Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN


” PENJAHITAN LUKA EPISIOTOMI”

Dosen Pembimbing : Ibu Nurmah SST,M.Kes

DISUSUN OLEH :
AFIFAH EVINDASARI (16.156.02.11.001)
ELIS EVI SAPUTRI(16.156.02.11.007)
RIFA PUTRI NANDYA (16.156.02.11.023)
SYIFA FAUZIA PUTRI (16.156.02.11.028)
NENG SESI AGESTIN (16.156.02.11.018)
LISNA ELISABETH (16.156.02.11.013)
KARTIKA DEWI (16.156.02.11.012)
PAIQOH(16.156.02.11.035)
YULIA PUSPITASARI(16.156.02.11.033)

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA
JL.CUT MUTIA RAYA NO.88A SEPANJANG JAYA BEKASI TIMUR.
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena hanya dengan izin, rahmat
dan kuasa-Nyalah kami masih diberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “PENJAHITAN LUKA EPISIOTOMI”

Pada kesempatan ini tak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak terutama kepada dosen pengajar Mata Kuliah asuhan
kebidanan persalinan yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
khususnya mengenai peran dan organisasi bidan di Indonesia.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan masih jauh dari apa yang diharapkan. Untuk itu, kami berharapa dan kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat
bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Bekasi,08 Januari 2018

Penyusun
( )

DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
LATAR BELAKANG..............................................................................................................................4
RUMUSAN MASALAH........................................................................................................................5
TUJUAN.............................................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................6
ANESTESI LOKAL................................................................................................................................6
Analgesia untuk persalinan............................................................................................................11
PRINSIP PENJAHITAN PERINEUM.....................................................................................................14
PENJAHITAN LUKA EPISIOTOMI / LASERASI.....................................................................................22
A.       RUPTUR PERINEUM................................................................................................................22
 Etiologi........................................................................................................................................22
Klasifikasi Rupture Perineum..............................................................................................................23
.........................................................................................................................................................23
B.       RUPTURE PERINEUM SPONTAN............................................................................................23
C.       RUPTUR PERINEUM YANG DISENGAJA (EPISIOTOMI)............................................................25
F.        PENJAHITAN LASERASI PERINEUM DAN LUKA EPISIOTOMI................................................33
BAB III..................................................................................................................................................39
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................................................39
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................................39
3.2 SARAN........................................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................40

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Persalinan seringkali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka biasanya ringan,


tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Setelah persalinan harus
selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks
dengan spekulum perlu dilakukan setelah pembedahan pervaginam. Robekan perineum
terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai
dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan
lahir jangan di tahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar
panggul karena direnggangkan terlalu lama. Setelah post partum biasanya akan di
lakukan manajemen aktif kala IV yaitu masa dua jam setelah plasenta lahir. Dalam kala
IV ini, ibu masih membutuhkan pengawasan yang intensif karena dikhawatirkan akan
terjadi pendarahan. Pada keadaan ini atonia uteri masih mengancam. Pada saat proses
persalinan terkadang harus dilakukan episiotomi misalnya kepala bayi terlalu besar atau
mencegah ruptur perineum totalis. Oleh karena itu kala IV penderita belum boleh
dipindahkan kekamarnya dan tidak boleh ditinggalkan bidan. Selama masih dalam proses
kala IV ibu berada dalam masa kritis maka harus selalu dilakukan pemantauan kala IV
oleh bidan, pemantauan yang dilakukan di antaranya yaitu : Tekanan darah, nadi, suhu,
pernapasan, TFU, kandung kemih, perdarahan, kontraksi uterus dan lochea.

RUMUSAN MASALAH

Apa itu anastesi lokal dan bagaimana cara melakukannya?


Bagaimana prinsip penjahitan perineum?
Bagaimana cara melakukan penjahitan luka episiotomi/laserasi?

TUJUAN

Untuk mengetahui Deteksi Dini Kala IV, memahami hal-hal yang dilakukan pada saat
memberikan asuhan pada ibu bersalin kala IV, mengetahui persiapan yang diperlukan
untuk melakukan penjahitan luka episiotomi, dan memahami hal-hal yang dilakukan
pada saat pemantauan kala IV.

Dalam makalah ini tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini, adalah :

 Untuk memenuhi tugas perkuliahan dengan mata kuliah Askeb Kehamilan


 Untuk memberikan pengetahuan luas tentang :

1. Melakukan penjahitan luka episiotomi atau laserasi


2. Anastesi lokal,prinsip penjahitan perinium.
3. Penjahitan luka epiosotomi
4. Pemantauan selama kala lV
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 ANESTESI LOKAL
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-“tidak, tanpa” dan  aesthētos “persepsi,
kemampuan untuk merasa”), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.

Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan
sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius
jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak
membuat lama waktu penyembuhan operasi.

Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks, memerlukan kesepakatan dan
pengetahuan yang baik antara pasien dan faktor-faktor pembedahan. Dalam beberapa
kelompok populasi pasien, pembiusan regional ternyata lebih baik daripada pembiusan total.

Anastesi lokal diberikan pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau
episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anastesi lokal merupakan
asuhan sayang ibu. Jika ibu menggunakan anastesi lokal saat dilakukan episiotomi, lakukan
pengujian luka untuk mengetahui bahwa anastesi masih bekerja. Sentuh luka dengan jarum
yang tajam atau cubit dengan forseps atau cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman, maka ulangi
lagi pemberian anastesi lokal sebelum penjahitan.

Beberapa tipe anestesi adalah:

 Pembiusan total — hilangnya kesadaran total


 Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh).
 Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh
blokade selektif pada jaringan spinalatau saraf yang berhubungan dengannya

Manfaat dan tujuan anestesi local pada penjahitan laserasi perineum, yaitu :

 Salah satu dari penerapan asuhan sayang ibu, penjahitan sangat menyakitkan
pasien,dengan pemberian anestesi local maka rasa sakit ini dapat diatasi.
 Memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pasien sehingga proses adaptasi
psikologis masa  nifas tidak terganggu dengan pengalaman yang tidak menyenangkan
saat persalinan.

 Memberikan konsep yang positif tentang bidan bagi pasien.

 Manfaat dan Tujuan Pemberian Anastesi Lokal

Manfaat dan tujuan anestesi lokal pada penjahitan laserasi perineum adalah salah satu
dari penerapan asuhan sayang ibu. Penjahitan sangat menyakitkan pasienJadi, dengan
dilakukannya pemberian anestesi local maka rasa sakit ini dapat diatasi. Memberikan
pengalaman yang memuaskan bagi pasien sehingga proses adaptasi psikologis masa 
nifas tidak terganggu dengan pengalaman yang tidak menyenangkan saat persalinan.
Selain itu anastesi juga memberikan konsep yang positif tentang bidan bagi pasien.

