Anda di halaman 1dari 160

Pemeriksaan

Laboratorium
Biokimia Glukosa
Darah, Lemak, Protein,
Enzim dan Non-Protein
Nitrogen 213
Pemeriksaan
Laboratorium pada
Kelainan Pankreas 227
Urinalisis 231
Pemeriksaan Tinja 243
Tes Fungsi Ginjal 250
Tes Penanda Diagnostik
Jantung 255
Tes Fungsi Penyakit
Hipofisis 263
Tes Fungsi Penyakit
Kelenjar Adrenal 266
Analisis Cairan 270
Penanda Tumor dan
Aplikasi Klinik 282
25
BIOKIMIA GLUKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN,
ENZIM DAN NON-PROTEIN NITROGEN
Suzanna Imanuel

Biokimia berupaya memberikan kajian tentang proses fosfat melalui hexose monophosphat shunt (HMP shunt)
kimia yang terjadi pada makhluk hidup. Biokimia begitu penting untuk m e n a n g g u l a n g i stress oksidatif pada
luas sehingga dapat juga menyentuh aspek biologi sel, eritrosit. Metabolisme 1,2 difosfogliserat (1,3-DPG) melalui
biologi molekular, genetika molekular, fisiologi, patologi Luebering-Rapoport shunt j u g a penting untuk proses
dan ilmu klinik.^ Glukosa, lemak, protein, enzim dan transport oksigen tubuh.^
non-protein nitrogen yang akan dibahas secara ringkas Didalam mulut, ketika makanan dikunyah, makanan
dalam tulisan ini, merupakan analit yang memiliki arti akan bercampur dengan enzim saliva yang menghidrolisis
klinik yang penting. Status metabolisme glukosa, lemak, tepung menjadi disakarida maltosa, sukrosa dan laktosa.
protein, enzim dan non-protein nitrogen menunjukkan Enterosit pada vili usus halus mengandung empat enzim:
keadaan sistemik tubuh. Pemahaman tentang biokimia, laktase, sukrase, maltase dan a-dekstrinase. Enzim-enzim
fisiologi dan patofisiologi penting dalam upaya penyaring, ini akan memecahkan disakarida laktosa, sukrosa dan
penegakan diagnosis, penatalaksanaan, pemantauan dan maltosa termasuk juga polimer glukosa lainnya menjadi
prognosis penyakit. monosakarida. Laktosa dipecah menjadi satu molekul
galaktosa, dan satu molekul glukosa. Sukrosa dipecah
menjadi satu molekul fruktosa, dan satu molekul glukosa.
METABOLISME GLUKOSA Maltosa dan polimer glukosa lainnya diubah menjadi
molekul-molekul glukosa. Hasil pencernaan karbohidrat
Karbohidrat adalah derivat aldehid atau derivat keton dari berupa monosakarida diabsorpsi masuk sirkulasi portal.^
alkohol polihidroksi atau senyawa yang menghasilkan Di d a l a m h e p a t o s i t , g l u k o s a a k a n mengalami
derivat ini pada hidrolisis. Istilah karbohidrat berhubungan serangkaian proses metabolisme yaitu glikogenesis,
dengan rumus kimia senyawa ini yang mengandung satu glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glikogenesis
molekul air per satu atom karbon (rumus umum Cx(H20) adalah konversi glukosa menjadi glikogen sedangkan
y).^^ Karbohidrat sederhana seperti glukosa disebut glikogenolisis adalah pemecahan glikogen menjadi glukosa.
monosakarida. Dua monosakarida yang dihubungkan Pembentukan glukosa dari zat non-karbohidrat seperti
dengan ikatan glikosidik membentuk disakarida. Lebih asam amino, gliserol dan laktat disebut glukoneogenesis.
dari dua monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan Kemudian hati melepaskan monosakarida ke sirkulasi
glikosidik membentuk polisakarida." d a r a h , hampir s e l u r u h n y a berupa g l u k o s a . G l u k o s a
Karbohidrat adalah sumber energi utama dalam di d e g r a d a s i di d a l a m sel melalui proses glikolisis
metabolisme tubuh. Oksidasi glukosa melalui jalur glikolitik sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme
dan siklus asam trikarboksilat menghasilkan adenosin (Gambar 1).^
trifosfat (ATP) yang adalah sumber energi universal untuk Hati, pankreas dan kelenjar endokrin lain ikut serta
reaksi biologik.'' Gula ribosa dan deoksiribosa adalah dalam pengaturan konsentrasi glukosa pada rentang
komponen struktur utama asam deoksiribonukleat (DNA) t e r t e n t u . Pengaturan kadar glukosa darah t e r u t a m a
dan asam ribonukleat (RNA).^ Metabolisme glukosa-6- dilakukan oleh insulin dan glukagon yang diproduksi oleh

213
214 LABORATORIUM KLINIK

p e m e c a h a n p r o t e i n . G l u k a g o n , d i p r o d u k s i sel alfa
pankreas merangsang glikogenolisis, glukoneogenesis dan
lipolisis di hati. Epinefrin disekresi oleh medulla adrenal,
m e n y e b a b k a n g l i k o g e n o l i s i s otot dan m e r a n g s a n g
pengeluaran glukosa dari hati yang mengandung glikogen.
Glukokortikoid meningkatkan glukoneogenesis. Growth
hormone dan ACTH mengurangi ambilan glukosa oleh
jaringan dan meningkatkan pengeluaran glukosa hati dan
lipolisis. Hormon tiroid meningkatkan absorbs! glukosa,
merangsang glikogenolisis dan meningkatkan degradasi
insulin. ^
Transport g l u k o s a ke d a l a m sel d i b a n t u o l e h
CO;+H,0
protein transporter. Pada saluran usus halus dan ginjal
Gambar 1. Homeostasis glukosa'^ cofronsporte/" glukosa dan natrium berperan untuk ambilan
glukosa dan galaktosa dari lumen. Pada permukaan sel
pankreas. Kontrol juga dilaksanakan oleh hormon adrenal terdapat glucose transporters (GLUTs). Distribusi GLUTs
(epinefrin dan kortisol), hipofisis anterior (GH dan ACTH), dan fungsi disajikan pada tabel 1.^
tiroid (tiroksin) dan somatostatin (Gambar 2). GLUTs berdasarkan kemiripan urutan asam amino
I n s u l i n , d i p r o d u k s i o l e h sel b e t a pankreas, dapat dibagi menjadi kelas I (GLUT 1-4), kelas II (GLUT
menyebabkan penurunan kadar glukosa darah dengan 5,7,9,11), dan kelas III (GLUT 6,8,10,12). GLUT4 diketahui
cara m e n i n g k a t k a n a m b i l a n g l u k o s a oleh j a r i n g a n memiliki peran penting karena bergantung pada regulasi/
otot dan lemak, meningkatkan glikogenesis dan stimulasi insulin sehingga bersifat rate limiting. Insulin
l i p o g e n e s i s , m e n g h a m b a t g l u k o n e o g e n e s i s di hati, akan menyebabkan translokasi GLUT4 ke membran plasma
merangsang pembentukan protein dan menghambat untuk transport glukosa kedalam otot dan sel lemak.'

METABOLISME LEMAK

Lemak adalah substansi yang esensial bagi kehidupan


manusia. Secara kimia, lemak (lipid) adalah senyawa yang
menghasilkan asam lemak setelah hidrolisis atau suatu
kompleks alkohol yang bergabung dengan asam lemak
untuk membentuk ester.^
Beberapa fungsi lemak antara lain adalah untuk
penyimpanan energi dan sumber bahan bakar metabolik,
membantu pencernaan, sebagai hormon atau prekursor
hormon, sebagai komponen fungsional dan struktural
pada membran sel, membentuk insulasi untuk konduksi
elektrik pada sel saraf, serta untuk mencegah kehilangan
Gambar 2. Pengaruh hormon pada metabolisme karbohidrat ^ panas.^

Tabel 1. Distribusi dan Fungsi Transporter Glukosa^

Nama Jaringan Fungsi


GLUT1 Tersebar luas, terutama pada otak, ginjal, usus besar, Transpor glukosa basal
jaringan fetal
GLUT2 Hati, sel beta pankreas, usus halus, ginjal Transpor glukosa non-rate limiting
GLUTS Tersebar luas, terutama neuron, plasenta, testis Transpor glukosa di neuron
GLUT4 Otot skeletal, otot jantung, jaringan lemak Transpor glukosa distimulasi insulin
GLUTS Usus halus, ginjal, otot, otak, jaringan lemak Transpor fruktosa
GLUT6 Leukosit, otak Transpor glukosa
GLUT7 Hati Pelepasan glukosa dari retikulum
endoplasma
GLUTS Testis, blastokista, otak, otot, jaringan lemak Transpor glukosa
GLUT11 Jantung, otot Transpor glukosa
GLUT12 Otot, otot jantung, jaringan lemak dan payudara Transpor glukosa
BIOKIMIA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN, ENZIM DAN NITROGEN
215

Karena lipid bersifat tidak larut pada lingkungan air, menyebabkan partikel ini lebih mudah masuk kebawah
maka transport lipid dalam plasma terjadi melalui suatu tunika intima pembuluh darah. Adanya faktor cedera
bentuk kompleks makromolekul yang disebut lipoprotein. endotel dibarengi dengan kolesterol LDL yang tinggi
Sekitar 6 0 % kolesterol total dalam plasma dari subjek mempermudah terbentuknya aterosklerosis. Stress
berpuasa dibawa oleh LDL.^ Partikel lipoprotein berbentuk oksidatif bisa memodifikasi LDL menjadi LDL-teroksidasi
sferis dan terdiri dari banyak molekul lemak dan protein dan/atau LDL-glikat. Bentuk-bentuk LDL termodifikasi ini
yang diikat oleh ikatan nonkovalen.^^ Lemak utama mempunyai afinitas yang lebih rendah kepada reseptor
dari lipoprotein adalah kolesterol, trigliserida (TG) dan LDL (LDL-R) dan dapat dikenali oleh makrofag sebagai
fosfolipid (PL). Struktur lipoprotein dikatakan terdiri benda asing sehingga m e m p e r m u d a h t e r b e n t u k n y a
dari lapisan luar hidrofilik dengan PL, kolesterol tak foam cell.
teresterifikasi, dan protein (apolipoprotein, apo), dengan LDL beredar d a l a m sirkulasi s e l a m a ± 3 hari.^^
inti lipid netral hidrofobikyang didominasi kolesterol ester Kemudian LDL diambil oleh hepar dan sel perifer melalui
(CE) dan TG. LDL-R dimana protein LDL kemudian didegradasi dan
Lipoprotein mempunyai ciri fisika dan biokimiawi kolesterol yang ada digunakan dalam metabolisme sel.
yang berbeda-beda karena mengandung proporsi lipid Sekitar 33-66% LDL didegradasi melalui sistem LDL-R,
dan protein yang berbeda. Lipoprotein dapat dibedakan sedangkan sisanya melalui sistem sel scavenger.^
sesuai dengan mobilitas elektroforetik mereka (contohnya
mobilitas a untuk HDL, dan P untuk LDL).^^^^ Lipoprotein HDL
j u g a dikategorikan berdasarkan pada densitas mereka Persentasi lipid dan protein pada HDL "dewasa" adalah
setelah ultrasentrifugasi, yaitu chylomicrons (CM), very low- sekitar 1:1 dan waktu paruh dalam plasma bervariasi 3,3
density lipoprotein (VLDL), intermediate-density lipoprotein - 5,8 hari.^^ Fungsi HDL penting dalam transpor kolesterol
(IDL), low-density lipoprotein (LDL), high-density lipoprotein balik dari jaringan perifer ke hepar ApoA-l adalah protein
(HDL), dan lipoprotein{a) [Lp(a)]. struktural utama. Kadar HDL-C yang tinggi diasosiasikan
dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular.
CM {chylonnicron)
CM adalah esensial dalam transport lipid eksogen. CM Lipoprotein (a)
terutama terdiri dari trigliserida sedangkan komponen lain Lipoprotein (a) secara struktural berhubungan dengan
adalah kolesterol, fosfolipid dan apolipoprotein spesifik. LDL. Pada satu partikel Lp(a) terdapat satu apo(a), suatu
Mantel permukaan CM terdiri dari PL, free cholesterol (FC), protein yang kaya karbohidrat, dan satu apoB-100. Apo(a)
apoB-48, apoAl, apoA-ll, and apoA-IV. Dalam keadaan terikat secara kovalen dengan apoB-100.^
puasa 10-12 j a m , tidak ada CM yang ditemukan dalam
darah orang normal. Adanya CM membuat serum terlihat Jalur Metabolisme Lipoprotein
keruh atau seperti susu.^° Terdapat tiga jalur metabolisme lipoprotein yaitu jalur
eksogen (diet), jalur endogen (hepatik) dan jalur transpor
VLDL HDL {reverse cholesterol transport). Ketiga jalur ini saling
Partikel VLDL terdiri dari trigliserida (55%), fosfolipid (12%), berhubungan dan saling berinteraksi satu sama lain
kolesterol (25%) dan protein (8%).^^ Bersama-sama CM, (Gambar 3). Melalui jalur eksogen, lemak dari makanan
VLDL disebut sebagai triglyceride-rich lipoprotein. Pada ditranspor oleh kilomikron menuju hati. Melalui jalur
dinding endotel, lipoprotein lipase (LPL) menghidrolisis endogen, dari hati, lemak disekresikan dalam bentuk VLDL.
VLDL sehingga m e n g e l u a r k a n isi trigliseridanya dan Lipoprotein lipase (LPL) menghidrolisis lemak dari partikel
menghasilkan IDL. ^ VLDL sehingga partikelnya semakin menyusut menjadi
IDL dan kemudian LDL. LDL kemudian kembali diambil
IDL oleh hati. Dalam sirkulasi sebagian kolesterol ditransfer
Disebut juga VLDL/-emnonf yaitu merupakan bentuk lanjut oleh cholesterol ester transfer protein (CETP) dari LDL ke
setelah VLDL dihidrolisis oleh LPL. Hidrolisis selanjutnya HDL. Selain itu kolesterol dari sel di transfer oleh lecithin
oleh lipase hepatik (LH) membuat partikel lipoprotein ini cholesterol acyl transferase (LCAT) ke HDL yang kemudian
menjadi semakin kecil dan menjadi LDL. diambil oleh hati.^

LDL Dislipidemia
LDL adalah produk hasil hidrolisis IDL, d i m a n a 8 0 % Abnormalitas kadar lipid plasma disebut dislipidemia.^^
partikel terdiri dari lipid dan 2 0 % protein. Kadar LDL Peningkatan kolesterol total atau kolesterol
d a l a m darah dikenal s e b a g a i faktor penting d a l a m LDL t a n p a p e n i n g k a t a n t r i g l i s e r i d a d i s e b u t hiper-
penyakit aterosklerotik. Ukuran partikel yang lebih kecil kolesterolemia sedangkan peningkatan trigliserida
216 LABORATORIUM KLINIK

Klasifikasi hiperlipidemia berdasarkan fenotip berguna


3. Jalur endogen sebagai pedoman untuk terapi tetapi tidak menentukan
apakah hiperlipidemia yang terjadi adalah primer atau
sekunder. Klasifikasi Fredrickson yang dikembangkan
pada National Institutes of Health (NIH) Ameriksa Serikat
dan kemudian diadopsi oleh WHO, disajikan pada tabel
2. Kadar K-HDL tidak disertakan dalam sistem klasifikasi
ini.^«
Hiperlipidemia sekunder adalah kelainan metabolisme
lipid y a n g d i t e m u k a n b e r s a m a a n d e n g a n p e n y a k i t
metabolik atau organik yang mendasarinya. Keadaan
yang sering ditemui dengan hiperlipidemia sekunder
adalah diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit hati dan
penyakit ginjal (Tabel 3).^ Hiperlipidemia sekunder dapat
diklasifikasikan juga menurut lipid yang dominan (Tabel
4) serta menurut fenotip (Tabel 5).^^
Penilaian pola lipid untuk p e n y a r i n g u m u m n y a
menggunakan kadar kolesterol total dan kadar trigliserida.
Gambar 3. Jalur transport lipoprotein"
Untuk pola lipid yang lebih lengkap memeriksa K-total,
trigliserida, K-HDL dan K-LDL. Pemeriksaan lainnya dapat
disebut hipertrigliseridemia. Peningkatan kolesterol dan dilakukan seperti pemeriksaan elektroforesis lipid, apoB,
trigliserida disebut hiperlipidemia kombinasi. Kolesterol apo(a), dan Iain-Iain.
HDL yang rendah juga termasuk dislipidemia, baik K-HDL Banyak faktor dapat mempengaruhi pemeriksaan
saja ataupun bersama-sama dengan abnormalitas lipid profil lipid. Sumber variasi preanalitik dapat berasal dari
lainnya. Karena hubungan metabolik yang erat dengan faktor biologik, gaya hidup, keadaan klinik serta teknik
trigliserida, peningkatan trigliserida seringkali disertai s a m p l i n g (Tabel 6).^ Faktor l i n g k u n g a n / m u s i m j u g a
d e n g a n K-HDL y a n g r e n d a h . H i p e r l i p i d e m i a d a p a t dilaporkan mempengaruhi hasil pemeriksaan terutama
diklasifikasikan menurut fenotip menurut Fredrickson. pada daerah dengan 4 musim.
Menurut etiologinya dapat diklasifikasikan dislipidemia
primer (genetik) dan dislipidemia sekunder yaitu yang Kolesterol Total
disebabkan oleh penyakit lain, obat-obatan atau faktor Nilai kolesterol lebih tinggi 8% pada musim dingin
gaya hidup.^^ dibanding musim panas. Nilai kolesterol lebih rendah 5%

Tabel 2. Fenotip Hiperlipidemia" "

Tipe Peningkatan Kolesterol Trigliserida Serum puasa Elektroforesis %


Fredrickson lipoprotein setelah 12 jam lipoprotein relatif
Normal <220 mg/dL <150 mg/dL Jernih Normal
Tipe Kilomikron <260 mg/dL >1000 mg/dL S u p e r n a t a n ter- Kilomikron pada <1%
dapat lapisan origin, penurunan pita
mengambang P, pre-p dan a.
seperti susu (milky).
Infranatan jernih
Tipe Ha LDL >300 mg/dL <150 mg/dL Jernih Peningkatan pita p 10%
Tipe Mb LDL 8i VLDL >300 mg/dL 150-300 mg/dL Jernih atau keruh Peningkatan pita p 40%
dan pre-p
Tipe III IDL 350 - 500 mg/ 350 - 500 mg/dL Keruh Peningkatan pita p, <1%
dl pre-p, penurunan
pita a.
Tipe IV VLDL <260 mg/dL 200-1000 mg/dL Keruh atau seperti Peningkatan pre-p, 45%
susu penurunan a
Tipe V VLDL8i >300 mg/dL >1000 mg/dL Lapisan Kilomikron pada 5%
Kilomikron mengambang asal, peningkatan
seperti susu, pre-p
infranatan keruh
BIOKIMIA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN, ENZIM DAN NITROGEN 217

Tabel 3. Penyebab H i p e r l l p i d e m i a d a n Dislipo- Tabel 5. Klasifikasi hiperlipidemia Sekunder Berdasarkan


proteinemia Sekunder" Fenotip Lipoprotein"
Gangguan Penyebab Tipe Tipe Tipe Tipe Tipe
Eksogen Obat: kortikosteroid, isotretinoin, 1 lla/llb III IV V
tiazid, antikonvulsan, p-bloker, steroid DM + + + +
anabolik, beberapa kontrasepsi oral Obesitas
Alkohol
Obesitas Penyakit hati + +
Endokrin dan Porfiria intermiten akut obstruktif
metabolik Insufisiensi renal *+ + +
DM Konsumsi alkohol + +
Hipopituitarisme Hipotiroidisme + +
Hipotiroidisme Disproteinemia + + + +
Lipodistrofi Lupus + + +
Kehamilan
Storage diseases Penyakit penimbunan cystine eritematosus
Penyakit Gaucher Mieloma + +
Penyakit penimbunan glikogen Porfiria +
Penyakit Tay-Sach juvenile Sindrom Werner +
Penyakit Niemann-Pick
Penyakit Tay-Sach
Ginjal Gagal ginjal kronik Tabel 6. Sumber Variasi Pemeriksaan Profil Lipid '
HUS (hemolytic-uremic syndrome)
Sindrom nefrotik Sumber variasi KT TG K-LDL KHDL
Hati Kolestasis intrahepatik benigna rekuren Variasi biologik 6,5% 23,7% 8,2% 7,5%
Atresia biliar kongenital intraindividual
Akut dan transien Luka bakar Sampling
Hepatitis Tidak puasa Tetap ++
Trauma akut (pembedahan) Puasa terlalu ++ +
Infark miokard panjang
Infeksi bakteri dan viral Postur dari berdiri
Sebab lain Anoreksia nervosa menjadi
Starvasi Tidur
Hiperkalsemia idiopatik Duduk
Sindrom Klinefelter Antikoagulan
Progeria (Sindrom Hutchinson Gaya hidup
-Gilford)
Diet
Lupus eritematosus sistemik
Asam lemak jenuh + + + Tetap
Sindrom Werner
MUFA - - - Tetap
PUFA Tetap -
Asupan kolesterol + Tetap + Tetap
Tabel 4. Klasifikasi Hiperlipidemia Sekunder Berdasarkan Minyak ikan Tetap - Tetap Tetap
Kolesterol dan Trigliserida" Kegemukan + ++ + -
Hiperkolesterolemia Hipertrigliseridemia Merokok + ++ + -
Hipotiroidisme Diabetes melitus Latihan (berat) - - - +
Sindroma nefrotik Obesitas Keadaan klinik
Infark miokard
Disgammaglobulinemia Pankreatitis
24 jam Tetap Tetap Tetap Tetap
Porfiria Gagal ginjal kronik
6 minggu - Tetap - -
Penyakit hati Disgammaglobulinemia Stroke - Tetap - Tetap
Penyakit penimbunan glikogen Hipertensi diuretik + ++ - -
Nefrosis ++ ++ ++ Tetap
pada pasien duduk dibanding pasien berdiri, dan berbeda Diabetes (resistensi + ++ ++ -
insulin)
10-15% pada pasien tidur dibanding pasien berdiri. Bila - -
Infeksi ++ -
memakai sampel plasma, maka nilai kolesterol dari EDTA Kehamilan trimester + ++ + Tetap
plasma harus dikali 1.03 nilai untuk mendapatkan nilai kedua
kolesterol serum yang ekuivalen.^^ Transplantasi
P e n i n g k a t a n nilai k o l e s t e r o l total s e r u m d a p a t Siklosporin ++ + ++ _
Prednison + ++ + -
terjadi akibat h i p e r k o l e s t e r o l e m i a idiopatik, hiper-
Keterangan: +, peningkatan minimal sampai moderat, ++,
lipoproteinemia, obstruksi bilier, penyakit von Gierke,
peningkatan moderat sampai tinggi, -, penurunan minimal sampai
hipotiroidisme, nefrosis, penyakit pankreas (DM, total moderat, - -, penurunan moderat sampai berat.
218 LABORATORIUM KLINIK

pankreatektomi, pankreatitis kronik), kehamilan, dan deLong dimana Tg/6. Karena banyak ketidaktepatan
obat-obatan.^° dalam menentukan nilai K-LDL dengan rumus maupun
metode tidak langsung, maka sekarang dianjurkan metode
Trigliserida langsung homogen {direct homogenous assays)}^
Beberapa penyebab peningkatan trigliserida serum yaitu Penyebab peningkatan K-LDL antara lain adalah
hiperlipidemia genetik, penyakit hati, sindrom nefrotik, hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kombinasi
hipotiroidisme, diabetes mellitus, alkoholisme, gout, familial, diabetes mellitus, hipotiroidisme, sindroma
pankreatitis, penyakit von Gierke, infark miokard akut, nefrotik, gagal ginjal kronik, diet tinggi kolesterol total
obat-obatan misalnya kontrasepsi oral, estrogen dosis dan lemakjenuh, kehamilan, mieloma multipel, disgamma-
tinggi, beta-bloker, hidroklorotiazid, steroid anabolik, globulinemia, porfiria, anorexia nervosa, serta obat-obatan
kortikosteroid, serta gestasi.^° seperti steroid anabolik, beta-bloker antihipertensi,
Trigliserida serum yang rendah dapat disebabkan oleh progestin, karbamazepin. Penurunan K-LDL dapat terjadi
keadaan abetalipoproteinemia, malnutrisi, perubahan diet karena penyakit berat, abetalipoproteinemia dan terapi
dalam 3 minggu, kehilangan berat badan, latihan fisik, estrogen oral. ^°
obat-obatan e.g. blokeralfa-1 reseptor.^°

Kolesterol HDL PROTEIN


Penyebab peningkatan K-HDL serum adalah latihan
fisik, peningkatan bersihan trigliserida, konsumsi alkohol Protein adalah senyawa organik yang terbanyak pada
sedang, terapi insulin, terapi estrogen oral, penyakit tubuh orang sehat. Lebih dari setengah berat kering
lipid familial, hiperalfalipoproteinemia (kelebihan HDL), sel tubuh manusia terdiri dari protein.^^ Protein adalah
hipobetalipoproteinemia. polimer asam amino yang diikat oleh ikatan peptida.
Penurunan K-HDL dapat terjadi karena stress dan Terdapat lebih dari 50.000 jenis protein manusia dengan
penyakit seperti infark miokard akut, stroke, bedah, 3 0 0 0 - 4 0 0 0 protein berbeda dalam satu sel dan 1400jenis
trauma; starvasi, obesitas, kurang latihan fisik, merokok, protein dalam serum.23 Asam amino diikat dengan ikatan
diabetes melitus, hipotiroid dan hipertiroid, penyakit kovalen membentuk peptida. Sebanyak 2-5 residu disebut
hepar akut dan kronik, nefrosis, uremia, anemia kronik dan oligopeptida, > 6 residu disebut polipeptida. Bila jumlah
penyakit mieloproliferatif, obat-obatan misalnya steroid asam amino melebihi 40 residu (BM ~ 5 kDa), rantai telah
anabolik, progestin, beta-bloker antihipertensi, tiazida, membentuk protein. Tipikal protein terdiri dari 200-300
neomisin, fenotiazin. Kadar HDL yang rendah dapat juga asam amino.
karena penyakit genetik seperti pada hipertrigliseridemia
familial, hipoalfalipoproteinemia familial, penyakit Tangier Klasifikasi
homozigot, defisiensi LCAT dan penyakit 'fish eye', penyakit Protein dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok utama
Niemann-Pick nonneuropatik, defisiensi HDL dengan yaitu kelompok protein sederhana {simple) dan terkonjugasi.
xantoma planar, defisiensi Apo A-l dan apo C-lll varian Termasuk dalam protein sederhana adalah protein globular
I dan \\}° (albumin, globulin, histon, protamin) dan protein fibrosa
(kolagen, elastin, keratin). Protein terkonjugasi terdiri
Kolesterol LDL dari dua komponen yaitu protein (disebut apoprotein)
Seperti pengukuran kadar K-HDL, beberapa metode dan g u g u s prostetik n o n p r o t e i n . Termasuk protein
j u g a tersedia untuk penentuan K-LDL seperti metode terkonjugasi/senyawa adalah nukleoprotein (DNA, RNA),
ultrasentrifugasi (metode rujukan), elektroforesis mukoprotein, glikoprotein, lipoprotein, metaloprotein dan
lipoprotein, presipitasi, kalkulasi (rumus Friedewald) dan fosfoprotein.^
metode homogen direk.
Menurut Friedewald, dari nilai kolesterol total, K-HDL Struktur
dan trigliserida dapat diperoleh nilai K-LDL dengan Struktur protein dapat diuraikan dalam empat tingkat
rumus: yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuarterner.^
Struktur primer dibentuk sesuai urutan asam amino pada
K-LDL=total kolesterol-(K-HDL)- (trigliserida/5).
rantai polipeptida (Gambar 4). Struktur sekunder berupa
Kadar K-VLDL diperkirakan dari trigliserida yaitu konformasi segmen rantai polipeptida dapat berupa
trigliserida/5. Terdapat keterbatasan pada rumus ini a-heliks, pita-p, gulungan (COJ7S) dan lekukan {turns).
sehingga rumus ini tidak akurat bila kadar trigliserida Struktur ini tergantung pada jumlah ikatan hidrogen dan
>400 mg/dL atau terdapat dislipoproteinemia, kelainan disulfida pada molekul protein. Struktur tersier terbentuk
tipe I atau tipe III. Pada keadaan ini, diusulkan rumus berdasarkan susunan elemen sekunder dan interaksi antar
BIOKIMIA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN, ENZIM DAN NITROGEN 219

elemen sehingga terbentuk struktur tiga dimensi yang Protein dari sirkulasi akan mengalami endositosis untuk
karakteristik. Konformasi ini terbentuk oleh adanya ikatan didegradasi dalam sel. Degradasi protein dilaksanakan
elektrovalen, ikatan hidrogen, ikatan disulfida, gaya van oleh protease. Protease lisosom (katepsin) mendegradasi
der Waals dan interaksi hidrofobik. Struktur kuarterner protein yang masuk lisosom. Protein sitoplasmik yang
adalah struktur molekul yang terdiri dari beberapa subunit akan diurai, diikat oleh ubiquitin yang berinteraksi dengan
sehingga terbentuk molekul protein yang lengkap." proteasom untuk mendegradasi protein. Produk degradasi
berupa asam amino akan dimetabolisme untuk sintesis
Sintesis, Metabolisme dan Degradasi protein baru atau untuk menjadi sumber energi."
Proses sintesis protein dimulai dari transkripsi DNA di
nukleus membentuk mRNA kemudian proses translasi Fungsi
mRNA menjadi rantai asam amino (polipeptida) oleh Protein memiliki banyak fungsi dalam tubuh yaitu untuk
ribosom di sitosol (Gambar 5). Selama atau setelah proses fungsi katalisis, transpor molekul, struktural, kontraktil,
translasi rantai polipeptida mengalami proses lipatan nutrititif, imunologik, hormonal, koagulasi, keseimbangan
dan modifikasi menjadi protein matang dengan bantuan asam basa, tekanan onkotik dan sebagai reseptor. Fungsi
protein yang disebut chaperone. Protein pada ribosom dan contoh protein disajikan pada tabel 1}^
dengan menempel pada retikulum endoplasma kasar
yang kemudian digunakan atau dipindah dalam badan Protein Plasma
golgi untuk kemudian disekresikan melalui eksositosis Sebagian besar protein plasma disintesis di hati kecuali
keluar s e l . " imunoglobulin yang disintesis oleh sel B dan hormon
Dalam keseimbangan, sintesis dan degradasi protein oleh organ endokrin. Protein plasma tersebut disekresi
berkisar 300-400 g/hari. Di dalam sel, protein terus oleh hepatosit ke ruang Disse dan masuk sirkulasi melalui
menerus mengalami pergantian (sintesis dan degradasi). sinusoid hati. Setelah bersirkulasi, kebanyakan protein
plasma kehilangan asam sialat y a n g menjadi tanda
bersihan dan degradasinya oleh hati.
Alanin «^ ^ ^ " ^
Berdasarkan sifat elektroforetiknya protein plasma
Glisin \ ^ ^ ^ ^ ^ ' - ^
t e r d i r i d a r i f r a k s i a l b u m i n d a n p r e a l b u m i n (RBP,
Serin l^fc.^
transthyretin), alfa-1 ( a l -antitripsin, a l -acid glycoprotein,
vilin
V al-fetoprotein), alfa-2 (haptoglobin, a2-makroglobulin,
Leusin
seruloplasmin), beta-1 (transferrin, C4), beta-2 (C3, p2-
V mikroglobulin) dan gamma (IgG, IgA, IgM, CRP). Fungsi
dan korelasi klinik beberapa protein plasma secara ringkas
ValiR''' W''
disajikan pada tabel 8 . "
Primer Sekunder Tersier Quaternary

Gambar 4. Struktur molekul protein^"


ENZIMOLOGI KLINIK

Enzim adalah polimer biologik yang mampu mengkatalisis


reaksi kimia. Umumnya enzim adalah protein kecuali
beberapa molekul RNA yang memiliki kapasitas
katalitik."

