Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

POST ORIF FRAKTUR FEMUR DI RUANG DAHLIA


RSUD dr.DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Oleh :
Nama : Dina Febrianti
NIM :2019.C.11a.1042

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dina Febrianti
NIM : 2019.C.11a.1042
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Orif
Fraktur Femur Di Ruang Dahlia RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik


Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Ketua Program Studi Ners

Yelstria Ulina .T., S.Kep. Ners Meilitha Carolina, Ners., M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Post Orif Fraktur Femur Ruang Dahlia RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya”
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya berharap laporan pendahuluan
penyakit ini dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai
Parasomnia.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak .Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners STIKES Eka
Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini , S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Praktik
Praklinik Keperawatan I.
4. Yelstria Ulina .T.,S.Kep., Ners Selaku dosen pembimbing Akademik di ruang
Pendengaran
5. Secara Khusus kepada pihak dari Rumah Sakit Doris Sylvanus yang telah
memberikan izin tempat
Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan pendahuluan penyakit ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-katan yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan.

Palangkaraya, 27 Juli 2021

Dina Febrianti

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
1.3.1. Tujuan Umum ........................................................................................ 2
1.3.2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................................... 3
1.4.1. Manfaat Mahasiswa ............................................................................... 3
1.4.2. Manfaat Bagi Klien dan Keluarga ……………………………………. 3
1.4.3. Manfaat Bagi Institusi ………………………………………………… 3
1.4.4. Manfaat Bagi IPTEK …………………………………………………. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................4
2.1 Konsep Dasar ……………………………………………………………. 4
2.1.1. Pengertian Fraktur ……………………………………………………. 4
2.1.2. Etiologi ……………………………………………………………….. 4
2.1.3. Klasifikasi ……………………………………………………………. 4
2.1.4. Patofisiologi & Pathway ……………………………………………....4
2.1.5. Manifestasi Klinik…………………………………………………….. 6
2.1.6. Penatalaksanaan ………………………………………………………. 6
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………. 10
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar ……………………………………………….. 11
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ………………………………………. 11
2.3.1. Pengkajian Keperawatan ……………………………………………... 11
2.3.2. Diagnosa Keperawatan ……………………………………………….. 13
2.3.3. Intervensi Keperawatan ………………………………………………. 14
2.3.4. Implementasi Keperawatan …………………………………………... 14
2.3.5. Evaluasi Keperawatan ………………………………………………... 16
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................17
3.1 Pengkajian ………………………………………………………………. 17

iii
3.2 Diagnosa ………………………………………………………………… 21
3.3 Intervensi ………………………………………………………………... 24
3.4 Implementasi ……………………………………………………………. 24
3.5 Evaluasi …………………………………………………………………. 24
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................26
4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………… 26
4.2 Saran …………………………………………………………………….. 26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................27