 Peralatan dalam Pemberian Anastesi Lokal

Gunakan tabung suntik satu kali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4 cc. Jarum
yang lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar dapat digunakan, tetapi jarum
harus berukuran 22 atau lebih kecil tergantung pada tempat yang memerlukan
anastesi. Obat standar yang digunakan untuk anastesi lokal adalah 1% lidokain tanpa
epineprin (silokain). Jika lidokain 1% tidak tersedia, gunakan lidokain 2% dengan
dilarutkan terlebih dahulu dengan air steril dengan perbandingan 1 : 1 (sebagai
contoh, larutkan 5 ml lidokain 2% dengan 5 ml air steril untuk membuat larutan
lidokain 1%).

 Langkah-langkah Anastesi Lokal

Langkah-langkah pemberian anastesi lokal adalah sebagai berikut.

1.      Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa santai
atau rileks.

2.      Masukkan 10 ml larutan lidokain 1% ke dalam alat suntik sekali pakai ukuran
10 ml (jika diperlukan boleh digunakan tabung yang lebih besar), jika lidokain 1%
tidak ada, boleh menggunakan lidokain 2%, tetapi dilarutkan dulu dengan
perbandingan 1:1 dengan air steril).

3.      Tempelkan/pasang jarum suntik ukuran 22 pada tabung suntik tersebut.

4.      Tusukkan jarum ke ujung atau pojok luka (laserasi), tarik jarum sepanjang tepi
luka (ke arah bawah di antara mukosa dan kulit perineum).

5.      Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak
berada dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke tabung suntik, jangan teruskan
penyuntikan dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikan
kembali (alasan: Ibu dapat mengalami kejang dan kematian bila lidokain disuntikkan
ke dalam pembuluh darah).

6.      Suntikan anestesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik
perlahan-lahan.

7.      Tarik jarum sampai ke bawah tempat di mana jarum tersebut disuntikkan.

8.      Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah empat.
Tusuk jarum untuk ketiga kalinya sehingga tiga garis di satu sisi luka mendapat
anastesi lokal. Ulangi proses ini di sisi lain luka tersebut. Setiap sisi luka akan
memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1% untuk mendapatkan anastesi yang
cukup.
9.      Tunggu selama dua menit dan biarkan anastesi tersebut bekerja dan kemudian
uji daerah yang dianastesi dengan cara mencubit dengan forsep atau disentuh dengan
jarum yang tajam. Jika ibu merasakan jarum atau cubitan tersebut, tunggu dua menit
lagi dan kemudian uji kembali sebelum mulai menjahit luka.

 Teknik penginjeksian anestesi adalah :

1. Jelaskan kepada ibu apa yang akan anda lakukan dan bantulah ia agar rileks.

2. Masukkan jarum pada ujung atau pojok laserasi atau luka dan dorong masuk sepanjang
luka mengikuti garis dimana jarum jahitnya akan masuk atau keluar.

3. Aspirasi dan kemudian injeksikan anestesis tersebut sambil menarik jarum ke titik dimana
jarum masuk.

4. Hentikan penginjeksian anestesi dan belokkan kembali jarum sepanjang garis lain dimana
anda merencanakan akan membuat jahitan.

5. Ulangi proses pemasukkan jarum, kemudian aspirasi, dan injeksikan sambil menarik jarum
hingga selurah daerah yang kemungkinan akan merasa sakit sudah dianestesi.

Episiotomi adalah tindakan yang menimbulkan rasa sakit dan menggunakan anestesi lokal
adalah bagian dari sayang klien.

No Langkah Rasionalisasi
.
1 Informed consent dan bantu klien  Supaya klien  tidak terkejut atas
untuk merasa rileks. tindakan tenaga kesehatan dan klien
mau bekerja sama dengan baik pada
saat tindakan dilakukan.
2 Hisap 10 ml larutan lidokain 1 % Epinefrin tidak boleh diotambahkan
tanpa epinefrin ke dalam tabung karena akan mengganggu absorpsi obat
suntik steril ukuran 10 ml (tabung anestesi (menyebabkan vasokonstriksi)
suntik  lebih besar boleh digunakan,
jika diperlukan). Jika lidokain 1%
tidak tersedia, larutkan 1 bagian
lidokain 2 % dengan 1 bagian cairan
garam fisiologis atau air steril.
Pastikan bahwa tabung suntik
memiliki jarum ukuran 22 dan
panjang 4cm (jarum yang lebih
panjang boleh digunakan jika
diperlukan)
3 Letakkan dua jari kedalam vagina Untuk memudahkan dalam pemberian
diantara kepala bayi dan perineum lidokain melalui injeksi
4 Masukkan jarum ditengah fourchette
dan arahkan jarum sepanjang tempat
yang akan diepisiotomi
5 Aspirasi (tarik batang penghisap) Ibu bisa mengalami kejang dan bisa
untuk memastikan bahwa jarum terjadi kematian, jika lidokain
tidak berada di dalam pembuluh disuntikan kedalam pembuluh darah
darah. Jika darah masuk kedalam
tabung suntik jangan suntikkan
lidokain, tarik jarum tersebut keluar.
Ubah posisi jarum dan tusukkan
kembali.
6 Tarik jarum perlahan sambil
menyuntikan maksimal 10ml
lidokain
7 Tarik jarum bila sudah kembali
ketitik asal jarum suntik ditusukkan
kulit melembung karena anestesi bisa
terlihat dan dipalpasi pada perineum
disepanjang garis yang akan
dilakukan episiotomi

Analgesia untuk persalinan


Analgesia Inhalasi

Enam puluh sampai tujuh puluh persen ibu bersalin di inggris meminta untuk
diberikan analgesia dengan inhalasi campuran nitrus oksida dan oksigen (N₂O/O₂) 50.50. gas
ini di pasarkan dengan nama Entonoks dan Equanoks yang campurannya tersedia didalam
tabung dengan batang tabung berwarna biru dan pinggirannya biru atau putih serta disalurkan
dengan pipa ke kamar bersalin dibanyak rumah sakit.

Gas tersebut digunakan dengan cara pemberian sendiri,dengan inspirasi melalui


masker wajah atau lempeng yang dimasukan ke mulut,yang membuka katup yang di
perlukan. Difusi dari Alveoli ke Kapiler paru dan penyalurannya ke otak oleh curam jantung
tidak terjadi seketika- Inhalsi harus dimulai segera terjadi kontraksi, agar efek maksimalnya
dicapai pada puncak inhalsi.

Obat tidak bersifat kumulatif, dan tidak memengaruhi janin. N₂O/O₂ menyebabkan
sedasi, yang sangat berpariasi pada masing-masing ibu. Beberapa ibu terlihat mengigo atau
mabuk ; ibu lainnya menjadi somnolen atau bahkan tidak dapat segera dibangunkan.
Hiperpentilasi dengan N₂O/O₂ dapat diikuti oleh periode singkat Apnea. Ibu harus
memegang sendiri lempeng yang dimasukkan ke multnya atau ke maskernya. Jika
kesadarannya menghilang, ia akan melepaskannya. Beberapa kali menghembuskan nafas
menghilangkan N₂O dari dalam tubuh dan kesadaran biasanya akan segera pulih.

