2. Kompetensi Dasar :
Mampu Melakukan asuhan keperawatan pada wanita dalam masa post partum dengan
memperhatikan aspek legal dan etis.
MATERI
1. Pendahuluan
Masa post partum atau masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran
bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu. Masa nifas
(puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu puer yang artinya bayi dan parous yang
artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan.
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah
persalinan. Proses ini dimulai setelah selesai persalinan dan berakhir setelah alat-alat
reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari
adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan.
Involusio adalah perubahan uterus setelah persalinan, yang berangsur-angsur
kembali seperti keadaan semula yang sama dengan kondisi dan ukuran dalam keadaan
tidak hamil.
Tiga proses penting di dalam masa nifas yaitu :
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil.
Penyebab subinvolusi yang paling sering adalah tertahannya fragmen placenta dan
infeksi. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia Miometrium Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus
dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula
selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung
jaringan hipertropi yang berlebihan hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
3) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga
akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta
serta mengurangi perdarahan. Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan
oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi
organ pelviks.
Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-perubahan pada
miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-perubahan yang bersifat
proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembuluh getah bening.
d. Lochia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan decidua tersebut
dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari
pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau yang
amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap
wanita. Secret mikroskopik Lochia terdiri dari eritrosit, peluruhan deciduas, sel
epitel dan bakteri. Lochia mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya:
1) Lochia Rubra/merah (kruenta)
Lochia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa postpartum.
Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah
dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari decidua dan chorion.
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan
sisa darah.
2) Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena pengaruh
plasma darah, pengeluarannya pada hari ke 3-5 hari post partum.
3) Lochia Serosa
Lochia ini muncul pada hari ke 5-9 postpartum. Warnanya biasanya
kekuningan atau kecoklatan. Lochia ini terdiri dari lebih sedikit darah dan
lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
4) Lochia Alba
Lochia ini muncul lebih dari hari ke 10 postpartum. Warnanya lebih pucat,
putih kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir
serviks dan serabut jaringan yang mati.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan Usus
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering
kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum
akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu
dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal. Kebiasaan mengosongkan usus
secara regular perlu dilatih kembali untuk merangsang pengosongan usus.
Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang berangsur-
angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa dalam
beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi. Faktor-faktor
tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Suppositoria
dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas. Akan tetapi proses konstipasi
juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya
akan terbuka bila ibu buang air besar.
2. Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, Sedangkan penurunan kadar sterorid
setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal
selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan
setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira 2 sampai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan
sebelum hamil. Pada sebagian kecil wanita, dilaktasi traktus urinarius bisa menetap
selama tiga bulan.
3. Komponen Urine
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif
pada ibu meyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang
meningkat selama pasca partum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi.
Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria
ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi
pada sekitar 50% wanita. Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak mengalami
komplikasi persalinan atau setelah suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
4. Diuresis Postpartum
Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi
cairan yang terretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam
hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Diuresis pascapartum,
yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan
vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pascapartum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut
kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of
pregnancy).
2. Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang
masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadan ini meningkat bahkan lebih
tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasaya melintasi sikuir
uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua
jenis kelahiran.
1. Fase Taking In
Fase taking in adalah fase ketergantungan yang berlangsung dari hari ke-1
sampai hari ke-2 setelah melahirkan. Ibu fokus pada dirinya sendiri sehingga
cenderung pasif terhadap lingkungan. Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih
disebabkan karena proses persalinan yang baru saja dilaluinya.
Rasa mules, nyeri pada jalan lahir, kurang tidur atau kelelahan, merupapakan
hal yang sering dikeluhkan ibu. Pada fase ini, kebutuhan istirahat, asupan nutrisi
dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi.
Bila kebetuhan tersebut tidak terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan
psikologis berupa, kekecewaan pada bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat
perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
dan kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.
3. Fase Letting Go
Fase letting go adalah fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung 10 hari setelah persalinan. Ibu sudah
mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya dan siap menjadi
pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu terhadap diri dan bayinya semakin
meningkat.
Rasa percaya diri ibu akan peran barunya mulai tumbuh, lebih mandiri dalam
memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat
membantu ibu untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat bayinya.
Kebutuhan akan istirahat dan nutrisi yang cukup masih sangat diperlukan ibu untuk
menjaga kondisi fisiknya.
Hal-hal yang harus dapat dipenuhi selama masa nifas adalah sebagai berikutnya:
a. Fisik
Isirahat, memakan makanan bergizi, sering menghirup udara segar, dan
lingkungan yang bersih.
b. Psikologi
Stres setelah persalinan dapat segera distabilkan dengan dukungan dari
keluarga yang menunjukkan rasa simpati, mengakui dan menghargai ibu.
c. Sosial
Menemani ibu bila terlihat kesepian, ikut menyayangi anaknya, menanggapi
dan memperhatikan kebahagiaan ibu, serta menghibur bila ibu terlihat sedih.
