Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH MATA KULIAH KEWIRAUSAHAAN

“ STRUKTUR PASAR, PERAN PEMASARAN, INTI PEMASARAN

DAN SOSIAL MARKETING KONSEP ”

DISUSUN OLEH :

ELIS EVI SAPUTRI (16.156.02.11.007)

MELLI FITRIYANI (16.156.02.11.016)

YULIA PUSPITASARI (16.156.02.11.033)

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA

TAHUN AJARAN 2019

i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun

makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Struktur pasar,

Peran Pemasaran, Inti Pemasaran, Sosial Marketing Konsep .

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan

hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa

teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,

semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik

dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat

penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah

ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bekasi,12 April 2019

Penulis

( )

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3. Tujuan.................................................................................................................2
1.4. Manfaat penulisan.............................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................4
PEMBAHASAN...........................................................................................................4
2.1 STRUKTUR PASAR...........................................................................................4
2.2 PERAN PEMASARAN DALAM ORGANISASI...............................................8
2.3 INTI PEMASARAN..........................................................................................10
2.4 SOSIAL MARKETING KONSEP.....................................................................13
BAB III........................................................................................................................21
PENUTUP...................................................................................................................21
3.1. Kesimpulan.......................................................................................................21
3.2 Saran..................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemasaran bukan merupakan suatu konsep yang hanya melibatkan

proses jual beli saja, akan tetapi dalam pemasaran membahas tentang konsep

inti pemasaran. Menurut Kotler dan Keller (2009 : 12)

Pasar output adalah pertemuan antara permintaan output dan penawaran

output. Pada sisi permintaan, pasar output mempunyai ciri-ciri yang sama,

yaitu bahwa permintaan pasar adalah penjumlahan dari permintaan konsumen

yang jumlahnya banyak sekali.

Persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal,

karena struktur pasar ini akan dapat menjamin berlangsungnya aktivitas

produksi dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu dalam analisis

ekonomi sering digunakan asumsi bahwa perekonomian merupakan pasar

persaingan sempurna.

Dalam organisasi, baik organisasi non-laba maupun perusahaan, yang

mempunyai beberapa jenjang manajerial, peran pemasaran untuk masing-

masing jenjang pasti berbeda. Sebuah perusahaan yang besar misalnya,

mempunyai tiga jenjang manajerial, yaitu manajemen puncak,manajemen

madya dan manajemen operasional.

Jika dilihat pada jenjang organisasionalnya, jenjang paling atas disebut

jenjang korporet, jenjang menengah disebut jenjang unit bisnis strategic, dan

jenjang yang paling bawah disebut jenjang operasional. Pemasaran dibutuhkan

1
oleh setiap jenjang dengan peran yang berbeda seperti dikemukakan oleh

Webster, Jr (1992)

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan disajikan sebagai berikut :

1.    Apa saja dari isi Struktur Pasar?

2.    Apa saja Peran Pemasaran?

3. Apa saja Inti Pemasaran?

4. Apa yang dimaksud dari Sosial Marketing Konsep?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa mampu menerti

mengenai:

1.    Struktur Pasar

2.    Peran Pemasaran

3. Inti Pemasaran

4. Registrasi Bidan

5. Sosial Marketing Konsep

1.4. Manfaat penulisan


Penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua,

sebagai pertimbangan bagi calon tenaga kesehatan professional dalam

memberikan pelayanan asuhan kebidanan dan memperhatikan lingkungan

sekitar agar mengetahui letak peluang yang dapat dijadikan sebuah usaha

2
dan menjadi seorang bidan yang ahli serta menjadi seorang wirausaha yang

handal.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 STRUKTUR PASAR


Pasar output adalah pertemuan antara permintaan output dan

penawaran output. Pada sisi permintaan, pasar output mempunyai ciri-ciri

yang sama, yaitu bahwa permintaan pasar adalah penjumlahan dari permintaan

konsumen yang jumlahnya banyak sekali. Namun pada sisi penawarannya,

jumlah penjual bervariasi dari jumlah yang sangat banyak sampai jumlah yang

sedikit, bahkan hanya satu penjual. Berdasarkan jumlah penjual yang ada,

struktur pasar output dibedakan menjadi empat, yaitu :

1. Pasar Persaingan Sempurna (perfect competitive market) : pasar dengan

jumlah penjual sangat banyak.