Sejumlah penelitian meragukan efek analgesic N₂O/O₂. Nyeri masih dirasakan


dibawah pengaruh obat tersebut- Nyeri hanya lebih dapat ditahan karena kondisi intoksikasi.

Resiko kontaminasi silang diantara para ibu yang menggunakan system pernafasan
secara bersama menunjukan bahwa lempeng yang dimasukan ke mulut dan masker harus
sekali pakai, atau disterilkan setelah di gunakan.baik sebuh system pernafasan sekali pakai
yang baru harus di gunakan untuk masing-masing ibu, maupun sebuah filter system
pernafasan sekali pakai yang di tempatkan antara selang atau lempeng untuk mulut atau
masker.

Perbaikan Episiotomi

Ibu harus berada dalam posisi litotomi. Bersihkan area bedah,tutupi dengan duk dan
pertahankan teknik aseptic. Mulai menjahit dari bagian atas apeks dan menyatukan
mukosa vagina yang dilanjutkan dengan mengunci stik jahitan yang berjarak antara 1
cm dan 1cm dari ujung luka. Ikat pada taut mukokutaneus vagina dari kulit tipis di
blakang vulva. Pastika aposisi anatomis khusunya pada sisa hymen dan taut
mukokutaneus
Langkah ini dilanjutkan dengan memutus jahitan yang dibuat perpendicular terhadap
kulit. Jahitan ini menghlagkan runag rugi dan menyatukan jaringan subkutan, otot-
otot
levator ani serta verineal. Hindari membuat jahitan menembus mukosa rectal.
Jahitan subkutaan dibuat dengan kedalaman 1cm dengan jarak antara 1cm untuk
menutup luka kutaneus. Jahitan poliglikolik yang menghasilkan lebih sedikit reaksi
janrngan di rekomendasikan.
Periksa vagina untuk meyakinkan tidak ada kerenggangan pada garis jahitan dan
hemostatis dapat tercapai. Lakukan pemeriksaan rectal untuk menyingkirkan stik
jahitan yang dapat menembus mukosa rectal dan adanya hematoma. Semua stik
jahitan harus di gunting,hematoma harus dihilangkan.

Menjahit Kembali Episiotomi

Kerusakan episiotomi sering diikuti dengan infeksi dan hematoma. Prosedur berikut
harus digunakan :

 Ambil apusan dari luka yang terinfeksi dan vagina untuk kultur bakteri.
 Anastesia epidural/umum memudahkan perbaikan yang benar.
 Episiotomi yang lama harus dibuka semuanya, hilangkan hematoma jika di
temukan, tepi luka dirapihkan dan perbaikan di efektifkan dengan memutus
jahitan untuk memungkinkan drainase.
 Luka jaitan superficial pada tepi luka tidak perlu dijahit ulang. Pertahankan luka
tetap bersih, dengan mencucinya secara teratur menggunakan garam dan air akan
meningkatkan kecepatan penyembuhan.
Robekan di Perineum
Delapan puluh lima persen kelahiran pervaginam dikaitkan dengan beberapa
perineal. Robekan ini dibagi menjai beberapa derajat :
 Derajat 1- laserasi superfisial, otot-otot yang mendasari tidak mengalami
kerusakan.
 Derajat 2- laserasi termasuk robeknya otot-otot perineal
 Derajat 3- kerusakan termasuk kerusakan spinter ani eksternal parsal atau
seluruhnya
 Derajat 4- terdapat kersakan spingter eksternal dan internal serta mukosa rectal
seluruhnya.
Robekan berkaitan dengan :
 Pelahiran primipara
 Kala II persalinan yang lama
 Arkus sub pubis yang sempit
 Posisi kepala yang kurang fleksi dan osipital posterior
 Presipitasi pesalinan
 Bayi besar (lebi dari 4000g)
 Distosia bahu
 Pelahiran pervaginam dengan bantuan (misalnya forceps- tetapi lebih
sedikit dengan ekstraksi Ventouse).

PRINSIP PENJAHITAN PERINEUM

Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa, (Dorland, 1994), Perineum
adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm.

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai
dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir
jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan
dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena
diregangkan terlalu lama.

Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasanya sehingga kepala janin
terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasanya, kepala janin melewati pintu bawah
panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika,
atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
 Etiologi

Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :

1.      kepala janin terlalu cepat lahir

2.      persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

3.      sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut

4.      pada persalinan dengan distosia bahu

Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir
tersebut terjadi pada dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri, dan uterus
sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh perineum kaku, kepala janin terlalu
cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas.

Ruptur perineum diklasifikasikan sebagai berikut :

1.      Ruptur Perineum Spontan

Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.

2.      Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)

Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada
perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran
keluar vagina.

C.    Rupture Perineum Spontan

Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.

Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :


a. Tingkat I. Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum sedikit.

b. Tingkat II. Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir vagina
juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.

c.Tingkat III:

Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani.
Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk
dalam robekan derajat III atau IV.

Beberapa kepustakaan juga membagi tingkat III menjadi beberapa bagian seperti :

a)      Tingkat III a yaitu robekan < 50 % ketebalan sfingter ani.

b)      Tingkat III b yaitu robekan > 50% ketebalan sfinter ani.

c)        Tingkat III c yaitu robekan hingga sfingter ani interna

d.      Tingkat IV

Robekan hingga epitel anus Robekan mukosa rektum tanpa robekan sfingter ani sangat
jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi di atas.
 Teknik Menjahit Robekan Perineum

Teknik menjahit robekan perineum antara lain :

a. Tingkat I :

Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang
dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight).

b. Tingkat II :

Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika
dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir bergerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem
terlebih dahulu kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan
luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina
dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina
dimulai dari puncak robekan . Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara
terputus-putus.

c. Tingkat III :

Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia peirektal dan fasia
septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung
otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan klem pean lurus.
Kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromil sehingga bertemu kembali. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.

d. Tingkat IV :

Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai.

 Prinsip Dasar

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada saat melakukan penjahitan luka episiotomi atau
laserasi perineum adalah sebagai berikut.

1.      Bidan memiliki penglihatan yang baik terhadap lapang kerja penjahitan perineum.
2.   Posisi pasien memungkinkan bidan dapat dengan nyaman dan leluasa melakukan
penjahitan, yaitu litotomi. Jika diperlukan dapat ditambahkan pengganjal dibawah bokong
dengan ketebalan beberapa cm.

