Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Jalan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode literature review dengan cara
mengelompokkan artikel-artikel yang sesuai dengan data yang terkait
dengan rumusan masalah penelitian. Data yang diperoleh dari berbagai
macam database dikumpulkan dalam satu dokumen yang digunakan
untuk menjawab permasalahan yang sudah dirumuskan.
Langkah awal yang dilakukan adalah memilih topik dan
menentukan tujuan dari penelitian. Dengan menggunakan metode PICOS
sebagai protokol penelitian yang digunakan dalam pencarian artikel-
artikel yang akan direview. Diperoleh sebanyak 201 artikel yang serupa
dengan kata kunci yang digunakan berdasarkan database, dengan rincian:
PUBMED 4 artikel, Google Scholar 197 artikel sedangkan dari Doaj dan
Elsevier 0 artikel. Dari 201 artikel yang sesuai dengan judul dan abstrak
hanya ditemukan 10 artikel, 4 artikel diseleksi kembali karena
pembahasan artikel tidak sesuai dengan judul, sehingga tersisa 6 artikel
yang memenuhi kriteria literature review.
Hasil dari penelitian literature review ini ditampilkan dalam
bentuk tabel dengan membandingkan antar artikel yang telah memenuhi
kriteria inklusi. Pada bagian pembahasan akan dinilai dari hasil
temuan yang terdapat pada setiap artikel.
B. Hasil Penelusuran Artikel

Tabel 4.1

No Peneliti, tahun, Lokasi Populasi Metode (p-value) Hasil penelitian Efektifitas