2. Pasar Monopoli : pasar dengan hanya satu penjual.

3. Pasar Oligopoli : pasar dengan jumlah penjual sedikit.

4. Pasar Persaingan Monopolistik : pasar dengan banyak penjual tetapi

produkproduknya heterogen, sehingga masing-masing penjual dapat

mempengaruhi harga. Ketiga pasar terakhir termasuk dalam pasar

persaingan tidak sempurna ( imperfect competitive market).

2.1.1 Pasar Persaingan Sempurna


Persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal,

karena struktur pasar ini akan dapat menjamin berlangsungnya aktivitas

produksi dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu dalam

4
analisis ekonomi sering digunakan asumsi bahwa perekonomian merupakan

pasar persaingan sempurna. Tetapi dalam praktek tidak mudah untuk

menentukan suatu industri dapat digolongkan ke dalam pasar persaingan

sempurna yang sesungguhnya (sesuai teori). Umumnya, yang ada adalah

yang mendekati ciri-ciri struktur pasar tersebut. Namun, sebagai landasan

teori untuk analisis ekonomi, mempelajari ciri-ciri pasar persaingan

sempurna adalah sangat penting.

2.1.2 Asumsi-Asumsi
Model persaingan sempurna didasari oleh asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Terdapat sangat banyak penjual dan pembeli. Oleh karena terdapat sangat

banyak produsen atau perusahaan, maka setiap produsen atau perusahaan

hanya memasok produk sebagian kecil saja dari total produk yang

ditawarkan di pasar. Pembeli juga sangat banyak sehingga secara

individual mereka tidak mempunyai kekuatan monopsoni untuk

mempengaruhi mekanisme di dalam pasar.

2. Produk yang dihasilkan oleh para produsen adalah homogen. Pasar

diartikan sebagai gabungan dari produsen yang memproduksi produk

yang homogen/identik. Ini berarti bahwa antara produk dari produsen

yang satu dengan produk dari produsen yang lain bersifat substitusi

sempurna. Oleh karena itu, para pembeli tidak dapat membedakan

produk- produk dari produsen yang berbeda.

3. Setiap produsen adalah pengambil harga ( price taker). Implikasi dari

kedua asumsi di atas adalah bahwa produsen secara individual tidak dapat

5
mempengaruhi harga pasar yang berlaku dengan mengubah jumlah

produk yang ditawarkan. Dengan demikian setiap produsen hanya

menerima harga pasar. Produsen dapat menawarkan produk berapapun

jumlahnya dengan harga pasar tersebut.

4. Perusahaan-perusahaan bebas masuk dan keluar pasar ( free entry and exit

of firms). Tidak ada hambatan bagi setiap perusahaan untuk masuk ke

pasar atau keluar dari pasar.

5. Maksimisasi profit/keuntungan. Tujuan dari semua perusahaan adalah

memaksimumkan keuntungan. Tidak ada tujuan lain.

6. Tidak ada regulasi dari pemerintah. Tidak ada intervensi pemerintah di

dalam pasar ( seperti tarif, subsidi, pembatasan produksi, dan sebagainya).

Struktur pasar di mana telah dipenuhi asumsi-asumsi di atas disebut pasar

persaingan murni (pure competition). Untuk pasar persaingan sempurna

(perfect competition) memerlukan asumsi-asumsi tambahan sebagai

berikut.

7. Mobilitas faktor-faktor produksi sempurna. Faktor-faktor produksi bebas

berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain melalui mekanisme

ekonomi. Dengan kata lain, terjadi persaingan sempurna di dalam pasar

input.

8. Pengetahuan sempurna ( perfect knowledge). Semua penjual dan pembeli

diasumsikan mempunyai pengetahuan yang lengkap tentang kondisi

pasar, baik kondisi sekarang maupun yang akan datang. Dengan demikian

6
kondisi ketidakpastian di masa mendatang dapat diantisipasi. Informasi

pasar dapat diperoleh dengan mudah dan tanpa biaya.

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas kita akan menganalisis

ekuilibrium atau keseimbangan produsen/ perusahaan dan pasar/industri

di dalam jangka pendek dan jangka panjang. Ekuilibrium produsen

dicapai pada saat perusahaannya mencapai keuntungan maksimum.

