiga alat estimasi yang berbeda: Skor Kepadatan

Departemen Darurat Nasional (NEDOCS); Skor Kepadatan Departemen

Darurat Komunitas (CEDOCS); dan Alat Estimasi Overcrowding dan Not-

overcrowding yang parah (SONET) dikategorikan di bawah enam tingkat

kepadatan yang berbeda (tidak sibuk, sibuk, sangat sibuk, penuh sesak, sangat

penuh sesak, dan berbahaya).

Hasil penelitian ini terdiri dari 2.557 pasien yang median ED LOS

adalah 150 menit. Sekitar 2% pasien tiba dalam waktu 2 jam interval yang

dianggap penuh sesak terlepas dari alat crowding yang digunakan. Rasio

waktu berkisar antara 1,09 hingga 1,48 untuk NEDOCS, 1,25 - 1,56 untuk

CEDOCS, dan 1,26 - 1,72 untuk SONET. Kepadatan jarang terjadi di UGD

penelitian dengan volume tahunan rata-rata rendah dan mungkin bukan

penanda yang berharga untuk laporan kepadatan departemen emergensi.

Meskipun pola serupa yang berkepanjangan terjadi dengan peningkatan

tingkat kepadatan depertemen emergensi, tampaknya peringatan kepadatan

harus dimulai selama status sangat sibuk dalam pengaturan departemen

emergensi.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORITIS

1. KONSEP DASAR INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)

a. Pengertian IGD

Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang sangat

penting dalam pencegahan terjadinya kematian dan kecacatan korban

(Rudi et al., 2016)Unit Gawat Darurat (UGD) atau Instalasi Gawat

Darurat (IGD) merupakan tujuan pertama bagi pasien yang datang ke

rumah sakit dan membutuhkan pertolongan pertama (Hadiansyah et al.,

2019).

Menurut Azwar, Unit Gawat Darurat (UGD) atau Instalasi

Gawat Darurat (IGD) merupakan unit kesehatan yang melayani keadaan

gawat darurat (Hadiansyah et al., 2019). Dalam buku pedoman pelayanan

gawat darurat Depkes juga disebutkan bahwa pelayanan gawat darurat

berlangsung selama 24 jam dalam sehari dan diberikan kepada klien yg

membutuhkan waktu segera untuk menyelamatkan hidup (Hadiansyah et

al., 2019).

Menurut sumber lain Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan

bagian dari rumah sakit yang menyediakan pelayanan gawat darurat

terhadap pasien yang mengalami sakit, kondisi kritis, dan cidera yang

bisa membahayakan kelangsungan hidupnya (Perceka, 2020). Sehingga

dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Instalasi

13
Gawat Darurat adalah unit kesehatan yang melayani kasus gawat darurat

yang menjadi tujuan pertama bagi pasien yang datang ke rumah sakit

dengan kondisi kritis atau cidera yang bisa membahayakan hidupnya

sehingga membutuhkan pertolongan pertama untuk mencegah terjadinya

kematian dan kecacatan korban

b. Prinsip Instalasi Gawat Darurat

Menurut Kemenkes RI nomor 856 tahun 2009 mengenai standar

IGD di rumah sakit menjelaskan bahwa pasien gawat darurat harus

ditangani paling lama 5 (lima) menit dihitung dari setibanya pasien di

depan pintu rumah sakit sampai mendapat respon dari petugas IGD

(Mbaloto, 2020).

IGD rumah sakit mempunyai tugas untuk memberikan

pelayanan keperawatan gawat darurat bagi pasien dengan kondisi kritis

atau membahayakan nyawa. Respon yang cepat terhadap pasien gawat

darurat akan menjadi salah satu penentu kepuasan pasien terhadap

pelayanan rumah sakit (Perceka, 2020).

c. Karakteristik Pelayanan Keperawatan di Unit Gawat Darurat

1) Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi , misalnya kondisi

klien, jumlah klien, dan keluarga yang datang

2) Kecemasan tinggi/panik dari klien dan keluarga

3) Keterbatasan sumber daya dan waktu

4) Pengkajian, doagnosa, dan tindakan keperawatan diberikan untuk

seluruh usia dengan dasar yang sangat terbatas

14
5) Jenis tindakan yang diberikan memerlukan tindakan yang cepat dan

tepat

6) Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan

yang bekerja di ruang gawat darurat (Wijaya, 2019 dalam , Rasimin,

2021).

Secara garis besar kegiatan di IGD Rumah Sakit dan menjadi tanggung

jawab IGD secara umum terdiri dari:

1) Menyelenggarakan Pelayanan Kegawatdaruratan yang bertujuan

menangani kondisi akut atau menyelamatkan nyawa dan/atau

kecacatan Pasien.

2) Menerima Pasien rujukan yang memerlukan penanganan

lanjutan/definitif dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.

3) Merujuk kasus-kasus Gawat Darurat apabila Rumah Sakit tersebut

tidak mampu melakukan layanan lanjutan/definitif. (Permenkes,

2018).

IGD Rumah Sakit harus dikelola dan diintegrasikan dengan instalasi/unit

lainnya di dalam Rumah Sakit. Kriteria umum IGD Rumah Sakit:

1) Dokter/Dokter Gigi sebagai Kepala IGD Rumah Sakit disesuaikan

dengan kategori penanganan.

2) Dokter/Dokter Gigi penanggungjawab Pelayanan Kegawatdaruratan

ditetapkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit.

3) Perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan

kegawatdaruratan.

15
4) Semua Dokter, Dokter Gigi, tenaga kesehatan lain, dan tenaga

nonkesehatan mampu melakukan teknik pertolongan hidup dasar

(Basic Life Support).

5) Memiliki program penanggulangan Pasien massal, bencana (Disaster

Plan) terhadap kejadian di dalam Rumah Sakit maupun di luar

Rumah Sakit.

6) Jumlah dan jenis serta kualifikasi tenaga di IGD Rumah Sakit sesuai

dengan kebutuhan pelayanan (Permenkes, 2018).

d. Pelayanan Kegawatdaruratan

Penanganan kegawatdaruratan di Rumah Sakit meliputi pelayanan

kegawatdaruratan level I, level II, level III, dan level IV.

1) Level I

a) Diagnosis & penanganan: permasalahan pada: A: jalan nafas

(airway problem), B: ventilasi pernafasan (breathing problem),

dan C: sirkulasi pembuluh darah (circulation problem)

b) Melakukan resusitasi dasar, stabilisasi dan evakuasi.

2) Level II

a) Diagnosis & penanganan: permasalahan pada jalan nafas (airway

problem), ventilasi pernafasan (breathing problem) dan sirkulasi

b) Melakukan resusitasi dasar, Penilaian disability, penggunaan

obat, EKG, defibrilasi

c) Evakuasi dan rujukan antar Fasyankes.

d) Bedah emergensi.

16
3) Level III

a) Diagnosa & penanganan permasalahan pada A, B, C, dengan alat

yang lebih lengkap termasuk ventilator

b) Melakukan resusitasi dasar, Penilaian disability, penggunaan

obat, EKG, defibrilasi

c) Evakuasi dan rujukan antar Fasyankes.

d) ROE (Ruang Observasi Emergensi)

e) Bedah emergensi.