negara. Sample *(Y/T)
1 Habibollahpour et Pusat kesehatan di Quasi Experimental with Rata – rata skor kualitas tidur
N = 75
al, 2019, Iran kota Qazvin, Iran. control group, intervensi subyektif pada kelompok
(38 orang
dilakukan selama 6 bulan, intervensi meningkat secara
kelompok
2 kali seminggu selama 20 signifikan setelah program
intervensi
menit, untuk kelompok relaksasi  ( P = 0,001). Y
dan 37
kontrol tidak diberikan Sedangkan pada kelompok
orang
perlakukan. Analisis kontrol tidak menunjukan
kelompok
menggunakan uji t. perbedaan,
kontrol)
2 Marasabessy et al, Panti Sosial Quasi Eksperimental Pada kelompok intervensi
2020, Indonesia Tresna Werdha dengan pre-post test with menunjukan bahwa ada
Inakaka Kota N = 48 control group, Intervensi peningkatan kualitas tidur yang
Ambon Provinsi (29 orang berupa terapi relaksasi signifikan
Maluku kelompok Benson dilakukan 10 - 20 Sedangkan pada kelompok
intervensi menit setiap malam kontrol tidak menunjukan
Y
dan 19 (sebelum tidur) selama 14 perbedaan.
orang hari, untuk kelompok
kelompok kontrol tidak dilakukan
kontrol) perlakuan, menggunakan
uji t independen (p-value =
0,005)
3 Budiarti, 2020, Panti sosial tresna N = 30 Quasy eksperimen with Rata – rata 15 responden pada Y
Indonesia werdha sabai nan (15 orang pretest & protest control kelompok intervensi terdapat,
alui sicincin, kelompok grup, dilakukan setiap hari kualitas tidur baik (66,7%) dan
intervensi selama 1 minggu, untuk kualitas tidur buruk (33,3%).
dan 15 kelompok kontrol tidak Rata – rata 15 responden pada
orang dilakukan perlakuan, kelompok kontrol terdapat,
kelompok menggunakan uji – t test kualitas tidur baik (13,3%) dan
kontrol) (p = 0.006< 0,05) kualitas tidur buruk (86,7%).
4 Rahman, et al, UPT pelayanan Quasi experiment with a Rata – rata kelompok
2019, Indonesia sosial lanjut usia nonrandomized control intervensi dari 25 responden
Bondowoso, group pretest-postest setelah diberikan intervensi
N = 50
design, Terapi Relaksasi terdapat 14 orang (56%)
(25 orang
Benson diberikan memiliki kualitas tidur baik.
kelompok
sebanyak 1 kali 1 hari Rata – rata kelompok kontrol
intervensi
dengan lama waktu 20 dari 25 responden didapatkan Y
dan 25
menit selama 30 hari, hasil 14 orang (56%) memiliki
orang
untuk kelompok kontrol gangguan kualitas tidur berat
kelompok
tidak dilakukan perlakuan, sebelum dan sesudah tanpa
kontrol)
menggunakan uji – t test perlakuan.
(p value (0,0005)< α
(0,05))
5 Maulinda et al, Posyandu permadi N = 20 Quasi-eksperimen, untuk Rata – rata kelompok Y
2017, Indonesia tlogomas kota (10 orang kelompok kontrol tidak intervensi setelah diberikan
malang, kelompok dilakukan perlakuan, intervensi mengalami
intervensi menggunakan uji Mann- peningkatan kualitas tidur
dan 10 whitney Sig = 0,000(p ≤ sebanyak 7 (70%)
orang 0,05) Rata – rata kelompok kontrol
kelompok yang tidak diberikan intervensi
kontrol) dikategorikan kurang yaitu
sebanyak 7 (70%).
6 Sijabat, 2019, Panti werda joyah Quasi Eksperimen one Rata – rata sebelum dilakukan
Indonesia uken, Aceh group pre test- post test intervensi (Mean= 32,43)
Tengah, design, Intervensi Rata – rata sesudah dilakukan
dilakukan selama 4 intervensi (Mean= 22,17)
N = 30 minggu dan dalam 1
(Hanya 1 minggu diberikan terapi Y
kelompok) relaksasi benson sebanyak
3 kali, menggunakan uji
Wilcoxon dengan Pvalue
sebesar 0,000 (pvalue <
0,05)
*efektivitas intervensi didefinisikan sebagai peningkatan yang signifikan secara statistik dari hasil penelitian (p < 0,05)
1. Negara dan Jenis Penelitian
Dari enam artikel yang ditemukan negara yang digunakan ialah
negara berkembang yang terdiri dari Indonesia, dan Iran. Jenis
penelitian yang digunakan ialah studi experiment (intervensi) 1 tanpa
kelompok kontrol.
2. Subjek Penelitian
Enam artikel yeng telah direview melakukan intervensi pada
lansia yang mengalami gangguan kualitas tidur baik perempuan
maupun laki-laki.
3. Lama Intervensi
Rentang waktu durasi yang digunakan selama proses
intervensi bervariansi mulai dari 1 minggu, 2 minggu, 1 bulan dan 1
artikel tidak menjelaskan lama waktu intervensi. Terdapat 1 dari 6
artikel yang menggunakan durasi intervensi 6 bulan dan didapatkan
hasil peningkatan kualitas tidur yang signifikan pada rata-rata skor
menggunakan indeks PSQI setelah dilakukan intervensi.
4. Efek Relaksasi Benson terhadap Kualitas Tidur.
Berdasarkan tabel 4.1, artikel-artikel yang telah dipilih dan
dikumpulkan menjadi satu dokumen sesuai kriteria inklusi dari
berbagai sumber database, keseluruhan (enam artikel) artikel
menunjukkan adanya peningkatan kualitas tidur setelah diberikannya
terapi relaksasi Benson.