Ekuilibrium pasar atau industri dicapai apabila (a) semua perusahaan

dalam posisi ekuilibrium, dan (b) jumlah produk semua perusahaan

tersebut sama dengan jumlah permintaan semua konsumen.

2.1.3 Ekuilibrium Jangka Pendek


Analisis jangka pendek (shrot run), yaitu di mana dianggap bahwa

setiap produsen tidak bisa menambah kapasitas pabriknya dan tidak

mungkin bagi produsen-produsen baru masuk ke dalam pasar. Sedangkan

analisis jangka panjang (long run) adalah di mana dimungkinkan adanya

baik perluasan kapasitas pabrik oleh perusahaan-perusahaan yang telah

ada maupun pembangunan pabrik-pabrik baru oleh pengusaha-pengusaha

baru yang masuk ke pasar.

2.1.4 Ekuilibrium Perusahaan Jangka Pendek


Suatu perusahaan dalam kondisi ekuilibrium ketika ia mencapai

keuntungan ( π ) maksimum. Keuntungan ( π ) didefinisikan sebagai

perbedaan antara total cost (TC) dan total reven ue (TR), sehingga

dapat ditulis : π = TR – TC. Seperti telah dibahas pada Bab VI, bahwa

ekuilibrium perusahaan secara grafis dapat ditunjukkan melalui dua

7
pendekatan, yaitu (1) menggunakan kurve TR dan TC ( lihat Gb. 7.1), dan

(2) menggunakan kurve MR dan MC (lihat Gb. 7.2)

2.2 PERAN PEMASARAN DALAM ORGANISASI


Dalam organisasi, baik organisasi non-laba maupun perusahaan,

yang mempunyai beberapa jenjang manajerial, peran pemasaran untuk

masing-masing jenjang pasti berbeda. Sebuah perusahaan yang besar

misalnya, mempunyai tiga jenjang manajerial, yaitu manajemen

puncak,manajemen madya dan manajemen operasional. Jika dilihat pada

jenjang organisasionalnya, jenjang paling atas disebut jenjang korporet,

jenjang menengah disebut jenjang unit bisnis strategic, dan jenjang yang

paling bawah disebut jenjang operasional. Pemasaran dibutuhkan oleh

setiap jenjang dengan peran yang berbeda seperti dikemukakan oleh

Webster, Jr (1992) sebagai berikut.

1. Jenjang Korporet Pada jenjang ini,nama pemasarannya disebut

pemasaran korporet (corporate marketing) dengan peran :

a. mengkampanyekan orientasi pelanggan dengan selalu

mengutamakan pandangan pelanggan ; filosofi seperti ini disebut

Konsep Pemasaran;

b. memperkirakan daya tarik pasar dengan cara menganalisis

kebutuhan dan persyaratan pelanggan, penawaran-penawaran

kompetitif yang sangat potensial bagi perusahaan, dan

memperkirakan efektifitas kompetitif yang potensial;

8
c. mengembangkan patokan nilai keseluruhan perusahaan yang

mencerminkan kebutuhan pelanggan dan menjabarkannya ke

seluruh perusahaan maupun pasarnya.

Dari ketiga peran utama tersebut dapat disimpulkan bahwa

pemasaran sebagai kultur atau budaya lebih diutamakan. Budaya

disini mencakup sejumlah nilai-nilai dan keyakinan dasar tentang

kepentingan pokok pelanggan.

2. Jenjang Unit Bisnis Strategik Nama pemasaran untuk jenjang ini

disebut pemasaran strategic (strategic marketing) dengan peran :

a. menentukan bagaimana melakukan persaingan

(mensegmentasikan pasar, menentukan pasar sasaran, dan

memposisikan produk) di bisnis tertentu dengan melakukan

analisis pesaing dan sumber perusahaan secara lebih detail dan

cermat.

b. memutuskan kapan dan bagaimana cara melakukan kemitraan.

Jenjang unit bisnis strategic ini lebih menekankan pemasaran

sebagai strategi.

3. Jenjang Operasional atau Fungsional Dalam jenjang yang paling

bawah ini peran pemasarannya disebut manajemen pemasaran

(marketing management). Pemasaran berperan :

a. merumuskan dan mengimplementasikan program-program

pemasaran yang didasarkan pada bauran pemasaran (marketing

mix), yaitu : produk (product) , penetapan harga (price),

9
distribusi (place/distribution), dan promosi (promotion), atau

disingkat dengan 4P;

b. mengelola hubungan-hubungan yang harmonis dengan

pelanggan dan penyalur. Pada jenjang ini operasional ini

pemasaran diutamakan sebagai taktik.