4) Level IV

a) Diagnosis & penanganan: permasalahan pada A,B,C dengan alat

lengkap termasuk ventilator

b) Melakukan resusitasi dasar, Penilaian disability, penggunaan

obat, EKG, defibrilasi

c) Observasi ROE (Ruang Observasi Emergensi)

d) Bedah emergensi

e) Anestesi emergensi

2. EMERGENCY DEPARTEMEN CROWDING

a. Definisi Emergency Departemen Crowding

Tiga Emergency Medicine societies utama telah mendefinisikan

crowding atau overcrowding di IGD sebagai berikut:

1) Canadian Association of Emergency Physicians, 2009,

mendefinisikan Emergency Department Crowding sebagai kondisi

17
dimana permintaan layanan darurat melebihi kemampuan

departemen gawat darurat untuk memberikan perawatan berkualitas

dalam kerangka waktu yang tepat.

2) American College of Emergency Physicians, 2013, mendefinisikan

Emergency Department Crowding sebagai kondisi dimana

kebutuhan yang teridentifikasi untuk layanan darurat melebihi

sumber daya yang ada untuk perawatan pasien di departemen gawat

darurat (ED), rumah sakit, atau keduanya.

3) Australasian College for Emergency Medicine, 2016,

mendefinisikan Emergency Department Crowding sebagai kondisi

dimana fungsi departemen gawat darurat terhambat terutama karena

jumlah pasien yang menunggu untuk dilihat, dilakukan pemeriksaan

dan pengobatan, atau menunggu dipindahkan, melebihi kapasitas

tempat tidur dan/atau kapasitas petugas gawat darurat.

Dari definisi di atas dapat, dapat disimpulkan bahawa kondisi

crowding adalah sebuah kondisi dimana permintaan akan perawatan

gawat darurat lebih besar dari pada kemampuan sumber daya yang

dimiliki oleh penyedia layanan (IGD/RS) sehingga pasien harus

menunggu/tinggal lebih lama dari target waktu yang ditetapkan untuk

mendapat pelayanan atau di transfer ke unit rawat inap. Kondisi ini

mengakibatkan fenomena ―bottle neck‖ untuk pasien yang keluar dari

IGD dan menyebabkan kemacetan untuk pasien baru datang di IGD.

18
b. Penyebab Emergency Departemen crowding

Penyebab crowding di IGD sangat komplek dan bervariasi, tetapi

secara umum Asplin et al., (2003 dalam Akhmad 2017), dalam dalam

Conceptual Model of Emergency Department Crowding, menyebutkan

bahwa penyebab crowding secara umum dibagi menjadi tiga faktor ,

yaitu:

1) Faktor Input

Faktor input meliputi setiap karakteristik atau kondisi yang

berkontribusi meningkatkan permintaan akan layanan gawat darurat,

mengacu pada peningkatan jumlah kunjungan dan tingkat keparahan

(acuity) pasien yang berkunjung ke IGD. Model ini menyebutkan

Ada 3 kategori umum perawatan yang dikirim/rujuk ke IGD, yaitu

(1) Emergency care; (2) Unscheduled urgent care; dan (3) Safety net

care.

a) Perawatan Emergency di IGD

Peran IGD yang paling terlihat dan sangat diperlukan dalam

masyarakat adalah perawatan pasien sakit parah dan injury dari

masyarakat. Selain itu IGD juga berfungsi sebagai tempat

rujukan untuk pasien dengan masalah kompleks yang

memerlukan tindakan stabilisasi dan evaluasi diagnostik dari

sarana kesehatan lain.

b) Perawatan Urgent tidak terjadwal di IGD

IGD memberikan perawatan urgent tidak terjadwal sering

19
karena; ketidak mampuan poliklinik memberikan perawatan

kepada pasien dengan kasus akut (atau eksaserbasi akut dari

masalah kronis) di Instalasi Rawat Jalan. IGD sebagai alternatif;

pasien mungkin dijadwalkan untuk perawatan di poliklinik,

namun pasien datang ke IGD karena gejala dirasa memburuk

sebelum waktu Kontrol yang ditetapkan. Alasan lain, karena

lamanya proses pelayanan di Instalasi rawat jalan dan tidak

tersedianya perawatan selepas jam kerja, mempengaruhi

keputusan pasien untuk mencari perawatan alternatif ke IGD.

c) Safety net care

IGD berbagi peran dengan klinik dan safety net providers

lainya di masyarakat, tapi seringkali menjadi satu- satunya pintu

terbuka bagi populasi pasien yang mengalami hambatan untuk

mengakses unscheduled care. Jumlah penerima Medicaid

(Jamkesmas) yang tidak proporsional dan individu yang tidak

diasuransikan sering menjadikan IGD sebagai rujukan utama

masalah kesehatan mereka, seringkali karena masalah biaya atau

kesulitan mengakses perawatan di tempat lain. IGD bukan satu

jaring pengaman bagi masyarakat tetapi juga berfungsi sebagai

jaring pengaman penting untuk sistem perawatan kesehatan

lainnya. Bila pilihan perawatan medis lainnya dalam sistem ini

habis/tutup, maka IGD menjadi satu-satunya alternatif untuk

perawatan akut.

20
2) Faktor Throughput

Faktor throughput yang mengacu pada masalah yang terjadi

di dalam IGD yang berkontribusi terhadap crowding. Model ini

mengidentifikasi length of stay pasien di IGD sebagai faktor yang

berkontribusi potensial untuk kondisi crowding di IGD. Model ini

memberi penekanan pada proses internal pelayanan/perawatan di

IGD dan perlunya meningkatkan efisiensi dan efektivitas, terutama

yang memiliki efek terbesar pada length of stay dan penggunaan

sumber daya di UGD.

Ada dua fase throughput yang utama dalam model ini. Fase

pertama meliputi triase, penempatan ruang, dan assessment awal.

Fase kedua komponen throughput yang mencakup pengujian

diagnostik dan pengobatan di IGD. Fase ini biasanya akan

merupakan mayoritas dari total waktu throughput pasien IGD.

Emergency Model Of Care membagi proses throughput

pasien di IGD dalam tiga fase atau kerangka waktu yang manageable

(the 2:1:1 time frame model), yaitu: fase pertama untuk

meyelesaikan assessment awal dan rencana pengelolahan klinis.

Fase kedua untuk review team spesialis/ konsultasi dan disposisi.

Fase ketiga untuk mentransfer pasien ke unit rawat inap, rujukan

atauperencanaan pulang.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi throughput dalam

fase ini antara lain; kekompakan tim perawatan pasien, tata letak

21
fisik dari IGD, rasio perawat dan dokter yang bertugas, efisiensi

penggunaan tes diagnostik (misalnya, laboratorium, radiologi),

aksesibilitas informasi medis, kualitas dokumentasi dan sistem

komunikasi, dan ketersediaan konsultasi khusus tepat waktu. Daftar

tersebut menunjukkan mengidentifikasi banyak daerah penting untuk

meningkatkan efisiensi layanan di IGD.

3) Faktor Output

Faktor output mengacu pada hambatan alur pasien yang

keluar dari IGD setelah ada disposisi dari dokter. Alasan yangpaling

sering dikutip untuk kondisi IGD crowding adalah ketidakmampuan

untuk memindahkan pasien MRS dari IGD ke unit rawat inap

(boarding of inpatients). Masalah ini memaksa dokter dan tim

keperawatan membagi konsentrasi untuk evaluasiantara pasien baru

dan pasien boarding.

Faktor penyebab kematian akibat crowding di Rumah Sakit yaitu:

1) Waktu tunggu yang lama: IGD meningkat dari waktu ke waktu

karena blok akses (keterlambatan dalam memperoleh tempat tidur

rawat inap), dan kematian mungkin diperkirakan akan meningkat

karena populasi lansia.

2) Musim: peningkatan kepadatan IGD dan mortalitas meningkat di

musim dingin.

3) Hari dalam seminggu: IGD akan mengalami kepadatan pada hari

Senin di sebagian besar RS.

22
4) Waktu tertentu dalam sehari: kepadatan IGD biasanya memuncak

pada malam hari, kematian absolut (kematian per shift) pada siang

hari, dan kematian relatif (kematian per presentasi) semalam.

5) Transfer antar rumah sakit: Pusat tersier khususnya cenderung

menunda transfer antar rumah sakit (yaitu, pasien yang masuk) pada

saat kepadatan pasien, atau pasien dapat dipulangkan lebih awal ke

rumah sakit asal mereka dan kematian tidak akan dicatat oleh rumah

sakit tersier .

6) Transfer pasien dengan ambulan: Jika transfer pasien merupakan

fitur signifikan dari sistem medis darurat, akan ada penurunan

presentasi pada saat kepadatan pasien, tetapi mungkin peningkatan

mortalitas relatif dari pasien ambulans, karena yang paling kritis

dibawa ke rumah sakit (Richardson, 2006 dalam Rasimin, 2020).

c. Dampak Crowding

Kondisi crowding berdampak negatif pada semua pemangku

kepentingan baik pasien, petugas maupun rumah sakit. Keselamatan

pasien menjadi fokus utama karena berhubungan dengan penurunan

kualitas perawatan dan peningkatan kesalahan medis di IGD pada kondisi

crowding. The Joint Commission on the Accreditation of Healthcare

Organizations (JCAHO) mencatat bahwa 50% kejadian sentinel terjadi di

IGD dan sepertiganya disebabkan oleh kondisi crowding (Stead, Jain and

Decker, 2009 dalam Akhmad, 2017). Trzeciak (2003 dalam Ismail, 2017)

menyatakan kondisi overcrowding di area perawatan IGD mengancam

23
kesehatan masyarakat (public health) dengan mengorbankan keselamatan

pasien dan membahayakan ketahanan seluruh sistem emergency care.

Hasil (patient outcomes) yang berkaitan dengan kualitas

pelayanan di IGD diidentifikasi sebagai penundaan pelayanan

/pengobatan, penurunan kepuasan pasien, dan peningkatan angka

kematian. Mortality adalah ukuran outcomes pasien yang biasanya

digunakan sebagai indikator kualitas perawatan. Delapan penelitian telah

meneliti hubungan antara kondisi crowding di IGD dengan kejadian

mortalitas (Chalfin, Trzeciak, Likourezos, Baumann, & Dellinger, 2007;

Diercks et al., 2007; Fatovich, 2005; Gilligan et al., 2008; Miro et al.,

1999; Richardson, 2006; Shenoi et al., 2009; Sprivulis, Da Silva, Jacobs,

Frazer, & Jelinek, 2006). Meskipun crowding di IGD diukur secara

berbeda dalam setiap penelitian, sebagian besar penelitian tersebut

menemukan bahwa ada hubungan antara crowding di IGD dengan

meningkatnya angka mortalitas. (lihat Tabel 2.2)

Beberapa artikel penelitian meneliti hubungan antara kondisi

crowding di IGD dengan kepuasan pasien (McMullan & Veser, 2004;

Pines, Garson, et al., 2007; Pines et al., 2008; Sun et al., 2000; Vieth &

Rhodes, 2006). Hasil penelitian tersebut secara konsisten menunjukkan

hubungan terbalik antara kepuasan pasien/pengunjung dengan dengan

kondisi crowding di IGD.

Beberapa penelitian juga membuktikan adanya hubungan antara

crowding di IGD dengan penundaan (delay) perawatan pasien tepat

24
waktu (Johnson & Winkelman, 2011). Penelitian tersebut melaporkan

penundaan pemberian antibiotik, penggunaan analgesia, dan intervensi

jantung. Penundaan pelayanan/pengobatan mempunyai efek negative

pada pasien mulai dari ketidaknyamanan hingga gangguan kesehatan

parah.

Kondisi crowding juga berpengaruh pada perawat, dokter serta

petugas kesehatan lainya yang terlibat, mereka mengalami penurunan

kepuasan kerja yang mengakibatkan penurunan produktivitas dan

peningkatan pergantian staff. Dampak bagi rumah sakit, yakni hilangnya

pendapatan dari berbagai sumber. Misalnya hilang dari pasien yang pergi

tanpa terlihat (melarikan diri), dari pengalihan layanan darurat (rujukan)

sekunder atau akibat ketidakpuasan karena pelayanan yang memanjang

di IGD, dan dari pengalihan perawatan ke pesaing.

Pasien dengan triase urgent (kuning) dan non urgent (hijau),

sering tidak diberikan pelayanan sesuai dengan sistem triase yang ada

karena tidak sesuainya jumlah perawat dengan jumlah kunjungan pasien

yang terus meningkat dan tuntutan pasien yang ingin mendapatkan

prioritas pelayanan utama yang tidak sesuai dengan tingkat kegawatan

sesuai degan Standar operasional prosedur (SOP) (Kundiman et al.,

2019), Ketidaktepatan penilaian triase memiliki resiko meningkatkan

angka keselamatan pasien dan kualitas dari layanan kesehatan (Ekins &

Morphet, 2015).

25
Peningkatan crowding IGD secara signifikan menyebabkan

penundaan waktu untuk pemberian awal cairan intravena dan antibiotik

dan mengurangi protokol implementasi perawatan, tetapi tidak secara

signifikan mempengaruhi mortalitas. Oleh karena itu administrator IGD

perlu mengetahui beban sepsis berat dalam pengaturan IGD dan stafnya

secara tepat sehingga perawatan tingkat ICU dapat diberikan tanpa

gangguan administrator rumah sakit (Gucciardi et al., 2016).

Selain itu efek buruk lainnya yang disebabkan karena kepadatan

IGD adalah ketidak patuhan dengan prosedural resusitasi dalam

pengelolaan sepsis berat atau syok septik dan secara signifikan dikaitkan

dengan kepatuhan yang lebih rendah dengan seluruh prosedural

resusitasi. Kepadatan IGD juga dikaitkan dengan penurunan

kemungkinan implementasi tepat waktu dari elemen prosedural,

termasuk pemberian antibiotik spektrum luas awal dan pencapaian

Scvo2 ≥70%. Sedangkan kepadatan IGD yang parah mungkin dikaitkan

dengan peningkatan mortalitas di rumah sakit (Shin et al., 2013).

d. Emergency Departemen Length Of Stay (EDLOS)

Length of Stay (LOS) adalah lama waktu pasien berada di area

khusus di sebuah rumah sakit. Emergency Department Length of Stay

(EDLOS) didefinisikan sebagai lama waktu pasien di IGD, mulai dari

pendaftaran sampai secara fisik pasien meninggalkan IGD (Radcliff,

2011).