Struktur Molekular
Molekul enzim memiliki struktur primer, sekunder dan
tersier sesuai karakteristik protein. Kebanyakan enzim
juga memiliki struktur kuarterner Struktur primer dibentuk
sesuai urutan asam amino. Struktur sekunder berupa
konformasi segmen rantai polipeptida apakah berupa
a-heliks, pita-p, gulungan (co«7s) dan belokan-p {^-turns).
Struktur tersier terbentuk berdasarkan susunan elemen
sekunder dan interaksi antar elemen sehingga terbentuk
struktur tiga dimensi yang karakteristik. Struktur kuarterner
adalah struktur molekul yang terdiri dari beberapa subunit
Gambar 5. Sintesis dan degradasi protein" sehingga terbentuk molekul enzim yang lengkap dan
220 LABORATORIUM KLINIK

fungsional. Enzim dengan struktur homomultimer terdiri disandi oleh gen yang berbeda namun mengkatalisis reaksi
dari beberapa subunit yang sama (misalnya LDH H4), karakteristik yang sama.^'
sedangkan struktur heteromultimer terdiri dari subunit
yang berbeda (misalnya CK-MB). Enzim dengan variasi Spesifitas dan Nomenklatur
struktur yang disebut isoenzim (misalnya CK-MM, CK- Enzim hanya berikatan dengan substrat pada bagian
MB). Isoenzim memiliki struktur yang berbeda karena spesifik {active site) sehingga reaksi yang terjadi adalah

i
Tabel 7. Fungsi dan Contoh Protein Tubuh'- 4

Fungsi Contoh
Katalisis Enzim
Transport molekul Transkortin (Cortisol), thyroxin-binding-globulin (tiroksin), albumin (asam lemak, bilirubin tak
terkonjugasi, kalsium, hemoglobin (O^, CO^), lipoprotein (kolesterol, triasilgliserol).
Struktural Kolagen pada tulang dan jaringan ikat, keratin pada kulit, rambut dan kuku. Protein juga
membentuk struktur endoskelet selular. Kromosom mengandung histon untuk stabilisasi
gulungan DNA.
Kontraktil Aktin, miosin untuk kontraksi otot
Nutrisi Albumin
Imunologik Antibodi, interleukin
Regulasi/hormonal Neurotransmiter, hormon: insulin, dll.
Koagulasi Fibrinogen
Keseimbangan asam basa Protein: komponen penyangga keasaman darah
Tekanan onkotik Albumin
Reseptor Reseptor estriol

Tabel 8. Fungsi dan Korelasi Klinik Protein Plasma^^

Protein Fungsi Meningkat Menurun


Protein transport, Dehidrasi Malnutrisi, malabsorpsi, sirosis hati,
menjaga tekanan infeksi,eklampsia, sindrom nefrotik
Albumin
osmotik
Inhibitor protease Inflamasi, stres, infeksi, infeksi Defisiensi herediter, emfisema awal,
tiroid neonatal respiratory distress syndrome,
a,-antitripsin
hipoproteinemia.
Mengikat hemoglobin Penyakit kolagen, infeksi, Hemolisis, reaksi transfusi, katup prostetik,
bebas kerusakan jaringan, nefritis, penyakit hati, hematoma, perdarahan
Haptoglobin
kolitis ulseratif, neoplasia, jaringan.
obstruksi bilier
Seruloplasmin Transport Cu, reaktan Kehamilan, tirotoksikosis, Penyakit Wilson, fisiologi bayi <.6 bin,
fase akut. keganasan, reaksi radang akut, sindroma nefrotik, kelaparan, sindrom
sirosis bilier, intoksikasi Cu. Menkes.
Transferrin Transport ion, reaktan Anemia defisiensi besi Sirosis hepatis
fase akut
C3&C4 Faktor komplemen Reaksi fase akut Penurunan C3 dengan C4 normal: aktivasi
jalur alternatif (sepsis, endotoksin).
Penurunan C4 dengan atau tanpa C3:
aktivasi jalur klasik (LBS, penyakit kompleks
imun).
P -mikroglobulin Permukaan leukosit Limfoma, leukemia, mieloma, Hipoproteinemia
penyakit ginjal, rejeksi transplan
ginjal, infeksi viral, radang kronik
Imunoglobulin Antibodi Hipergamma globulin poliklonal: Agamaglobulinemia kongenital,
infeksi, penyakit hati, penyakit hipogammaglobulinemia transien, primer,
kolagen. Monoklonal: mieloma, sekunder (Hodgkin, limfosarkoma).
makroglobulinemia Waldenstrom,
leukemia
CRP Pertahanan non-
spesifik
BIOKIMIA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN, ENZIM DAN NITROGEN 221

reaksi yang spesifik. Enzim j u g a bersifat stereoselektif yang membangun struktur molekul enzim.^^
karena a s i m e t r i s i t a s b a g i a n a k t i f n y a . Enzim h a n y a Beberapa enzim membutuhkan senyawa non-
mengenali satu bentuk enantiomerik dari suatu substrat. protein dengan berat molekul rendah untuk aktivitasnya.
Protease misalnya, hanya berikatan dengan polipeptida Senyawa yang berikatan lemah dengan enzim disebut
yang terdiri dari asam amino-L (tidak dengan asam koenzim, sedangkan yang berikatan kuat disebut gugus
a m i n o - D ) . Enzim j u g a dapat menunjukkan spesifitas prostetik. Bentuk inaktif enzim (apoenzim) akan menjadi
geometrik, misalnya fumarase, hanya bereaksi dengan bentuk aktif (holoenzim) setelah berikatan dengan gugus
fumarat (isomer trans) dan tidak dengan maleat (isomer prostetiknya."
cis).'° Laju reaksi enzimatik juga dapat dipengaruhi oleh
Enzim (E) bekerja melalui pembentukan kompleks suhu, keasaman dan adanya substansi lain yaitu inhibitor
enzim-substrat (ES). Substrat akan terikat di situs aktif pada atau aktivator. Inhibitor dibagi atas tipe ireversibel dan
enzim (gambar 6). Setelah itu terjadi transformasi substrat reversibel. Inhibitor ireversibel berikatan kovalen dengan
menjadi produk (P) dan enzim terlepas kembali: enzim sehingga metode fisik seperti dialisis, filtrasi gel,

E +S « ES->P + E kromatografi tidak dapat m e m i s a h k a n n y a . Inhibitor


reversibel dapat berupa inhibitor kompetitif yang memiliki
Berdasarkan tipe reaksinya, enzim diklasifikasikan
kemiripan struktural dengan substrat atau berupa
dalam enam kelas yaitu oksidoreduktase, transferase,
inhibitor nonkompetitif yang berikatan dengan enzim
hidrolase, liase, isomerase dan ligase. Penamaan dan kode
pada lokasi yang berbeda dengan tempat ikatan enzim-
sistematik oleh the International Union of Biochemistry
substrat. Contoh inhibitor misalnya aspirin menginhibisi
(lUB) menetapkan Enzyme Commission (EC) yaitu kode
siklooksigenase (COX-1 dan COX-2) yang memproduksi
nomor enzim yang terdiri dari, kelas, sub kelas, sub-
prostaglandin dan tromboksan, sehingga dapat menekan
subkelas, dan nomor enzim dalam sub-subkelas. Misalnya
peradangan dan rasa sakit. Sianida yang merupakan
kreatin kinase (kelas transferase, subkelas fosfotransferase,
inhibitor enzim ireversibel, yang bergabung dengan
sub-subkelas grup nitrogenik atau akseptor) memiliki
tembaga dan besi pada bagian aktif enzim sitokrom c
nama sistematik ATP: creatine N-phosphotransferase oksidase dan menghambat respirasi s e l . "
dengan nomor EC 2.7.3.2
Aktivator enzim dapat meningkatkan laju reaksi
dengan mendukung pembentukan konformasi paling
aktif pada e n z i m atau pada substrat. Banyak enzim
membutuhkan ion metal untuk stabilisasi struktur tersier
dan kuarternernya untuk berfungsi lebih aktif. Aktivitas

SuDstrate
amilase akan meningkat tiga kali lipat dengan adanya
+ aktivator yaitu CI". Kreatinin kinase membutuhkan Mg2",

f \ Active site
• \ 1 sedangkan ALP membutuhkan Mg2* dan Zn2\^^

Regulasi dan Kinetika Enzim


\ a b c y E s complex Regulasi enzim dapat terjadi melalui beberapa mekanisme
yaitu pengaturan senyawa yang berikatan dengan bagian
aktif enzim, perubahan konformasi enzim, perubahan
jumlah enzim dan regulasi jalur metabolik."
Gambar 6. Kompleks enzim substrat-
Pengaturan senyawa yang berikatan dengan enzim
terkait dengan pengaturan konsentrasi substrat. Pada
Aktivitas Enzim konsentrasi enzim konstan, penambahan kadar substrat
Integritas struktur molekul enzim penting untuk aktivitas akan meningkatkan terbentuknya produk sesuai laju reaksi
biologiknya. Kerusakan pada struktur (denaturasi) akan orde satu {first order kinetic) pada kurva Michaelis-Menten
menyebabkan enzim kehilangan kemampuan biologiknya. (Gambar 7). Pada kadar substrat yang maksimal maka
Denaturasi dapat terjadi reversibel ataupun ireversibel. terjadi laju reaksi orde nol sehingga jumlah produk yang
Beberapa keadaan dapat menyebabkan denaturasi enzim terbentuk menjadi konstan {zero order kinetic)}''
yaitu perubahan suhu, pH dan penambahan zat kimia Perubahan konformasi enzim t e r m a s u k regulasi
tertentu. Inaktivasi oleh pemanasan terjadi umumnya pada alosterik, modifikasi kovalen, interaksi protein-protein
suhu diatas 60°C. Lingkungan pH ekstrem menyebabkan dan p e m e c a h a n z i m o g e n . I n h i b i t o r a t a u a k t i v a t o r
perubahan konformasi molekul enzim. Penambahan zat tertentu menyebabkan perubahan konformasi alosterik
tertentu seperti urea menyebabkan inaktivasi enzim karena enzim s e h i n g g a m e m p e n g a r u h i bagian aktif e n z i m .
mengganggu ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik Modifikasi kovalen seperti fosforilasi oleh protein kinase
222 LABORATORIUM KLINIK

•o
^^nskripsig^ lnhibi_si.um£an_ba^^^^^
Kecepatan Maksimum

Enzim 1 /^Enzim 2
A 7:: •B^
W \ Enzim 5 Enzim ^ ^
Inhibisi produk F-

Gambar 8. Pola Regulasi jalur metabolik"

Faktor produksi enzim j u g a mempengaruhi kadar


enzim dalam darah. Karena adanya pergantian sel menua
Gambar 7. Kurva reaksi Michaelis-Menten^^ maka secara normal terdapat enzim dengan kadar rendah
dalam darah. Enzim yang diproduksi oleh lebih banyak
atau defosforilasi oleh protein fosfatase menyebabkan sel (misalnya ALT oleh hepatosit) akan lebih cepat naik
perubahan konformasi pada bagian katalitik sehingga bila terjadi kerusakan organ itu dibandingkan enzim yang
mempengaruhi aktivitas e n z i m . " berasal dari organ dengan massa kecil seperti prostat.
Perubahan konsentrasi enzim dapat melalui pengaturan Induksi produksi enzim dapat meningkatkan kadarnya
sintesis enzim dengan induksi atau represi transkripsi gen dalam darah. Peningkatan GGT dalam serum dapat terjadi
atau melalui degradasi oleh proteosome dan caspase}^ karena induksi oleh barbiturat, fenitoin atau asupan
Regulasi enzim dapat juga terjadi melalui regulasi etanol. Obstruksi bilier menyebabkan induksi sintesis ALP
j a l u r metabolik. Pola yang umum ditemukan adalah oleh hepatosit." Peningkatan enzim mempunyai korelasi
adanya satu enzim {rate limiting enzyme) yang diregulasi klinik dengan organ yang memproduksi enzim tersebut
sintesisnya sehingga kadar enzim ini akan menentukan (Tabel 9 ) . "
pembentukan produk akhir dari suatu jalur metabolik. Waktu paruh enzim dalam plasma bervariasi dari
Mekanisme lain adalah adanya melalui inhibisi umpan beberapa j a m sampai beberapa hari. Rerata waktu paruh
balik, regulasi balik oleh jalur metabolik oponen, atau enzim adalah 6 - 4 8 j a m . Bersihan enzim dari darah
kompartementasi enzim sehingga terjadi pembatasan umumnya melalui endositosis yang dimediasi reseptor
akses enzim atau substrat." pada sistem retikuloendotelial (hati, limpa, s u m s u m
tulang) walaupun bersihan amilase dapat melalui ginjal.
Enzim Dalam Darah Perubahan struktur pada enzim, seperti sialylation pada
Secara klinis, perubahan aktivitas atau kadar enzim dalam ALP dari sel maligna menyebabkan penurunan bersihan
darah dapat menjadi tanda status fisiologi atau patologi ALP oleh reseptor galaktosil hepatosit sehingga kadarnya
tubuh. Faktor yang mempengaruhi kadar enzim dalam meningkat dalam d a r a h . "
darah adalah faktor masuknya enzim dari sel asal kedarah
serta bagaimana enzim itu hilang dari darah.
Tiga mekanisme utama masuknya enzim kedalam NON-PROTEIN NITROGEN
darah yaitu bocornya membran sel, effluks enzim oleh
sel yang rusak, dan perubahan produksi enzim. Kerusakan Istilah substansi nonprotein nitrogen (NPN) berasal
atau kematian sel menyebabkan kebocoran membran sel dari masa lalu ketika penentuan kadar kelompok analit
sehingga enzim intrasel keluar ke ekstrasel. Kecepatan ini menggunakan metode yang mengharuskan protein
effluks enzim setelah bocornya membran sel tergantung disingkirkan dari serum sebelum dilakukan analisis. Dari
pada perbedaan kadar enzim intrasel dan ekstrasel, setelah presipitasi dan filtrasi protein, konsentrasi total
ukuran molekul, serta jalur pelepasan enzim kedalam NPN filtrat diukur dengan fotometer setelah reaksi dengan
darah. Lokasi intrasel enzim mempengaruhi kadarnya reagen Nessler. Pemeriksaan total NPN telah diganti
dalam darah. Enzim sitosolik lebih cepat masuk dalam pemeriksaan komponen-komponennya. Terdapat sekitar
darah dibanding enzim dalam struktur subselular seperti 15 senyawa NPN namun yang memiliki arti klinik adalah
mitokondria. Enzim pada eksterior sel seperti y-glutamil ureum (45-50% dari NPN plasma), asam amino (25%),
transferase (GGT) meningkat dalam darah karena adanya asam urat (10%), kreatinin (5%), kreatin (1-2%) serta
akumulasi garam e m p e d u yang melepaskannya dari amonia (0,2%).32 Berikut akan diuraikan tentang ureum,
dinding hepatosit. kreatinin dan asam urat.
BIOKIMIA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN, ENZIM DAN NITROGEN 223

Tabel 9. Sumber Enzim dan Ko Klinik'^


Enzim Sumber utama enzim dalam darah Korelasi klinik
Aianin aminotransferase (ALT) Hati, otot rangka Penyakit parenkim hati
Alkali fosftatase (ALP) Hati, tulang, mukosa intestinal, Penyakit hepatobilier, penyakit tulang
plasenta
Amilase Kelenjar ludah, pankreas Penyakit pankreas
Hati, otot rangka, jantung, eritrosit Penyakit parenkim hati, penyakit otot,
Aspartat aminotransferase (AST) jantung
Hati Keracunan insektisida organofosfat,
Kolinesterase (CHE) s e n s i t i v i t a s s u k s a m e t o n i u m , penyakit
parenkim hati.
Kreatinin kinase (CK) Otot rangka, jantung Penyakit otot, infark jantung
y-glutamil transferase (GGT) Hati, ginjal Penyakit hepatobilier
Laktat dehidrogenase (LDH) Jantung, hati, otot rangka, eritrosit, Hemolisis, penyakit parenkim hati, infark
trombosit, kelenjar getah bening jantung
Lipase Pankreas Penyakit pankreas

Ureum Formula Cockroft-Gault tidak memasukkan ureum dalam


Ureum CO[NH2]2, dalam bahasa Belanda: ureum, Inggris: perhitungan laju filtrasi glomerulus, tetapi ureum/BUN
urea, BM 60 Da adalah produk katabolisme protein utama masuk dalam formula Levey atau the Modification of Diet
yang diekskresi tubuh (Gambar 9). Protein mengalami
proteolisis menjadi asam amino yang selanjutnya
mengalami transaminasi dan deaminasi oksidatif
menghasilkan amonia. Di hati amonia dikonversi menjadi
ureum melalui aktivitas enzim-enzim pada jalur siklus
urea.
Lebih dari 9 0 % ureum diekskresi melalui ginjal,
selebihnya melalui saluran cerna dan kulit. Konsep lama
menyatakan bahwa tidak ada sekresi atau absoprsi aktif
urea pada tubulus ginjal, hanya ada difusi pasif. Namun
penelitian mutakhir menemukan adanya transporter urea
(UT-A1, UT-A3) pada tubulus kolligentes medulla bagian
dalam {inner medullary collecting duct, IMCD) (Gambar Gambar 9. Struktur ureum^^
10). Transporter ureum dipengaruhi oleh antidiuretik
hormon (ADH). ADH meningkatkan fosforilasi UT sehingga
meningkatkan permeabilitas terhadap ureum. " Adanya
t r a n s p o r t e r j e l a s m e n j e l a s k a n a k u m u l a s i urea pada
interstitium medula ginjal.^^ Korteks
AC*^2, 3
Ureum serum sering digunakan untuk penilaian NaCI H20
fungsi ginjal namun perlu diperhatikan bahwa konsentrasi Urea
ureum serum tidak hanya tergantung pada fungsi ginjal
namun juga oleh produksi urea yang tergantung terutama Medulla
ACPI ?CI luar
pada asupan protein. Karena adanya reabsorpsi ureum, H20 NKCC2 Urea
pemeriksaan klirens ureum kurang sesuai dengan laju filtrasi
glomerulus. Jumlah ureum yang direabsorbsi tergantung UT A2 , r AqP2-4
H20
NaCI
pada volume vaskular efektif. Pada depiesi volume, terjadi CIC-K1
Urea
AC P1
peningkatan reabsorpsi ureum di tubulus proksimalis. Pada H20
keadaan ginjal normal tanpa depiesi volume sirkulasi renal, UT-A1 Medulla
Urea •Urea
UT-A3 Dalam
klirens ureum sekitar 50% klirens kreatinin. Namun pada
depiesi volume yang berat, klirens ureum menjadi lebih
kecil sampai 10% klirens kreatinin. Namun, pada penyakit
ginjal tahap akhir, klirens ureum menjadi prediktor laju
Gambar 10. Transport urea oleh transporter urea
filtrasi glomerulus yang lebih baik dari klirens kreatinin.^^
UT: urea transporter, AQP: aquaporin, NKCC2: transporter Na,K, CI.
224 LABORATORIUM KLINIK

in Renal Peningkatan kadar urea darah disebut azotemia.


O
Pada kadar yang sangat tinggi dapat m e n y e b a b k a n I
sindroma uremik. Peningkatan kadar ureum dapat terjadi HN^ /NH3 HN^ /NH-P
P— O
V Creatline kluase V "
prerenal, renal dan post renal. Penyebab prerenal dapat I ^ ^ » I O
karena penurunan perfusi ginjal (gagal jantung kongestif,
H3C CHj ATP ADP H3C CH,
syok, perdarahan, dehidrasi), peningkatan katabolisme
protein atau diet tinggi protein. Peningkatan renal karena
penyakit ginjal seperti gagal ginjal, nefritis glomerular dan
tubular nekrosis. Peningkatan kadar ureum postrenal dapat Creatine Phospocreatine
karena obstruksi saluran kemih misalnya oleh urolitiasis.
Spontaneous Spontaneous J
Penurunan konsentrasi ureum dapat terjadi karena asupan
protein rendah, muntah dan diare berat, penyakit hati dan
kehamilan.
H,0
Perlu d i p e r h a t i k a n bahwa laporan p e m e r i k s a a n
laboratorium ureum bervariasi. Beberapa pihak melaporkan
dalam blood urea nitrogen (BUN). BUN dikonversi menjadi
ureum dengan faktor perkalian 2,14 (Ureum[mg/dL] = Gambar 11. Interkonversi kreatin, kreatin fosfat dan kreatinin^^
BUN[mg/dL] • 2,14).
Rasio u r e u m / k r e a t i n i n ( n o r m a l 4 0 - 1 0 0 : 1 ) a t a u ataupun substrat eksogen (inulin, ^^^l-iothalamate,
rasio BUN/kreatinin (normal 10-20:1) dapat membantu metastable technetium^^-labeled dlethyle triamine
membedakan azotemia prerenal. Gangguan prerenal akan pentaacetld acid [^'""Tc-DTPA], chromium^^-lobe/ecy
menyebabkan rasio yang tinggi karena peningkatan ureum ethylenedlaminetetraacetic acid [^^Cr-EDTA])." Klirens suatu
tanpa peningkatan kreatinin. Peningkatan rasio dengan zat yang diukur dapat ditentukan dengan rumus:
peningkatan kreatinin umumnya ditemui pada gangguan Klirens = U / B x V x f
postrenal. Rasio yang rendah ditemui pada penurunan U= kadar zat dalam urin
produksi ureum misalnya karena asupan protein rendah, B= kadar zat dalam darah
nekrosis tubular akut dan penyakit hati berat. V= diuresis dalam mL/menit
f= faktor luas permukaan tubuh
Kreatinin Untuk menghitung perkiraan/estimasi GFR berdasarkan
Kreatinin (BM 113 Da) terbentuk spontan dari kreatin dan kadar kreatinin, telah diajukan beberapa rumus berikut:
kreatin fosfat di otot dan dieksreksikan ke plasma secara
konstan (1%-2%/hari) sesuai massa otot. Konversi menjadi Formula Cockroft dan Gault (1976) masih disukai karena
kreatinin lebih tinggi pada suhu tinggi dan pH r e n d a h . " cara perhitungan yang mudah:
Kreatin disintesis di hati, ginjal dan pankreas dari arginin, eGFR = ([140 - umur [thn]] x [berat badan [kg]]) /
glisin dan metionin. Dalam otot kreatin dikonversi menjadi (72 X Kreatinin Serum)
kreatin fosfat ( G a m b a r 11). Dehidrasi nonenzimatik (x 0,85 bila wanita)
ireversibel kreatin dan fosfokreatin menghasilkan kreatinin
yang kemudian masuk sirkulasi dan diekskresi oleh ginjal. " Formula Levey (formula MDRD dengan 6 variabel),
laju filtrasi glomerulus (GFR):
Kreatinin ditemukan pada semua cairan tubuh dan
eGFR = 170 X Kreatinin serum-O'^^^ [mg/dL]
dibersihkan dari sirkulasi dengan filtrasi glomerulus.
X Umur-O'^^
Hanya sedikit kreatinin direabsorpsi dan sejumlah kecil
X [0,762 bila wanita]
disekresi oleh tubulus proximalis. Terdapat variasi diurnal
X [1,180 bila kulit hitam]
kadar kreatinin yaitu t e r e n d a h pada j a m 07.00 dan
X BUN-°'^^° [mg/dL]
tertinggi pada j a m 19.00 (20-40% lebih tinggi dari pagi
X Albumin ^^^is [ g / j y
hari) dengan variasi harian kadar kreatinin kurang dari
10% pada j a m yang sama. " F o r m u l a M D R D s e d e r h a n a (4 v a r i a b e l ) " untuk
Bersihan (klirens) suatu substansi dari ginjal adalah metode selain metode isotope dilution mass spectrometry
jumlah substansi itu dibersihkan dari plasma oleh ginjal (IDMS):
dalam unit w a k t u . P e m e r i k s a a n bersihan kreatinin
eGFR = 186 X Kreatinin-i^54 ^ Umur-°^°3 x 1,212 (kulit hitam)
merupakan cara sederhana dan cukup reliabel untuk
X 0,742 (wanita)
menilai laju filtrasi glomerulus {glomerular filtration rate,
GFR). Penentuan GFR dapat menggunakan substrat Formula MDRD sederhana (4 variabel)" untuk metode
endogen (cystatin C, kreatinin, ureum, p-trace protein) IDMS atau dikalibrasi ke IDMS:
BIOKIMIA GLKOSA DARAH, LEMAK, PROTEIN, ENZIM DAN NITROGEN 225

eGFR = 175 X Kreatinin-^^^x Umuro^o^ x 1,212 (kulit hitam)


X 0,742 (wanita) Filtrasi
glomerular
Formula Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration 100%
(CKD-EPI)41:

eGFR= 141 X min(Kreatinin/k,1)a X max(Kreatinin/k,1)-''2°«


X 0,993Umur

X (1,018 wanita) x (1,159 (kulit hitam))


Reabsorpasi
tubular proksinal
Dimana k=0,7 pada wanita, k=0,9 pada pria, a=-0,329 pada
99%
wanita, a = -0,411 pria, min = minimum kreatinin/k atau 1,
Sekresi
max=maksimum kreatinin/ atau 1. tubular
50%
Formula Schwartz untuk a n a k " :
Reabsorpasi
eGFR = 0,55 x tinggi (cm) / kreatinin serum (mg/dL) tubular
40%
Modifikasi MDRD untuk formula Schwartz " :
eGFR (mL/min/1.73m2) =
Ekskresi????/
39,1 (tinggi [m]] / Kreatinin"'^^^ [mg/dL]) x
10%
( 1 , 8 / c y s t a t i n C°"^ [mg/L])
(30 / BUN°^^' [mg/dL]) [1,099 pria] Gambar 12. Ekskresi asam urat di ginjal
(tinggi [m]/1,4)°^88

Kreatinin kurang dipengaruhi oleh diet dibanding


overproduksi purin, 2 5 % pasien dengan peningkatan
ureum, namun kreatinin dapat meningkat pada asupan aktivitas fosforibosilpirofosfat (PRPP)-amidotransferase
daging yang cukup besar. Peningkatan kreatinin umumnya (E.G.2.4.2.14), penurunan ekskresi urat oleh ginjal, dan
bila telah penurunan 5 0 % fungsi ginjal. Peningkatan peningkatan asupan purin. Peningkatan primer lain
kreatinin d i t e m u k a n pada penyakit ginjal, obstruksi relatif jarang ditemui seperti pada sindroma Lesch-Nyhan
saluran kemih, rabdomiolisis, akromegali dan gigantisme. (defisiensi hipoxantin-guanin fosforibosil transferase
Setiap penurunan laju filtrasi glomerulus 50%, terjadi (HGPRT E.C.2.4.2.8), mutasi PRPP sintase dan defisiensi
peningkatan kadar kreatinin serum sekitar dua kali lipat. glukosa-6-fosftase. Penyebab peningkatan sekunder
Penurunan kreatinin d i t e m u k a n pada debilitasi dan misalnya asupan purin tinggi, peningkatan pergantian sel
penurunan massa otot misalnya pada distrofi muskular (misalnya leukemia), penyakit ginjal, obat diuretik. "
dan miastenia gravis. "
Hipourisemia dapat terjadi pada penyakit hati berat
karena penurunan sintesis purin dan aktivitas xantin
Asam Urat o k s i d a s e m i s a l n y a k a r e n a a l l o p u r i n o l dosis t i n g g i ;
Asam urat adalah senyawa nitrogenik (C5H4N40/2,6,8- gangguan reabsorpsi asam urat di tubuli ginjal misalnya
trihidroksipurin) yang merupakan produk akhir katabolisme pada s i n d r o m a F a n c o n i . Defisiensi x a n t i n o k s i d a s e
purin nukleosida adenosin dan guanosin. Asam urat selain menyebabkan hipourisemia juga disertai dengan
terutama dihasilkan oleh hati, 400 mg/hari dan 300 mg xantinuria."
dari diet. Pada pria dengan diet bebas purin, total pool
asam urat diperkirakan sekitar 1200 mg (wanita 600 mg),
pada penderita artritis gout, pool asam urat diperkirakan
REFERENSI
> 18.000 mg. Sekitar 7 5 % asam urat diekskresi di ginjal
dan 2 5 % melalui saluran cerna. Dalam ginjal, asam 1. M u r r a y R K .B i o c h e m i s t r y a n d medicine. I n : M u r r a y R K ,
urat seluruhnya melewati glomerulus, selanjutnya 98% G r a n n e r D K ,M a y e s P A ,R o d w e l l V W , editors. Harper's
illustrated biochemistry. 2 6 t h ed. N e w Y o r k : L a n g e Medical
mengalami reabsorpsi tubuli proksimal, sekresi tubuli
B o o k s / M c G r a w - H i l l ; 2 0 0 3 . p . 1-4.
distal dan reabsorpsi lagi pada tubuli distal. Total ekskresi 2. Sacks DB. Carbohydrates. In: Burtis CA, A s h w o o d ER, Bruns
asam urat adalah sekitar 10% dari jumlah yang difiltrasi D E , editors. Tietz textbook of clinical chemistry a n d molecular
(Gambar 1 2 ) . " ''^ Asam urat memiliki pKa 5,57 sehingga diagnostics. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006.
p. 8 3 7 - 9 0 1 .
pada pH lebih rendah asam urat bersifat insolubel. Pada 3. Freeman V S .Carbohydrates. In: Bishop M L , Duben-
pH lebih tinggi, asam urat lebih mudah larut. E n g e l k i r k JL, F o d y E P , e d i t o r s . C l i n i c a l c h e m i s t r y : p r i n c i p l e s ,
Hiperurisemia dapat terjadi primer atau sekunder. procedures, correlations. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2000. p. 215-31.
Hiperurisemia primer ditemukan dapat karena kombinasi 4. D o d s RF. Diabetes mellitus. In: Kaplan L A ,Pesce A J ,
226 LABORATORIUM KLINIK

Kazmierczak SC, editors. Clinical chemistry: theory, analysis, Elsevier Saunders; 2006. p. 533-95.
correlation. 4th ed. S t Louis: Mosby; 2003. p. 580-601. 24. T y m c h a k LL. A m i n o acids and proteins. In: Bishop M L ,
5. H o f f b r a n d A V , P e t t i t JE, M o s s P A H . E s s e n t i a l h a e m a t o l o g y . Fody EP, Schoeff LE, editors. Clinical chemistry: principles,
4 t h ed. O x f o r d : B l a c k w e l l science; 2 0 0 1 . procedures, correlations. 6th ed. Philadelphia: Lippincott
6. G a w A , C o w a n R A , O ' R e i l l y D S J , S h e p h e r d J. C l i n i c a l W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2010. p. 223-65.
biochemistry: a nillustrated colour text. 2 n d ed. E d i n b u r g h : 25. S m i t h C M , M a r k s A D , L i e b e r m a n M A . M a r k ' s basic medical
C h u r c h i l l Livingstone; 1999. biochemistry: a clinical approach. 2nd e d . Philadelphia:
7. Sacks DB. Carbohydrates. In: Burtis C A , A s h w o o d E R , Lippincott W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2005.
Bruns D E , S a w y e r BG, editors. Tietz fundamentals of clinical 26. Tortora GJ, Derrickson B. Principles o f a n a t o m y a n d
c h e m i s t r y . 6 t h ed. St. L o u i s : S a u n d e r s Elsevier; 2008. p . 373- physiology. 13th ed. H o b o k e n : John W i l e y & Sons; 2012.
401. 27. P a g a n a K D , P a g a n a TJ. M o s b y ' s m a n u a l o f diagnostic a n d
8. Rifai N ,W a m i c k GR. Lipids, lipoproteins, apolipoproteins, l a b o r a t o r y tests. 4 t h ed. St. L o u i s : M o s b y Inc.; 2010.
a n d other cardiovascular risk factors. I n : B u r t i s C A , A s h w o o d 28. R o d w e l l V W , Kennellly PJ. E n z y m e s : m e c h a n i s m o f action.
ER, B r u n s D E , editors. Tietz textbook o fclinical chemistry In: M u r r a y RK, Granner D K , M a y e s PA, R o d w e l l V W , editors.
a n d m o l e c u l a r diagnosis. 4 t h ed. St. L o u i s : Elsevier S a u n d e r s ; Harper's illustrated biochemistrv. 26th ed. N e w York: Lange
2006. p. 903-81. Medical B o o k s / M c G r a w - H i l l ; 2003. p. 49-59.
9. K a p l a n L A ,N a i t o H K ,Pesce A J . Classifications a n d 29. Bais R, Panthegini M .Principles o fclinical e n z y m o l o g y . I n :
descriptions of proteins, lipids and carbohydrates. In: Kaplan Burtis C A ,A s h w o o d ER, Bruns DE, editors. Tietz textbook
L A , Pesce A J , K a z m i e r c z a k S C , editors. Clinical chemistry: of clinical chemistry and molecular diagnostics. 4 t h e d .
theory, analysis, correlation. 4 t h ed. S t Louis: Mosby; 2003. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p. 191-218.
p. 1024-42. 30. Pincus M R , A b r a h a m Jr N Z .Clinical e n z y m o l o g y . I n :
10. Ginsberg H N , G o l d b e r g IJ. D i s o r d e r s o f l i p o p r o t e i n McPherson R A ,Pincus M R , editors. Henry's clinical
metabolism. In: B r a u n w a l d E, Fauci AS, Kasper D L , Hauser diagnosis and management by laboratory methods. 22th ed.
SL, Longo D L , Jameson JL,editors. Harrison's principles o f Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 273-95.
internal medicine. 15th ed. N e w York: M c G r a w - H i l l ; 2001. 31. R o d w e l l V W , K e n n e l l l y PJ. E n z y m e s : kinetics. I n : M u r r a y
p. 2 2 4 5 - 6 1 . RK, Granner D K , Mayes PA, R o d w e l l V W , editors. Harper's
11. Segrest JP, Jones M K , D e L o o f H , Dashti N . Structure o f illustrated biochemistry. 26th ed. N e w York: Lange Medical
a p o l i p o p r o t e i n B-lOO i n l o w density lipoproteins. J L i p i d Res. B o o k s / M c G r a w - H i l l ; 2003. p. 60-71.
2001;42(9):1346-67. 32. Frank EL. Nonprotein nitrogen compounds. In: Bishop M L ,
12. H a v e l RJ, K a n e JP. Introduction: structure and metabolism Fody EP, Schoeff LE, editors. Clinical chemistry: principles,
o f p l a s m a l i p o p r o t e i n s . In: S c r i v e r C R , B e a u d e t A L , S l y W S , procedures, correlations. 6th ed. Philadelphia: Lippincott
V a l l e D , C h i l d s B , K i n z l e r K W , et a l , e d i t o r s . T h e m e t a b o l i c W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2010. p. 266-80.
a n d m o l e c u l a r bases of i n h e r i t e d disease. 8 t h ed. N e w Y o r k : 33. O hM S . Evaluation of renal function, water, electrolytes and
M c G r a w - H i l l ; 2001. p. 2705-16. acid base balance. In: M c P h e r s o n R A , Pincus M R , editors.
13. O n c l e y J, S c a t c h a r d G , B r o w n A . P h y s i c a l - c h e m i c a l Henry's clinical diagnosis and m a n a g e m e n t b y laboratory
characteristics o f the certain proteins o f n o r m a l h u m a n methods. 22th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p.
plasma. J Phys C h e m . 1947;51:184. 169-92.
14. Roberts W L , M c M i l l i n GA, Burtis C A ,Bruns DE. Reference 34. F e n t o n R A , K n e p p e r M A . Urea a n d renal f i m c t i o n i n the 21st
information for the clinical laboratory. In: Burtis C A , c e n t u r y : insights f r o m k n o c k o u t mice. J A mS o c N e p h r o l .
A s h w o o d ER, B r u n s D E , editors. Tietz textbook o f clinical 2007;18(3):679-88.
chemistry and molecular diagnostics. 4 t h ed. Philadelphia: 35. Pallone T L . A q u a p o r i n 1 , urea transporters, and renal vascular
Elsevier Saunders; 2006. p . 2251-318. bundles. J A m Soc N e p h r o l . 2007;18(ll):2798-800.
15. M a y n e PD. Clinical chemistry in diagnosis and treatment. 6th 36. Sands JM, Blount M A , Klein JD. Regulation o frenal urea
ed. L o n d o n : ELBS; 1994. transport b v vasopressin. Trans A mClin Climatol Assoc.
16. N a i t o H K . L i p i d s . In: K a p l a n L A , P e s c e A J , K a z m i e r c z a k S C , 2010;122:82-92.
editors. Clinical chemistry: theory, analysis, correlation. 4th 37. L a m b EJ, P r i c e C P . C r e a t i n i n e , u r e a , a n d u r i c a c i d . I n : B u r t i s
ed. S tLouis: M o s b y ; 2003. p . 1030-35. C A , A s h w o o d E R ,B r u n s D E , S a w y e r B G ,editors. Tietz
17. Sethi A A , W a m i c k GR, Remaley A T . Lipids and lipoproteins. f u n d a m e n t a l s o f clinical c h e m i s t r y . 6 t h ed. St. L o u i s : S a u n d e r s
In: B i s h o p M L , F o d y E P , S c h o e f f L E , e d i t o r s . C l i n i c a l c h e m i s t r y : Elsevier; 2008. p. 363-72.
principles, procedures, correlations. 6th ed. Philadelphia: 38. W i l s o n D D .M c G r a w - H i l l ' s m a n u a l o f l a b o r a t o r y a n d
Lippincott W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2010. p. 328-55. diagnostic tests. N e w Y o r k : M c G r a w - H i l l ; 2008.
18. Carlson L A ,Gotto A M , Illingworth D R . Current 39. First M R . Renal function. I n : K a p l a n L A , Pesce AJ, K a z m i e r c z a k
h y p e r l i p i d a e m i a . L o n d o n : Science Press L t d ; 1999. SC, editors. Clinical chemistry: theory, analysis, correlation.
19. A s s m a n n G . L i p i d m e t a b o l i s m and atherosclerosis. Stuttgart: 4th ed. S tLouis: Mosby; 2003. p. 477-91.
Central laboratory o f the medical faculty University o f 40. D e l a n e y M P , P r i c e C P , L a m b EJ. K i d n e y f u n c t i o n a n d d i s e a s e .
M u n s t e r and Institute for arteriosclerosis research a t the In: Burtis C A ,A s h w o o d ER, Bruns D E , Sawyer BG, editors.
University of M u n s t e r - Schattauer; 1982. Tietz fundamentals o fclinical chemistry. 6th ed. St. Louis:
20. W a l l a c h JB. I n t e r p r e t a t i o n o f diagnostic tests. 6 t h ed. N e w Saunders Elsevier; 2008. p. 631-54.
Y o r k : Little, B r o w n & Co; 1996. 41. Levey AS, Stevens LA, Schmid C H , Zhang YL, Castro AF,
21. Suryaatmadja M . Pemeriksaan pola lipid dan penafsirannya. 3 r d , F e l d m a n H I , et al. A n e w e q u a h o n to estimate g l o m e r u l a r
In: Suryaatmadja M , editor. P e n d i d i k a n Berkelanjutan filtration rate. A n n Intern M e d . 2009;150(9):604-12.
Patologi K l i n i k 2002. Jakarta; 2002. p . 54-65. 42. Marshall W J ,Bangert S K . Clinical chemistry. 5th e d .
22. Bhagavan N V . Medical biochemistry. 4th ed. San Diego: Edinburgh: M o s b y ; 2004.
H a r c o u r t / A c a d e m i c Press; 2002.
23. J o h n s o n A M . A m i n o acids, peptides a n d proteins. In: Burtis
C A , A s h w o o d ER, B r u n s D E , editors. Tietz textbook of clinical
chemistry and molecular diagnostics. 4 t h ed. Philadelphia:
26
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PADA KELAINAN PANKREAS
Ina S. Timan