C. Pembahasan
Enam artikel yang direview menggunakan terapi relaksasi Benson
yang telah dilakukan peneliti di berbagai lokasi di indonesia dan diluar
negeri.
Studi yang dilakukan oleh Habibollahpour et al (2019),
memberikan terapi relaksasi Benson kepada 75 lansia yang dibagi menjadi
38 lansia untuk intervensi dan 37 lansia untuk kontrol. Selama 6 bulan
dilakukan 2 kali dalam seminggu dengan durasi 20 menit, menunjukkan
hasil perbadaan yang signifikan anatara kualitas tidur pada lansia di
kelompok kontrol dan kualitas tidur pada lansia di kelompok intervensi.
Studi yang dilakukan oleh Marasabessy et al (2020), memberikan
terapi relaksasi Benson kepada 46 lansia yang dibagi menjadi 2 kelompok
sesuai dengan tempat huniannya selama 2 minggu dilakukan setiap malam
dengan durasi 10-20 menit, menunjukkan hasil perbedaan hasil antara
kelompok kontrol dan intervensi, dengan kata lain terjadi peningkatan
kualitas tidur lansia pada kelompok intervensi.
Studi yang dilakukan Budiarti (2020), memberikan terapi relaksasi
benson kepada 30 lansia yang dibagi menjadi 2 kelompok terdiri dari 15
lansia di kelompok intervensi dan 15 lansia di kelompok kontrol,
dilakukan setiap hari selama 1 minggu menunjukkan hasil adanya
perbedaan yang signifikan anatara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh terapi relaksasi Benson
terhadap kualitas tidur lansia.
Studi yang dilakukan Rahman et al (2019), memberikan terapi
relaksasi benson kepada 50 lansia, dibagi menjadi 25 lansia di kelompok
kontrol dan 25 lansia di kelompok intervensi intervensi dilakukan 1 kali
dalam 1 hari selama 30 hari dengan lama waktu 20 menit, menunjukkan
hasil adanya perbedaan yang signifikan anatara kelompok kontrol dan
intervensi yang artinya relaksasi benson efektif untuk meningkatkan
kualitas tidur pada lansia.
Studi yang dilakukan Maulinda et al (2017) dengan metode Quasi
eksperimen, memberikan terapi relaksasi Benson kepada 20 lansia, namun
pada penelitian ini tidak di jelaskan berapa lama durasi dan frekuensi
pemberian terapi namun hasil analisis Mann-whitney U Test pengaruh
teknik relaksasi Benson terhadap kualitas tidur lansia di Posyandu Lansia
Permadi Kota Malang didapatkan nilai Sig = 0,000(p ≤ 0,05) yang berarti
data dinyatakan signifikan dan H1 diterima,artinya ada pengaruh teknik
relaksasi Benson terhadap kualitas tidur lansia.
Studi yang dilakukan Sijabat (2019), dengan metode Quasi
Eksperimen one group pre test- post test design, memberikan terapi
relaksasi Benson kepada 30 lansia selama 4 minggu dan dalam 1 minggu
diberikan terapi relaksasi Benson sebanyak 3 kali, hasil menunjukkan
bahwa ada pengaruh yang signifikan dalam pemeberian terapi relaksasi
Benson terahadap gangguan kualitas tidur lansia.

1. Usia
Hasil studi, subjek yang digunakan lansia dengan rentang usia
60 – 70. Satu studi menggunkan rentang usia dibawah usia 60 tahun
dan satu studi menggunkan rentang usia lebih dari 80 tahun yang
mengalami masalah tidur,
Hal ini sejalan dengan studi studi Roth (2007) yang di
publikasikan dalam Journal Clinic Sleep Medecine, ditemukan bahwa
prevalensi dari gangguan kualitas tidur menunjukkan bahwa usia
merupakan faktor risiko demografis yang paling jelas diidentifikasi,
dengan peningkatan prevalensi terhadap usia older adult (56 tahun ke
atas), Meskipun penyebab peningkatan risiko pada lansia ini tidak
dapat didefinisikan dengan baik, hal ini mungkin disebabkan oleh
penurunan sebagian fungsi sistem kontrol tidur yang dapat
menyebabkan ganguan kualitas tidur pada populasi lansia. Kemudian
ditemukan juga hal yang terpenting bahwa kondisi medis penyakit
penyerta (komorbiditas) juga merupakan kontributor yang paling
signifikan terhadap peningkatan prevalensi ganguan kualitas tidur pada
lansia.
Patofisiologi gangguan tidur pada lansia
Studi yang dilakukan oleh Habibollahpour, et al. (2019)
menunjukkan bahwa lansia berusia 67 – 68 tahun sebanyak 75 orang
mengalami gangguan kualitas tidur.
Studi yang dilakukan oleh Marasabessy, et al (2020)
menunjukkan bahwa lansia berusia 56 – 74 sebanyak 12 orang dan >75
sebanyak 15 orang mengalami gangguan kualitas tidur
Studi yang dilakukan oleh Budiarti (2020) menunjukan bahwa
lansia berusi 60 – 74 sebanyak 14 orang, 75 – 84 sebanyak 12 orang,
>84 sebanyak 4 orang mengalami gangguan kualitas tidur.
Studi yang dilakukan oleh Rahman, et al (2019) tidak
menjelaskan karakteristik rentang usia responden.
Studi yang dilakukan oleh Maulinda, et al. (2017) menunjukan
bahwa lansia berusia 60 – 64 sebanyak 4 orang, 65 – 69 sebanyak 9
orang, 70 – 74 sebanyak 7 orang mengalami gangguan kualitas tidur.
Studi yang dilakukan oleh Sijabat (2019) menunjukan bahwa
lansia berusia 60 – 75 sebanyak 30 orang mengalami ganguan kualitas
tidur.
Lima dari enam artikel yang di analisa bahwa dari total 201
orang rata – rata responden berusia 56 – 84 tahun mengalami ganguan
kualitas tidur, satu artikel dari Rahman, et al (2019) dengan 50
responden tidak menjelaskan karakteristik usia, hal ini sejalan dengan
studi Roth (2007) yang di publikasikan dalam Journal Clinic Sleep
Medecine, ditemukan bahwa prevalensi dari gangguan kualitas tidur
menunjukkan bahwa usia merupakan faktor risiko demografis yang
paling jelas diidentifikasi, dengan peningkatan prevalensi terhadap usia
older adult (56 tahun ke atas).