26
Menurut The electronic National Ambulator Care Reporting System

(eNACRS), Emergency Department Length of Stay (EDLOS) adalah

interval antara waktu pendaftaran atau waktu triage dengan waktu pasien

secara fisik meninggalkan IGD untuk pasien rawat inap/MRS atau

sampai waktu disposisi untuk pasien pulang/KRS.

Emergency Departemen Length of Stay di kaitkan dengan

Emergency Departemen crowding. Dua penelitian oleh McCarthy et al.

2009 dan Pines et al. 2010 telah mengidentifikasi Length of Stay di IGD

sebagai penyebab dan juga akibat dari kondisi crowding di IGD. Telah

dijelaskan sebelumnya bahwa kondisi crowding di IGD di sebabkan oleh

tiga faktor, yaitu: faktor input, throughput dan output (Asplin et al.,

2003), Oleh karena faktor input dan output dikaitkan dengan masalah

kesehatan yang lebih luas di luar kewenangan IGD, maka faktor

throughput menjadi fokus utama penanganan crowding di IGD.

Emergency Departemen Length of Stay (EDLOS) adalah

indikator penting dari proses throughput pasien di IGD, karenanya

EDLOS digunakan sebagai indikator kunci penilaian efesiensi

peningkatan kinerja operasional dan klinis (Rathlev et al., 2012).

Penelitian oleh Bukhari et al., (2014), mengevaluasi kembali LOS pasien

di IGD serta faktor yang mempengaruhinya, dan didapatkan LOS

dikaitkan dengan waktu kedatangan, triage, waktu konsultasi, waktu

pemeriksaan laboratorium, waktu pemeriksaan radiologi dan waktu

disposisi fisik (waktu tunggu transfer ke tempat tidur rawat inap).

27
Penundaan transfer pasien ke tempat tidur rawat inap ini kemudian di

sebut dengan boarding.

e. Alat Ukur

Sebuah aplikasi telah dikembangkan dalam mengatasi kepadatan

di IGD melalui pengukuran tingkat kepadatan di IGD sehingga hasil dari

pengukuran tersebut dapat menentukan rencana selanjutnya yang akan

dilaksanakan. Pengukuran kepadatan di rumah sakit biasanya dilakukan

dengan menghitung secara keseluruhan RS, padahal setiap dari unit RS

memiliki kepadatan yang berbeda sehingga butuh alat ukur yang objektif

dan akurat serta valid untuk digunakan pada setiap unit pelayanan.

Terdapat alat pengukur kepadatan IGD yaitu National Emergency

Department Overcrowding Scale (NEDOCS) dan Community

Emergency Department Overcrowding Scale (CEDOCS). CEDOCS

dikembangkan secara khusus dengan mempertimbangkan departemen

darurat komunitas (Weiss et al., 2014).

Evaluasi crowding IGD dengan menggunakan CEDOCS telah

divalidasi, mudah digunakan dan digeneralisasikan, Perhitungan untuk

CEDOCS didasarkan pada skala 0 hingga 100, jadi dua kali lipat skor

CEDOCS memberikan nilai dalam kisaran yang sama dengan NEDOCS.

Variabel hasil rata-rata (visual skor analog) hasil untuk dataset ini adalah

29 ±15 dengan rentang dari 0 hingga 100. Skor CEDOCS hasil untuk

dataset juga memiliki rata-rata 29 ±15, juga dengan kisaran 0 hingga 100.

Sebaliknya, rata-rata Skor NEDOCS yang dihitung untuk kumpulan data

28
ini adalah 74 ± 50 dengan kisaran 0 hingga 200. Saat membandingkan

CEDOCS dan NEDOCS untuk variabel hasil, koefisien determinasi (R

kuadrat) adalah 47% untuk CEDOCS dan 39% untuk NEDOCS

menunjukkan bahwa CEDOCS meningkat sekitar 20% dari NEDOCS

(Steven, 2014).

3. PANDEMI COVID – 19

Pandemi adalah wabah yang menyebar ke seluruh dunia (Winarno,

2020). Pandemi juga didefinisikan sebagai epidemi yang terjadi di seluruh

dunia atau di tempat yang amat luas hingga melintasi batasan internasional

(Masrul et al., 2020).

Suatu penyakit dikategorikan sebagai pandemi apabila virus dapat

memunculkan penyakit maupun kematian, penularan virus dari orang ke

orang terjadi secara pesat, dan virus telah menyebar hampir ke seluruh

pelosok dunia (Masrul et al., 2020).

Definisi pandemic menurut WHO adalah epidemic yang terjadi di

seluruh dunia, atau di wilayah yang sangat luas, melintasi batas internasional

dan biasanya mempengaruhi sejumlah besar orang (Assri, 2020). Menurut

KBBI pandemi dimaknai sebagai wabah yang berjangkit serempak di

manamana meliputi daerah geografi yang luas (Assri, 2020).

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular

yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2

(SARS-CoV-2) yang merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah

diidentifikasi pada manusia (Ginanjar et al., 2020). Pada umumnya virus 8

29
corona adalah penyakit yang ditularkan dari hewan seperti virus SARS-CoV

yang ditularkan dari luwak ke manusia dan virus MERS-CoV yang ditularkan

dari unta ke manusia sedangkan beberapa virus corona lain dikenal hidup dan

beredar pada hewan tetapi belum terbukti menginfeksi manusia (Winarno,

2020).

Manifestasi klinis atau gejala penyakit yang muncul saat seseorang

terinfeksi virus ini umumnya terjadi gangguan pernapasan akut, demam,

batuk, dan sesak napas, sedangkan pada kasus yang berat maka virus ini akan

menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal,

penggumpalan darah, bahkan dapat berakhir dengan kematian. Tanda dan

gejala ini biasanya akan muncul dalam kurun waktu waktu dua hingga empat

belas hari setelah terpapar virus (Winarno, 2020).

Penularan virus COVID-19 dapat melalui droplet apabila seseorang

melakukan kontak langsung atau berada pada jarak dekat (dalam satu meter)

dengan seseorang yang terinfeksi, sedangkan penularan lain juga dapat terjadi

secara tidak langsung seperti menyentuh benda atau permukaan yang

terkontaminasi (Ginanjar et al., 2020).

4. GAMBARAN IGD PADA MASA PANDEMI COVID-19

Dikutip dari situs Rumah Sakit Kariadi Semarang yang ditulis oleh

Ns. Eka Dafid Zakaria, S.Kep pada tahun 2021 yaitu Fasilitas Pelayanan

Kesehatan seperti Puskesmas, Klinik, maupun RS di era pandemi COVID-19

akan sangat berbeda dengan sebelum adanya COVID-19. Rumah Sakit perlu

menerapkan prosedur screening lebih ketat dalam hal penerimaan pasien,

30
pembatasan pengunjung/pendamping pasien, kewaspadaan standar protokol

PPI juga harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur, dan bahkan memisahkan

pelayanan untuk pasien COVID-19 dan non COVID-19 agar memberi rasa

aman dan nyaman kepada pasien, penunggu/pengunjung, maupun petugas

kesehatan yang sedang bekerja serta mengurangi terjadinya resiko infeksi

nosokomial di Rumah Sakit.

