Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA DENGAN KETUBAN PECAH DINI

I. Anatomi Fisiologi

Normalnya volume cairan ketuban pada usia kehamilan usia 10 – 20


minggu, sekitar 50 – 250 ml. Ketika memasuki minggu 30 – 40, jumlahnya
mencapai 500 – 1500 ml ( Fathkiah,2014).
Menurut Winkjosastro, 2005 ciri-ciri kimiawi dari air ketuban adalah :
Air ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis,
reaksinya agak alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas
98 % air. Sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut
lanugo, verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr
% per liter terutama sebagai albumin.
Terdapat lesitin dan sfingomielin amat penting untuk mengetahui apakah
janin mempunyai paru-paru yang sudah siap untuk berrfungsi. Dengan
peningkatan kadar lesitin permukaan alveolus paru-paru diliputi oleh zat yang
dinamakan surfaktan dan merupakan syarat untuk berkembangnya paru-paru
dan untuk bernapas. Menilai hal ini dipakai perbandingan antara lesitin dan
sfingomielin.
Kadang-kadang, pada partus warrna air ketuban ini menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur mekonium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi
dan yang mengandung empedu). Berat jenis likuor menurun dengan tuanya
kehamilan (1,025-1,010).
Dari mana air ketuban berasal masih belum diketahui dengan pasti, masih
dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Telah banyak teori dikemukakan
mengenai hal ini, antara lain bahwa air ketuban berasal dari lapisan amnion,
terutama dari bagian plasenta. Teori lain mengemukakan kemungkinan
berasalnya dari plasenta.
Peredaran air ketuban cukup baik. Dalam 1 jam didapatkan perputaran
lebih kurang 500 ml. Cara perputaran ini terdapat banyak teori, antara lain
bayi menelan air ketuban yang kemudian dikeluarkan melalui air kencing.
Apabila janin tidak menelan air ketuban ini janin dengan stenosis akan didapat
keadaan hidramnion.
Fungsi Air Ketuban
1. Melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Memungkinkan janin bergerak dengan bebas
3. Melindungi suhu tubuh janin
4. Meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks
membuka
5. Membersihkan jalan lahir

A. Ketuban Pecah Dini


1. Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the

Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

terjadinya proses persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm

Premature Rupture of the Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban

pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry and

Strauss, 2018).

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum

dimulainya tanda –tanda persalinan, yang ditandai dengan pembukaan

serviks 3 cm pada primipara atau 5 cm pada multipara (Maryunani, 2013).


Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm yaitu, pada usia kehamilan lebih

dari 37 minggu maupun pada kehamilan preterm yaitu sebelum usia

kehamilan 37 minggu (Sujiyantini, 2014).

Ketuban pecah dini merupakan salah satu kelainan dalam

kehamilan. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam ilmu

obstetri, karena berkaitan dengan penyulit yang berdampak buruk terhadap

kesehatan dan kesejahteraan maternal maupun terhadap pertumbuhan dan

perkembangan janin intrauterin, sehingga hal ini dapat meningkatkan

masalah kesehatan di Indonesia(Soewarto, 2016).

2. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks, sedangkan tekanan intrauterin yang meningkat berlebihan/over
distensi uterus dapat disebabkan oleh trauma, kehamilan ganda, dan
hidramnion. Trauma yang menyebabkan KPD misalnya hubungan seksual
(kasar atau terlalu sering) dan pemeriksaan dalam (Morgan & Hamilton,
2009). Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Faktor parietas: peningkatan paritas akan menyebabkan kerusakan pada
serviks selama pelahiran bayi sebelumnya sehingga mengakibatkan
kerusakan pada selaput ketuban (Norma, 2013).
b. Kelainan letak: kelainan letak sungsang atau lintang mengakibatkan
tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah (Nugroho,
2012).
c. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban
sehingga memudahkan ketuban pecah (Amnionitis/Korioamnionitis).
d. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik).
3. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban.
Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang
dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan lebih
lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk
sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1,
faktor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang
diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam
cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin.
Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sel-
sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang
menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah
mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.
Enzim bakterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon
untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban.
Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan
memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga
kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat
memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi
leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau
infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan
ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban .
Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang
mengubah plasminogen menjadi plasmin potensial, potensial menjadi
penyebab ketuban pecah dini.
4. Tanda Dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila duduk atau berdiri, kepala
janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal “atau menyambut
kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sujiyatini,
2015).