Tentang siapa yang bertanggung jawab dalam pemasaran, masing-

masing jenjang sudah memberikan batasan-batasannya. Meskipun setiap

orang dalam perusahaan memiliki budaya pemasaran, namun tanggung

jawab pemasaran ada pada manajer pemasaran atau eksekutif pemasaran,

yaitu orang yang bertanggung jawab untuk mengambil keputusan yang

isgnifikan di bidang pemasaran. Nama-nama jabatan yang bertanggung

jawab dalam pengambilan keputusan pemasaran dari berbagai jenjang

antara lain : eksekutif pemasaran, manajer pemasaran, manajer merek,

manajer produk, manajer penjualan, manajer pengembangan produk dan

informasi pemasaran.

2.3 INTI PEMASARAN


Pemasaran bukan merupakan suatu konsep yang hanya melibatkan

proses jual beli saja, akan tetapi dalam pemasaran membahas tentang

konsep inti pemasaran. Menurut Kotler dan Keller (2009 : 12) konsep inti

pemasaran terdiri dari:

1. Kebutuhan, Keinginan, dan Permintaan

Kebutuhan adalah syarat hidup dasar manusia. Orang membutuhkan

udara, makanan, air, pakaian, dan tempat tinggal untuk bertahan hidup.

10
Kebutuhankebutuhan ini menjadi keinginan ketika diarahkan ke objek

tertentu yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut. Terdapat lima tipe

kebutuhan, yaitu :

a. Kebutuhan yang dinyatakan (Pelanggan menginginkan mobil yang

murah)

b. Kebutuhan yang sebenarnya (Pelanggan menginginkan sebuah mobil

yang biaya operasinya, bukan harga awalnya, rendah)

c. Kebutuhan yang tidak dinyatakan (Pelanggan mengharapkan

pelayanan yang baik dari dealer mobil)

d. Kebutuhan kesenangan (Pelanggan ingin agar dealer mobil juga

memasukkan sistem navigasi GPS ke dalam paket)

e. Kebutuhan rahasia (Pelanggan ingin agar temannya memandang

dirinya sebagai pelanggan yang cerdas)

2. Pasar Sasaran, Positioning, dan Segmentasi Seorang pemasar jarang dapat

memuaskan orang dalam suatu pasar. Karenya, pemasar memulai dengan

membagi pasar ke dalam segmen-segmen. Mereka mengidentifikasi dan

membuat profil dari kelompok-kelompok pembeli yang berbeda, yang

mungkin lebih menyukai atau menginginkan bauran produk dan jasa yang

beragam, dengan meneliti perbedaan demografis, psikografis, dan perilaku

diantara pembeli. Setelah mengidentifikasi segmen pasar, pemasar lalu

memutuskan segmen mana yang memberikan peluang terbesar. Segmen

itulah yang akan menjadi pasar sasarannya.

11
3. Penawaran dan Merek Perusahaan memenuhi kebutuhan dengan

mengajukan proposisi nilai (value proposition), yaitu serangkaian

keuntungan yang mereka tawarkan kepada pelanggan untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan. Merek (brand) adalah suatu penawaran dari sumber

yang diketahui.

4. Nilai dan Kepuasan Nilai mencerminkan sebuah manfaat, baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud, dan biaya yang dipersepsikan oleh

pelanggan. Nilai adalah kombinasi kualitas, pelayanan, dan harga (“qsp”)

yang disebut juga “ tiga elemen nilai pelanggan”. Kepuasan

mencerminkan penilaian seseorang tentang kinerja produk anggapannya

(atau hasil) dalam kaitannya dengan ekspektasi. Jika kinerja produk

tersebut tidak memenuhi ekspektasi, pelanggan tersebut tidak puas dan

kecewa. Jika kinerja produk sesuai dengan ekspektasi, pelanggan tersebut

puas. Jika kinerja produk melebihi ekspektasi, pelanggan tersebut senang.

5. Saluran Pemasaran Untuk mencapai pasar sasaran, pemasan menggunakan

tiga jenis saluran pemasaran, yaitu saluran komunikasi, saluran distribusi,

dan saluran layanan.

6. Rantai Pasokan Rantai pasokan (supply chain) adalah saluran yang lebih

panjang yang membentang dari bahan mentah hingga komponen sampai

produk akhir yang dihantarkan ke pembeli akhir.

7. Persaingan Persaingan mencakup semua penawaran dan produk subtitusi

yang ditawarkan oleh pesaing baik yang aktual maupun yang potensial,

yang mungkin dipertimbangkan oleh seorang pembeli.

12
8. Lingkungan Pemasaran Lingkungan pemasaran terdiri dari lingkungan

tugas dan lingkungan luas. Lingkungan tugas mencakup para pelaku yang

terlibat dalam produksi, distribusi, dan promosi penawaran. Termasuk di

dalamnya adalah perusahaan, pemasok, distributor, dealer, dan pelanggan

sasaran. Lingkungan luas terdiri atas enam komponen : lingkungan

demografis, lingkungan ekonomi, lingkungan fisik, lingkungan teknologi,

lingkungan politik-hukum, dan lingkungan sosial budaya.

Melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan,

selalu dibutuhkan manajemen yang baik. Begitu pula dalam pelaksanaan

pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan dibutuhkan manajemen

pemasaran.

2.4 SOSIAL MARKETING KONSEP


Social marketing atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan

pemasaran social merupakan suatu adaptasi dari teori-teori pemasaran dalam

rangka mendesain suatu program untuk mempengaruhi seseorang merubah

perilakunya secara sukarela dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

individu dan juga masyarakat dimana individu tersebut menjadi agian

(Andreassen, 1994). Secara umum social marketing bukan merupakan sains

tetapi lebih kepada kegiatan professional yang bergantung pada beragam

disiplin ilmu dalam rangka menciptakan program-program intervensi untuk

merubah perilaku manusia (Smith, 2006). Walaupun social marketing

menggunakan teori-teori dari pemasaran komersial dalam aplikasinya, target

yang ingin dicapai oleh social marketing berbeda dengan pemasaran

13
komersial. Jika dalam pemasaran komersial, konsumen diminta untuk

membeli suatu produk, beralih ke merk lain atau membicarakan mengenai

keunggulan perusahaan, maka pada sosial marketing konsumen diminta untuk

membeli perilaku baru yang sering kali target audiens tidak menyadari bahwa

mereka memiliki masalah dan perilaku baru tersebut merupakan solusi dari

permasalahan tersebut.

Sebagai bagian dari konsep pemasaran, dalam aplikasinya social

marketing juga bergantung pada empat variable penting pada pemasaran

komersial yang sering disebut dengan bauran pemasaran atau marketing mix

(Kotler & Zaltman, 1971) yang meliputi Produk, Price (harga),

Place/Distibution (distribusi) dan Promotion (promosi).

1. Produk.

Dalam konsep pemasaran, produk diartikan sebagai segala sesuatu yang

ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan

yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler & Armstrong,

1996). Jika dalam komersial marketing, segala sesuatu yang ditawarkan

tersebut merupakan barang dan jasa, pada sosial marketing yang ditawarkan

adalah ide, gagasan dan perubahan perilaku (Lefebvre & Flora, 1988). Seperti

halnya pada konsep pemasaran komersial, produk pada sosial marketing juga

terdiri dari tiga tingkatan yaitu core product atau keuntungan dari perilaku

yang ditawarkan, actual product perilaku itu sendiri dan augmented product -

produk dan jasa pendukung dari perilaku yang ditawarkan (Kotler & Lee,

2008).

14
2. Price

Pengertian price atau harga dalam konsep sosial marketing adalah biaya

atau pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh individu untuk mengadopsi

perilaku yang ditawarkan. Kotler & Lee (2008) menjelaskan bahwa biaya

yang dibutuhkan untuk mengadopsi suatu perilaku melingkupi monetary dan

nonmonetary. Biaya moneter berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan untuk

membeli produk-produk pendukung yang bersifat tangible. Sedangkan biaya

non moneter merupakan biaya-biaya seperti halnya waktu, risiko, usaha,

energi dan perasaan tidak nyaman ketika mengadopsi perilaku yang baru.