PENDAHULUAN duodenum terjadi sekresi melalui stimulan intraluminal


melalui mekanisme neural dan humoral. Fase intestinal
Pankreas adalah suatu organ berukuran antara 12-20 cm mulai saat k h i m u s masuk ke d u o d e n u m , d i m e d i a s i
pada orang dewasa, dengan berat 70-110 g. Pankreas oleh h o r m o n dan refiek v a g o v a g a l . S e k r e t i n a k a n
adalah organ endokrin dan eksokrin. Sebagai organ mengakibatkan sekresi air dan bikarbonat serta enzim
eksokrin pankreas tersusun dari asinus dengan duktus pankreas, jumlah yang deskresikan berbanding langsung
intralobular yang akhirnya menjadi duktus pankreatik dan dengan jumlah asam yang masuk ke duodenum. Sekretin
bermuara ke duodenum. Sekresi pankreas sebagai organ akan bersinergi memperkuat kerja kolesistokinin dan
eksokrin adalah enzim digestif, cairan dan elektrolit serta asetilkolin. Asam lemak dengan rantai karbon lebih
bikarbonat. Sekresi pankreas ini dipengaruhi rangsangan dari 8 dan asam empedu j u g a meningkatkan sekretin
hormon gastrin, sekretin dan kolesistokinin yang dan m e n a m b a h sekresi getah pankreas. Bikarbonat
diproduksi oleh gaster dan duodenum. Sekresi pankreas bersifat alkali dan berfungsi menetralkan khimus yang
sebagai kelenjar eksokrin terjadi baik dalam keadaan asam dari l a m b u n g . Kolesistokinin adalah mediator
puasa (status interdigestif) hingga setelah makan humoral utama yang dipengarui makanan untuk
(digestif). Sekresi sebelum makan dimulai segera setelah mensekresi enzim digestif. Pankreas adalah produsen
sistem gastrointestinal selesai mencerna makanannya. utama prekursor enzim pencernaan (zimogen) untuk
Sekresi interdigestif bersifat siklik mengikuti pola makan lipid dan protein s e d a n g k a n e n z i m yang m e n c e r n a
s e s e o r a n g , d i p e n g a r u h i oleh migrating myoelectric polisakarida terutama diproduksi oleh enterosit. Protease
complex ( M M C ) , terdapat pola p e n g e l u a r a n sekresi utama yang diproduksi pankreas adalah tripsinogen dan
pankreas secara periodik tiap 60-120 menit disertai kemotripsinogen, enzim untuk mencerna lemak adalah
peningkatan aktivitas motorik di gaster dan duodenum. lipase pankreas dan untuk mencerna karbohidrat adalah
Pengeluaran sekret j u g a disertai sekresi bikarbonat dan amilase pankreas. Pankreas juga mensekresi fosfolipase
garam empedu ke duodenum. Hal ini dipengaruhi oleh A2, lisofosfolipase dan kolesterol esterase. Bila zimogen
aktivasi sistim kolinergik dan dapat dihambat dengan berada di duodenum maka enzim enteropeptidase dari
pemberian antikolinergik. Pancreatic polypeptide dan mukosa usus akan mengaktivasi tripsinogen menjadi
motilin berperan dalam proses sekresi tersebut melalui tripsin, tripsin akan mengaktivasi tripsinogen kembali
pengaturan MMC.^ serta khemotripsinogen menjadi kemotripsin. Bila terjadi
Sekresi pankreas terjadi melalui 3 fase yaitu aktivasi zimogen di pankreas maka akan terjadi autodigesti
sefalik, gastrik dan intestinal. Fase sefalik dipengaruhi dan autodegradasi jaringan pankreas dan mengakibatkan
oleh nervus vagus. Fase gastrik dimulai saat terdapat terjadinya pankreatitis. Sistim regulasi sekresi pankreas
makanan yang masuk, pada saat ini terutama terjadi terjadi melalui inhibisi kolesistokinin yang dilakukan
s e k r e s i e n z i m d e n g a n s e d i k i t air d a n b i k a r b o n a t . melalui glukagon, somatostatin, peptida YY. Regulasi juga
Pada waktu makanan dan getah lambung masuk ke terjadi melalui polipeptida pankreas (PP).^

227
228 LABORATORIUM KLINIK

PEMERIKSAAN FUNGSI SEKRETORIK PANKREAS dan dapat m e n y e b a b k a n berbagai komplikasi serta


keadaan yang gawat darurat dengan mortalitas yang
Beberapa j e n i s pemeril<saan dapat dilakukan untuk cukup tinggi. Terjadi aktivasi berbagai enzim pankreas
mengetahui fungsi pankreas, baik secara direk maupun yang akan mengakibatkan kerusakan fokal, menyeluruh
dengan indirek. Pemerisaan direk meliputi pengukuran dan nekrosis. Aktivitas lipase akan menyebabkan nekrosis
aktivitas sekretin dan atau kolesistokinin dengan jaringan lemak interstisium, peripankreas dan pembuluh
mengukur terbentuknya bikarbonat dan enzim yang darah. Kerusakan vaskuler pankreas akan menyebabkan
disekresi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan bantuan terjadinya trombosis dan perdarahan disertai infiltrasi
intubasi atau endoskopi untuk mendeteksi disfungsi netrofil. Reaksi inflamasi dan nekrosis dapat meluas
pankreas. Pemeriksaan indirek meliputi Lundh test meal ke daerah sekitar pankreas. Baberapa sistem skoring
dengan mengukur akitivitas tripsin setelah konsumsi digunakan untuk mengetahui keadaan pankreatitis akut
makanan tertentu, pemeriksaan ini j u g a memerlukan dan prognosanya, seperti kriteria Ranson, Glasgow dan
intubasi atau endoskopi dan digunakan utuk mendeteksi APACHE. 3^
disfungsi pankreas. ^ Diagnosis pankreatitis diketahui dari pemeriksaan
Pemeriksaan yang tidak memerlukan intubasi atau fisik, laboratorik serta radiologik. Peningkatan enzim
e n d o s k o p i adalah d e n g a n m e n g u k u r j u m l a h lemak amilase dan lipase yang tinggi merupakan petanda
tinja, pemeriksaan kemotripsin dan fekal elastase 1 adanya pankreatitis akut. Untuk menilai pankreatitis
(Elastase-1). Pemeriksaan NBT-PABA (bentiromida) serta sesuai kriteria di atas dibutuhkan berbagai parameter
fluoresein-dilaurat, breath test. Pemeriksaan lemak di laboratorium. Pada penggunaan kriteria Glasgow kasus
tinja dilakukan dengan mengukur lemak tinja setelah d i a n g g a p berat bila terdapat minimi 3 dari kriteria
m e n g k o n s u m s i s e j u m l a h t e r t e n t u m a k a n a n , tes ini sebagai berikut : usia > 55 tahun, PO^ < 60 m m H g ,
dianggap kurang spesifik untuk pankreas dan sudah leukosit > 15.000/uL, kalsium < 2 mmol/L, urea > 16
tak digunakan lagi. Pengukuran pankreatik Elastase-1 mmol/L, lakktat dehidrogenase (LDH) > 600 lU/L, aspartat
tinja merupakan pemeriksaan yang dianggap baik untuk transaminase (AST) > 200 lU/L, albumin < 3,2 g/dL,
mendeteksi penurunan fungsi pankreas. Pemeriksaan glukosa > 10 mmol/L.
NBT-PABA (bentiromida) serta fluoresein-dilaurat Pada kriteria Ranson diperlukan data laboratorium
dianggap baik untuk mendeteksi keadaan gangguan setelah 48 j a m seperti tertera pada tabel 1. Bila dijumpai
pankreas yang sudah lanjut dan kurang sensitif pada > 3 kriteria pada Ranson maka dianggap prognosis
disfungsi ringan. kurang baik. Ranson > 8 dianggap terdapat nekrosis
p a n k r e a s . Peningkatan nilai d i a n g g a p j u g a akan
meningkatkan persentase kemungkinan mortalitas
PANKREATITIS penderitanya.
Penilaian menurut APACHE II {Acute Physiology and
Pankreatitis adalah inflamasi dari pankreas keadaan ini Chronic Health Evaluation) meliputi penilaian adanya efusi
terjadi bila proenzim pankreas mengalami aktivasi bukan pleura hemoragik, obesitas, hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
di duodenum tetapi di pankreas sendiri, terutama enzim atau takikardia (> 130/menit), PO^ < 60 mmHg, oliguria (<
tripsin yang dapat mengaktivasi enzim lain. Prosesnya 50 mL/jam) atau peningkatan ureum/kreatinin, penurunan
dapat akut, berlangsung tiba-tiba atau bersifat kronik kalsium serum (< 1.9 mmol/L) atau serum albumin (<3.2 g/
berlangsung tahunan. Penyebab pankreatitis beragam dL). Nilai dengan skor > 8 dianggap mempunyai prognosis
dengan berbagai gejala yang menyertainya. yang kurang baik.
Sebagian besar pankreatitis dihubungkan dengan
adanya batu empedu dan alkohol, terutama di negara
1. Kriteria R a n s o n '
barat. Penyebab lain adalah peningkatan trigliserida
Saat datang Setelah 48 jam
plasma, penggunaan beberapa jenis obat, hiperkalsemia
Umur > 55 tahun Penurunan h e m a t o k r i t >
serta adanya infeksi bakterial maupun viral dan toksin,
10%
adanya trauma, pasca tindakan dan operasi serta berbagai
Leukosit. 16.000/iL BUN meningkat > 5 mg/dL
kelainan bawaan.^
Laktat dehidrogenase (LDH) Kalsium < 8 mg/dL
> 50 lU/L
Aspartat transaminase (AST) PaOj < 60 mmHg
PANKREATITIS AKUT
> 250 lU/L
Glukosa > 200 mg/dL Defisit basa > 4 m g / d L ,
Pankreatitis akut adalah suatu keadaan yang ditandai
sekuestrasi cairan > 6 L
dengan terjadinya inflamasi akut dari parenkim pankreas
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA KELAINAN PANKREAS
229

PEMERIKSAAN LABORATORIUM d e n g a n baik di usus, akan terjadi m a l d i g e s t i s e r t a


malabsorpsi pada penderitanya. Keluhan pada penderita
Pemeriksaan laboratorium awal yang diperlukan adalah adalah adanya penurunan berat badan, timbulnya diabetes
p e m e r i k s a a n a m i l a s e dan lipase d a r a h , d a p a t j u g a melitus serta s t e a t o r e a . Prognosis dari pankreatitis
dideteksi dalam urin. Amilase akan meningkat dalam kronis sangat bervariasi tergantung dari penanganan
waktu 2-12 j a m setelah onset, mencapai puncaknya penyebabnya. Seringkali pada pemeriksaan dijumpai
setelah 48 j a m dan akan kembali normal setelah 3-5 aktivitas amilase dan lipase yang normal, pada keadaan
hari. Dalam waktu yang lebih lambat amilase juga akan eksaserbasi dapat dijumpai sedikit peningkatan. Diagnosis
dijumpai peningkatannya di urin. Amilase yang meningkat ditegakkan berdasar pemeriksaan fisik, radiologik dan
hingga 3 kali batas atas normal disertai kelainan fisik adanya sedikit intoleransi terhadap glukosa karena juga
yang mendukung dianggap sebagai pemeriksaan yang ada disfungsi dari fungsi endokrin pankreas. Pada keadaan
memastikan adanya pankreatitis akut dengan nilai positive maldigesti yang berlanjut maka akan dijumpai penurunan
predictive value mendekati 100%. Pemeriksaan amilase albumin serum.
lebih banyak tersedia dibandingkan lipase, pemeriksaan
lipase tidak mudah dilakukan dan distandarisasi, bila
pemeriksaan lipase memungkinkan untuk diperiksa maka
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
lipase dianggap lebih spesifik. Lipase akan meningkat
4-8 j a m setelah onset dan mencapai puncaknya pada Dapat dilakukan pemeriksaan amylase dan lipase serum,
24 j a m , dan bertahan lebih lama dibandingkan amilase tetapi umumnya tidak dijumpai adanya peningkatan.
yaitu 8-14 hari. Terdapat beberapa keadaan yang dapat A d a n y a maldigesti dapat diketahui dari p e n u r u n a n
mengakibatkan peningkatan amilase darah antara lain protein dan albumin serum, adanya malabsorpsi dari
kolesistitis akut, obstruksi duktus bilier, perforasi gaster pemeriksaan tinja lengkap. Untuk pemeriksaan yang
dan intestin, apendisitis akut, kehamilan ektopik, mumps, dianggap lebih spesifik dapat dilakukan pemeriksaan
keganasan paru, insufisiensi ginjal, makroamilasemia fekal elastase-1, kadarnya akan menurun bila terdapat
ketoasidosis diabetik, dan berbagai keadaan lainnya. " insufisiensi pankreas sejalan dengan derajat kerusakan
Pemeriksaan lain yang diperlukan untuk memperkirakan yang ada. Dapat pula dilakukan pemeriksaan tripsinogen
berat ringannya pankreatitis, perjalanan penyakit atau di serum. Untuk kerusakan pada endokrin pankreas dapat
prognosisnya yaitu : pemeriksaan hematologi lengkap, dilakukan pemeriksaan gula darah puasa/ 2 j a m post
ureum, kreatinin, AST, ALT, fosfatase alkali, gama glutamil prandial, tes toleransi glukosa atau H b A l c . Bila diduga
transferase (GGT), bilirubin, protein total - albumin, penyebabnya adalah autoimun maka dapat dilakukan
glukosa, kalsium, pemeriksaan gas darah, elektrolit, LDH. pemeriksaan komplemen, immunoglobulin, ANA, CRP dan
Untuk mengetahui derajat inflamasi-infeksi dilakukan faktor rheumatoid.^'^^
pemeriksaan C-reaktif protein (CRP), prokalsitonin (PCT),
interleukin-6, TNF-alfa dan komplemen. Pemeriksaan CRP
dan PCT merupakan parameter yang peningkatannya FIBROKISTIK PANKREAS
digunakan untuk memonitor apakah penderita mengalami
infesi berat sistemik, akan terjadi kegagalan organ dan Kelainan fibrokistik pankreas adalah suatu kelainan
jatuh ke systemic inflammatory response syndrome (SIRS). herediter resesif autosomal yang lebih sering diumpai
Peningkatan hematokrit dan CRP dihubungkan dengan di etnik Eropa. Kelainan ini ditandai dengan sekresi
terjadinya nekrosis. Bila dicurigai timbulnya disseminated abnormal berbagai organ eksokrin seperti pankreas,
intravascular coagulation (DIC) maka perlu dilakukan kelenjar liur, peritrakheal dan peribronkial, kelenjar
pemeriksaan hemostasis lengkap dan D-Dimer Untuk lakrimalis, kelenjar di intestin dan duktus biliaris serta
mencari penyebab infeksi dapat dilakukan pemeriksaan berbagai organ lain. Gangguan pada kelenjar di intestin
mikrobiologik. mengakibatkan terjadinya ileus mekonium pada bayi
saat baru lahir. Pada masa kanak-kanak dijumpai adanya
gangguan pertumbuhan akibat malabsorpsi sedangkan
PANKREATITIS KRONIK pada masa yang lebih dewasa dijumpai adanya penyakit
paru kronis.^^°"
Pankreatitis kronis ditandai dengan terjadinya destruksi Gangguan yang terjadi adalah gangguan transpor
progresif ireversibel dari pulau-pulau dan jaringan asinar sodium dan klorida melalui epitelium sehingga terbentuk
pankreas dan akhirnya menimbulkan inflamasi menahun sekret dan mukus yang kental sekali. Fibrokistik pankreas
dan fibrosis. Pada keadaan ini terjadi penurunan produksi disebabkan oleh mutasi gen untuk protein cystic fibrosis
enzim pankreas sehingga digesti nutrien tidak berjalan transmembrane conductance regulator (CFTR). Gen ini
230 LABORATORIUM KLINIK

berperan pada regulasi komponen sekret dari berbagai organ pancreas, i n c l u d i n g cystic fibrosis. I n F e l d m a n M F , F r i e d m a n
I ^ , Sleisinger M H . Gastrointestinal and Liver Disease. Eds.
tubuh. Pada keadaan tertentu akibat malabsorpsi mungkin
7th ed. Saunders, Philadelphia 2002:pp.881-906.
terjadi gangguan malabsorpsi vitamin K dan berakibat pada 11. R o w e S M , M i l l e r S, S o r c h e r EJ. C y s t i c f i b r o s i s . N E n g l J M e d
gangguan hemostasis terutama pada anak.^^ 2005;352:1992-2001.
12. W a n g L , F r e e d m a n S D . L a b o r a t o r y test f o r the diagnostic o f
cystic fibrosis. A m J C l i n P a t h o l 2002;117(suppll):S109-115.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan gen membutuhkan fasilitas laboratorium yang


canggih untuk mencari mutasi pada gen CFTR. Cara yang
lebih umum untuk mengetahui adanya kelainan ini dapat
dilakukan pemeriksaan kadar Na dan CI dalam keringat.
Dengan adanya kemajuan tekhnologi pemeriksaan pada
keringat dapat dilakukan dengan alat otomatik sama
seperti pemeriksaan elektrolit dari serum.
Pada anak bila ditemukan kadar klorida > 60 meq/L
sebanyak 2 kali berturut-turut dianggap terdapat fibrokistik
pankreas. Kadar antara 40-60 meq/L dianggap borderline
dan kadar < 40 meq/L dianggap negative. Kadar pada
wanita dewasa bervariasi, puncaknya adalah 5-10 hari
sebelum haid, yaitu sedikit di bawah 65 meq/L. Pada laki-
laki dewasa kadarnya berfluktuasi sekitar 70 meq/L. Bila di
suatu negara dijumpai cukup banyak fibrosis kistik maka
dapat dilakukan pemeriksaan penapisan pada bayi baru
lahir {newborn screening) dengan menggunakan kertas
saring. Bila dicurigai infeksi berulang dapat dilakukan
pemeriksaan biakan dan resistensi.^^^

REFERENSI

1. P a n d o l SJ. Pancretic p h y s i o l o g y a n d secretory testing. I n


F e l d m a n M F , F r i e d m a n LS, Sleisinger M H . Gastrointestinal
and L i v e r Disease. Eds. 7 t h e d .Saunders, Philadelphia
2002:pp.871-80.
2. B l u t h M H , h a r d i n R E , T e n n e r S, Z e n i l m a n M E , T h e a t t r e
GA. Laboratory diagnosis of gastrointestinal and pancreatic
disorders. I n McPherson & Pincus: Henry's Clinical Diagnosis
a n d M a n a g e m e n t b y L a b o r a t o r y M e t h o d s . Eds 21st. W B
Saunders Company, Philadelphia 2006:ppl421-9.
3. D i m a g n o E P , C h a r i S. A c u t e pancreatitis. I nF e l d m a n M F ,
F r i e d m a n L S ,Sleisinger M H . Gastrointestinal and Liver
Disease. Eds. 7th ed. Saunders, Philadelphia 2002:pp.913-
41.
4. B l a m e y S L , I m r i e C W , O ' N e i l J, G i l m o u r W H , C a r t e r D C .
Prognostic factors i n acute pancreatitis. G u t 1984;25:1340-6.
5. U KW o r k i n g Party o n Acute Pancreatitis. U K Guidelines for
the management o f acute pancreatitis. G u t 2005;54{suppl
III):iiil-9.
6. M o o r e E M . A useful m n e m o n i c for severity stratification i n
acute pancreatitis. A n n R Coll S u r g Engl 2000;82:16-7.
7. Banks P A ,F r e e m a n M L . Practice guidelines i n acute
pancreatitis. A m J gastroenterol 2006;101:2379-400.
8. F r o s m a r k CE. Chronic pancreatitis. I n F e l d m a n M F , F r i e d m a n
LS, Sleisinger M H . Gastrointestinal and Liver Disease. Eds.
7th ed. Saunders, Philadelphia 2002:pp.943-69.
9. Steer M L , W a x m a n I , F r e e d m a n S. C h r o n i c pancreatitis. N
Engl J M e d 1995;332:1482-90.
10. W h i t c o m b D C .Hereditary and childhood disorders o f the
27
URINALISIS
Diana Aulia, Aida Lydia

PENDAHULUAN SPESIMEN

Pemeriksaan urin dapat memberikan banyak informasi Untuk mendapatkan spesimen yang benar-benar
tentang keadaan fisiologi dan patologi tubuh. Pemeriksaan m e n u n j u k k a n k e a d a a n p a s i e n , perlu diperhatikan
urin memberikan informasi tentang keadaan sistemik beberapa aspek yaitu waktu dan periode pengumpulan,
secara umum maupun lebih khusus pada keadaan ginjal makanan dan obat-obatan yang dimakan pasien, serta
dan saluran kemih. cara pengambilan.
Sejarah pemeriksaan urin telah ada sejak Hippocrates, Spesimen yang didapat harus ditampung dalam
Aristoteles dan Mesir kuno. Namun, uroskopi menggunakan wadah yang bersih dan kering. Tutup wadah tidak mudah
labu urin pertama kali dipublikasikan oleh Johannes de bocor, dengan bukaan minimal 5 cm. Wadah urin harus
Ketham {Fasciculus Medicinae) pada tahun 1491, terutama dilabel dengan baik. Spesimen harus dikirim segera
melihat warna urin.^ ke laboratorium dan dilakukan pemeriksaan sebelum
Pemeriksaan urinalisis saat ini terdiri dari pemeriksaan 2 j a m , jika terjadi keadaan-keadaan dimana urin tidak
makroskopik, mikroskopik/ sedimen dan kimia urin. dapat diperiksa dalam waktu kurang dari 2 j a m , maka
Pemeriksaan kimia urin dapat dikerjakan menggunakan perlu pengawetan urin. Tabel 2 menunjukkan beberapa
carik celup, yang terdiri dari pemeriksaan pH, berat jenis, keuntungan dan kerugian pengawet urin.
protein, glukosa, keton, eritrosit, bilirubin, urobilinogen,
nitrit, dan leukosit. Pemeriksaan sedimen urin dikerjakan
untuk mendeteksi dan mengidentifikasi partikel yang PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
tidak larut dalam urin secara mikroskopik. Cara baru
menggunakan alat otomatis untuk pemeriksaan partikel Pemeriksaan makroskopik terutama melihat warna dan
urin berdasarkan flowcytometry. partikel yang terlihat dalam urin. Tabel 3 menunjukkan
penyebab perubahan warna urin. Kekeruhan urin dapat
disebabkan oleh keadaan patologik misalnya karena
PERSIAPAN PASIEN adanya eritrosit, leukosit, bakteri, jamur, sel epitel, kristal
abnormal, cairan limfa maupun lemak. Penyebab kekeruhan
Pasien perlu diinformasikan tentang jenis pemeriksaan non patologik dapat berupa sel epitel skuamosa, mukus,
dan syarat spesimen yang diinginkan. Untuk menghindari semen, kontaminasi fekal, kontras media radiografik,
kontaminasi urin, perlu dilakukan pembersihan sekitar bedak ataupun krim vaginal."
uretra sebelum urin dikumpulkan. Tabel 1 menyajikan Urin normal beraroma khas akibat adanya asam volatil.
tipe spesimen urin dan cara pengambilannya. Hubungan Urin tanpa bau dapat dijumpai pada nekrosis tubular Bau
seksual perlu dihindari satu hari sebelum pengambilan pada urin dapat disebabkan oleh keadaan patologik atau
urin u n t u k m e n g h i n d a r i p e n i n g k a t a n p r o t e i n , sel masalah pengelolaan spesimen urin. Bau busuk dapat
atau kontaminasi oleh semen. Menstruasi dapat dijumpai pada infeksi saluran kemih. Bau seperti buah
mengkontaminasi urin. Kehamilan dapat menyebabkan dapat dijumpai pada ketonuria. Penyakit asam amino dapat
pyuria fisiologik.^ memberikan bau spesifik seperti bau tikus (fenilketonuria),

231
232 LABORATORIUM KLINIK

Tabel 1. Tipe dan Cara Pengambilan Spesimen Urin^

Tipe spesimen Cara Pengambilan Spesimen Untuk Pemeriksaan


Sewaktu Urin diambil ketika akan dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan rutin
Pagi Sebelum tidur berkemih, kemudian urin pagi pertama Pemeriksaan rutin
ditampung (sehingga urin telah berada di kandung Pemeriksaan kehamilan
kemih selama 8 jam) Pemeriksaan protein ortostatik
Puasa Urin pagi pertama ditampung setelah puasa dalam Pemantauan diabetes
jangka waktu tertentu
2 jam postprandial Urin diambil setelah 2 jam puasa Pemantauan diabetes
Tes glukosa
Tes t o l e r a n s i glukosa Urin dikumpulkan bersamaan dengan pengambilan Tes toleransi glukosa
(GTT) sampel darah selama GTT Jumlah spesimen tergantung Keton
lamanya tes, biasanya terdiri dari urin puasa, Vi, 1,2,3 (Dilaporkan bersama dengan hasil tes
jam atau ditambah 4,5,6 jam. darah)
24 jam Hari I, jam 7 pagi pasien berkemih, urin dibuang. Pemeriksaan kimia kuantitatif (misal:
Setelah itu semua urin ditampung sampai jam 7 pagi kreatinin urin)
hari II, pasien berkemih dan urin ditampung.
Kateterisasi Urin dalam keadaan steril dikumpulkan dengan kateter Kultur bakteri
melalui uretra ke kandung kemih
Midsteram dean-catch Meatus uretra dan sekitarnya dibersihkan dengan Skrining rutin
antiseptik ringan,misal: heksaklorofen/betadin untuk Kultur bakteri
wanita dan benzalkonium/alkohol untuk laki-laki. (lebih tidak invasif daripada kateterisasi)
Pasien disuruh membuang urin pertama, kemudian urin
selanjutnya ditampung pada wadah steril
Aspirasi suprapubik Urin didapatkan langsung dari kandung kemih melalui Sitologi
aspirasi Kultur bakteri
3 Gelas (3 porsi) Pasien diminta untuk menampung urin pagi pertama Infeksi prostat
dengan cara:
Urin pertama 20-30 ml
Urin kedua ditampung pada saat tengah berkemih
Urin ketiga ditampung menjelang akhir berkemih
Spesimen pediatrik Urin d i d a p a t k a n d e n g a n c a r a m e n e m p e l k a n Pemeriksaan rutin
kantong plastik khusus (urinal bag) pada alat genital, Kultur bakteri
kateterisasi, supra pubik aspirasi

tengik/anyir (tirosinuria), sirup maple, kubis (malabsorpsi epitel transisional, epitel gepeng dan epitel tubuli ginjal.
metionin), keringat (asam isovalerik/glutarik), ikan busuk Epitel transisional melapisi pelvis ginjal hingga uretra
(trimetilaminuria).^ bagian proksimal. Epitel ini berukuran 2-4 kali leukosit,
bentuk bulat seperti buah pir. Epitel gepeng melapisi
uretra bagian distal dan v a g i n a , berbentuk g e p e n g ,
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK besar, tepi tidak beraturan dengan inti kecil. Epitel
tubuli ginjal berukuran sedikit lebih besar dari limfosit,
Evaluasi mikroskopik urin dilakukan melalui evaluasi inti bulat dan besar, dapat bentuk gepeng, kubus atau
sedimen dari hasil sentrifugasi 12 mL urin. Tabel 4 dan lonjong. Peningkatan jumlah epitel tubuli dapat dijumpai
Tabel 5 memberikan ringkasan dan gambaran unsur-unsur pada kerusakan tubulus ginjal seperti pada pielonefritis,
pada pemeriksaan sedimen urin. nekrosis tubulus akut, intoksikasi salisilat, reaksi penolakan
transplantasi ginjal.

UNSUR ORGANIK Eritrosit


Eritrosit normal pada sedimen urin hanya 0-1/LPB. Pada
Epitel urin yang encer (hipotonik) eritrosit akan menggembung
Epitel normal hanya sedikit dijumpai pada sedimen urin, sedangkan urin yang pekat (hipertonik) eritrosit akan
jumlahnya dapat meningkat pada keadaan radang. Jenis mengkerut. Eritrosit yang m e n g g e m b u n g dapat sulit
epitel yang dapat dijumpai pada sedimen urin adalah dibedakan dengan leukosit. Untuk m e m b e d a k a n n y a
URINALISIS
233

Tabel 2. Pengawet Urin^

Pengawet Keuntungan Kerugian informasi tambahan


Pendinginan Tidak mengganggu tes Peningkatan berat jenis Dapat mencegah p e r t u m b u h a n
kimia P r e s i p i t a t f o s f a t dan urat bakteri selama 24 jam
amorf
Timol Baik menyimpan glukosa dan Menganggu tes presipitasi asam
(1 butir untuk sedimen untuk protein
urin 24 jam) Kadar tinggi dapat menggangu
tes 0-toluidin.
Asam borat M e n y i m p a n protein dan Jumlah banyak dapat Menjaga pH berkisar 6.0
elemen yang terbentuk menyebabkan presipitat kristal Bakteriostatik (tidak bakterisidal)
dengan baik pada 1 8 g / l ; d a p a t d i g u n a k a n
Tidak menganggu dengan untuk transpor kultur
analisis rutin selain pH M e n g a n g g u analisis obat dan
hormon
Formalin atau Sangat baik untuk Menganggu pemeriksaan Penampung untuk hitung sel dapat
formaldehid 40% pemeriksaan sedimen reduksi cuprum dinaikkan dengan formalin untuk
(1-2 ml untuk urin Menyebabkan clumping penyimpanan sel dan casts lebih
24 jam) sedimen baik
Kloroform Tidak ada Tenggelam pada dasar Dapat menyebabkan perubahan sel
spesimen, mengganggu analisis
sedimen
Toluen Tidak menganggu tes Mengambang pada permukaan
(2-5 ml untuk urin rutin spesimen dan berikatan pada
24 jam) pipet dan bahan tes
Sodium fluorida Mencegah glikolisis M e n g h a m b a t strip r e a g e n Tidak akan m e n g a n g g u tes
Baik u n t u k m e n y i m p a n untuk pemeriksaan glukosa, heksokinase untuk glukosa
analisis obat darah, dan leukosit S o d i u m b e n z o a t lebih baik
digunakan dibanding fluorida
Fenol Tidak mempengaruhi tes Menyebabkan perubahan bau
(1 tetes/ons rutin
spesimen)
Commercial Nyaman digunakan Dapat mengandung satu atau Teliti k o m p o s i s i t a b l e t u n t u k
preservative tablet ketika pendinginan tidak lebih pengawet diatas termasuk menentukan kemungkinan efek
memungkinkan sodium fluorida pada pemeriksaan
Konsentrasi dikontrol
untuk meminimalkan
gangguan
Urin C + S Urinalisis dan kultur dapat Menurunkan pH Pengawet: asam Borat
Transporkit dilakukan pada saat
(Becton Dikinson) bersamaan

tambahkan beberapa larutan asam asetat 2%, eritrosit akan Leukosit


pecah sedangkan leukosit tidak. Eritrosit perlu dibedakan Pada keadaan normal ditemukan leukosit 0-5/LPB. Pada
dengan sel ragi dan tetesan lemak. Sel ragi berbentuk oval urin yang hipotonik dan basa, leukosit akan membengkak
dan mempunyai tunas (budding), dinding selnya tampak dan pecah. Pada urin yang hipertonik, leukosit akan
seperti 2 lapis. mengkerut. Peningkatan jumlah leukosit dapat ditemukan
Morfologi eritrosit dapat m e m b e r i k a n petunjuk pada keadaan infeksi seperti pielonefritis, sistitis, uretritis,
apakah hematuria glomerular atau ekstraglomerular. maupun pada keadaan lain seperti: glomerulonefritis,
Pada h e m a t u r i a g l o m e r u l a r d i t e m u k a n eritrosit dehidrasi, demam, SLE.
d i s m o r f i k >70%. Eritrosit berbentuk akantosit > 5 %
mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis. Hematuria Silinder
glomerular j u g a sering ditandai dengan ditemukannya Terbentuk di tubulus distalis dan tubulus kontortus. Silinder
silinder eritrosit dan proteinuria. Hematuria dengan ini memberikan gambaran mikroskopik mengenai keadaan
eritrosit eumorfik terutama berasal dari saluran nefron. Faktor-faktor penunjang untuk terbentuknya
kemih bawah dapat disebabkan oleh tumor, batu atau silinder antara lain berkurangnya aliran urin, suasana asam,
infeksi.^ urin yang pekat, dan proteinuria.
234 LABORATORIUM KLINIK

lliUy!VNm.UJ
Warna urin Penyebab Korelasi klinik
Tidak berwarna Konsumsi cairan Biasanya diamati dengan spesimen sewaktu
Kuning/Srrovv Poliuria atau diabetes insipidus Peningkatan volume urin 24 jam
Kuning pucat Diabetes melitus Peningkatan berat jenis dan tes glukosa positif
Kuning Gelap Urin terkonsentrasi Normal setelah berolahraga dan spesimen pagi hari
Amber
Oranye Dehidrasi dari demam atau luka bakar
Bilirubin Busa kuning waktu dikocok dan tes kimia bilirubin positif
Tes bilirubin negatif dan kemungkinan floresensi hijau
Akriflavin Larut dalam petroleum eter
Wortel /vitamin A Obat untuk infeksi saluran kemih
Piridium Dapat mempunyai busa oranye dan pigmen oranye yang dapat
menganggu pembacaan strip reagen
Antibiotik diberikan untuk infeksi saluran kemih
Nitrofurantoin
Kuning hijau Bilirubin teroksidasi menjadi Busa berwarna dalam urin asam dan false negatif pada tes kimia
Kuning coklat biliverdin untuk bilirubin
Hijau Infeksi pseudomonas Kultur urin positif
Biru-hijau Amitriptilin Antidepresan
Metokarbamol Relaksan otot
Klorets
Indikan Infeksi bakteri
Biru metilen
Fenol Ketika teroksidasi
Merah muda Sel darah merah Spesimen keruh dengan tes kimia positif untuk darah dan sel darah
Merah terlihat pada mikroskop
Spesimen jernih dengan tes kimia positif; plasma mungkin
Hemoglobin merah
Urin jernih dengan tes kimia positif; plasma tidak berwarna
Mioglobin Tersedia tes identifikasi yang spesifik
Tes kimia darah negatif
Dideteksi dengan tes skrining Watson-Schwartz atau floresensi
dibawah sinar ultraviolet
Porfirin
Urin alkali pada orang yang dicurigai dengan kelainan genetik
Spesimen keruh dengan sel darah merah, mukus, dan bekuan
Antikoagulan

fieefs

Kontaminasi menstruasi
Fenomendione
Coklat Sel darah merah teroksidasi menjadi Terlihat pada urin asam setelah berdiri; tes kimia untuk darah
Hitam methemoglobin positif
Methemoglobin Hemoglobin denaturasi
Asam homogen (alkaptonuria) Tampak urin basa setelah berdiri; terdapat tes spesifik
Melanin atau melanogen Urin menggelap setelah berdiri dan bereaksi terhadap nitropruside
dan ferri clorida
Derivat fenol Menganggu pemeriksaan reduksi cuprum
Argirol (antiseptik) Warna menghilang dengan ferri klorida
Metildopa atau levodopa Antihipertensi
Metronidazol Flagyl, menggelap pada saat dibiarkan
URINALISIS 235

Tabel 4. Unsur Organik pada Pemeriksaan Mikroskopik

Unsur Keterangan Gambar Sumber


Eritrosit Tanpa inti, bulat, bikonkaf Departemen Patologi Klinik
FKUI/RSUPNCM

Leukosit Ukuran s e k i t a r 2 kali D e p a r t e m e n Patologi Klinik


eritrosit, dengan inti/sitoplasma FKUI/RSUPNCM
granular

Epitel
Skuamosa Ukuran besar, 5-7x eritrosit, Departemen Patologi Klinik
sitoplasma tipis, inti kecil FKUI/RSUPNCM

Transisional Ukuran 4-6x eritrosit, bentuk Departemen Patologi Klinik


sferis, inti bulat, kadang terdapat FKUI/RSUPNCM
dua inti.

