1. Bagaimana etiologic infeksi bakteri dari keluhan yang dialami pasien sesuai dengan
scenario (shindy)
Jawab :
PIODERMA Merupakan radang kulit yang disebabkan oleh bakteri pembuat nanah,
seperti Streptococcus β hemolitycus, Staphylococcus aureus/albus,
Corynebacterium minutissimum, dan bakteri gram negatif lainnya.
Pada umumnya, sebanyak 60 % individu normal ditemukan S. aureus
yang tumbuh intermiten pada kulit dan mukosa. Pada umumnya bakteri ini akan
bertumbuh pada kulit yang lembab seperti area inguinal, aksila dan perirektal,
begitupun pada mukosa nasal, faring dan rektal. Faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan bertumbuhnya bakteri tersebut termasuk dermatitis atopi,
diabetes melitus, kelainan ginjal pada pasien hemodialisa, pengguna obat
intravena, disfungsi liver, dan penyakit genetik atau yang berhubungan dengan
menurunnya daya tahan tubuh termasuk didalamnya HIV, kekurangan gizi,
anemia dan keganasan. Kebersihan individu yang kurang dapat menjadi salah
satu faktor resiko. Penularan penyakit ini dapat terjadi akibat kontak langsung
dengan
penderita atau udara.
Klasifikasi :
- Pyoderma primer Infeksi yang mengenai kulit yang normal.
- Pyoderma sekundr Infeksi pada kulit yang sudah ada penyakit kulit lain
sebelumnya.
Sehingga dalam pioderma sekunder disebut impetigenisata, misal eczema
vulgaris impetigenisata, prurigo impetigenisata, varisela impetigenisata,
hidradenitis supurativa, intertrigo, ulkus. (Harlim, 2016)
Sumber : Harlim, A. (2016) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Dermatitis.
2. Bagaimana mekanisme timbulnya plenting plenting air yang dialami pasien disekitar
mulut dan hidung (rosemary)
Jawab :
Karena pada kasus ini terjadi infeksi oleh bakteri streptococcus dan staphylococcus,
maka akan memicu inflamasi. Yang mana pada prosesnya inflamasi akan
diperantarai oleh neutrophil yang nantinya berfungsi dalam membunuh
bakteri/merusak jaringan yang telah terinfeksi. Pembentukan cairan pus ini terjadi
ketika neutrophil menyatu dengan bakteri yang menginfeksi jaringan tersebut.
Bakteri ini nantinya akan mengakibatkan supurasi (pembentukan pus yang terdiri
dari campuran neutrophil dan bakteri) setempat. Bakteri yang menyebabkan
supurasi ini disebut sebagai “piogenik” (membentuk pus). Selain itu, pus juga terdiri
dari cairan edema, yang mana pada proses inflamasi dapat mengakibatkan
kebocoran pembuluh darah akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Sehingga dapat diasumsikan jika cairan pus ini merupakan akumulasi dari neutrophil,
bakteri, dan cairan edema.
Vesikel adalah suatu penonjolan kulit dengan batas tegas, berisi cairan serous dan
diameternya < 1 cm. Jika diameter > 1 cm disebut bula, vesikel terdiri atas dua jenis,
antara lain (Budimulja, 2007):
- Vesikel/bula intraepidermal atau suprabasal
a. Spongiosis
Vesikel atau bula yang terjadi karena proses spongiosis dimulai dengan
terjadinya edema interselular di antara sel-sel keratinosit yang terisi cairan.
Contoh: dermatitis kontak alergi (DKA).
b. Degenerasi balon
Vesikel atau bula terjadi karena proses degenerasi dimulai dengan
terjadinya edema intraselular biasanya karena adanya suatu proses infeksi.
Virus akan menginfeksi sel epidermis sehingga sel kulit akan mengalami
pembengkakan akibat adanya degenerasi, spongiosum maupun nekrosis
yang disebabkan virus sehingga akan terjadi akumulasi dari cairan yang
akan terbentuk dan tertumpuk di dalam jaringan, penumpukan cairan tadi
akan memicu terbentuk vesikel. Contoh: herpes zozter, herpes simplex.
c. Akantolisis
Vesikel atau bula terjadi karena adanya proses akantolisis, yakni hilangnya
spina atau akanta atau jembatan antar sel, sehingga ikatan antara sel
menjadi hilang atau lepas, dan akhirnya akan terbentuk celah atau rongga
yang berisi cairan. Contoh: pemphigus.
d. sub-corneal
Vesikel atau bula terbentuk karena lepasnya stratum korneum dari lapisan
di bawahnya. Contoh: impetigo, miliaria kristalina.
Terdapat edema intraseluler dipicu inflamasi melisiskan dinding sel
sitoplasma disekitar inflamasi terkumpul vesikel
- Vesikel/bula subepidermal atau infrabasal atau intradermal
Vesikel atau bula infrabasal terjadi karena lepasnya lapisan basal dari membrana
basalis. Vesikel atau bula yang terbentuk biasanya akibat proses autoimun.
