I. Anatomi Fisiologi
pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry and
Strauss, 2018).
2. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks, sedangkan tekanan intrauterin yang meningkat berlebihan/over
distensi uterus dapat disebabkan oleh trauma, kehamilan ganda, dan
hidramnion. Trauma yang menyebabkan KPD misalnya hubungan seksual
(kasar atau terlalu sering) dan pemeriksaan dalam (Morgan & Hamilton,
2009). Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Faktor parietas: peningkatan paritas akan menyebabkan kerusakan pada
serviks selama pelahiran bayi sebelumnya sehingga mengakibatkan
kerusakan pada selaput ketuban (Norma, 2013).
b. Kelainan letak: kelainan letak sungsang atau lintang mengakibatkan
tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah (Nugroho,
2012).
c. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban
sehingga memudahkan ketuban pecah (Amnionitis/Korioamnionitis).
d. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik).
3. Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban.
Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang
dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan lebih
lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk
sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1,
faktor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang
diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam
cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin.
Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sel-
sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang
menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah
mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.
Enzim bakterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon
untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban.
Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan
memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga
kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat
memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi
leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau
infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan
ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban .
Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang
mengubah plasminogen menjadi plasmin potensial, potensial menjadi
penyebab ketuban pecah dini.
4. Tanda Dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila duduk atau berdiri, kepala
janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal “atau menyambut
kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sujiyatini,
2015).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD tergantung ada atau tidaknya infeksi dan usia
gestasi janin. Penatalaksanaan KPD menurut Hamilton (2009):
a. Istirahat Total (Bedrest)
Ibu harus istirahat total untuk mencegah keluarnya air ketuban dalam
jumlah yang banyak. Dalam keadaan seperti ini, air ketuban dapat terus
dibentuk sehingga bayi dapat tumbuh lebih matang lagi sampai saatnya
dilahirkan.
b. Batasi pemeriksaan dalam (VT): meminimalkan infeksi
c. Farmakologi
- Kortikosteroid: menambah reseptor pematangan paru, menambah
maturitas paru janin
- Tokolitik: mengurangi kontraksi uterus. Diberikan bila sudah
dipastikan tidak terjadi infeksi korioamnionitis.
- Antibiotik: air ketuban yang pecah sebelum waktunya akan
membuka rahim dan memudahkan masuknya bakteri dari vagina,
infeksi akan terjadi pada ibu hamil dan juga bayi dalam kandungan.
d. Percepat persalinan (induksi). Indikasi induksi adalah sebagai berikut:
- Usia kehamilan >34 minggu: untuk memperkecil kemungkinan
infeksi.
- Usia kehamilan <34 minggu namun berat janin >2000 gram
- Tanda infeksi intrauterin (suhu >380C dengan pengukuran rektal,
hasil laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban menunjukkan
infeksi).
e. Sectio Caesaria
Sectio caesaria dianjurkan jika induksi gagal, presentasi bokong, letak
lintang, atau gawat janin (fetal distress).
B. Sectio caesarea
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerotomiuntuk melahirkan janin dari dalam Rahim (Mansjoer, 2015).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding depan perut atau vagina, atau suatu histerotomy untuk
melahirkan janin dari dalam rahim (mochtar,2018).
2. Etiologi
Penyebab dilakukannya sectio caesarea antara lain adalah:
a. Chepalopelvic disproportion atau panggul sempit
b. Gawat janin
c. Plasenta previa
d. Pernah sectio caesarea sebelumnya
e. Kelainan letak incoordinate uterine action
f. Eklampsia, hipertensi
3. Patofisiologi
Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya
adalah bakterostatik untuk mencegah infeksi pada janin atau disebut juga
sawar mekanik. Setelah amnion terinfeksi oleh bakteri dan terjadi kolonisasi
bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada 25% klien
cukup bulan terkena infeksi amnion. Persalinan kurang bulan terkena
indikasi ketuban pecah dini pada 10% persalinan cukup bulan. Indikasi
ketuban pecah dini akan menjadi karidaminoritas (sepsis, infeksi
menyeluruh). Keadaan serviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik,
maka persalinan pervaginam dianjurkan tetapi apabila terjadi gagal indikasi
pada serviks atau indikasi serviks yang tidak baik maka tindakan section
caesarea dapat dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan
atau terinfeksinya janin lebuh parah
A. Pengkajian
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data
dasar tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan cairan ketuban yang
keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda
persalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien
d. Riwayat psikososial
Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat
bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga
diri rendah.
3. Pola-pola fungsi kesehatan
a. pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
e. Pola istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
g. Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal
diri
j. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien
akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total
setelah partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya.
1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena
adanya proses menerang yang salah.
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
d. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi
areola mamae dan papila mamae.
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur.
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
k. Muskulis skeleta
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena
adanya luka episiotomi.
l. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
B. Diagnosa keperawatan
1. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan ketegangan otot
rahim.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pengakuan persalinan
premature.
4. Ansietas berhubungan dengan persalinan premature dan neonatus
berpotensi lahir premature.
Intervensi
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda-tanda 1. Untuk mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan infeksi tanda-tanda infeksi
dengan selama 3×24 2. Pantau keadaan yang muncul
ketuban pecah jam diharapkan pasien umum pasien 2. Untuk melihat
dini tidak menunjukan tanda- 3. Bina hubungan perkembangan
tanda infeksi dengan saling percaya kesehatan pasien
kriteria hasil : melalui 3. Untuk memudahkan
komunikasi perawat melakukan
1. Tanda-tanda infeksi
terapeutik tindakan
tidak tidak ada.
4. Berikan 4. Agar istirahat pasien
2. Tidak ada lagi cairan
lingkungan terpenuhi
ketuban yang keluar
yang nyaman 5. Untuk proses
dari pervaginaan.
untuk pasien penyembuhan
3. DJJ normal
5. Kolaborasi pasien
4. Leukosit kembali
dengan dokter
normal
untuk
5. Suhu tubuh normal
memberikan
(36,5-37,5ºC)
obat antiseptik
sesuai terapi