Anda di halaman 1dari 18

Histologi kelenjar endokrin

Hormon merupakan molekul mediator yang dikeluarkan oleh salah satu bagian tubuh (sel
pensinyal) tetapi mengatur aktivitas sel pada bagian tubuh lainnya (sel target). Hormon tersebut
dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Oleh karena itu, hormon akan memasuki cairan interstitial
untuk selanjutnya berdifusi ke dalam pembuluh darah.1 Sebagian besar hormon endokrin adalah
hormon yang bersirkulasi melalui aliran darah untuk mencapai sel target yang jauh. 1 Beberapa
lainnya bekerja secara lokal dan disebut sebagai:1,2
1. Sekresi parakrin, ketika bekerja mempengaruhi sel yang berdekatan (tetangga).
Contoh ketika gastrin dihasilkan oleh sel G dan mencapai sel target di fundus.
2. Sekresi jukstakrin, ketika molekul sinyal berada di permukaan sel penyekresi
atau matriks ekstraseluler dan baru mempengaruhi sel lainnya ketika berkontak.
Fungsi dari pensinyalan dengan cara ini penting untuk pensinyalan perkembangan
jaringan.
3. Sekresi autokrin, ketika molekul sinyal bekerja pada sel pensinyal itu sendiri.
Contoh IGF (Insulin Growth Factor) yang bekerja pada sel penghasilnya itu
sendiri.
Kelenjar endokrin di dalam tubuh manusia terdiri dari kelenjar pituitari (hipofisis), tiroid,
paratiroid, adrenal dan pineal. Selain kelenjar endokrin, terdapat pula sel pada organ atau
jaringan yang menghasilkan hormon yaitu hipotalamus, timus, pankreas, ovarium, testes, ginjal,
lambung, hati, usus halus, jantung, kelenjar adiposa, dan jantung. Bersama-sama, kelenjar
endokrin dan sel penyekresi hormon ini membentuk sebuah sistem endokrin.1

Histologi kelenjar adrenal

Tabel 1. Kelenjar Suprarenal1,2

Gambar 1 Zona-zona Kelenjar Adrenal2 Keterangan: Zona Glomerulosa (G), Zona Fasikulata (F), dan Zona
Retikularis (R)

1. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of anatomy and physiology. 12th ed. Asia: John
Wiley & Sons. 2009.
2. Mescher AL. Junqueiras basic histology 12th ed. Singapore: Mc.Graw Hill. 2010.

Hormon apa saja yang berperan dalam metabolisme


a. Growth Hormone (GH)
GH meningkatkan kadar asam lemak dalam darah dengan meningkatkan
penguraian lemak trigliserida yang tersimpan di jaringan adiposa, dan hormon ini
meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengurangi penyerapan glukosa oleh otot.
Otot menggunakan asam-asam lemak di atas dan bukan glukosa sebagai bahan bakar
metabolik. Karena itu, efek metabolik keseluruhan GH adalah memobilisasi simpanan
lemak sebagai sumber energi utama sembari menghemat glukosa untuk jaringan
dependen glukosa misalnya otak. Otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan
bakar metaboliknya, namun jaringan saraf sama sekali tidak dapat menyimpan glikogen
(glukosa simpanan). Pola metabolik ini sesuai untuk mempertahankan tubuh selama masa

puasa yang lama atau situasi di mana kebutuhan energi tubuh melebihi simpanan glukosa
yang tersedia.

Gambar 4.1. Siklus aktivasi dan inaktivasi GH.

b. Thyroid Hormone (TH)


Efek Pada Laju Metabolisme Dan Produksi Panas
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal keseluruhan tubuh, atau
"laju langsam". Hormon ini adalah regulator terpenting laju konsumsi O2 dan
pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat. Efek metabolik hormon tiroid
berkaitan erat dengan efek kalorigenik ("penghasil panas"). Peningkatan aktivitas

metabolik menyebabkan peningkatan produksi panas.


