Disusun Oleh :
Kelompok 3
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang
terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau
organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga
dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmun tidak memberikan
dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit,
tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk.
Beberapa contoh penyakit autoimun tersebut antara lain adalah Rheumatoid
arthritis (RA), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Antiphospholipid
Syndrome (APS) (Purwaningsih, 2015).
Salah satu penyakit yang paling sering terjadi adalah Systemic Lupus
Erythematosus (SLE). Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah
gangguan autoimun multisistem kronis yang ditandai dengan
berkembangnya autoantibodi dan kompleks imun dalam berbagai
manifestasi klinis dan kerusakan jaringan (Krishnamurthy and Mahadevan,
2011 dalam Caecilia, Setiawati, Nyoman, Ikawati, Melani, & Meika, 2014).
Penyakit SLE masih tergolong penyakit yang awam di Indonesia.
Akan tetapi tidak berarti bahwa tidak ada orang yang menderita penyakit
ini. Di Indonesia, data jumlah Odapus (Orang dengan Lupus) belum
diketahui secara pasti. Survey yang dilakukan Prof. Handono Kalim, dkk.
menunjukkan jumlah Odapus adalah sebesar 0,5% dari total populasi
penduduk yang ada di Malang (Fatmawati, 2018).
SLE berpotensi memiliki banyak tantangan yang berhubungan
dengan cara untuk mengatasi kon-disi kronis dari penyakit ini dan regimen
peng-obatannya. Dengan demikian, SLE, dapat mem-bawa dampak yang
cukup signifikan pada kualitas hidup individu yang mengalaminya. Saat ini
yang banyak terjadi adalah banyak peneliti klinis dan dokter yang meneliti
1
tentang SLE menemukan bahwa pasien harus dikaji secara holistik, akan
tetapi yang banyak terjadi adalah hanya berfokus pada kerusakan organ
yang terjadi, infeksi, penyakit penyerta, dan efek samping obat (Novianty,
2014).
Dalam hal ini kelompok akan membahas tentang telaah jurnal
dengan metode PICO. Jurnal yang digunakan antara lain jurnal yang
pertama berjudul Regulasi Diri Pada Penyakit Kronis - Systemic Lupus
Erythematosus, jurnal kedua berjudul Evaluasi Penggunaan Obat,
Pengukuran Aktivitas Penyakit Dan Pemberian Konseling Pasien Systemic
Lupus Erythematosus (SLE), dan jurnal ketiga berjudul Penerimaan Diri
Dan Daya Juang Pada Wanita Penderita Systhemic Lupus Erythematosus
(SLE) yang ditelaah berdasarkan metode PICO.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
Evidence Based Practice terkait perawatan pada gangguan imunitas
khususnya pada pasien dengan Systhemic Lupus Erythematosus
(SLE).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran Evidence Based Practice pada
pasien dengan Systhemic Lupus Erythematosus (SLE).
b. Untuk mengetahui implikasi dari jurnal yang telah di Telaah
dengan PICO pada pasien dengan Systhemic Lupus
Erythematosus (SLE).
2
BAB II
3
PROBLEM Penyakit SLE memerlukan pemantauan yang ketat akan aktivitas
penyakitnya. Evaluasi aktivitas penyakit ini berguna sebagai
panduan dalam pemberian terapi. Pengobatan SLE perlu adanya
dukungan pengobatan dan pengaturan serta kesadaran seseorang
dalam melakukan pengobatan. Hal ini juga sejalan dengan Kejadian
SLE juga meningkat karena kurangnya pengetahuan dan
penanganannya.
INTERVENSI Evaluasi pengobatan dan pendekatan secara psikologis dengan self
management dapat meningkatkan kualitas hidup orang dgn lupus
COMPARASI Menurut Caecilia, Setiawati, Nyoman, Ikawati, Melani, &
Meika (2014) Pasien SLE yang bersedia menjadi responden
seluruhnya perempuan lebih banyak pada kelompok usia 21-40
tahun. Golongan obat yang paling banyak digunakan pasien SLE
adalah kortikosteroid yaitu sebanyak 100%. Evaluasi ketepatan
penggunaan obat pada pasien SLE diketahui bahwa tepat pasien
sebesar 88,89% (16 pasien), tepat indikasi sebesar 88,89% (16
pasien), tepat dosis sebesar 55,56% (10 pasien). Pada penelitian ini
ditemukan interaksi obat dan 100% pasien mengalami kejadian
efek samping obat. Pemberian konseling dapat meningkatkan
pengetahuan dan sikap pasien tentang SLE serta terapinya, dan
dapat meningkatkan outcome terapi berupa peningkatan kualitas
hidup dan penurunan tingkat depresi dan tingkat nyeri pasien.