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD tergantung ada atau tidaknya infeksi dan usia
gestasi janin. Penatalaksanaan KPD menurut Hamilton (2009):
a. Istirahat Total (Bedrest)
Ibu harus istirahat total untuk mencegah keluarnya air ketuban dalam
jumlah yang banyak. Dalam keadaan seperti ini, air ketuban dapat terus
dibentuk sehingga bayi dapat tumbuh lebih matang lagi sampai saatnya
dilahirkan.
b. Batasi pemeriksaan dalam (VT): meminimalkan infeksi
c. Farmakologi
- Kortikosteroid: menambah reseptor pematangan paru, menambah
maturitas paru janin
- Tokolitik: mengurangi kontraksi uterus. Diberikan bila sudah
dipastikan tidak terjadi infeksi korioamnionitis.
- Antibiotik: air ketuban yang pecah sebelum waktunya akan
membuka rahim dan memudahkan masuknya bakteri dari vagina,
infeksi akan terjadi pada ibu hamil dan juga bayi dalam kandungan.
d. Percepat persalinan (induksi). Indikasi induksi adalah sebagai berikut:
- Usia kehamilan >34 minggu: untuk memperkecil kemungkinan
infeksi.
- Usia kehamilan <34 minggu namun berat janin >2000 gram
- Tanda infeksi intrauterin (suhu >380C dengan pengukuran rektal,
hasil laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban menunjukkan
infeksi).
e. Sectio Caesaria
Sectio caesaria dianjurkan jika induksi gagal, presentasi bokong, letak
lintang, atau gawat janin (fetal distress).

B. Sectio caesarea
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerotomiuntuk melahirkan janin dari dalam Rahim (Mansjoer, 2015).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding depan perut atau vagina, atau suatu histerotomy untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (mochtar,2018).
2. Etiologi
Penyebab dilakukannya sectio caesarea antara lain adalah:
a. Chepalopelvic disproportion atau panggul sempit
b. Gawat janin
c. Plasenta previa
d. Pernah sectio caesarea sebelumnya
e. Kelainan letak incoordinate uterine action
f. Eklampsia, hipertensi
3. Patofisiologi
Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya
adalah bakterostatik untuk mencegah infeksi pada janin atau disebut juga
sawar mekanik. Setelah amnion terinfeksi oleh bakteri dan terjadi kolonisasi
bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada 25% klien
cukup bulan terkena infeksi amnion. Persalinan kurang bulan terkena
indikasi ketuban pecah dini pada 10% persalinan cukup bulan. Indikasi
ketuban pecah dini akan menjadi karidaminoritas (sepsis, infeksi
menyeluruh). Keadaan serviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik,
maka persalinan pervaginam dianjurkan tetapi apabila terjadi gagal indikasi
pada serviks atau indikasi serviks yang tidak baik maka tindakan section
caesarea dapat dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan
atau terinfeksinya janin lebuh parah

4. Jenis-Jenis Seksio Sesarea


a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) Sectio caesarea transperitonealis:
a) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus
uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira – kira 10 centimeter. Jenis ini mempunyai
kelebihan:
 Mengeluarkan janin lebih cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa di perpanjang proksimal atau distal
Sedang kekurangannya adalah :
 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal
 Untuk persalinan selanjutnya sering terjadi rupture uteri
spontan
b) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada
segmen bawah rahim). Dilakukan dengan melakukan sayatan
melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical
transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
 Penjahitan luka lebih mudah.
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan
 penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
 Perdarahan tidak begitu banyak.
 Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih
kecil.
Kekurangan:
 Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga
dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga
mengakibatkan perdarahan banyak.
 Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
c) SC ekstra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
b. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut:
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (transversal)
3) Sayatan huruf T (T insicion)

