Anda di halaman 1dari 49

COMBINE DEGREE PATOLOGI ANATOMI

DERMATITIS

RIEZKY JANUAR PRAMITHA


AFIF NURUL HIDAYATI
DEFINISI
• Dermatitis  Bentuk klinis dan histologis dari peradangan kulit
yang tampak pada berbagai penyakit kulit dengan beragam etiol
ogi
• Disebut juga dengan Eczema
• Klinis  Ditandai dengan rasa gatal dan nyeri, termasuk kekeri
ngan, eritema, ekskoriasi, eksudasi, fissura, hiperkeratosis, liken
ifikasi, papul, skuama dan vesikel
• Histologi  Perubahan epidermal termasuk spongiosis (epider
mal edema) dengan berbagai tingkat acanthosis dan hiperkerato
sis, disertai dengan lymphohistiocytic infiltrat di dermis
Histologis
 Akut :
 ditandai dengan oedema intra & intersel, vesikel spongiosis & parakerato
sis
 di daerah dermis  oedema & infiltrasi limfosit ,monosit & eosinofil.

 Subakut :
 akantosis & parakeratosis, eosinofil jarang

 Kronis :
 akantosis disertai hiperkeratosis, parakeratosis tanpa oedema nampak fib
rotik dalam dermis
Pathogenesis :
 Awalnya, antigen pada permukaan epidermal yang diambil ole
h sel langerhans dendritik, dan bermigrasi oleh dermal limfatik
ke lymphonodes.
 Antigen diproses oleh sel Langerhans disajikan ke sel CD4 T
diaktifkan dan berkembang menjadi efektor dan sel memori.
 24 hours  erythema & pruritus characterized by spongiotic ph
ase.

Figure 25-26 Schematic diagram of mechanisms of allergic contact dermatitis. m, antigen; Ln, n
aive T lymphocyte; Lm, memory T lymphocyte.
Klasifikasi
Contact dermatitis
• Dermatitis Kontak  biasanya lokasinya terlokalisasi pada daerah yang t
erstimulasi reaksi alergi atau setelah kontak dengan benda asing
• Reaksinya berupa kulit tampak kemerahan, hingga terbentuk bula pada lo
kasi kontak
• Diagnosis Dermatitis kontak dapat menggunakan Patch Testing. Penyeba
b Causatif harus segera dieliminasi
Histopatologi DKA
 Lesi awal  berupa dermatitis spongiotik akut.
 Jika vesikel muncul, dapat mengandung kelompok sel Langerhans.
 Terdapat infiltrasi pada dermis superfisial dari limfosit, makrofag dan s
el Langerhans dengan aksentuasi sekitar pembuluh darah kecil.
 Pada pasien dengan paparan lanjut oleh antigen, hasil biopsi mungkin
menunjukkan keadaan subakut atau kemudian menjadi dermatitis spo
ngiotik kronis, sering juga dengan neurodermatitis akibat sering meng
gosok kulit.
FIGURE 9-1. Acute spongiotic dermatitis: allergic contact dermatitis. (A) Spon
giosis with vesicles containing fluid and inflammatory cells. (B) Exocytosis of ly
mphocytes and eosinophils into the spongiotic epidermis.
Histopatologi DKI

 Bervariasi  Tergantung beratnya DKI (ulserasi, hiperkeratosis, parakeratosis, pola das


