1. (Ragita) Apa yang menyebabkan keluhan lemas dan penurunan berat badan pada skenario?
Jawab :
Kelenjar adrenal dibagi menjadi 2 bagian :
a. Korteks
- Zona glomerulosa, lapisan tipis yang terletak tepat dibawah kapsul. Sel-sel ini
merupakan satu-satunya sel di kelenjar adrenal yang mengandung enzim aldosterone
yang bisa mensekresikan mineralokortikoid (Aldosteron) dalam jumlah yang besar.
Sekresi hormone ini dikontrol terutama oleh konsentrasi angiotensin II dan kalium
dalam cairan ekstraseluler.
Fungsi : meregulasi garam dan cairan berkaitan dengan homeostasis tubuh. Atau
kontrol keseimbangan elektrolit.
- Zona fasciculata, lapisan tengah dan paling luas pada korteks adrenal yang
mensekresikan hormon glukokortikoid (Kortisol), kortikosteron, dan jumlah kecil
androgen dan esterogen. Sekresi hormone ini dikendalikan oleh pengeluaran ACTH
pada Axis hipotalamus pituitary.
Fungsi : terlibat dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dan berperan
terhadap respon stress.
- Zona retikularis, lapisan terdalam pada korteks. Zona ini mensekresikan hormone
sex (Androgen) / dehidroepiandrosteron (DHEA) dan androstenedione, serta sejumlah
kecil estrogen dan beberapa glukokortikoid. ACTH juga mengatur sekresi sel-sel ini.
Fungsi : memunculkan karakteristik seksual sekunder
b. Medulla
Epinefrin / adrenalin : memodulasi respon proses metabolism dan kardiovaskuler
terhadap stress.
Norepinefrin / noradrenalin : berperan dalam neurotransmitter pada system saraf
simpatis perifer.
(John E. Hall, 1375; Almeida et al., 2016)
Karena adanya defect adrenal, pasien dengan defisiensi kortisol, tidak bisa
mempertahankan kadar glukosa darah normal diantara jam makan atau bahkan saat puasa.
Karena kemampuan kortisol dalam merangsang gluconeogenesis tidak mumpuni. Selain itu
mobilisasi lemak dan protein dari jaringan berkurang menyebabkan fungsi metabolism tubuh
terhambat, terutama dalam mobilisasi energi. Meskipun otot dan jaringan adiposa masih
menyimpan banyak glikogen dan bahan lain didalamnya tetapi otot masih tetap lemah. Hal
ini yang membuat kondisi pasien hipoglikemi, terlihat temah dan BB turun.
Selain kortisol, Aldosteron diproduksi oleh korteks adrenal. Kerjanya membantu
merangsang reabsorbsi natrium pada tubulus distal dan tubulus kolaktivus. Aldosteron
meningkatkan ekspresi saluran pompa natrium dan natrium-kalium ATPase di membrane sel.
Saluran ini memungkinkan natrium untuk berdifusi ke sel utama. Gradiennya dipertahankan
oleh natrium-kalium ATPase di sisi basolateral yang menggunakan ATP untuk mengangkut
natrium ke dalam darah dan kalium ke dalam sel. Pada proses pembentukan urin, aldosteron
mendorong retensi Na+ dan meningkatkan eliminasi K+. Adanya retensi Na+ secara tidak
langsung juga meretensi H2O.
Sehingga jika ada defect pada kelenjar adrenal sehingga pengeluaran hormone aldosterone
dari zona glomerulosa menurun, akan terjadi penurunan saluran natrium dan penurunan
ekspresi Na/K ATPase pada sel utama ginjal. Sehingga akan menurunkan penyerapan Na+ ke
darah Na+ banyak yang keluar melalui urin. Begitu juga H2O yang banyak berkurang
ditubuh, sehingga tubuh bisa dehidrasi dan lemas.
(John E. Hall, 1375; Sherwood, 2013)
- Keluhan lemas pada pasien terjadi akibat adanya penurunan kortisol sehingga terjadi
kondisi hipoglikemi dan penurunan tekanan darah. Kondisi hipoglikemi merupakan efek
dari penurunan glukoneogenesis dan glikogenolisis yang menyebabkan gula dalam darah
rendah. Ketika gula dalam darah cenderung rendah, pasien akan mengeluhkan lemas
karena tubuh kekurangan glukosa untuk menghasilkan ATP yang dibutuhkan sel tubuh
untuk bekerja. Sedangkan penurunan tekanan darah merupakan efek dari kurangnya
vasokonstriksi pembuluh darah akibat penurunan kortisol. Tekanan darah yang rendah
menyebabkan pasien merasa lemah.
- Kortisol : hormone yang diproduksi oleh kortex adrenal pada zona fasiculata yang
berfungsi untuk atur gula darah.
Sumber : (Kendall., 2005)
2. (Kak Hisana) apakah terdapat hubungan mual muntah di skenario dengan keluhan utama pasien?
Jawab :
Ketika kadar aldosterone menurun, akan membuat jumlah kalium darah tinggi (hiperkalemia)
dan kadar Natrium darah rendah (hyponatremia). Karena kadar natrium darah rendah, air (H2O)
juga secara ga langsung mengikuti natrium. Sehingga kadar air di darah menurun volume darah
rendah / Hipovolemi. Penurunan kadar natrium plasma tubuh banyak kehilangan elektrolit dan
kondisi hypovolemia terutama dalam waktu yang cepat, dapat menimbulkan kelesuan dan
menimbulkan gejala klinis salah satunya mual muntah.
3. (Faishal) mengapa pasien memiliki keinginan memakan makanan yang asin, kenapa ada keluhan
nyeri pada perut dan juga sendi?
Jawab :
- Salt craving / keinginan makan makanan yang asin terjadi akibat tubuh kekurangan natrium.
Kekurangan natrium disebabkan karena kurangnya penyerapan natrium dari tubulus ginjal.
Defisiensi Hormon aldosterone dapat diakibatkan adanya destruksi kortex adrenal. Hormone
aldosterone merupakan salah satu hormone yang diproduksi oleh kortex adrenal pada zona
glomerulosa yang fungsinya untuk mengatur kadar Na dan K yang penting untuk regulasi cairan
dan elektrolit agar tetap seimbang. Jika hormone aldosterone tidak diproduksi sesuai kebutuhan,
pasien akan mengeluhkan gejala salt craving.
- Nyeri perut dan sendi akibat penurunan kadar kortisol dalam tubuh karena destruksi kortex
adrenal. Destruksi kalenjar ini dapat menyebabkan penurunan produksi hormone yang dihasilkan,
salah satunya yaitu kortisol.
Sumber :(Kendall., 2005)
4. (Fazad) Bagaimana terjadinya hiperpigmentasi di daerah lipatan dan apa keluhannya dengan
keluhan utama?
Jawab :
Kurangnya respons terhadap stres, hipoglikemia (glukosa darah rendah) akibat penurunan
aktivitas glukoneogenesis, dan kurangnya efek permisif untuk banyak aktivitas metabolik. Bentuk
primer penyakit juga menyebabkan hiperpig-mentasi (kulit lebih gelap) akibat sekresi berlebihan
ACTH. Karena hipofisis normal, penurunan sekresi kortisol menyebabkan peningkatan
pengeluaran ACTH (akibat berkurangnya umpan balik negatif). ACTH dan a melanocyte-
stimulating hormone (a-MSH, hormon penggelap kulit yang mendorong penyebaran pigmen
melanin) keduanya dapat dipecah dari molekul prekursor yang sama, proopiomelanokortin (tetapi
tidak dalam waktu yang sama atau organ yang sama. Namun, karena sangat berkaitan, ACTH
berkadar tinggi juga dapat berikatan dengan reseptor a-MSH di kulit dan menyebabkan kulit
menjadi gelap.
