Anda di halaman 1dari 23

YAYASAN EKA HARAP

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


Jl. Beliang No. 110 Telp/Faks. (0536) 3227707 Palangka Raya

MATERI : KEPERAWATAN MATERNITAS I


1. Identitas Mata Kuliah:
Nama mata kuliah : Keperawatan Maternitas I
Kode Mata Kuliah : Kep. 303
Bobot SKS : 4 SKS
Waktu Pertemuan : 08.00 s/d 11.00 dan 13.00 s/d 16.00
Pertemuan :V
Topik : Post partum
Hari/ tanggal : Selasa, 22 September 2020
Pengajar : Angga Arsesiana, SST., M.Tr.Keb

2. Kompetensi Dasar :
Mampu Melakukan asuhan keperawatan pada wanita dalam masa post partum dengan
memperhatikan aspek legal dan etis.

3. Indikator Pencapaian Kompetensi :


Mahasiswa mampu menjelaskan :
3.1 Fisiologi post partum
3.2 Home Visit
3.3 Asuhan keperawatan pada post partum
4. Materi Pembelajaran :
4.1. Fisiologi post partum
4.2. Home visit
4.3. Asuhan keperawatan pada post partum

MATERI
1. Pendahuluan

Masa post partum atau masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran
bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu. Masa nifas
(puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu puer yang artinya bayi dan parous yang
artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan.
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah
persalinan. Proses ini dimulai setelah selesai persalinan dan berakhir setelah alat-alat
reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari
adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan.
Involusio adalah perubahan uterus setelah persalinan, yang berangsur-angsur
kembali seperti keadaan semula yang sama dengan kondisi dan ukuran dalam keadaan
tidak hamil.
Tiga proses penting di dalam masa nifas yaitu :

a. Pengecilan rahim atau involusi


Pada wanita tidak hamil berat rahim 30 gram dengan ukuran kurang lebih sebesar
telur ayam. Secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan ke bentuk
semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pada saat ini dianggap
bahwa masa nifas sudah selesai. Namun rahim akan kembali ke posisi yang normal
dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa nifas.
b. Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal
Setelah melahirkan, sistem sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula. Darah
kembali mengentalkan, dimana kadar perbandingan sel darah dan cairan darah
kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke 13 sampai ke-15
pascapersalinan.
c. Proses laktasi atau menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta mengandung hormon
penghambat prilaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI.
Setelah plasenta lepas, hormon plasenta ini tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi
produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya di
payudara sudah terbentuk kolostrum yang sangat baik untuk bayi yang mengandung
zat kaya gizi, dan antibodi pembunuh kuman.

2. Fisiologi Post Partum


2.1 Adaptasi Fisiologi post partum
2.1.1 Perubahan Sistem Reproduksi
1. Uterus
Pada uterus terjadi proses involusi, proses involusi adalah proses kembalinya
uterus ke dalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada tahap
ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bahwa umbilicus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar
uterus kira-kira sama besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu (kira-kira
sebesar jeruk asam) dan berat nya kira-kira 100 gr.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan
cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampi 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum
keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus dan simpisis
pubis. Uterus tidak bisa di palpasi pada abdomen pada hari ke 9 pascapartum.
Uterus yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr (11 sampai 12
ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggung sejati lagi.
Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50 sampai 60 gr. Peningkatan kadar
estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk pertumbuhanya masif uterus
selama hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hyperplasia,
peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertrofi pembesaran sel-sel yang telah ada.
Pada masa pescapartum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan
terjadinya autolysis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan.
Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab
ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
Gambar 4.1.1.1 Involusi uteri

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil.
Penyebab subinvolusi yang paling sering adalah tertahannya fragmen placenta dan
infeksi. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia Miometrium Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus
dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula
selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung
jaringan hipertropi yang berlebihan hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.

3) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga
akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta
serta mengurangi perdarahan. Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan
oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi
organ pelviks.
Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-perubahan pada
miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-perubahan yang bersifat
proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembuluh getah bening.