Efek Pada Metabolisme Antara
Selain meningkatkan laju metabolik secara keseluruhan, hormon tiroid juga
memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang berperan dalam metabolisme
bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik memiliki banyak aspek;
hormon ini tidak saja dapat mempengaruhi pembentukan dan penguraian karbohidrat,
lemak, dan protein tetapi hormon dalam jumlah sedikit atau banyak dapat
menimbulkan efekyang sebaliknya. Sebagai contoh, perubahan glukosa menjadi
glikogen, bentuk simpanan glukosa, dipermudah oleh hormon tiroid dalam jumlah

kecil, tetapi kebalikannya- pemecahan glikogen menjadi glukosa-terjadi pada jumlah


hormon yang tinggi. Demikian juga, hormon tiroid dalam jumlah adekuat penting
untuk sintesis protein yang dibutuhkan bagi pertumbuhan normal tubuh namun pada
dosis tinggi, misalnya pada hipersekresi tiroid, hormon tiroid cenderung
menyebabkan penguraian protein.
c. Hormon Kortisol
Efek keseluruhan dari pengaruh kortisol pada metabolisme adalah peningkatan
konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan lemak dan protein. Secara
spesifik, kortisol melakukan fungsi-fungsi berikut:

Merangsang glukoneogenesis di hati, perubahan sumber-sumber nonkarbohidrat


(yaitu asam amino) menjadi karbohidrat di dalam hati Gluko artinya "glukosa'; neo
arti- nya "baru"; genesis artinya "produksi"). Antara waktu makan atau selama puasa,
ketika tidak ada nutrien baru yang diserap ke dalam darah untuk digunakan dan
disimpan, glikogen (glukosa simpanan) di hati cenderung berkurang karena diuraikan
untuk membebaskan glukosa ke dalam darah. Glukoneogenesis adalah faktor penting
untuk mengganti simpanan glikogen hati dan karenanya mempertahankan kadar
glukosa darah tetap normal di antara waktu makan. Hal ini penting karena otak hanya
dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metabolik, namun jaringan saraf
sama sekali tidak dapat menyimpan glikogen. Karena itu, konsentrasi glukosa dalam
darah harus dipertahankan pada tingkat yang sesuai agar otak yang bergantung pada

glukosa mendapat nutrien yang memadai.


Menghambat penyerapan dan pemakaian giukosa oleh banyak jaringan, kecuali otak,
sehingga glukosa tersedia bagi otak yang membutuhkan bahan ini secara mutlak
sebagai bahan bakar metabolik. Efek ini ikut berperan meningkatkan konsentrasi

glukosa darah yang ditimbulkan oleh glukoneogenesis.


Merangsang penguraian protein di banyak jaringan, khususnya otot. Dengan
menguraikan sebagian dari protein otot menjadi konstituennya (asam amino), kortisol
meningkatkan konsentrasi asam amino darah. Asam-asam amino yang dimobilisasi
ini tersedia untuk glukoneogenesis atau di manapun mereka dibutuhkan, misalnya

untuk memperbaiki jaringan yang rusak atau sintesis struktur sel baru.
Mempermudah lipolisis, penguraian simpanan lemak (lipid) di jaringan adiposa
sehingga asam-asam lemak dibebaskan ke dalam darah (lisis artinya "penguraian').

Asam asam lemak yang dimobiiisasi ini tersedia sebagai bahan bakar metabolik
alternatif bagi jaringan yang dapat menggunakan sumber energi ini sebagai pengganti
glukosa sehingga glukosa dihemat untuk otak.
d. Epinefrin
Epinefrin memiliki beberapa efek metabolik penting. Secara umum, epinefrin
menyebabkan mobilisasi cepat simpanan karbohidrat dan lemak untuk menyediakan
energi yang dapat digunakan oleh otot yang sedang aktif. Secara spesifik, epinefrin
meningkatkan kadar glukosa darah melalui beberapa mekanisme berbeda. Pertama,
hormon ini merangsang glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, dengan yang terakhir
adalah penguraian simpanan glikogen menjadi glukosa yang kemudian dibebaskan ke
dalam darah. Epinefrin juga merangsang glikogenolisis di otot rangka. Namun, karena
terdapat perbedaan dalam kandungan enzim antara hati dan otot maka glikogen otot tidak
dapat diubah langsung menjadi glukosa. Penguraian glikogen otot membebaskan asam
laktat ke dalam darah. Hati mengeluarkan asam laktat dari darah dan mengubahnya
menjadi glukosa, sehingga efek epinefrin pada otot rangka secara tak langsung membantu
meningkatkan kadar glukosa.
Sherwood, L. 2011, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 6, Jakarta, EGC
Mekanisme metabolisme energi saat puasa
Pada saat berpuasa, terdapat penurunan konsentrasi glukosa dalam darah. Hal ini
berperan sebagai sinyal perubahan metabolisme selama berpuasa, salah satunya adalah
peningkatan konsentrasi serum norepinefrin. Pada orang sehat dengan berat badan ideal,
peningkatan konsentrasi serum norepinefrin secara progresif akan diikuti oleh peningkatan REE,
lipogenesis, dan ketogenesis. Peningkatan REE jelas akan menambah kebutuhan energi total
seseorang untuk beraktivitas selama berpuasa sehingga asupan kalori yang dibutuhkan juga akan
meningkat. Asupan kalori yang tidak adekuat akan menyebabkan tubuh tidak dapat berfungsi
secara optimal.1
Dalam waktu sekitar satu jam setelah makan, kadar glukosa darah mulai turun.
Akibatnya, kadar insulin berkurang dan kadar glukagon meningkat. Perubahan kadar hormon
mencetuskan pelepasan bahan bakar dari deposit dalam tubuh. Glikogen hati diuraikan oleh
proses glikogenolisis yang menghasilkan glukosa untuk disalurkan ke dalam darah.
Triasilgliserol adiposa dimobilisasi oleh proses lipolisis, yang membebaskan asam lemak dan
gliserol ke dalam darah. Asam lemak ini berfungsi sebagai bahan bakar utama yang dioksidasi