2. Jenis Kelamin
Menurut Madrid-Valero et all (2017) berdasarkan data
prevalensi gangguan kualitas tidur, disebutkan bahwa proporsi wanita
lebih tinggi untuk mengalami gangguan kualitas tidur (44,6%)
daripada proporsi laki-laki (30,1%), lalu menurut Roth (2007) jenis
kelamin adalah faktor risiko demografis yang paling jelas
diidentifikasi, dengan peningkatan prevalensi pada wanita yang
berhubungan dengan menstruasi dan menopause, gangguan medis pada
penyakit penyerta (komorbiditas), dan gangguan psikologis yang
menunjukan resiko signifikan terhadap gangguan kualitas tidur.
Prevalensi gangguan kualitas tidur ini sejalan dengan penelitian yang
sudah dilakukan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan faktor
biologis, sosiodemografis, dan juga gaya hidup (Fatima, Doi, Najman,
& Al-Mamun, 2016).
Wanita memiliki siklus perubahan hormon yang lebih sering
daripada pria. Misalnya perubahan hormon estrogen karena siklus
menstruasi yang menyebabkan wanita rentan mengalami perubahan
suasana hati dan mudah merasa stress, ataupun ketidakstabilan hormn
pasca menopause. Hormon lain seperti peningkatan adrenalin secara
tiba-tiba juga dapat membuat otak terbangun dan menyebabkan wanita
berkeringat karena temperatur tubuh yang ikut meningkat. Kenaikan
temperatur tubuh ini menyebabkan wanita mengalami tidur yang
kurang nyaman sepanjang malam dibandingkan pria. Pada pria, faktor
gaya hidup yang tidak sehat lebih berpengaruh pada kualitas tidur
dibandingkan faktor hormon (Fatima, Doi, Najman & AlMamun,
2016). Temuan ini juga sejalan dengan penelitian tentang insomnia
yang dilakukan di China (Tang et al., 2017) dan Taiwan (Tsou, 2018).
Hasil dari kedua penelitian tersebut menemukan adanya perbedaan
signifikan pada kualitas tidur. Wanita memiliki kualitas tidur yang
lebih buruk daripada pria.
Studi yang dilakukan oleh Habibollahpour, et al. (2019)
menjelaskan bahwa dari 75 responden terdapat 41 lanisa dengan jenis
kelamin perempuan dan 34 lansia dengan jenis kelamin laki-laki.
Studi yang dilakukan oleh Marasabessy, et al (2020)
menjelaskan bahwa dari 46 responden terdapat 30 lansia dengan jenis
kelamin perempuan dan 16 lansia dengan jenis kelamin laki-laki.
Studi yang dilakukan oleh Budiarti (2020) menjelaskan bahwa
dari 30 responden terdapat 20 lansia dengan jenis kelamin perempuan
dan 10 lansia dengan jenis kelamin laki-laki.
Studi yang dilakukan oleh Rahman, et al (2019) tidak
menjelaskan karakteristik jenis kelamin responden.
Studi yang dilakukan oleh Maulinda, et al. (2017) tidak
menjelaskan karakteristik jenis kelamin responden.
Studi yang dilakukan oleh Sijabat (2019) tidak menjelaskan
karakteristik jenis kelamin responden.
Berdasarkan dari enam artikel yang dianalisa hanya tiga artikel
yang memaparkan jenis kelamin dari total 251 responden disemua
artikel, dari tiga artikel tersebut terdapat 91 total lansia berjenis
kelamin perempuan dan 60 total lansia berjenis kelamin laki laki.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penderita gangguan kualitas
tidur terbanyak dari total artikel yang dicari adalah responden dengan
jenis kelamin perempuan dengan total 91 orang lebih banyak dari laki
– laki dengan total 60 responden, Dengan sejalannya teori yang ada
dengan hasil literatur dari enam artikel sumber bahwa jumlah jenis
kelamin yang mengalami gangguan kualitas tidur lebih banyak
perempuan dari pada laki laki, dapat di simpulkan bahwa proporsi
jenis kelamin perempuan lebih tinggi untuk mengalami gangguan
kualitas tidur.