Renal Ukuran 3-Sx eritrosit, bentuk Departemen Patologi Klinik


polihedral/memanjang, FKUI/RSUPNCM
s i t o p l a s m a granular, inti
bulat, sukar t e r l i h a t t a n p a
pewarnaan.

Silinder Seperti silinder dengan sisi


paralel, batas Jelas.
Hialin Tidak b e r w a r n a , h o m o g e n , Departemen Patologi Klinik
semitransparan FKUI/RSUPNCM

Eritrosit Berisi eritrosit Fogo^


LABORATORIUM KLINIK
236
rijnsur Oi^ia^^
Unsur Keterangan Gambar Sumber

Leukosit Berisi leukosit Departemen Patologi Klinik


FKUI/RSUPNCM

Epitel Berisi epitel


Granular Isi granular, dapat terlihat sel McPherson
sisa

Mikroba
Bakteri Bentuk cocci, batang Mundt

Jamur/ragi Mirip eritrosit, dengan budding, D e p a r t e m e n Patologi Klinik


pseudohifa. FKUI/RSUPNCM

Jenis-jenis silinder urin adalah sebagai berikut: Ditemukannya silinder leukosit di urin menandakan
infeksi atau inflamasi pada nefron. Leukosit yang paling
a. Silinder hialin
sering dijumpai membentuk silinder iaIah netrofil. Bila
Silinder yang paling sering terbentuk, sebagian besar
terjadi degenerasi sel terbentuklah silinder berbutir
terdiri dari protein Tamm-Horsfall, tidak berwarna,
yang dapat dijumpai pada pielonefritis kronik dan
homogen, transparan. Normal 0-2/LPK, dan dapat
glomerulonefritis kronik.
dijumpai pada urin normal.
d. Silinder berbutir/granula halus
b. Silinder eritrosit
Berasal dari degenerasi silinder leukosit dan agregasi
M e n a n d a k a n a d a n y a h e m a t u r i a . Dijumpai pada
protein serum ke dalam mukoprotein. Bila stasis
keadaan-keadaan yang m e n y e b a b k a n kerusakan
berlangsung lama maka butir kasar akan berubah
glomerulus, atau kapiler ginjal seperti pada
menjadi butir halus. Dijumpai pada penyakit ginjal
glomerulonefritis akut, trauma ginjal, infark ginjal,
tahap lanjut.
sindrom Goodpasture yang terdiri dari perdarahan
e. Silinder lilin
paru, g l o m e r u l o n e f r i t i s dan a d a n y a antibodi
Berasal dari silinder berbutir halus yang mengalami
membrana basalis. Silinder eritrosit mudah dikenali
degenerasi lebih lanjut. Bersifat refraktil dengan
karena refraktil dan warnanya bervariasi dari kuning
tekstur y a n g kaku s e h i n g g a m u d a h m e n g a l a m i
hingga coklat.
fragmentasi ketika melewati tubulus. Bentuknya tidak
c. Silinder leukosit
teratur, dan kadang-kadang terlihat sebagai "cork-
URINALISIS 237

screw" appearance. Dijumpai pada keadaan gagal Unsur Anorganik


ginjal kronik, nefropati diabetik, amiloidosis ginjal. Dalam keadaan normal dapat ditemukan unsur anorganik
f. Silinder epitel berupa kristal kalsium oksalat, kristal tripel fosfat, urat
Terbentuk dari deskuamasi sel-sel epitel tubuli ginjal. amorf dan fosfat amorf. Dalam keadaan patologis dapat
Dijumpai pada degenerasi dan nekrosis tubulus ginjal ditemukan kristal kolesterol, kristal sistin atau kristal
misalnya pada infeksi virus (hepatitis, sitomegalo), leusin.
reaksi penolakan transplantasi ginjal.
g. Silinder lemak
Mengandung butir-butir lemak bebas yang merupakan PEMERIKSAAN KIMIA URIN
degenerasi lemak dari epitel tubuli dan oval fat bodies.
Dijumpai pada sindrom nefrotik, glomerulonefritis Pemeriksaan kimia urin dilakukan dengan menggunakan
kronik, dan LES. uji carik celup, biasanya terdiri dari 10 parameter yaitu
berat jenis, pH, darah, protein, glukosa, keton, bilirubin,
Mikroba urobilinogen, leukosit esterase dan nitrit. Tabel 6 secara
Bakteri, parasit dan jamur dapat ditemukan dan membantu ringkas menunjukkan makna klinis pemeriksaan kimia
menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih. pada uji carik celup urin.

Tabel 5. Unsur Anorganik pada Pemeriksaan Mikroskopik


Unsur Keterangan Gambar Sumber

Urin asam
Urat amorf Granulasi kuning kemerahan, Strasinger"
seperti debu bata

Asam urat Bentuk oval d e n g a n u j u n g m- Departemen Patologi Klinik


tajam, seperti lemon atau FKUI/RSUPNCM
tong.Patologik pada bahan
segar.

Kalsium oksalat Bentuk seperti amplop Departemen Patologi Klinik


FKUI/RSUPNCM

Urin basa
Fosfat amorf Bentuk bulat halus Simerville^
238 LABORATORIUM KLINIK

Tabel 5. Unsur Anorganik pada Pemeriksaan Mikroskopik


Unsur Keterangan Gambar Sumber

Tripel fosfat Bentuk seperti tutup peti Departemen Patologi Klinik


FKUI/RSUPNCM

Kalsium karbonat Granul halus seperti barbel/ Strasinger '*


dumbbell

Sistin Heksagon, tipis, berlaminasi Siegenthaler *

Tirosin S e p e r t i j a r u m halus, t a n p a Strasinger"


warna

Leusin Sferis, kuning, seperti minyak, Siegenthaler ^


pada urin asam

Kolesterol Seperti lembar h e k s a g o n a l ''I^K^^ Departemen Patologi Klinik


rata dengan tepi bertakik FKUI/RSUPNCM

V >
URINALISIS
239

Tabel 5. Unsur Anorganik pada Pemeriksaan Mikroskopik


Unsur Keterangan Gambar Sumber
Bilirubin Seperti jarum, coklat Mundt"
kemerahan, seperti rumpun/
sferis

Hemosiderin Granul kasar, kuning-coklat McPherson


d a l a m keadaan bebas atau
dalam sel/silinder

Ampicillin Seperti jarum, panjang, halus, Strasinger *


tidak berwarna

Berat Jenis perubahan warna pada indikator pH tertentu berbeda


Pemeriksaan berat jenis pada carik celup didasarkan pada antara urin yang mengandung protein dengan urin yang
perubahan konstanta disosiasi (pKa) dari polielektrolit tidak mengandung protein. Tanpa adanya dapar, jika tidak
(methylvinyl ether maleic anhydride). Polielektrolit yang terdapat protein, indikator seperti tetrabromphenolblue
terdapat pada carik celup akan mengalami ionisasi, akan b e r w a r n a biru pada pH 4, tetapi j i k a terdapat
menghasilkan ion hidrogen (H+). Ion H+ yang dihasilkan protein, akan terjadi perubahan warna menjadi biru pada
tergantung pada jumlah ion yang terdapat dalam urin. pH 3. Dengan adanya dapar asam yang mempertahankan
Pada urin dengan berat jenis yang tinggi, ion H+ yang pH 3, indikator tetrabromphenol blue akan berwarna
dihasilkan lebih banyak, sehingga pH pada pad carik kuning jika tidak ter-dapat protein dan akan berubah
celup m e n j a d i a s a m dan m e n y e b a b k a n perubahan w a r n a menjadi hijau sampai biru sesuai dengan
warna indikator bromthymol blue. Bromthymol blue akan konsentrasi protein dalam spesimen. Hasilnya dilaporkan
berwarna biru tua hingga hijau pada urin dengan berat sebagai negatif, trace, 1+ (30 mg/dL), 2+ (100 mg/dL),
jenis rendah dan berwarna hijau kekuning-kuningan jika 3+ (300 mg/dL) atau 4+ (2000 mg/dL). Pemeriksaan ini
berat jenis urin tinggi." dipengaruhi oleh pH urin yang sangat basa (pH 9), yang
tidak dapat diatasi sistem dapar, sehingga pH pada uji
pH carik celup berubah dan mempengaruhi hasil pembacaan
Pemeriksaan pH menggunakan indikator ganda (methyl protein. Penting diketahui bahwa uji carik celup terutama
red dan bromthymol blue), akan terjadi perubahan warna untuk mendeteksi albumin urin. Sensitivitas reagen
sesuai pH y a n g berkisar dari j i n g g a hingga kuning uji carik celup untuk deteksi protein bervariasi pada
kehijauan dan biru. Kisaran pemeriksaan pH meliputi pH 5-30 mg/dL.^ A d a n y a protein Bence Jones dicurigai
5.0 sampai 8.5 dengan interval 0,5.8 apabila pada tes dipstik negatif (terutama mendeteksi
albumin), akan tetapi pada pemeriksaan proteinuria
Protein kuantitatif ditemukan protein dalam jumlah berlebihan.
Prinsip pemeriksaan protein dengan carik celup adalah Untuk mendeteksi adanya Immunoglobulin light chain
"protein error of indicators". Fenomena ini berarti bahwa diperlukan tes imunofiksasi.^
LABORATORIUM KLINIK
240

Tabel 6. Makna Kllnis Pemeriksaan Uji Carik Celup Urin'

Pemeriksaan Makna klinis

Berat jenis Diabetes insipidus, isosthenuria (kehilangan kemapuan konsentrasi tubular)


pH Kemampuan ginjal untuk ekskresi asam, disfungsi tubular distal, pH rendah pada asidosis, tinggi
pada alkalosis dan infeksi saluran kemih
Darah P e r d a r a h a n s a l u r a n kemih k a r e n a t r a u m a atau i r i t a s i , i n f e k s i k a n d u n g k e m i h ,
glomerulonefritis, pielonefritis, luka bakar, tumor, paparan bahan kimia, reaksi transfusi, menstruasi,
mioglobin
Protein Kerusakan membran glomerular, defek reabsorpsi tubular, protein Bence Jones, nefropati diabetik,
peningkatan transien karena demam, latihan fisik, dehidrasi, fase akut penyakit, kehamilan,
proteinuria ortostatik/postural
Glukosa Diabetes melitus, kehamilan, defek reabsorpsi tubular
Keton Diabetes melitus, diet, kelaparan
Bilirubin Kerusakan hati, obstruksi saluran empedu
Urobilinogen Kerusakan hati, hemolisis, porfirinuria
Leukosit esterase Infeksi saluran kemih: sistitis, pielonefritis
Nitrit Sistitis, pielonefritis

Glukosa dari kuning hingga biru gelap. Hasilnya dilaporkan sebagai


Glukosa oksidase pada uji carik celup akan mengkatalisis negatif, non-hemolyzed trace (10 eritrosit/|jL, hemolyzed
reaksi oksidasi glukosa sehingga terbentuk asam glukonat trace, 1+ (25 eritrosit/pL), 2+ (80 eritrosit/pL) atau 3 +
dan hidrogen peroksida. Enzim kedua pada uji carik celup (200 eritrosit/pL). Sensitivitas carik celup bervariasi pada
adalah peroksidase yang mengkatalisis reaksi antara 5-20 eritrosit/pL atau 0,05-0,3 mg/dL hemoglobin.^
hidrogen peroksida dengan kalium iodida. Kalium iodida Penting untuk diingat hasil positif juga bisa ditemukan
akan teroksidasi membentuk senyawa yang berwarna dari pada k e a d a a n d i m a n a t i d a k a d a e r i t r o s i t , s e p e r t i
biru muda, hijau sampai coklat tua. Hasilnya dilaporkan pada hemoglobinuria akibat hemolisis intravaskular,
sebagai negatif, trace (100 mgldL), 1+ (250 mg/dL), 2+ mioglobinuria.^
(500 mg/dL), 3+ (1000 mg/dL) atau 4+ (>2000"mg/
dL). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh zat yang Bilirubin
mengganggu reaksi enzimatik atau zat reduktor, seperti Reaksi bilirubin dengan senyawa diazotizeddichioroaniline
asam askorbat, asam homogentisat, aspirin dan levodopa. dalam suasana asam kuat akan menghasilkan suatu
Sensitivitas reagen uji carik celup untuk deteksi glukosa kompleks yang berwarna coklat muda hingga merah
bervariasi pada 5 0 - 150 mg/dL.^ coklat. Hasilnya dilaporkan sebagai negatif, 1+ (0,5 mg/
dL), 2+ (1 mg/dL) atau 3+ (3 mg/dL). Sensitivitas reagen
Keton uji carik celup untuk deteksi bilirubin bervariasi pada 0,2
Uji ini didasarkan pada reaksi antara asam asetoasetat - 1 mg/dL.8
dalam urin dengan senyawa nitroprusida. Warna yang
dihasilkan adalah coklat muda jika tidak terjadi reaksi Nitrit
dan ungu untuk hasil yang positif. Hasilnya dilaporkan Nitrat y a n g t e r d a p a t d a l a m urin a k a n m e n g a l a m i
sebagai negatif, trace (5 mg/dL), 1+ (15 mg/dL), 2+ (40 reduksi oleh bakteri yang mempunyai reduktase
mg/dL), 3+ (80 mg/dL) atau 4+ (160 mg/dL). Sensitivitas m e n g h a s i l k a n n i t r i t . P e r u b a h a n m e n j a d i nitrit ini
reagen uji carik celup untuk deteksi keton bervariasi pada m e m e r l u k a n w a k t u s e k u r a n g n y a 4 j a m . Nitrit y a n g
5-10 mg/dL.8 t e r b e n t u k akan bereaksi d e n g a n a s a m p-arsanilat,
membentuk senyawa diazonium yang bergabung dengan
Darah senyawa ^,2,3,4-tetrahydrobenzo{h)qu^nolin dalam suasana
Reagen pada uji carik celup urin dapat mendeteksi eritrosit, asam, sehingga pita yangberwarna putih akan berubah
hemoglobin bebas dan mioglobin. Eritrosit intak akan menjadi merah muda. Derajat warna merah muda yang
lisis pada test pad. Hemoglobin dan mioglobin memiliki bagaimanapun dapat diartikan sebagai reaksi yang positif.
aktivitas pseudoperoksidase yang akan bereaksi dengan Hasilnya dilaporkan sebagai negatif atau positif Faktor
H^O^ menghasilkan 0^ akan mengoksidasi substrat yang mempengaruhi adalah diet yang tidak mengandung
kromogen sehingga terjadi perubahan warna kromogen nitrat, antibiotika yang menghambat metabolisme bakteri
URINALISIS 241

dan reduksi nitrit menjadi nitrogen. Bakteri penyebab PENYEBAB POSITIF PALSU DAN NEGATIF PALSU
infeksi saluran kemih yang menghasilkan nitrit adalah E.
coli, Enterobacter, Citrobacter, Klebsiella dan Proteus sp. Faktor tertentu dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
Untuk reduksi nitrat menjadi nitrit, urin harus terpapar urinalisis sehingga perlu evaluasi teliti untuk interpretasi
bakteri saluran kemih selama minimal 4 j a m . Sensitivitas urinalisis. Tabel 7 menyajikan faktor yang dapat
reagen uji carik celup untuk deteksi nitrit bervariasi pada menyebabkan hasil palsu pada pemeriksaan uji carik
0 , 0 5 - 0 , 1 mg/dL« celup urin.

Urobilinogen
Uji ini didasarkan pada modifikasi uji reaksi Ehrlich, P O L A H A S I L U R I N A L I S I S PADA BEBERAPA
p-diethylaminobenzaldehyde bereaksi dengan urobilinogen KEADAAN
urin dalam suasana asam kuat m e n g h a s i l k a n warna
berkisar dari jingga sampai merah tua. Sensitivitas reagen Pada infeksi saluran kemih sering ditemukan nitrit positif,
uji carik celup untuk deteksi urobilinogen umumnya pada jumlah leukosit meningkat, bakteri positif Pada pielonefritis
0,2 EU.^ Hasilnya dilaporkan dalam Ehrlich Units (EU), dapat ditemukan silinder leukosit. Mikrohematuria sering
yaitu 0,2 EU, 1 EU, 2 EU, 4 EU atau 8 EU. 1 EU sebanding dijumpai dengan proteinuria ringan, eritrosit eumorfik atau
dengan 16 pmol/L. sebagian dismorfik dan tanpa peningkatan leukosit. Pada
sindrom nefrotik ditemukan proteinuria masif, silinder hialin,
Leukosit Esterase silinder lilin, droplet lemak, oval fat bodies dan silinder
Pemeriksaan ini menunjukkan adanya reaksi esterase lemak. Pada sindrom nefritik ditemukan protein (+ +) sampai
granulosit yang menghidrolisis derivat ester naftil. Naftil (+ ++), hemoglobin positif, eritrosit dismorfik, akantosit
yang dihasilkan, bersama dengan garam diazonium akan dan silinder eritrosit. Pada nekrosis tubular akut ditemukan
menghasilkan warna ungu. Hasilnya dilaporkan sebagai glukosuria ringan, silinder kasar dan silinder epitel. Pada
negatif, trace (15 leukosit/pL), 1 + (70 leukosit/pL), 2+ (125 nefritis tubulointerstisial akut ditemukan proteinuria ringan,
leukosit/pL) atau 3+ (500 leukosit/pL). Sensitivitas reagen leukosituria, silinder leukosit, eritrosituria, eosinofiluria.
uji carik celup untuk deteksi leukosit bervariasi pada 5 - Tabel 8 menunjuk-kan perbandingan tanda pada beberapa
20 leukosit/pL.« keadaan glomerulopati.^

Tabel 7. Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Carik Celup Urin*

Pemeriksaan Positif palsu Negatif palsu


Bilirubin Piridium Klorpromazin, selenium
Darah Dehidrasi, latihan fisik, hemoglobinuria, darah Captopril, peningkatan berat jenis, pH <5,1,
menstruasi, mioglobinuria proteinuria, vitamin C
Glukosa Keton, levodopa
Peningkatan berat jenis, asam urat, vitamin C
Keton Urin asam, peningkatan berat jenis, mesnex,
fenolftalein, metabolit levodopa Keterlambatan pemeriksaan urin

Leukosit esterase Kontaminasi Peningkatan berat jenis, glikosuria, ketonuria,


proteinuria, obat oxidator (sefaleksin,
nitrofurantaoin, tetrasiklin, gentamisin), vitamin
C
Nitrit Kontaminasi, paparan carik celup pada udara, Peningkatan berat jenis, peningkatan urobilinogen,
fenazopiridin bakteria nitrit reduktase negatif, pH<6.0, vitamin
C
Protein Urin alkali atau terkonsentrasi, fenazopiridin,
senyawa amonia Urin asam atau terdilusi, protein selain albumin
Berat jenis Larutan dextran, pewarna radiologi, proteinuria
Urobilinogen Peningkatan nitrit, fenazopiridin Urin alkali
242 LABORATORIUM KLINIK

Tabel 8. Perbandingan Giomerulopati'

Glomerulopati Temuan

Sindrom nefritik akut Hematuria dengan eritrosit dismorfik (akantosit), silinder eritrosit,
proteinuria
Tanda gagal ginjal akut, hipertensi, edema
Sindrom nefrotik Proteinuria >3,5 g/24jam, lipiduria
Edema hipoalbuminemia, hiperlipidemia, tendensi trombosis dan infeksi
Rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN) Hematuria (moderate-severe), proteinuria
Gagal ginjal dengan kehilangan fungsi 5 0 % dalam beberapa hari,
minggu,bulan, hipertensi
Asimptomatik Hematuria atau proteinuria terisolasi
Glomerulonefritis kronik Temuan urin nonspesifik

REFERENSI

1. T u r g e o n M L . L i n n e & Ringsrud>s Clinical L a b o r a t o r y Science.


6th ed. M a r y l a n d Heights: Elsevier Mosby; 2012. p. 358-436.
2. European Confederation of Laboratory Medicine. European
urinalysis guidelines. Scand J Lab Invest. 2000;60:1-96.
3. M c P h e r s o n R A , B e n - E z r a J. B a s i c e x a m i n a t i o n o f u r i n e .
In: McPherson R A , Pincus M R , editors. Henry>s clinical
diagnosis and m a n a g e m e n t b ylaboratory methods. 2 2 * ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 445-79.
4. Strasinger SK, D i Lorenzo MS. Urinalysis and body fluids. 5 *
ed. Philadelphia: F.A. Davis C o m p a n y ; 2008.
5. Sawyer B. Urinalysis and body fluid analysis. In: H u b b a r d
JD, editor. A concise r e v i e w o f clinical l a b o r a t o r y science.
2"'' e d . P h i l a d e l p h i a : L i p p i n c o t t W i l l i a m s & W i l k i n s ; 2 0 1 0 .
p. 313-59.
6. Siegenthaler W . Siegenthaler's differential diagnosis i n
internal medicine. Stuttgart: G e o r g T h i e m e Verlag; 2007. p .
831-41.
7. Fogo A B , N e i l s o n EG. Atlas o fu r i n a r y sediments and renal
biopsies. In: Fauci AS, Kasper D L , L o n g o D L , B r a u n w a l d E ,
H a u s e r S L , J a m e s o n JL, et al., e d i t o r s . H a r r i s o n > s p r i n c i p l e s
of internal medicine. 17th ed. N e w Y o r k : M c G r a w - H i l l ; 2008.
p. e53-60.
8. M u n d t LA, Shanahan K. Graff>s textbook of urinalysis and
b o d y f l u i d s . 2"'' e d . P h i l a d e l p h i a : L i p p i n c o t t W i l l i a m s &
Wilkins; 2011.
9. S i m e r v i l l e J A , M a x t e d W C , P a h i r a JJ. U r i n a l y s i s : a c o m p r e h e n -
sive r e v i e w . A m F a m Physician. 2005;71(6):1153-62.
28
PEMERIKSAAN TINJA
Diana Aulia

Pemeriksaan tinja biasanya terdiri dari pemeriksaan obstruktif atau pada pemakaian garam barium pada
makroskopik dan mikroskopik ditambah pemeriksaan pemeriksaan radiologik. Warna merah muda biasanya
kimia, hematologi, imunologi, dan mikrobiologi. oleh perdarahan yang segar di bagian distal, mungkin
Pemeriksaan kimia dapat terdiri dari pemeriksaan pH, pula oleh makanan seperti bit. Warna coklat dihubungkan
lemak, karbohidrat, tripsin, elastase, serta osmolalitas. dengan perdarahan proksimal atau dengan makanan,
Pemeriksaan hematologi berupa pemeriksaan darah samar seperti coklat atau kopi. Warna hitam disebabkan oleh
dan uji Apt. Pemeriksaan imunologik misalnya deteksi karbomedisinalis, obat-obatan yang mengandung besi,
toksin Clostridium dan alfa-1 antitripsin. Pemeriksaan atau melena.^
mikrobiologik dan parasitologi untuk deteksi mikroba dan
Bau. Bau normal tinja disebabkan oleh indol, skatol, dan
parasit dalam tinja.
asam butirat. Tinja menjadi lindi oleh karena pembusukan
protein yang tidak dicerna dan kemudian dirombak oleh
flora usus. Tinja dapat berbau asam karena peragian zat
PEMERIKSAAN TINJA RUTIN
gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Tinja dapat
berbau tengik karena perombakan zat lemak dengan
Persiapan dan Pengumpulan Bahan
pelepasan asam lemak.
Tinja untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal dari
defekasi spontan. Jika pemeriksaan sangat diperlukan, Konsistensi. Tinja normal agak lunak dan berbentuk. Pada
boleh juga sampel tinja diambil dengan jari bersarung dari diare, konsistensi tinja menjadi sangat lunak atau cair,
rektum. Tinja hendaknya diperiksa dalam keadaan segar; sedangkan pada konstipasi didapat tinja keras. Peragian
kalau dibiarkan mungkin sekali unsur-unsur dalam tinja itu karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan
menjadi rusak. Wadah sebaiknya yang terbuat dari kaca bercampur gas. Tinja lengket dapat disebabkan karena
atau dari bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti banyak mengandung lemak {steatorrhea).^^
plastik. Wadah harus bermulut lebar. Jika akan memeriksa Lendir. Adanya lendir berarti rangsangan atau radang
tinja, pilihiah bagian d e n g a n kemungkinan terbesar dinding usus. Kalau lendir itu hanya didapat di bagian luar
terdapat kelainan misalnya bagian yang bercampur darah tinja, lokasi iritasi mungkin di usus besar. Apabila lendir
atau lendir.^ bercampur dengan tinja, lokasi iritasi mungkin sekali
di usus kecil. Pada disentri, intususepsi, dan ileokolitis
Makroskopik mungkin didapat lendir saja tanpa tinja. Kalau lendir berisi
banyak leukosit, terdapat nanah pada feses.'
Warna. Warna tinja yang dibiarkan di udara menjadi
lebih tua karena terbentuk lebih banyak urobilin dari Darah. Perhatikan apa darah segar (merah terang), coklat
urobilinogen yang diekskresikan lewat usus. Urobilinogen atau hitam, serta apakah bercampur baur atau hanya
tidak berwarna s e d a n g k a n urobilin berwarna coklat di bagian luar tinja saja. Makin proksimal terjadinya
tua. Warna kuning bertalian dengan susu, jagung, obat perdarahan, makin bercampur darah dengan tinja dan
santonin, atau bilirubin yang belum berubah. Warna abu- makin hitam warnanya. Jumlah darah yang besar mungkin
abu mungkin disebabkan oleh karena tidak ada urobilin disebabkan oleh ulkus, varises dalam esofagus, karsinoma,
dalam saluran makanan dan hal itu didapat pada ikterus atau hemoroid.

243
LABORATORIUM KLINIK

Parasit. Parasit bentuk dewasa seperti cacing ascaris, Sel epitel. Sel epitel dari dinding usus bagian distal
ancylostoma, mungkin terlihat. dapat ditemukan dalam keadaan normal. Jumlah epitel
b e r t a m b a h banyak kalau ada perangsangan atau
Mikroskopik peradangan dinding usus itu.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan cara Kristal. Kristal-kristal umumnya tidak bermakna. Pada tinja
memeriksa sejumlah kecil suspensi tinja. Secara kualitatif normal dapat ditemukan kristal tripelfosfat, kalsiumoksalat,
dapat dinilai adanya leukosit serta sisa makanan yang dan asam lemak. Kelainan mungkin dijumpai kristal Charcot-
tidak tercerna dengan baik seperti lemak, serat daging, Leyden dan kristal hematoidin.
dan serat tumbuhan.^
Untuk mencari protozoa dan telur cacing, dapat Telur dan jentik cacing. Ascaris lumbricoides, Necator

dipakai larutan eosin 1-2% sebagai bahan pengencer americanus, Enterobius vermicularis, Trichiuris trichiura,

tinja atau juga larutan lugol 1 -2%. Selain itu, larutan asam Strongyloides stercoralis, termasuk genus cestoda dan

asetat 10% dipakai untuk melihat leukosit lebih jelas, trematoda mungkin didapatkan pada pemeriksaan tinja.

sedangkan untuk melihat unsur-unsur lain larutan garam


0,9% yang sebaiknya dipakai untuk pemeriksaan rutin.
Sediaan hendaknya tipis agar unsur-unsur jelas terlihat PEMERIKSAAN KIMIA TINJA
dan dapat dikenal.'
Keasaman Tinja (pH)
Leukosit. Leukosit lebih jelas terlihat kalau tinja dicampur
dengan beberapa tetes larutan asam asetat 10%. Kalau Pemeriksaan pH tinja berhubungan dengan konsumsi serat,

hanya dilihat beberapa dalam seluruh sediaan, tidak ada produksi asam lemak rantai pendek dan rantai panjang,

artinya.1 Adanya leukosit lebih dari 1-3/lapangan pandang serta dikaitkan kepentingannya dengan kanker kolon.

besar (Ipb) menunjukkan suatu keadaan inflamasi. Untuk Telah dilaporkan hubungan antara pH alkali tinja dengan

meningkatkan kemampuan identifikasi leukosit pada penurunan asam lemak rantai pendek terutama asam

sediaan basah, dapat dilakukan pewarnaan dengan Wright butirat. Peningkatan pH tinja disertai berkurangnya asam

atau biru metilen.^ lemak rantai pendek {short chain fatty acid/SCfA) menunjang
adanya proses pencernaan yang tidak sempurna.^
Eritrosit. Pada tinja normal tidak terlihat eritrosit.^ Eritrosit
hanya terlihat kalau terdapat lesi abnormal pada kolon, Pemeriksaan Lemak Tinja 72 Jam (Kuantitatif)
rektum atau anus. Bahan pemeriksaan berupa kumpulan tinja 72 jam (minimal
Lemak. Adanya peningkatan lemak dalam tinja secara 150g tinja). Pasien harus mendapat asupan 70-100 g lemak
makroskopik, dapat dipastikan dengan pemeriksaan per hari selama 4 hari sebelum dan selama pemeriksaan.
mikroskopik menggunakan zat warna Sudan III, Sudan IV, Dapat dilakukan metode gravimetrik atau titrimetrik. 5
atau Oil Red O. Lemak tampak sebagai globul berwarna Metode titrasi Van de Kamer sering digunakan. ^
oranye sampai merah.^
Interpretasi. Rentang rujukan total lipid normal <20
Pada keadaan normal dijumpai <100 globul/lpb mmol/24 jam7 atau <6 g/24 j a m . Dikatakan steatorea
dengan ukuran globul <4 pm atau sekitar separuh ukuran bila kadar lemak >6 g/24 jam.5,8 Bila berdasarkan asupan
eritrosit. Peningkatan jumlah dan ukuran globul yang besar lemak, kadar normal lemak tinja berkisar pada 4 - 6 % dari
mencapai 40-80 pm, menandakan suatu steatorrhea.^" lemak yang dimakan. ^
Penilaian terhadap hasil pemeriksaan lemak tinja Pemeriksaan ini baik untuk mendeteksi steatorea
pada kedua kaca obyek bermanfaat dalam membeda- namun nonspesifik karena tidak dapat memberi informasi
kan maldigesti dengan malabsorpsi. Jumlah lemak netral penyebab steatorea.^ Steatorea dapat disebabkan oleh
pada kaca obyek pertama disertai peningkatan jumlah penyakit pankreas, bilier, atau intestinal. Pengumpulan
lemak total pada kaca obyek kedua menunjukkan suatu bahan yang inadekuat dapat menyebabkan kegagalan
malabsorpsi. Sebaliknya, peningkatan jumlah lemak netral, dalam mendeteksi steatorea.^
menandakan suatu maldigesti.^

Serat sisa makanan. Untuk melihat adanya serat sisa Pemeriksan Karbohidrat (Uji Reduksi - Clinitest)
m a k a n a n , baik serat d a g i n g atau serat t u m b u h a n , Peningkatan konsentrasi karbohidrat dapat dideteksi
dilakukan pemeriksaan suspensi tinja dengan larutan eosin dengan uji reduksi cuprum. Uji reduksi cuprum dapat
10% dalam alkohol. Beberapa penelitian menunjukkan d i l a k s a n a k a n d e n g a n m e n g g u n a k a n tablet Clinitest
korelasi yang baik antara ditemukannya peningkatan {Miles Diagnostics). Bahan berupa satu bagian tinja yang
jumlah serat daging dengan maldigesti. Pada keadaan diemulsikan dalam 2 bagian air.
normal tidak ditemukan serat daging dalam tinja dan bisa H a s i l b e r u p a a d a n y a zat p e r e d u k s i 0,5 g/dL
dijumpai 1-4 serat tumbuhan/lpb.^ mengindikasikan adanya intoleransi karbohidrat.'' Pada
ANALISIS TINJA 245

anak dianjurkan disertai dengan pemeriksaan p H . pH osmotik, dapat j u g a dilihat perbedaan osmolalitas hitung
normal tinja berkisar pada 7-8. Peningkatan peng-gunaan dan osmolalitas ukur. Osmolalitas hitung didapatkan dari
karbohidrat oleh flora usus akan menurunkan pH menjadi rumus:
<5,5 pada intoleransi karbohidrat. ^ .
Osmolalitas hitung = 2 x ( Na+, + K+, )
^ tinja tinja '

Pemeriksaan Tripsin Bila perbedaan antara osmolalitas ukur d e n g a n


Tidak adanya enzim tripsin untuk pencernaan protein osmolalitas hitung lebih dari 20 mOsm per kg, kemungkinan
dapat dideteksi dengan uji penyaring menggunakan kertas adalah diare osmotik.^
film. Adanya tripsin akan menyebabkan digesti gelatin
pada kertas film dan meninggalkan daerah bening.
B a h a n harus d i p e r i k s a d a l a m 30 menit karena PEMERIKSAAN HEMATOLOGIK
aktivitas tripsin m e n u r u n d e n g a n cepat. Selain i t u ,
aktivitas proteolitik oleh bakteri dari tinja lama dapat Pemeriksaan Darah Samar Tinja
juga menyebabkan positif palsu.^ Tidak adanya digesti Pada keadaan normal, kurang dari 2,5 mL darah/hari keluar
gelatin mengindikasikan defisiensi tripsin yang dapat bersama tinja, yang setara dengan 2 mg hemoglobin per
dihubungkan dengan adanya insufisiensi pankreas.^ gram tinja. Pemeriksaan darah samar tinja berdasarkan
atas aktivitas p s e u d o p e r o k s i d a s e h e m o g l o b i n y a n g
Pemeriksaan Elastase Tinja bereaksi dengan hidrogen peroksida untuk mengoksidasi
Elastase-1 pankreas merupakan enzim pankreas yang dapat suatu indikator tidak berwarna menjadi komponen yang
dijumpai utuh di tinja sehingga dapat menggambarkan berwarna. Sebagai indikator, dapat digunakan benzidin,
fungsi eksokrin pankreas. Pemeriksaan ini dianggap orthotoluidin, dan guaiac. Saat ini benzidine sudah jarang
mempunyai korelasi yang baik dengan uji bentiromida digunakan karena bersifat karsinogenik.^
dan mempunyai sensitivitas lebih baik dari pemeriksaan Prinsip pemeriksaan darah samar tinja berdasarkan
a m i l a s e d a n lipase d a l a m darah untuk m e n d e t e k s i pseudoperoksidase-peroksidase adalah:^^
penurunan fungsi eksokrin p a n k r e a s . '
Pemeriksaan elastase tinja dapat membantu
HjO + Indikator Pseudoperoksida^ Oksidase indikator + H p
membedakan fibrosis kistik dan insufisiensi pankreas (tidak berwarna) atau peroksidase (berwarna)
pada anak. Elastase-1 yang amat rendah ditemukan
pada b e r b a g a i g e n o t i p C F T R d e n g a n kadar e n z i m
tidak terdeteksi (<15 |im/g tinja) pada genotip AF508 Reaksi oksidasi ini sensitif untuk mendeteksi adanya
h o m o z i g o t . Elastase tinja y a n g rendah (<200 | i g / g darah. Namun demikian, adanya zat lain dalam tinja seperti
tinja) setelah umur 4 minggu mengindikasikan adanya mioglobin, klorofil yang berasal dari sayuran, serat hewan,
insufisiensi pankreas. Pemeriksaan elastase-1 tinja juga dan beberapa bakteri usus dapat menyebabkan reaksi
memiliki sensitivitas tinggi dalam deteksi pankreatitis positif palsu. Oleh sebab itu, interpretasi hasil pemeriksaan
kronik berat dan sedang pada orang dewasa, walaupun darah samar harus dilakukan dengan hati-hati pada orang
kurang spesifik.^" tanpa pembatasan diet tertentu.^

Fecal osmotic (osmolal) gap


O s m o l a l i t a s air tinja n o r m a l a d a l a h s e p e r t i s e r u m Tabel 1. Faktoryang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan
(290 mOsm/kg). Fecal osmolal gap (FOG) menyatakan Darah Samar^-^^
perbedaan antara osmolalitas tinja normal teoritis dengan Positif Palsu Negatif Palsu
kontribusi ion Na dan K. Kadar Na dan K diperiksa dari
Warna merah dari daging Vitamin C > 500 mg/hari
supernatan emuisi tinja setelah sentrifugasi. FOG dihitung atau ikan Terlalu banyak tinja
dengan rumus: ^° Sayuran, seperti Iturnips dipakai
(lobak), brokoli, Cauliflower Terlalu sedikit tinja
FOG = 290 - [2 (Na+ + Ka+tinja)]
(kembang kol), horseradish, dipakai
Nilai FOG >50 mOsm/kg konsisten dengan diare Buah, seperti caritaloupe Kontaminasi dengan zat
osmotik seperti pada malabsorpsi karbohidrat atau diare (melon), pisang, pear, plum kimia dari toilet
yang diinduksi magnesium. Sebaliknya, FOG <50 mOsm/ Peroksidase bakteri usus
Obat, seperti aspirin, obat
kg menunjukkan diare sekretorik. ^°
yang merangsang saluran
cerna dan preparat besi
Osmolalitas Ukur dan Osmolalitas Hitung
Untuk m e m b e d a k a n diare sekretorik d e n g a n diare
246 LABORATORIUM KLINIK

Uji Apt dengan sensitivitas hanya 50%. Bersihan AT dihitung


Uji Apt berdasarkan sifat hemoglobin fetal yang tahan dengan rumus sebagai berikut:^°
t e r h a d a p alkali s e h i n g g a bahan p e m e r i k s a a n y a n g Bersihan AT (mL/hari) =
m e n g a n d u n g darah n e o n a t u s d e n g a n p e n a m b a h a n
larutan NaOH 0,25 mol/L akan berwarna pink, sedang- (berat tinja [g/hari] x konsentrasi AT tinja [mg/kg])
kan HbA yang didapat dari darah ibu tidak tahan larutan Konsentrasi AT serum [mg/L]
alkali akan berubah menjadi warna kuning kecoklatan.
Sebelum melakukan pemeriksaan Apt, perlu dilakukan
uji saring darah samar dari bahan pemeriksaan. Bila PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI BAHAN TINJA
bahan pemeriksaan menunjukkan darah samar positif,
berarti bahan pemeriksaan tersebut mengandung darah Gambaran Umum
dan pemeriksaan Apt diteruskan. Pemeriksaan darah Pemeriksaan mikrobiologik tinja dilakukan untuk mencari
samar negatif berarti bahan pemeriksaan tersebut tidak bakteri penyebab diare, infeksi parasit, dan penyakit lain
mengandung darah sehingga pemeriksaan Apt tidak perlu yang menyebabkan perubahan pada tinja. Bahan tinja yang
dilakukan. diperiksa sebaiknya dalam keadaan segar.