selama keadaan puasa, yaitu saat kadar glukosa kembali turun satu jam setelah makan sampai
saat kadar glukosa darah mulai kembali setelah makan berikutnya. Asam lemak hanya dapat
dioksidasi oleh otot dan hati. Sementara otot mengubah asam lemak secara sempurna menjadi
CO2 dan H2O, hati hanya melakukan oksidasi parsial terhadap sebagian besar asam lemak yang
diserapnya, dan menghasilkan molekul-molekul kecil yang disebut badan keton, lalu badan keton
dibebaskan ke dalam darah. Oksidasi parsial asam lemak oleh hati ini dituntaskan oleh otot dan
ginjal sehingga badan keton akan mengalami oksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O.1
Jika keadaan puasa berlanjut, hati menghasilkan glukosa tidak hanya dengan
glikogenolisis (pembebasan glukosa dari glikogen), melainkan juga melalui suatu proses kedua
yang dikenal sebagai glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari senyawa nonkarbohidrat).
Sumber utama karbon untuk glukoneogenesis adalah laktat, gliserol, dan asam amino. Saat
karbon asam amino diubah menjadi glukosa oleh hati, nitrogen yang terkandung di dalam asam
amino tersebut diubah menjadi urea. Apabila seseorang berpuasa dua hari atau lebih, otot akan
terus membakar asam lemak tetapi memperkecil penggunaan badan keton oleh otot, akibatnya
konsentrasi badan keton meningkat dalam darah hingga mencapai kadar yang memaksa otak
mulai mengoksidasinya untuk menghasilkan energi. Otak kemudian kurang memerlukan
glukosa, sehingga hati menurunkan kecepatan glukoneogenesisnya, akibatnya protein otot, yang
memasok asam amino untuk glukoneogenesis, tidak dikorbankan dan fungsi vitalnya
dipertahankan selama mungkin.1
1

Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, dkk. Harpers illustrated
biochemistry. Edisi ke-28. McGraw-Hill; 2006.

Metabolisme dari
a. Porfirin
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk oleh ikatan empat cincin pirol melalui
jembatan metin (-HC-). Sifat khas porfirin adalah pembentukan kompleks dengan ion logam
yang terikat pada atom nitrogen cincin pirol. Contohnya adalah porfirin besi, misalnya heme

pada hemoglobin dan porfirin yang mengandung magnesium, yaitu klorofil (pigmen fotosintesis
pada tumbuhan). Protein yang mengandung heme (hemoprotein) tersebar luas di alam.1
Porfirin bertipe substitusi asimetris ini diklasifikasikan sebagai porfirin tipe III. Porfirin
yang susunan substituennya benar-benar simetris digolongkan sebagai porfirin tipe I. Hanya tipe
I dan III yang ditemukan di alam, dan tipe III jauh lebih banyak dijumpai (Gambar31-3)-dan
lebih penting karena mengandung heme. Heme dan prekursor langsungnya, protoporfirin IX
merupakan porfirin tipe III . Namun, senyawa-senyawa ini kadang-kadang dianggap termasuk
seri IX karena berada di urutan kesembilan dalam suatu rangkaian isomer yang dipostulasikan
oleh Hans Fischer, pionir yang berkecimpung dalam bidang kimia porfirin.1

Gambar 6.