5. Indikasi Seksio Sesarea


Menurut Kasdu (2014) indikasi seksio sesarea di bagi menjadi dua faktor :
a. Faktor Janin
1) Bayi terlalu besar
Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit
keluar dari jalan lahir
2) Kelainan letak bayi
Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan
lintang
3) Ancaman gawat janin (Fetal Distres)
Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita
hipertensi atau kejang rahim.Gangguan pada bayi juga diketahui
adanya mekonium dalam air ketuban. Apabila proses persalinan
sulit melalui vagina maka dilakukan operasi seksio sesarea.
4) Janin abnormal
Janin abnormal misalnya kerusakan genetic dan hidrosephalus
5) Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat
darurat pada ibu dan janin sehingga harus dilakukan persalinan
dengan operasi bila itu plasenta previa dan solutio plasenta
6) Kelainan tali pusat
Ada dua kelainan tali pusat yang bias terjadi yaitu prolaps tali pusat
dan terlilit tali pusat
7) Multiple pregnancy
Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara
operasi.Persalinan kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi
misalnya lahir premature sering terjadi preeklamsi pada ibu.Bayi
kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak lintang.Oleh karena
itu pada persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit, kemungkinan
dilakukan tindakan operasi.
b. Faktor Ibu
1) Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita
usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit
yang beresiko misalnya hipertensi jantung, kencing manis dan
eklamsia.
2) Tulang Panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin.
3) Persalinan sebelumnya dengan operasi
4) Faktor hambatan jalan lahir
Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma.Keadaan ini
menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju adalah distosia.
5) Ketuban pecah dini
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang
mengalami ketuban pecah dini akan lahir sendiri 2×24 jam. Apabila
bayi tidak lahir lewat waktu, barulah dokter akan melakukan
tindakan operasi seksio sesarea
6. Kontra Indikasi Sectio Caesaria :
Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati,
syok, anemi berat sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Sarwono,
2018).
7. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain:
a. Ibu:
1) Infeksi puerperal
Kenaikan suhu beberapa hari merupakan infeksi ringan, kenaikan
suhu yang disertai dehidrasi serta perut kembung termasuk infeksi
sedang.Sedangkan peritonitis, sepsis serta ileus paralitik merupakan
infeksi berat.
2) Perdarahan
Perdarahan dapat disebabkan karena pembuluh darah banyak yang
terputus atau dapat juga karena atonia uteri
3) Luka pada kandung kencing, embolisme paru-paru
Emboli paru dan terluka kandung kemih bila repertonial terlalu
tinggi
4) Ruftur uteri
Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang
b. Bayi: kematian perinatal
Asuhan keperawatan dan pengkajian

A. Pengkajian
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data
dasar tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien.

1. Identitas atau biodata klien


Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit
nomor register, dan diagnosa keperawatan.

2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan cairan ketuban yang
keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda
persalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien
d. Riwayat psikososial
Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat
bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga
diri rendah.
3. Pola-pola fungsi kesehatan
a. pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
e. Pola istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
g. Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal
diri
j. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien
akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total
setelah partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya.