Tabel. 4.1. 1.1 Involusi Uterus

Involusi Tinggi Berat Diameter Keadaan Cervix


Fundus Bekas Melekat
uterus
Uteri Plasenta
Bayi Setinggi
1000 gr
Lahir pusat
2 jari di
Uri Lahir 750 gr 12,5 cm Lembek
bawah pusat
Pertengahan
Satu
pusat- 500 gr 7,5 cm Beberapa hari
minggu
simpisis setelah postpartum
Dua Tak teraba di
350 gr 3-4 cm dapat dilalui 2 jari
minggu atas simpisis
Akhir minggu
Enam Bertambah
50-60 gr 1-2 cm pertama dapat
minggu kecil
Delapan Sebesar dimasuki 1 jari
30 R
minggu normal

a. Involusi tempat plasenta


Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan
kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini
mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2
cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas
plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus.
Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka
bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini
sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama
sekitar 6 minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini
dan dari lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari sisa-
sisa kelenjar basilar endometrial di dalam deciduas basalis. Pertumbuhan kelenjar
endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini
pada hakekatnya mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat
implantasi plasenta yang menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai
lagi pada pembuangan lochia.
b. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali
seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita
mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligamen, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.

c. Perubahan pada Serviks


Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan
yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan
menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-
olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin.
Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari,
pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan.
Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran
retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervikallis.
Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks
memanjang seperti celah. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium
externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada umumnya ostium
externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada
pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh robekan ke samping ini
terbentuk bibir depan dan bibir belakang pada serviks.

d. Lochia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan decidua tersebut
dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai
reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari
pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau yang
amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap
wanita. Secret mikroskopik Lochia terdiri dari eritrosit, peluruhan deciduas, sel
epitel dan bakteri. Lochia mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya:
1) Lochia Rubra/merah (kruenta)
Lochia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa postpartum.
Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah
dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari decidua dan chorion.
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan
sisa darah.
2) Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena pengaruh
plasma darah, pengeluarannya pada hari ke 3-5 hari post partum.
3) Lochia Serosa
Lochia ini muncul pada hari ke 5-9 postpartum. Warnanya biasanya
kekuningan atau kecoklatan. Lochia ini terdiri dari lebih sedikit darah dan
lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
4) Lochia Alba
Lochia ini muncul lebih dari hari ke 10 postpartum. Warnanya lebih pucat,
putih kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir
serviks dan serabut jaringan yang mati.

Bila pengeluaran lochia tidak lancar maka disebut lochiastasis. Kalau


lochia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya
sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan
retroflexio uteri. Lochia mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak sama
dengan secret menstrual. Bau yang paling kuat pada lochia Serosa dan harus
dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi.
Lochia disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam postpartum yang
selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lochia rubra, sejumlah kecil
sebagai lochia serosa dan sejumlah lebih sedikit lagi lochia alba. Umumnya
jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring
daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas
manakala wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar
manakala dia berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan lochia kira-kira 8
hingga 9 oz atau sekitar 240 hingga 270 ml.

2. Vagina dan perineum


Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina
dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap keukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan
kembali terlihat sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan menonjol pada wanita
nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap
atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-kuangnya sampai menstruasi dimulai
kembali. Penebalam mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium.
Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan
penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus
(dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi
dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas larut air saat
melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada
daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat, pencegahan atau
pengobatan dini hematoma dan hygiene yang baik selama dua minggu pertama
setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah dibedakan dari
introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring
miring dengan bokong diangkat atau di tempatkan pada posisi litotomi. Penerangan
yang baik diperlukan supaya episotomi dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan
luka episiotomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah,
panas, dan bengkak) atau tepian insisi tidak saling melekat bisa terjadi.
Penyembuhan baru berlangsung dalam dua sampai tiga minggu.

2.1.2 Perubahan Sistem Pencernaan


1. Nafsu Makan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengkonsumsi makanan ringan. Ibu sering kali cepat lapar setelah melahirkan dan
siap makan pada 1-2 jam post primordial, dan dapat ditoleransi dengan diet yang
ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia, dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar.  Permintaan untuk memperoleh makanan dua
kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan sering ditemukan.
Kerapkali untuk pemulihan nafsu makan, diperlukan waktu 3–4 hari sebelum
faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan,
namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak
tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan
diberikan enema.

2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir.  Kelebihan analgesia dan anastesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.