Porfirin

Bioseintesis
Biosintesis Heme
Dalam
sel

Porfirin :

melalui

yang telah banyak diteliti.

suatu

jalur

hidup,

heme

disintesis

Dua bahan awal sintesis heme adalah suksinil-KoA, yang berasal dari siklus asam sitrat di
mitokondria, dan asam amino glisin. Piridoksal fosfat juga diperlukan dalam reaksi sintesis heme
untuk mengaktifkan glisin. Produk reaksi penggabungan antara suksinil-KoA dan glisin adalah
asam a-amino-B-ketoadipat, yang cepat didekarboksilasi untuk membentuk cr-aminolevulinat
(ALA). Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh ALA sintase, yaitu enzim penentu kecepatan
biosintesis porfirin dalam hepar mamalia. Sintesis ALA terjadi di mitokondria. Di sitosol, dua
molekul ALA disatukan oleh enzim ALA dehidratase untuk membentuk dua molekul air dan satu
porfobilinogen (PBG). ALA dehidratase merupakan suatu enzim yang mengandung seng dan
peka terhadap inhibisi oleh timbal, seperti yang dapat terjadi pada keracunan timbal.
Pembentukan tetrapirol siklik-yi. suatu porfirin terjadi melalui kondensasi empat molekul PBG.

Keempat molekul ini memadat dari arah kepala ke ekor untuk membentuk sebuah tetrapirol
linier, yaitu hidroksimetilbilan (HMB). Reaksi ini dikatalisis oleh uroporfirinogen I sintase yang
juga disebut PBG deaminase atau HMB sintase. HMB mengalami siklisasi secara sPontan untuk
membentuk uroporfirinogen I atau diubah menjadi uroporfirinogen III oleh kerja uroporfirinogen
III sintase .Pada kondisi normal, uroporfirinogen yang terbentuk hampir seluruhnya berada
dalam bentuk isomer III, tetapi pada. Contoh beberapa hemoprotein manusia dan hewan yang
penting.1
Uroporfirinogen III diubah menjadi koproporfirinogen III oleh dekarboksiiasi semua
gugus asetat (A), yang mengubah asetat menjadi substituen metil (M). Reaksi tersebut dikatalisis
oleh uroporfirinogen dekarboksilase yang juga mampu mengubah uroporfirinogen I menjadi
koproporfirinogen I. Koproporfirinogen III kemudian memasuki mitokondria, tempat senyawa
ini diubah meniadi protoporfirinogen III yang kemudian menjadi protoporfirin III. Perubahan ini
terjadi dalam beberapa tahap. Enzim mitokondria koproporfirinogen oksidase mengatalisis
dekarboksilasi dan oksidasi dua rantai sisi propionat untuk membentuk protoporfirinogen. Enzim
ini hanya mampu bekerja pada koproporfirinogen tipe III yang dapat menjelaskan mengapa
protoporfirin tipe I umumnya tidak ditemukan di alam. Oksidasi protoporfirinogen menjadi
protoporfirin dikatalisis oleh enzim mitokondria yang lain, protoporfirinogen oksidase. Di hati
mamalia, perubahan koproporfirinogen menjadi protoporfirin memerlukan oksigen dalam bentuk
molekul.1
Tahap terakhir sintesis heme adalah penggabungan besi fero dengan protoporfirin dalam
suatu reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (heme sintase), yaitu enzim mitokondria yang lain
Tiga enzim terakhir di jalur ini dan ALA sintase terletak di mitokondria, sedangkan enzim-enzim
lain terletak di sitosol. Baik bentuk eritroid maupun noneritroid dari keempat enzim pertama ini
dapat ditemukan. Biosintesis heme terjadi di sebagian besar sel mamalia kecuali eritrosit matang
yang tidak mengandung mitokondria. Namun, sekitar 850/o sintesis heme terjadi di sel prekursor
eritroid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di hepatosit. Porfirinogen yang dijelaskan
di atas tidaklah berwarna, dan mengandung enam atom hidrogen tambahan bila dibandingkan
dengan porfirin berwarna padanannya. Porfirin tereduksi inilah (porfirinogen), dan bukan
porfirin padanan nya yang merupakan zat antara sejati dalam biosintesis protoporfirin dan heme.1
b Biosintesis Porfirin
Berbagai porfirinogen tersebut tidak berwarna, sedangkan semua porfirin berwarna.
Dalam penelitian tentang porfirin atau turunannya, spektrum absorpsi khas yang diperlihatkan