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur ekstremitas dapat terjadi pada bagian femur dan ramus pubis. Fraktur femur
merupakan diskontinuitas poros femoralis yang disebabkan akibat trauma seperti jatuh
dari ketinggian ataupun kecelakaan lalu lintas (Desiartama & Aryana, 2017). Sedangkan
fraktur ramus inferior os pubis adalah terputus kontinuitas tulang bagian bawah
pembentuk bagian posterior bawah tulang panggul dan pubis. Tulang ini merupakan
tempat dimana otot-otot melekat dan penahan badan dalam posisi duduk (Simin, 2012).
Selain trauma, fraktur bisa terjadi karena proses degeneratif dan patologi (NoorisaR, dkk,
2017).
World Health Organization (WHO) (2017) menyebutkan bahwa fraktur femur sebesar
50% kasus dan kematian sebesar 30% menyebabkan kecacatan seumur hidup, pelvis
sebesar 10% menyebabkan cedera rangka dan jaringan lunak. Sedangkan di Indonesia
dari hasil survey tim Depkes RI angka kejadian patah tulang cukup tinggi yakni terdapat
25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami catat fisik, 15%
mengalami stress pikilogis seperti cemas, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik
(Depkes RI 2013)
Dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, menurut Depkes RI (2011) dari
45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang
mengalami fraktur pada tulang femur, 18.138 orang mengalami fraktur cruris dan 970
orang mengalami fraktur pada pubis (Depkes RI, 2011).
Berdasarkan data Rekam Medik dari RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
pasien yang mengalami fraktur ekstremitas bawah yang di rawat inap tahun 2015 periode
Januari-Februari adalah berjumlah 49 orang. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa jumlah
pasien fraktur ekstremitas bawah berdasarkan usia terbanyak pada rentang usia 15-21
tahun (22%), jumlah klien fraktur ekstremitas bawah berdasarkan jenis kelamin terbanyak
pada jenis kelamin laki-laki (78%), jumlah klien fraktur ekstremitas bawah berdasarkan
pendidikan terbanyak yaitu SMA (37%), jumlah klien fraktur ekstremitas bawah
berdasarkan penyebab fraktur terbanyak yaitu traumatik secara langsung (61%), jumlah
klien fraktur ekstremitas bawah berdasarkan gambaran konsep diri di dapatkan hasil rata-
rata terbanyak adalah dengan kategori baik (98%) gambaran diri, (78%) ideal diri, (73%)
peran diri, untuk kategori cukup (69%) identitas diri, dan kategori kurang (33%) harga
diri.

1
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien fraktur adalah nyeri akut, perfusi
perifer tidak efektif, gangguan integritas kulit, gangguan mobilitas fisik, defisit perawatan
diri: mandi, resiko infeksi, dan resiko syok (SDKI 2016). Tindakan keperawatan yang
dapat dilakukan sebagai perawat adalah sesuai diagnosa yaitu nyeri akut dapat dilakukan
dengan manejemen nyeri, perfusi perifer tidak efektif dapat dilakukan memonitoring
tanda tanda vital, gangguan integritas kulit dapat dilakukan monitor kulit akan adanya
kemerahan, gangguan mobilitas fisik dapat dilakukan tindakan mengajarkan pasien dan
keluarga tentang teknik ambulasi, defisit perawatan diri dapat dilakukan tindakan
membantu pasien melakukan perawatan diri, resiko infeksi dapat dilakukan tindakan
dengan kolaborasi pemberian obat, resiko syok dapat dilakukan tindakan monitoring
status sirkulasi BP, warna kulit suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk mengambil judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post ORIF Fraktur Femur Di Ruang Flamboyan
RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya” untuk memenuhi tugas Praktik Praklinik
Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas bagaimana rencana keperawatan yang dapat
dilakukan adalah bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada pasien Post ORIF
fraktur femur di ruang Dahlia RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah agar mampu menerapkan dan memiliki gambaran
secara umum tentang asuhan keperawatan pada pasien fraktur
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur.
2. Dapat merumuskan diagnose keperawatan pada pasien fraktur.
3. Dapat menentukan perencanaan keperawatan dengan pasien fraktur
4. Dapat mengimplementasikan tindakan keperawatan yang direncanakan sesuai
kebutuhan pasien.
5. Dapat mengevaluasi sejauh mana keberhasilan dalam penerapan asuhan
Keperawatan yang telah dilakukan pada pasien fraktur.

2
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka
Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Pasien dan keluarga dapat mengetahui gambaran umum tentang asuhan
keperawatan pada pasien fraktu, agar klien mendapatkan perawatan yang tepat didalam
keluarganya.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai referensi dan menambah koleksi sumber referensi di
perpustakaan dalam mengembangkan asuhan keperawatan pada pasien Post ORIF
Fraktur Femur
3.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai referensi dalam meningkatkan asuhan keperawatan
pada pasien Post ORIF Fraktur Femur
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja yang dapat membantu
serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status kesembuhan pasien.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsug, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur
atau akibat fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2013).
Fraktur adalah suatu kondisi yang terjadi ketika keutuhan dan kekuatan dari tulang
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit invasif atau suatu proses biologis
yang merusak (Kenneth et al., 2015). Fraktur atau patah tulang disebabkan karena
trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan
jaringan lunak disekitar tulang merupakan penentu apakah fraktur terjadi lengkap atau
tidak lengkap (Astanti, 2017).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang.
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat
trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya
lebih banyak dialami laki-laki dewasa (Desiartama, 2017).

4
2.1.2 Etiologi
Menurut (Padila 2012), etiologi fraktur adalah sebagai berikut:
a. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana
bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
b. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu apabila trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya penderita jatuh dengan
lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.

2.1.3 Klasifikasi
Ada dua tipe dari fraktur femur, yaitu:
a. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan
melalui kepala femur (capital fraktur):
1) Hanya di bawah kepala femur.
2) Melalui leher dari femur
b. Fraktur Ekstrakapsuler.
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil/pada daerah intertrokhanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci
di bawah trokanter kecil.

2.1.4 Patofisiologi & Pathway


Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di
kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah ke
dalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat di sekitar fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel-sel anast berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baruamatir yang
disebut callus. Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodelling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf

5
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusa darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Brunner
& Suddart, 2015).
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat
kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan
fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut.
Pada fraktur femur jarang terjadi dibanding fraktur tulang pendek. Lainnya
karena periost yang melapisi tulang femur lebih tebal dibandingkan tulang pendek
lainnya, terutama pada daerah depan yang dilapisi kulit lebih tebal sehingga tulang ini
tidak mudah patah dan karena trauma dari luar sehingga dapat terjadi fraktur pada
tulang femur.

Pathway

6
2.1.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Smeltzer (2018) meliputi:
1. Nyeri akut terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
4. Pemendekan ekstremitas. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
6. Edema lokal
7. Ekimosis

2.1.6 Penatalaksanaan
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi serta usia.
Berikut adalah tindakan pertolongan awal pada fraktur menurut (Muttaqin, 2015):
1. Kenali ciri awal patah tulang memperhatikan riwayat trauma yang terjadi karena
benturan, terjatuh atau tertimpa benda keras yang menjadi alasan kuat pasien
mengalami fraktur.
2. Jika ditemukan luka yang terbuka, bersihkan dengan antiseptic dan bersihkan
perdarahan dengan cara di perban.
3. Lakukan reposisi (pengembalian tulang ke posisi semula) tetapi hal ini hanya
boleh dilakukan oleh para ahli dengan cara operasi oleh ahli bedah untuk
mengembalikan tulang ke posisi semula.
4. Pertahankan daerah patah tulang dengan menggunakan bidai atau papan dari
kedua posisi tulang yang patah untuk menyangga agar posisi tulang tetap stabil.
5. Berikan analgesic untuk mengurangi rasa nyeri pada sekitar perlukaan.
6. Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post operasi.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi
semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah
tulang atau imobilisasi (Sjamsuhidayat & Jong, 2015).
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah:
1. Fraktur Terbuka
Adalah kasus emergency karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh dilakukan: pembersihan luka, exici, heacting situasi, antibiotic.
Ada beberapa prinsipnya yaitu:
7
a. Harus ditegakkan dan ditangani terlebih dahulu akibat trauma yang
membahayakan jiwa airway, breathing dan circulation.
b. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan
penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan
dengan bidai, menghentikan perdarahan besar dengan klem.
c. Pemberian antibiotic
d. Dibredemen dan irigasi sempurna
e. Stabilisasi.
f. Penutup luka
g. Rehabilitasi.
h. Life saving. Semua penderita patah tulang terbuka diingat sebagai penderita
dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini
perlu ditekankan bahwa terjadinya patah tulang diperlukan gaya yang cukup
kuat yang sering kali dapat berakibat total dan berakibat multi organ. Untuk life
saving prinsip dasar yaitu: airway, breathing, and circulation.
i. Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat Dengan terbukanya
barrier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya
infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka luka
yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden period) dan setelah
waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan
patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golde periode terlampaui agar
sasaran terakhir penanganan patah tulang terbuka tercapai walaupun ditinjau
dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan
prioritas ke 6. Sasaran akhir ini adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang,
dan pulihnya fungsi.
j. Pemberian Antibiotik Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka
sangat bervariasi tergantung dimana patah tulang itu terjadi. Pemberian
antibiotik yang tepat sukar untuk ditentukan hanya saja sebagai pemikiran
sadar. Sebaliknya antibiotika dengan spectrum luas untuk kuman gram positif
maupun negatif.
k. Debridemen dan Irigasi Debridemen untuk membuang semua jaringan mati
pada daerah patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang
mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka
dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun
tanpa tekanan.