ar spongiotik  identik dengan DKA.
 DKI akut  Pada dermis terjadi vasodilatasi & sebukan sel mononuklear di sekitar p
emb.darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edem
a intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal.
 Keadaan berat kerusakan epidermis  vesikel/bula di dlmya terdapat limfosit atau
neutrofil.
 DKI kronis  hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges.
FIGURE 9-4. Irritant dermatitis. There is superficial epidermal necrosis t
ogether with spongiosis and infiltrate of neutrophils.
Nummular dermatitis
 Erupsi ini ditandai dengan lesi yang gatal, berbentuk koin (nummular),
eritematosa, bersisik, plak berkrusta.
 >> permukaan ekstensor ekstremitas.
 Etiologi tidak diketahui.
 Rutinitas dan perubahan ultrastruktur pada dermatitis numular ~ derm
atitis kontak.
 Edema interselular adalah penemuan yang paling mencolok
 Terdapat pergeseran dan hilangnya desmosomes sebagai spongiosis
Histopatology
 Bervariasi sesuai stadium dari lesi.
 Lesi akut Spongiosis ringan - sedang, biasanya tanpa vesiculation, edema derm
al papilaris, dan infiltrat perivaskuler superfisial dari limfosit, histiosit, dan kadang e
osinophil.
 Lesi subakut dan kronis  hiperplasia epidermal psoriasiformis dan dapat ada m
elanofage pada lesi kronis.
 Parakeratosis str.korneum mengandung agregat dari koagulasi plasma krusta.
 Mild papillary dermal edema dan dilatasi pem.darah
 Sel mast >> telah diteliti pada plak dari dermatitis numularis dibandingkan dengan
kulit normal berhubungan dengan pruritus >>
Atopic dermatitis
 Erupsi ditandai area pruritus parah, eritema, skuama, dan ekskoriasi
 Kronis  likenifikasi, dan neurodermatitis >> perubahan kulit karena gese
kan kronis dan menggaruk.
 >> anak-anak, sekitar 1/3 kasus didiagnosis sebelum usia 1 tahun.
 >> perempuan, >> memiliki gangguan atopik lain ex rhinitis alergi atau asma
 Bayi >> wajah dan permukaan ekstensor ekstremitaskemudian mempe
ngaruhi permukaan fleksor
 Area klasik yang terlibat pada anak yang lebih tua dan dewasa adalah poplit
ea, fossae antecubital, dan sisi leher.
 >> infeksi bakteri sekunder.
Histopatologis
 Fase awal spongiosis ringan, eksositosis limfosit, dan parakeratosis.

 Limfosit dan histiosit yang tersebar pada sekitar pleksus vaskular superficial.

 Lesi kronis rete ridges secara teratur memanjang, dengan spongiosis yang kurang menonjol dan ad
anya infiltrat seluler. Hiperkeratosis dan hipergranulosis berbentuk baji dengan area parakeratosis

 Peningkatan jumlah pembuluh darah kecil dengan penebalan dindingnya yang melibatkan sel endotel
dan membran basal.

 Eosinofil kurang menonjol dibandingkan dengan DKA atau dermatitis nummular.

 Dengan waktu menjadi neurodermatitis.


(a) Skin biopsy from forearm plaque showing hyperkeratosis, epidermal hyperplasia with featur
es of chronic eczematous dermatitis. Additionally some follicles studded with mucin are als
o seen. (H and E, ×40).
(b) High power view showing hyperkeratosis, hypergranulosis, epidermal hyperplasia and supe
rficial perivascular infiltrate. (H and E, ×100).
(c) Hyperplastic follicles with mucin in infundibulam. (H and E, ×100).
(d) Bluish stringy mucin is seen. (H and E, ×400)
Dyshidrotic dermatitis

 Kondisi dermatitis ini ditandai dengan rekurensi, sangat gatal, vesikel


dalam yang klasik melibatkan daerah lateral jari dan, dalam beberapa
kasus melibatkan jari-jari kaki.
 Episode dapat dipicu oleh infeksi, reaksi id, reaksi kontak, dan stres e
mosional.
 Dalam kasus-kasus kronis, mungkin ada keterlibatan lebih luas dari t
elapak tangan dan kaki.
 Meskipun erupsi berkembang akut, mungkin menjadi kronis dengan e
ritema, likenifikasi, dan fissuring.
 Impetiginisasi sekunder umum terjadi.
Histopatologi
 Spongiosis dan vesikulasi intraepidermal terjadi pada lesi akut
 Adanya infiltrat superficial lymphohistiocytic perivaskular dengan eksositosis l
imfosit menjadi zona spongiotik.
 Lesi akut ketebalan st.korneum kulit pada akral tetap utuh, dan ketebalan e
pidermis normal.
 Kronis  spongiosis <<, acanthosis dan parakeratosis >>, dan serum dapat
+ pada st.korneum.
FIGURE 9-5. Dyshidrotic dermatitis. In acral skin, large intraepid
ermal vesicles are held intact by the thick stratum corneum.
Seborrheic dermatitis
 Penyakit kulit, radang superfisialis, kronis
 predileksi area seboroik
 remisi dan eksaserbasi
 Penyebab pasti belum diketahui
 Dugaan :
-Pityrosporum ovale >>
-stres
-kasus parah  HIV (AIDS)
 penyakit neurologis
 Status seboroika yang diturunkan
Photoalergic dermatitis
 Peningkatan reaktivitas kulit terhadap sinar UV  dibawa oleh agen kimia s
ecara imunologi

 Erupsi dermatitis fotoalergi mungkin karena aplikasi obat topikal, atau konsu
msi oral dari agen photosensitizing  erupsi dermatitis photocontact atau ph
otodrug.

 fotoalergi terjadi → sinar UV → perubahan bentuk molekul → respon dari sis


tem kekebalan tubuh untuk menyerang antigen asing→ ruam berkembang, b
iasanya beberapa hari setelah penerapan substansi (tidak terbatas pada da
erah terkena sinar matahari→dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh)
Histopatologi
 Mirip dengan DKA akut  spongiosis sedang – berat  beberapa kasus terdapat ves
iculation, dan infiltrate lymphohistiocytic perivaskular superficial dengan eksositosis.