3. Apa saja factor predisposisi dari penyakit pada pasien di scenario (ranti)
Jawab :
Factor yang meningkatkan risiko impetigo adalah :
4. Bagaimana manisfestasi klinis (tanda dan gejala) dari infeksi bakteri pada pasien di
scenario (fitria)
Jawab :
IMPETIGO BULOSA IMPETIGO NON BULOSA
Impetigo bulosa dimulai dengan Disebut juga impetigo krustosa /
vesikel kecil yang menjadi bula impetigo contagiosa.
lembek.
Toksin eksfoliatif A yang diproduksi Impetigo nonbulosa sering dimulai
oleh S. aureus menyebabkan sebagai vesikel atau pustula.
hilangnya adhesi sel pada epidermis
superfisial. Beberapa vesikel sering menyatu
Bula mengandung cairan bening dan pecah setelah itu eksudat
atau kuning yang akhirnya purulen membentuk kerak
berkembang menjadi purulen atau berwarna madu yang khas.
gelap.
Tidak ditemukan eritema dan Basis eritematosa juga ada.
edema disekitar lesi.
Setelah bula pecah, dasar Seringkali ada banyak lesi di wajah
eritematosa terdapat pinggiran dan ekstremitas, terutama di area
bersisik. di mana barrier kulit telah rusak.
Impetigo bulosa tidak membentuk
kerak berwarna madu.
Penyebaran yang cepat dan setiap
Lesi paling sering terbentuk di
lesi berdiameter 1 hingga 2 cm dan
daerah intertriginosa dan pada
tumbuh secara sentrifugal.
batang tubuh dan, tidak seperti
impetigo nonbulosa, dapat terjadi
Penemuan lesi satelit, yang
pada membran bukal.
disebabkan oleh inokulasi sendiri,
Biasanya ada lebih sedikit lesi
sering terjadi seringkali di area kulit
daripada impetigo non-bulosa.
tanpa barier.
Limfadenopati regional tidak ada.
Gejala sistemik, seperti demam,
lebih sering terjadi. Terdapat dominasi lesi di area yang
Impetigo bulosa paling sering terjadi terpapar, terutama di tungkai dan
pada anak usia dua hingga lima wajah
tahun.
Limfadenopati regional ringan
sering terjadi.
5. Apa saja jenis wujud kelainan kulit lain (macam macam) yang disebabkan dari
infeksi bakteri? (faisya)
Jawab :
UKK PRIMER (terjadi pada kulit yang UKK SEKUNDER (akibat
semula normal/ kelainan yang pertama) perubahan yang terjadi pada
efloresensi primer)
- Makula perubahan warna - Skuama sisik berupa
pada kulit tanpa perubahan lapisan stratum korneum
bentuk, memiliki batas tegas, yang terlepas dari kulit.
terjadi karena:
hipo/hiperpigmentasi,
pigmentasi dermal (biru), dilatasi
kapiler (merah).
8. Jelaskan pemeriksaan fisik pada kasus diskenario serta intepretasi hasilnya (fahrul)
Jawab :
Impetigo Krustosa
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
Penyakit ini disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticus. Predileksi dari
penyakit ini pada daerah wajah, area sekitar hidung dan mulut dimana hal ini
dikarenakan daerah tersebut merupakan sumber infeksi. Kelainan kulit dimulai
dengan papul eritem yang menjadi vesikel atau pustul dengan dasar eritem yang
dengan mudah pecah sehingga meninggalkan bekas krusta tebal bewarna kuning
seperti madu. Apabila krusta tersebut di angkat tampak erosi dibawahnya.
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Gram dari cairan eksudat impetigo bulosa menunjukkan kuman
kokus Gram positif yang berkelompok. Kultur dan uji resistansi kuman terhadap
antibiotik yang diambil dari sediaan lesi/aspirat dilakukan apabila lesi tidak
responsif terhadap pengobatan empiris. Staphylococcus aureus didapatkan pada
bula yang intak. Apabila lesi impetigo bulosa tidak spesifik, dapat dilakukan
pemeriksaan histopatologis, didapatkan gambaran histopatologis berupa
vesikel/celah di lapisan subkorneal atau stratum granulosum, sel akantolitik di
dalam celah (blister), dengan spongiosis, edema di papila dermis, dan infiltrasi
limfosit dan neutrofil di sekitar pembuluh darah di pleksus superfisialis.
Pemeriksaan Gram dari lesi impetigo bulosa menunjukkan kuman kokus Gram
positif yang berkelompok dapat berupa Staphylococcus aureus atau Group A
Streptococcus. Kultur dan uji resistansi kuman terhadap antibiotik yang diambil
dari sediaan lesi/aspirat dilakukan apabila tidak responsif terhadap pengobatan
empiris. Pemeriksaan histopatologis dapat dilakukan apabila lesi tidak spesifik.