8
l. Stabilisasi Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi
fragmen tulang, cara stabulisasi tulang tergantung derajat patah tulang
terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan
pemasangan fiksasi dalam secara primer, untuk derajat 3 dianjurkan fiksasi
luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal
dari rehabilitasi pengguna.
2. Fraktur tertutup
Penatalaksanaan fraktur tertutup yaitu dengan pembedahan, perlu diperhatikan
karena memerlukan asuhan keperawatan yang komprehensif perioperatif yaitu
Reduksi tertutup dengan memberikan traksi secara lanjut dan counter traksi yaitu
memanipulasi serta imobilisasi eksternal dengan menggunakan gips. Reduksi
tertutup yaitu dengan memberikan fiksasi eksternal atau fiksasi perkuatan dengan
K-wire.
3. Seluruh Fraktur
a. Rekoknisis/Pengenalan Riwayat kajian harus jelas untuk menentukan diagnosa
dan tindakan selanjutnya.
b. Reduksi/ Manipulasi/Reposisi
c. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang supaya kembali secara optimal
seperti semula. Dapat juga diartikan reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada posisi kesejajarannya rotasfanatomis.
d. OREF (Open Reduction an`d External Fixation) Penanganan intraoperative
pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka di ikuti
fiksasi eksternalOREF sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik.
Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur
sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur.
Penanganan pasca operasi yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik
untuk mengurangi resiko infeksi, pemberian radiologic serial, darah lengkap
serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga
ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai yaitu union
(penyambungan tulang kembali secara sempurna), sembuh secara otomatis
(penampakan fisik organ anggota gerak baik proporsional) dan sembuh secara
fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).
e. ORIF (Open Reduction Internal Fixation) ORIF adalah suatu bentuk
pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami
fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi agar fragmen tulang agar
tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa
9
Intra Modullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan
tipe fraktur transfer.
f. Retensi/Imobilisasi Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur di reduksi,
fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan kesejajarannya yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau internal. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan gips,
bidai, traksi kontinu, dan teknik gips atau fiksator eksternal. Implant logam
dapat digunakan untuk fiksasi internal untuk imobilisasi fraktur.
g. Rehabilitasi Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (Misal
Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau dan ahli bedah
ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. X-ray: untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur, mengetahui tempat dan tipe
fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodik. Hal yang harus dibaca pada X-ray :
a. Bayangan jaringan lunak
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau
cedera hati (Nurarif & Kusuma, 2015).

10
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah pasien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1) Pengumpulan Data
1. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, Pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no
register, tanggal MRS, diagnose medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bias akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan. Untuk
memeperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
a. Provoking incident: apakah ada pristiwa yang menjadi factor
presipitasi nyeri.
b. Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c. Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau pasien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menetukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu rencana tindakan terhadap pasien. Ini bisa berupa
11
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena (Ignatavicius,
Dona D, 2006).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis, yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cendrung
diturunkan secara genetik.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun masyaakat.
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakuatan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup pasien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, dan apakah pasien
berolahraga atau tidak.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan.
c. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas pasien terutama pekerjaan pasien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur.
d. Pola Hubungan dan Peran
12
Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena pasien harus menjalani rawat inap.
e. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul ketidakuatan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
atau melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap
dirinya salah.
f. Pola Sensori dan kognitif
Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indra yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.
g. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk pasien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbataan gerak pasien.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga dan komunitasterhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masalah
(problem) atau label diagnosis dan indicator diagnostik. Masalah (problem)
merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari respons pasien
terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya. Indicator diagnostik terdiri atas
penyebab, tanda/gejala, dan factor resiko. Penyebab (etiology) merupakan factor-
faktor yang mempengarui perubahan status kesehatan. Etiologic dapat mencakup
empat katagori yaitu: a) fisiologis, biologis, atau psikologis; b) efek terapi/tindakan;
c) situasional (lingkungan atau personal), dan d) muturasional.Tanda (sign) dan
Gejala (syimptom). Tanda merupakan data objektif yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan prosedur diagnostic, sedangkan
gejala merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis. Tanda/gejala
dikelompokan menjadi dua yaitu mayor dan minor. Factor resiko merupakan kondisi
atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah

13
kesehatan (SDKI, 2016) Diagnosa keperawatan ditegakan atas dasar data pasien.
Kemungkinan diagnosa keperawatan pada pasien fraktur adalah sebagai berikut:
1) Nyeri akut (D.0077)
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
2) Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
Perfusi perifer tidak efektif adalah penurunan sirkulasi darah pada level kapiler
yang dapat mengganggu metabolisme tubuh.
3) Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)
Gangguan integritas kulit/jaringan adalah kerusakan kulit (dermis dan atau
epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
4) Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri.
5) Defisit perawatan diri (D.0109)
Defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau menyelesaikan
aktivitas perawatan diri.
6) Resiko infeksi (D.142)
Resiko infeksi yaitu beresiko mengalami penigkatan terserang organisme
patogenik.
7) Resiko syok (D.0039)
Resiko syok adalah beresiko mengalami ketidak cukupan aliran darah ke jaringan
tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa.
2.3.3 Invervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu
pasien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994). Intervensi keperawatan adalah semua tindakan
asuhan yang perawat lakukan atas nama klien. Tindakan ini termasuk intervensi yang
diprakarsai oleh perawat, dokter, atau intervensi kolaboratif (McCloskey & Bulechek,
1994).

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
14
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2005). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan
untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 2010).
Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap oprasional yang harus di
perhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu sebagai
berikut :
1) Tahap Praintraksi
Pada tahap praintraksi yang dilakukan perawat yaitu membaca rekam medis
pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional
pada diri sendrir, memahami rencana keperawatan secara baik, menguasai
keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dari tindakan yang
akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan, memahami kode etik
dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan, memahami standar
praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan, dan penampilan
perawat harus meyakinkan.
2) Tahap Perkenalan
Pada tahap perkenalan yang dilakukan perawat yaitu pertam mengucapkan salam,
memperkenalkan nama, menanyakan nama, umur, alamat pasien,
menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan dilakukan oleh
perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan pada pasien
untuk bertanyatentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Tahap Kerja
Pada tahap kerja yang dilakukan perawat yaitu menjaga privasi pasien, melakukan
tindakan yang sudah direncanakan, hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat
pelaksanaan tindaakan adalah energi pasien, pencegahan kecelakaan dan
komplikasi, rasa aman, kodisi pasien, respon pasien terhadap tindakan yang telah
diberikan.
4) Tahap Terminasi
Pada tahap terminasi beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
setelah dilakukan tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada
pasien dan puji atas kerja sama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan

15
peralatan dan lingkungan pasien dan lakukan termiasi, berikan salam sebelum
meninggalkan pasien, dan lakukan pendokumentasian.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Dalam evaluasi, perawat dapat mengetahui sejauh mana asuhan keperawatan
telah diberikan kepada pasien dengan melihat pada kerangka SOAP (tepatnya pada
analisa data) jika pada analisa data disebutkan bahwa masalah teratasi be rarti dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan kondisi pasien telah berubah ke arah yang lebih baik
dan artinya sudah mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan sehingga
intervensi dapat dihentikan. Namun jika pada analisa data disebutkan bahwa masalah
teratasi sebagian maka dalam pelaksanaan asuhan keperawatan kondisi pasien belum
sepenuhnya baik/hanya sebagian dan tujuan maupun kriteria hasil belum mencapai
hasil yang optimal sehingga perawat butuh mempertahankan intervensi yang telah
dibuat. Apabila dalam Analisa data disebutkan bahwa masalah belum teratasi berarti
dalam asuhan keperawatan kondisi pasien masih belum membaik sehingga intervensi
perlu dilanjutkan dengan mengikuti tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai dan
jika dalam analisa data disebutkan muncul masalah baru berarti perawat harus
menyusun intervensi dan menetapkan tujuan maupun kriteria hasil yang ingin dicapai
untuk masalah baru tersebut.