Pengumpulan Spesimen Tinja


PEMERIKSAAN IMUNOLOGI Tinja dikumpulkan dalam wadah yang bersih (steril),
d e n g a n mulut y a n g lebar, dan p e n u t u p y a n g kuat.
Deteksi Antigen Toksin Clostridium difficile Wadah ini dapat pula digunakan untuk pemeriksaan
Tes ini diindikasikan pada pasien dengan diare dan langsung beberapa virus seperti Norwalk, rotavirus,
telah menggunakan antibiotik lebih 5 hari. Pada pasien dan adenovirus. Wadah ini tidak boleh mengandung
i m u n o k o m p r o m a i s pemeriksaan ini dapat dilakukan p e n g a w e t , d e t e r g e n , a t a u ion l o g a m . K o n t a m i n a s i
walaupun pasien tidak menerima antibiotika. dengan urin harus dihindarkan. Jika dicurigai adanya
Infeksi Clostridium difficile dapat terjadi pada penderita parasit intestinal seperti Entamoeba histolytica, Giardia
i m u n o k o m p r o m a i s atau y a n g sedang m e n g g u n a k a n lamblia atau spesies Cryptosporidium, sebagian dari
antibiotik spektrum luas seperti klindamisin, ampisilin, spesimen tinja ini dapat ditambahkan pengawet seperti
dan sefalosporin. Infeksi terjadi karena penurunan jumlah polyvinyl alcohol dan formalin 10%. Spesimen tinja harus
flora normal usus sehingga terjadi pertumbuhan C. difficile segera diperiksa dalam waktu kurang dari 2 j a m . Bila
yang berlebihan. Diare karena C. difficile biasanya bersifat tidak memungkinkan, dapat digunakan media transport.
cair dan volume banyak. Gejala biasanya muncul 4-10 hari Media transport Cary-Blair cocok untuk semua kuman
setelah dimulainya terapi antibiotika. enterik patogen [Salmonella, Shigella, Yersinia spp dan
Clostridium difficile m e l e p a s k a n toksin yang Campylobacter), sedangkan media cair pepton alkali
m e n y e b a b k a n nekrosis epitel kolon. Deteksi toksin cocok untuk Vibrio spp (1 mL spesimen dalam 10 mL
pada tinja m e n e g a k k a n diagnosis enterokolitis oleh cairan alkali pepton steril).
Clostridium. Toksin Clostridia dapat dideteksi dengan Pada beberapa keadaan diperlukan pengumpulan
teknik imunoassay. spesimen dengan cara usap rektal, terutama pada bayi
baru lahir. Dikarenakan beberapa strain dari spesies
Alfa-1 antitripsin Shigella rentan terhadap pendinginan dan pemanasan,
Protein alfa-1 antitripsin ( a l A T ) adalah glikoprotein maka usap rektal lebih efektif untuk kuman ini. Pada usap
dengan berat molekul 54.000 yang disintesis di hati dan rektal ini harus dihindarkan kontak langsung dengan
akan keluar melalui tinja bila terdapat enteropati hilang material tinja dalam rektum. Usap rektal ini harus segera
protein (EHP).^° Protein a l A T stabil dan tidak rusak oleh diinokulasikan pada media kultur atau dimasukkan ke
enzim pankreas sehingga dianggap mencerminkan dalam media transport untuk mencegah pengeringan.
kehilangan protein endogen melalui saluran cerna. Usap rektal j u g a d i g u n a k a n untuk d i a g n o s a infeksi
Alfa-1 antitripsin dapat diperiksa kadarnya dengan gonococcal pada rektal dan deteksi Clostridium difficile
menggunakan metode imunologik seperti radial pada penderita yang dirawat di rumah sakit.
immunodiffusion atau ELISA. Kadar normalnya yaitu <54 Tinja harus segera diperiksa dan dikultur setelah
mg/dL.' pengambilan. Tinja yang masih hangat sangat baik untuk
Beberapa peneliti menggunakan bersihan AT sebagai melihat tropozoit motil pada penderita yang dicurigai
penanda relaps klinik penderita penyakit Crohn. Pada cut- amebiasis. Tinja yang sudah dingin akan menurunkan pH
off MO mL/hari dikatakan ditemukan nilai prediktif negatif tinja sehingga dapat menghambat pertumbuhan beberapa
94% untuk terjadinya relaps dalam 6 bulan kedepan, tetapi spesies Shigella dan Salmonella.
ANALISIS TINJA 247

Pemeriksaan mikroskopik langsung atau dengan coklat dengan konsistensi berbentuk atau semiformed.
pewarnaan dari emuisi tinja untuk menilai adanya leukosit, Tinja bayi kuning kehijauan dan semiformed.
ragi atau parasit, dan komponen atipikal lainnya (darah, 2. Pemeriksaan mikroskopik:
mukus, lemak). Adanya leukosit tidak dapat dinilai dari Rutin :
spesimen tinja pada media transport, yang dibekukan atau Sediaan salin dan eosin untuk mencari parasit.
disimpan dalam lemari es atau dari usap rektal. Emuisi Sediaan eosin j a n g a n terlalu tebal supaya
tinja dapat dibuat dengan media cair untuk kultur, larutan tampak amuba atau kista. Amuba dan kista dapat
garam fisiologis, atau air: 1 atau 2 tetes diletakkan di atas dideteksi dengan sediaan eosin: latar belakang
gelas objek dan dipakai kaca penutup. warna merah, sedangkan kista dan amuba tidak
Jika pemeriksaan tidak dapat segera dilakukan, maka berwarna. Jika kista tampak, konfirmasi dengan
harus digunakan pengawet. Buffer natrium fosfat atau satu tetes larutan iodin pada sediaan salin. lodin
kalium fosfat dan gliserol dapat digunakan untuk bakteri akan mewarnai inti dan vakuola glikogen kista,
patogen. Polyvinyl alcohol dapat digunakan untuk parasit tapi tidak mewarnai badan kromatoid kista E.
dan telurnya. histolytica.
Tambahan :
Media untuk Kultur Tinja Sediaan biru metilen untuk mencari leukosit tinja
Media kultur tinja yang biasa digunakan adalah agar Mac jika tinja tidak berbentuk. Leukosit tinja: cari sel
Conkey atau agar EMB, agar Xylose-lysine-deoxycholate MN dan PMN (sel pus). Sel pus berhubungan
(XLD) atau agar Hektoen Enteric (HE), GN enricment dengan bakteri yang menyebabkan inflamasi
broth, dan Campy-Bap untuk m e n u m b u h k a n spesies usus besar, seperti Shigella, Salmonella (kecuali
Campylobacter. S. typhi), dan Campylobacter. Banyak sel pus
K o m b i n a s i agar Mac Conkey, a g a r HE, dan GN j u g a ditemukan pada kolitis ulseratif. Sel pus
enrichment broth paling sering digunakan untuk kultur yang sedikit pada disentri amuba dan infeksi
tinja. Sebagai tambahan, dapat digunakan media agar yang disebabkan strain invasive E. coll (EIEA).
phenylethyl alcohol (PEA) atau agar colistin-nalidixic Tidak ada atau sedikit pada infeksi toxigenic E.
acid (CAN) untuk m e n u m b u h k a n staphylococci atau coil (ETEC), diare rotavirus dan kolera. SeIMN
ragi dari spesimen tinja neonatus atau penderita yang terutama ditemukan pada tifoid dan beberapa
memakai antibiotika j a n g k a panjang. Media selektif infeksi parasit termasuk disentri amuba.
seperti agar Wilson-Blair bismuth sulfite digunakan untuk Hapusan basic fuchsin untuk mencari
menumbuhkan Salmonella typhi. Agar sorbitol MacConkey Campylobacter bila tinja tidak berbentuk dan atau
b a n y a k d i g u n a k a n untuk i d e n t i f i k a s i s t r a i n E. coll terdapat darah, pus, atau mukus. Campylobacter
enterohaemorrhagic 0157:H7 (sorbitol negatif dan terlihat tampak sebagai bakteri yang kecil licin, berbentuk
koloni yang tidak berpigmen). Untuk menumbuhkan C spiral, sering seperti sayap burung camar, bentuk

Difficile, dapat digunakan agar cycloserine cefoxitin egg S, atau bentuk spirochaeta pendek.

yolk fructose (CCFA). Motilitas dan tes imobilisasi slide jika dicurigai
kolera. Periksa kultur vibrio dalam larutan alkali
Pemeriksaan mikrobiologi membutuhkan waktu sekitar
pepton. Sediaan terbaik diperiksa dengan
empat hari. Pemeriksaan mikrobiologi tinja hari ke-l:^"
mikroskop lapangan gelap. Jika motilitas
1. Makroskopik: warna, konsistensi tinja, ada tidaknya
khas tampak pada pemeriksaan kultur vibrio
mukus, darah, pus, cacing. Tinja normal berwarna

Tabel 2. Bakteri Komensal dan Patogen Dalam Saluran Cerna


Kuman Patogen Kuman Komensal
Gram positif Gram negatif Gram positif Gram negatif
Clostridium perfringens Shigella sp Enterococci Escherichia coli
(tipe A dan C) Annaerobic streptococci Proteus
Clostridium difficile Salmonella sp Lactobacilli Enterobacter
Bacillus cereus(toksin) Escherichia coli Clostridia Hafnia
(ETECEIECEPEC) Citrobacter
S. aureus (toksin) Vibrio cholerae O 7 Providenncia
Vibrio sp lain Morganella
Yersinia enterocolitica Serratia
Klebsiella
Bacteroides sp
Pseudomonas aeroginosa
248 LABORATORIUM KLINIK

dalam larutan alkali pepton, berikan 1 tetes Pemeriksaan hari ke-2, dan seterusnya:
antisera polivalen V. cholerae O group 7. Bila Kultur:
menjadi tidak bergerak dalam 5 menit, kuman Rutin:
tersebut kemungkinan V. cholerae 01. Tapi jika Kultur agar XLD dan larutan selenite. Shigellae dan
tidak,diagnosis kolera belum dapat disingkirkan Salmonella typhi menghasilkan koloni merah 1-2
karena kadang-kadang V. cholerae 07 tidak mm pada agar XLD, juga beberapa strain Proteus,
menggumpal dengan antisera polivalen V. Edwardsiella, Arizona. E. coli, Serratia, Citrobacter,
cholerae O group 7 menggunakan cara tersebut. Klebsiella dan beberapa strain Proteus berwarna
Kultur kuning.
Jika tinja berbentuk atau semiformed, buat suspensi
tebal dalam 1 mL larutan pepton steril. Tambahan :
Rutin: Kultur media Campylobacter C. jejuni dan C.
Agar Xylose lysine deoxycholate (XLD) dan coli menghasilkan koloni nonhemolitik. Jika ada
kaldu selenite, diinkubasi 24 jam, 37 °C. Agar pertumbuhan, lanjutkan dengan melakukan tes
XLD merupakan media selektif untuk yang oksidase dan katalase. Campylobacter kedua tes
direkomendasikan untuk isolasi Salmonellae tersebut positif. Kemudian periksa hapusan basic
dan Shigellae dari spesimen tinja, mengandung fuchsin dan sediaan salin. Jika mikroaerofilik, oksi-
indikator merah fenol. Basa warna merah, asam dase dan katalase positif, bentuk spiral dan aktif
warna kuning, pH media 7,4. Shigellae membentuk bergerak diidentifikasi sebagai Campylobacter.
koloni merah karena tidak memfermentasi laktosa, Kultur agar TCBS. V. cholerae memfermentasi
sukrosa, atau xylosa. So/mone/Zojuga membentuk sukrosa dan menghasilkan koloni kuning 2-3
koloni merah, walaupun memfermentasi xylosa mm dan media warna kuning. Dengan inkubasi
karena memecah lisin yang menghasilkan basa. diperpanjang (48 jam atau lebih) koloni menjadi
H2S dihasilkan dengan tengah koloni warna hitam. hijau. V. parahaemolyticus tidak memfermentasi
Beberapa strain Proteus, Arizona, dan Edwardsiella sukrosa dan menghasilkan koloni hijau biru,
membentuk koloni merah dengan bagian tengah 2-3 mm pada agar TCBS. V.mimicus juga tidak
hitam. Spesies £ coli, Enterobacter, dan beberapa memfermentasi sukrosa. Spesies Aeromonas
Enterobacter lain menghasilkan koloni kuning dan enterococci menghasilkan koloni kuning
karena mem-fermentasi karbohidrat. kecil. Strain Proteus menghasilkan koloni kuning
Selenite F broth merupakan media selektif dan atau kehijauan dengan bagian tengah hitam.
enrichment untuk salmonellae. Beberapa strain Pseudomonas membentuk
koloni hijau kecil. Isolasi dicurigai V. cholerae
Tambahan: 01 bila fermentasi sukrosa, oksidase positif,
Media Campylobacter, jika pasien di bawah 2 Gram negatif, dan aglutinasi antisera polivalen
tahun atau dicurigai Campylobacter enteritis. V. cholerae 01. V. parahaemolyticus dicurigai bila
Inkubasi dalam candle jar A1°C 24 jam atau 37°C tidak memfermentasi sukrosa, oksidase positif
48 jam. Gram negatif, tidak tumbuh pada larutan pepton
Larutan alkali pepton dan agar TCBS: jika kolera tanpa NaCI atau NaCI 10 %, tapi tumbuh di NaCI
atau keracunan makanan V. parahaemolyticus 8%. Bila tumbuh di larutan pepton tanpa NaCI,
dicurigai. Inokulasi dalam larutan pepton alkali, tapi tidak tumbuh di NaCI 8% dan 10% dicurigai
inkubasi 35-37°C 5-8 jam. Subkultur ke agar TCBS V. mimicus.
( tiosulfat sitrat bile salt sukrosa), inkubasi 35-
Kultur agar Mac Conkey atau SS pada suhu kamar
37°C 24 jam. V. cholerae juga dapat tumbuh pada
Setelah inkubasi 24-48 jam 20-28°C, kebanyakan
suhu kamar.
strain Y enterocolitica menghasilkan koloni kecil
Agar Mac Conkey atau SS jika dicurigai Yersinia
0,5-1 mm tidak memfermentasi laktosa. Isolasi
enterocolitica. Inkubasi secara aerob suhu kamar
dicurigai Y. enterocolitica jika motil pada suhu
48 jam.
20-28°C tapi non motil pada suhu 35-37°C, urease
Investigasi enteritis yang disebabkan patogenik
positif fenilalanin deaminase negatif, oxidase
E coli
negatif, pada KIA basa asam tanpa gas dan tanpa
Investigasi keracunan makanan yang disebabkan
HjS. Kebanyakan strain menunjukkan pewarnaan
Clostridia, S. aureus, B. cereus.
bipolar
ANALISIS TINJA 249

REFERENSI

1. Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta:


Dian Rakyat. 1984. p.180-5.
2. Sukartini N . Update analisis tinja [Naskah Lokakarya
B]. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2005.
Jakarta: Departemen Patologi Klinik F K U I / R S U P N Cipto
Mangunkusumo. 2005.
3. Wallach JB. Interpretation of diagnostic tests. 8th ed. New
York: Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
4. Brunzel N A . Fundamentals of urine body fluid analysis. 2nd
ed. Philadelphia : Saunders. 2004.
5. Jacobs DS, Kasten BL, DeMott WR, Wolfson W L . Laboratory
test handbook. 2nd ed. Baltimore: Lexi-Comp Inc. Williams
& Wilkins. 1990.
6. Strasinger SK. Urinalysis and body fluids. 3rd ed. Philadelphia:
F.A.Davis Company; 1994.
7. McPherson J, editor. Manual of use and interpretation
of pathology tests. 2nd ed. Sydney: The Royal College of
Pathologists of Australasia. 1997.
8. Tietz N W . Pancreatic function and intestinal absorption.
In: Tietz NW, editor. Fundamentals of clinical chemistry.
Philadelphia: W.B. Saunders co. 1970. p. 806-32.
9. T i m a n IS. Malabsorpsi dan diare [Naskah L o k a k a r y a
B]. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2005.
Jakarta: Departemen Patologi Klinik F K U I / R S U P N Cipto
Mangunkusumo.
10. Hill PG. Gastric, pancreatic and intestinal function. In: Burtis
C A , Ashwood ER, Bruns D E , editors. Tietz textbook of clinical
chemistry and molecular diagnostics. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2006. p. 1849-89.
11. W i r a w a n R. Pemeriksaan darah d a l a m tinja [Naskah
Lokakarya B]. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik
2005; Jakarta: Departemen Patologi Klinik F K U I / RSUPN
Cipto Mangunkusumo.
12. Pagana K D , Pagana TJ. Mosby's manual of diagnostic and
laboratory tests. 2nd ed. St. Louis: Mosby Inc.. 2002.
13. C . difficile toxin A+B antigen detection microwell E L I S A
[package insert]. Calabasas: Diagnostic Automation, Inc.
2004.
14. Cheesbrough M. Medical laboratory manual of tropical
countries. Oxford: Butterworth Heinemann. 1984.
15. Frankel S, Reitman S, Sonnenwirth A C . Gradwohl's clinical
laboratory methods and diagnosis. 7th ed ed. St. Louis: C V
Mosby. 1970.
16. Mac Faddin JF. Biochemical test for identification of medical
bacteria. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins. 1999.
17. Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines
and Biological W H O . Background document: the diagnosis,
treatment and prevention of typhoid fever. Geneva: W H O .
2003.
29
T E S FUNGSI GINJAL
Aida Lydia, Pringgodigdo Nugroho

Sebelum membahas tes fungsi ginjal, sebaiknya kita bahas gangguan ginjal dan untuk mengikuti perjalanan penyakit
sedikit mengenai fisiologi normal ginjal. Ginjal melakukan ginjal, tetapi LFG tidak memberikan informasi mengenai
beberapa proses penting: penyebab penyakit ginjal. Bab ini akan membahas perihal
Ginjal m e m p u n y a i p e r a n a n d a l a m memelihara penilaian LFG.
lingkungan ekstraseluler yang dibutuhkan sel untuk
b e r f u n g s i s e c a r a a d e k u a t . Hal t e r s e b u t dicapai LAJU FILTRASI GLOMERULUS
dengan ekskresi sisa produk metabolisme (seperti Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) merupakan produk dari rata-
urea, kreatinin, dan asam urat) dan dengan mengatur rata laju filtrasi setiap nefron, unit filtrasi ginjal, dikalikan
ekskresi air dan elektrolit agar sesuai dengan asupan dengan jumlah nefron di kedua ginjal. Pemeriksaan ini
dan produksi endogen. Ginjal dapat mengatur secara masih merupakan indikator fungsi ginjal yang terbaik.
mandiri ekskresi air dan solut seperti natrium, kalium Untuk setiap nefron, filtrasi dipengaruhi oleh aliran
dan hidrogen, dengan cara mengubah reabsorpsi dan plasma, perbedaan tekanan, luas permukaan kapiler dan
sekresi di tubulus. permeabilitas kapiler.
Ginjal m e m p u n y a i fungsi sekresi h o r m o n y a n g Nilai laju filtrasi glomerulus bergantung pada jenis
berperan dalam mengatur hemodinamik renal dan kelamin, usia, ukuran tubuh, aktivitas fisik, diet, terapi
sistemik (renin, p r o s t a g l a n d i n , d a n b r a d i k i n i n ) , farmakologi dan keadaan fisiologis tertentu seperti
p r o d u k s i sel d a r a h m e r a h ( e r i t r o p o i e t i n ) , d a n kehamilan. Untuk wanita, nilai laju filtrasi glomerulus
m e t a b o l i s m e k a l s i u m , f o s f o r dan t u l a n g ( 1 , 2 5 - y a n g n o r m a l a d a l a h 1 2 0 m l / m e n i t p e r 1,73 m 2 ,
dihydroxy-vitamin D3 atau kalsitriol). sedangkan untuk pria nilai normalnya adalah 130 ml/
Pada pasien dengan penyakit ginjal, beberapa atau menit per 1,73 m2. Laju filtrasi glomerulus bervariasi
semua fungsi tersebut dapat menurun atau sama sekali sesuai dengan ukuran tubuh, sehingga perlu disesuaikan
tidak berfungsi. Sebagai contoh, pasien dengan Diabetes dengan area permukaan tubuh, yaitu 1,73 m2. Walaupun
Insipidus Nefrogenik mempunyai penurunan kemampuan telah disesuaikan dengan area permukaan tubuh, LFG
untuk mengkonsentrasikan urin, tetapi fungsi lainnya diperkirakan 8 % lebih tinggi pada pria dibandingkan
normal. Sedangkan pada pasien dengan Penyakit Ginjal wanita. Setelah usia 4 0 tahun, LFG menurun sebanyak
Tahap Akhir, semua fungsi ginjal dapat terganggu secara 0,75 ml/menit tiap tahunnya. Selama kehamilan, LFG
signifikan, sehingga menyebabkan retensi toksin uremia, meningkat sebanyak 50% pada trimester pertama dan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang nyata, kembali normal setelah melahirkan. LFG memiliki variasi
anemia, dan gangguan mineral dan tulang. diurnal dan 1 0 % lebih rendah pada t e n g a h m a l a m
Pada saat penyakit ginjal didiagnosis, adanya disfungsi dibandingkan sore hari.
atau derajat gangguan fungsi dan kecepatan progresi
perlu dinilai, dan penyakit yang mendasarinya didiagnosis. PENGUKURAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS
Walaupun anamnesis dan pemeriksaan fisik penting, Laju filtrasi glomerulus tidak dapat diukur secara langsung,
tetapi informasi yang berguna didapat dari estimasi Laju oleh karena itu untuk menentukan nilai LFG dilakukan
Filtrasi Glomerulus (LFG) dan pemeriksaan sedimen urin. pengukuran terhadap klirens urin dari suatu petanda
Estimasi LFG digunakan di klinik untuk menilai derajat filtrasi tertentu.

250
TES FUNGSI GINJAL 251

Konsep Klirens mengukur laju filtrasi glomerulus. Nilai klirens inulin pada
Klirens suatu zat didefinisikan sebagai volume plasma dewasa muda yang sehat sekitar 127 ml/menit per 1,73 m2
yang dibersihkan dari suatu petanda filtrasi dengan cara untuk pria dan 118 ml/menit per 1,73 m2 untuk wanita.
ekskresi per satuan waktu. Klirens suatu zat x (Cx) dapat Metode yang digunakan untuk menilai klirens inulin
dihitung dengan rumus Cx = Ax/Px dimana Ax adalah memerlukan infus inulin secara IV yang terus menerus
jumlah X yang dibersihkan dari plasma, Px adalah rerata serta pengumpulan urin yang membutuhkan waktu cukup
konsentrasi plasma, dan Cx disebutkan dalam satuan lama. Karena sulitnya teknik ini, dan juga pengukuran
volume per waktu. Klirens suatu zat x adalah jumlah klirens inulin membutuhkan pemeriksaan kimia yang cukup
urin dan klirens ekstrarenal. Untuk zat yang dieliminasi rumit, maka klirens inulin tidak digunakan secara umum
melalui ginjal dan jalur ekstrarenal, klirens plasma lebih pada praktek klinis untuk menilai fungsi ginjal. Teknik ini
tinggi dari klirens urin. biasanya digunakan sebagai suatu alat penelitian. Selain
itu, inulin juga mahal dan sulit untuk didapatkan.
Klirens Urin Selain inulin, petanda eksogen lainyang dapatdigunakan
Klirens urin adalah istilah yang diperkenalkan oleh antara lain iothalamate, iohexol, ethylenediaminetetraacetic
Homer Smith untuk menilai LFG. Jumlah suatu zat x yang acid, and diethylenetriaminepentaacetic acid. Pengukuran
diekskresikan di urin dapat dihitung sebagai produk laju klirens menggunakan petanda eksogen masih sangat
aliran urin (V) dan konsentrasi urin (Ux). Sehingga, klirens mahal, kompleks dan sulit untuk dilakukan di praktek
urin didefinisikan sebagai berikut: klinis.

Cx =(Ux.V)/Px
Petanda Filtrasi Endogen
Ekskresi suatu zat dalam urin bergantung pada filtrasi Terdapat beberapa jenis petanda endogen yang dapat
di glomerulus, sekresi tubulus dan reabsorbsi tubulus. digunakan untuk menilai laju filtasi glomerulus antara lain
Suatu zat yang dapat difiltrasi namun tidak disekresi atau urea, kreatinin dan sistatin C. Urea dan kreatinin paling
direabsorbsi oleh tubulus adalah petanda filtrasi yang ideal sering digunakan karena mudah didapatkan. Sistatin C
karena klirens zat tersebut di urin dapat digunakan untuk merupakan petanda baru yang cukup menjanjikan untuk
mengukur LFG. Untuk zat-zat tertentu yang dapat difiltrasi menilai laju filtrasi glomerulus.
dan juga disekresikan oleh tubulus, klirens lebih tinggi dari
Kreatinin. Kreatinin merupakan suatu asam amino
LFG, sedangkan untuk zat yang terfiltrasi dan direabsorbsi
endogen yang memiliki berat molekul 113 dalton dan
kembali, nilai klirens lebih rendah dibandingkan LFG.
difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. Zat ini adalah
Pengukuran klirens urin memerlukan pengumpulan urin
hasil katabolisme otot dari kreatinin dan kreatinin
dalam waktu tertentu untuk mengukur volume urin, dan
fosfat melalui proses dehidrasi nonenzimatik. Laju
konsentrasi urin dan plasma dari petanda filtrasi. Perhatian
produksi kreatinin sesuai dengan jumlah massa otot di
khusus diperlukan untuk mencegah pengumpulan urin
tubuh yang dapat diperkirakan dari usia, jenis kelamin,
yang tidak komplit, yang akan mempengaruhi akurasi
ras dan ukuran tubuh. Sumber lain kreatinin adalah
penghitungan klirens.
kreatinin yang berasal dari daging yang dimakan dan
suplemen kreatinin. Kreatinin juga terdapat dalam
Klirens Plasma sekresi intestin, dan dapat didegradasi oleh bakteri
Klirens plasma menghindari perlunya pengumpulan urin usus. Pada keadaan laju filtrasi glomerulus yang turun,
dalam waktu tertentu pada pengukuran klirens urin. LFG rute eliminasi kreatinin ekstrarenal ini turut meningkat.
dihitung dari klirens plasma (Cx) setelah injeksi intravena Antibiotik dapat meningkatkan kadar serum kreatinin
bolus petanda filtrasi eksogen. Klirens (Cx) dihitung dengan cara menghancurkan flora normal usus, sehingga
dari jumlah petanda yang diberikan (Ax) dibagi dengan mengganggu eliminasi kreatinin ekstrarenal.
konsentrasi plasma (Px). Sama seperti klirens urin, klirens
Penggunaan kreatinin sebagai petanda untuk
plasma dari suatu zat bergantung pada filtrasi glomerulus,
mengukur laju filtrasi glomerulus memiliki beberapa
sekresi dan reabsorpsi tubulus serta eliminasi ekstrarenal.
keuntungan seperti pemeriksaannya murah dan mudah
Laju filtrasi glomerulus diukur dari klirens plasma dengan
didapatkan. Kreatinin dilepaskan ke sirkulasi secara
rumus sebagai berikut:
konstan, zat ini tidak terikat pada protein dan secara
Cx = Ax/Px bebas difiltrasi melewati membran glomerulus. Zat ini
tidak direabsorbsi di tubulus dan hanya sebagian kecil
Petanda Filtrasi Eksogen yang disekresikan lewat tubulus.
Beberapa obat seperti trimetophrim dan cimetidine
Inulin merupakan suatu polimer fruktosa berukuran 5200
merupakan penghambat kompetitif sekresi kreatinin
dalton dan klirensnya merupakan standar baku emas untuk
LABORATORIUM KLINIK

dan nnenurunkan klirens kreatinin. Obat-obatan ini akan Rumus Cockcroft-Gault


nnenyebabkan peningkatan kadar kreatinin serum tanpa Rumus ini pertama kali dikembangkan pada tahun
mempengaruhi laju filtrasi glomerulus. 1973 dari data 249 laki-laki dengan klirens kreatinin
Klirens kreatinin dapat diukur dengan pengukuran berkisar antara 30-130 ml/menit. Rumus Cockcroft-
ekskresi kreatinin dalam urin 24 jam dan pengukuran Gault mengestimasi klirens kreatinin berdasarkan usia,
tunggal kadar kreatinin serum. Pada pengukuran seperti jenis kelamin, berat badan dan kadar serum kreatinin.
ini, ekskresi kreatinin sekitar 20-25 mg/kg BB per hari Untuk wanita, formulasi ini disesuaikan dengan asumsi
untuk laki-laki dan 15-20 mg/kgBB per hari untuk wanita. kadar kreatinin pada wanita 15% lebih rendah karena
Klirens kreatinin secara sistematis overestimate laju filtrasi jumlah massa otot.
glomerulus karena adanya sekresi kreatinin dari tubulus. Ccr(ml/min) =
Dahulu, jumlah kreatinin yang diekskresikan dari tubulus {[(140-usia (thn)) x berat badan (kg)] x 0.85 (jika perempuan))
relatif kecil yaitu sekitar 10%-15%, namun dengan adanya ([Kreatinin serum (mg/dl) x 72])
pemeriksaan yang lebih akurat diperkirakan nilai yang Keterbatasan yang dimiliki oleh rumus ini adalah 1).
diekskresikan tersebut lebih besan Pada keadaan nilai Rumus ini kurang akurat untuk LFG di atas 60 ml/
laju filtrasi glomerulus yang rendah, jumlah kreatinin
menit. 2). Rumus ini lebih memperhitungkan klirens
yang diekskresikan oleh sekresi tubulus melebihi jumlah
kreatinin daripada laju filtrasi glomerulus, sehingga
kreatinin yang difiltrasi.
dapat terjadi overestimasi LFG. 3). Pemeriksaan yang
• Pemeriksaan Kreatinin digunakan untuk mengukur kadar kreatinin saat
Metode yang paling banyak digunakan untuk membuat rumus ini adalah dengan pemeriksaan lama,
pemeriksaan kreatinin adalah metode Jaffe (metode sehingga tidak dapat dikalibrasikan dengan metode
alkalin pikrat) yang didasarkan pada reaksi dari pemeriksaan kreatinin terbaru.
kreatinin dan alkalin pikrat. Berbagai kromogen Berbagai obat diekskresikan oleh ginjal dan
selain kreatinin dapat menganggu pemeriksaan, dan harus dilakukan penyesuaian dosis saat laju filtrasi
menyebabkan kesalahan pada sekitar 20% subjek. glomerulus menurun. Rumus Cockcroft-Gault telah
Keton, glukosa, fruktosa, protein, urea dan asam digunakan secara luas untuk penyesuaian dosis obat
askorbat dapat beraksi pula dengan pikrat, sehingga tersebut.
menyebabkan peningkatan kadar kreatinin palsu.
Rumus Studi Modification of Diet in Renal Disease
Tanpa menghilangkan kromogen non-kreatinin,
(MDRD)
nilai normal kreatinin dengan metode Jaffe adalah
Rumus MDRD dikembangkan pada tahun 1999
1,6-1,9 mg/dl untuk orang dewasa. Sedangkan, saat
dengan menggunakan data dari 1628 pasien
kromogen non-kreatinin dihilangkan, maka nilai
dengan penyakit ginjal kronik. Rumus ini awalnya
normal kreatinin sekitar 1,2-1,4 mg/dl. Kadar untuk
menggunakan enam variabel yang kemudian direvisi
wanita 0,1-0,2 mg/dL lebih rendah.
menjadi empat varibel yaitu kadar serum kreatinin,
Kreatinin dapat pula diukur secara enzimatik usia, jenis kelamin dan ras. Rumus ini telah divalidasi
menggunakan creatinine amidohydroiase atau untuk pasien dengan penyakit ginjal diabetik, resipien
creatinine iminohydrolase. Pengukuran secara transplan ginjal serta untuk pasien dengan ras Afrika-
enzimatik ini tidak mendeteksi kromogen selain Amerika. Validitas rumus ini independen terhadap
kreatinin, sehingga nilai kreatinin yang ditujukan lebih etiologi penyakit ginjal kronik. Pada tahun 2004, The
rendah dibandingkan dengan metode Jaffe. National Kidney Disease Education Program of the
Rumus untuk Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Menggunakan Kreatinin Plasma Diseases merekomendasikan penggunaan rumus ini
Laju filtrasi glomerulus dapat diprediksi dari kadar untuk memprediksi nilai laju filtrasi glomerulus.
serum kreatinin menggunakan rumus yang memiliki LFG (ml/min/1.73 m^) = 186 x Scr (mg/dl)-1,154 x
variabel antara lain usia, jenis kelamin, ras, ukuran Umur-0,203 x 0,742 (jika perempuan) x 1,210 (jika
tubuh. Berbagai rumus telah dibuat untuk mengukur ras Afrika-Amerika)
laju filtrasi glomerulus seakurat mungkin, namun
Rumus ini memiliki beberapa keunggulan, antara
masih saja ditemui berbagai keterbatasan terutama
lain tidak membutuhkan tinggi atau berat badan dan
untuk pasien-pasien yang diamputasi, memiliki ukuran
telah divalidasi untuk resipien transplan ginjal maupun
tubuh yang lebih besar atau lebih kecil dari rata-rata,
ras Afrika Amerika.
pasien dengan muscle wasting syndrome ataupun
pasien dengan diet daging yang lebih tinggi atau Rumus Chronic Kidney Disease Epidemiology
lebih rendah dari rata-rata. Collaboration (CKD-EPI)
TES FUNGSI GINJAL
253