3. Pengosongan Usus
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan.  Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi.  Ibu sering
kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum
akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid.  Kebiasaan buang air yang teratur perlu
dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal. Kebiasaan mengosongkan usus
secara regular perlu dilatih kembali untuk merangsang pengosongan usus.
Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang berangsur-
angsur untuk kembali normal.  Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa dalam
beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi.  Faktor-faktor
tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama.  Suppositoria
dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas.  Akan tetapi proses konstipasi
juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya
akan terbuka bila ibu buang air besar.

2.1.3 Perubahan Sistem Perkemihan


1. Fungsi Sistem Perkemihan
a. Mencapai hemostatis internal
- Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri dari
air dan unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Sebanyak 70 % dari air tubuh
terletak di dalam sel-sel dan dikenal sebagai cairan intraselular. Kandungan air
sisanya disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular dibagi antara plasma
darah dan cairan yang langsung memberikan lingkungan segera untuk sel-sel
yang disebut cairan interstisial.
- Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan
keseimbangan cairan dalam tubuh.
- Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh
karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
b. Keseimbangan asam basa tubuh
Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40
Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis. Mengeluarkan
sisa metabolisme, racun dan zat toksin Ginjal mengekskresi hasil akhir
metabolisme protein yang mengandung nitrogen terutama: urea, asam urat, dan
kreatinin.

2. Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, Sedangkan penurunan kadar sterorid
setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal
selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan
setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira 2 sampai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan
sebelum hamil. Pada sebagian kecil wanita, dilaktasi traktus urinarius bisa menetap
selama tiga bulan.
3. Komponen Urine
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif
pada ibu meyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang
meningkat selama pasca partum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi.
Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot  uterus juga menyebabkan proteinuria
ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi
pada sekitar 50% wanita. Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak mengalami
komplikasi persalinan atau setelah suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.

4. Diuresis Postpartum
Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi
cairan yang terretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam
hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Diuresis pascapartum,
yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan
vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. 
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pascapartum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut
kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of
pregnancy).

5. Uretra dan Kandung Kemih


Trauma bila terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan,
yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami
hiperemesis dan edema, seringkali disertai di daerah-daerah kecil hemoragi.
Kandung kemih yang udema, terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan
overdistensi, pengosongan yang tak sempurna dan urine residual. Kecuali jika
dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan
saat tidak merasa untuk berkemih. Pengambilan urine dengan cara bersih atau
melalui kateter sering menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih.
Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi trauma
akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek
konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa
nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, leserasi vagina,
atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih,
seiring diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih.
Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat
menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus
berkontraksi dengan baik. pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi yang
berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi
sehingga mengganggu proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi berlebih
pada kandung kemih dalam mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan
mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan
pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir.

2.1.4 Perubahan tanda-tanda vital


Beberapa perubahan tanda-tanda vital biasa terlihat jika wanita dalam keadaan
normal. Penignkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun
diastole dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita
melahirkan. Fungsi pernapasan kembali ke fungsi saat wanita tidak kami pada bulan
keenam setelah wanita melahirkan. Setelah rahim kosong, diafragram menurun, aksis
jantung kembali normal, dan implus dan EKG kembali normal.
1. Suhu Badan
Satu hari (24 jam) postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5 C-38 C)
sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan.
Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu
badan naik lagi karena ada pembentukan ASI buah dada menjadi bengkak, berwarna
merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi
pada endomentrium, mastitis, tractus genitalis atau sistem lain.
2. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Sehabis melahirkan
biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
3. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah
melahirkan karena ada pendarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat
menandakan terjadinya pereklamasi postpartum.
4. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut
nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali
apabila ada gangguan khusus pada saluran napas.
2.1.5 Perubahan sistem kardiovaskular
1. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberap faktor, misalya kehilangan
darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran caira ekstravaskuler
(edema fisiologis). Kehilangan darah merjpakan akibat penurunan volume darah
total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh
yang menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu ke 3 dan ke
4 setelah bayi lahir volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume darah
sebelum hamil.
Pada persalinan pervagainam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila kelahiran
melalui seksio sesaria, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri
dari volume darah dan hermatokrit (haemoconcentration). Bila perasalinan
pervaginan, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hemaktokrit cendrung
stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Tiga perubahan fisiologi pascapartum yang terjadi pada wanita antara lain:
a. Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah
maternal 10% sampai 15%.
b. Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasolitasi.
c. Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil

2. Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang
masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadan ini meningkat bahkan lebih
tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasaya melintasi sikuir
uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua
jenis kelahiran.