16
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa :Dina Febrianti


Nim :2019.C.11a.1042
Ruang Praktek : Dahlia
Tanggal Praktek : 27 Juni 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 27 Juni 2021 jam 08:00 WIB

3.1 PENGKAJIAN
I. IDENTITAS
Identitas Klien
Nama : Tn. H
Umur : 18 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Junjung Buih I
Tgl MRS : 27 Juni 2021
Diagnosa Medis : Fraktur Femur Dextra

Identitas Penanggung Jawab


Nama Klien : Ny. D
Umur : 41 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
17
Agama : Kristen
Suku : Dayak
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Junjung Buih I
Hubungan keluarga : Orang Tua
II. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan merasa nyeri pada kaki kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan mengalami tabrakan dan langsung dibawa ke IGD pada
tanggal 26 Juni 2021. Di IGD pasien mendapat perawatan dan dilakukan
rontgen kemudian pasien dibawa ke ok IGD untuk dilakukan oprasi, kemudian
pada hari minggu pasien dipindah ke ruang dahlia.
P : fraktur pada kaki kanan
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: paha kanan
S : skala 5
T: rasa nyeri hilang timbul
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya ( Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi )
Klien mengatakan tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien Mengatakan Tidak ada penyakit dalam keluarganya

GENOGRAM KELUARGA

KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Hubungan keluarga
= = Menikah
= Tinggal serumah
= Pasien
18
III. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Kesadaran pasien Compos Mentis, pasien tampak lemah, pasien tampak berbaring
di tempat tidur, pasien mengatakan sulit menggerakan paha kanan dan pasien
mengatakan dibantu keluarga untuk beraktivitas.
2. Tanda-tanda Vital :
Saat pengkajian TTV klien tanggal 27 Juni 2021 pukul 09.00 WIB, tekanan
darah/BP = 110/78 mmHg, nadi/HR = 84x/menit, suhu tubuh pasien/T = 36,5˚C
tempat pemeriksaan axilla, dan pernapasan/RR = 70 x/menit.
3. Pemeriksaan Kepala
Kepala: Simetris, kepala bersih, penyebaran rambut merata, warna rambut hitam
Mata: Bentuk simetris, conjungtiva normal ikterik
Telinga: Bentuk Simetris, tidak terdapat serumen atau secret, tidak ada
peradangan, ketajaman pendengaran: baik
Hidung: Bentuk Simetris tidak ada Serumen/secret.
Mulut : keadaan bibir kering
4. Perkemihan
Produksi urine: 600 ml
Warna: Kuning
Bau: Normal
5. Pencernaan
Mulut, gigi, tenggorokan, abdomen, rectum/anus, BAB (kosistensi 2x): normal
6. Tulang dan Otot 5 3
Kekuatan: 5 3
Pergerakan: Terbatas
Masalah/Keluhan: Nyeri
7. Reproduksi
Pada laki-laki
Penis: Normal
Scrotom: Normal
Testes: Normal
8. Data Penunjang
Hasil rontgen tampak fraktur komunitif 1/3 distal os femur kanan, terpasang
internal fiksasi, aligament cukup baik, trabekulasi tulang tambak baik
19
IV. Penatalaksanaan Medis
1. Ringer Laktat 500 ml 15 tpm.
Diberikan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang saat mengalami luka,
cedera, atau menjalani operasi yang menyebabkan kehilangan darah dengan cepat
dalam jumlah yang banyak. Selain itu, cairan ini juga sering digunakan sebagai
cairan pemeliharan ketika sedang menjalani perawatan di rumah sakit.