Rumus baru CKD-EPI dibuat berdasarkan data sebagai penanda kerusakan dari sel epitel tubulus dalam
subyek yang banyak dari studi dengan karakteristik hal ini sel tubulus proksimal ginjal. Pembentukan sistatin
populasi yang beragam, pasien dengan atau C tidak terlalu bervariasi antara satu individu ke individu
tanpa penyakit ginjal kronik, diabetes dan pasien yang lainnya bila dibandingkan dengan kreatinin. Laju
transplantasi. Rumus ini masih menggunakan empat produksi sistatin C tidak dipengaruhi oleh faktor massa
variabel rumus MDRD tetapi menggunakan model otot, jenis kelamin dan juga ras. Dari beberapa penelitian
hubungan antara LFG dan kreatinin serum yang didapatkan inflamasi, jaringan lemak, penyakit tiroid,
berbeda. Model yang berbeda ini secara sebagian keganasan tertentu dan penggunaan kortikosteroid dapat
memperbaiki underestimasi LFG pada nilai yang lebih meningkatkan kadar sistatin C.
tinggi yang didapatkan pada rumus MDRD. Sehingga Terdapat dua jenis pemeriksaan yang dapat diguna-
rumus CKD-EPI sama akuratnya dengan rumus MDRD kan untuk menilai sistatin C yaitu particle enhanced
pada LFG dibawah 60 ml/min per 1,73 m2 dan lebih turbidimetric immunoassay (PETIA) dan particle-enhanced
akurat pada nilai LFG yang lebih tinggi. nephelometric immunoassay {PEN\A). Beberapa penelitian
terakhir membandingkan kadar serum kreatinin dan
LFG (ml/min/1.73 m^) = 141 x min(Scr/K,1) x max(Scr/
sistatin C sebagai prediktor fungsi ginjal. Dari penelitian
K,1)1,209 X 0,993umur x 1,018 (jika perempuan) x
tersebut disimpulkan bahwa Sistatin C jauh lebih baik
1,157 (jika ras Afrika-Amerika)
dibandingkan kreatinin. Walaupun demikian, sistatin C
Rumus ini dapat memberikan estimasi LFG pada masih mahal dan belum terlalu banyak digunakan.
seluruh kisaran nilai LFG tanpa bias yang bermakna. Pada populasi tertentu seperti pada anak-anak,
Beberapa penulis berpendapat bahwa rumus CKD-EPI orang tua, pasien transplantasi, pasien dengan penyakit
sebaiknya digunakan di klinik untuk menggantikan neuromuskular atau liver serta individu dengan nilai LFG
rumus MDRD. yang tinggi, sistatin C dapat memprediksi fungsi ginjal
Urea. Urea adalah suatu molekul dengan berat molekul dengan lebih baik. Pasien dengan gagal ginjal akut, kadar
60 d, dihasilkan dari katabolisme protein oleh hati. serum sistatin C meningkat lebih cepat dibandingkan
Beberapa faktor yang meningkatkan produksi urea serum kreatinin. Walaupun demikian, masih dibutuhkan
meliputi peningkatan jumlah protein dalam tubuh lebih banyak data untuk menyatakan bahwa sistatin C lebih
akibat hiperalimentasi ataupun reabsorbsi darah akurat dalam mendeteksi perubahan fungsi ginjal.
setelah terjadinya perdarahan gastrointestinal. Infeksi,
penggunaan kortikosteroid atau kemoterapi juga
meningkatkan produksi urea. Penurunan produksi urea APLIKASI KLINIS ESTIMASI LAJU FILTRASI
terjadi pada keadaan malnutrisi berat dan penyakit GLOMERULUS
liver. Kadar urea serum mempunyai peran yang terbatas
untuk menilai LFG disebabkan banyaknya variabel non- Estimasi laju filtrasi glomerulus diperlukan untuk
LFG yang berpengaruh, terutama pembentukannya dan mendeteksi, evaluasi dan penatalaksanaan penyakit
reabsorpsinya di tubulus. ginjal kronik. Penggunaan kadar serum kreatinin saja
Urea difilrasi secara bebas oleh glomerulus dan untuk menilai laju filtrasi glomerulus tidak menunjukkan
direabsorbsi kembali secara pasif di nefron proksimal hasil yang memuaskan, dan dapat menyebabkan
dan distal. Penurunan perfusi ginjal seperti pada keterlambatan dalam mendeteksi penyakit ginjal kronik
keadaan kekurangan cairan dan keadaaan antidiuresis, serta pengklasifikasian derajat penyakit ginjal kronik.
meningkatkan reabsorpsi urea. Akibat reabsorpsi tubulus Rumus yang digunakan untuk mengestimasi laju
ini, klirens urin urea menunjukkan nilai estimasi LFG yang filtrasi ginjal menggunakan kadar serum kreatinin masih
lebih rendah. mempunyai kekurangan, terutama untuk pasien yang
memiliki permasalahan dengan jumlah massa otot. Pada
Sistatin C. Sistatin C adalah suatu asam amino dengan keadaan seperti ini, pengukuran laju filtrasi glomerulus
berat molekul 13kD, inhibitor cysteine proteinase yang menggunakan petanda eksogen atau klirens urin lebih
dapat difiltrasi secara bebas di glomerulus. Seluruh sel akurat.
berinti memproduksi substansi ini dan laju produksi- Pada gangguan ginjal akut terdapat keterlambatan
nya relatif konstan dari usia 4 bulan hingga 70 tahun. sebelum terjadi peningkatan kadar serum petanda filtrasi
Zat ini sedang dikembangkan sebagai pengganti serum endogen akibat perlunya waktu untuk retensi. Sebaliknya,
kreatinin untuk memprediksi laju filtrasi glomerulus. setelah terjadi perbaikan LFG, terdapat keterlambatan
Setelah difiltrasi, sistatin C direabsorbsi seluruhnya dan penurunan kadar serum petanda akibat perlunya waktu
dikatabolisme oleh sel epitel tubulus. Oleh karena itu, untuk ekskresi petanda yang tadinya teretensi. Walaupun
ditemukannya sistatin C di dalam urin dapat digunakan begitu, perubahan estimasi LFG pada keadaan akut dapat
254 LABORATORIUM KLINIK

berguna sebagai indikator besar dan arah perubahan


LFG.

REFERENSI

Inker L A , Perrone R D . Assessment of kidney function: Serum


creatinine; B U N ; and G F R . In: UpToDate, Basow, D S (Ed),
UpToDate, Waltham, MA, 2011.
Stevens L A , Shastri S, Levey AS. Assesment of Renal Function.
In:Floege J, Johnson R, Feehally J (Ed), Comprehensive
Clinical Nephrology 4th edition. Philadelphia: WB Saunders;
2010.
McPherson R A , Pincus MR. H e n r y s Clinical Diagnosis
and Management bv Laboratory Methods 21st edition.
Philadelphia: WB Saunders; 2007.
Stevens L A , Coresh J, Greene T, Levey A S . Assesing Kidney
Function: Measured and Estimated Glomerular Filtration
Rate. N Engl J Med 2006. 354:2473-83.
Levey A, Coresh J, Balk E, Kausz A T , Levin A, Steffes MW, et. A l .
National Kidney Foundation Practice Guidelines for Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification.
Ann Intern Med. 2003:139; 137-47.
Stevens L , Levev A. Measured G F R as a Confirmatory Test for
Estimated GFR. J A m Soc Nephrol 2009. 20: 2305-13.
30
T E S PENANDA DIAGNOSTIK JANTUNG
Marzuki Suryaatmadja

PENDAHULUAN dianjurkan adalah peningkatan CK dan CKMB (sebagai


baku emas) pada 2 hari pertama sakit dan juga LDH dan
Penemuan peningkatan kadar serum glutamate oxo/oocefofe HBDH bila pasien datang lambat, lewat 2 hari setelah
transferase (SGOT) atau aspartate transaminase (AST) serangan, sesuai dengan pola perubahan keaktifan (kadar)
dalam darah yang berasal dari 2 orang pasien dengan enzim-enzim tersebut. Sebagai penanda biokimia jantung,
infark miokard akut (IMA) oleh Wroblewski dan La Due kemudian dari penanda enzim diperluas dengan berbagai
pada tahun 1954 yang dilaporkan dalam jurnal Science protein seperti myoglobin, troponin (TnT dan Tnl), heart
telah membuka era baru yaitu enzimologi diagnostik fatty acid binding protein (HFABP), dan Iain-Iain. Pada tahun
dimana peningkatan kadar/aktivitas enzim dalam darah 2000 para cardiologist telah memilih troponin sebagai
m e n u n j u k k a n a d a n y a kerusakan sel/organ t e r t e n t u . baku emas baru penanda IMA dan ditegaskan kembali
Penemuan A S T dilanjutkan dengan enzim lactate pada tahun 2007.^^
dehydrogenase (LDH) dan hydroxybutyrate dehydrogenase Selain sebagai penanda nekrosis miokard, ada banyak
(HBDH), kemudian creatine kinase (CK) total dengan penanda biokimia lain yang berkaitan dengan berbagai
isoenzim creatine kinase-MB (CKMB) sebagai penanda proses penyakit kardiovaskular (PKV) seperti dislipidemia
enzim untuk infark miokard akut. Pada kriteria WHO untuk sebagai penanda pembentukan aterosklerosis, c-reactive
diagnosis IMA pada tahun 1978, penanda jantung yang protein (CRP) sebagai penanda inflamasi dan risiko,
ketidakstabilan plak, iskemia, ruptur plak, fungsi trombosit
dan hemostasis, dan B-natriuretic peptide (BNP) d a n
Triage di IGD N-terminal B-natriuretic peptide ( N T - B N P ) sebagai

Ketidaknyamanan Iskemik
Perubahan Penanda Jantung pada IMA
v-ipMHm| Sindrom Koroner Akut
Mulai Puncak Kembali ke Normal

" P t J • C K - M B mass 3-12 jam 12-24 jam 2-3 hari

Mb 2-6 jam 6-12 jam 1 hari


I Tiada ST Elevation j [Ada ST Elevatioi

cTnl 3-8 jam 12-24 jam 7-10 hari


Penanda • h»!«?J " 1 I
Jantung • | V \y' cTnT 3-8 jam 12-96 jam 7-14 hari
i ,— 1 I NSTEMI I I STEMI
Pasca Serangan Infark IVIiokard Akut (IMA^
B-BKHMiaB Angina
ljyriUiSQ|3 tidak stabil Infark Miokard
Diterapkan pada Alat A n a l i s a d a n Uji C e p a t
Gambar 1. Triage diagnosis sindrom koroner akut berdasarkan
ESC (2001) Gambar 2. Perubahan kadar penandajantung pada IMA.

255
256 LABORATORIUM KLINIK

METODE PEMERIKSAAN PENANDA J A N T U N G

Pada awalnya pemeriksaan keaktifan CK dan CK-MB


dilakukan dengan cara fotometris. Kemudian CK-MB juga
diperiksa dengan metoda imunologis (immunoassay), yang
berdasarkan reaksi antigen-antibodi, sebagai CK-MB mass.
Dengan pengembangan penanda-penanda dari enzim
ke protein/peptida maka umumnya dipergunakan cara
imunologis, misalnya imunoturbidimetri, imunonefelometri,
enzyme-link-immuno-sorbent-assay (ELISA), enzyme-
immunoassay (EIA), micro-particle-enzyme-immunoassay
(MEIA), elektrokemiluminesen {electrochemiluminescent-
immunoassay = ECLIA), dll. Oleh karena diperlukan
kecepatan hasil pemeriksaan penandajantung pada SKA
Gambar 3. Grafik Perubahan Kadar Penanda Jantung pada
maka dikembangkan uji cepat yang dikenal sebagai point-
STEMI.
of-care-testing (POCT). Uji ini dapat dikerjakan di tempat
penanda stres hemodinamik. Pendekatan ini dikenal pasien, kebanyakan dengan metoda imunokromatografi,
sebagai penanda ganda (multi markers). Kini penanda yang menggunakan reagen kering. Pada permulaan cara
biokimia kardiovaskular telah manjadi bagian dari penata- ini memberikan hasil kualitatif (positif atau negatif) karena
laksanaan pasien dengan penyakit kardiovaskular untuk dibaca ada-tidaknya garis pada daerah uji. Kemudian cara
p e n c e g a h a n primer, diagnosis dini dan pencegahan ini dikembangkan menjadi kuantitatif (hasil berupa angka
sekunder penyakit kardiovaskular, juga untuk prognosis kadar) dengan bantuan alat pembaca.
dan stratifikasi risiko.^ Bahan untuk p e m e r i k s a a n d e n g a n cara i m u n o -
Oleh karena penanda untuk diagnosis IMA pada kromatografi biasanya dengan darah utuh, sedangkan
pasien yang masuk ke instalasi gawat darurat (IGD) atau untuk fotometris dan immunoassay biasanya dengan
emergency room (ER) dengan sindrom koroner akut (SKA) serum atau plasma heparin, atau EDTA atau sitrat.
amat penting dan diperlukan hasilnya secepatnya maka Dengan d e m i k i a n terdapat pilihan p e m e r i k s a a n
pemeriksaan penanda jantung khususnya untuk deteksi dikerjakan di Laboratorium pusat atau di laboratorium satelit
nekrosis miokard dapat dikerjakan di laboratorium pusat atau setempat, dan dikerjakan dengan cara immunoassay
atau di laboratorium satelit atau di tempat dengan atau uji cepat POCT Keterbatasan pemeriksaan POCT adalah
menggunakan alat point-of-care testing (POCT). kinerja analitiknya (ketelitian, kepekaan dan batas deteksi)
Pada m a k a l a h ini a k a n d i b a h a s s e c a r a s i n g k a t yang umumnya kurang baik dibandingkan dengan metoda
beberapa penanda jantung seperti hsCRR CK dan CK-MB, di laboratorium pusat yang menggunakan immunoassay
troponin, hs-troponin, HFABP, dan BNP/ NT-BNR Juga dengan reagen kimia basah. Keunggulan pemeriksaan POCT
akan dibahas metoda pemeriksaan penanda-penanda adalah terutama faktor kecepatan (waktu periksa sampai
tersebut. hasil = turn-around-time) dan kemudahan pengerjaannya.

Pemeriksaan Penanda jantung:


POCT Visual POCT+Alat Baca Analisis Automatis
Kualitatif Kuantitatif
P Diagnostik Point-of-Carc Testing [ J Laboratorium Pusat !

Gambar 4. Pendekatan Kelainan Jantung Iskemik dengan Gambar 5. Pemeriksaan Penandajantung dengan cara kualitatif
Banyak Penanda Jantung pada berbagai tahap perubahan. dan kuantitatif menggunakan alat Point-of-care Testing dan Alat
otomatis di Laboratorium Pusat.
TES PENANDA DIANOSTIK JANTUNG 257

HIGH SENSITIVE C-REACTIVE PROTEIN (HSCRP) mendapat infark miokard dan penyakit vaskular perifer
berat. Namun kadar hsCRP >10 mg/L perlu diulang dalam
CRP berupa molekul 105 kilo Dalton (kD), yang terdiri jangka waktu 2 minggu untuk menyingkirkan pengaruh
dari 5 rantai polipeptida yang i d e n t i k y a n g membentuk inflamasi akut.^'^°
suatu cincin. Sebagai protein fase akut (PFA) klasik,
CRP diproduksi di hati, yang paling pertama kadarnya
m e n i n g k a t d e n g a n c e p a t s e l a m a proses i n f l a m a s i . Clinical Application of the-CRP for
Kompleks CRP mengaktifkan sistem komplemen, dimulai Cardiovascular Risk Prediction
d e n g a n C l q , k e m u d i a n CRP m e n g a w a l i opsonisasi
1
dan fagositosis sel penyerang tetapi fungsi utamanya
adalah mengikat dan mendetoksifikasi bahan toksik 1 mg/L 3 mg/L 10 mg/L > 100 mg/L
endogen yang diproduksi sebagai hasil dari kerusakan
jaringan.^
\y -^N ^ /
Beberapa penelitian telah m e n y i m p u l k a n bahwa
CRP pada kadar rendah, yang diperiksa dengan metoda Low Moderate High Acute Phase Response
Risk Risk Risk Ignore Value, Repeat Test in 3 weeks
khusus, {high sensitive CRP) merupakan penanda yang 5 mg/L
m e m p r e d i k s i risiko penyakit j a n t u n g koroner pada
seseorang yang tampak sehat dan sebagai indikator idker PM, Circulation 2003;107:363-9

prognosis kekambuhan. Peningkatan kadar CRP tidak


spesifik dan penafsirannya harus dilakukan bersama Gambar 6. Penafsiran kadar high sensitivity-C Reactive Protein
sebagai prediktor risiko kardiovaskular
riwayat klinis lengkap Beberapa p e d o m a n telah d i -
terbitkan oleh the American Heart Asssociation (AHA)
dan Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) di
Amerika Serikat mengenai penggunaan tes hsCRP pada CREATINE KINASE (CK)
penilaian risiko kardiovaskular. Pengujian risiko tidak boleh
dilakukan bila terdapat indikasi infeksi, inflamasi sistemik, Dahulu enzim ini dinamakan creatine phospho-kinase
dan trauma. Hasil pemeriksaan hsCRP >10 mg/L yang (CPK) namun sekarang dikenal sebagai creatine kinase
menetap dan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya (CK). Enzim ini ditemukan pada awal tahun 1960-an,
harus dinilai untuk penyebab bukan kardiovaskular. terdapat di otot jantung, otot rangka, otak dan beberapa
Pengukuran harus dilakukan pada pasien dengan organ lain. Pada tahun 1970-an d e n g a n p e n e m u a n
keadaan metabolik stabil dan dibandingkan dengan data isoenzim maka CK sebagai enzim dimerik dapat dibedakan
sebelumnya. Secara optimal, diambil rerata kadar hsCRP dalam 4 bentuk, yaitu isoenzim sitosolik CK-MM (tipe
dari 2 nilai yang diukur terpisah dalam jangka waktu 2 otot / muscle type), CK-BB (tipe otak / brain type), CK-MB,
minggu. Parameter hsCRP ini tidak disarankan untuk dan isoenzim mitokondrial. Oleh karena itu CK total tidak
menggantikan faktor risiko kardiovaskular tradisional. spesifik sebagai penanda miokard. Pada pemeriksaan
Penapisan pada populasi orang dewasa tidak dianjurkan. keaktifan CK total dengan cara fotometris, nilai rujukan
Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut (SKA) tidak boleh (tergantung metodik) umumnya <190 U/L untuk laki-laki
tergantung semata pada hasil hsCRP dan juga penerapan dan <167 untuk perempuan.
cara pencegahan sekunder tidak boleh hanya berdasarkan
kadar hsCRP tetapi harus berdasarkan penilaian risiko
global. Pemantauan pengobatan tidak boleh didasarkan
CREATINE KINASE- ISOENZIM MB (CK-MB)
pada pengukuran hsCRP secara serial.

Pengukuran kadar hsCRP dapat dilakukan dengan CK-MB adalah isoenzim CK yang terdapat terutama (15-
banyak metoda, umumnya secara immunoassay misalnya 20%) di miokard dan sedikit di otot rangka (terutama
nefelometri, turbidimetri dan aglutinasi. Nilai rujukan CRP pada atlit). Pada IMA, CK-MB dideteksi dalam darah
yang dianut ada beberapa versi satuan, yaitu <0,5 mg/ 3-8 j a m setelah timbulnya gejala j a n t u n g dan masih
dL menurut IFCC/CRM 4780, atau <5,0 mg/L atau <47,6 dapat dideteksi selama beberapa waktu tergantung dari
nmol/L; sekarang ini umumnya dipakai <5,0 mg/L. Untuk perjalanan kelainan. CK-MB juga dapat dideteksi pada
hsCRP berdasarkan rekomendasi CDC/AHA untuk penilaian kelainan di luarjantung misalnya pada rhabdomiolisis dan
risiko penyakit kardiovaskular, kadar berturut-turut < strok. Dalam lingkup diagnostik laboratorium, penetapan
1,0; 1.0-3.0; dan 3.0-10.0 mg/L ditafsirkan memberikan CK total dan troponin dapat membantu membedakan
risiko relatif berturut-turut rendah, sedang, dan tinggi. gambaran klinis tersebut. Kepekaan (sensitivity) penetapan
Kadar hsCRP yang lebih tinggi lebih besar kemungkinan CK-MB tergantung dari waktu pengambilan sampel darah.
258 LABORATORIUM KLINIK

Karena itu penting pemantauan dengan pemeriksaan dibedakan antara jenis T, I , dan C; yang penting untuk
ulang/ serial Diagnosis IMA didasarkan pada 3 temuan, diagnostikjantung adalah Troponin T (TnT) dan Troponin
yaitu CK total >190 U/L, CK-MB >24 U/L dan rasio CK-MB/ I (Tnl). Meskipun fungsi Troponin sama pada semua
CK total >6% (umumnya 6-25%). otot lurik, TnT dan Tnl yang berasal dari otot jantung/
Pemeriksaan CK-MB dapat dilakukan dengan beberapa miokardium dapat dibedakan dari yang berasal dari
cara. Ada yang berdasarkan keaktifannya sebagai enzim otot skelet dengan menggunakan antibodi monoklonal,
(CK-MB act), ada pula sebagai massa (CK-MB mass). dikenal sebagai cTnT dan cTnl. Berat molekul cTnT, 39,7
Pengukuran CK-MB berdasarkan keaktifannya dilakukan kD sedangkan cTnl 23,9 kD. Keduanya bersifat spesifik
dengan fotometer, biasanya dengan cara immunoinhibition, dan sensitif untuk kerusakan miokardium. Pada IMA,
dan hasilnya dinyatakan secara kuantitatif dengan kadar cTnT serum meningkat sekitar 3-4 jam setelah
nilai rujukan <25 U/L. Pengukuran CK-MB berdasarkan gejala jantung dan dapat tetap tinggi sampai 14 hari,
massanya, dengan uji cepat kualitatif atau kuantitatif dan sedangkan kadar cTnl mulai meningkat sekitar 3-6
dengan cara elektrokemiluminesen immunoassay, dengan jam setelah timbul gejala, mencapai puncaknya pada
nilai rujukan <72 ng/mL untuk laki-laki dan <58 ng/mL 12-16 jam, dan dapat menetap selama 4-9 hari. cTnT
untuk perempuan. Untuk diagnosis penafsiran hasil harus merupakan penanda prognosis bebas {independent)
selalu dilakukan dengan mempertimbangkan riwayat sakit, yang dapat memprediksi akibat jangka dekat, sedang,
pemeriksaan klinis dan temuan lain.11 dan lama pasien dengan SKA, juga berguna untuk
mengenai pasien yang mendapat manfaat dari terapi
antitrombotik.
MIOGLOBIN (MG) Komisi bersama dari the European Society of
Cardiology (ESC), dan the American College of Cardiology
Mioglobin merupakan protein sitoplasmik dalam otot lurik (ACC) telah mendefinisi ulang IMA yaitu IMA didiagnosis
jantung dan skelet, ikut berperan pada angkutan oksigen bila kadar cardiac Troponin di atas 99 %-til batas rujukan
di dalam miosit dan juga sebagai penampung oksigen. (dari populasi sehat) pada keadaan klinis iskemia
Berat molekul mioglobin 17,8 kD, cukup kecil, yang akut. Pada kadar tersebut ketidaktelitian {imprecision),
memungkinkannya untuk lewat dengan cepat ke sirkulasi dinyatakan dengan koefisien variasi (CV), untuk tiap
setelah adanya kerusakan miosit. Penetapan mioglobin tes harus <10 %.^^ Oleh karena itu pasien dengan SKA
dalam serum penting untuk diagnosis IMA, reinfark dini, didiagnosis IMA (STEMI atau NSTEMI) bila cTn dan /
dan reperfusi yang berhasil pasca terapi lisis. Kadarnya atau CK-MB meningkat dan angina tidak stabil {unstable
sudah meningkat sekitar 2 jam setelah timbul gejala. Oleh angina = UA) bila cTn dan CK-MB masih dalam batas
karena itu mioglobin digolongkan sebagai penanda dini rujukan. Berdasarkan definisi ulang tersebut telah
untuk IMA. Tergantung dari tindakan reperfusi pengobatan diterbitkan beberapa pedoman.^"
yang dilakukan, kadar mioglobin serum mencapai puncak Perlu diketahui bahwa kenaikan Tn oleh karena jejas
4-12 jam setelah mulainya infark dan turun ke tingkat miokard juga dijumpai pada gagal jantung kongestif,
normal setelah kira-kira 24 jam. Kadar mioglobin juga kardiomiopati, miokarditis, kontusiojantung, transplantasi
meningkat pada kerusakan otot skelet dan gangguan jantung, disfungsi ventrikel kiri pada renjatan septik,
berat fungsi ginjal. terapi intervensi seperti bedah jantung, PTCA, dan
Pemeriksaan mioglobin dapat dilakukan dengan cara kardiotoksisitas oleh karena obat. Tn dapat mendeteksi
cepat kualitatif atau kuantitatif dengan cara immunoassay. infark mikro miokard. Oleh karena itu kadar Troponin
Bahan pemeriksaan dapat berupa darah utuh untuk cara yang meningkat mengindikasikan jejas miokardial tetapi
imunokromatografi, dan serum atau plasma heparin, EDTA tidak sinonim dengan mekanisme iskemik dari jejas.
atau sitrat untuk immunoassay. Nilai rujukan sekitar 28-72 Peningkatan kadar cTnT dilaporkan pula pada pasien
ng/mL pada laki-laki dan 25-58 ng/mLpada perempuan, dengan gagal ginjal, emboli paru, strok, bedah bukan
menggunakan cara kemiluminesen. Nilai rujukan jantung, juga pada rhabdomiolisis, dan polimiositis.
mungkin berbeda berdasarkan metoda dan populasi. Bahan pemeriksaan dapat berupa darah utuh, serum
Tiap laboratorium disarankan untuk menetapkan nilai atau plasma heparin, EDTA, atau sitrat. Pemeriksaan
rujukannya sendiri dengan populasi setempat.^^ dapat dilakukan dengan uji cepat dan dapat pula dengan
metoda immunoassay. Nilai rujukan dengan metoda
elektrokemiluminesen untuk cTnT < 0,010 |ig/L, sedangkan
T R O P O N I N (TN) untuk cTnl <0,160 ^ig/L. Karena kinetik pelepasan cTn maka
hasil rendah pada pemeriksaan pada jam-jam pertama dari
Troponin merupakan komponen aparatus kontraktil otot awitan gejala belum dapat menyingkirkan diagnosis IMA
lurik, sebagai protein pengatur kunci. Troponin dapat dan perlu dipantau secara serial.^^'^^
TES PENANDA DIANOSTIK JANTUNG 259

TROPONIN HIGH SENSITIVE (HSTROPONIN) Troponin generasi sebelumnya maka diagnosis IMA dapat
ditegakkan lebih dini.^^"
Pada diagnosis NSTEMI penting sekali pemeriksaan
penanda nekrosis jantung. Menurut definisi universal yang
baru, IMA didiagnosis bila didapatkan peningkatan kadar HEART FATTY ACID BINDING PROTEIN (HFABP)
cTn di atas 99%-til batas rujukan (dari populasi sehat)
bersama dengan adanya bukti iskemia miokardium (gejala, Protein pengikat asam lemak kardiak ini ditemukan pada
perubahan EKG, atau pencitraan). Definisi ini memerlukan tahun 1988, merupakan protein sitoplasma terdiri dari
pemeriksaan troponin dengan ketidaktelitian, dinyatakan 132 residu asam amino dengan berat molekul 15kD,
dengan CV, yang <10 % pada kadar di nilai batas rujukan berikatan dengan asam lemak rantai panjang dan berperan
tersebut. Pada pedoman yang baru cTn juga merupakan penting intraseluler sebagai pembawa asam lemak masuk
penanda jejas miokardium yang disukai untuk diagnosis ke mitokhondria. Selain di j a n t u n g FABP j u g a dapat
dan pengobatan NSTEMI.^^^« ditemukan di jaringan lain seperti usus dan hati. FABP
Kadar rendah cTnT dapat dideteksi pada pasien yang berasal dari jantung, HFABR dapat dibedakan dari
dengan keadaan klinis stabil seperti pasien dengan gagal yang lain dan diukur tersendiri menggunakan antibodi
jantung baik yang iskemik maupun yang tidak iskemik, monoklonal.^"
berbagai bentuk kardiomiopati, gagal ginjal, sepsis, dan Setelah serangan iskemia miokard, kadar asam lemak
diabetes. Peningkatan kadar cTnT berhubungan dengan intraseluler mulai meningkat secara bermakna dalam 20-
beratnya penyakit arteri koroner dan hasil buruk tidak 45 menit, terakumulasi di jaringan miokardium dan hal
tergantung pada kadar natriuretic peptide. Kadar rendah ini dihubungkan dengan terjadinya aritmia, peningkatan
troponin T merupakan prediktor bebas {independent) dari ukuran infark miokardium dan penurunan kontraktilitas
kejadian kardiovaskular termasuk timbul dan kekambuhan m i o k a r d i u m . Pada keadaan iskemia, HFABP penting
fibrilasi atrium. untuk mencegah kerusakan jaringan. Pada IMA, HFABP
Pemeriksaan hsTnT menggunakan cara immunoassay dilepaskan ke aliran darah oleh miosit yang rusak dan
kemiluminesen dengan 2 j e n i s antibodi monoklonal secara cepat dibersihkan dari darah oleh filtrasi ginjal.
yang khusus ditujukan pada jantung Troponin T manusia, Kadar HFABP plasma/ serum dilaporkan meningkat di atas
mengenali 2 epitop di bagian tengah, yaitu asam amino nilai rujukan dalam 1,5-3 j a m pertama dari permulaan
125-131 dan 136-147. Selain pengembangan cTnTjuga infark, dan kembali normal dalam 24 j a m . McCann dkk
ada pengembangan hsTnl dengan nilai rujukan tersendiri. mendapatkan bahwa pengukuran HFABP dalam serum
Bahan pemeriksaan dapat serum atau plasma EDTA, atau penderita dengan nyeri dada iskemik akut pada waktu
heparin. Nilai rujukan menggunakan cara kemiluminesen awal akan membantu diagnosis dini IMA dan melengkapi
pada nilai batas 9 %-til adalah hsTnT 14 ng/L (atau pg/mL) pengukuran Troponin T kardiak (cTrop-T). Untuk
dengan 95 % confidence interval 12,7-24,9 ng/L (pg/mL). penderita yang datang dalam 4 jam dari mulainya gejala,
Kadar terendah dengan CV 10 %, sebagaimana persyaratan kepekaan {sensitivity) HFABP lebih tinggi secara bermakna
Universal definition, adalah 13 ng/L (pg/mL).20-21 Dengan dibandingkan cTrop-T tetapi spesifisitasnya (71%) lebih
kepekaan hsTroponin yang j a u h lebih baik daripada rendah daripada cTrop-T ( 9 5 % ) . "

T n T h s (% positif) tergantung waktu p a s c a awitan


gejala pada pasien dg Non-STEMI: lebih dini

«— CK-MB — H-FABP
— cTnl — Myo
— cTnT
Penanda Jantung Infark Miokard:
HFABP, Mioglobin lebih cepat daripada CK-MB, c T n l , cTnT
G a m b a r 7. Perubahan kadar hs-Troponin T dan cTroponin T
G a m b a r 8. Penandajantung infark miokard
pada pasien dengan Non-STEMI.
260 LABORATORIUM KLINIK

Pemeriksaan HFABP dapat dilakukan dengan uji cepat menunjukkan NT-proBNP merupakan prediktor bebas
baik kualitatif maupun kuantitatif. Bahan pemeriksaan terkuat untuk kematian dalam 1 tahun bagi pasien dengan
berupa darah utuh ataupun serum atau plasma heparin. SKA.^° Parameter ini juga berguna untuk membedakan
Nilai rujukan pada individu yang sehat kadar HFABP relatif p e n y e b a b kardiak dari n o n - k a r d i a k dan m e m b a n t u
rendah, yaitu < 6 n g / m l . " " mengenali subyek dengan disfungsi ventrikel kiri. Task
Force dari ESC untuk diagnosis dan pengobatan gagal
j a n t u n g kronis menganjurkan dalam p e d o m a n yang
B-NATRIURETIC PEPTIDE diterbitkannya bahwa BNP dan NT-proBNP mungkin
paling bermanfaat secara klinis untuk menyingkirkan
Kelompok peptida natriuretik terdiri dari natriuretik A diagnosis gagal jantung berdasarkan nilai prediktif negatif
(A-type natriuretic peptide atau dahulu dikenal sebagai yang amat tinggi dan k o n s i s t e n . P e r u b a h a n kadar NT-
atrial natriuretic peptide = ANP), natriuretik B (B-type proBNP dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan
natriuretic peptide atau dahulu dikenal sebagai brain pengobatan pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, juga
natriuretic peptide = BNP) dan C-type natriuretic peptide baik untuk menilai remodeling vaskular dan membantu
(CNP). ANP dan BNP merupakan antagonis pengaruh prosedur rehabilitasi perorangan. Kadar NT-proBNP juga
sistem renin-angiotensin-aldosteron dengan kerjanya mewakili fungsi jantung dan mengindikasikan peningkatan
sebagai diuretik/ natriuretik dan vasodilator terhadap risiko retensi cairan pada pasien yang direncanakan untuk
keseimbangan elektrolit dan cairan.^^ diberikan obat yang potensial kardiotoksik atau intervensi
Disfungsi jantung terjadi dan berkembang mulai dari yang menyebabkan retensi cairan atau volume overload,
tanpa gejala sampai yang berat. Klasifikasi yang dianut misalnya penghambat COX-2, dan NSAID.
umumnya mengacu kepada New York Heart Asociation Pemeriksaan BNP dapat ditujukan kepada fragmen
(NYHA) yang membagi dalam kelas 1-4 berdasarkan aktif BNP atau fragmen tidak aktif NT-proBNR Penggunaan
beratnya g a n g g u a n . Pada subyek d e n g a n disfungsi
ventrikel kiri, terjadi peningkatan kadar proBNP yang
terdiri dari 108 asam amino, yang disekresi terutama Al<;(>ritmc iitk l)ia<;n()sis (iayal .lanfiin<; Akut ( K S C )
dari ventrikel. ProBNP tersebut kemudian dibelah secara
enzimatik menjadi fragmen aktif BNP (asam amino 77- Di Gawat darurat: Pasien data
108) dan fragmen tidak aktif NT-proBNP (asam amino Berdasarkan kadar BNP & NT-p
1-76).28

Berdasarkan banyak penelitian dinyatakan bahwa


NT-proBNP dapat dipergunakan untuk diagnostik
dan prognostik kelainan disfungsi ventrikel kiri. Fisher
100-400 Penilaian lebih lanjut
dkk menyimpulkan bahwa pada pasien gagal jantung
kongestif, nilai NT-proBNP di atas median menunjukkan
53% kematian dalam 1 tahun dibandingkan 1 1 %
bila nilainya di bawah median.^^ Penelitian GUSTO IV G a m b a r 10. Algoritme Diagnosis Gagal Jantung dengan BNP
dan NT-proBNR

Penglepasan BNP dari Miosit Jantung


Nilai potong NT-proBNP 3 0 0 - 1 8 0 0
p g / m L b e r d a s a r k a n Usia

Usia Nilai M-proBNP


(tahun) (pg/mL)
< 50 ^"<t J><> > 450

50-75 "'<•<> > 9(M»


>75 <(io !«(((» >|««0

Penafsiran <>.IK akm kiir:iii<4 (i.lk akut mungkin.


niiiii^kiii. rirtiiiih:iii<4kan taklui
l'('ii>i-l):il> lain iicrlii |)in\i-rla
tli|>i'iliiiil»aii;;kaii
Adopted from J , Mairet a l . Clin Chem Lab Med 2001, 39(7) 571-588:
McCullough el al. Reviews in Cardiovascular Medicine 2003: 4 (2). 72-78.