Salah satu tanda khas dari addision disease adalah hiperpigmentasi kulit dan mukosa yang
berhubungan dengan kerja melanogenesis ACTH. Pigmentasi ini terjadi pada kulit, rongga mulut,
konjungtiva, dan alat kelamin. Kondisi tersebut disebabkan karena adanya defect pada kelenjar
adrenal yang salah satunya menyebabkan sekresi kortisol terganggu membuat timbulnya umpan
balik (+) yang nyuruh hipotalamus sekresi lebih banyak CRH yang merangsang kelenjar pituitary
anterior mensekresikan lebih banyak ACTH. Sekresi ACTH yang berlebih bisa merangsang
pembentukan melanin oleh melanosit dengan cara yang sama dengan α-MSH. Karena antara
ACTH dan α-melanocyte-stimulating hormone (α-MSH, hormone yang berperan dalam
menyebarkan pigmen melanin dalam menggelapkan kulit) berasal dari molekul prekursor yang
sama, yaitu proopiomelanocortin.
Dalam kasus ini, kondisi hipoglikemi disebabkan karena kadar kortisol yang tidak
mumpuni sehingga menyebabkan gluconeogenesis tidak berjalan dengan semestinya. Dalam
waktu antara makan ataupun puasa, tubuh tidak bisa memecah simpanan glukosa dalam hati,
otot, maupun jaringan adiposa. Sehingga kadar glukosa plasma rendah.
Mathew P, Thoppil D. Hipoglikemia. [Diperbarui 26 Des 2022]. Di: StatPearls [Internet]. Pulau
Harta Karun (FL): Penerbitan StatPearls; 2024 Januari-. Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534841/
Munir S, Quintanilla Rodriguez BS, Penyakit Waseem M. Addison. [Diperbarui 2024 30 Januari].
Di: StatPearls [Internet]. Pulau Harta Karun (FL): Penerbitan StatPearls; 2024 Januari-. Tersedia
dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441994/
❖ BAGIAN KORTEX
✔ Hiposekresi :
2. Hormon Glukokortikoid
✔ Hipersekresi :
Bila penghasilan hormon ini berlebihan akan dapat menyebabkan Cushing syndrome
3. Hormon Cortisol
✔ Berfungsi :
✔ Hipersekresi :
Bila terjadi kenaikan dalam penghasilan hormon ini akan dapat menyebabkan cushing
syndrome.
4. Hormon Aldosterone
✔ Berfungsi :
5. Hormon Corticosterone
✔ Berfungsi :
6. Hormon Mineralokortikoid
✔ Berfungsi :
✔ Hiposekresi :
❖ BAGIAN MEDULLA
1. Hormon Adrenalin/Epinefrin
✔ Hiposekresi :
2. Hormon Androgen
✔ Berfungsi :
✔ Hipersekresi :
Bila terjadi kelebihan hormon ini akan menyebabkan penyakit Cushing Syndrome/sindrom
Cushing serta penyakit kelainan ciri kelamin sekunder pada laki-laki dan perempuan
rendah.
● Sel penyekresi glukokortikoid mengalami malfungsi kadar ACTH tinggi yang menyertai
glukokortikoid rendah akan disertai oleh kadar ACTH yang rendah dan CRH tinggi
kadar androgen adrenal juga rendah.
Glukokortikoid
• kekurangan
insulin, intoleransi terhadap stres, anoreksia, penurunan berat badan,nausea dan gejala
kelemahan berat.
- Penderita addison mempunyai tekanan darah rendah, penurunan laju filtrasi glomerulus,
penurunan kemampuan mengekskresikan kelebihan air.
- Kadar Na plasma rendah, K tinggi, punya riwayat ”ngidam garam”.
- Bisa tampak pigmentasi pada kulit dan membran mukosa.
• kelebihan
- Menyebabkan sindrom Cushing, terjadi karena adanya adenoma hipofisis yang mensekresi
ACTH
- terjadi hiperglikemia atau intoleransi glukosa atau keduanya, karena peningkatan
glukoneogenesis.
- Efek katabolik (pemecahan protein) berat menimbulkan penipisan kulit, atrofi otot,
osteoporosis, keseimbangan nitrogen negatif
- Redistribusi lemak yang aneh dengan obesitas batang tubuh dan ”punuk kerbau” (buffalo
hump)
- resistensi terhadap infeksi dan respon inflamasi terganggu, misalnya pada penyembuhan
luka.