3.      Penggunaan cahaya yang cukup terang.

4.      Anatomi dapat dilihat dengan jelas.

5.      Teknik yang steril.

a)      Menggunakan sarung tangan ekstra di atas sarung tangan steril yang telah dikenakan
sebelumnya. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi ketika melakukan pemeriksaan
rectum, dan setelah selesai melakukan pemeriksaan rectum sarung tangan ekstra ini segera
dibuang.

b)      Mengatur posisi kain steril di area rektum dan dibawahnya sampai di bawah ketinggian
meja atau tempat tdur untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika benang jatuh
ke area tersebut dan menyeka apapun yang terdapat di tempat tersebut

6.      Tindakan cepat.

7.      Aseptik dan antisepsis pada daerah episiotomi.

8.      Jika luka episiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat III dan IV.

9.      Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cromic 2-0.

10.  Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka episiotomi sampai pada batas vagina.

11.  Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina.

12.  Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus.

13.  Jahit kulit secara intruptus dan subkutikuler dengan benang 2-0.

14.  Bekerja hati-hati.

15.  Hati-hati jangan sampai kasa/kapas tertinggal dalam vagina.

16.  Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan.

17.  Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai teknik dan pemilihan bahan untuk
penjahitan.
18.  Pencegahan trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada jaringan insisi. Contoh-contoh
trauma lebih lanjut yang tidak perlu, seperti berikut :

a)      Penggunaan jarum bermata (berlubang) yang menggunakan dua helai benang
menembus jaringan.

b)      Penggunaan jarum dan benang dengan ukuran yang lebih besar dari pada yang
diperlukan.

c)      Penggunaan jarum potong traumatik yang tidak tepat, bukan jarum bundar atraumatik.
Jarum potong berbentuk segitiga dan setiap sisinya memiliki sisi pemotong. Jarum ini akan
menyebabkan trauma yang lebih besar dari pada jarum yang berbentuk bundar. Jarum bundar
ini memiliki titik runcing dan akan melewati jaringan lunak lebih mudah dengan trauma yang
lebih sedikit.

d)     Jumlah pungsi (penusukan) jarum berlebihan yang tidak perlu terjadi.

e)      Penempatan jahitan yang salah sehingga perlu diangkat atau dijahit lagi.

f)       Terlalu banyak jahitan dan terlalu rapat.

g)      Stranggulasi jaringan karena jahitan yang terlalu ketat. Stranggulasi jaringan
mengurangi kekuatan jaringan dan jika jahitan terlalu ketat menyebabkan sirkulasi tidak
adekuat bahkan dapat menyebabkan jaringan tanggal (lepas).

h)      Tindakan berulang menyentuh dan membersihkan luka yang tidak perlu.

Tujuan dari dilakukannya penjahitan pada laserasi perineum adalah menyatukan kembali
jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu memastikan hemostatis.
Setiap dilakukan penusukan jarum saat menjahit, kita sama saja membuat suatu luka baru
pada jaringan, oleh karena itu upayakan jahitan sesedikit mungkin namun dengan hasil
perapatan jaringan semaksimal mungkin.

Secara umum prosedur untuk menjahit episiotomi sama dengan menjahit laserasi perineum.
Jika episiotomi telah selesai, lakukan penilaian secara hati-hati untuk memastikkan lukanya
tidak meluas. Semaksimal mungkin, gunakan jahitan jelujur. Jika ada sayatan yang terlalu
dalam hingga mencapai otot, mungkin diperlukan penjahitan secara terputus untuk
merapatkan jaringan.

Prinsip-Prinsip Penjahitan :
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada saat melakukan penjahitan laserasi perineum
adalah sebagai berikut :

1. Bidan memiliki penglihatan yang baik terhadap lapang kerja penjahitan perineum
2. Posisi pasien memungkinkan bidan dapat dengan nyaman dan leluasa melakukan
penjahitan, yaitu litotomi. Jika diperlukan dapat ditambahkan pengganjal dibawah
bokong dengan ketebalan beberapa cm
3. Penggunaan cahaya yang cukup terang
4. Anatomi dapat dilihat dengan jelas
5. Teknik yang steril
6. Menggunakan sarung tangan ekstra diatas sarung tangan steril yang telah dikenakan
sebelumnya. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi ketika melakukan
pemeriksaan rectum, dan setelah selesai melakukan pemeriksaan rectum sarung
tangan ekstra ini segera dibuang
7. Mengatur posisi kain steril di area rectum dan dibawahnya sampai dibawah
ketinggian meja atau tempat tdur untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi
jika benang jatuh kearea tersebut dan menyeka apapun yang terdapat ditempat
tersebut
8. Tindakan cepat
9. Aseptik dan antisepsis pada daerah episiotomi
10. Jika luka episiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat III dan IV
11. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cromic 2-0
12. Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka episiotomi sampai pada batas vagina
13. Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina
14. Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus
15. Jahit kulit secara intruptus dan subkutikuler dengan benang 2-0
16. Bekerja hati-hati
17. Hati-hati jangan sampai kasa/kapas tertinggal dalam vagina
18. Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan
19. Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai teknik dan pemilihan bahan
untuk penjahitan
20. Pencegahan trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada jaringan insisi. Contoh-contoh
trauma lebih lanjut yang tidak perlu, seperti berikut :
21. Penggunaan jarum bermata (berlubang) yang menggunakan dua helai benang
menembus jaringan
22. Penggunaan jarum dan benang dengan ukuran yang lebih besar dari pada yang
diperlukan
23. Penggunaan jarum potong traumatic yang tidak tepat, bukan jarum bundar atraumatik
Jarum potong berbentuk segitiga dan setiap sisinya memiliki sisi pemotong. Jarum ini
akan menyebabkan trauma yang lebih besar dari pada jarum yang berbentuk bundar.
Jarum bundar ini memiliki titik runcing dan akan melewati jaringan lunak lebih
mudah dengan trauma yang lebih sedikit
24. Jumlah pungsi (penusukan) jarum berlebihan yang tidak perlu terjadi, dapat
disebabkan oleh salah satu hal dibawah ini:
25. Penempatan jahitan yang salah sehingga perlu diangkat atau dijahit lagi
26. Terlalu banyak jahitan dan terlalu rapat
27. Stranggulasi jaringan karena jahitan yang terlalu ketat. Stranggulasi jaringan
mengurangi kekuatan jaringan dan jika jahitan terlalu ketat menyebabkan sirkulasi
tidak adekuat bahkan dapat menyebabkan jaringan tanggal (lepas)
PENJAHITAN LUKA EPISIOTOMI / LASERASI

A.       RUPTUR PERINEUM 

Pengertian

Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa, (Dorland, 1994)3, Perineum
adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm.2

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan
sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang
akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul
karena diregangkan terlalu lama.

            Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bias menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala
janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah
panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika,
atau anak dilahiirkan dengan pembedahan vaginal. 

 Etiologi 
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :
A.       kepala janin terlalu cepat lahir
B.       persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
C.       sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
D.       pada persalinan dengan distosia bahu

Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir
tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri, uterus
sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku, kepala janin
terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas.1

Klasifikasi Rupture Perineum          


1)        Ruptur Perineum Spontan

       Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.2,5

2)        Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)

       Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada
perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran
keluar vagina

B.       RUPTURE PERINEUM SPONTAN

Definisi

       Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.

Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :

1.        Tingkat I    :

Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
sedikit

2.        Tingkat II:


Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir vagina juga mengenai
muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani

3.        Tingkat III:           

Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani.2,5
Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk
dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi tingkat III menjadi
beberapa bagian seperti :

           Tingkat III a.


       Robekan < 50 % ketebalan sfingter ani
           Tingkat III b. 
       Robekan > 50% ketebalan sfinter ani
           Tingkat III c.
       Robekan hingga sfingter ani interna
4.        Tingkat IV

Robekan hingga epitel anus Robekan mukosa rectum tanpa robekan sfingter ani sangat
jarang dan tidak termasuk dalam klasifikasi diatas.

Teknik menjahit robekan perineum

1.        Tingkat I :

Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang
dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight)5

2.        Tingkat II :

Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika
dijumpai pinggir yang tidak rta atau bergerigi, maka pinggir be rgerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu.pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem
terlebih dahulu Kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan
luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit denbgan catgut. Kemudian selaput lendir vgina
dijahiot dengan catgut secra terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina
dimulai dari puncak robekan . terakhir kulit pwerineum dijahit dengan benang sutera secara
terputus-putus.
3.        Tingkat III :

Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fasia peirektal dan fasia
septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung
otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dingan klem pean lurus. Kemudian
dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromil sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan
dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.

4.        Tingkat IV

Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai.

C.       RUPTUR PERINEUM YANG DISENGAJA (EPISIOTOMI)

Definisi

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya
selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan
fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.

Episiotomi adalah torehan dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah
ruptur perienium totalis.
Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya
adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga
mudah dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan
infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin
et al, 2000; Wooley, 1995). Tetapi sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi
tidak boleh dilakukan karena ada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya,
persalinan dengan ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum, dsb). Para penolong
persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi karena hal itulah yang tidak
dianjurkan, bukan episiotominya.

Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan :

1. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan berisiko hematoma


2. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin
dibandingkan dengan tanpa episiotomi.
3. Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum
4. Meningkatnya resiko infeksi.

Tujuan
1.      Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan,ruptur
perineum yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan
tajam lebih mudah dijahit dan sembuh dengan sempurna.
2.      Mengurangi tekanan pada kepala anak.
3.      Mempersingkat kala II.
4.      Episiotomi lateralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptur perineum totalis.

Indikasi

Indikasi untuk melakukan episiotomi  dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin.

1. Indikasi janin.
a.       Sewaktu melahirkan janin premature. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang
berlebihan pada kepala janin.

b.      Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi
vakum, dan janin besar.

2. Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan
perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi
vakum, dan anak besar.

Namun indikasi sekarang yang digunakan untuk melakukan episiotomi telah banyak
berubah. Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi bila
didapatkan :

1. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.


2. Penyulit kelahiran pervaginam ( sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam (forcep)
atau ekstraksi vakum )
3. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan7

Ada empat macam episiotomi, yaitu sebagai berikut:

1.        Episiotomi medialis yang dibuat di garis tengah.


2.        Episiotomi mediolateralis dari garis tengah ke samping menjauhi anus.
3.        Episiotomi lateralis, 1-2 cm di atas komisura posterior ke samping.
4.      Episiotomi Schuchardt, kalau kita melihat ruptur perineum atau episiotomi medialis yang
melebar sehingga mungkin menjadi ruptur perineum totalis, maka kita gunting ke samping.

D.      PEMILIHAN BENANG JAHIT

Benang jahit terdiri atas dua macam yaitu sebagai berikut :

1.    Benang yang dapat diserap (plain catgut): terbuat dari jaringan ikat usus domba.Larut dalam
seminggu, namun catgut yang direndam dalam larutan khromik oksida (chromic catgut) lebih
lama absorpsinya dan bertahan selama 10-40 hari. Catgut chromic baik untuk penjahitan luka
episiotomi dan robekan akibat persaiinan. Benang buatan/sintetis (vicryl atau polyglatin 910)
juga dapat diserap dalam 60-90 hari.

2.        Benang yang tidak diserap.


a.         Terbuat dari katun, sutera jaringan tumbuh-tumbuhan, logam, dan bahan sintetis.
b.         Cenderung menimbulkan reaksi jaringan.
          Benang yang digunakan untuk menjahit luka perineum adalah cat gut kromik. Cat gut
adalah benang yang dapat diserap karena terbuat dari usus sapi yang bahan utamanya terdiri
dari kolagen. Kolagen adalah suatu protein asing dalam tubuh manusia dan terurai oleh kerja
enzim pencernaan (proteolisis)

          Cat gut kromik adalah benang cat gut yang telah dikombinasi dengan garam-garaman
krom. Fungsi garam-garaman krom adalah menunda proses proteolisis yang menyebabkan
cat gut diabsorpsi, sehingga memperpanjang waktu agar benang dapat dipertahankan dalam
jaringan bersama-sama selama proses penyembuhan. Cat gut akan diabsorpsi kurang lebih
selama satu minggu dan akan mulai kehilangan kekuatannya setelah 3 hari. Cat gut kromik
menunda absorpsi selama 10-40 hari bergantung jumlah garam-garaman yang digunakan,
tetapi umumnya dapat mempertahankan kekuatannya selama 2-3 minggu.

Jenis dan ukuran benang untuk penjahitan luka perineum.

1.      Cat gut kromik 4-0


a         Perbaikan dinding anterior rectum pada laserasi derajat 4
b        Perbaikan laserasi klitoris
c         Perbaikan di tempat lain apabila memerlukan benang yang sangat halus
2.      Cat gut kromik 3-0
a         Perbaikan mukosa vagina
b        Jahitan subkutan
c         Jahitan subkutikula
d        Perbaikan laserasi periurethra
3.      Cat gut kromik 2-0
a.          Perbaikan sfingter ani ekstra
b.         Perbaikan laserasi serviks
c.          Perbaikan laserasi dindin vagina lateral
d.         Jahitan dalam terputus-putus pada otot pelvis

Benang yang ideal untuk episiotomi/perlukaan jalan lahir adalah 2/0 atau 3/0. Hal yang
perlu dipertimbangkan dalam memilih ukuran diameter benang adalah bahwa otot
memerlukan benang yang lebih kuat. Semakin besar nomor benang maka benang semakin
halus (misalnya 4-0, 6-0, 8-0). Semakin kecil nomor benang maka semakin berat benang dan
semakin kuat tegangan benang (misalnya 2-0, 1-0).
Prinsip pengikatan simpul adalah sebagai berikut.
1.      Simpul harus terikat kuat.
2.      Simpul harus sekecil mungkin.
3.      Ujung benang dipotong ± 1½ cm dari simpul.
4.      Simpul mati adalah yang terbaik.