G a m b a r 9. Penglepasan B-Natriuretic Peptide (BNP dan NT-


G a m b a r 1 1 . Nilai Potong NT-proBNP berdasarkan Usia
proBNP) pada Rangsangan Ventrikel. pasien.
TES PENANDA DIANOSTIK JANTUNG 261

keduanya sebagai penanda j a n t u n g sejajar hanya nilai 9. Danesh J, Wheeler JG, Hirschfield G M , et al. C-Reactive
rujukannya berbeda dengan beberapa perbedaan sifat. Protein and other circulating markers of inflammation in
the prediction of coronary heart disease. N Eng J Med 2004;
Pemeriksaan m e n g g u n a k a n cara immunoassay. Bahan
350 (14): 1387-97.
pemeriksaan berupa serum atau plasma heparin dan 10. Cobas. C R P H S Tina-quant a Cardiac C-reactive Protein
EDTA.^2 (ILatex) high sensitive. 2009-02 V 16 E n g l i s h , Roche
Diagnostics, 2009.
Nilai rujukan untuk BNP dan NT-proBNP berbeda,
11. Cobas. CK-MB. C K - M B - the MB isoenzyme of creatine kinase.
berdasarkan metodik dan pabrik pembuat reagen serta Ref 11821598 322, 2010-08, V 12 English, Roche Diagnostics,
populasi yang diteliti. Selalu dianjurkan agar tiap pusat/ 2010.
RS m e n e t a p k a n nilai r u j u k a n n y a sendiri. Beberapa 12. Cobas. Myoglobin. Ref 12178214 122, 2010-07, V 13 English.
Roche Diagnostics, 2010.
penelitian dengan cara kemiluminesen mendapatkan nilai
13. Alpert JS, Thygessen K. Myocardial infarction redefined
batas 125 pg/mL untuk NT-proBNP; kadar <125 pg/mL - A consensus document of the joint European Society of
menyingkirkan disfungsi jantung dengan tingkat kepastian Cardiology / American College of Cardiology committee
for the redefinition of myocardial infarction. J A C C 2000; 36:
tinggi pada pasien tersangka gagal jantung dengan sesak,
959-69.
sedangkan kadar >125 pg/mL mungkin mengindikasikan 14. Braunwald E, Antman E M , Beasley JW, et al. A C C / A H A
disfungsi jantung dan berkaitan dengan peningkatan risiko guidelines for the management of patients with unstable
penyulit jantung seperti infark miokard, gagal jantung dan angina and non-ST-elevation myocardial infarction: Executive
summary and recommendation. Circulation 2000; 102:1193-
kematian. Gustafsson dkk mendapatkan pada 721 pasien
1209.
dengan gagal j a n t u n g stabil dibandingkan dengan 2264 15. Cobas. Troponin T. Troponin T, cardiac T. Ref 04491815 190,
orang kelompok rujukan bahwa nilai batas 125 pg/mL 2010-11, V 6 English. Roche Diagnostics, 2010.
16. Cobas. Troponin I. Ref 05094810 190, 2010-02, V 3 English.
memberikan kepekaan (sensitivity) 8 8 % dan kekhasan
Roche Diagnostics, 2010.
(specificity) 92%, nilai prediktif positif (NPP) 80,6% dan
17. The Task Force for the diagnosis and treatment of Non-
nilai prediktif negatif (NPP) 96,7%."'^" ST Segment Elevation Acute Coronary Syndrome of the
European Society of Cardiology. Guidelines for the diagnosi
and treatment of non-ST-elevation acute coronary syndrome.
Eur Heart J 2007; 28:1598-1660.
REFERENSI 18. Thygessen K, Alpert JS, White H D on behalf of the Joint
E S C / A C C F / A H A / H W H F Task Force for the Redefinition
of Myocardial Infarction: universal definition of myocardial
1. Panteghini M, Apple FS, Christenson R H , Dati F, Mair J, W u
infarction. Eur Heart J 2007; 28: 2525-38.
A H . Proposals from I F C C Committee on Standardization of
Markers of Cardiac Damage (C-SMCD): recommendations 19. Rossing P, Jorsal A, Tamow L , Parving H H . Plasna hs-
on use of biochemical markers of cardiac damage in acute Troponin T predicts cardiovascular and all cause mortality
coronary syndromes. Scan J Clin Lab Invest, Supplementum, as well as deterioration in kidney function in type 1 diabetic
1999; 230:103-12. patients with nephropathy. Abstract E A S D 2008.
2. Joint European Society of Cardiology/American College of 20. Cobas. Troponin T hs.05b92744 190, 2011-02, V 4 English.
Cardiology Committee. Myocardial infarction redefined —a Roche Diagnostics, 2011.
consensus document of the joint E u r o p e a n Society of 21. White H D . H i g h e r sensitivity troponin levels in the
Cardiology/American College of Cardiology Committee community: what do they mean and how will the diagnosis
for the Redefinition of Myocardial Infarction. Eur Heart J of myocardial infarction be made? A m Heart J 2010; 159:
2000; 21:1502-13. 933-6.
3. Apple FS, Wu A H B . Myocardial infarction redefined: Role of 22. Hochholzer W, Morrow D A , Giugliano RP. Novel biomarkers
cardiac troponin testing. Clin Chem 2001; 47: 377-9. in cardiovascular disease: Update 2010. A m Heart J
160(4):583-94
4. Thygesen K, Alpert JS, White H D ; Joint E S C / A C C F / A H A /
W H F Task Force for the Redefinition of Myocardial Infarction. 23. Giannitsis E, Kurz K, Hallermayer K, Jarausch J, Jaffe AS,
Universal definition of myocardial infarction. Eur Heart J Katus H A . Analytical validation of a high-sensitivity cardiac
2007; 28: 2525-38. troponin T assay. Clin Chem 2010; 56: 254-61.
24. Kilcullen N, Viswanathan K, Das R, et al, for the E M M A C E - 2
5. de Lemos J. Cardiovascular biomarkers for acute coronary
Investigators. Heart-type fatty acid-binding protein predicts
syndromes Using a multi-marker strategy. Emerg Med
long-term mortality after acute coronary syndrome and
Critical Rev 2006; 20-22.
identifies high-risk patients across the range of troponin
6. Ridker P M , Hennekens C H , Buring JE, Rifai N . et al.
values. J. A m . Coll. Cardiol 2007;50: 2061-7.
C-Reactive Protein and other markers of inflammation in the
25. McCann CJ, Glover BM, Menown IBA, et al. Novel biomarker
prediction of cardiovascular disease in women. N Eng J Med
in early diagnosis of acute myocardial infarction compared
2000; 342 (112); 836-43.
with cardiac Troponin T. Eur Heart J. 2008;29:2843-50.
7. Ridker PM. Clinical application of C-Reactive Protein for
26. Cavus U , Coskun F, Y a v u z B et al. Heart type fatty acid
cardiovascular disease detection and prevention. Circulation
binding protein can be a diagnostic marker in acute coronary
2003; 107: 363-9.
syndromes. J Nat Med Ass. 2006;98:1067-70.
8. Pearson T A , Mensah G A , Alexander RW, et al. Markers of
27. Azzazy H M , Reisers M M A L , Cristenson R H . Unbound free
inflammation and cardiovascular disease. Application to
fatty acid and heart type fatt\' acid binding protein: diagnostic
clinical and public health practice, a statement for healthcare
assay and clinical application. Clin Chem.2006;52:19-29.
professionals from the Centers for Disease Control and
28. Valli N , Gobinet A, Bordenave L . Review of 10 years of the
Prevention and the American Heart Association. Circulation
clinical use of brain natriuretic peptide in cardiology. J Lab
2003; 107: 499-511.
Clin Med 1999; 134:437-44.
262 LABORATORIUM KLINIK

29. Fisher C et al. NT-proBNP predicts prognosis in patients with


chronic heart failure. Heart 2003; 89: 879-81.
30. James SK, Lindback J, Tillyet J, al. NT-proBNP and other
risk markers for the separate prediction of mortality and
subsequent myocardial infarction in patients with unstable
coronary arter)' disease. G U S T O IV substudy. Circulation
2003; 108: 275-81.
31. Remme WJ, Swedberg K. The European Society of Cardiology
Task Force Report: Guidelines for the diagnosis and treatment
of chronic heart failure. Eur Heart J 2001; 22:1527-60.
32. Prontera C , Emdin M, Zucchelli G C , Ripoli A, Passino C ,
Clerico A. Analytical performance and diagnostic accuracy
of a fully automated electrochemiluminescent assay for the
N-termoinal fragment of the proo-peptide odf brain natri-
uretic peptide in patients with cardiomyopathy: comparison
with immunoradiometric assay methods for brain natriuretic
peptide and atrial natriuretic peptide. Clin Chem Lab Med
2004; 42: 37-44.
33. Cobas. proBNP II, N-terminal pro B-type natriuretic peptide.
Ref 04842464 190, 2010-05, V 5 English. Roche Diagnostics,
2010.
34. Gustafsson F, Badskjaer J, Hansen FS, et al. Value of
N-terminal proBNP in the diagnosis of left ventricular
systolic dysfunction in primary care patients referred for
echocardiographyHeart Drug 2003; 3:141-6.
31
TES FUNGSI PENYAKIT HIPOFISIS
John MR Adam

PENDAHULUAN tes supresi glukosa.^ Pada orang normal kadar hormon


tumbuh sekitar 1,5 ng/mL Pada akromegali kadar hormon
Kelenjar hipofisis terdiri atas tiga bagian yaitu hipofisis tumbuh pada keadaan puasa meningkat sampai >10 ng/
bagian depan {anterior), hipofisis bagian tengah mL Oleh karena sekresi hormon tumbuh pada akromegali
{intermediate), dan hipofisis bagian belal<ang {posterior). terjadi episodik, maka pemeriksaan hormon tumbuh perlu
Hipofisis bagian depan mengeluarkan linna jenis hormon dilakukan beberapa kali.
yaitu somatotropin, corticotropin atau adrenocorticotropic Pemeriksaan tes supresi glukosa disebut juga tes
hormone (ACTH), tirotropin, gonadotropin yaitu follicle- toleransi glukosa menggunakan beban glukosa 100 mg. Tes
stimulating hormone dan luteinizing hormone, serta supresi glukosa merupakan tes yang mudah dilakukan dan
prolaktin. Hipofisis posterior menghasilkan dua hormon spesifik untuk diagnosis akromegali. Dalam keadaan puasa
yaitu vasopresin dan oksitosin. Oleh karena banyaknya penderita diberikan minum glukosa 100 gram, kemudian
hormon dengan fungsi yang berbeda yang dihasikan oleh setelah satu jam diperiksa kadar hormon tumbuh. Pada
kelenjar hipofisis, maka tes fungsi penyakit hipofisis akan orang sehat kadar hormon tumbuh akan menurun dan
berbeda untuk tiap penyakit. meningkat kembali seiring dengan meningkatnya kadar
Perlu diingat bahwa sebagian besar dari penyakit glukosa plasma. Tes supresi glukosa pada orang sehat akan
hipofisis adalah suatu tumor yang menghasilkan hormon. menurunkan kadar hormon tumbuh >1 ng/mL Sebaliknya
Oleh karena itu, selain tes fungsi hormon, sangat pada akromegali penurun hormon tumbuh tidak lebih
dibutuhkan pemeriksaan pencitraan seperti CT-scan dan dari 1 ng/mL.
MRI. Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai tes
fungsi endokrin penyakit akromegali, prolaktinoma, dan Pemeriksaan IGF-1 {insulin-like growth factor)
diabetes insipidus. Kadar IGF-1 berkaitan dengan sekresi hormon tumbuh dan
meningkat pada akromegali. Oleh karena itu, pemeriksaan
ini spesifik untuk diagnosis akromegali.^ Seperti sudah
AKROMEGALI disebutkan sebelumnya, pemeriksaan pencitraan
penting sekali selain menentukan besarnya tumor, juga
Penyakit akromegali adalah suatu tumoryang menghasilkan menentukan lokalisasi tumor untuk menentukan tindakan
hormon tumbuh yang berlebihan pada usia dewasa. Secara bedah.
klinis akromegali dapat didiagnosis dengan mudah.
Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis akromegali
tidak hanya sekadar mendiagnosis penyakit tersebut tetapi PROLAKTINOMA
juga dibutuhkan untuk menentukan apakah penyakit
tersebut masih aktif atau tidak. Prolaktinoma adalah tumor hipofisis yang menghasilkan
hormon prolaktin. Prolaktinoma merupakan tumor
Pemeriksaan Hormon Tumbuh hipofisis yang paling sering ditemukan. Dari semua tumor
Hormon tumbuh dapat diperiksa dengan dua cara yaitu hipofisis, prolaktinoma diperkirakan sekitar 40% dari
kadar homon pada keadaan puasa dan dengan melakukan semua tumor hipofisis.^ Gambaran klinis yang khas adalah

263
264 LABORATORIUM KLINIK

adanya galaktore yang disertai dengan disfungsi seksual Apabila jumlah air seni mencapai 1 liter maka perlu
seperti amenorea pada wanita dan impotensi pada pria. ditimbang berat badan. Apabila air seni tampung
Kadar hormon prolaktin yang normal, pada wanita < 25 m e m p u n y a i osmolalitas <10% dan berat badan
ug/L dan pria < 20 u g / L I . menurun >2% dari awalnya, maka perlu diperiksa
Meningkatnya kadar hormon prolaktin dapat kadar sodium dan osmolalitas plasma. Tes dehidrasi
disebabkan oleh beberapa hal yaitu pada wanita hamil dan dihentikan apabila berat badan penderita menurun
beberapa obat seperti obat antidepresi {tricyclic inhibitor sampai 3 kg.
MAO) dan antihipertensi seperti verapamil. Oleh karena
itu, diagnosis prolaktinoma berdasarkan meningkatnya Tes desmopresin
kadar hormon prolaktin hanya dapat ditegakkan setelah Tes dehidrasi dilanjutkan dengan tes desmopresin
menyingkirkan semua penyebab sekunder. Hal yang yaitu penderita diberikan suntikan 2 pg desmopressin,
paling penting untuk mendiagnosis prolaktinoma adalah dan setelah 2 j a m diukur kembali jumlah air seni dan
gambaran klinis, khususnya galaktore, hiperprolaktinemi, pemeriksaan osmolalitas.
dan hasil pencitraan adanya tumor hipofisis.^
Pemeriksaan kadar vasopresin plasma
Bagaimana menginterpretasi hasil tes di atas.
1. Polidipsi primer
DIABETES INSIPIDUS
J u m l a h air seni m e n u r u n dan o s m o l a l i t a s urin
meningkat, serta tidak bereaksi dengan pemberian
Diabetes insipidus adalah penyakit yang ditandai oleh
desmopresin
jumlah air seni yang berlebihan yang bersifat hipotonik
2. Diabetes insipidus hipotalamik
dan disebabkan oleh k u r a n g / tidak adanya hormon
Konsentrasi air seni tidak berubah atau sedikit sekali.
vasopressin atau respons terhadap hormon vasopressin
Osmolalitas air seni meningkat setelah pemberian
yang tidak adekuat. Jumlah air seni >4 liter sehari patut
desmopresin. Selain itu, yang paling penting adalah
dicurigai adanya diabetes insipidus." Dikenal empat bentuk
pemeriksaan kadar vasopresin darah rendah, bahkan
diabetes insipidus yaitu.^
tidak terdeteksi
1. Diabetes insipidus hipotalamik (diabetes insipidus
3. Diabetes insipidus nefrogenik
sentral) sebagai akibat berkurangnya atau tidak
Sama halnya dengan diabetes insipidus hipo-talamik,
adanya hormon vasopresin
konsentrasi air seni tidak berubah. Berbeda dengan
2. Diabetes insipidus nefrogenik d i s e b a b k a n oleh
diabetes insipidus hipotalamik, pada diabetes insipidus
respons ginjal terhadap hormon vasopresin yang
nefrogenik osmolalitas air seni tidak meningkat
menurun.
setelah pemberian desmopresin. Penting sekali untuk
3. Diabetes insipidus pada kehamilan yang disebabkan
mendiagnosis diabetes insipidus nefrogenik adalah
oleh metabolisme hormon vasopresin yang berlebihan
pemeriksaan kadar vasopresin darah yang sangat
dan bersifat sementara.
meningkat.
4. Diabetes insipidus dikenal dengan polidipsia primer
sebagai akibat minum yang berlebihan.

Mendiagnosis diabetes insipdus tidak terlalu sulit,


cukup dengan mengukur j u m l a h urin selama 24 j a m .
Yang sulit adalah membedakan jenis diabetes insipidus,
terutama untuk membedakan antara polidipsi primer dan
penyebab diabetes insipidus lainnya. Untuk itu, pada saat
ini yang dianggap sebagai tes diagnostik terbaik adalah
tes dehidrasi, pemeriksaan kadar vasopressin plasma, dan
respons terhadap suntikkan desmopresin.^
Urutan tes yang dibutuhkan untuk mendiagnosis
diabetes insipidus adalah sebagai berikut:

Tes dehidrasi.^ ^
Penderita ditimbang dan sekaligus diambil contoh
darah untuk pemeriksaan kadar sodium dan
osmolalitas plasma
Gambar 1. Perubahan osmolalitas air seni pada diabetes
Penderita dipuasakan dan kemudian jumlah air seni insipidus yang berbeda selama tes dehidrasi dan pemberian
ditakar setiap j a m untuk pemeriksaan osmolalitas. desmopresin.^
TES FUNGSI PENYAKIT HIPOFISIS 265

REFERENSI

1. Javorsky BR, Aron D C , Finding JW, Tyrrell JB. Hypothalamus


and pituitary gland. In Gardner D G , Shoback D , eds.
Greenspan's: Basic and Clinical Endocrinology. 9th ed.
McGraw-Hill; 2011. p. 65 - 114.
2. Melmed S, Kleinberg D , Ho K. Pituitary physiology and
diagnostic evaluation. In: Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR,
Kronenberg H M , eds. William Textbook of Endocrinology.
12th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 175 - 228.
3. Mancini T, Casanueva FF, Giustina A. Hyperprolactinemia
and prolactinomas. Acta Endcrinol Metab N A m 2008; 37:
67-9.
4. L o h JA, Verbalis JG. Disorders of and salt metabolism
associated with pituitary disease. I n : Barkan A L , ed.
Endocrinol and Metab Clin of North America. Philadelphia:
Saunders Company.; 2008; 37. p. 213-34.
5. Robinson A G , Verbalis JG. Posterior pituitary. In: Melmed
S, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg H M , eds. Williams
Textbook of Endocrinology, 12th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders.; 2011. p. 291-323.
6. Robinson A G . The Posterior Pituitary (Neurohypophysis). In
Gardner D G , Shoback D, eds. Greenspan's: Basic and Clinical
Endocrinology. 9th ed. McGraw-Hill.; 2011. p. 115 - 128.
7. Victorina W M , Rydstedt L L , Sowers JR. Clinical disorders of
vasopressin. In: Lavin N , ed. Manual of Endocrinology and
Metabolism, 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.; 2002. p. 68-82.
8. Miller M, Dalakos T, Moses A M , Fellerman H , Streeten
D. Recognition of partial defects in antidiuretic hormone
secretion. A n n Int Med 1970; 73: 721 - 9.
32
TES FUNGSI PENYAKIT KELENJAR ADRENAL
John MF Adam

PENDAHULUAN liur, pemeriksaan kadar kortisol air seni 24 jam, dan tes
supresi deksametason. Menurut Nieman dan kawan-
Kelenjar adrenal atau suprarenal terdiri atas dua bagian kawan^ untuk membuktikan adanya sindrom skrining
yaitu bagian korteks dan medula yang masing-nnasing sebaiknya menggunakan dua tes skrining yang berlainan
nnengeluarkan hormon yang berbeda. Sama halnya dengan (lihat gambar 1).
penyakit kelenjar hipofisis, pemeriksaan pencitraan sangat
Gara skrining untuk mendiagnosis adanya sindrom
berperan untuk diagnosis penyakit kelenjar adrenal.
Gushing
Pembahasan mengenai tes fungsi kelenjar adrenal hanya
1. Pemeriksaan kadar kortisol cairan liur
akan dibatasi pada sindrom Gushing, penyakit Addison,
Kadar kortisol cairan liur yang diambil pada jam
aldosteronisme primer, dan feokromositoma.
23.00. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan dua hari
berturut-turut."
2. Pemeriksaan kadar kortisol bebas di air seni 24 jam
SINDROM GUSHING
Kadar kortisol diperiksa dari air seni 24 jam. Pada
orang sehat kadar kortisol air seni 24 jam <50 pg/
Sindrom Gushing adalah suatu keadaan dimana terjadi
24 jam. Apabila ditemukan angka yang lebih tinggi,
peningkatan hormon glukokortikoid. Sindrom Gushing
kemungkinan besar orang tersebut menderita
dibagi atas dua jenis yaitu, a) sindrom Gushing akibat
sindrom Gushing^
AGTH yang meningkat {ACTH dependent) yang terdiri atas
3. Pemeriksaan tes supresi deksametason
penyakit Gushing akibat adenoma hipofisis (sekitar 80%
Penderita diberikan deksametason 1 mg pada jam
dari semua sindrom Gushing) dan akibat neoplasma bukan
23.00, kemudian pada pagi harinya diperiksa kadar
dari kelenjar hipofisis {ectopic ACTH), b) sindrom Gushing
kortisol plasma. Pada orang sehat kadar kortisol
bukan akibat kadar hormon AGTH yang meningkat {ACTH
plasma pagi hari setelah pemberian dexametason
independent), termasuk disini adenoma neoplasma/
akan menurun tetapi tidak lebih dari 1,8 pg/dl.^
karsinoma adrenal, hiperplasi noduler, dan iatrogenik
akibatkortikosteroid berlebihan.^ Tes untuk membedakan penyebab sindrom Gushing
Mendiagnosis sindrom Gushing secara klinik
mudah karena tidak tergantung dari penyebabnya dan Pemeriksaan kadar ACTH plasma
mempunyai gambaran klinis yang khas. Pemeriksaan Pemeriksaan kadar AGTH plasma pagi hari penting
untuk mendiagnosis sindrom Gushing harus dilakukan sekali untuk membedakan antara sindrom Gushing yang
secara bertahap yaitu tergantung pada kadar AGTH {ACTH dependent Cashing)
a) skrining untuk menentukan apakah betui sindrom dan sindrom Gushing yang tidak tergantung pada AGTH
Gushing, disebut juga tes skrining, dan b) apabila tes {ACTH independent Cashing). Kadar AGTH plasma normal
skrining positif, maka dilanjutkan dengan tes untuk <5 pg/mL Pada umumnya apabila ditemukan kadar AGTH
menentukan penyebab sindrom Gushing.^ Skrining untuk yang tinggi >10 pg/mL menunjukkan sindrom Gushing
menentukan sindrom Gushing dapat dilakukan dengan tergantung AGTH. Walaupun bukti klinis memperlihatkan
beberapa cara yaitu peneriksaan kadar kortisol dari air kadar AGTH plasma jauh lebih tinggi pada tumor ektopik

266
TES FUNGSI PENYAKIT KELENJAR ANDRENAL
267

Curiga sindrom Gushing

Periksa apakah ada penggunaan kortikosteroid

Lakukan salah satu tes di bawah ini

24 jam KB * air seni (s 2 tes) Tes DXM** 1-mg Kortisol cairan air liur (> tes)

Apabila ada hasil yang tidak normal Normal (Tidak mungkin SC)

Tes mencari penyebab

Kadar ACTH plasma, CRH tes metyrapon

Abnormal Normal

Sindrom Gushing

*KB = kortisol bebas


**DXM = deksametason
Gambar 1. Alur cara skrining untuk menentukan ada tidaknya sindrom Gushing (modifikasi).

dibandingkan adenoma hipofisis, masih perlu tes lain Inferior petrosal sinus sampling (IPPS) ^
yang membedakan antara keduanya. Dalam hal demikian Manfaat tes ini untuk m e m b e d a k a n antara penyakit
pemeriksaan pencitraan sangat berperan. Gushing dan tumor ektopik apabila dengan pemeriksaan di
atas dan pencitraan MRI belum dapat membedakan antara
Tes Corticotropin-Releasing Hormone {CRH-testy keduanya. Darah vena dari kedua bagian hipofisis mengalir
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan antara melalui inferior petrosal sinus. Dengan menggunakan
tumor ektopik dan tumor hipofisis. Tes dilakukan dengan kateter diambil contoh darah dari inferior petrosal sinus.
memberikan suntikkan intravena CRH sebanyak 1 pg/kg Pada ektopik tumor maka rasio ACTH antara kadar dari
berat badan pada pagi hari. Sebelum tes dilaksanakan, IPPS dan kadar plasma vena kurang dari 1,4:1,0 sedang
diperiksa terlebih dahulu kadar ACTH dan kortisol plasma pada penyakit Gushing rasio tersebut lebih tinggi yaitu
puasa, kemudian diambil kadar ACTH dan kortisol setiap 15 lebih tinggi dari 2:1.
menit selama satu atau dua j a m . Pada orang sehat setelah
suntikan CRH, kadar ACTH dan kortisol akan meningkat
masing-masing 15% dan 20%. Pada penyakit Gushing kadar PENYAKIT ADDISON
ACTH plasma akan meningkat >505 pg/ml dan kortisol
>20%, sedang pada tumor ektopik tidak ada perubahan. Penyakit Addison dikenal juga dengan nama insufisiensi
adrenokortikal primer, disebabkan oleh berbagai penyebab
Tes metyrapon^ antara lain penyakit autoimun, perdarahan adrenal, dan
Metyrapon menghambat enzim 11 b-hydroxylase yang infeksi seperti tuberkulosis. Pemeriksaan yang penting
berperan pada jalur pembentukkan kortisol sehingga kadar untuk menegakkan diagnosis penyakit Addison adalah^:
kortisol plasma menurun. Sebagai akibat dari menurunnya 1. Pemeriksan elektrolit yaitu kadar sodium rendah (90%)
kortisol plasma, maka akan terjadi mekanisme balik sedang kadar potassium meningkat (65%).
merangsang hipofisis melepaskan ACTH. Metyrapon secara 2. Tes stimulasi ACTH1
suntikkan intravena setiap 4 j a m selama 24 j a m . Pada Tes ini d i g u n a k a n s e b a g a i tes s k r i n i n g untuk
penyakit Gushing kadar ACTH plasma akan meningkat, m e m b u k t i k a n a p a k a h ada insufisiensi a d r e n a l .
sedangkan pada tumor ektopik tidak. Pada orang sehat pemberian suntikkan ACTH akan
268 LABORATORIUM KLINIK

meningkatkan kadar kortisol, sedangkan pada <30 tahun, dan hipertensi berat. Walaupun tidak semua
penyakit Addison tidak. Tes ini untuk nnembuktikan aldosteronisme primer ditemukan hipokalemia, tetapi
adanya insufisiensi adrekortikal, tetapi tidak untuk adanya hipokalemi harus dilanjutkan dengan pemeriksaan
membedakan sebab primer atau sekunder kadar konsentrasi aldosteron plasma (KAP) dan aktivitas
3. Kadar ACTH plasma^ renin plasma (ARP), biasanya diambil pada pagi hari antara
Setelah tes stimulasi ACTH perlu dibedakan antara j a m 8 . 0 0 - 10.00.
p e n y e b a b primer/ penyakit A d d i s o n dan p e n y e b a b Adanya kadar KAP yang tinggi biasanya >15 ng/
s e k u n d e r m a k a d i l a k u k a n p e n g u k u r a n kadar A C T H dL, d a n A R P r e n d a h y a i t u <1,0 n g / m L m e n u n j a n g
puasa. Pada penyebab primer kadar ACTH plasma puasa aldosteronisme primer Bila dilakukan rasio KAP-ARP maka
sangat meningkat mencapai >52 pg/mL, sedangkan pada rasio >20 ng/dL per ng/mL dianggap sangat mencurigakan
penyebab sekunder kadar ACTH plasma puasa tetap adanya aldoteronisme primer (gambar 2). Pada keadaan
normal yaitu 10 pg/mL bahkan dapat lebih rendah. demikian perlu dilanjutkan dengan tes konfirmasi.

Tes K o n f i r m a s i
ALDOSTERONISME PRIMER Dikenal dua jenis tes konfirmasi yaitu tes dengan sodium
oral dan tes infus salin intravena. Pada prinsipnya kedua
Sindrom aldosteronisme primer ditandai oleh tes itu untuk mengukur kadar aldosteron di urin dan
adanya hipertensi, supresi aktivitas plasma renin, dan plasma. Pada orang normal pemberian sodium akan
meningkatnya kadar aldosteron plasma. Dikenal dua menurunkan kadar aldosteron air seni atau plasma sedang
bentuk aldosteronisme primer yaitu akibat suatu adenoma pada hiperaldosteronisme primer tidak terjadi supresi
( s i n d r o m C o n n ) dan h i p e r a l d o s t e r o n i s m e idiopatik aldosteron
bilateral. Pendekatan diagnosis aldosteronisme primer
terdiri atas tiga tahap yaitu tes skrining, tes konfirmasi, Tes M e n c a r i P e n y e b a b
dan tes untuk mendeteksi penyebab.^^ Untuk mencari penyebab penting sekali pemeriksaan
pencitraan untuk mengetahui adanya a d e n o m a . Tes
Tes S k r i n i n g yang lebih sulit adalah dengan mengambil contoh darah
Adanya aldosteronisme primer harus dipikirkan pada dari masing-masing vena adrenal kanan dan kiri. Tes ini
keadaan-keadaan: hipertensi disertai hipokalemia, dimaksud untuk membedakan apakah penyakit bersifat
hipertensi yang resistan terhadap pengobatan dua atau unilateral atau bilateral.
tiga j e n i s obat, penderita hipertensi usia muda yaitu

Dipertimbangkan aldosteron primer bila ditemukan hal-hal sebagi berikut


- Hipertensi/hipokalemi
- Hipertensi resisten terhadap obat (dua atau tiga jenis obat)
- Hipertensi umur muda (< 30 tahun)
- Hipertensi berat (> 160 mmHg sistolik atau > 100 mmHg diastolik)

Tes skrining
Pemeriksaan darah untuk:
- Kadar konsentrasi aldosteron plasma (KAP)
- Aktivitas renin plasma (ARP)


KAP(S15 ng/dL; > 416 pmol/L)
ARP (< 1.0 ng/mL/h)
dan
Rasio KAP-ARP >20 ng/dL per ng/mL/h (555 pmol/L per ng/mL/h)

Tes konfirmasi

Gambar 2. Tes skrining untuk mendeteksi aldosteronisme primer^


TES FUNGSI PENYAKIT KELENJAR ANDRENAL 269

FEOKROMOSITOMA

Feokromositoma adalah tumor yang berasal dari medula


adrenal. Sama halnya dengan penyakit endokrin lainnya
pada feokromositoma didahului dengan tes skrining
barulah d e n g a n tes konfirmasi, selain p e m e r i k s a a n
pencitraan.

Tes s k r i n i n g
Tes skrining yang paling banyak dan yang paling baik
adalah pemeriksaan metanefrin di air seni 24 j a m ataupun
kadar dalam plasma.^^
Tes lama yaitu vanUylmandilic acid (VMA) di air seni
saat ini jarang digunakan lagi.