Jika hal ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini:
1. Minta suami atau keluarga membantu dalam merawat bayi atau melakukan
tugas-tugas rumah tangga sehingga ibu bisa cukup istirahat untuk
menghilangkan kelelahan.
2. Komunikasikan dengan suami atau keluarga mengenai apa yang sedang ibu
rasakan, mintalah dukungan dan pertolongan.
3. Buang rasa cemas dan kekhawatiran yang berlebihan akan kemampuan
merawat bayi
4. Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk istirahat dan menyenangkan diri
sendiri, misalnya dengan cara menonton, membaca atau mendengar musik.
3. Home Visit
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan
bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.
Kunjungan dalam masa nifas antara lain :
1. Identitas pasien Biodata pasien terdiri dari nama, umur, agama, pendidikan,
suku/bangsa, pekerjaan dan alamat.
Dalam vital sign yang perlu di cek yaitu: suhu, nadi, pernapasan, dan juga
tekanan darah. Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari
pascapartum karena demam biasanya merupakan gejala awal infeksi. Suhu tubuh 38 C
mungkin disebabkan oleh dehidrasi pada 24 jam pertama setelah persalinan atau karena
permulaan laktasi dalam 2 sampai 4 hari. Demam yang menetap atau berulang diatas 24
jam pertama dapat menandakan adanya infeksi.
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi kebersihan dan kerontokan rambut (normal rambut bersih, tidak terdapat lesi
pada kulit kepala dan rambut tidak rontok), cloasma gravidarum, keadaan sclera
(normalnya sclera berwarna putih), konjungtiva (normalnya konjungtiva berwarna merah
muda, kalau pucat berarti anemis), kebersihan gigi dan mulut (normalnya mulut dan gigi
bersih, tidak berbau, bibir merah), caries. Palpasi palpebra, odem pada mata dan wajah;
palpasi pembesaran getah bening (normalnya tidak ada pembengkakan), JVP, kelenjar
tiroid.
b. Dada:
Inspeksi irama napas, dengarkan bunyi nafas dan bunyi jantung, hiting frekuensi.
Payudara: pengkajian payudara pada ibu post partum meliputi inspeksi ukuran, bentuk,
warna, dan kesimetrisan dan palpasi konsisten dan apakah ada nyeri tekan guna
menentukan status laktasi. Normalnya putting susu menonjol, areola berwarna kecoklatan,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada bekas luka, , payuadara simetris dan tidak ada benjolan
atau masa pada saat di palpasi.
c. Abdomen:
Menginspeksi adanya striae atau tidak, adanya luka/insisi, adanya linea atau tidak.
Involusi uteri: kemajuan involusi yaitu proses uterus kembali ke ukuran dan kondisinya
sebelum kehamilan, di ukur dengan mengkaji tinggi dan konsistensi fundus uterus, masase
dam peremasan fundus dan karakter serta jumlah lokia 4 sampai 8 jam. TFU 37 pada hari
pertama setinggi pusat, pada hari kedua 1 jari dibawah pusat, pada hari ketiga 2 jari
dibawah pusat, pada hari keempat 2 jari diatas simpisis, pada hari ketujuh 1 jari diatas
simpisis, pada hari kesepuluh setinggi simpisi. Konsistensi fundus harus keras dengan
bentuk bundar mulus. Fundus yang lembek atau kendor menunjukan atonia atau
subinvolusi. Kandung kemih harus kosong agar pengukuran fundus akurat, kandung
kemih yang penuh menggeser uterus dan meningkatkan tinggi fundus.
Inspeksi apakah vulva bersih atau tidak, adanya tandatanda infeksi. Lokea: karakter dan
jumlah lochea secara tidak langsung menggambarkan kemajuan penyembuhan normal,
jumlah lochea perlahan-lahan berkurang dengan perubahan warna yang khas yang
menunjukan penurunan komponen darah dalam aliran lochea. Jumlah lokia sangat sedikit
noda darah berkurang 2,5-5 cm= 10 ml, sedikit noda darah berukuran ≤ 10cm= 10,25 ml,
sedang noda darah berukuran.
e. Perineum:
4. Gangguaan pola tidur b/d respon hormonal psikososial, proses persalinan dan proses
melahirkan
kriteria hasil: klien mengatakaan nyeri berkurang dengan skala nyeri 2-3, klien
terlihat rileks, ekspresi wajah tida tegang, klien bisa tidur nyaman, tanda-tanda
vitas dalam batas normal: Suhu: 36-38oC, Nadi: 60-100x/menit, RR: 16-20x/menit,
TD: 120/80 mmHg.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak & Lowdermilk, J. (2014). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC
Bunga Rampai. (2016). Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Fakultas Kedokteran Unpad. (2014). Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Reeder, S., Martin, L., & Griffin, D. (2016). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita,
Bayi, dan Keluarga. Vol 1. Alih Bahasa Afiyanti, dkk. Jakarta: EGC.
Smith, S., Emily, M., & McKinney S. (2016). Foundations of Material–Newborn Nursing. 4th
ed.