A.       ANASTESI LOKAL

Berikan anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau
episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anastesi lokal merupakan
asuhan sayang ibu. Jika ibu menggunakan anastesi lokal saat dilakukan episiotomi, lakukan
pengujian luka untuk mengetahui bahwa anastesi masih bekerja. Sentuh luka dengan jarum
yang tajam atau cubit dengan forseps atau cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman, maka ulangi
lagi pemberian anastesi lokal sebelum penjahitan.8

Manfaat dan Tujuan

Manfaat dan tujuan anestesi local pada penjahitan laserasi perineum adalah sebagai
berikut.
1.        Salah satu dari penerapan asuhan sayang ibu.penjahitan sangat menyakitkan pasien,dengan
pemberian anestesi local maka rasa sakit ini dapat diatasi.
2.        Memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pasien sehingga proses adaptasi
psikologis masa  nifas tidak terganggu dengan pengalaman yang tidak menyenangkan saat
persalinan.
3.        Memberikan konsep yang positif tentang bidan bagi pasien.

Peralatan

Gunakan tabung suntik satu kali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4 cc. Jarum
yang lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar dapat digunakan, tetapi jarum harus
berukuran 22 atau lebih kecil tergantung pada tempat yang memerlukan anastesi. Obat
standar yang digunakan untuk anastesi lokal adalah 1% lidokain tanpa epineprin (silokain).
Jika lidokain 1% tidak tersedia, gunakan lidokain 2% dengan dilarutkan terlebih dahulu
dengan air steril dengan perbandingan 1 : 1 (sebagai contoh, larutkan 5 ml lidokain 2%
dengan 5 ml air steril untuk membuat larutan lidokain 1%).

Langkah-langkah
Langkah-langkah pemberian anastesi lokal adalah sebagai berikut.
1.      Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa santai atau rileks.
2.      Isap 10 ml larutan lidokain 1% ke dalam alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml
(jika diperlukan boleh digunakan tabung yang lebih besar), jika lidokain 1% tidak ada,
boleh menggunakan lidokain 2%, tetapi dilarutkan dulu dengan perbandingan 1:1).
3.      Tempelkan/pasang jarum suntik ukuran 22 pada tabung suntik tersebut.
4.      Tusukkan jarum ke ujung atau pojok luka (laserasi), tarik jarum sepanjang tepi luka
(ke arah bawah di antara mukosa dan kulit perineum).
5.      Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada
dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke tabung suntik, jangan teruskan penyuntikan
dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikan kembali.
    Alasan: Ibu dapat mengalami kejang dan kematian bila lidokain disuntikkan ke dalam
pembuluh darah.
6.      Suntikan anestesi sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik perlahan-
lahan.
7.      Tarik jarum sampai ke bawah tempat di mana jarum tersebut disuntikkan.
8.      Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah empat.Tusuk jarum
untuk ketiga kalinya sehingga tiga garis di satu sisi luka mendapat anastesi lokal. Ulangi
proses ini di sisi lain luka tersebut. Setiap sisi luka akan memerlukan kurang lebih 5 ml
lidokain 1% untuk mendapatkan anastesi yang cukup.
9.     Tunggu selama dua menit dan biarkan anastesi tersebut bekerja dan kemudian uji daerah
yang dianastesi dengan cara mencubit dengan forsep atau disentuh dengan jarum yang
tajam.Jika ibu merasakan jarum atau cubitan tersebut, tunggu dua menit lagi dan kemudian
uji kembali sebelum mulai menjahit luka.

Menjahit atau tidak menjahit?