Di Indonesia kasus COVID-19 pertama kali diumumkan pada

tanggal 2 Maret 2020 sebanyak 2 kasus dan sampai saat ini kasus COVID-19

semakin hari semakin bertambah. Pada tanggal 20 Februari 2021 jumlah

orang yang diperiksa sebesar 6.871.210 jiwa dengan kasus terkonfirmasi

1.271.353 jiwa, kasus sembuh 1.078.840 jiwa, dan kasus meninggal 34.316

(CFR 2,7 %). Provinsi dengan kasus terkonfirmasi terbanyak adalah DKI

Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah (http://infeksiemerging.kemkes.go.id).

Meningkatnya jumlah kasus harian di Indonesia menyebabkan fasilitas

kesehatan terutama RS rujukan COVID-19 menjadi “kewalahan” dengan

banyaknya temuan kasus COVID-19 yang datang ke Instalasi Gawat Darurat

(IGD), sementara kapasitas ruang isolasi di IGD terbatas.

Untuk itulah diperlukan modifikasi pelayanan IGD di era pandemi

COVID-19 ini supaya menjamin rasa aman, nyaman, dan juga mengurangi

resiko terjadinya infeksi silang baik pasien, penunggu, maupun tenaga

kesehatan yang bertugas. Dikutip dari International Federation Emergency

Medicine (2020) dan Panduan Teknis Pelayanan Rumah Sakit Pada Masa

Adaptasi Kebiasaan Baru (Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan

31
Kemenkes RI, 2020) maka RSUP Dr. Kariadi Semarang merekomendasikan

pelayanan IGD di era pandemi COVID-19 adalah sebagai berikut :

a. Pemisahan Area dan Petugas Perawatan COVID-19 di IGD

Pemisahan area ini meliputi area resiko tinggi dan resiko rendah

atau area IGD Covid dan non Covid. Area IGD Covid letaknya terpisah

dengan IGD non Covid baik itu secara permanen atau sementara yang

ditandai dengan penanda khusus yang jelas. Bagi Rumah Sakit yang

mempunyai SDM yang banyak dan memadai maka dapat dibagi menjadi

petugas IGD Covid dan non Covid akan tetapi bagi Rumah Sakit yang

SDM nya sedikit maka dapat di atur jadwal jaganya atau pembagian jam

shift pelayanan antara pelayanan biasa (non Covid) dan pelayanan Covid.

Bila ruangan IGD di Rumah Sakit tidak bisa dipisah antara

pelayanan Covid dan non Covid oleh karena keterbatasan sarana dan

prasarana maka bisa dengan mengatur jadwal pelayanan, pembagian shift

kerja, ataupun hari pelayanan yang diikuti dengan tindakan

dekontaminasi setelah untuk perawatan pasien Covid baik dari segi alat

maupun ruangan sesuai aturan yang berlaku di fasilitas kesehatan

tersebut. Diharapkan dengan adanya pemisahan area dan petugas

perawatan baik Covid dan Non Covid akan memberikan rasa aman,

nyaman terhadap pasien maupun petugas kesehatan yang sedang bekerja

dan mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial di Rumah Sakit.

32
b. Adanya Sumber Daya Pre Hospital Care (PHC) seperti Tim COVID-

19 Mobile dan Ambulan Khusus Perawatan COVID-19

Pre Hospital Care adalah pemberian pelayanan dimana pertama

kali korban ditemukan, selama proses transportasi hingga pasien tiba di

Rumah sakit (Margaretha, 2012). Jika pertama kali korban tidak diberi

pertolongan yang optimal maka akan timbul masalah baik kecacatan

bahkan sampai kematian. Hal ini juga berlaku pada pasien COVID-19

yang terkonfirmasi yang sedang isolasi mandiri di rumah, apalagi pasien

ada gejala sedang sampai berat maka adanya Tim COVID-19 Mobile

beserta ambulan khusus COVID-19 akan sangat membantu sekali dalam

memberikan pertolongan pertama sebelum sampai ke Rumah Sakit untuk

perawatan yang lebih lanjut.

Untuk itu, maka fasilitas kesehatan baik Rumah sakit atau

Puskesmas perlu memikirkan pentingnya Pre Hospital Care terutama

adanya Tim COVID-19 Mobile beserta ambulan khusus Covid-19 yang

bisa segera memberikan pertolongan pada pasien yang sedang isolasi

mandiri yang mengalami keluhan terutama dengan gejala sedang dan

berat sebelum dirujuk ke IGD Rumah sakit.

c. Pemanfaatan Teknologi Informasi Digital Seperti Sistem Rujukan

Terintegrasi (SISRUTE), Rekam Medis Elektronik (RME), Maupun

Resep Elektronik (e-Resep)

Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) merupakan teknologi

informasi berbasis internet yang dapat menghubungkan data pasien

33
secara timbal balik, dari tingkat layanan lebih rendah ke tingkat layanan

lebih tinggi atau sederajat, vertikal maupun horizontal dengan tujuan

untuk mempermudah dan mempercepat proses rujukan pasien.

(Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI, 2019).

Kebijakan permohonan penggunaan aplikasi sisrute ke Dinas

Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota ini tertuang dalam surat edaran

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan No. YR.04.02/III/6014/2018,

salah satu aplikasi terintegrasi yang ada di dalam sisrute adalah

Telemedicine.

Telemedicine adalah suatu pemberian pelayanan kesehatan jarak

jauh oleh professional kesehatan dengan menggunakan teknologi

informasi dan komunikasi meliputi pertukaran informasi diagnosis,

pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi,

dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk

kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat, Sedangkan

pelayanan telemedicine yaitu telemedicine yang dilaksanakan antara

fasilitas kesehatan satu dengan fasilitas kesehatan yang lain berupa

konsultasi untuk penegakan diagnosis, terapi, dan/atau pencegahan

penyakit (Permenkes No. 20 Tahun 2019).

Metode telemedicine ini bisa berupa tulisan, suara, dan/atau

video secara langsung untuk mendapatkan informasi dengan

menggunakan aplikasi telemedicine dengan tujuan mengurangi

pertemuan secara langsung dan membatasi jarak antar individu. Catatan

34
rekam medis maupun resep obat yang berupa kertas menjadi salah satu

perantara penyebaran COVID-19 di Rumah Sakit, sehingga penggunaan

teknologi Rekam Medis Elektronik (RME) dan Resep Elektronik (e-

Resep) ini sangat bermanfaat untuk mengurangi adanya sentuhan antar

petugas kesehatan yang bekerja.

d. Batasi Pengunjung/Penunggu di IGD

Adanya pembatasan pengunjung/penunggu pasien di Rumah

Sakit khususnya di IGD dimaksudkan untuk mengurangi

mobilisasi/kerumunan dan keramaian serta mencegah penyebaran

COVID-19 di lingkungan Rumah Sakit sehingga keamanan dan

keselamatan pasien serta tenaga kesehatan tetap terjaga.

