Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA PERSONAL

HYGIENE DI RUANG DAHLIA RSUD Dr. DORIS SYLVANUS


PALANGKA RAYA

Oleh :

Purnadi Nakalelu (2018.C.10a.0945)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020
2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan Asuhan
Keperawatan dan Kebutuhan Dasar Manusia di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Penyusunan Laporan Pendahuluan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) pada Program Studi S-1 Keperawatan.
Selain itu, Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi
pembaca maupun kami sebagai penulis. Sehingga pada waktu yang akan datang
materi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan Laporan
pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep, Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ria Asihai, S.Kep.,Ners. Selaku Kepala Ruangan Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan Pembimbing Klinik yang telah memberikan
izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4. IbuYelstria Ulina Taringan, S.Kep.,Ners Selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian
Asuhan Keperawatan ini.
5. Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis
menyelesaikan Laporan pendahuluan ini, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
3

Semoga Laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu


pengetahuan khususnya ilmu keperawatan. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran yang membangun, untuk perbaikan dimasa yang
akan mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.

Palangka Raya, 02 maret 2020


4

DAF TAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2


DAF TAR ISI........................................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 6
1.3 Tujuan penulisan .......................................................................................................... 6
1.4 Manfaat ........................................................................................................................ 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................. 8


2.1 Konsep Penyakit........................................................................................................ 19
2.1.1 Defenisi ..................................................................................................................... 19
2.1.2 Anatomi Fisiologi ..................................................................................................... 20
2.1.3 Etiologi ...................................................................................................................... 25
2.1.4 Klasifikasi ................................................................................................................. 26
2.1.5 Patofisiologi (patway) ............................................................................................... 27
2.1.6 Manifestasi klinis (Tanda dan Gejala) ...................................................................... 28
2.1.7 Komplikasi ................................................................................................................ 28
2.1.8 Pemeriksaan penunjang ............................................................................................. 29
2.1.9 Penatalaksanaan medis .............................................................................................. 30
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia ................................Error! Bookmark not defined.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan.............................................................................. 31
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................................ 31
2.3.2 Diagnosa keperawatan ............................................................................................... 36
2.3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................................. 36
2.3.4 implementasi keperawatan ......................................................................................... 36
2.3.5 Evaluasi keperawatan................................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 37


5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau
pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien (
Black dan Hawks, 2014).
Kebersihan diri merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan. Dengan
tubuh yang bersih meminimalkan risiko terhadap kemungkinan terjangkitnya
suatu penyakit, terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang
buruk. Hal-hal yang muncul bila lansia kurang menjaga kebersihan dirinya
diantaranya adalah badan gatal-gatal dan tubuh lebih mudah terkena penyakit,
terutama penyakit kulit. Pada rambut terdapat ketombe/kutu, penampilan tidak
rapi dan bau badan tidak sedap, serta kuku yang panjang dan kotor dapat menjadi
sarang kuman penyebab penyakit saluran pencernaan, dan bila telinga tidak
dibersihkan maka akan dapat menimbulkan gangguan pendengaran akibat
penumpukan kotoran telinga dan dapat menimbulkan infeksi pada telinga. Pada
gigi dan mulut akan menyebabkan karies gigi, gigi berlubang, sakit gigi, dan bau
mulut. (Andarmoyo, 2012).

Penurunan fungsi tubuh pada lansia atau ketidakmampuan lansia dalam


memenuhi personal hygiene dapat mempengaruhi dan mengakibatkan perubahan
kecil yang terjadi dalam kemampuan lansia yaitu: perubahan fisik, perubahan
mental dan psikososial, sehingga mempunyai dampak atau sebab untuk
meningkatkan kepercayaan pada lansia. Dampak yang sering timbul pada masalah
personal hygiene adalah: Dampak fisik: Gangguan fisik yang sering terjadi adalah
gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata
dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku, Dampak 1 2 Psikososial: Masalah
social yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan
rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi
6

diri dan gangguan interaksi sosial. Permasalahan yang berkaitan dengan lanjut
usia secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah baik secara fisik,biologi, mental maupun sosial ekonomi. Semakin lanjut
usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama dibidang
kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan kemunduran peranan sosialnya. Hal
ini mengakibatkan timbulnya gangguan didalam mencukupi kebutuhan hidupnya
khususnya kebutuhan kebersihan diri, sehingga dapat meningkatkan
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (Nugroho dalam
Widyaningsih, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien CFR Femur
medial di Ruang Dahlia RSUD dr.Doris Sylvanus palangkaraya