3. Place/distribution

Mengacu pada saluran distribusi yang digunakan oleh pemasar dalam

rangka menyampaikan produk yang ditawarkan kepada target audiens

(Lefebvre & Flora, 1988). Para ahli pemasaran menyatakan bahwa dalam

menyampaikan produk yang ditawarkan kepada target audiens, para pemasar

dapat menggunakan perantara. Dalam sosial marketing terdapat beberapa pola

distribusi yaitu (1) zero level channel, (2) one-level channel, (3) two-level

channel dan (4) three-level channel.

4. Promotion

Lefebvre & Flora (1988) menekankan bahwa dalam konteks sosial

marketing, promosi haruslah sesuai dengan perilaku yang ingin ditawarkan,

harga, saluran distribusi dan kelompok audiens yang ingin dituju. Sering kali

promosi yang dilajukan seorang pemasar tidak sesuai dengan produk yang

ditawarkan sehingga membuat target audiens resisten terhadap

15
produk/perilaku yang ditawarkan. Jika promosi digunakan secara efisien dan

tepat, maka program-program sosial marketing akan berjalan lebih efektif dan

sesuai dengan tujuan.

2.4.1 Sosial Marketing dan Perubahan Perilaku


Berdasarkan Theory of Planned Behaviour (Ajzen, 2005) perilaku

individu sangat dipengaruhi oleh niat individu tersebut terhadap perilaku

tertentu. Lebih lanjut, teori tersebut juga menyatakan bahwa niat dipengaruhi

oleh tiga komponen penting yaitu attitude/sikap, subjective norms/norma

subjective dan self-efficacy. Saat ini telah banyak penelitian empiris yang

menemukan bahwa perubahan attitude dari individu terhadap suatu hal akan

menyebabkan perubahan intention yang akhirnya akan merubah perilaku

manusia (Povey et al., 2000; Scott et al., 2008).

Oleh karena itu, untuk merubah perilaku seseorang, maka pemasar

social haruslah mampu mendesain program-program yang mampu merubah

attidue, self-efficacy dan menciptakan lingkungan yang mendukung

perubahan perilaku.

Sebagai salah satu alternative strategi untuk merubah perilaku, social

marketing telah banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari. Salah satu

contoh aplikasi dari social marketing adalah bagaimana New Zealand Cancer

Society bekerjasama dengan Health Sponsorship Council melakukan

kampanye untuk meningkatkan penggunaan pelindung matahari dalam rangka

mengurangi kemungkinan terkena kanker kulit. Sosial Marketing program

yang dijalankan oleh kedua organisasi tersebut komprehensif meliputi

16
komunikasi yang intens dengan target audiens, melakukan kemitraan dengan

beberapa pihak seperti halnya pusat-pusat komunitas dan Metservice,

melakukan kampanye-kampanye terbuka dan mempersiapkan sarana dan

sarana pendukung khususnya yang dapat menjelaskan mengenai bahaya dari

kanker kulit.

Di Indonesia pun, social marketing telah pernah berhasil diterapkan

oleh pemerintah. Program Keluarga Berencana adalah salah satu bentuk social

marketing yang telah sukses diterapkan pemerintah. Program yang terkenal

dengan slogan dua anak cukup ini berhasil menekan tingkat kelahiran di

Indonesia.

2.4.2 Kegagalan dan Keberhasilan Sosial Marketing


Walaupun teori social marketing telah berkembang dan telah

diaplikasikan secara luas, program-program social marketing sering kali

berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Banyak factor yang

menyebabkan keberhasilan dan kegagalan dari social marketing. Lefebvre &

Flora (1988) menjelaskan bahwa terdapat delapan elemen pokok yang harus

diperhatikan oleh praktisi social marketing dalam menjalankan program-

programnya.

Kedelapan elemen tersebut adalah (1) program-program social

marketing haruslah berorientasi pada target audiens, (2) agar perilaku baru

yang dijual oleh pemasar social dapat diadopsi dalam jangka waktu yang lama

maka sifat nya harus sukarela tanpa paksaan, (3) program-program pemasaran

social haruslah berdasarkan pada penelitian pendahulu dan disesuaikan dengan

17
target marketnya, (4) melakukan penelitian formatif dalam rangka mendesain

program-program intervensi, (5) melakukan analisis terhadap saluran

distribusi yang paling menguntungkan dalam menyampaikan intervensi-

intervensi yang dibuat, (6) menerapkan bauran pemasaran (marketing mix)

secara komprehensif. (7) Berdasarkan kedelapan elemen tersebut jelas

Nampak bahwa untuk mencapai keberhasilan pemasar social tidak dapat

bekerja sendiri. Perlu adanya kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak

yang terkait.