3. Perubahan Sistem Hematologi


Selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postapartum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan
peningkatan fiskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis yang meningkat di mana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000
selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa
postpartum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih biasa naik sampai 25.000 sampai 30.000
tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal
masa post partum sebagai akibat dari volume darah. Volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status
gizi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi
kehilangan darah sekitar 200 sampai 500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel
darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin
pada hari ke 3 sampai ke 7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4 sampai 5
minggu postpartum.

2.2. Adaptasi Psikologi post partum


Pada primipara, menjadi orang tua merupakan pengalaman tersendiri dan
dapat menimbulkan stress apabila tidak ditangani dengan segera. Peruahan peran
dari wanita biasa menjadi seorang ibu memerlukan adaptasi sehingga ibu dapat
melakukan perannya dengan baik. Perubahan hormonal yang sangat cepat setelah
proses melahirkan juga ikut mempengaruhi keadaan emosi dan proses adaptasi ibu
pada masa nifas. Reva Rubin membagi Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada
masa nifas antara lain sebagai berikut :

1. Fase Taking In
Fase taking in adalah fase ketergantungan yang berlangsung dari hari ke-1
sampai hari ke-2 setelah melahirkan. Ibu fokus pada dirinya sendiri sehingga
cenderung pasif terhadap lingkungan. Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih
disebabkan karena proses persalinan yang baru saja dilaluinya.
Rasa mules, nyeri pada jalan lahir, kurang tidur atau kelelahan, merupapakan
hal yang sering dikeluhkan ibu. Pada fase ini, kebutuhan istirahat, asupan nutrisi
dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi.
Bila kebetuhan tersebut tidak terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan
psikologis berupa, kekecewaan pada bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat
perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
dan kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.

2. Fase Taking Hold


Fase taking hold adalah fase yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab
dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung.
Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan
pemberian penyuluhan atau pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan
bayinya. Penuhi kebutuhan ibu tentang cara perawatan bayi, cara menyusui yang
baik dan benar, cara perawatan luka jalan lahir, mobilisasi postpartum, senam
nifas, nutrisi, istirahat, kebersihan diri dan lainnya.

3. Fase Letting Go
Fase letting go adalah fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung 10 hari setelah persalinan. Ibu sudah
mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya dan siap menjadi
pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu terhadap diri dan bayinya semakin
meningkat.
Rasa percaya diri ibu akan peran barunya mulai tumbuh, lebih mandiri dalam
memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat
membantu ibu untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat bayinya.
Kebutuhan akan istirahat dan nutrisi yang cukup masih sangat diperlukan ibu untuk
menjaga kondisi fisiknya.
Hal-hal yang harus dapat dipenuhi selama masa nifas adalah sebagai berikutnya:
a. Fisik
Isirahat, memakan makanan bergizi, sering menghirup udara segar, dan
lingkungan yang bersih.
b. Psikologi
Stres setelah persalinan dapat segera distabilkan dengan dukungan dari
keluarga yang menunjukkan rasa simpati, mengakui dan menghargai ibu.
c. Sosial
Menemani ibu bila terlihat kesepian, ikut menyayangi anaknya, menanggapi
dan memperhatikan kebahagiaan ibu, serta menghibur bila ibu terlihat sedih.

Post Partum Blues


Post partum blues merupakan perasaan sedih yang dialami oleh seorang ibu
berkaitan dengan bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari sampai 2 minggu sejak
kelahiran bayi. Puncak dari post partum blues ini 3-5 hari setelah melahirkan dan
berlangsung dari beberapa hari sampai 2 minggu. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran
bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang
dirasakan. Selain itu juga karena perubahan fisik dan emosional selama beberapa
bulan. 80% ibu mengalami gangguan susasana hati setelah melahirkan, mereka
merasa kecawa,takut dan sendirian, Post partum blues sering juga disebut
maternitiy blues atau sindrom ibu baru.
Ibu yang mengalami baby blues akan mengalami perubahan perasaan,
menangis, cemas, kesepian, khawatir yang berlebihan mengenai sang bayi,
penurunan gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi
seorang ibu.
Gejala dari post partum blues yaitu sebagai berikut :
a. Sering menangis
b. Mudah Tersinggung
c. Cemas
d. Cenderung menyalahkan diri sendiri
e. Gangguan Tidur dan gangguan nafsu makan
f. Kelelahan
g. Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya dan bayinya
h. Pelupa
i. Reaksi depresi/sedih