3. Lama waktu intervensi


Berdasarkan enam artikel yang sudah di analisa setiap artikel
memiliki rentang lama intervensi yang berbeda beda dengan lama
waktu mulai dari 1 minggu untuk yang paling singkat hingga 6 bulan
untuk durasi intervensi yang paling lama, untuk perbandingan hasil
studi yang dilakukan oleh Habibollahpour et al (2019), memberikan
terapi relaksasi Benson kepada 75 lansia yang dibagi menjadi 38 lansia
untuk intervensi dan 37 lansia untuk kontrol. Selama 6 bulan dilakukan
2 kali dalam seminggu dengan durasi 20 menit, menunjukan hasil Rata
– rata skor kualitas tidur subyektif pada kelompok intervensi
meningkat secara signifikan setelah program relaksasi, dan Studi yang
dilakukan Budiarti (2020), memberikan terapi relaksasi benson kepada
30 lansia yang dibagi menjadi 2 kelompok terdiri dari 15 lansia di
kelompok intervensi dan 15 lansia di kelompok kontrol, dilakukan
setiap hari selama 1 minggu menunjukkan hasil menggunakan uji – t
test (p = 0.006< 0,05) Rata – rata 15 responden pada kelompok
intervensi terdapat, kualitas tidur baik (66,7%) dan kualitas tidur buruk
(33,3%).
Dari analisa tersebut didapatkan kedua artikel menunjukan
peningkatan kualitas tidur lansia pada kelompok intervensi, sehingga
dapat disimpulkan dari enam artikel paling cepat untuk mendapatkan
hasil yang efektif durasi intervensi yang diperlukan adalah selama
tujuh hari.