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan Asuhan Keperawatan pada Pasien Ny. N
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan khusun
Tujuan khusus penelitian menggambarkan
1) Pengkajian status kesehatan pada pasien Ny. N dengan CFR Femur
medial
2) Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CFR Femur medial
3) Intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul pada pasien
Ny.N dengan CFR Femur medial
4) Pelaksanaan implementasi keperawatan pada pasien CFR Femur medial
5) Evaluasi asuhan keperawatan yang benar pada pasien CFR Femur medial

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk mahasiswa
Mahasiswa mampu mengetahui dan paham mengenai pemberian asuhan
keperawatan mengenai personal hygiene.
7

1.4.2 Untuk Klien dan keluarga


Klien dan keluarga mampu memahami mengenai personal hygiene dan
mampu mempraktekannya secara mandiri pada diri mereka sehingga
meningkatkan derajat kesehatan mereka.
1.4.3 Untuk Institusi
Institusi mampu mengembangkan dan memperbaiki pembuatan asuhan
keperawatan pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan
juga mampu mengembangkan ilmu untuk dibagi kepada institusi/
mahasiswa pada institusi tersebut sehingga dapat membuat institus semakin
berkembang menjadi lebih baik.
1.4.4 Untuk IPTEK
IPTEK mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahua di
bidang kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada pasien personal.
hygiene
8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep penakit


2.1.1 Defenisi
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau
pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien (
Black dan Hawks, 2014).
Fraktur adalah terputusnya kontinitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan eksternal yang dating lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang (Dosen Keperawatan medikal bedah,2016)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Burner & Suddrat,2013).
Jadi dapat disimpul kan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang yang disebabkan trauma langsung ataupun tidak langsung.

2.1.2 Anatomi fisiologi

Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, tetapi juga


merupakan bagian untuk susunan sendi dan di samping itu pada tulang melekat
9

origo dan insertio dari otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
mempunyai fungsi sebagai tempat mengatur dan menyimpan kalsium, fosfat,
magnesium dan garam. Bagian ruang di tengah tulang-tulang tertentu memiliki
jaringan hemopoietik yang berfungsi untuk memproduksi sel darah merah, sel
darah putih, trombosit .

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206 tulang)


yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun rangka utama
tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago
(Helmi, 2012).
1) Tungkai Bawah
Secara anatomis, bagian proksimal dari tungkai bawah antara girdel pelvis
dan lutut adalah paha, bagian antara lutut dan pergelangan kaki adalah
tungkai.
2) Femur
Bahasa latin yang berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat dan terberat
dari semua tulang pada rangka tubuh.
Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk beartikulasi
dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian kepala mengalami depresi dan
fovea kapitis untuk tempat perlekatan ligamen yang menyanggah kepala tulang
agar tetap di tempatnya dan membawa pembuluh darah ke kepala tersebut.
Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur masuk dengan
pas ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125˚ dari bagian leher femur.
Dengan demikian, batang tulang paha dapat bergerak bebas tanpa terhalang pelvis
saat paha bergerak.
Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari 125˚) karena
pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal, yang
terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter pada permukaan anterior
dan krista intertrokanter di permukaan posterior tulang membatasi bagian leher
dan bagian batang. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol.
Trokanter besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot untuk
menggerakan persendian panggul.Bagian batang permukaannya halus dan
10

memiliki satu tanda saja. Linea aspera, yaitu lekak kasar untuk perlekatan
beberapa otot.Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan
kondilus lateral. Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar
dengan fosa interkondiler yang terletak di antara keduanya. Area triangular di atas
fosa interkondiler disebut permukaan popliteal. Pada permukaan anterior,
epikondilus medial dan lateral berada di atas dua kondilus besar. Permukaan
artikular halus yang terdapat di antara kedua kondilus adalah permukaan patellar.
Yang berbentuk konkaf untuk menerima patella (tempurung lutut).
3) Komponen Jaringan Tulang
a) Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral
dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan).
b) Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang
tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
c) Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari
osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi
pada tulang.
d) Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan.