Ada banyak study kecil yang melibat kan ibu yang mengalami robekan derajat satu
dan dua yang dibiarkan tanpa jahitan. Bila robekan tidak berdarah aktif, dibiarkan sembuh
secara alamiah. Laporan berbeda beda mengenai manfaat positfnya, seperti pengurangan
nyeri dan peningkatan kenyamanan di kelompok tidak di jahit, juga tidak peduli, yaitu bahwa
ada sedikit perbedaan tingkat nyeri antar kelompok (Head,1993;Jackson,2000;landquist et
al.,2000). Yang terpentig adalah tidak adanya efek buruk dalam penyembuhan yang tercatat
pada robekan yang tidak dijahit, mengarahkan keasumsi bahwa tubuh bisa dan pasti
menyembuhan diri secara efek setelah kelahiran bayi.
Kecenderungan kearah tidak menjahit robekan berkembang dengan dasar bukti yang
terbatas dan Yiannnouzis (2002) mengatakan kemungina terjadi akibat berbagai alasan,
termasuk tingginya plihan maternal, tingginya otonomi bidan,dan tekanan staf. Landquist et
al(2000) mengatakan bahwa pilihan yang diberikan kepada ibu untuk tidak dijahat ,dan
penghindaran dari rasa tidak nyaman akibat anastesi dan penjahitan. Beerapa praktisi
bespektulasi bahwa tanpa adanya bukti kuat, ebiarkan lapisan otot tidak dijahit dapat
menyebabkan masalah di kemudian hari (Mc Candlish,2001). Sementara tidak ada bukti yang
mendukung satu pilihan terhadap lainnya, bidan harus mengikuti panduan protokol lokal dan
keputusan klinisnya sendiri saat menggant saat kepada ibu.
Siapa yang harus menjahit ?
RCOG (2002) mengatakan bahwa praktisi yang dilatih dengan memadai lebih besar
kemungkina nya bisa melakukan perbaikan perineal berstandar tinggi, konsisten sehingga
berperan dalam mengurangi beratnya morbiditas dan tuntunan hukum sehubungan dengan
prosedur ini.
Dari tinjauan literature dari Jackson (2000), ibu tampak lebih menyukai bidannya
yang melakukan pebaikan parineal. Hal ini, kata Jackson memungkinkan kesinambungan dan
mengurngi aktu tunggu. Berbaring dengan posisi litotomi meruakan pengalaman tidak
berdaya dan terkekkang sehingga dijahit oleh bidan mereka sendri kemungkinan bisa
mengurangi kecemasan mereka. Setiap robekan komplikata diluar kemampuan dan
keberanian bidan harus dirujuk ke praktisi berpengalaman.
Siapapun yang menyelesaikan penjahitan, bidan yang menunggui harus meyakinkan
bahwa praktisi penjahit sangat sensitif, teliti, dan berenspon bayi terhadap setiap nyeri yang
dialami ibu.
Menjahit
Morbiditas pariental jangka panjang berhubungan dengan aproksimsi luka yang secara
anotomis tidak tepat dan trauma sfingter anal yang tidak diketahui yang dapat menyebabkan
masalah fisik, psikologis dan sosial yang berat (RCOG,2003). Jenis bahan jahitan, teknik
perbaikan dan keterampilan operator, adalah tiga factor pokok yang mememngarhi hasil akhir
perbaikan perineal (RCOG, 2003).
Bahan Menjahitan
Dalam beberapa studi oleh Kettle&Johanson (2002a), benang asam poliglikonik (mis, Dexon
atau Vicryl) ternyata meningmbulkan lebih sedikit nyeri jangka pendek dan lebih sedikit
analgesia disbanding dengan bahan lain. Namun, banyak ibu yang membutuhkan penanganan
benang postnatal oleh bidan komunitas mereka,umum-nya akibat “terlalu kencang” atau
“iritasi”.
Pilihan lain, poiglikonik 910 yang cepat diserap (mis. Vicyl Rapide) hancur lebih
cept, daya tarikannya berkurang 50% setelah 5 hari, tana tarikan yang tertinggal setelah hari
ke-14 (Kettle&Johanson,2002a). Tampaknya memiliki kelebihan peredaran nyeri postnatal
dan pengurangan pengangkatan jahitan pada 1 dari 0 wanita yang dijahit (Kettle et al,. 2000)
bila dibandingkan dengan bahan jahitan asam poliglikolik baku (mis. Dexon atau Vicryl).
Maka, asam pologlikolik cepat diserapadalah bahan jahit pilihan.
Teknik dan analgesia menjahit
Penjahitan adalah teeknik aseptic yang harus dilakukan dibawah analgesia yang memadai.
Praktisi harus lembut, sensitive dan tidak boleh terburu-buru bila ibu belum cukup mendapat
anastesia. Ingat, anestesi lokal oerlu waktu untuk bekerja dengan baik. Bila ibu telah dipasang
epidural in situ, bidan tidak boleh ragu menawarkan “penambahan” karena Saunders et al.
(2002) berpendapat bahwa tawaran ini memberikan derajat analgesia yang lebih tinggi
disbanding anestesi lokal.
Sebuah studi (Saunders et al,. 2002) yang melaporkan pengalaman nyeri ibu saat
mengalami penjahitan perineal menyebutkan bahwa 16,5% ibu melaporkan nyeri yang
“menakutkan”, “mengerikan” dan “tidak tertahankan” saat dijahit. Yang sangat mengejutkan
adalah ternyata nilai nyeri ibu tidak hilang mesipun jarak antara waktu waktu penjahitan dan
pelaporan sudah lama. Terutama pada ibu yang tidak mendapat anestesi regional ternyata
mengalami nyeri derajat tinggi selama prosedur (Saunders et al., (2002).
Derajat robekan akanmelinatkan berbagai lapisan begitu juga memengaruhi jenis
benang yang dipakai.
 Lapisan otot. Menjahit lapisan otot secara tradisional mengombinasikan teknik
jahitan terputus dan/atau kontinu, kadang dirujuk sebagai teknik dua tahap.
Sekarang itu tidak lagi direkomendasikan. Kettle et al,. 2002 dan ROG (2003)
merekomendasikan teknik kontinu kendor tanpa pengunci sebaknya digunakan
untuk menjahit jaringan vagina karena bermanfaat menurunkan nyeri jangka pendek
dan pengangkatan benang dikemudian hari. Lihat juga dibawah garis prosedur
penjahitan.
 Lapis kulit. Pengggunaan jahitan kontinu subkutikuler ternyata lebih bak dari
jahitan terputus untuk kulit perineal (Kettle et al,. 2002: Kettle dan Johanson,
2002b).
 Lapisan kulit tidak dijahit. Panjang studi mengevaluasi pembiarak kulit tidak
dijahit. Sekali lagi, ternyata lebh disukai dari jahitan terputus, menghasilkan
pengurangan bermakna dalam hasil akhir buruk, juga merukan penghematan sumber
daya kesehatan (Petrou et al., 2001).
F.        PENJAHITAN LASERASI PERINEUM DAN LUKA EPISIOTOMI

Prinsip Dasar

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada saat melakukan penjahitan luka episiotomi
atau laserasi perineum adalah sebagai berikut.

1.        Bidan memiliki penglihatan yang baik terhadap lapang kerja penjahitan perineum
2.        Poisi pasien memungkinkan bidan dapat dengan nyaman dan leluasa melakukan
penjahitan, yaitu litotomi. Jika diperlukan dapat ditambahkan pengganjal dibawah bokong
dengan ketebalan beberapa cm
3.        Penggunaan cahaya yang cukup terang.
4.        Anatomi dapat dilihat dengan jelas.
5.        Teknik yang steril.
a           Menggunakan sarung tangan ekstra diatas sarung tangan steril yang telah dikenakan
sebelumnya. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi ketika melakukan pemeriksaan
rectum, dan setelah selesai melakukan pemeriksaan rectum sarung tangan ekstra ini segera
dibuang
b           Mengatur posisi kain steril di area rectum dan dibawahnya sampai dibawah ketinggian
meja atau tempat tdur untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika benang jatuh
kearea tersebut dan menyeka apapun yang terdapat ditempat tersebut
6.        Tindakan cepat.
7.        Aseptik dan antisepsis pada daerah episiotomi.
8.        Jika luka episiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat III dan IV.
9.        Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cromic 2-0.
10.    Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka episiotomi sampai pada batas vagina.
11.    Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina.
12.    Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus.
13.    Jahit kulit secara intruptus dan subkutikuler dengan benang 2-0.
14.    Bekerja hati-hati.
15.    Hati-hati jangan sampai kasa/kapas tertinggal dalam vagina.
16.    Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan.
17.    Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai teknik dan pemilihan bahan untuk
penjahitan.
18.    Pencegahan trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada jaringan insisi. Contoh-contoh trauma
lebih lanjut yang tidak perlu, seperti berikut :
a       Penggunaan jarum bermata (berlubang) yang menggunakan dua helai benang menembus
jaringan
b       Penggunaan jarum dan benang dengan ukuran yang lebih besar dari pada yang diperlukan
c       Penggunaan jarum potong traumatic yang tidak tepat, bukan jarum bundar atraumatik Jarum
potong berbentuk segitiga dan setiap sisinya memiliki sisi pemotong. Jarum ini akan
menyebabkan trauma yang lebih besar dari pada jarum yang berbentuk bundar. Jarum bundar
ini memiliki titik runcing dan akan melewati jaringan lunak lebih mudah dengan trauma yang
lebih sedikit
d    Jumlah pungsi (penusukan) jarum berlebihan yang tidak perlu terjadi, dapat disebabkan oleh
salah satu hal dibawah ini:
e     Penempatan jahitan yang salah sehingga perlu diangkat atau dijahit lagi
f    Terlalu banyak jahitan dan terlalu rapat
g  Stranggulasi jaringan karena jahitan yang terlalu ketat. Stranggulasi jaringan mengurangi
kekuatan jaringan dan jika jahitan terlalu ketat menyebabkan sirkulasi tidak adekuat bahkan
dapat menyebabkan jaringan tanggal (lepas)
h     Tindakan berulang menyentuh dan membersihkan luka yang tidak perlu

Tujuan dari dilakukannya penjahitan pada laserasi perineum adalah menyatukan


kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu memastikan
hemostatis. Setiap dilakukan penusukan jarum saat menjahit, kita sama saja membuat suatu
luka baru pada jaringan, oleh karena itu upayakan jahitan sesedikit mungkin namun dengan
hasil perapatan jaringan semaksimal mungkin.
Secara umum prosedur untuk menjahit episiotomi sama dengan menjahit laserasi
perineum. Jika episiotomi telah selesai, lakukan penilaian secara hati-hati untuk memastikkan
lukanya tidak meluas. Semaksimal mungkin, gunakan jahitan jelujur. Jika ada sayatan yang
terlalu dalam hingga mencapai otot, mungkin diperlukan penjahitan secara terputus untuk
merapatkan jaringan.