masing-masing-dalam regio spektrum sinar tampak dan ultraviolet-sangat bermanfaat. Salah satu
contohnya adalah kurva absorpsi untuk suatu larutan porfirin dalam 570 asam hidroklorida
(Gambar 31-10). Perhatikan pita absorpsi yang sangat mencolok di dekat 400 nm. Hal ini
merupakan gambaran pembeda cincin porfirin dan khas untuk semua porfirin tanpa memandang
rantai-rantai samping yang ada. Pita ini disebut pita Soret berdasarkan nama penemunya seorang
ahli fisika Perancis, Charles Soret. Jika porfirin yang dilarutkan dalam asam mineral kuat atau
dalam pelarut inorganik disinari oleh sinar ultraviolet, porfirin tersebut akan memancarkan
fluoresensi merah yang kuat. Fluoresensi ini sedemikian khasnya sehingga sering digunakan
untuk mendeteksi adanya sejumlah kecil porfirin bebas. Ikatan rangkap yang menyatukan cincin
cincin pirol di porfirin merupakan penyebab utama absorpsi dan fuoresensi khas senyawa
golongan ini; ikatan rangkap ini tidak terdapat dalam porfirinogen. Hal yang menarik dalam
penerapan sifat fotodinamik porfirin adalah kemungkinan Pemakaiannya dalam terapi kanker
jenis tertentu, suatu prosedur yang disebut fototerapi kanker. Tumor sering membentuk lebih
banyak porfirin dibanding jaringan normal. Jadi, hematoporfirin atau senyawa terkait dapat
diberikan kepada pasien yang mengidap tumor-tumor tertentu. Kemudian, tumor diberi laser
argon yang akan menyebabkan eksitasi porfirin dan menimbulkan efek sitotoksik.1
b. Pigmen empedu
Degradasi Heme
Setelah kira-kira 120 hari di sirkulasi, sel darah merah akan diambil dan didegradasi oleh
sistem retikuloendotel, terutama pada hati dan limpa (gambar 1.2). Sekitar 85% heme akan
mengalami degradasi dari sel darah merah yang menua, dan 15% dari sel darah merah imatur dan
sitokrom dari jaringan nonerythroid.2
1

Formasi bilirubin: langkah pertama pada degradasi heme dikatalis oleh sistem heme oxygenase
mikrosomal dari sel retikuloendotel. Dengan adanya NADPH dan O 2, enzim akan menambahkan
gugus hidroksil ke jembatan methenyl diantara dua cincin pirol, oksidasi besi ferrous menjadi
Fe3+ juga terjadi bersamaan. Oksidasi kedua dengan sistem enzim yang sama menghasilkan
pembelahan cincin porfirin. Pigmen hijau biliverdin akan terbentung sebagaimana Fe 3+ dan CO
dikeluarkan. Biliverdin kemudian direduksi, menghasilkan bilirubin yang merah-jingga.

Biliirubin dan derivatnya dikenal sebagai pigmen empedu.


2 Uptake bilirubin oleh hati: bilirubin hanya larut sedikit di dalam plasma dan, oleh karena itu,
diedarkan ke darah dengan berikatan non-kovalen dengan albumin. Bilirubin berdisosiasi dari

molekul albumin, dan

masuk ke hepatosit dengan

difusi terfasilitasi, dan

berikatan

intraselular, terutama
Pembentukan bilirubin

protein ligandin.
diglukuronida:

hepatosit,

bilirubin meningkat dengan

kelarutan

ditambahkannya

dua

protein
pada

molekul dari asam glukuronat

(Proses ini dinamakan

konjugasi).

dikatalis oleh bilirubin

glucuronyltransferasi

mikrosomal

menggunakan

glukuronat-difosfat
4 Sekresi
bilirubin

Reaksi

ini
asam

sebagai pendonor glukuronat.


menjadi empedu: bilirubin

diglukuronat (bilirubin

terkonjugasi)

aktif

ditranspor

melawan konsentrasi gradien

menjadi

kanalikuli

empedu dan menjadi empedu.

Tahap yang energy-

dependent, rate-limiting ini

sangat

terhadap

penyakit
5

dengan

sensitif
hati.

normalnya
tidak
Pembentukan urobilin

akan

secara

kerusakan

pada

Bilirubin tidak terkonjugasi


disekresikan.
di
usus:

bilirubin

diglukuronat dihidrolisis dan direduksi oleh bakteri pada usus untuk menghasilkan urobilinogen,
senyawa tidak berwarna. Kebanyakan urobilinogen dioksidasi oleh bakteri usus menjadi
stercobilin, yang memberikan warna kecoklatakan pada feses. Beberapa urobilinogen di absorpsi
kembali dari usus dan masuk ke darah portal. Beberapa urobilinogen berpartisipasi pada siklus
enterohepatik urobilinogen dimana akan diambil oleh hati, dan disekresi kembali menjadi
empedu. Sisa urobilinogen akan ditransportasikan oleh darah ke ginjal, dimana akan diubah
menjadi urobilin kuning dan dieksresikan, memberikan warna pada urin.