2.1.3 Etiologi
Menurut Reksoprodjo, 2010 :
a. Trauma
Trauma langsung : benturan pada tulang secara langsung dan mengakibatkan
terjadi fraktur di tempat itu.
Trauma tidak langsung : titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
b. Fraktur patalogis disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis,
kanker tulang dll.
c. Fraktur femur dapat ter adi karena beberapa faktor, yaitu:
1. Trauma: kecelakaan lalu lintas, atuh dari ketinggian dengan posisi berdiri
ataududuk sehingga ter adi farktur tulang belakang.
2. Patologis: sering disebabkan oleh metastase dari tumor.
11

3. Degenerasi: ter adi karena proses kemunduran fisiologi dari aringan tulang
itusendiri.
4. Spontan: ter adi karena tarikan otot yang sangat kuat (angulasi fraktur).
d. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang ter adi di dalam tulang sendi, panggul dan
kapsula.
1) Melalui kepala femur (capital fraktur)
2) Hanya di bawah kepala femur
3) Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;
1) Ter adi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebihbesar
atau yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
2) Teradi di bagian distal menu u leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci
dibawah trokhanter kecil.

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi
jenis, klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi, 2012).
a. Klasifikasi Penyebab
1) Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan
yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi
fraktur.
2) Fraktur patologiS
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di
dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang yang telah menjadi
lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali
menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur
semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
12

b. Klasifikasi Jenis Fraktur


Berbagai jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut:
1) Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia
luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam
(from within) atau dari luar (from without).
2) Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana keadaan kulit tidak ditembus oleh
fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan
atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
3) Fraktur avulsi.
4) Greenstick fraktur (fraktur lentuk/salah satu tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok).
5) Fraktur tranversal
Fraktur tranversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang
yang patah di reposisi atau di reduksi kembali ketempatnya semula, maka
segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
6) Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen)
Fraktur kominutif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan
jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
7) Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke fragmen lainnya).
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi. Fraktur kompersi terjadi apabila
dua tulang menumbuk tulang yang berada di antaranya, seperti satu
vertebra dengan dua vertebra lainnya (sering disebut dengan brust
fracture). Fraktur pada korpus vertebra ini dapat di diagnosis dengan
radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukan
pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada satu atau
beberapa vertebra.
13

c. Klasifikasi Fraktur Femur


Fraktur femur dibagi dalam fraktur Intertrokhanter Femur, subtrokhanter
femur, fraktur batang femur, suprakondiler, dan interkondiler, dan fraktur
kondiler femur (Helmi, 2012).
1) Fraktur Intertrokhanter Femur
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular
dari femur. Sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur
ini memiliki prognosis yang baik dibandingkan fraktur intrakapsular, di
mana resiko nekrosis avaskular lebih rendah.
Pada riwayat umum didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan
memberikan trauma langsung pada trokhanter mayor. Pada beberapa
kondisi, cedera secara memuntir memberikan fraktur tidak langsung
pada intertrokhanter.
14

gambar radiografi fraktur intertrokhanter.

pasca-reduksi dan pemasangan fiksasi interna.

2) Fraktur Subtrokhanter Femur


Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5 cm
distal dari trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa
klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah
klasifikasi Fielding & Magliato yaitu sebagai berikut:
a) Tipe 1 : Garis fraktur satu level dengan trokhanter minor.
15

b) Tipe 2 : Garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter
minor.
c) Tipe 3 : Garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas trokhanter
minor.
3) Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam syok, salah satu klasifikasi fraktur
batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Secara klinik fraktur batang femur dibagi dalam fraktur
batang femur terbuka dan tertutup.
16

WOC
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma langsung
ataupun tidak langsung

Trauma pada patah Tekanan yang berulang Kelemahan tulang abnormal


tulang (kecelakaan) (Kompresi) (osteoporosis)

fraktur

B1 B4
B6

Jepitan saraf
siatika Tulang patah

Terputusnya
kontinuitas jar.
Ujung-ujung patah
tulang bergeser satu
Menekan saraf sama lain
perasa nyeri

Menekan saraf
perasa nyeri Krepitasi

Stimulasi
neurotransmitter nyeri
Perubahan posisi
tulang
Pelepasan
mediator
prostaglandin MK:Hambatan
Respon nyeri mobilitas fisik
hebat & akut
MK: Defisit
perawatan diri
Nyeri Akut
2.1.6 Manesfestasi Fraktur Femur
Manifestasi yang sering muncul pada pasien dengan fraktur femur adalah:
a. Rasa nyeri yang berlangsung dan men adi lebih hebat karena per alanan
dan tekananpada daerah femur.
b. Hilangnya fungsi pada femur.
c. Tampak hilangnya deformitas femur bila dibandingkan dengan
ekstremitas yang normal ( perubahan bentuk ).
d. Gerakan menimbulkan derik / krepitasi.
e. Edema femur.
f. Shock (Helmi, 2012).

2.1.7 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera
, usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat
yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID.
Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara lain:
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai
klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien
untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya
keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisioleh
jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akanmembesar jika
otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadisebagai respon
terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen
yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak
dapat memenuhi kebutuhan metabolic jaringan, maka terjadi iskemia.
Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif
pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan
ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti

17
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan
pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih
besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.

c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-
menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh
jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen
setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas,
disfungsional, dan mengalami deformasi.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur
lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun
pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai
respon terhadap peradangan.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi
semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah Tulang.
Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi,
misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur iga dan fraktur
klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya
dilakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi. Cara ketiga adalah
reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya
dilakukan pada patah tulang radius distal. Cara keempat adalah reposisi dengan
traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah
tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa

18
reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa
reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara
operatif. Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna
yang biasa disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang
terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat
dkk, 2010)
2.2 Konsep kebutuhan dasar manusia
2.2.1 Defenisi
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, personal yang artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis Tarwoto & Wartonah (2010).
personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk
memelihara kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya. Dalam kehidupan
sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan
karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.
Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Jika
seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan, hal ini terjadi
karena kita menganggap masalah 38 kebersihan adalah masalah sepele, padahal
jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum.
Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu,
keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat mampu memenuhi kebutuhan
kesehatannya sendiri, pada orang sakit atau tantangan fisik memerlukan bantuan
perawat untuk melakukan praktik kesehatan yang rutin. Tujuan dilakukannya
personal hygiene adalah peningkatan derajat kesehatan, memelihara kesehatan
diri, memperbaiki personal hygiene, mencegah penyakit, meningkatkan
kepercayaan diri dan menciptakan keindahan.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene menurut
Ambarawati & Sunarsih, (2011) adalah sebagai berikut:

19
(1) Dampak fisik, banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik.
Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit,
gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga serta
gangguan fisik pada kuku.
(2) Masalah psikososial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial
(Ambarawati & Sunarsih, 2011). Berdasarkan pengertian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa personal hygiene adalah suatu aktivitas untuk
menjaga serta merawat 39 tubuh agar tubuh selalu sehat dan bersih serta
mampu meningkatkan derajat kesehatan pada tubuh sehingga masalah
kesehatan serta dampak negatif dari fisik maupun social dapat teratasi
dengan baik.

2.2.2 Anatomi Fisiologi

1. Kulit

Kulit merupakan pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh


lingkungan, baik itu cuaca, polusi, temperatur udara dan sinar matahari. Kulit
terbagi menjadi 3 lapisan utama, yaitu epidermis yang tersusun dari
stratum korneurn, stratum lusidurn, stratum granulosus, stratum germinativum,
dan stratumbasle. Dermis yang terdiri dari kelenjar keringat, Kelenjar minyak,
rambut, Jaringan lemak, ujung saraf dan kapiler darah. Pada kulit terdapat ujung
syaraf yang berfungsi sebagai reseptor yaitu:
a. Rasa Dingin : Organ dari krause
b. Rasa Panas : Organ dari ruffini
c. Rasa Raba : Benda-benda dari meissners
d. Rasa Tekan : Benda-benda dari pacini
e. Rasa Nyeri : Ujung saraf bebas

20
Fungsi Kulit yaitu:
a. Melindungi tubuh
b. Pengaturan suhu tubuh
c. Indera peraba
d. Sebagai alat ekresi
e. Pengatur keseimbangan

Masalah-masalah pada kulit


a. Kulit Kering
b. Acne
c. Hirsutism (Pertumbuhan rambut yang abnormal)
d. Luka lecet
e. Skin rushes

2. Mata
Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan
mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan
sekitarnya terang atau gelap. Mata yang lebih komplek dipergunakan untuk
memberikan pengertian visual. Mata memiliki berbagai organ seperti:
a. Superior rectusmuscle adalah otot mata bagian atas yang berfungsi
menggerakan mata kita keatas.
b. Sclera adalah bagian pelindung mata yang berwarna putih di bagian luar
bola mata.
c. Iris adalah pigmen yang kita bisa melihat warna cokelat atau hitam atau
warna biru jika orang Eropa.
d. Lens adalah media refraksi untuk bisa kita melihat.
e. Kornea adalah bagian paling depan dari fungsi melihat kita. Kornea tidak
ada pembuluh darah dan mempunyai kekuatan yang besar untuk
membiaskan sinar yang masuk ke mata.
f. Arterior Chambers adalah bilik mata depan.
g. Posterior Chambers adalah bilik mata belakang.

21
h. Conjunctiva adalah lapisan tipis bening yang menghubungkan sklea dan
kornea.
i. Inferior rectusmuscle adalah otot mata bagian bawah.
j. Vitreous Chambers adalah aquos humor yang beruap seperti gel yang
mengisi bola mata kita.
k. Retina adalah lapisan yang akan menerima sinar yang di terima oleh mata
kita.
l. Foveacentralis adalah daerah di retina yang paling tinggi resolusinya untuk
mendapatkan sinar yang masuk ke mata.
m. Opticnerve adalah saraf mata yang menghantarkan sinar ke otak untuk di
terjemahkan sebagai penglihatan yang kita lihat saat ini.

3. Telinga
Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi aau mengenal
suara dan juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Telinga
terdiri atas 3 bagian, yaitu
a Telinga Luar
1) Daun telinga (pinna), dan
2) Liang telinga (meatusauditoriuseksternus).

b. Telinga Tengah
1) Tulang landasan (incus),
2) Gendang telinga (membran timpani),
3) Malleus (tulang martil),
4) Tulang sanggurdi (stapes), dan
5) Saluran eustachius.
c. Telinga Dalam
1) Skala timpani,
2) Tingkap oval,
3) Tingkap bulat,
4) Rumah siput (koklea), dan
5) Labirin osea.

22
4. Hidung
Hidung merupakan salah satu dari panca indra yang berfungsi sebagai indra
pembau. Indra pembau berupa komoreseptor yang terdapat di permukaan dalam
hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas.
1. Fungsi Hidung:
a. Menghangatkan udara
b. Sebagai penyaring udara yang masuk
c. Sebagai saluran udara pernapasan
d. Membunuh kuman-kuman oleh leukosit yang terdapat pada selaput lendir

5. Mulut dan gigi


Mulut merupakan organ pencernaan yang pertama bertugas dalam proses
perncernaan makanan. Fungsi utama mulut adalah untuk menghancurkan
makanan sehingga ukurannya cukup kecil untuk dapat ditelan ke dalam perut.
Mulut dapat menghaluskan makanan karena di dalam mulut terdapat gigi dan
lidah. Tanpa adanya gigi, manusia akan sulit memakan makanan yang
dimakannya. Gigi tumbuh di dalam lesung pada rahang memiliki jari ngan seperti
pada tulang, tapi gigi bukanlah bagian dari kerangka. Bagian-bagian gigi yaitu:
a. Mahkota gigi adalah bagian gigi yang tampak dari luar rahang,
b. Akar gigi adalah bagian gigi yang tertanam di dalam procesusal veolaris,
c. Leher gigi adalah bagian gigi antara puncak gigi dan akar gigi yang
ditutupi olehgusi,
d. Email : merupakan zat terkeras di dalam tubuh untuk melapisi
mahkota,
e. Dentin : lekukan utama pada ujung gigi, menyerupai tulang,
f. Sementum : lapisan yang keras di sekelilingi akar, dan
g. Pulp : jaringan lembut berisi saraf dan pembuluh darah.