Menurut Novianty, M.E (2014), Bahwa sulitnya penderita
lupus menyesuaikan diri dikalangan masyarakat adalah karena
kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit lupus dan
penderita lupus cenderung kurang percaya diri terhadap masyarakat
akibat kurang dukungan. Hasil penelitian ini menunujukan bahwa
jika adanya dukungan social dari masyarakat akan membantu
penderita lupus untuk lebih optimis melawan penyakit dan
menjalani hidup dengan positif, adanya kebutuhan dicintai dan
4
dikasihi akan membuat penderita lupus merasa diperdulikan atau
diperhatikan dengan lingkungan yang dapat memahami situasi dan
keadaan penderita lupus maka akan membantu memecahkan
masalahnya sendiri dan berkembang menjadi pribadi atau individu
yang orang lain inginkan, selain itu penderita lupus berharap
dengan kesuksesan terjadi pada hidup akan membuat mampu
berpandangan positif dan tidak menilai buruk pada masa depan
Menurut Fatmawati (2018) self management skil atau
meningkatkan ketrampilan diri penderita SLE, aktivitas harian
pasien dengan SLE dapat terganggu akibat efek samping dari
pengobatan jangka panjang dan ketidakmampuan pasien untuk
mengatasi. Integrasi self-management pada perawatan pasien
dengan SLE mempunyai efek positif, yaitu hasil klinis yang
membaik,mengurangi pengeluaran dana perawatan kesehatan, dan
peningkatan kualitas hidup (Udlis, 2011). Hasil klinis yang
membaik dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan dari suatu
program self management pada penyakit kronis. Menurut Bomar
(2012), terdapat beberapa kemampuan dan keterampilan yang
harus diintegrasikan dalam self-management pada penyakit SLE
ini, diantaranya komunikasi, koping dan stres, aktifitas fisik,
pengaturan obat, nutrisi, dan perawatan kesehatan alternatif
OUTCAME Ketepatan penggunaan obat pada pasien SLE diketahui bahwa tepat
pasien sebesar 88,89% dan 100% pasien mengalami interaksi obat.
Pemberian konseling dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap
pasien tentang SLE serta terapinya, dan dapat meningkatkan
outcome terapi berupa peningkatan kualitas hidup dan penurunan
tingkat depresi dan tingkat nyeri pasien.
Fenomena penyakit kronis semakin meningkat sehingga
membutuhkan penanganan khusus, salah satunya adalah penerapan
model self management pada pasien dengan SLE, meliputi 5
dimensi yang terintegrasi, yaitu sumber daya, pengetahuan,
5
kepatuhan terhadap rencana, adanya partisipasi aktif, dan
kemampuan pengambilan keputusan(Udlis,2011). Program self
management terbukti memiliki efek dalam mengurangi kondisi
kelelahan dan depresi, serta meningkatkan kemampuan koping dan
self efficacy, oleh karena itu self management dapat menjadi suatu
intervensi terbaik untuk pasien dengan SLE.
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
memberikan dukungan kepada penderita lupus terutama dalam kepatuhan
obat.
Dalam jurnal 3 pendekatan psikologi yang dilakukan adalah self
management skill. Pada penderita SLE ini dapat terganggu karena
pengobatan jangka panjang dan ketidakmampuan pasien untuk mrngatasi.
Dengan pendekatan ini, integrasi self-management pada perawatan pasien
dengan SLE mempunyai efek positif, yaitu hasil klinis yang membaik,
mengurangi pengeluaran dana perawatan kesehatan, dan peningkatan
kualitas hidup serta pengobatan teratur. Apabila salah satu hal tersebut
menjadi baik, maka itu menjadi salah satu indikator keberhasilan program
self management pada penyakit lupus. Apabila kemampuan dan
keterampilan tersebut diintegarisakan, maka komunikasi, koping dan stres,
aktifitas fisik, pengaturan obat, nutrisi, dan perawatan kesehatan alternatif.
Komunikasi menjadi bagian penting dalam self-management. Tidak hanya
antara pasien dan tenaga kesehatan, akan tetapi juga dibutuhkan peran
serta keluarga. Komunikasi yang melibatkan pihak keluarga atau mitra
yang mendukung akan membawa manfaat, diantaranya meningkatkan
komunikasi pasangan, meningkatkan keterampilan mengatasi masalah,
dan meningkatkan dukungan social.
Dari ketiga jurnal mengatakan bahwa kepatuhan minum obat juga di
pengaruhi oleh social dan juga self management. Hal ini dapat memperjelas
bahwa pasien-pasien lupus ini tidak lepas dari dukungan social dan
kepatuhan minum obat untuk menjadi semangat dan tidak mngalami depresi
serta penurunan kualitas hidup. Oleh kaena itu, Program self management
terbukti memiliki efek dalam mengurangi kondisi kelelahan dan depresi,
serta meningkatkan kemampuan koping dan self efficacy, oleh karena itu
self management dapat menjadi suatu intervensi terbaik untuk pasien
dengan SLE.
8
DAFTAR PUSTAKA
Novianty M.E (2014). Penerimaan Diri Dan Daya Juang Pada Wanita Penderita
Systhemic Lupus Erythematosus (SLE). eJournal Psikologi, Vol 2 No 2,
hal 171 - 181