(Los, 2019)
Sumber : Los, U. M. D. E. C. D. E. (2019) INFEKSI BAKTERI DI KULIT. 1st edn.
Edited by D. AFIF NURUL HIDAYATI. AIRLANGGA UNIVERSITY PRESS
9. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding penyakit yang dialami pasien pada
scenario (faiz)
Jawab :
Diagnosis di tegakan melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan Gram, kultur kuman, uji resistansi kuman terhadap antibiotic dari
tanda gejala serta manisfetasi klinis yang dialami pasien di scenario dapat ter
diagnosis mengalami impetigo non-bulosa karena terdapat tanda khas yaitu eksudat
purulen membentuk kerak berwarna madu yang khas.
Diagnosis banding : ektima, dermatitis atopik, herpes simplek, dan varisela.
- Diagnosis banding ektima disingkirkan karena pada ektima awalnya lesi dapat
berupa pustul atau bula yang cepat membesar menjadi ulkus. Lesi mudah pecah
dan berindurasi. Lesi berbentuk bulat atau oval dengan diameter 1-3 cm,
dikelilingi halo eritem dan edema. Ektima ditutupi krusta tebal yang melekat dan
berwarna coklat tua. Jika krusta diangkat terdapat ulkus purulen seperti cangkir
dengan pinggir menimbul. Ektima biasanya berlokasi di tungkai bawah, yaitu
tempat yang relatif banyak mendapat trauma.
- Diagnosis banding herpes simpleks disingkirkan karena dari lesi pada bibir dan
rongga mulut yang gatal atau seperti rasa terbakar. Herpes simpleks biasanya
terjadi pada usia reproduktif dan ditandai dengan vesikel berkelompok di atas
dasar kulit yang eritema. Lesi dapat soliter atau multipel dan paling sering timbul
pada atau daerah perbatasan muko-kutan. Sebelum timbul, biasanya didahului
rasa gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi dan kemerahan pada kulit.
- Diagnosis banding dermatitis atopic disingkirkan karena pada dermatitis atopic
dia hanya terjadi macula eritem berskuama dan adanya bula/vesikel tetapi tidak
berubah menjadi krusta
- Diagnosis banding varisela papul eritem berubah menjadi vesikel mirip tetesan
embun. Vesikel berubah menjadi keruh menyerupai pustule dan menjadi krusta.
Sering terdapat vesikula pada mukosa mulut dan kadang-kadang juga pada
mukosa lain seperti pada konjungtiva.
Khas infeksi virus pada vesikula ada bentukan umbilikasi (delle) yaitu vesikula
yang ditengahnya cekung ke dalam.
Sumber= Djuanda, A., Hamzah, M., & Aisah, S. (2016). Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Depok : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
10. Apa saja terapi yang tepat diberikan kepada pasien di scenario (adam)
Jawab :
- Pengobatan non-medikamentosa termasuk menjaga kebersihan dan higiene
perorangan serta mengatasi faktor predisposisi.
- Topikal: bergantung pada stadium penyakit dan morfologi kelainan kulit,dapat
diberikan:
a. Kompres terbuka:larutan permanganas kalikus 1/5000,larutan rivanol 1 ‰.
b. Diberikan pada keadaan akut, madidans dan krusta tebal serta lekat.
- Antibiotik topikal: salap/krim asam fusidat 2%, salap mupirosin 2%, salap
basitrasin dan neomisin, dioles 2x/hr
- Antibiotik sistemik: Penisilin G prokain dan semisintetiknya: amoksisilin, 30- 50
mg/kgBB/hr, 3x/hr; flukloksasilin, 50 mg/kgBB/hr, 4x/hr; atau dikloksasilin, 25
mg/kg BB/hr, 4x/hr, selama 7 hari. Dapat juga diberikan eritromisin, 30-50
mg/kgBB/hr, 3x/hr, selama 7 hari. (Daili, Menaldi and Wisnu, 2005)
(Harlim, 2016)
Sumber : Harlim, A. (2016) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Dermatitis.
12. Bagaimana edukasi dan pencegahan yang diberikan kepada pasien di scenario
tersebut
Jawab :
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Impetigo krustosa :
- Jika krusta banyak, dilepas dengan mencuci dengan H2O2 dalam air, lalu diberi
salep antibiotic seperti kloramfenikol 2% dan teramisin 3%. Jika lesi banyak dan
disertai gejala konstitusi (demam, dll), berikan antibiotic sistemik, misalnya
penisilin, kloksasilin, atau sefalosporin.
- Konseling dan edukasi :
a. menjaga kebersihan kulit dengan mandi memakai sabun 2 kali sehari