Fungsi gigi yaitu:


a. Mengunyah : Biasany agigi molar dan geraham
b. Memotong : Gigi Insisivus(seri)
c. Merobek : Gigi taring ( Caninus 1 premolar)

23
6. Genetalia
Genetalia merupakan proses menghasilkan individu barudari organisme
sebelumnya. Organisme bereproduksi melalui 2 cara, yaitu dengan reproduksi
aseksual atau vegetatif yang individunya terbentuk tanpa melakukan peleburan sel
kelamin dan dengan reproduksi seksual atau generatif yang individunya terbentuk
karena melibatkan persatuan sel kelamin atau gamet dari 2 individu yang berbeda
jenis kelaminnya.

1. Pria

Alat reproduksi pada pria terdiri atas sepasang testis, saluran kelamin,
kelenjar tambahan dan penis. Testis : kelenjar kelamin yang berfungsi sebagai
penghasil sperma dan hormon testosteron.
a. Saluran kelamin
1) Vasae ferentia merupakan bagian yang berfungsi menampung sperma
untuk disalurkan ke epidermis berjumlah antara 10 – 20 buah.
2) Epididimis merupakan saluran berkelok kelok dengan panjang antara 5-6
meter. Saluran ini berfungsi menyimpan sperma untuk sementara (minimal
selama 3 minggu).
3) Vas diferens merupakan saluran lurus dengan panjang sekitar 40 cm.
Saluran ini berfungsi menghubungan epididimis dengan uretra pada penis
dan bagian ujungnya terdapat saluran ejakulasi.

b. Kelenjar tambahan
1) Vesika seminaris merupakan kantong semen (mani) yang dindingnya
menyekresi cairan lendir yang banyak mengandung fruktosa, sedikit asam
askorbat dan asam amino.
2) Kelenjar prostat merupakan bagian berbentuk bulat yang mengelilingi
bagian pangkal saluran uretra.
3) Kelenjar cowperi (bulboeretralis) merupakan kelenjar berukuran sebesar
butir kacang yang terletak di bagian proksimal atau pangkal uretra.

2. Wanita

24
Alat reproduksi pada wanita terdiri atas sepasang ovarium (indung telur)
yang terletak pada rongga perut, saluran telur (oviduk / tuba falopi), uterus atau
rahim, vagina dan organ kelamin bagian luar.
a. Organ kelamin luar
1) Kelentit ( klitoris ) struktur yang homolog dengan penis,
2) Moonpubis merupakan bagian yang ditumbuhi rambut,
3) Vulva yang terdiri dari labiamayora (bibir besar) dan labia minor (bibir
kecil),
4) Uretra merupakan saluran kemih,
5) Lubang vagina merupakan ujung keluar vagina, dan
6) Fundus merupakan bagian lipatan paha.

2.2.3 Etiologi
1. Faktor Predisposisia.
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.

2. Faktor presipitasi ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan


seseorang kurang perawatan diri. antaralain:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik sosial

25
Pada anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status sosial-ekonomi.
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting,
karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya

pada pasien penderita Diabetes Millitus ia harus selalu menjaga


kebersihan kakinya.

2.2.4 Klasifikasi
Higiene personal (Nanda Internasional, 2013) merupakan salah satu
tindakan keperawatan dasar yang rutin dilakukan oleh perawat setiap hari di
rumah sakit Tindak tersebut meliputi sebagai berikut.
1. Perawatan kulit kepala dan rambut serta seluruh tubuh.
2. Perawatan mata.
3. Perawatan hidung.
4. Perawatan telinga
5. Perawatan gigi dan mulut.
6. Perawatan kuku tangan dan kaki.
7. Perawatan genitalia.
8. Perawatan tubuh (memandikan).
9. Perawatan pakaian.

26
2.2.5 Patofisiologi (patway)

27
2.2.6 Manifestasi klinis (Tanda dan Gejala)
1. Fisik
a. Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan
b. Hidung kotor telinga juga kotor
c. Gigi kotor disertai mulut bau
d. Kuku panjang dan tidak terawatt
e. Badan kotor dan pakaian kotor
f. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi
c. Merasa tidak berdaya, rendah diri dan hina
3. Social
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma, missal : cara makan
berantakan, buang air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/sikat
gigi, tidak dapat berpakaian sendiri.