Teknik jahitan jelujur

Keuntungan teknik jelujur

1.      Mudah dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis dan satu atau dua jenis simpul).
2.      Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan
3.      Menggunakan lebih sedikit jahitan

Persiapan

Persiapan yang perlu dilakukan ketika akan dilakukan penjahitan diantaranya adalah :

1.      Bantu pasien mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur
atau meja. Topang  kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarganya  untuk
memegang kaki pasien sehingga tetap berada dalam posisi litotomi.
2.      Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong pasien
3.      Jika mungkin, tempatkan  lampu sedemikian rupa sehingga perineum dapat terlihat lebih
jelas.
4.      Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, berikan anastesi
lokal dan jahit luka.
5.      Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir.
6.      Pakai sarung tangan DTT dan steril
7.      Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan DTT untuk
penjahitan.
8.      Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan
penjahitan dilakukan tanpa kesulitan.
9.      Gunakan kain kassa DTT untuk menyeka vulva, vagina, dan perineum pasien.
10.  Periksa vagina dan perineum secara lengkap. Patikan bahwa laserasi merupakan laserasi
derajat satu dan dua. Jika laserasinya dalam atau luka episiotominya meluas, periksa lebih
jauh dan pastikan bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukan jari yang
sudah bersarungtangan ekstra  kedalam anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut
secara perlahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter.
Jika sfingter terluka, pasien mengalami laserasi derajat tiga atau empat dn harus dirujuk.
11.  Lepaskan sarung tangan ekstra yang tadi telah digunakan untuk memeriksa rektum , lalu
buang.
12.  Berilah anastesi lokal.
13.  Siapkan jarum (pilih jaru yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan benang
cat gut kromik no 2-0 atau 3-0.
14.  Tempatkan jarum pada pegangan jarum dengan sudut 90 derajat, lalu jepit jarum tersebut.

Langkah-langkah
Langkah-langkah penjahitan laserasi pada perineum adalah sebagai berikut.
1.   Cuci tangan secara saksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi atau jika tertusuk jarum maupun peralatan
tajam lainnya.
2.     Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan
sudah didisinfeksi tingkat tinggi atau steril.
3.   Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut telah dianastesi,
telusuri dengan hati-hati dengan menggunakan satu jari untuk secara luas menentukan batas-
batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan yang terluka.Dekatkan tepi laserasi
untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.
4.    Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam vagina. Setelah
membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang ydng lebih pendek dari
ikatan.
5.    Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin himen.
6.   Tepat sebelum cincin himen, masukan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin
himen sampai jarum berada di bawah laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan
bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum ke atas puncak luka.
7.     Teruskan ke arah bawah,tetapi tetap pada luka, hingga jelujur mencapai bagian bawah
laserasi. Pastikan bahwa jarak antara jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika
laseiSsi meluas ke dalam otot, mungkin perlu melakukan satu atau dua lapisan putus-putus
untuk menghentikan perdarahan dan atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.
8.  Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan dengan
menggunakan jahitan jelujur untuk menutup jaringan subkutikuler.Jahitan ini akan menjadi
jahitan lapis kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang.
Luka ini akan menutup dengan sendirinya saat penyembuhan luka.
9.   Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang
cincin himen.
10.   Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan
sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi
akan terbuka.
11.  Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa atau peralatan
yang tertinggal di dalam.
12. Dengan lembut, masukkan jari paling kecil ke dalam anus. Raba apakah ada jahitan pada
rektum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rektum enam minggu
pascapersalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalnya jika ada fistula rektovaginal
atau ibu melapor inkontinensia alvi atau feses), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan
rujukan.
13. Cuci daerah genital secara lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat tinggi,kemudian
keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang nyaman.
14.  Nasihati ibu untuk melakukan hal-hal berikut.
a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.
b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum.
c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai empat kali
per hari.
d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksakan penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali
lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari
daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
Ingat:
a. Tidak usah menjahit laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan dan dapat
mendekat dengan baik.
b. Gunakan seminimal mungkin jahitan untuk mendekatkan jaringan dasn memastikan
hemostasis.
c. Selalu gunakan teknik aseptik.
d. jika ibu mengeluh sakit pada saat dilakukan penjahitan. Berikan lagi anastesi lokal untuk
memastikan kenyamanan ibu, inilah yang disebut asuhan sayang ibu.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN
Sebagai calon bidan yang profesional, sudah merupakan keharusan bagi kita yang tidak boleh
ditawar lagi untuk mengetahui dan terampil melakukan penjahitan luka episiotomi seraya
berkomunikasi dengan begitu baik pada ibu sehingga ibu mampu melewati persalinan kala II
dan episiotomi ,persalinan kala III dan IV ,serta ibu mampu mengatasi ketakutannya saat
dilakukan penjahitan luka episiotomi/ laserasi

Dalam praktiknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

1.  Tidak perlu menjahit laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan dan dapat
mendekat dengan baik.

2.  Gunakan seminimal mungkin jahitan untuk mendekatkan jaringan dan memastikan


hemostasis.

3.    Selalu gunakan teknik aseptik.

4.   jika ibu mengeluh sakit pada saat dilakukan penjahitan. Berikan lagi anastesi lokal untuk
memastikan kenyamanan ibu, inilah yang disebut asuhan sayang ibu.
DAFTAR PUSTAKA

Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4. Jakarta . PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008

Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono


Prawirohardjo. 2005

Kamus kedokteran Dorlan. Jakarta . EGC. 1994

Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2000

Wiknjosastro , Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina
Sarwono Prawirohardjo.2007

Cunningham FG et al. William Obstetrics. 22nd . New York. McGraw-Hill.2005

DEPKES RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. 2008

Sulistyawati Ari, Nugraheny E. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta :
Salemba Medika

Liu,David T.Y, Maual Persalinan Edisi 3,Penerbit Buku Kedokteran ,EGC 2008
Anik Maryunani,S.Kep,Ns,ETN/WOCN Perawatan Seksio Caesaria(SC) dan Luka
Kebidanan Terkini,IN MEDIA,2014
Ficky Chapman ,Asuhan Kebidanan,Penerbit Buku Kedokteran,EGC,2006.

Anda mungkin juga menyukai