Dalam aplikasinya, program-program social marketing juga

mengalami kegagalan. Kegagalan dari program-program sering kali

disebabkan target audiens tidak menjadi orientasi dari program tersebut.

Dalam konsep pemasaran modern, saat ini prinsip pemasaran telah bergeser

dari marketing oriented menjadi market oriented. Sehingga produk yang

dipasarkan haruslah sesuai dengan keinginan dari konsumen.

Penyebab kegagalan social marketing lainnya adalah tidak

dijalankannya program social marketing secara menyeluruh dan simultan. Saat

ini social marketing banyak diasosiasikan dengan kampanye-kampanye social

seperti halnya kampanye bebas asap rokok, kampanye hemat energy ataupun

kampanye menggunakan produk buatan dalam negeri. Akan mempersiapkan

proses evaluasi dan monitoring dan (8) melakukan pengelolaan yang

menyeluruh dan terintegrasi terhadap program-program yang dibuat.tetapi

social marketing tidak hanya sebatas jargon dan kampanye. Sosial marketing

membutuhkan kerjasama banyak pihak.

18
Jika diambil contoh bagaimana kesuksesan program Keluarga

Berencana (KB) beberapa tahun yang lalu maka dapat dilihat bahwa untuk

mendukung program tersebut pemerintah tidak hanya melakukan promosi

besar-besaran melalui media massa. Pemerintah dan pihak-pihak yang terkait

juga aktiv melakukan sosialisasi, pembimbingan dan pendidikan. Produk-

produk pendukung dan stimulan baik yang bersifat tangible seperti halnya

mudah didapatnya alat-alat kontrasepsi dan intangible seperti halnya aturan

pemerintah yang hanya memberikan insentif bagi PNS untuk dua orang anak

saja.

Berbeda dengan KB, program pemerintah untuk meningkatkan minat

masyarakat dalam mengkonsumsi/menggunakan produk dalam negeri hanya

sebatas wacana konseptual. Walaupun pemerintah telah berkali-kali

mengkampanyekan untuk membeli produk buatan dalam negeri, tetapi tetap

saja pasar dibanjiri oleh produk impor.

Ketidakberhasilan pemerintah dalam hal ini sebagai pemasar sosial

untuk merubah perilaku masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi

produk dalam negeri disebabkan usaha yang dilakukan baru sebatas

kampanye. Jika ditinjau dari penerapan bauran pemasaran, usaha yang

dilakukan oleh pemerintah hanya difokuskan pada promosi. Sedangkan untuk

product, price dan place/distribution belum mendapatkan perhatian yang

besar. Sebagai contoh, untuk unsur produk, pemerintah hanya menciptakan

core dan actual product saja yaitu konsep pentingnya menggunakan produk

dalam negeri. Sedangkan augmented product nya belum dikonsepkan secara

19
matang. Begitu pula untuk sisi harga / price yang harus dikorbankan

masyarakat untuk mengadopsi produk-produk local. Saat ini value yang dirasa

masyarakat untuk mengkonsumsi produk impor lebih besar dibandingkan

value dalam mengkonsumsi produk local.

Tingginya value dalam mengkonsumsi produk impor disebabkan

karena memang produk impor memiliki kualitas yang lebih baik dan harga

yang lebih murah. Selain itu, produk-produk impor memang lebih mudah

ditemukan dipasar dibandingkan produk lokal. Sehingga jelas pengorbanan

untuk mengkonsumsi produk local lebih besar dibandingkan untuk produk

impor. Dari sisi place/distribusi, perilaku mengkonsumsi produk local belum

disosialisasikan secara luas. Pemerintah lebih banyak menggunakan saluran

distribusi media massa dan media elektronik. Sedangkan edukasi langsung

ataupun penyuluhan mengenai pentingnya mengkonsumsi produk local belum

dilakukan.

20
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ketidakberhasilan pemerintah dalam hal ini sebagai pemasar sosial

untuk merubah perilaku masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi

produk dalam negeri disebabkan usaha yang dilakukan baru sebatas

kampanye. Jika ditinjau dari penerapan bauran pemasaran, usaha yang

dilakukan oleh pemerintah hanya difokuskan pada promosi.