2. Antrain 3x1 gr
Antrain digunakan untuk menurunkan demam, dan meringankan rasa sakit, seperti:
sakit gigi, sakit kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dismenore (nyeri haid).

V. Tabel Analisis Data


DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
DATA OBYEKTIF
DS:
Pasien mengatakan merasa nyeri Agen pencedera fisik
pada kaki kanan
P : Fraktur pada kaki kanan
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk Trauma
R : Paha kanan Nyeri Akut
S : Skala 5
T : rasa nyeri hilang timbul
Fraktur
DO:
- Klien nampak
lemah
- TD : 110/78 Nyeri akut
- SUHU ; 36,5 oC
- NADI : 84
x/menit
- RR : 70 x/menit

DS:
Pasien mengatakan dibantu Gangguan Muskuloskeletal Gangguan
keluarga untuk beraktivitas Mobilitas Fisik
20
DO:
- Pasien tampak
berbaring ditempat tidur
- Klien nampak
lemah
- TD : 110/78
- SUHU ; 36,5 oC
- NADI : 84
x/menit
- RR : 70 x/menit

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI PROSEDUR
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal

III. RENCANA KEPERAWATAN


No Tanggal/Ja Diagnosa Tujuan/Kriteria Rencana Tindakan Rasional Paraf
m Keperawatan Hasil
1 28/6/2021 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi: 1. Memudahk
15.00 WIB berhubungan asuhan an perawat
1. Identifikasi
dengan agen keperawatan menentukan
lokasi, karakteristik,
pencedera selama 3 x 4 jam intervensi
durasi, frekuensi,
fisik (fraktur) diharapkan nyeri selanjutnya.
kualitas, intensitas
(D.0077) menurun dengan 2. Untuk
nyeri
kriteria hasil : mengetahui tingkat
2. Identifikasi
1. Keluhan nyeri
skala nyeri
nyeri
menurun Terpeutik:
3. Meringanka
3. Berikan
2. Skala nyeri
21
menurun teknik n atau mengurangi
mejadi 3 nonfarmakologis nyeri tanpa obat
untuk mengurangi sampai pada
Pasien merasa
rasa nyeri (mis. tingkat yang dapat
nyaman
relaksasi, terapi diterima pasien
musik, hipnosis) 4. Memberika
4. Kontrol n kenyamanan
lingkungan yang pada pasien.
memperberat rasa 5. Untuk
nyeri memudahkan
pasien untuk
Edukasi:
melakukannya
5. secara mandiri
farmakologis untuk
Pemberian
mengurangi nyeri
analgetik untuk
Kolaborasi: mengendalikan

Kolaborasi nyeri

pemberian analgetik,
jika perlu

2 28/06/2021 Gangguan Setelah dilakukan Observasi:


15.20 WIB Mobilitas fisik tindakan 1. Untuk
1. Identifikasi
berhubungan keperawatan mengetahui
kemampuan
dengan selama 3 × 4 jam kemampuan
pasien dalam
gangguan diharapkan pasien dalam
mobilisasi
musculoskeletal mobilitas fisik melakukan
2. Monitor tanda
(D.0054) meningkat dengan aktivitasnya.
tanda vital (nadi,
kriteria hasil: 2. Untuk
repirasi, suhu)
mengetahui
1. Pergerakka
Terapeutik: keadaan umum
n ekstremitas
3. Fasilitasi pasien.
meningkat
aktivitas 3. Untukmembantu
2. Kekuatan
mobilisasi keamanan pasien
otot meningkat
3. Gerakan dengan alat
4. Untuk
terbatas menurun bantu (mis.
meningkatkan
22
4. Mudah pagar tempat proses
untuk beraktivitas tidur penyembuhan
5. Kelemahan 4. Libatkan 5. Memberikan
fisik menurun keluarga untuk pemahaman
membantu mengenai
pasien dalam manfaat tindakan
meningkatan yang
pergerakan didahulukan
6. Meminimalkan
Edukasi:
atrofi otot,
5. Jelaskan tujuan meningkatkan
dan prosedur sirkulasi,
mobilisasi mencegah
6. Ajarkan terjadinya
melakukan kontraktur.
mobilitas dini 7. Membantu
7. Ajarkan kembali jaras
mobilisasi saraf,
sederhana yang meningkatkan
harus dilakukan respon
(mis. Duduk propioseptif dan
ditempat tidur, motoric
duduk disisi
tempat tidur,
pindah dari
tempat tidur ke
kursi)