 Infiltrat perivaskular dan eosinophil yang lebih dalam >> dermatitis fotoalergi oleh kon
sumsi obat sistemik.

 Paparan antigen kronis dermatitis kronis spongiosis <<, peradangan kurang inten
s, dan acanthosis >>

 Reaksi fototoksik adalah reaksi akibat sengatan matahari dengan apoptosis epiderma
l dan nekrosis intraepidermal disertai subepidermal blister

 >> Neutrofil.
Dermatitis static
 Pasien dengan insufisiensi vena kronis dan edema pada ekstremitas bawah
 Manifestasi berupa gatal, lesi eritematosa, papula skuama, dan plak kaki bag
ian bawah >> berhubungan dengan pigmentasi coklat dan adanya rambut
rontok.
 Ulserasi komplikasi sering pada dermatitis statis kronis.
Histologi
 Secara histopatologik tidak patognomonik
 Epidermis bervariasi hiperkeratosis dengan parakeratosis fokal, ac
anthosis, atrofi dan spongiosis fokal.
 Proliferasi pembuluh darah kecil di dermis papiler  membentuk agr
egat lobular (glomeruloid proliferasi).
 Proliferasi mungkin kemerahan, menyerupai sarkoma Kaposi (acroan
giodermatitis).
 Adanya infiltrat limfosit perivaskular superficial yang mengelilingi kapil
er penebalan dan venula.
 Dermis reticular  >>fibrotik.
 Ekstravasasi eritrosit dan hemosiderin (+) di permukaan, juga sekitar
pleksus vaskular yang dalam.
Thank you
DERMATITIS SPONGIOTIK
Definisi

 Dermatitis spongiotik dapat akut, subakut, atau kronis.

 Proses ini dinamis, dan masing-masing jenis tertentu d


ermatitis dapat berkembang dari akut menuju tahap kro
nis.

 Spongiosis mengacu pada adanya akumulasi cairan ed


ema antar keratinosit  dalam beberapa kasus berkem
bang menjadi vesikel atau bahkan membentuk bula.
SPONGIOSIS
 Regangan jembatan interseluler
 Bandingkan dengan bagian normal (kiri)
DERMATITIS SPONGIOTIK Suba
kut
 Spongiosis ringan - sedang
 Kadang-kadang disertai dengan microvesiculati
on.
 Epidermis  moderate acanthotic.
 Parakeratosis st.korneum dapat mengandung a
gregat dari koagulasi plasma dan sebaran limfo
sit dan neutrofil membentuk krusta (gbr.9.2)
 Infiltrat lymphohistiocytic perivaskular superficial
 kurang menonjol dibandingkan pada fase ak
ut.
 Impetiginisasi oleh kokus Gram (+)  terbentuk
crust neutrophilic.
FIGURE 9.2. Subacute spongiotic dermatitis: nummular dermatitis. (A) There is irre
gular acanthosis, spongiosis and superficial perivascular inflammatory infiltrate. Par
akeratosis containing plasma is also present. (B) Spongiosis is accompanied by exo
cytosis of inflammatory cells.
DERMATITIS SPONGIOTIK Kroni
s
 Dermatitis kronis hiperkeratosis dengan area para
keratosis, >> hipergranulosis, dan moderat ditandai
dengan acanthosis (Gbr. 9-3)

 Spongiosis mungkin ada fokal, sering derajat minim


al.

 Infiltrat sel inflamasi sering kali jarang, dan papillary


dermal fibrosis dapat menjadi ciri yang menonjol.

 Derajat spongiosis dan kuantitas infiltrasi yang men


cerminkan aktivitas sekarang dari dermatitis yang m
endasari.
FIGURE 9-3. Lichen simplex chronicus. There is hyperkeratosis, hypergran
ulosis and irregular psoriasiform acanthosis with minimal spongiosis. Vertic
ally oriented collagen in the papillary dermis is characteristic.
DERMATITIS KRONIS
Jenis spesifik spongiotik Dermatitis

Clinical Classification :

1)Atopic dermatitis
2)Allergic contact dermatitis
3)Primary irritant deratitis
4)Dishydrotic Dermatitis
5)Numular Dermatitis
6)Seboroik Dermatitis
7)Photo eczematoses dermatitis

Anda mungkin juga menyukai