2.2.7 Komplikasi

a. fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan yang sering
timbul adalah gangguan integritas kulit,gangguan membran mukosa
mulut,infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada luka.
b. Gangguan psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan harga diri,aktualisasi diri
dan gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan harga,aktualisasi diri
dan gangguan interaksi sosial.

28
2.2.8 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Fisik
a. Rambut
1) Amati kondisi rambut.
2) Keadaan rambut yang mudah rontok.
3) Keadaan rambut yang kusam.
4) Tekstur rambut.
b. Kepala
1) Amati dengan benar kebersihan kulit kepala
2) Normosepal
3) Ketombe
4) Berkutu
5) Kebersihan
6) Apakah ada nyeri tekan

c. Mata
1) Apakah mata kanan dan kiri simetris
2) Konjungtiva ananemis
3) Seklera aninterik
4) Seklera pada kelopak mata.

d. Hidung
1) Apakah pilek
2) Apakah ada perubahan penciuman
3) Kebersihan hidung
4) Keadaan membrana mukosa apakah ada septum deviasi

e. Mulut
1) Keadaan mukosa mulut
2) Kelembapan
3) Adanya lesi
4) Kebersihan

29
f. Gigi
1) Amati kondisi mukosa mulut dan kelembaban mulut
2) Apakah ada karang gigi
3) Apakah ada carries
4) Kebersihan.
g. Telinga
1) Amati telinga kanan kiri apa simetris
2) Apakah ada lesi
3) Perhatikan adanya serumen atau kotoran pada telinga.
h. Kulit
1) Amati kondisi kulit (tekstur, turgon, kelembaban)
2) Apakah ada lesi
3) Apakah ada luka
i. Kuku, Tangan, dan Kaki
1) Amati kebersihan kuku
2) Perhatikan adanya luka
j. Tubuh secara umum
1) Amati kondisi dan kebersihan badan secara umum.
2) Perhatikan adanya klainan pada kulit pasien

2.2.9 Penatalaksanaan medis


Tindakan keperawatan dengan melakukan perawatan pada kulit yang
mengalami atau beresiko terjadi kerusakan jaringan lebih lanjut khususnya pada
daerah yang mengalami tekanan (tonjolan). Dengan tujuan mencegah dan
mengatasi terjadinya luka dekubitus akibat tekanan lama dan tidak hilang.
Tindakan keperawatan pada pasien dengan cara mencuci dan menyisir rambut.
Tujuannya adalah membersihkan kuman yang ada pada kulit kepala, menambah
rasa nyaman, membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada kulit dan
memperlancar sistem peredaran darah di bawah kulit. Tindakan keperawatan pada
pasien dengan cara membersihkan dan menyikat gigi dan mulut secara teratur.
Tujuan perawatan ini mencegah infeksi pada mulut akibat kerusakan pada daerah
gigi dan mulut, membantu menambah nafsu makan dan menjaga kebersihan gigi

30
dan mulut. Tindakan keperawatan pada pasien yang tidak mampu merawat kuku
secara sendiri. Tujuannya adalah menjaga kebersihan kuku dan mencegah
timbulnya luka atau infeksi akibat garukan dari kuku.

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
2.3.1.1 pengumpulan data, meliputi
1. Identitas Klien
Nama,umur,jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, tanggal MRS, Diagnosa medis
2. Keluhan utama
Klien mengatakan merasakan nyeri pada bagian kaki kanan klien saat di
tekuk dan mengatakan ada batuk batuk dan sedikit sesak, kesadaran klien
compos menthis dan klien merasa lelah
3. Riwayat penyakit
- Riwayat penyakit sekarang
Pada klien fraktur /patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan degenerative dan pathologis yang didahului dengan
pendarahan,kerusakan jaringan sekitar mengakibatkan nyeri ,bengkak
kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan
- Riwayat penyakit sebelumnya
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan
dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
- Riwayat penyakit keluarga
pada keluarga klien ada / tidak yang menderita penyakit keturunan
seperti hipertensi, Dm , tuberculosis atau penyakit lain yang sifatnya
menurun dan menular lainnya.