23
IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal/Jam Pelaksanaan/Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan/Respon Klien TTD Perawat


29/06/2021 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Pasien mengatakan nyeri pada bahu dan
10.30 WIB frekuensi, kualitas, intensitas nyeri paha sebelah kiri
2. Mengukur skala nyeri 2. Pasien mengatakan skala nyeri sedang
5
3. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
3. Pasien mengatakan bisa melakukan
4. Atur lingkungnan untuk memberi kenyamanan
teknik napas dalam secara mandiri
pasien 4. Pasien bisa istirahat dan tidur
5. Pasien mengerti dan melakukan hal
5. Ajarkan pasien dan keluarga teknik non
yang dia suka untuk mengalihkan rasa
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
nyeri(mis. main game, mendengarkan
6. Memberi pasien obat analgetik music)

Obat Antrain 3x1 gr


29/06/2021 1. Mengidentifikasi kemampuan pasien dalam 1. Pasien susah untuk menggerakan
10.45 WIB mobilisasi tubuhnya
2. Memonitor tanda tanda vital (nadi, repirasi, suhu) 2. TD : 122/67 mmHg
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam N : 85 x/mnt
meningkatan pergerakan RR : 20 x/mnt

24
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi S : 36,9 ˚C
5. Mengajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
3. Pasien dibantu oleh ibu atau ayahnya
dini
4. Pasien mengerti tujuan mobilisasi
6. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus
5. Pasien tidak bisa melakukan secara
dilakukan (mis. Duduk ditempat tidur, duduk disisi
mandiri
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
6. Pasien sulit menggantikan posisinya

25
BAB 4
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah suatu kondisi yang terjadi ketika keutuhan dan kekuatan dari tulang
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit invasif atau suatu proses biologis
yang merusak (Kenneth et al., 2015). Fraktur atau patah tulang disebabkan karena trauma
atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan
lunak disekitar tulang merupakan penentu apakah fraktur terjadi lengkap atau tidak
lengkap (Astanti, 2017).
Ada dua tipe dari fraktur femur, yaitu:
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan melalui
kepala femur (capital fraktur):
1) Hanya di bawah kepala femur.
2) Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler.
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang
lebih kecil/pada daerah intertrokhanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokanter kecil.

4.2 Saran
Peran perawat sangat penting dalam proses penyembuhan pasien, oleh karena itu
untuk mencapai hasil keperawatan yang optimal, sebaiknya proses keperawatan
dilaksanakan secara berkesinambungan.
Bagi Mahasiswa: Diharapkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa
dalam mempelajari asuhan keperawatan pada pasien post ORIF Fraktur Femur sebagai acuan
atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan pendahuluan selanjutnya.
Bagi Rumah sakit RSUD dr. Doris Sylvanus: Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya khususnya ruang Dahlia, penulisan laporan pendahuluan ini di dapat sebagai
referensi bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien post ORIF Fraktur
Femur, serta sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik,
khususnya pada pasien Fraktur
Bagi Institusi Pendidikan: Diharapkan sebagai sumber bacaan di perpustakaan
STIKes Eka Harap Palangka Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan
di masa yang akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai pendokumentasiaan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Cetakan III (Revisi). Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.
Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Lukman, Ningsih Nurna (2012) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Nur arif, Amin Huda (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogkarta: Mediaction.
Reeves CJ, Roux G and Lockhart R (2001) Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba
Medika.
https://e-journal.poltekkes-palangkaraya.ac.id/jfk/article/view/75

27

Anda mungkin juga menyukai