Mineralokortikoid
• kelebihan
- Terjadi aldosteronisme primer (sindrom Conn), yaitu manifestasi klasik mencakup gejala
hipertensi, hipokalemia, hipernatremia, dan alkalosis. Kadar renin dan angiotensin II
dalam plasma disupresi
- Aldosteronisme sekunder menyerupai aldosteronisme primer, kecuali pada kenaikan kadar
renin dan angiotensin II. Terjadi ketika ada stenosis srteri renalis disertai penurunan
tekanan perfusi dapat menimbulkan hiperplasia serta hiperfungsi sel jukstaglomerular,
meyebabkan naiknya kadar renin dan angiotensin II.
http://blogs.unpad.ac.id/isnanto/files/2010/04/HORMON-KORTEKS-ADRENAL.pdf
Pada krisis adrenal yang dilatarbelakangi Addison disease, kelenjar adrenal gagal menghasilkan
hormon secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh, meskipun kelenjar pituitari
sudah menghasilkan ACTH untuk mendorong produksi hormon adrenokortikal. Krisis adrenal dapat
mengakibatkan mual muntah hebat, hiperpireksia, penurunan kesadaran (dapat dilakukan dengan
pengukuran Glasgow Coma Scale), dan syok.
Hiperpigmentasi umumnya merupakan gejala paling awal yang muncul, yang disebabkan oleh
peningkatan ACTH. Pada darah, ACTH terikat pada reseptor melanocortin 1 pada melanosit,
memicu melanosit untuk menghasilkan melanin. Destruksi melanosit akibat proses autoimun juga
dapat terjadi dan mengakibatkan vitiligo.
Kegagalan fungsi adrenal menyebabkan hilangnya efek mineralokortikoid aldosteron dan efek
vasopresor kortisol, yang mengakibatkan hipotensi ortostatik. Hiperkalemia dapat mengakibatkan
mialgia dan paralisis otot yang bersifat flaccid.
https://calgaryguide.ucalgary.ca/primary-adrenal-insufficiency-clinical-findings/
- DD:
a. Krisis Adrenal
b. Tuberkulosa adrenal
c. Perdarahan adrenal
d. Metastasis adrenal
e. Hiperkalemia
f. Acanthosis nigricans
(Sanjaya, 2012)
13. (Kak Abrar) Apa tatalaksana yang tepat pada kasus diatas( rencana tindak lanjut yang akan
dilakukan dokter meliputi penanganan awal dan merujuk)?
Jawab :
Penatalaksanaan Addison disease berupa terapi penggantian hormon glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Selain itu, diperlukan juga penatalaksanaan untuk mengobati penyakit yang
mendasari, seperti obat antituberkulosis (OAT) untuk Addison disease yang disebabkan
tuberkulosis.
Pada pasien dengan krisis adrenal, pemberian cairan intravena isotonik, berupa cairan salin normal,
harus segera dilakukan untuk mengembalikan kekurangan volume intravena dan mengoreksi
hipotensi.
Obat lini pertama untuk terapi penggantian glukokortikoid adalah hydrocortisone sodium succinate
atau phosphate, dengan dosis standar 15-25 mg/hari dalam 2-3 dosis terbagi. Umumnya pasien
mengonsumsi 10 mg hydrocortisone ketika bangun tidur, 5 mg di siang hari, dan 5 mg menjelang
malam.
Tanda-tanda kelebihan dosis terapi glukokortikoid dapat berupa hipertensi, kenaikan berat badan,
kulit tipis, mudah memar, dan intoleransi glukosa. Sedangkan tanda-tanda kekurangan dosis terapi
yang perlu dipantau adalah penurunan berat badan dan munculnya pigmentasi kulit.
Pada pasien perioperatif atau pasien yang mengalami stres fisik lainnya, umumnya dosis
ditingkatkan untuk meniru respons fisiologis glukokortikoid pada kondisi normal. Pasien yang
mengonsumsi obat-obatan tertentu (rifampicin, phenobarbital, dan phenytoin) juga perlu
meningkatkan dosis glukokortikoid karena obat-obatan tersebut meningkatkan metabolisme
glukokortikoid di hepar.