Faktor-faktor terjadinya post partum blues yaitu :


1) Faktor hormonal : berupa perubahan kadar estrogen,progesteron,prolaktin.
2) Ketidaknyamanan fisik yang dialami sehingga menimbulkan perasaan emosi
pada wanita pasca-melahirkan.
3) Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
4) Faktor umur dan jumlah anak.
5) Pengalaman dan proses kehamilan dan persalinan.
6) Latarbelakang psikososial wanita
7) Dukungan dari lingkungan.

Jika hal ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini:
1. Minta suami atau keluarga membantu dalam merawat bayi atau melakukan
tugas-tugas rumah tangga sehingga ibu bisa cukup istirahat untuk
menghilangkan kelelahan.
2. Komunikasikan dengan suami atau keluarga mengenai apa yang sedang ibu
rasakan, mintalah dukungan dan pertolongan.
3. Buang rasa cemas dan kekhawatiran yang berlebihan akan kemampuan
merawat bayi
4. Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk istirahat dan menyenangkan diri
sendiri, misalnya dengan cara menonton, membaca atau mendengar musik.

3. Home Visit

Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan
bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.
Kunjungan dalam masa nifas antara lain :

Kunjun Waktu Tujuan


gan

I 6-8 Jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia


setelah uteri
persalina 2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
n perdarahan: merujuk bila pendarahan lanjut
3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri
4. Pemberian ASI awal, 1 jam setelah Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) berhasil dilakukan
5. Mengajarkan cara mempererat hubungan antara
ibu dan bayi baru lahir
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermi
II 6 Hari 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal:
setelah uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus,
persalina tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
n 2. Mengevaluasi adanya tanda demam, infeksi, atau
perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
minuman, dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
ada tanda-tanda penyulit
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi: misalnya merawat tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi
sehari-hari.
III 2 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal:
Minggu uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus,
setelah tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
persalina 2. Mengevaluasi adanya tanda demam, infeksi, atau
n perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
minuman, dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
ada tanda-tanda penyulit
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi: misalnya merawat tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi
sehari-hari.
IV 6 1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ia
Minggu alami atau yang dialami oleh bayinya.
setelah Memberikan konseling tentang menggunakan KB
persalina secara dini.
n

4. Asuhan Keperawatn pada Post Partum


4.1 Pengkajian

1. Identitas pasien Biodata pasien terdiri dari nama, umur, agama, pendidikan,
suku/bangsa, pekerjaan dan alamat.

2. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan terdiri dari tempat pemeriksaan kehamilan,


frekuensi, imunisasi, keluhan selama kehamilan, pendidikan kesehatan yang diperoleh.

3. Riwayat persalinan Riwayat persalinanan terdiri dari tempat persalinan, penolong


persalinanan, jalannya persalinan.

4.2 Pemeriksaan fisik


1. Vital Sign

Dalam vital sign yang perlu di cek yaitu: suhu, nadi, pernapasan, dan juga
tekanan darah. Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari
pascapartum karena demam biasanya merupakan gejala awal infeksi. Suhu tubuh 38 C
mungkin disebabkan oleh dehidrasi pada 24 jam pertama setelah persalinan atau karena
permulaan laktasi dalam 2 sampai 4 hari. Demam yang menetap atau berulang diatas 24
jam pertama dapat menandakan adanya infeksi.

Bradikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6 sampai 10 hari


pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70 kali/menit. Frekuensi diatas
100kali/menit dapat menunjukan adanyya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan,
nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi, menunjukan
hemoragi, syok atau emboli. Tekanan darah umumnya dalam batasan normal selama
kehamilan. Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostatik karena dieresis
dan diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume cairan kardiovasukuler,
hipotensi menetap atau berat dapat merupakan tanda syok atau emboli. Peningkatan
tekanan darah menunjukan hipertensi akibat kehamilan, yang dapat muncul pertama
kali pada masa pascapartum. Kejang eklamsia dilaporkan terjadi sampai lebih dari 10
hari pascapartum.