2.3.1.2 Pemeriksaan B1-B6


1. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi

31
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien
dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien strok dengan penurunan tingkat
kesadaran (koma).
Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil vremitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.

2. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah
>200mmHg)

3. B3 (Brain)
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab untuk menghasikan
bicara). Atraksia (ketidak mampuan dalam melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya
Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didpatkan
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada system lainnya

 Pengkajian tingkat kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator yang
paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien strok biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
 Pengkajian fungsi serebral

32
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal dan hemisfer
 Ekspresi Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara. ekspresi wajah dan
aktivitas motorik klien. Pada klien strok tahap lanjut biasanya ststus
mental klien mengalami perubahan.
 Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yang kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata
 Kemapuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung pada daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan
pada bagian porterior dari girus temporallis superior (area wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa
lisan dan bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus
frontalis inferior (area Broka) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disatria (kesulitan berbicara, ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah prustasi dalam program
rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi danmungkin diperberat oleh
respon alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini.Masala psikologis
lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
permusuhan, prustasi, dendam dan kurang kerjasama.
 Hemisfer
Strok hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan tersebut. Pada strok hemisfer
kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,
kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah
frustasi.
 Pengkajian saraf cranial
Pemeriksaan ini meliputi pemerikasaan saraf cranial I – XII
Saraf I
Biasanya pada klien stroke tidak ada kalinan pada fungsi penciuman

33
Saraf II
Disfungsi persepsi fisual karena gangguan jara sensori primer diantara
mata dan kortek fisual. Gangguan hubungan fisual- spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada
klien denga hemiplegia kiri . klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan dalam menyocokkan pakaian ke
bagian tubuh
Saraf III, IV dan VI
Jika akibat stroke mengakibatkan paralilsis, pada satu sisi otot -otot
okularis didpatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
disisi yang sakit
Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus
Saraf VII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut
Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
Saraf XII
Lidah simetris, terdapat defiasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal
 Pengkajian system motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunteer terhadap gerakan motorik, oleh karena UMM
bersilangan, gangguan control motor volunteer dapat menunjukkan
kerusakan pada UMM di sisi yang berlawanan dari otak.
- Inspeksi umum didpatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
- Fasikulasi didapatkan pada oot-otot ekstremitas
- Tonus otot didapatkan meningkat
- Kekuatan otot pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan
otot pada sisi sakit didapatkan tingkat nol
- eseimbangan dan koordinasi didapatkan mengalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegia.
 Pemeriksaan Refleks

34
Pemerikasaan reflek terdiri atas pemerikasaan reflek profunda dan
pemeriksaan reflek patologis
- Pemeriksaan reflek profunda : pengetukan pada tendon, ligamnetum
atau periosteum derajat reflek pada respon normal
- Pemeriksaan reflek patologis : pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang setelah beberapa hari reflek fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan reflek patologis
- Gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, TIC dan distonia.
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum
terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh
yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder apabila areal fokal kortika
yang peka
 Pengkajian system sensori ;
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada pasien terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepesi fisual karena gangguan
jara sensori primer diantara mata dan kortek fisual.
Gangguan hubungan fisual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dengan area spasial) sering terlihat pada klien hemiplagia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karene
ketidakmampuan mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan
sensoro stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangn propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli fisuan, taktil dan audiotorius).

4. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini dilakukan katerisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.

5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat

35
penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi Yng berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6. B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit yang mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor volunteer
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat

2.3.2 Diagnosa keperawatan

2.3.3 Intervensi Keperawatan


2.3.4 implementasi keperawatan

2.3.5 Evaluasi keperawatan

36
DAFTAR PUSTAKA

Musrifatul Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Manusia edisi 1. Surabaya :


Health-Books Publishing.

Nanda Internasional 2013. Diagnosa keperawatan Definisi dan klasifikasi


2012-2014.Jakarta ; EGC

Wahyudi,setya Andri, wahid,Abd .2016. buku ajar ilmu keperawatan


dasar.Jakarta:Mitra Media wacana

Ambarawati & Sunarsih, 2011.Dampak yang sering timbul pada masalah


personal hygiene menurut: Jakarta

Tarwoto, Wartona. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan


.Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, A. 2011.Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC

37

Anda mungkin juga menyukai