35
B. KERANGKA TEORI

Bagan 2.1 Kerangka Teori (Hamarno, 2016; Permenkes; 2018; Steven, 2014;

Australasian College for Emergency Medicine, 2016)

IGD merupakan pelayanan yang sangat penting dalam pencegahan


terjadinya kematian dan kecacatan korban

Level Pelayanan IGD :


Level I s/d Level 4

Alur Pelayanan IGD

Sebelum Pandemi
Covid - 19
Crowding IGD
Saat Pandemi
Covid - 19

CEDODC
Modifikasi Alur
Pelayanan IGD

Tingkat kepadatan IGD


(The level of emergency
room installation crowd)

36
C. KERANGKA KONSEP

Pada kerangka konsep ini disusun bertujuan untuk memperoleh

gambaran secara jelas agar penelitian dapat berjalan. Pada dasarnya, kerangka

konsep yaitu suatu jabaran dan pengamatan konsep-konsep serta variabel yang

akan di ukur nanti (Notoarmodjo, 2014).

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

Sebelum Pandemi
Faktor Crowding IGD Covid - 19
1. Jumlah Bed IGD
2. Jumlah Kunjungan
IGD Pertahun
3. Jumlah Pasien IGD
Tingkat kepadatan IGD
4. Jumlah Pasien Critical
(The level of emergency
Care Di IGD room installation crowd)
5. Jumlah Pasien Di
Ruang Tunggu IGD
6. Waktu Terlama
Pasien IGD Yang
Boarding (Jam)
Saat Pandemi
Covid - 19

37
D. HIPOTESIS

Hipotesis menggambarkan hubungan antara dua atau lebih variabel. Hipotesis

dalam penelitian ini adalah :

1. Ha : Terdapat perbedaan perbedaan kepadatan IGD di RSUD Muhammad

Sani sebelum dan saat pandemic.

2. Ho : Tidak terdapat perbedaan perbedaan kepadatan IGD di RSUD

Muhammad Sani sebelum dan saat pandemic.

E. DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 2.1 Definisi Operasional


Cara Skala
No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
Ukur Ukur
1. Crowding Kepadatan pasien Dengan Numerik  0-20, Tidak
Sebelum yang terjadi di IGD Instrume sibuk
Pandemic sebelum terjadinya n  20-60 Sibuk
pandemic covid-19 CEDOC  60-100
Score Sangatsibuk
 100-140
Penuh sesak
 140-180
Sangatpadat
 >180
Kepadatan
berlebihan
2. Crowding Kepadatan pasien Dengan  Numeri  0-20, Tidak
Saat yang terjadi di IGD Instrume k >180 sibuk
Pandemic setelah terjadinya n Kepadat  20-60 Sibuk
pandemic covid-19 CEDOC an  60-100
Score berlebih Sangatsibuk
an  100-140
Penuh sesak
 140-180
Sangatpadat
 >180
Kepadatan
berlebihan

38
BAB III

METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif komparatif yang mana

peneliti membandingan kepadatan IGD sebeum dan saat pandemi Covid-19.

Sugiyono (2018) mengatakan bahwa penelitian komparatif adalah bagian

penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua

atau sampel yang berbeda pada waktu yang berbeda.

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2018). Berdasarkan pengertian di atas yang menjadi popluasi pada penelitian

ini yaitu data kunjungan pasien pada tahun 2018 sampai dengan tahun 2021.

Tabel 3.1, Data Kunjungan Pasien IGD 2018 s/d 2021

No Tahun Jumlah Kunjungan

1 2018 18.605

2 2019 20.651

3 2020 97.848

4 2021 108.101

39
2. Sampel

Menurut Sugiyono (2018) mendefinisikan sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi

besar, dan peneliti tidak memungkinkan mempelajari semua yang ada pada

populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti

dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang

dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk

populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul

representatif (mewakili).” Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

diambil dari jumlah kunjungan pasien di IGD RSUD Muhammad Sani dari

tahun 2018 sampai dengan tahun 2021.

C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian yang akan dilakukan yaitu di Instalasi Gawat Darurat

RSUD Muhammad Sani dan waktu pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan

pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2022.

D. ALAT PENGUMPULAN DATA

Sebagai alat pengumpul data penelitian ini menggunakan lembar

observasi CEDOCS, dalam penelitian kali ini peneliti melaksanakan observasi

pada keadaan atau situasi di IGD. Namun observasi partisipasi ini merupakan

partisipasi pasif, jadi dalam hal ini peneliti datang ketempat penelitian yang

diamati, tapi tidak terlibat dalam kegiatan tersebut. Lembar observasi yang

digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengamati kepadatan IGD.

40
Lembar observasi yang berbentuk table yang digunakan untuk mendata factor dari

kepadatan IGD, berikut indicator dari CEDOCS score diantaranya :

Tabel 3.1 Variabel untuk menghitung kepadatan IGD


No Variabel Pengertian
1 Jumlah Bed IGD Total Jumlah Tempat Tidur Yang Tersedia Di
Ruang IGD
2 Jumlah Kunjungan IGD Total Jumlah Pasien Dalam Keadaan Darurat
Pertahun Termasuk Di Tempat Tidur Lorong Dalam
Hitungan Tahun
3 Jumlah Pasien IGD Total Jumlah Pasien Dalam Keadaan Darurat
Termasuk Di Tempat Tidur Lorong
4 Jumlah Pasien Critical Total Jumlah Pasien Yang Memerlukan
Care Di IGD Penanganan Segera
5 Jumlah Pasien Di Ruang Total Jumlah Pasien Yang Menunggu Untuk
Tunggu IGD Dipindahkan Ke Ruang Perawatan Setelah
Melewati Masa Observasi
6 Waktu Terlama Pasien Lama Pasien Untuk Dirawat Di IGD Dimulai
IGD Yang Boarding Dari Masuk Hingga Dipindahkan Ke Ruang
(Jam) Perawatan

Pengukuran akan dilakukan menggunakan kalkulator CEDOCS Hasil ukur

dikategorikan menjadi 6 yaitu :

a. Level 1 – Not busy (0-20)

b. Level 2 – Busy (21-60)

c. Level 3 – Extremely busy but not overcrowded (61-100)

d. Level 4 – Overcrowded (101-140)

e. Level 5 – Severely overcrowded (141-180)

f. Level 6 – Dangerously overcrowded (181-200)

41
E. UJI VALIDITAS & RELIABILITAS

Menurut Sugiyono (2018) menyatakan bahwa Instrumen yang valid

berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.

Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur. Evaluasi crowding IGD dengan menggunakan CEDOCS telah

divalidasi, mudah digunakan dan digeneralisasikan, Perhitungan untuk CEDOCS

didasarkan pada skala 0 hingga 100, jadi dua kali lipat skor CEDOCS

memberikan nilai dalam kisaran yang sama dengan NEDOCS. Variabel hasil rata-

rata (visual skor analog) hasil untuk dataset ini adalah 29 ±15 dengan rentang dari

0 hingga 100. Skor CEDOCS hasil untuk data set juga memiliki rata-rata 29 ±15,

juga dengan kisaran 0 hingga 100. Sebaliknya, rata-rata Skor NEDOCS yang

dihitung untuk kumpulan data ini adalah 74 ± 50 dengan kisaran 0 hingga 200.

Saat membandingkan CEDOCS dan NEDOCS untuk variabel hasil, koefisien

determinasi (R kuadrat) adalah 47% untuk CEDOCS dan 39% untuk NEDOCS

menunjukkan bahwa CEDOCS meningkat sekitar 20% dari NEDOCS (Steven,

2014).

F. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

Prosedur pengumpulan data yang di lakukan oleh peneliti meliputi

tahapan berikut:

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan merupakan prosedur pengajuan surat izin penelitian

kepada Direktur RSUD Muhammad Sani yang di gunakan sebagai tempat

42
untuk di lakukanya penelitian. Setelah keluarnya izin penelitian, peneliti

berkoordinasi dengan Kepala Bidang Pengembangan dan Penelitian

keperawatan untuk teknis pelaksanaan penelitian di RSUD Muhammad Sani.

2. Tahap pelaksanaan

Setelah mendapatkan izin dari pihak terkait, penelitian mulai

melakukan pengumpulan data melalui observasi langsung ke IGD RSUD

Muhammad Sani dengan menggunakan lembar observasi kepadatan IGD.

Pengambilan data untuk saat Pandemi dilakukan pengamatan oleh peneliti

selama 7 hari sedangkan data untuk sebelum pandemic akan dilakukan studi

dokumentasi. Hasil dari lembar observasi akan di rata – ratakan yang nanti

akan di masukkan ke aplikasi penghitung kepadatan IGD menggunakan

kalkulator CEDOCS. Setelah pengolohan data selesai, peneliti membuat

laporan penelitian.

G. RENCANA ANALISIS DATA

1. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2018).

Anlisis univariat dalam penelitian ini adalah jumlah kunjungan IGD pada

tahun 2018 sampai dengan tahun 2021 yang dikumpulkan dengan lembar

observasi kemudian dihitung dengan menggunakan yang di hitung

menggunakan aplilasi kalkulator CEDOCS.

43
2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan terhadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau berkoleraksi (Notoatmodjo, 2018).

Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan

kepadatan IGD sebelum dan saat pandemic Covid-19. Dalam penelitian ini

untuk menguji validitas item dan komparatif antar faktor digunakan uji T-test

independen dan dependen dengan hasil:

a. Probalitas p < ∝ (0.05) artinya ada perbedaan kepadatan IGD sebelum

dan saat pandemic Covid-19.

b. Probalitas p > ∝ (0.05) artinya tidak ada perbedaan kepadatan IGD

sebelum dan saat pandemic Covid-19.

H. ETIKA PENELITIAN

Menurut Notoatmodjo, (2018) etika penelitian adalah sebagai berikut:

1. Persetujuan riset (Informed Concent)

Informed concent merupakan proses pemberian informasi yang cukup dapat

dimengerti kepada responden mengenai partisipasinya dalam suatu penelitian.

Peneliti memberikan informasi kepada responden tentang hak–hak dan

tanggung jawab mereka dalam suatu penelitian dan mendokumentasikan sifat

kesepakatan dengan cara menandatangani lembar pesetujuan riset bila

responden bersedia diteliti, namun apabila responden menolak untuk diteliti

maka peneliti tidak akan memaksa.

44
2. Kerahasiaan (Confidentiality)

Peneliti harus menjaga kerahasiaan data yang diperoleh dari responden dan

tidak menyampaikan kepada orang lain. Identitas responden dibuat kode,

hasil pengukuran hanya peneliti dan kolektor data yang mengetahui. Selama

proses pengolahan data, analisis dan publikasi identitas responden tidak

diketahui oleh orang lain.

3. Kejujuran (Veracity)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Prinsip veracity

berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.

Peneliti akan memberikan informasi yang sebenar–benarnya yang responden

alami sehingga hubungan antara peneliti dan responden dapat terbina dengan

baik dan penelitian ini berjalan sesuai tujuan.

4. Bermanfaat (Beneficience)

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna

mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek

penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi.

5. Tidak Merugikan (Nonmaleficience)

Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek. Apabila

responden dengan terapi ini menimbulkan ketidak nyamanan maka responden

berhak untuk menghentikan terapi. Peneliti juga akan membatasi responden

sesuai kriteria inklusi

45
DAFTAR PUSTAKA

Antony, F. D. (2017). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan LamaWaktu


Tunggu Pasien Setelah Keputusan RawatInap Diputuskan Di Zona Kuning
Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr.IskakTulungagung. https://doi.org
/10.696/DEV/A/2017/041707600

Assri, B. C. A. (2020). Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap Iran


Selama Pandemi Covid-19. Jurnal ICMES, 4(1), 29–45.
https://doi.org/10.35748/JURNALICMES.V4I1.72

Atmojo, J. T., Iswahyuni, S., Rejo, R., Setyorini, C., Puspitasary, K., Ernawati,
H., Syujak, A. R., Nugroho, P., Putra, N. S., Nurrochim, N., Wahyudi, W.,
Setyawan, N., Susanti, R. F., Suwarto, S., Haidar, M., Wahyudi, W.,
Iswahyudi, A., Tofan, M., Bintoro, W. A., … Mubarok, A. S. (2020).
Penggunaan Masker Dalam Pencegahan Dan Penanganan Covid-19:
Rasionalitas, Efektivitas, Dan Isu Terkini. Avicenna : Journal of Health
Research, 3(2). https://doi.org/10.36419/AVICENNA.V3I2.420

Bukhari, H., Albazli, K., Almaslmani, S., Attiah, A., Bukhary, E., Najjar, F., Qari,
A., Sulaimani, N., Lihyani, A. A.-, Alhazmi, A., Maghrabi, H. A.-, Alyasi,
O., Albarqi, S., Eldin, A. S., Bukhari, H., Albazli, K., Almaslmani, S.,
Attiah, A., Bukhary, E., … Eldin, A. S. (2014). Analysis Of Waiting Time In
Emergency Department Of Al-Noor Specialist Hospital, Makkah, Saudi
Arabia. Open Journal of Emergency Medicine, 2(4), 67–73.
https://doi.org/10.4236/OJEM.2014.24012

Ekins, K., & Morphet, J. (2015). The Accuracy And Consistency Of Rural, Remote
And Outpost Triage Nurse Decision Making In One Western Australia
Country Health Service Region. Australasian Emergency Nursing Journal :
AENJ, 18(4), 227–233. https://doi.org/10.1016/J.AENJ.2015.05.002

Fadhilaeni Nurul Jihad, F. (2020). Kesiapsiagaan Perawat Instalasi Gawat


Darurat Terhadap Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19): Literature
Review. http://www.repository.upi.edu

Firdaus, M. N. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan


Australasian Triage Scale (Ats) Di Igd Rsud Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar.

Ginanjar, Burhan, Susanto, & Nasution. (2020). Pedoman Tatalaksana Covid-19


(3rd ed.). PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. https://www.papdi

46
.or.id/ pdf s/983/Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 5OP Edisi 3
2020.pdf

Gucciardi, E., Jean-Pierre, N., Karam, G., & Sidani, S. (2016). Designing And
Delivering Facilitated Storytelling Interventions For Chronic Disease Self-
Management: A Scoping Review. BMC Health Services Research, 16(1).
https://doi.org/10.1186/S12913-016-1474-7

Hadiansyah, T., Pragholapati, A., Aprianto, D. P., Jenderal, S., Yani, A., &
Kesehatan, K. (2019). Gambaran Stres Kerja Perawat Yang Bekerja Di Unit
Gawat Darurat. Jurnal Keperawatan BSI, 7(2), 52–58.
https://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/106

He, X., Lau, E. H. Y., Wu, P., Deng, X., Wang, J., Hao, X., Lau, Y. C., Wong, J.
Y., Guan, Y., Tan, X., Mo, X., Chen, Y., Liao, B., Chen, W., Hu, F., Zhang,
Q., Zhong, M., Wu, Y., Zhao, L., … Leung, G. M. (2020). Temporal
Dynamics In Viral Shedding And Transmissibility Of COVID-19. Nature
Medicine 2020 26:5, 26(5), 672–675. https://doi.org/10.1038/s41591-020-
0869-5

Ismail, A. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Length Of Stay Pasien Di


Instalasi Gawat Darurat Menggunakan Pendekatan Time Frame Guide
Emergency Model Of Care . Universitas Airlangga.