Sedangkan untuk product, price dan place/distribution belum

mendapatkan perhatian yang besar. Sebagai contoh, untuk unsur produk,

pemerintah hanya menciptakan core dan actual product saja yaitu konsep

pentingnya menggunakan produk dalam negeri. Sedangkan augmented

product nya belum dikonsepkan secara matang. Begitu pula untuk sisi harga /

price yang harus dikorbankan masyarakat untuk mengadopsi produk-produk

local. Saat ini value yang dirasa masyarakat untuk mengkonsumsi produk

impor lebih besar dibandingkan value dalam mengkonsumsi produk local.

Tingginya value dalam mengkonsumsi produk impor disebabkan karena

memang produk impor memiliki kualitas yang lebih baik dan harga yang lebih

murah. Selain itu, produk-produk impor memang lebih mudah ditemukan

dipasar dibandingkan produk lokal. Sehingga jelas pengorbanan untuk

mengkonsumsi produk local lebih besar dibandingkan untuk produk impor.

Dari sisi place/distribusi, perilaku mengkonsumsi produk local belum

21
disosialisasikan secara luas. Pemerintah lebih banyak menggunakan saluran

distribusi media massa dan media elektronik. Sedangkan edukasi langsung

ataupun penyuluhan mengenai pentingnya mengkonsumsi produk local belum

dilakukan.

3.2 Saran
Untuk menjalin suatu hubungan yang baik dengan klien kita harus bisa

memahami diri sendiri. Mencoba untuk memahami kebutuhan dan keinginan

masing-masing individu. Sama halnya dengan manejemen dan pengendalian

dalam dunia kewirausahaan dan pemasaran.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Boediono . 1982. Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis PIE No. 1, BPFE,
Yogyakarta
2. Ferguson, C.E., and J.P. Gould. 1975. Microeconomic Theory. Fourth
Edition, Yale University.
3. Henderson, J.M. and R.E. Quandt. Microeconomic Theory: A
Mathematical Approach. Third Edition, McGraw-Hill International Book
Company.
4. Koutsoyiannis, A. 1985. Modern Microeconomics. ELBS Edition,
Macmillan Publishers Ltd, London.
5. Nicholson, Walter. 1999. Teori Mikroekonomi. Alih bahasa: Daniel
Wirajaya, Edisi ke-5, Binarupa Aksara, Jakarta.
6. Rosidi, Suherman. 2000. Pengantar Teori Ekonomi. Pendekatan kepada
Teori Makro & Mikro. Cetakan ke-4, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
7. Sukirno, Sadono. 2001. Pengantar Teori Mikroekonomi. Cetakan ke-15,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
8. Ajzen, I. (2005). Attitudes, Personality and Behavior (2nd ed.). Berkshire:
Open University Press.
9. Andreassen, A. R. (1994). Social marketing: its definition and domain.
Journal of Public Policy & Marketing, 13(1), 108 ‐ 114.
10. Budiono, K. (2008). Sudi Konsumsi Rokok Umat Islam di Indonesia.
Program Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia.
11. Kotler, P., & Zaltman, G. (1971). Social marketing: an approach to
planned social change. The Journal of Marketing, 35(3), 3‐12.
12. Kotler, P., & Armstrong, G. (1996). Principles of Marketing: Prentice Hall
13. Kotler, P., & Lee, N. R. (2008). Social Marketing: Influencing Behaviors
for Good (3rd ed.). Thousan Oaks: Sage Publications.
14. Lefebvre, R. C., & Flora, J. A. (1988). Social marketing and public health
intervention. Health Education & Behavior, 15(3), 299.
15. Povey, R., Conner, M., Sparks, P., James, R., & Shepherd, R. (2000). The
theory of planned behaviour and healthy eating: Examining additive and

23
moderating effects of social influence variables. Psychology & Health,
14(6), 991‐1006.
16. Scott, S. D., Plotnikoff, R. C., Karunamuni, N., Bize, R., & Rodgers, W.
(2008). Factors influencing the adoption of an innovation: An examination
of the uptake of the Canadian Heart Health Kit(HHK). Implementation
Science, 3(1), 41.
17. Smith, W. A. (2006). Social marketing: an overview of approach and
effects. British Medical Journal, 12(Supplement 1), i38.

24

Anda mungkin juga menyukai