Purin
Biosintesis

Gambar 2. Pembentukan bilirubin dari heme2

purin dan pirimidin diatur

dan dikoordinasikan dengan ketat oleh mekanisme umpan balik yang menjamin agar waktu dan
jumlah produksi kedua zat tersebut selalu sesuai dengan kebutuhan fisiologis yang bervariasi.
Penyakit genetic metabolism purin mencakup gout, sindrom Lesch-Nyhan, difisiensi adenosine
deaminase, dan difisiensi purin nukleosida fosforilase. Nukleotida purin dan pirimidin disentesis
in vivo dengan kecepatan yang konsisten dengan kebutuhan fisiologis. Mekanisme intrasel
mendeteksi dan meregulasi besarnya jumlah kompartemen nukleotida trifosfat (NTP), yang
meningkat selama masa pertumbuhan atau regenerasi jaringan ketika sel-sel membelah dengan
cepat. Ada 3 proses yang berperan dalam biosintesis nukleotida purin. Ketiga proses tersebut
diurutkan mulai dari yang paling penting yaitu:1
1 Sintesis dari zat antara amfibolik (sintesis de novo)
2 Fosforibosilasi purin
3 Fosforilassi nukleosida purin
Pada prokariot setiap reaksi dikatalisis oleh polipeptida yang berlainan. Sebaliknya pada
eukariot enzim-enzimnya adalah polipeptida yang mempunyai aktivitas katalik multiple dan
tempat-tempat katalitiknya saling berdekatan sehingga zat-zat mudah disalurkan di antara
tempat-tempat tersebut.1
c. Xenobiotik
Organ yang paaling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Aktivitas enzim
yang memetabolisme xenobiotik dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan faktor lainnya.Tedapat
berbagai faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme xenobiotik.

Aktivitas enzim-enzim ini dapat menunjukkan perbedaan bermakna di antara spesies. Oleh
karena itu, contohnya, kemungkinan toksisitas atau karsinogenisitas xenobiotik pada satu spesies
tidak sama dengan spesies lainnya. Terdapat perbedaan signifikan dalam aktivitas enzim di
antara individu, dan banyak diantaranya disebabkan oleh faktor genetik. Aktivitas sebagai enzim
ini bervariasi sesuai usia dan jenis kelamin. Dalam hal ini enzim tertentu memiliki fungsi
memetabolisme jenis xenobiotik tertentu.3
Xenobiotik merupakan senyawa kimia yang asing bagi tubuh misalnya obat,zat aditif
makanan,dan polutan lingkungan;lebih dari 200.000 telah terindentifikasi.1
Xenobiotik di metabolisme dalam dua fase.reaksi utama fase 1 adalah hidroksilasi yang
di katalis oleh berbagai monooksigenase yang juga di kenal sebagai sitokrom p450.Sitokrom
p450 mengatalisis reakssi yang memasukan satu atom oksigen yang berasal dari oksigen
molekuler ke dalam subtrat,yang menghasilkan produk terhidroksilasi.terdapat sekitar 60 gen
sitokrom p450 di temukan di jaringan manusia. Pada fase 1 ini xenobiotik yang inaktif akan di
ubah menjadi aktif. Pada fase 2,spesies yang telah terhidroksilasi di konjungasikan dengan
berbagai senyawa hidrofilik misalnya asam glukoronat,sulfat,atau glutation.pengabungan 2 fase
ini menyebakan perubahan senyawa lipofilik menjadi seenyawa larut air yang dapat di eliminasi
oleh tubuh.1
1. Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, dkk. Harpers
illustrated biochemistry. Edisi ke-28. McGraw-Hill; 2006.
2. Denise R. Ferrier. Biochemistry. Sixth, North American Edition edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2013.
3. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan klinis.
Jakarta: EGC; 2000.
Metabolisme protein
Proses metabolisme protein dimulai dari proses pencernaan di mulut sampai di usus
halus, dilanjutkan dengan proses metabolisme asam amino. Yaitu sebagian besar zat makanan
yang mengandung protein dipecahkan menjadi molekul-molekul yang lebih kecil terlebih
dahulu sebelum diabsorpsi dari saluran pencernaan. Protein diabsorpsi di usus halus dalam
bentuk asam amino masuk ke dalam darah. Dalam darah asam amino disebar keseluruh sel
untuk disimpan. Didalam sel asam amino disimpan dalam bentuk protein (dengan
menggunakan enzim). Hati merupakan jaringan utama untuk menyimpan dan mengolah
protein.