1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena
adanya proses menerang yang salah.
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
d. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi
areola mamae dan papila mamae.
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur.
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
k. Muskulis skeleta
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena
adanya luka episiotomi.
l. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
B. Diagnosa keperawatan
1. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan ketegangan otot
rahim.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pengakuan persalinan
premature.
4. Ansietas berhubungan dengan persalinan premature dan neonatus
berpotensi lahir premature.
Intervensi
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda-tanda 1. Untuk mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan infeksi tanda-tanda infeksi
dengan selama 3×24 2. Pantau keadaan yang muncul
ketuban pecah jam diharapkan pasien umum pasien 2. Untuk melihat
dini tidak menunjukan tanda- 3. Bina hubungan perkembangan
tanda infeksi dengan saling percaya kesehatan pasien
kriteria hasil : melalui 3. Untuk memudahkan
komunikasi perawat melakukan
1. Tanda-tanda infeksi
terapeutik tindakan
tidak tidak ada.
4. Berikan 4. Agar istirahat pasien
2. Tidak ada lagi cairan
lingkungan terpenuhi
ketuban yang keluar
yang nyaman 5. Untuk proses
dari pervaginaan.
untuk pasien penyembuhan
3. DJJ normal
5. Kolaborasi pasien
4. Leukosit kembali
dengan dokter
normal
untuk
5. Suhu tubuh normal
memberikan
(36,5-37,5ºC)
obat antiseptik
sesuai terapi

2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kali tanda- 1. Untuk mengetahui


rasa nyaman:
tindakan keperawatan tanda Vital keadaan umum
nyeri
berhubungan selama 3×24 jam di pasien pasien
dengan
harapkan nyeri 2. Kaji skala nyeri 2. Untuk mengetahui
ketegangan
otot rahim berkurang atau nyeri (1-10) derajat nyeri pasien
hilang dengan kriteria 3. Ajarkan pasien dan menentukan
hasil : teknik relaksasi tindakan yang akan
4. Atur posisi dilakukan
1. Tanda-tanda vital
pasien 3. Untuk
dalam batas normal.
5. Berikan mengurangi nyeri
TD:120/80 mm Hg
lingkungan
N: 60-120 X/ menit. yang nyaman yang dirasakan
2. Pasien tampak dan batasi pasien
tenang dan rileks pengunjung 4. Untuk memberikan
3. Pasien mengatakan rasa nyaman
nyeri pada perut 5. Untuk mengurangi
berkurang tingkat stress pasien
dan pasien dapat
beristirahat

3. Defisiensi Setelah dilakukan 1.Kaji apa pasien 1. Untuk mengetahui


pengetahuan
tindakan keperawatan tahu tentang pemahaman
berhubungan
dengan selama 3×24 jam di tentang tanda- pasien untuk
pengakuan
harapkan pasien tanda dan tindakan selanjutnya
persalinan
premature memahami pengetahuan gejala normal 2. Mencegah
tentang penyakitnya selama terjadinya hal-hal
dengan criteria hasil : kehamilan yang tidak
2.Ajarkan tentang diinginkan terjadi
1. Pasien terlihat tidak
apa yang harus yang bisa
bingung lagi
dilakukan jika membahayakan ibu-
2. Pengetahuan Pasien
tanda KPD janin
dan keluarga dapat
muncul 3. Untuk membantu
bertambah
kembali merencanakan
3.Libatkan tindakan berikutnya
keluarga agar
memantau
kondisi pasien
4. Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui
berhubungan
tindakan keperawatan kecemasan tingkatan kecemasan
dengan
persalinan selama 3×24 jam di pasien yang dialami pasien
premature dan
harapkan ansietas pasien 2. Dorong pasien 2. Untuk
neonatus
berpotensi teratasi dengan kriteria untuk istirahat mempercepat proses
lahir
hasil : total penyembuhan
premature
1. Pasien tidak cemas 3. Berikan 3. Untuk memberikan
lagi suasana yang rasa nyaman dan
2. Pasien sudah tenang dan menurunkan
mengetahui tentang ajarkan kecemasan pasien
penyakit keluarga untuk
memberikan
dukungan
emosional
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2015. Diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC.


Doengoes, M.E,. 2017. Rencana askep pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 2018. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida BagusGde, (2018). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana. EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2016. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai