Anda di halaman 1dari 14

(M:1) dr. Ferdinant M.

Djawa

DERMATOPATOLOGI

LESI VESIKOBULOSA

 Penyakit Vesikobulosa
1. Pemfigus (Vulgaris dan Foliaseus)
2. Pemfigoid Bulosa
3. Dermatitis Herpetiformis
 Kelainan Melepuh (Blistering)
- Gambaran vesikel dan bulla (blister), sekunder pada kondisi yang tidak saling berkaitan
( infeksi herpes virus, dermatitis spongiosus), ada kelompok kelainan dengan blister,
sebagai perangai utama dan dapat dibedakan secara khas.
- Bulla atau blister ini cenderung terjadi pada lapisan spesifik dari kulit dengan morfologi
khas.

 Pemfigus (Vulgaris dan Foliaseus)


- Pemfigus merupakan kelainan autoimun dengan pembentukan bula (jarang)
- Terjadi kehilangan perlekatan antar sel didalam epidermis dan epitel skuamosa mukosa
(akantolisis)
- Tiga Varian :
1. Pemfigus vulgaris (paling lazim)
2. Pemfigus foliaseus
3. Pemfigus paraneoplastik
 Patogenesis
- Merupakan proses autoimun yang lesinya disebabkan oleh RH tipe tiga
- Autoantibodi IgG berikatan dengan protein desmosom antar-sel kulit dan membran
mukosa
- Antibodi menggangu fungsi adhesi antar-sel dari desmosom dan mungkin mengaktivasi
protease
- Pemfigus menunjukkan ikatan (linkage) dengan alel HLA tertentu
- IF: endapan IgG  ciri khas menyerupai jaringan ikat

A. Pemfigus Vulgaris. Endapan imunoglobulin dan komplemen (hijau) yang seragam


sepanjang membran keratinosit dalam pola khas fish-net.
B. Pemfigus Foliaseus. Endapan imunoglobulin terbatas pada lapisan superficial
epidermis.
 Morfologi
1. Pemfigus vulgaris
 Mengenai kulit maupun mukosa
 Daerah kepala, muka, aksila, lipat paha, badan dan aderah yang mengalami
tekanan
 Lesi kulit berupa vesikel dan bula tipis yang mudah pecah  erosi dalam ditutupi
krusta serum
 Akantolisis  suprabasal

Pemfigus Vulgaris.
A. Gambaran erosi pada tungkai menunjukkan kelompok bula yang bergabung
(konfluen).
B. Akantolisis suprabasal yang menghasilkan suatu lepuh intradermal, berisi
banyak sel keratinosit yang mengalami akantolisis dan berubah bentuk menjadi
bulat.
2. Pemfigus foliaseus
 Lesi yang jarang, lebih jinak, bula terbatas di epidermis, mukosa jarang
 Bula letak superficial, sehingga lesi ritematous terbatas, dapat ditemukan krusta
 Akantolisis  epidermis superficial pada lapisan stratum granulosum

Pemfigus Foliaseus.
A. Penampilan lepuh superficialis yang khas, dengan erosi lebih ringan.
B. Tampak blister subkorneum.
 Gambaran Klinis
- Pemfigus vulgaris jarang, usia yang lebih tua, wanita lebih sering
- Nyeri, khususnya apabila pecah, infeksi sekunder
- Sebaagian kasus berhubungan dengan orofaring
- Terapi imunosupresif
- Pemfigus dapat disebabkan pada pengobatan sebagai pemfigus foliaseus
- Endemik di Amerika selatan : fago selvagem  gigtan lalat hitam.

 Pemfigoid Bulosa
- Penyakit vesikobulosa autoimun pada kulit dan mukos yang relatif sering, pada orang yang
lebih tua
- Patogenesis :
 Pembentukan blister dipicu endapan linear IgG dan komplemen pada membran
basal epidermis
 Reaktivitas juga terjadi pada plak yang melekat pada membran basal
(hemidesmosome)
 Autoantibodi IgG yang berikatan dengan hemidesmosom mengikat komplemen 
teraktivasi dan infiltrasi neutrofil dan eosinofil menyebabkan kerusakan jaringan.
- Morfologi :
 Bula tegang dan berisi cairan jernih pada kulit yang terlihat normal atau
eritematous
 Ditandai lesi bulosa subepidermal dan non akantolitik
 Infiltrasi limfosit dan eosinofil perivaskular, kadang-kadang neutrofil, edema di
dermis superficial, dan berhubungan dengan vakuolisasi lapisan sel basal 
terbentuk lepuh yang berisi cairan.
 Atap blister  seluruh ketebalan epudermis dengan sambungan antar sel yang
intek.

Pemfigoid Bulosa.
A. Gambaran makroskopis blister yang khas, tegang, berisi cairan.
B. Vesikel subepidermal disertai infiltrat sel radang yang kaya eosinofil.
 Gambaran Klinis
- Bula tidak mudah pecah
- Dapat sembuh sempurna tanpa sikatrik, kecuali ada infeksi sekunder
- Cenderung alami fase remisi dan relaps
- Respon imunosupresi topikal maupun sistemik
- Pemfigoid gastasional (herpes gastationis) secara klinis subklinis merupakan subtipe
berbeda pada trimester 2 dan 3.
 Tempat autoimunitas tampaknya terjadi di plasenta.

 Dermatitis Herpertiformis
- Pembentukan bula yang bersifat autoimun.
- Ciri khas berupa urtikaria disertai pruritus berat dan kelompok vesicel.
- Terutama pada pria, umur dekade ketiga dan keempat
- Sekitar 80% kasus, lesi ini berhubungan dengan penyakit seliak, sebaiknya sedikit sekali
penderita seliak mengalami dermatitis herpeliformis
 Patogenesis
- Predisosisi genetik untuk membentuk IgA terhadap gluten, seperti autoantibodi IgA yang
bereaksi silang dengan endomisium dan jaringan transglutaminase seperti pada
keratinosit.
- IF: endapan granuler dari IgA yang terbatas pada ujung papil dermis
- Jejas yang dihasilkan dan inflamasi menyebaban bula subepidermal.

 Morfologi
- Lesi dermatitis herpeliformis bersifat bilateral, simetris dan berkelompok
- Sering pada permukaan ekstensor, siku, lutut, punggung atas dan bokong.
- Pada fase awal, neutrofil terakumulasi secara selektif pada ujung papil dermis membentuk
mikroabses kecil.
- Lapisan basal dibawah mikroabses menunjukkan vakuolisasi dan terjadi pemisahan
setempat dermo-epidermal  bula subepidermal.

Dermatitis Herpetiformis.
A. Lesi blister eritematous yang utuh atau erosi, kadang berkelompok.
B. Blister berhubungan dengan jejas pada lapisan sel basal, yang pada permulaan
disebabkan akumulasi neutrofil (mikroabses) pada ujung papil dermis.
(M : 2) dr. Ferdinant M. Djawa

DERMATITIS EKSIMATOSA

Dermatitis Eksematosa Akut (DEA)

 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau endogen, menimbulkan efloresensi klinis plimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuamosa, likenifikasi)
 Sinonim : eksim (eczema)
 Etiologi : eksogen dan endogen

 Histopatologi
1. Stadium akut
- Epidermis : vesikel atau bula, spongiosis, edema intrasel, eksositosis tu. sel mononuklear
- Dermis : udem, vaskular melebar, sebukan tu. Sel MN
2. Staduim subakut
- Epidermis : vesikel berkurang, spongiosis, krusta, parakeratosis
- Dermis : udem berkurang, vasodilatasi dan sebukan sel radang MN
3. Stadium kronis
- Epidermis : hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridge memanjang, spongiosis
ringan, vesikel hilang, papilomatosis, dinding vaskular menebal
- Dermis : sebukan sel radang MN, fibroblast dan kolagen bertambah.
 Morfologi
- Spongiosis atau edema epidermis  ciri dari semua bentuk dermatitis eksematosa akut
 sinonim dermatitis spongiosis
- Cairan edema menyusup ke dalam epidermis, mengurai keratinosit
- Jembatan antar sel melebar, di ikuti sebukan limfosit perivascular supervicial, edema papil
dermis, dan degranulasi sel mast.
- Sel eosinofil dapat ditemukan, mencolok pada erupsi spongiotik yang dipicu obat
- Gambaran histopatoligis perlu dikorelasikan dengan perangai klinis.

Dermatitis Eksematosa.
A. Gambaran eritema dan skuama pada dermatitis kontak akibat nikel yang didapat dari
kalung.
B. Terdapat akumulasi cairan (spongiosis) antar sel epidermal yang dapat berkembang
menjadi vesikel, bila hubungan antar sel teregang sampai lepas.

 Gejala klinik
- Pada umumnya adalah keluhan gatal
- Lesi kulit bergantung pada stadium, dapat / tidak tegas
- Penyebaran setempat, generalisata, bahkan universalis
- Stadium akut : eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi sehingga tampak
basah (madidans)
- Stadium subakut : eritema berkurang, krusta
- Stadium kronis : lesi kering, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul.

 Dermatitis Kontak
1. Dermatitis Kontak Iritan
- Pola peradangan sesuai dengan ke tempat kontak dengan iritan
- Tingkat keparahan reaksi sebanding dengan tingkat keparahan paparan (sifat dan dosis
iritan)
- Sensitasi tidak diperlukan ( beda dengan DKA)
- Pruritus kurang baik
- Reaksi ringan menyerupai dermatitis kontak alergi
- Iritasi berat (mis. Zat kimia) dapat menyebabkan lepuh (bula), erosi atau ulserasi, dan
meninggalkan bekas luka.
- Faktor lain yang berpengaruh; lama kontak, kekerapan, permeabilitas kulit, suhu
lingkungan, dll.

 Patogenesis
- Kelainan disebabkan bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin dan lemak
korneum, dan mengubah daya ikat air kulit
- Iritan kuat bisa langsung merusak, iritan lemah perlu kontak yang berulang atau pada
individu yang rawan.
- Faktor kontribusi : kelembaban udara, tekanan, gesekan.

 Dermatitis kontak iritan akut


- Iritan kuat, biasanya karena kecelakaan
- Kulit terasa perih, panas, eritema, vesikel atau bula, batas tegas
- Reaksi akut lambat, mis: podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat  DKI akut lambat
- Dapat tibul setelah 12-24 jam atau lebih, mis : dermatitis venenata ; perih dan eritema,
vesikel, bahkan nekrosis.

 Dermatitis kontak iritan kronis


- Akumulasi paparan iritan lemah (gesekan, kelembaban rendah, panas, dingin, detergen,
sabun, pelarut, dll)
- Dermatitis iritan kumulatif ini berbentuk DKI paling sering
- Gejala : kulit kering, eritema, skuama, lambat laun hiperkeratosis dan likenifikasi, fisura.
- Resiko meningkat pada mencuci, memasak, mengepel, kerja bangunan atau bengkel dan
berkebun.

 Histopatologis
- Gambaran tidak khas
- Pada DKI akut : dermis bagian atas terdapat vasodilatasi dan infiltrasi sel radang MN
- Eksositosis di epidermis, spongiosis, edema intrasel dan akhirnya nekrosis
- Kasus berat dapat terjadi bula sub-peidermal.

 Dermatitis Kontak Alergik


Etiopatogenesis
- Alergen paling sering berupa bahan kimia
- Dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, dan luasnya penetrasi dikulit
- Mekanisme reson imun yng diperantarai oleh sel (cell mediated immune respone) atau
reaksi hipersensitivitas tipe IV (delayed hypersensitivity)
- Diawali kontak hapten dan keratinosit  antigen
- Antigen ditangkap oleh makarofag dan sel langerhans
 Di KGB regional disajikan pada sel T, berdiferensiasi dan proliferasi
 Sel T efektor dan sel memori (fase sensitisasi)
- Bila terjadi pajanan ulang alergen yang sama atau serupa akan timbul manifestasi klinis
(fase elitisasi).

 Gejala klinis
- Rasa gatal
- Bercak eritema berbatas tegas, udem, populovesikel, atau bula.
- Akut : erosi dan eksudasi (madidans)
- Kronis : kulit kering, skuama, papul, likenifikasi, dan mungkin fisura, batas tidak tegas (DD;
DKI kumulatif)
- Berbagai lokasi : tangan, lengan, aksila, wajah, telinga, leher, badan, genitalia, paha dan
tungkai bawah.

 Doangnosa Banding
- DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik khas
- Dapat mirip dengan dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, psoriasis,
atau yang utama DKI
- Uji tempel (patch test) dilakukan setelah dermatitis tenang, bila mungkin setelah 3 minggu
- Pembacaan setelah 48 jam atau 1 minggu  tanda / gejala
- Bila karena :
 Iritasi  reaksi tipe decresendo
 Alergi  reaksi tipe cresendo

 Dermatitis Atopik
- Dermatitis atopi ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disetai gatal, yang
berhubungan dengan atopi
- Riwayat kepekaan dalam keluarga, misalnya asma bronkial, rinitis alergi, dermatitis atopik,
dan konjungtivitis alergik
- Sinonim : ekzema konstitusional, ekzema flekzural, neurodermatitis diseminata, prurigo
Bersnier.
- Sekitar 70% mempunyai riwayat atopia
- Sekitar 80% pendrita DA  peningkatan IgE
- Sintesis IgE diinduksi IL-4, dan dihambat interferon-y
- Tanda penting adalah pruritus dan reaktivitas sulit
- Pruritus :
 Pertama, karena berbagai rangsangan imunologik dan non-iminologik; pelepasan
mediator radang dan enzim proteolitik
 Kedua, faktor intrinsik kulit yaitu ambang gatal rendah
- Eksaserbasi pruritus akibat berbagai alergen, kelembaban rendah, keringat berlebihan,
stres, dan bahan iritan (wol, sabun, detergen, dll)
- Pada dermatitis atopik ang berat kadar histamin plasma maupun jaringan meningkat.

 Gambaran Klinis
- Gejala utama adalah pruritasi, dengan papul, likenifikasi, dan lesi ekzematosa berupa
eritema, papilo-vesikel, eksoriasi, dan krusta
- Ada beberapa bentuk infantil, anak, remaja, dan dewasa
- Kulit penderita DA biasanya kering dan kadar lipid epidermis berkurang  digores, timbul
garis putih (white dermographism)
- Berbagai kelainan dapat dijumapai, seperti xerosis kulit, iktiosis, hiperlinearis palmaris dan
plantaris, pomfoliks, pitiriasis alba, penipisan alis bagian luar (tanda hetroge), dll.
- Cenderung mundah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaktik terhadap obat, gigitan
atau sengatan serangga.
- (lihat kriteria diagnostik)

 Diagnosis
Kriteria Hanafin dan Lobitz
Yang harus ada :
1. Pruritus
2. Morfologi dan distribusi khas : likenifikasi fleksural dan dermatitis di pipi dan ekstensor
pada bayi
3. Kronis atau residif

Ditambah 2 atau lebih tanda :

1. Penyakit atopik
2. Tes kulit tipe cepat reaktif
3. White dermographisme, pucat dengan tes zat kolinergik
4. Katarak subkapular

Atau ditambah 4 atau lebih tanda :

1. Xerosis / iktiosis / hiperlinearis


2. Pitiriasis alba
3. Keratosis piliaris
4. Pucat / warna gelap infra orbital
5. Tanda Dennie Morgan
6. Peningkatan kadar IgE
7. Keratokonus
8. Dermatitis non spesifik ditangan
9. Infeksi kulit berulang

 Dermatitis Numularis
- Sinonim : ekzem numular, ekzem dikoid
- Definisi :
Dermatitis dengan lesi berbentuk koin, batas tegas, dengan efloresensi papulovesikel,
biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing)
- Etiopatologi :
 Multifaktorial, disuga infeksi akut berperan dengan adanya koloni staphylococcus
dan mikrokokus di lesi
 Eksaserbasi terjadi bila koloni kuman naik diatas 10jt kuman/cm2
 Berkaitan dengan dermatitis kontak (logam), terutama fisik atau kimiawi, stres
emosional.

 Gejala klinis :
- Puncak awitan 55-6 thn, lebih sering pada pria
- Keluhan gatal bisa sangat hebat
- Lesi awal kecil (0,3-1,0 cm), berupa vesicel atau papulovesikel, konfluen membentuk
bulatan (koin), batas tegas, edematosa dan eritematosa.
- Eksudasi dan krusta kekuningan, lesi lama berupa likenifikasi dan skuama
- Soliter atau multiple, tersebar dan simetris
- Predileksi ditungkai bawah, badan, punggung tangan, dan lengan bawah
- Cenderung residif, pada tempat yang sama.

 Dermatitis Statis
- Sinonim : dermatitis gravitasional, ekzem statis, dermatitis hipostatik, ekzem varikosa
- Definisi : dermatitis sekunder akibat hipertensi vena ekstremitas bawah
- Etiopatogenesis :
 Diduga peningkatan tekanan hidrostatik dalam tekanan, fibrinogen masuk kedalam
dermis, berbentuk fibrin yang menghalangi difusi oksigen dan nutrien
 Teori lain, shunt arteriovenosa menyebabkan hipoksi dan penurunan nutrisi kulit.
 Gambaran Klinis
- Varises, edema, purpura, hemosiderosis, hiperpigmentasi difus, disertai rasa gatal yang
bervariasi
- Dapat akut, subakut dan kronis
- Hemosiderin berasal dari ekstravasasi eritrosit di dermis maupun subkutan, diikuti
sklerosis dan nekrosis jaringan lemak (liposclerosis)
- Ulkus venosum atau ulkus varikosum
- Mudah infeksi, bahan selulitis.

 Lichen planus
- Kelainan yang terdapat pada kulit dan mukosa dengan keluhan pruritas, lesi purple,
poligonal, papula planar, dan plak.
- Mungkin akibat dari reaksi imunologi sel T CD8+
-  Terjadi sititoksik terhadap antigen pada lapiisan sel basal dan dermo-epidermal
junction
- Mekanisme dihubungkan akibat infeksi virus atau pajanan obat.

 Morfologi
- Lesi lichen planus terdiri atas pruritas, keunguan, papula planar, bergabung membentuk
plak
- Gambaran papula mengandung garis-garis atau bintik-bintik putih yang disebuat Wikham
striae
- Hiperpigmentasi  limpahan melanin kedalam dermis dari keratinosit yang rusak
- Mikroskopik  interface dermatitis (antara epitel skuamosa dan papilla dermis)
- Infiltrat limfosit padat yang berkesinambungan sepnjang dermo-epidermal junction.

 Gambaran Klinis
- Lesi yang tidak lazim
- Biasanya dewasa pada usia pertengahan
- Lesi kulit multiple dan biasanya simetris
- Terutama pada ekstremitas, pergelangan tangan dan siku, dan pada glans penis
- Mukosa oral lesi dapat berupa papula pitih bercorak retikular (seperti jaringaa)
- Dapat meredah spontan dalam 1-2 tahun
- Sel basal sering atrifi sampai nekrotik terdapat pada papila dermis yang mengalami
iflamasi  jisim-jisim Civatte (Civatte bodies)
- Akibat inflamsi  dermo-epidermal junction menunjukkan gambaran zigzag (menyerupai
mata gergaji)
- Lichen planus biasanya menunjukkan perkembangan inflamasi kronik yang lengkap,
termasuk hiperplasia, hipergranulosis, dan hiperkeratosis epidermis.

Lichen Planus.
A. Mikroskopik, infiltrat limfosit tersusun seperti pita sepanjang dermo-epidermal
junction, hiperkeratosis, hiperglanulosis, dan rate-ridge yang tajam.
B. Papula poligonal berwarna pink-keunguan dengan permukaan rata disertai
tanda/bercak Wikham atriae.

 Lichen Simpleks Kronis


- Sinonim : neurodermatitis sirkumskripta, liken vidal
- Definsi :
Inflamasi kronis kulit, gatal sekali, sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit
tampak menonjol menyerupai kulit kayu, akibat garukan atau gosokan berulang.
- Etiopatologi :
 Penyebab LSK belum di ketahui
 Pruritas  timbulnya likenifikasi dan prurigo nodularis
 Pruritas tanpa kelainan kulit dapat dijumpai pada penyakit sistemik
 Rowland Payne, 50% kasus prurigo nodularis mengalami gangguan metabolik dan
kelainan hematologik
 Diduga pruritas berasal dari pelepasan mediator atau aktivitas enzim proteolitik
atau mungkin stres emosional.

 Gejala Klinis
- Keluhan gatal hebat yang sulit ditahan
- Lesi tunggal atau multiple
- Biasanya di tengkuk, sisi leher, tungkai bawah, pergelangan kaki, skalp, paha bagian
medial, ekstensor lengan, skrotum dan vulva.
- Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul
- Garukan berulang, menebal dan berskuama dan hiperpigmentasi
- Ukuran lesi lentikular sampai plakar, umumnya lonjong
- Wanita lebih sering, puncak insiden 30-50 tahun.

Lichen simpleks karonik. Akantosis disertai hiperkeratosis dan hipergranulosit. Dermis


superficial fibrotik dan ekstasia vaskular, merupakan ciri yang lazim juga.

Anda mungkin juga menyukai