Perubahan kimia dalam proses pencernaan dilakukan dengan bantuan enzim-enzim


saluran pencernaan yang mengkatalisis hidrolisis protein menjadi asam amino. Berikut
proses pencernaan protein
1) Zat makanan yang mengandung protein masuk ke dalam mulut melalui proses mengunyah
2) Masuk ke dalam lambung, Enzim pepsin bersama HCl mengubah protein asli menjadi
proteosa dan pepton yang masih merupakan derivat proteinyang agak besar.
3) Isi lambung (kimus) yang konsistensinya kental seperti rum susu, secara intermitten masuk
ke dalam duodenum melalui spinkter pilorus
4) Sekresi pankreas dan empedu yang sangat basa menetralkan asam dalam kimus yang
menyebabkan pH menjadi alkali (perlu untuk aktivitas enzim berikutnya).
5) Getah pankreas yang mengandung enzim tripsin & kimotripsin berfungsi

mengubah

protein asli, proteosa dan pepton menjadi polipeptida. Getah pankreas yang juga
mengandung enzim peptidase:
a. Karboksipeptidase berfungsi menghidrolisis ikatan peptida terminal peptida yang pada
ujung karboksil rantai polipeptida lebih rendah
b. Aminopeptidase & Dipeptidase berfungsi memecahkan ikatan peptida terminal asam
amino pada ujung amino bebas rantai polipeptida bebas
6) Setelah dari duodenum terus masuk ke dalam usus
7) Getah usus yang disekresi oleh kelenjar Brunner & Lieberkuhn juga mengandung enzim
aminopeptidase & dipeptidase
8) Proses hidrolisis peptida akan terus berlanjut sampai protein makanan hampir seluruhnya
berubah menjadi asam amino penyusunnya
9) Asam amino di absorpsi oleh mukosa usus halus
10) Asam amino masuk ke dalam sirkulasi darah
Protein dalam makanan dicerna dalam lambung dan usus di katabolisme menjadi
asam amino yang diabsorbsi dan dibawa oleh darah. Asam amino dalam darah di bawa ke
hati menjadi asam amino dalam hati (ekstra sel), kemudian asam amino tersebut ada yang di
simpan dalam hati (intra sel) dan sebagian dibawa oleh darah ke jaringan-jaringan tubuh.
Asam amino yang dibawa ke hati dikatakan ekstra sel karena sebagian asam amino
dalam hati ini kemudian akan dibawa sebagian keluar dari sel atau menuju ke seluruh
jaringan tubuh yang membutuhkan. Setelah masuk ke jaringan-jaringan tubuh asam amino ini
akan masuk ke sel-sel tubuh (asam amino dalam sel).
Dan sebagiannya lagi tetap didalam hati (intra sel) sebagai cadangan protein dalam
tubuh, bila tubuh kekurangan protein maka asam amino ini diubah menjadi protein dan
sebaliknya jika tubuh membutuhkan asam amino dari dalam tubuh maka protein di rombak

kembali menjadi asam amino. Dan asam amino ini juga berfungsi membentuk senyawa N
lain yang berfungsi untuk pembentukan sel-sel tubuh, senyawa nitrogen ini merupakan
bagian utama dari semu protein, enzim, dan proses metabolik yang disertakan pada sintesa
dan perpindahan energi.
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. Biokimia Harper 27 th ed. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2013
Marks, D. B., Marks, A. D., & Smith, C. M. Biokimia kedokteran dasar : sebuah pendekatan
klinis (1 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2000.
Metabolisme saat berolahraga
Substrat utama dalam memproduksi energi adalah karbohidrat dan lemak.
Produksi ATP yang paling efisien berasal dari jalur aerobik seperti glikolisis-siklus asam
sitrat. Jika sel mempunyai jumlah oksigen yang adekuat untuk terjadinya fosforilasi
oksidatif, maka glukosa dan asam lemak dapat dimetabolisme agak ATP tercukupi.
(Gambar 1.1 (1), (2)).5
Jika kebutuhan oksigen dari serat otot melebihan suplai oksigen, produksi energi
dari asam lemak menurun secara drastis, dan metabolisme glukosa akan dialihkan ke
jalur anaerobik. Pada kondisi kadar oksigen yang sedikit, sel mengalami kekurangan
oksigen untuk terjadinya fosforilasi oksidatif, produk final dari glikolisispiruvatakan
diubah menjadi laktat daripada menjad acetyl CoA yang pada akhirnya melewati siklus
asam sitrat. Umumnya, latihan yang bergantung pada metabolisme anaerobik tidak dapat
bertahan dalam periode lama. Sel yang memproduksi ATP melalui metabolisme
anaerobik dari glukosa menjadi laktat dapat disebut mengalami metabolisme glikolitik. 5
Metabolisme anaerobik mempunyai keuntungan dari segi kecepatan, dimana
produksi ATP lebih cepat 2.5 kali dibandingkan jalur aerobik. Tetapi terdapat juga
kerugian yaitu: (1) metabolisme anaerobik memproduksi hanya 2 ATP setiap glukosa,
dibandingkan dengan rata-rata produksi 30-32 ATP setiap glukosa pada metabolisme
oksidatif, dan (2) metabolisme anaerobik dapat menyebabkan asidosis metabolik karena
produksi H+.5
Glukosa dalam jalur aerobik maupun anaerobik untuk produksi ATP datang dari
tiga sumber: pool glukosa plasma, penyimpanan intraselular glikogen pada otot dan hati,