4. Pengaruh relaksasi Benson terhadap kualitas tidur lansia.


Teknik relaksasi benson merupakan teknik latihan nafas.
Dengan latihan nafas yang teratur dan dilakukan dengan benar, tubuh
menjadi rileks, menghilangkan ketegangan saat mengalami stress dan
bebas dari ancaman. Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamuss
untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF).
Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan
produksi Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi
enkephalin oleh medula adrenal meningkat. Kelenjar pituitary juga
menghasilkan β endorphin sebagai neurotransmitter. Dengan
meningkatnya enkephalin dan β endorphalin, pasien akan merasa rileks
dan nyaman (Taylor, 1997 dalam Risnasari, 2005).
Teknik relaksasi Benson ini adalah berfokus pada kata atau
kalimat tertentu yang diucapkan berulang kali dangan ritme teratur
yang disertai sikap pasrah pada Tuhan Yang Maha Esa sambil menarik
nafas dalam. Pernapasan yang panjang dapat memberikan energi yang
cukup, karena pada waktu menghembuskan nafas mengeluarkan
karbondioksida (CO2) dan saat menghirup nafas panjang mendapatkan
oksigen yang sangat di perlukan tubuh untuk membersihkan darah
dan mencegah kerusakaan jaringan otak akibat kekurangan oksigen
(hipoksia). Saat tarik nafas panjang otot-otot dinding perut (Rektus
abdominalis, transverses abdominalis, internaldan eksternal obligue)
menekan iga bagian bawah kearah belakang serta mendorong sekat
diafragma ke atas dapat berakibat meninggikan tekanan intra
abdominal, sehingga dapat merangsang aliran darah baik vena cava
inferior maupun aorta abdominalis, menigkatkan keseluruhan tubuh
terutama organ-organ vital seperti otak, sehingga O2 tercukupi
didalam otak dan tubuh menjadi rileks (Benson & Proctor ,2000).
Cara kerja relaksasi Benson ini dengan melibatkan faktor
keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal
sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan
kesejahteraan lebih tinggi. Soeharto (2009) menyatakan bahwa tujuan
teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,
meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik
maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan serta menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic.
Berdasarkan teroi diatas akan disesuaikan dengan 6 artikel yang sudah
didapatkan untuk membutikan apakah relaksasi Benson dapat
meningkatkan kualitas tidur pada lansia.
Studi yang dilakukan oleh Habibollahpour et al (2019),
memberikan terapi relaksasi Benson kepada 75 lansia yang dibagi
menjadi 38 lansia untuk intervensi dan 37 lansia untuk kontrol. Selama
6 bulan dilakukan 2 kali dalam seminggu dengan durasi 20 menit,
menunjukkan hasil perbadaan yang signifikan anatara kualitas tidur
pada lansia di kelompok kontrol dan kualitas tidur pada lansia di
kelompok intervensi.
Studi yang dilakukan oleh Marasabessy et al (2020),
memberikan terapi relaksasi Benson kepada 46 lansia yang dibagi
menjadi 2 kelompok sesuai dengan tempat huniannya selama 2 minggu
dilakukan setiap malam dengan durasi 10-20 menit, menunjukkan hasil
perbedaan hasil antara kelompok kontrol dan intervensi, dengan kata
lain terjadi peningkatan kualitas tidur lansia pada kelompok intervensi.
Studi yang dilakukan Budiarti (2020), memberikan terapi
relaksasi benson kepada 30 lansia yang dibagi menjadi 2 kelompok
terdiri dari 15 lansia di kelompok intervensi dan 15 lansia di kelompok
kontrol, dilakukan setiap hari selama 1 minggu menunjukkan hasil
adanya perbedaan yang signifikan anatara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh terapi
relaksasi benson terhadap kualitas tidur lansia.
Studi yang dilakukan Rahman et al (2019), memberikan terapi
relaksasi benson kepada 50 lansia, dibagi menjadi 25 lansia di
kelompok kontrol dan 25 lansia di kelompok intervensi intervensi
dilakukan 1 kali dalam 1 hari selama 30 hari dengan lama waktu 20
menit, menunjukkan hasil adanya perbedaan yang signifikan anatara
kelompok kontrol dan intervensi yang artinya relaksasi benson efektif
untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia.
Studi yang dilakukan Maulinda et al (2017) dengan metode
Quasi eksperimen, memberikan terapi relaksasi Benson kepada 20
lansia, namun pada penelitian ini tidak di jelaskan berapa lama durasi
dan frekuensi pemberian terapi namun hasil analisis Mann-whitney U
Test pengaruh teknik relaksasi benson terhadap kualitas tidur lansia di
Posyandu Lansia Permadi Kota Malang didapatkan nilai Sig = 0,000(p
≤ 0,05) yang berarti data dinyatakan signifikan dan H1 diterima,artinya
ada pengaruh teknik relaksasi benson terhadap kualitas tidur lansia.
Studi yang dilakukan Sijabat (2019), dengan metode Quasi
Eksperimen one group pre test- post test design, memberikan terapi
relaksasi Benson kepada 30 lansia selama 4 minggu dan dalam 1
minggu diberikan terapi relaksasi Benson sebanyak 3 kali, hasil
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dalam pemeberian
terapi relaksasi Benson terahadap gangguan kualitas tidur lansia.
Dari enam artikel yang dianalisa diatas relaksasi benson mampu
meningkatkan kualitas tidur lansia hal ini sejalan dengan teori yang
sudah dikemukakan diatas.

Anda mungkin juga menyukai