2. Pemeriksaan fisik

a. Kepala dan wajah:

Inspeksi kebersihan dan kerontokan rambut (normal rambut bersih, tidak terdapat lesi
pada kulit kepala dan rambut tidak rontok), cloasma gravidarum, keadaan sclera
(normalnya sclera berwarna putih), konjungtiva (normalnya konjungtiva berwarna merah
muda, kalau pucat berarti anemis), kebersihan gigi dan mulut (normalnya mulut dan gigi
bersih, tidak berbau, bibir merah), caries. Palpasi palpebra, odem pada mata dan wajah;
palpasi pembesaran getah bening (normalnya tidak ada pembengkakan), JVP, kelenjar
tiroid.

b. Dada:

Inspeksi irama napas, dengarkan bunyi nafas dan bunyi jantung, hiting frekuensi.
Payudara: pengkajian payudara pada ibu post partum meliputi inspeksi ukuran, bentuk,
warna, dan kesimetrisan dan palpasi konsisten dan apakah ada nyeri tekan guna
menentukan status laktasi. Normalnya putting susu menonjol, areola berwarna kecoklatan,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada bekas luka, , payuadara simetris dan tidak ada benjolan
atau masa pada saat di palpasi.

c. Abdomen:

Menginspeksi adanya striae atau tidak, adanya luka/insisi, adanya linea atau tidak.
Involusi uteri: kemajuan involusi yaitu proses uterus kembali ke ukuran dan kondisinya
sebelum kehamilan, di ukur dengan mengkaji tinggi dan konsistensi fundus uterus, masase
dam peremasan fundus dan karakter serta jumlah lokia 4 sampai 8 jam. TFU 37 pada hari
pertama setinggi pusat, pada hari kedua 1 jari dibawah pusat, pada hari ketiga 2 jari
dibawah pusat, pada hari keempat 2 jari diatas simpisis, pada hari ketujuh 1 jari diatas
simpisis, pada hari kesepuluh setinggi simpisi. Konsistensi fundus harus keras dengan
bentuk bundar mulus. Fundus yang lembek atau kendor menunjukan atonia atau
subinvolusi. Kandung kemih harus kosong agar pengukuran fundus akurat, kandung
kemih yang penuh menggeser uterus dan meningkatkan tinggi fundus.

d. Vulva dan vagina:

Inspeksi apakah vulva bersih atau tidak, adanya tandatanda infeksi. Lokea: karakter dan
jumlah lochea secara tidak langsung menggambarkan kemajuan penyembuhan normal,
jumlah lochea perlahan-lahan berkurang dengan perubahan warna yang khas yang
menunjukan penurunan komponen darah dalam aliran lochea. Jumlah lokia sangat sedikit
noda darah berkurang 2,5-5 cm= 10 ml, sedikit noda darah berukuran ≤ 10cm= 10,25 ml,
sedang noda darah berukuran.

e. Perineum:

Pengkajian daerah perineum dan perineal dengan sering untuk mengidentifikasi


karakteristik normal atau deviasi dari normal seperti hematoma, memar, edema,
kemerahan, dan nyeri tekan. Jika ada jahitan luka, kaji keutuhan, hematoma, perdarahaan
dan tanda-tanda infeksi (kemerahan, bengkak dan nyeri tekan). Daerah anus dikaji apakah
ada hemoroid dan fisura. Wanita dengan persalinan spontan per vagina tanpa laserasi
sering mengalami nyeri perineum yang lebih ringan. Hemoroid tampak seperti tonjolan
buah anggur pada anus dan 38 merupakan sumber yang paling sering menimbulkan nyeri
perineal. Hemoroid disebabkan oleh tekanan otot-otot dasar paanggul oleh bagian terendah
janin selama kehamila akhir dan persalinan akibat mengejan selama fase ekspulsi.
4.3 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b/d kontaksi uterus, episiotomy, laserasi, hemoroid, pembengkakan payudara,


insisi bedah

2. Risiko infeksi b/d kurang pengetahuan tentang cara perawatan vulva

3. Gaangguan pola eliminasi bowel b/d adanya konstipasi

4. Gangguaan pola tidur b/d respon hormonal psikososial, proses persalinan dan proses
melahirkan

5. Defisiensi pengetahuan b/d kurang informasi

4.4 Perencanaan Keperawatan

Menurut North American Nursing Diagnosis Assoctation (NANDA, perencanaan


keperawaatan padaa ibu post partum normal sebagai berikut:

1. Nyeri b/d kontaksi uterus, episiotomy, laserasi, hemoroid, pembengkakan payudara,


insisi bedah.