dan glukosa baru yang dibuat hati melalui proses glukoneogenesis. Glikogen otot dan
hati menyediakan cukup energi untuk 2000 kcal, lebih dari cukup untuk latihan yang
biasanya dilakukan manusia. Bagaimanapun, glukosa saja tidak dapat menyediakan ATP
yang cukup untuk atlet ketahanan seperti pelari maraton. Untuk memenuhi kebutuhan
energi mereka, pelari tersebut bergantung pada energi yang disimpan pada lemak.5
Pada kenyataannya, latihan aerobik pada durasi apapun menggunakan asam lemak
dan glukosa sebagai substrat untuk meproduksi ATP. Setelah kira-kira 30 menit
dimulainya latihan aerobik, konsentrasi asam lemak dalam darah meningkat secara
signifikan, yang mengindikasikan bahwa lemak mulai dimobilisasi dari jaringan adiposa.
Bagaimanpun, pemecahan asam lemak melalui proses oksidasi lebih lama
dibandingkan metabolisme glukosa melalui proses glikolisis, oleh karena itu serat otot
menggunakan kombinasi asam lemak dan glukosa untuk memenuhi kebutuhan
energinya.5

Gambar 4. ATP yang digunakan untuk metabolisme otot diproduksi lewat metabolisme aerobik dari
glukosa dan asam lemak. Selama aktivitas intensitas tinggi periode pendek, ketika kebutuhan ATP
melebihi produksi ATP, maka glikolisis aerobik memproduksi ATP, laktat, dan H+.5

Keterangan gambar:5
1. Glukosa dari glikogen hati atau konsumsi makanan
2. Asam lemak dapat digunakan hanya pada metabolisme aerobik
3. Laktat dari metabolisme anaerobik dapat diubah menjadi glukosa oleh hati

4. Aerobik maupun anaerobik menyediakan ATP untuk kontraksi otot


Hormon yang Meregulasi Metabolisme Selama Latihan5
Hormon yang memengaruhi metabolisme glukosa dan lemak mengalami
perubaan pola sekresi selama latihan. Konsentrasi plasma glucagon, kortisol,
ketokolamin (epinefrin dan nor-epinefrin), dan hormone pertumbuhan semuanya
meningkat selama latihan. Kortisol dan ketokolamin, bersama dengan hormone
pertumbuhan, membantu perubahan trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak.
Glucagon, ketokolamin, dan kortisol juga memobilisasi glikogen hati dan
peningkatan kadar glukosa darah. Lingkungan hormonal dapat mengubah glikogen
menjadi glukosa jika diinginkan, karena glukosa merupakan substrat energi utama
untuk otot selama latihan. Selama latihan, walaupun glukosa darah meningkat,
sekresi insulin menurun karena selama olahraga, sekresi insulin diturunkan, yang
mungkin dipengaruhi oleh input simpatetik ke pankreas sel beta.5
Kurangnya insulin menandakan bahwa sel selain serat otot akan mengurangi
pengambilan glukosanya, menyediakan glukosa untuk digunakan otot. Secara aktif
sel otot yang berkontraksi, di lain sisi, tidak dipengaruhi oleh rendahnya kadar
insulin karena pengambilan glukosa di otot tidak menggunakan insulin. Kontraksi
menstimulasi translokasi transporter insulin-independent GLUT4 ke membrane
otot,yang meningkatkan pengambilan glukosa yang berbanding lurus dengan
aktivitas kontraktilitas.5

Anda mungkin juga menyukai