Johnson, K. D., & Winkelman, C. (2011). The Effect Of Emergency Department


Crowding On Patient Outcomes: A Literature Review. Advanced Emergency
Nursing Journal, 33(1), 39–54.
https://doi.org/10.1097/TME.0B013E318207E86A

KEMENKES RI. (2020). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus


Disesase (Covid-19). KEMENKES RI . https://infeksiemerging.kemkes.
go.id/download/REV-04_Pedoman_P2_COVID-1927_Maret2020_TTD1.pdf

Kundiman, V., Kumaat, L., & Kiling, M. (2019). Hubungan Kondisi


Overcrowded Dengan Ketepatan Pelaksanaan Triase Di Instalasi Gawat
Darurat Rsu Gmim Pancaran Kasih Manado. JURNAL KEPERAWATAN,
7(1). https://doi.org/10.35790/JKP.V7I1.22880

Lotfi, M., Hamblin, M. R., & Rezaei, N. (2020). COVID-19: Transmission,


Prevention, And Potential Therapeutic Opportunities. Clinica Chimica Acta;
International Journal of Clinical Chemistry, 508, 254.
https://doi.org/10.1016/J.CCA.2020.05.044

Masrul, Abdillah, L. A., Tasnim, Simarmata, J., Daud, Sulaiman, O. K., Prianto,

47
C., Iqbal, M., Purnomo, A., Febrianty, Saputra, D. H., Purba, D. W.,
Vinolina, N. S., Napitupulu, D., Soetijono, I. K., Ramadhani, Y. R.,
Jamaludin, Sari, D. C., Muhammad, R. M., … Faried, A. I. (2020). Pandemik
COVID-19: Persoalan Dan Refleksi Di Indonesia.
https://kitamenulis.id/download/416/

Mbaloto, F. R. (2020). Kepuasan Keluarga Pasien Tentang Respon Time Di


Ruangan Instalasi Gawat Darurat. 1(01), 1–5.

McKenna, P., Heslin, S. M., Viccellio, P., Mallon, W. K., Hernandez, C., &
Morley, E. J. (2019). Emergency Department And Hospital Crowding:
Causes, Consequences, And Cures. Clinical and Experimental Emergency
Medicine, 6(3), 189. https://doi.org/10.15441/CEEM.18.022

Notoatmodjo, S (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurmansyah, E. (Erlan), Susilaningsih, F. S. (F), & S, S. (Setiawan). (2014).


Tingkat Ketergantungan Dan Lama Perawatan Pasien Rawat Observasi Di
IGD. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 2(3), 106519.
https://doi.org/10.24198/JKP.V2I3.89

Perceka, A. L. (2020). Hubungan Mutu Pelayanan Keperawatan dengan


Kepuasan Pasien di Ruangan IGD RSUD Dr. Slamet Garut. Jurnal Ilmiah
Administrasi Publik, 6(2), 270–277.
https://doi.org/10.21776/UB.JIAP.2020.006.02.14

Phillips, J. L., Jackson, B. E., Fagan, E. L., Arze, S. E., Major, B., Zenarosa, N.
R., & Wang, H. (2017). Overcrowding and Its Association With Patient
Outcomes in a Median-Low Volume Emergency Department. Journal of
Clinical Medicine Research, 9(11), 911.
https://doi.org/10.14740/JOCMR3165W

Radcliff, S. (2011). The Effect of Emergency Department Length of Stay on


Clinical Outcomes for Critically Ill or Injured Patients.
https://digitalcommons.gardner-webb.edu/nursing_etd

Rasimin, R. (2021). Perbedaan Kepadatan Igd Sebelum Dan Pada Saat Pandemi
Dengan Menggunakan Nedoc Score Di Rumah Sakit Kota Makassar.

Rathlev, N. K., Obendorfer, D., White, L. F., Rebholz, C., Magauran, B., Baker,
W., Ulrich, A., Fisher, L., & Olshaker, J. (2012). Time Series Analysis of
Emergency Department Length of Stay per 8-Hour Shift. Western Journal of
Emergency Medicine, 13(2), 163.
https://doi.org/10.5811/WESTJEM.2011.7.6743

48
Rudi, H., Maria, D., & Ida, F. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan dan
Manajemen Bencana. BBPPSDM Kemenkes RI. http://bppsdmk.kemkes.
go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-GAdar-dan-
MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf

Sherafat, A., Vaezi, A., Vafaeenasab, M., Ehrampoush, M., Fallahzadeh, H., &
Tavangar, H. (2019). Responsibility-Evading Performance: The Experiences
of Healthcare Staff about Triage in Emergency Departments: A Qualitative
Study. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research, 24(5), 379.
https://doi.org/10.4103/IJNMR.IJNMR_217_18

Shin, T. G., Jo, I. J., Choi, D. J., Kang, M. J., Jeon, K., Suh, G. Y., Sim, M. S.,
Lim, S. Y., Song, K. J., & Jeong, Y. K. (2013). The adverse effect of
emergency department crowding on compliance with the resuscitation
bundle in the management of severe sepsis and septic shock. Critical Care,
17(5). https://doi.org/10.1186/CC13047

Soontorn, T., Sitthimongkol, Y., Thosingha, O., & Viwatwongkasem, C. (2018).


Factors Influencing the Accuracy of Triage by Registered Nurses in Trauma
Patients. Pacific Rim International Journal of Nursing Research, 22(2), 120–
130. https://he02.tci-thaijo.org/index.php/PRIJNR/article/view/86192

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta

Utama, & Dianty. (2020). Pengalaman Perawat Dalam Memberikan Asuhan


Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi Covid - 19. Jurnal Ilmu Keperawatan
Indonesia, 1(2), 13. https://doi.org/10.1001/JAMANETWORKOPEN.2020.
3976

Weiss, S. J., Rogers, D. B., Maas, F., Ernst, A. A., & Nick, T. G. (2014).
Evaluating community ED crowding: The Community ED Overcrowding
Scale study. American Journal of Emergency Medicine, 32(11), 1357–1363.
https://doi.org/10.1016/J.AJEM.2014.08.035

49
LAMPIRAN

50
CALCULATOR CEDOCS

51
LEMBAR OBSERVASI KEPADATAN IGD

1 Jumlah Bed IGD

2 Jumlah Kunjungan IGD Pertahun

3 Jumlah Pasien IGD

4 Jumlah Pasien Critical Care Di IGD

5 Jumlah Pasien Di Ruang Tunggu IGD

6 Waktu Terlama Pasien IGD Yang Boarding (Jam)

52

Anda mungkin juga menyukai