Tujuan: setelah dilakuka tindakan keperawataan nyeri dapat berkurang

kriteria hasil: klien mengatakaan nyeri berkurang dengan skala nyeri 2-3, klien
terlihat rileks, ekspresi wajah tida tegang, klien bisa tidur nyaman, tanda-tanda
vitas dalam batas normal: Suhu: 36-38oC, Nadi: 60-100x/menit, RR: 16-20x/menit,
TD: 120/80 mmHg.

Intervensi: pengkajian komperhensif (lokasi, durasi, kualitas, karakteristik, berat


nyeri dan faktor pencetus) untuk mengurangi nyeri, pilih dan implementasikan
tindakan yang beragam (farmakologi dan non farmakologi) untuk penurunan nyeri
sesuai 39 dengan kebutuhan, ajarkan teknik non ffarmakologis untuk pengurangan
nyeri, kolaborasi untuk memberikan obat sesuai dengan kebutuhan pasien.

2. Risiko infeksi b/d kurang pengetahuan tentang cara perawatan vulva


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan
bertambah
kriteria hasil: klien menyertakan perawataan bagi dirinya, klien bisa membersihkan
vagina dan perineumnya secara mandiri, peraawatan pervagina berkurang, vulva
bersih dan tidak infeksi, vital sign dalam batas normal.
Intervensi: ajarkan cara cuci tangan untuk mencegah terjadi infeksi, bersihkan
daerah genetalia untuk tidak terjadinya infeksi pada daerah genetalia, ganti pakaian
dalam dan pembalut jika sudah kotor dan penuh agar tidak terjadinya penyakit
kulit.
3. Gangguan pola eliminasi bowel b/d adanya konstipasi
Tujuan: kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi dengan
kriteria hasil: pasien mengatakan sudah BAB, pasien mengatakan tidak konstipasi,
pasien mengatakan perasaan nyaman.
Intervensi: auskultasi bising usus untuk penurunan peristaltic usus menyebabkan
konstipasi, observasi adanya nyeri abdomen karena menimbulkan rasa takut untuk
BAB, anjurkan pasien makan makanan tinggi serat karena makanan tinggi serat
melancarkan BAB, anjurkan pasien banyak minum air hangat untuk melancarkan
BAB, kolaborasi pemberian laksatif (pelunak feses) untuk merangsang peristaltic
usus dengan perlahan atau evakuasi feses.
4. Gangguan pola tidur b/d respon hormonal psikososial, proses persalinan dan proses
melahirkan
Tujuan: istirahat terpenuhi dengan
kriteria hasil: mengidentifikasi penilaian untuk mengekomodasi perubahan yang
diperlukan terhadap anggota keluarga baru.
Intervensi: ciptakan lingkungan yang tenang untuk mendorong istirahat dan tidur,
dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman, gunakan teknik relaksasi untuk
bisa dapat membantu mempermudah tidur.
5. Defisiensi pengetahuan b/d kurang informasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat meningkatkan
pemeliharaan kesehatan dengan
kriteria hasil: pasien dapa memahami dan mengerti tentang pentingnya kesehatan
dan perawatan.
Intervesnsi: tumbuhkan sikap saling percaya dan perhatian, pilih strategi
pengajaran (diskusi, demonstrasi) yang tepat untuk gaya pembelajaran secara
individual, ajarkan keterampilan yang dipelajari pasien harus masukkan kedalam
gaya hidup sehari-hari.

4.5 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dapat disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan.


4.6 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak & Lowdermilk, J. (2014). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC

Bunga Rampai. (2016). Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Chapman, L. & Durham, R. (2015). Maternal–Newborn Nursing: The Critical Component of


Nursing Care. Philadelphia: FA Davis Company.

Departemen Kesehatan RI (2015). Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tenaga


Kesehatan. Badan PPSDM Kesehatan, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Fakultas Kedokteran Unpad. (2014). Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2.
Jakarta : EGC.

Reeder, S., Martin, L., & Griffin, D. (2016). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita,
Bayi, dan Keluarga. Vol 1. Alih Bahasa Afiyanti, dkk. Jakarta: EGC.

Smith, S., Emily, M., & McKinney S. (2016). Foundations of Material–Newborn Nursing. 4th
ed.

Anda mungkin juga menyukai