Jika pasien bermasalah dengan kepatuhan, maka sebagai alternatif dapat diberikan glukokortikoid
yang lebih poten dengan masa kerja lebih panjang, seperti prednison atau dexamethasone sekali
sehari.
Dalam situasi di mana hidrokortison tidak tersedia, alternatif yang dapat dipertimbangkan :
Prednisolon: Ini bisa menjadi pengobatan alternatif pilihan, diberikan sebagai bolus awal
25 mg dan diikuti dengan 2 dosis tambahan 25 mg dalam 24 jam pertama. Selanjutnya,
rejimen ini harus dilanjutkan dengan dosis harian prednison 50 mg.
Methylprednisolone: Ini dapat diberikan dengan dosis 40 mg setiap 24 jam.
Deksametason: Ini adalah pengobatan alternatif yang jarang digunakan, dengan dosis yang
dianjurkan 4 mg setiap 24 jam.
Pada pasien dengan proses infeksi yang memicu krisis adrenal dapat disertai pemberian antibiotik
yang tepat diperlukan untuk mengatasi infeksi yang mendasarinya.
Kelebihan dosis terapi dapat mengakibatkan edema tungkai dan penurunan PRA, sedangkan
kekurangan dosis terapi dapat mengakibatkan salt craving, hipotensi ortostatik, hiperkalemia, dan
peningkatan PRA.
Prinsip penatalaksanaan krisis adrenal akibat Addison disease adalah sebagai berikut:
Pada kondisi stres, kelenjar adrenal normal menghasilkan 250-300 mg kortisol dalam 24 jam.
Glukokortikoid diberikan pada pasien dengan krisis adrenal secara intravena. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pemberian glukokortikoid:
Terapi didahuluin dengan pemberian 100 mg hydrocortisone secara bolus IV, kemudian
dilanjutkan dengan 100 mg hydrocortisone dalam 100 cc cairan salin normal melalui infus
dengan kecepatan 10-12 cc/jam
Metode infus secara kontinyu lebih mampu mempertahankan kadar kortisol plasma
dibandingkan secara bolus
Perbaikan klinis, khususnya kenaikan tekanan darah, umumnya tampak dalam 4-6 jam
setelah infus hydrocortisone
Setelah 2-3 hari, dosis hydrocortisone diturunkan menjadi 100-150 mg dalam 24 jam,
untuk menghindari perdarahan saluran cerna akibat stres
Seiring perbaikan kondisi pasien, dosis hydrocortisone dapat di-tapering off dalam 4-5 hari
menjadi 72-75 mg/jam, sebelum beralih ke hydrocortisone oral
Selama pasien mendapatkan 100 mg atau lebih hydrocortisone dalam 24 jam, terapi
mineralokortikoid tidak diberikan karena hydrocortisone stress dose memiliki aktivitas
mineralokortikoid yang signifikan.
Ketika dosis hydrocortisone mulai diturunkan, mineralokortikoid diberikan dalam dosis
0,05-0,2 mg setiap 24 jam. Preparat yang umumnya digunakan adalah 9-alpha-
fludrocortisone
Addison disease pada pasien laki-laki tidak memerlukan terapi androgen karena testis mampu
menghasilkan testosteron dalam kadar adekuat. Namun, terapi androgen mungkin dapat
bermanfaat bagi perempuan karena kelenjar adrenal adalah sumber utama produksi androgen di
tubuh perempuan.
Munir S, Quintanilla Rodriguez BS, Waseem M. Addison Disease. [Updated 2024 Jan 30]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441994/
Pada keadaan tidak didapatkan perdarahan adrenal bilateral, kemungkinan hidup dari penderita
dengan krisis adrenal akut yang didiagnosa secara cepat dan ditangani secara baik, mendekati
penderita tanpa krisis adrenal dengan tingkat keparahan yang sama. Penderita yang penyakitnya
berkembang menjadi perdarahan sebelum dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau test
hormonal jarang yang dapat bertahan hidup. Karena insiden dari krisis adrenal dan perdarahan
adrenal sulit diketahui secara pasti maka mortalitas dan morbiditasnya tidak diketahui dengan
jelas.