Tes K o n f i r m a s i
Tes supresi dengan menggunakan klonidin. Klonidin
adalah suatu obat antihipertensi yang menekan sekresi
norepinefrin dari saraf simpatik. Dengan demikian, kadar
norepinefrin dan normetanefrin akan menurun dalam
plasma. Pada penderita feokromositoma, normetanefrin
berasal dari tumor dengan demikian pemberian klonidin
tidak akan memengaruhi kadar normetanefrin dalam
darah

REFERENSI

1. Carroll TB, Aron D C , Finding JW, Tyrrell JB. Glucocorticoids


and adrenal androgens. In Gardner D G , Shoback D, eds.
Greenspan's : Basic and Clinical Endocrinology. 9th ed.
McGraw-Hill. 2011. p. 285-327.
2. Stewart P M , Krone NP. The Adrenal Cortex. In: Melmed
S, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg H M , eds. Williams
Textbook of Endocrinology, 12th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2011. p. 479-543.
3. Nieman LK. The diagnosis of Gushing synfrome: an Endocrine
Society Clinical Practice Guide line. J Clin Endocrinol Metab
2008; 93:1526.
4. Raff H , Finding J W. A physiological approach to diagnosis of
Cushing's syndrome. A n n Intern Med 2003; 138:980-91.
5. Young William F, Jr. Endocrine hypertension. In Gardner
D G , Shoback D, eds. Greenspan's : Basic and Clinical
Endocrinology. 9th ed. McGraw-Hill. 2011. p. 329-44.
6. Young William F, Jr. Endocrine hypertension. In: Melmed
S, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg H M , eds. Williams
Textbook of Endocrinology, 12th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2011. p. 545-77.
7. Sowers K M , Sowers JR. Pheocromocytomas. In: Lavin N ,
ed. Manual of Endocrinology and Metabolism, 3rd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2002. p. 68-82.
8. Fitzgerald PA. Adrenal Medulla and paraganglia. In Gardner
D G , Shoback D , eds. G r e e n s p a n ' s : Basic and C l i n i c a l
Endocrinology. 9th ed. McGraw-Hill. 2011. p. 345-93.
33
ANALISIS CAIRAN
Ina S. Timan

Dalam berbagai rongga tubuh seperti rongga peritoneal, adalah infeksi hepatitis, steatohepatitis alkoholik dan non
pleura serta perikardial, terdapat sejumlah kecil cairan yang alkoholik. Sebagian kecil asites disebabkan oleh proses
terletak di antara 2 membran, yaitu membran viseralis dan nonhepatik dengan retensi cairan.
parietalis. Membran viseralis melapisi organ terkait yang Terdapat beberapa teori terjadinya asites, terutama
ada dalam rongga sedangkan membran parietalis melapisi pada penderita sirosis hati. Teori yang digunakan saat ini
rongga tersebut. Cairan yang terletak dalam rongga umumnya adalah gabungan dari berbagai teori sebelumnya,
tersebut disebut sebagai cairan serosa yang berfungsi yaitu adanya dilatasi arterial perifer Sebelumnya dikenal
sebagai pelumas antar 2 permukaan membran untuk adanya teori underfiU dan overflow. Prosesnya dimulai
mempermudah pergerakan organ dalam rongga tersebut. dengan terjadinya hipertensi portal, peningkatan tekanan
Dalam keadaan normal hanya terdapat sejumlah kecil portal di atas critical threshold akan m e n y e b a b k a n
cairan karena produksi cairan dan reabsorpsinya berjalan peningkatan local splanchnic vasodilators, terutama nitrit
dengan seimbang. Bila terjadi ketidakseimbangan maka oksida, yang berakibat terjadinya vasodilatasi arteriolar
akan terdapat peningkatan jumlah cairan tersebut, efusi splanchnic. Hal itu akan m e n y e b a b k a n peningkatan
cairan yang berlebih itu dapat berupa cairan transudat t e k a n a n di kapiler, p e n i n g k a t a n p e r m e a b i l i t a s , dan
atau eksudat.^ penurunan volume arteri efektif. Akibatnya akan terjadi
peningkatan produksi cairan limf dan kompensasi berupa
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAAS),
ASITES susunan saraf simpatis dan hipersekresi dari hormone
antidiuretik sehingga akhirnya terbentuk asites.^'^
Asites berasal dari kata Yunani "askos" yang berarti Asites ringan mungkin tidak terlihat, tetapi asites berat
kantong, asites diartikan sebagai terkumpulnya cairan akan tampak sebagai distensi abdomen dan penderitanya
bebas secara patologik di rongga peritoneum. Asites mengeluh adanya rasa pertambahan beban di perut
menandakan suatu proses yang serius dan sebagian besar dan sesak. Pada pemeriksaan fisik asites dapat dideteksi
diakibatkan oleh proses kronis pada hati dan merupakan dengan terlihatnya pembesaran abdomen, adanya shifting
tanda adanya kerusakan hati lanjut. Asites seringkali dullness, dan fluid thrill daerah abdominal. Terdapat 3
dijumpai pada sirosis hati mengikuti terjadinya hipertensi gradasi asites, yaitu tahap 1 hanya dapat dideteksi dengan
portal. Selain itu, asites j u g a dijumpai pada penderita pemeriksaan ultrasonogram (USG) dan computerized
tumor atau keganasan seperi karsinomatosis peritoneal, tomography scanning (CT-scan), tahap 2 dideteksi dengan
keganasan hati, limfoma yang dapat mengakibatkan adanya pembesaran abdomen pada saat berbaring dan
terjadinya asites khilus, gagal j a n t u n g atau kelainan shifting dullness, dan tahap 3 jelas terlihat pembesaran
ginjal. Asites juga dapat disebabkan oleh kelainan bilier dan adanya fluid thrilU
atau pankreas, pascapembedahan abdomen serta infeksi. Cairan asites diperoleh dengan melakukan pungsi
Peritonitis bakterialis spontan merupakan suatu keadaan parasentesis. Parasentesis d i l a k u k a n untuk mencari
yang dapat menyertai asites yang telah ada. Sebagian penyebab asites, melakukan analisis terhadap cairan yang
besar penderita dengan asites j u g a menderita sirosis. diperoleh, mendeteksi adanya infeksi dini, serta sebagai
Di Amerika penyebab sirosis tersering yang dilaporkan bagian dari terapi. Parasentesis sebaiknya dilakukan pada

270
ANALISIS CAIRAN 271

semua penderita pada saat awitan asites serta semua sedangkan bila akibat trauma pungsi maka pada tabung
penderita asites yang di rawat inap. Parasentesis juga perlu yang awal akan mengandung lebih banyak darah. Trauma
diulang bila diduga terjadi infeksi dengan berbagai gejala pungsi dapat mengakibakan timbulnya bekuan bila tidak
yang timbul (rasa sakit di abdomen, peningkatan suhu digunakan p e n a m p u n g dengan antikoagulan. Warna
tubuh, ensefalopati, hipotensi, gagal ginjal, leukositosis, merah muda dapat disebabkan oleh j u m l a h eritrosit
dan lainnya). Kontraindikasi parasentesis antara lain >10.000/uL, sedangkan jumlah eritrosit yang lebih sedikit
adalah koagulopati berat, terdapatnya fibrinolisis atau DIC sering tidak menimbulkan warna, kadang dapat sedikit
{disseminated intravascular coagulation).^ memberi kekeruhan. Bila j u m l a h eritrosit >20.000/uL
Cairan asites dapat digolongkan menjadi cairan maka cairan akan tampak k e m e r a h a n . Bila dijumpai
transudat dan eksudat. Umumnya untuk membedakannya cairan dengan warna kemerahan umumnya dicurigai
dilakukan pemeriksaan SAAG {serum asites albumin adanya riwayat perdarahan sebelumnya, trauma, atau
gradient). Bila SAAG tinggi (>1,1 g/dL) dianggap asites keganasan.
adalah transudat, disebabkan oleh hipertensi portal K e k e r u h a n d i s e b a b k a n o l e h j u m l a h sel y a n g
Jika SAAG rendah (<1,1 g/dL) dianggap eksudat dan meningkat (>1.000/uL), warna dapat menjadi sangat
penyebabnya bukan hipertensi portal. Penyebab dari keruh bila jumlah sel >5.000/uL. Cairan asites dengan
transudasi (SAAG tinggi) terutama adalah sirosis, gagal warna keruh juga dapat diakibatkan oleh adanya lipid,
j a n t u n g , oklusi v e n a , p e r i k a r d i t i s s e r t a m a l n u t r i s i . bervariasi dari kekeruhan ringan hingga keruh seperti susu.
Penyebab dari adanya cairan eksudat (SAAG rendah) Kekeruhan biasa disebabkan oleh peningkatan trigliserida
antara lain adalah keganasan (primer atau metastasis), antara 200-1.000 mg/dL. Pada sebagian besar penderita
infeksi (tuberkulosis, spontaneous bacterial peritonitis/ sirosis umumnya cairan hanya mempunyai kekeruhan yang
SBP), pankreatitis, sindrom nefrotik serta berbagai kelainan sangat ringan. Warna kuning tua-kecoklatan pada cairan
lain.^'3 asites dapat diakibatkan peningkatan bilirubin, umumnya
bila terdapat perlukaan pada saluran bilier.^'*'^

PEMERIKSAAN CAIRAN ASITES Pemeriksaan Mikroskopik


Pemeriksaan mikroskopik meliputi hitung sel dan hitung
Bahan Pemeriksaan jenis sel. Sel yang dilaporkan adalah j u m l a h leukosit,
Bahan pemeriksaan yang diperlukan adalah minimal sekitar bila jumlah eritrosit cukup banyak maka jumlahnya juga
10 -20 mL untuk pemeriksaan hitung sel, kimiawi, serta dilaporkan. Sebaiknya cairan diperiksa sebelum 1 j a m
biakan mikrobiologi. Bila akan melakukan pemeriksaan sejak pungsi, sebelum terjadi perubahan sel. Pemeriksaan
sitologi untuk mendeteksi adanya keganasan, maka hitung sel dan hitung jenis sel dapat dilakukan dengan
ditambah dengan minimal sejumlah sama. Sebaiknya alat hitung otomatik atau dilakukan secara manual
sejak awal cairan sudah terbagi menjadi 4 penampung, menggunakan kamar hitung. Bila dalam cairan terdapat
untuk hitung sel sebaiknya digunakan tabung steril bekuan maka jumlah sel yang dihitung jumlahnya akan
dengan antikoagulan cair (tabung KjEDTA, Na-sitrat atau berkurang dan tidak m e n g g g a m b a r k a n j u m l a h yang
heparin) untuk menghindari terjadinya bekuan. Untuk sebenarnya karena sebagian terperangkap dalam bekuan
pemeriksaan kimia dapat dikirim tanpa antikoagulan tersebut. Pada pemeriksaan cairan asites sebaiknya juga
sedangkan untuk biakan dilakukan pengiriman dengan disertai dengan contoh darah d e n g a n antikoagulan
penampung steril atau menggunakan botol biakan darah K 3 E D T A untuk melakukan perbandingan bila terjadi pungsi
(Bactec). Pemeriksaan cairan asites meliputi pemeriksaan traumatik atau bila dijumpai adanya sel abnormal seperti
makroskopik, mikroskopik, kimiawi, e n z i m , serologi, bias. Pemeriksaan hitung jenis sebaiknya menggunakan
i m u n o l o g i , m i k r o b i o l o g i serta p e m e r i k s a a n k h u s u s sediaan yang dibuat dengan sitospin sehingga penyebaran
lainnya.^'2
dan morfologi sel tetap baik. Sediaan hitung sel dipulas
dengan pewarnaan Wright dan dilakukan hitung sel

Pemeriksaan Makroskopik dengan membedakan sel PMN (polimorfonuklear) dan

Penilaian meliputi warna cairan, kejernihan, adanya bekuan MN (mononuklear). Bila terdapat banyak variasi sel lain

serta hal lain yang mungkin ada. Pada cairan transudat maka dilakukan hitung jenis leukosit sama seperti hitung

cairan tampak kekuningan, jernih tanpa adanya bekuan jenis sel darah.

atau darah. Warna menjadi lebih tua pada eksudat dan Pada cairan transudat akibat sirosis umunya dijumpai
bila terdapat netrofilia. Warna kemerahan disebabkan jumlah sel <500/uL, jumlahnya dapat agak meningkat
adanya darah, dapat berupa asites hemoragik attau akibat bila penderita sedang mendapat diuretik. Dominasi sel
prosedur parasentesis. Bila disebabkan asites hemoragik terutama adalah limfosit, j u m l a h PMN biasa <250/uL
maka warna cairan di semua tabung penampung sama, dan j u m l a h ini dianggap sebagai batas cut off dalam
LABORATORIUM KLINIK

m e n e n t u k a n a d a n y a i n f e k s i . Pada proses inflannasi U/L. Bila dicurigai adanya perforasi kandung empedu atau
dan infeksi akan terjadi peningkatan j u m l a h sel. SBP salurannya, maka dapat ditemukan kadar bilirubin cairan
merupakan penyebab tersering kenaikan jumlah sel total yang lebih besar dibanding kadar bilirubin serum. Pada
maupun PMN. Jumlah PMN pada SBP dapat mencapai dugaan adanya khilus dilakukan pemeriksaan kolesterol
70%jumlah total sel. Pada tuberkulosis dan karsinomatosis dan trigliserida cairan dibandingkan terhadap serum.
peningkatan sel umumnya didominasi sel limfosit atau Bila terdapat kontaminasi dengan khilus maka kadarnya
MN. Pada pemeriksaan hitung jenis dapat dijumpai sel meningkat melebihi kadar dalam serum. Pemeriksaan pH
lain seperti mesotel, makrofag, sel plasma, eosinofil serta cairan < 7,3 lebih mengarah pada eksudat.^
sel atau kelompok sel yang berbentuk tidak beraturan dan Pemeriksaan lain yang j u g a sering dilakukan pada
dicurigai ganas. ^''•^ penderita dengan asites adalah pemeriksaan hematologi
lengkap, hemostasis termasuk D-Dimer dan elektrolit.
Pemeriksaan Kimiawi Beberapa peneliti juga memeriksa penanda tumor dari
Dahulu penentuan transudat dan eksudat dilakukan cairan asites, yaitu AFP dan CEA, atau ADA untuk deteksi
dengan pemeriksaan Rivalta, yaitu meneteskan 1 tetes M. tuberculosis. ^'^'^
cairan ke dalam larutan akuadestilata yang diasamkan.
Bila pada tes Rivalta terbentuk kekeruhan maka dianggap Pemeriksaan Mikrobiologi
cairan m e n g a n d u n g banyak protein dan merupakan Pemeriksaan mikrobiologi meliputi pemeriksaan terhadap
eksudat. Selain itu, dilakukan juga dengan pemeriksaan sediaan langsung dan biakan resistensi. Sediaan langsung
kadar protein cairan. Bila kadar protein total < 2.5 g/dL dipulas dengan pewarnaan Gram atau pewarnaan untuk
maka cairan tersebut dianggap transudat. Kedua cara bakteri tahan asam (Ziehl Neelsen) atau pemeriksaan PCR
ini sudah jarang digunakan. Untuk menentuan pakah untuk M. tuberculosis.'^
cairan asites tergolong transudat dan eksudat digunakan
m o d i f i k a s i dari kriteria Light. U n t u k itu d i l a k u k a n Pemeriksaan Sitologi
pemeriksaan kadar protein, glukosa, dan LDH dari cairan P e m e r i k s a a n sitologi c a i r a n asites d i p u l a s d e n g a n
dan serum kemudian dihitung rasionya. Kriteria Light yang Hematoksilin eosin atau pulasan Papanicolaou. Pemeriksaan
dimodifikasi menggunakan kriteria yang sama dengan terutama digunakan untuk mencari adanya keganasan baik
cairan pleura, yaitu cairan dianggap eksudat bila rasio primer atau metastases.^-^
protein cairan/serum >0,5, rasio glukosa cairan/serum
>0,6, dan LDH cairan/serum >0.6. Atau kadar LDH cairan
>200 U/L. Terdapat modifikasi dari beberapa peneliti REFERENSI
yang menambahkan pemeriksaan rasio kolesterol cairan/
serum >0,3 agar pemeriksaan lebih sensitif dan spesifik 1. R u n y o n B A . Ascites a n d spontaneous bacterial peritonitis. I n
untuk membedakan antara transudat dan eksudat. Cairan F e l d m a n M P , F r i e d m a n LS, Sleisinger M H . Gastrointestinal
a n d L i v e r Disease. Eds. 7 * ed. Saunders, Philadelphia
berupa eksudat bila kadar kolesterol cairan > 60 mg/dL.
2002:pp.l517-41.
Bila digunakan gabungan antara rasio protein dan LDH 2. T h r a l l M J , G i a m p o l i EJ. R o u t i n e r e v i e w o f ascites f l u i d f r o m
maka pemeriksaan dianggap mempunyai sensitivitas 100% p a t i e n t s w i t h c i r r h o s i s o r h e p a t o c e l l u l a r c a r c i n o m a is a l o w -
yield procedure: A n observational studv. C v t o j o u m a l 2009,
dan spesifisitas 7 1 % . Bila cairan hemoragik maka harus
6:16-8.
hati-hati dalam menggunakan pemeriksaan LDH sebagai 3. G l i c k m a n R M . A b d o m i n a l s w e l l i n g a n d ascites. I n K a s p e r
salah satu criteria menentukan eksudat."'^'^-^ D L , B r a v m w a l d E, Fauci A , Hauser SL, L o n g o D L , Jameson
JL. H a r r i s o n s p r i n c i p l e s o f i n t e r n a l m e d i c i n e . 1 6 * e d N e w
Pemeriksaan lain yang digunakan untuk membedakan Y o r k , M c G r a w Hill, 2005;pp.243-6.
transudat dan eksudat adalah perhitungan SAAG. SAAG 4. M o r e K P , W o n g F, Gines P ,b e m a r d i M , O c h s A , Salerno F ,
dihitung dengan rumus sebagai berikut: kadar albumin A n g e l i P , e t all. T h e M a n a g e m e n t o fAscites i n Cirrhosis:
Report o n the Consensus Conference o f the International
serum - kadar albumin cairan asites. Bila SAAG tinggi
Ascites Club. H e p a t o l o g i 2003;38:258-66.
(> 1,1 g/dL ) dianggap transudat dan bila SAAG rendah 5. K u i p e r JJ, D e M a n R A , B u u r e n H R . R e v i e w a r t i c l e :
(<1,1 g/dL ) d i a n g g a p e k s u d a t . Pemeriksaan SAAG m a n a g e m e n t o f ascites a n d associated complications i n
mempunyai ketepatan hingga 9 7 % untuk mendeteksi patients w i t h cirrhosis. A l i m e n t Pharmacol T h e r 2 6 (Suppl
2), 183-193.
adanya hipertensi portal.^•^'^
6. L i g h t R W . Pleural effusion. N E n g l J Med,2002; 346:1971-7.
Beberapa pemeriksaan tambahan dapat dilakukan 7. P a r a m o t h a y a n N S , B a r r o n J. N e w c r i t e r i a f o r t h e d i f f e r e n t i a t i o n
pada keadaan tertentu. Bila dicurigai adanya proses pada between transudates and exudates. J Clin Pathol 2002;55:69-
71.
pankreas maka dilakukan pemeriksaan amilase. Pada
transudat karena sirosis tanpa komplikasi, kadar amilase
sekitar 50 U/L, tetapi dalam keadaan pankreatitis akut
atau perforasi intestinal, amilase akan meningkat >2000
ANALISIS CAIRAN 273

CAIRAN PLEURA agak putih kekuningan kental, berisi sisa sel yang rusak
serta fibrin. ^-^
Cairan pleura terletak dalam rongga pleura yang dibatasi
oleh lapisan mesotelium pleura viseralis dan parietalis.
Rongga pleura dalam keadaan normal mengandung PEMERIKSAAN CAIRAN PLEURA
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas pergesekan
ke dua membran tersebut. Cairan pleura berasal dari Bahan Pemeriksaan
filtrasi kapiler dari pleura parietalis, diproduksi secara
Bahan pemeriksaan berupa caian pleura diperoleh dengan
terus menerus sesuai dengan tekanan hidrostatik, tekanan
melakukan thorakosentesis. Pungsi dilakukan di bagian
onkotik plasma, serta permeabilitas kapiler. Cairan ini akan
belakang rongga pleura di daerah interkostal 6, 7, atau
diabsorpsi kembali melalui saluran limf dan venula dari
8 pada garis midaksila. Akhir-akhir ini dianjurkan untuk
pleura viseralis. Bila terjadi ketidakseimbangan antara
melakukan torakosentesis selain atas dasar pemeriksaan
produksi cairan yang berlebih terhadap kemampuan
fisikjuga dengan bantuan ultrasonografi (USG), terutama
reabsorpsinya maka akan terjadi akumulasi cairan dan
pada efusi yang tidak terlalu banyak untuk menghindari
disebut sebagai efusi pleura. Umumnya cairan ini akan
terjadinya komplikasi serta k e g a g a l a n . P e n g g u n a a n
dibedakan menjadi cairan transudat dan eksudat.
USG juga dianggap sebagai standard dalam melakukan
Transudat biasanya terjadi bilateral karena gangguan torakosentesis pada efusi parapneumonik serta pada
sistemik y a n g m e n g a k i b a t k a n p e n i n g k a t a n tekanan pemasangan drainase.
hidrostatik atau adanya penurunan tekanan onkotik Sama seperti pada pengambilan bahan pemeriksaan
plasma. Penyebab efusi pleura dengan cairan transudat, untuk cairan lain, sebaiknya digunakan 3 buah penampung,
antara lain: gagal jantung, sirosis hepatis, sindrom nefrotik yaitu untuk pemeriksaan kimiawi dan imunologi, tabung
dan hipoproteinemia. Eksudat lebih sering terjadi unilateral dengan antikoagulan K 3 E D T A atau heparin untuk hitung
dihubungkan dengan gangguan lokal atau setempatyang dan analisis sel serta tabung steril atau tang biakan
mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskuler atau (misalnya botol Bactec, atau media aerob dan anaerob lain)
gangguan resorpsi limfatik. Penyebab cairan eksudat, untuk pemeriksaan mikrobiologi. Seringkali antikoagulan
antara lain: infeksi ( p n e u m o n i a , tuberkulosis, virus), mutlak diperlukan karena terdapat kemungkinan
neoplasma, limfoma, metastasis keganasan, mesotelioma, terbentuknya bekuan setelah pungsi cairan pleura karena
infark pulmoner dan berbagai proses inflamasi, lupus kadar fibrinogen atau proteinnya yang tinggi.Hal itu
eritematosus sistemik dan kelainan reumatoid. Cairan akan mengakibatkan j u m l a h sel atau hitung jenisnya
juga bisa berasal dari luar rongga pleura, antara lain pada tak dapat dilakukan. Untuk analisis cairan pleura j u g a
pankreatitis, ruptur esophagus dan urinothoraks.^^ diperlukan contoh sampel darah K 3 E D T A dan darah beku
Kelainan pada pleura seringkali sukar ditentukan untuk perhitungan rasio dalam menentukan jenis cairan
penyebabnya, begitu pula efusi pleura kadang sukar transudat atau eksudat. Biasanya pada thorakosentesis
diketahui penyebabnya. Pemeriksaan cairan pleura akan dapat diperoleh cukup banyak cairan. Sebaiknya cairan
m e m b a n t u mengetahui p e n y e b a b n y a , m e m b e d a k a n tersebut dikirim cukup banyakjumlahnya ke laboratorium
adanya inflamasi, infeksi, serta keganasan yang untuk dianalisis baik sitologi maupun mikrobiologi.^-^
menyebabkan efusi pleura atau efusi parapneumonik. Pemeriksaan analisis cairan pleura yang dilakukan
Terdapat beberapa jenis obat yang dapat menyebabkan meliputi protein t o t a l , laktat d e h i d r o g e n a s e ( L D H ) ,
efusi pleura seperti amiodaron, nitrofurantoin, fenitoin, a l b u m i n , a m i l a s e , pH dan g l u k o s a , hitung sel dan
metotreksat, penisilinamin, siklofosfamid. Efusi pleura diferensiasinya serta sitologi. Selain itu j u g a dilakukan
dapat berlanjut menjadi empiema, patogen yang sering pemeriksaan mikrobiologi termasuk pewarnaan Gram,
berperan adalah tuberkulosis, kuman anaerob, dan jamur. ADA, dan PCR untuk mengetahui adanya tuberkulosis.
Empiema juga dapat menyertai keganasan paru, limfoma, Kriteria yang digunakan untuk m e m b e d a k a n antara
atau metastasis e n d o b r o n k h i a l dan dapat berlanjut transudat dan eksudat menggunakan kriteria Light yang
menjadi piothoraks. Untuk deteksi kecurigaan ini perlu dimodifikasi, yaitu dianggap eksudat bila rasio protein
dilakukan pemeriksaan radiologik.^" cairan/serum >0,5, rasio LDH cairan dan darah >0,6, dan
Efusi parapneumonik adalah suatu efusi pleura yang kadar LDH cairan 2/3 jumlahnya di niiai batas atas LDH
disebabkan oleh pneumonia (baik community acquired serum atau dianalisis pula kadar kolesterol hasilnya >45
pneumonia hingga nosocomial pneumonia) atau abses mg/dL.
paru, dan biasanya menyebabkan efusi pleura eksudatif. Kriteria Light dianggap relatif baik untuk menentukan
Efusi p a r a p n e u m o n i k d i b e d a k a n menjadi 3 bentuk, transudat dan eksudat, meskipun dari beberapa laporan
yaitu bentuk parapneumonik tanpa komplikasi, dengan terdapat ketidaksesuaian. Pada keadaan tersebut perlu
komplikasi, dan empiema. Pada empiema cairan keruh dilakukan pemeriksaan albumin cairan dan serum. Bila
274 LABORATORIUM KLINIK

perbedaan antara albunnin cairan dan serum >1.2 g/dL diakibatkan adanya khilus akibat perlukaan pada duktus
maka dianggap cairan tersebut transudat. Bila dianggap thoraksikus atau merupakan pseudokhilus yang dijumpai
perlu dapat dilakukan pemeriksaan bilirubin cairan, lalu pada proses inflamasi kronis. Untuk membedakan adanya
dibandingkan dengan kadarnya di s e r u m . Dianggap khilus dilakukan ekstraksi dengan eter, bila terbentuk
transudasi bila perbandingannya <0,6.^''^ cairan yang jernih maka cairan tersebut adalah khilus. Bila
cairan yang mengandung khilus diwarnai dengan Sudan
III akan tampak positif sedangkan pada pseudokhilus
Tabel 1 . Perbedaan Transudat dan Eksudat
akan negatif Cairan pada khilothoraks mengandung
Parameter Transudat Eksudat
trigliserida yang meningkat tertapi tidak mengandung
Warna jernih keruh kristal kolesterol.^^
Berat jenis < 1.015 > 1.015
Protein total < 3.0 g/dL < 3.0 g/dL
Pemeriksaan Mikroskopik
Rasio protein cairan/serum < 0.5 > 0.5
Pada pemeriksaan mikroskopik dilakukan hitung sel. Jumlah
LDH (Laktat Dehidrogenase) < 200 lU > 200 lU
sel >1000/uL dianggap meningkat. Dilakukan hitung jenis
Rasio LDH cairan/serum < 0.6 > 0.6
untuk melihat adanya sel mononuklear (MN) yang terdiri
Jumlah sel < 1000 uL > 1000 uL
dari limfosit dan monosit, serta sel polimorfonuklear
Bekuan spontan Tak ada Kemungkinan
(PMN) yang berupa neutrofil. Pada infeksi tuberkulosis
ada
Kolesterol cairan < 55 mg/dL > 55 mg/dL akan dijumpai dominasi limfosit dan disertai adanya sel
plasma, sedangkan dominasi neutrofil dijumpai pada
infeksi bakteri lain. Limfositosis juga dapat dijumpai pada
Umumnya perbandingan protein dan LDH cairan keganasan, limfoma, sarkoidosis, khilothoraks dan penyakit
t e r h a d a p serum m e r u p a k a n p a r a m e t e r y a n g c u k u p rheumatoid. Eosinofil dapat meningkat pada keganasan,
baik untuk membedakan antara transudat dan eksudat. efusi parapenumonik, asbestosis, infark pneumonik, serta

Parameter yang digunakan untuk criteria Light adalah rasio infeksi parasit. Eosinofil perlu dilaporkan bila jumlahnya

protein cairan/serum >0,5, LDH cairan/serum 0,6 dan LDH mencolok. Pada parapneumonik dan empiema dapat
dijumpai peningkatan jumlah sel dengan morfologi sel
cairan > 2/3 batas atas nilai normal LDH serum . Beberapa
yang degeneratif dan seringkali sudah sukar dikenali.^^
peneliti juga menambahkan parameter kolesterol, gradien
albumin dan pH untuk memperbaiki sensitivitas dan Pada cairan pleura j u g a dapat dijumpai sel lain
spesifisitasnya terutama pada penderita yang mendapat seperti mesotel, makrofag, serta sel ganas. Mesotel
diuretika."^ berasal dari lapisan m e m b r a n pleura. Mesotel yang
reaktif berwarna lebih tua, dapat mempunyai inti lebih
Pemeriksaan Makroskopik dari satu dan biasanya dijumpai pada inflamasi. Mesotel
Sama seperti pada cairan serosa lain dilakukan penilaian yang berkelompok perlu dibedakan dengan sel ganas.
terhadap warna cairan, kejernihan, adanya bekuan serta Pada penyakit lupus eritematosus sistemik dapat dijumpai
kelainan lain yang mungkin tampak. Pada cairan pleura adanya sel LE di cairan pleura. Selain sel pada cairan
jenis transudat, cairan akan tampak kekuningan, jernih yang dicurigai juga perlu dilakukan pemeriksaan sitologi
tanpa adanya bekuan atau darah. Warna menjadi lebih untuk mencari sel abnormal seperti adanya keganasan
tua pada eksudat dan bila terdapat peningkatan jumlah atau metastasis sel ganas. Sel ganas umumnya memiliki
sel, misalnya pada infeksi. Warna kemerahan disebabkan membran sel yang iregular, sitolpasma dan inti yang
h e m o t h o r a k s atau t r a u m a pada saat pungsi cairan. mengalami moulding. Perlu dibedakan antara mesotelioma
Trauma pungsi dapat mengakibatkan timbulnya bekuan dengan adenokarsinoma. Dijumpainya sel mesotelioma
bila mengandung cukup banyak fibrinogen sehingga yang tak beraturan atau menampakkan morfologi yang
sebaiknya digunakan penampung dengan antikoagulan. abnormal perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi
Untuk membedakan antara hemothoraks pada perdarahan untuk kecurigaan mesotelioma maligna.
dengan trauma maka dilakukan pemeriksaan hematokrit
cairan dan darah, bila hematokrit cairan menyerupai Pemeriksaan Kimiawi
hematokrit darah maka dianggap terdapat hemothoraks Cairan pleura berasal dari hasil ultrafiltrasi plasma oleh
karena cairan yang terkumpul berasal dari perdarahan. karena itu komposisinya menyerupai p l a s m a . Selain
Pada perdarahan kronik akan terjadi efusi j u g a secara parameter protein dan LDH untuk membedakan transudat
kronik sehingga hematokrit akan menjadi lebih rendah. dan eksudat,parameter lain yang diperiksa adalah glukosa,
Cairan pleura yang keruh hingga berbentuk pus dapat pH dan amilase. Penurunan kadar glukosa dijumpai pada
disebabkan oleh adanya infeksi atau empiema. Cairan infeksi, tuberkulosis, serta inflamasi akibat rheumatoid
pleura yang sangat keruh seperti susu umumnya arthritis. Bila terdapat p e n u r u n a n pH menjadi <7,2
ANALISIS CAIRAN 275

dicurigai adanya pneumonia sedangkan pH >7.4 sering REFERENSI


dijumpai pada keganasan. Bila pH sangat rendah perlu
dicurigai a d a n y a perforasi pada esofagus s e h i n g g a 1. Knight AJ, Kjeldsberg C R . Cerebrospinal, Synovial, and
Serous Body Fluids. In McPherson & Pincus: Henry>s Clinical
terjadi percampuran dengan getah lambung yang asam. Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Eds 21-'.
Peningkatan amilase dihubungkan dengan adanya proses W B Saunders Company, Philadelphia 2606:ppl393-9.
kelainan pada pankreas, umumnya dilakukan pemeriksaan 2. Strasinger SK. Urinalysis and body fluids. 3'^ ed F A Davis
Co, Philadelphia 1994:pp.l71-8.
amilase bila penyebab efusi pleura belum diketahui. Bila
3. Brunzel N A . Urine and body fluid analysis. 2"'' ed. Saunders
dijumpai pH <7,28 dianjurkan untuk melakukan drainase, Philadelphia 2004:pp.361-9.
begitu pula pada hasil glukosa cairan <40 md/dL atau rasio 4. Heffner J E , H i g h l a n d K , B r o w n L K . A meta-analysis
derivation of continous likehood rarios for diagnosing pleural
cairan/serum glukosa < 0,4 dengan LDH >1000 \U/U'^
fluid exudates. A m J respire Crit Care med 2003;167:1591-9.
5. Orts D, Fernandez C , candeira CMSR, Hernandez L , Brufao
Pemeriksaan serologi SR. Is it meaningful to use biochemical parameters to
Pemeriksaan serologi dilakukan untuk membedakan adanya discriminate between transudative and exudative pleural
effusion? Chest 2002;122:1524-9.
keganasan, membedakan inflamasi dan infeksi. Dapat
6. Sahn SA. Diagnosis and management of parapneumonic
dilakukan pemeriksaan carcinoembyonic antigen (CEA), effusion and empyema. C I D 2007;45:1480-6.
komplemen, antinudear antibody (ANA), immunoglobulin
serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu. Pemeriksaan
adenosine deaminase activity (ADA) dengan hasil > 30
U/L dianggap menyokong adanya infeksi Mycobakterium
tuberkulosis.

Pemeriksaan Mikrobiologi
S a m a seperti pada cairan serosa lain, p e m e r i k s a a n
mikrobiologi meliputi pemeriksaan terhadap sediaan
langsung dan biakan resistensi mikroorganisme dan
terhadap kuman tuberkulosis. Sediaan langsung dipulas
dengan pewarnaan Gram atau pewarnaan untuk bakteri
tahan asam (Ziehl Neelsen) atau pemeriksaan PCR untuk
M. tuberculosis. Aspirasi yang berupa pus menandakan
terdapatnya empiema, bila penderita telah mendapat
terapi antibiotika sebelumnya maka mungkin saja hasil
kultur tidak tumbuh mikroorganisme. Untuk meningkatkan
hasil biakan sebaiknya cairan harus segera dimasukkan ke
dalam botol inokulasi untuk biakan dengan segera.
276 LABORATORIUM KLINIK

CAIRAN PERIKARDIAL perikardia jenis transudat cairan akan tampak kekuningan,


jernih tanpa adanya bekuan atau darah. Warna menjadi
Cairan perikardial adalah cairan yang berada dalam lebih tua pada eksudat dan bila terdapat peningkatan
rongga perikardium, yaitu rongga yang dibatasi oleh jumlah sel, misalnya pada infeksi atau keganasan. Warna
m e m b r a n perikardial viseralis dan parietalis. Dalam yang bercampur agak kemerahan disebabkan kerusakan
keadaan normal hanya terdapat sejumlah kecil cairan, membran pada trauma pungsi, infeksi tuberkulosis atau
yaitu antara 10-50 m L Efusi perikardial sebagian besar keganasan. Trauma pungsi juga mengandung cukup banyak
diakibatkan oleh gangguan permeabilitas membran akibat fibrinogen sehingga sebaiknya digunakan penampung
infeksi, keganasan atau gangguan metabolik yang akan dengan antikoagulan agar tak terbentuk bekuan yang
mengakibatkan ketidakseimbangan antara produksi dan akan mengganggu hitung sel dan hitung jenis sel. Warna
reabsorpsi. Peningkatan jumlah cairan atau efusi tersebut yang sangat merah dapat diakibatkkan adanya trauma
akan mengakibatkan peningkatan tekanan intraperikardial berat, luka tusuk jantung serta penggunaan antikoagulan
dan akan m e n g g a n g g u kerja j a n t u n g karena terjadi yang tak terkontrol. Cairan yang keruh seperti susu dapat
kompresi. Bila jumlah cairan cukup banyak akan terjadi disebabkan tercemar dengan khilus.^'^
tamponade jantung. Jenis efusi perikardial dapat berupa
transudat, eksudat dan hemoragik.^ ^ Pemeriksaan Kimiawi
C a i r a n t r a n s u d a t d a p a t d i s e b a b k a n oleh gagal Pemeriksaan yang dilakukan adalah melihat perbandingan
j a n t u n g , sindrom nefrotik, m y x e d e m a atau kelainan antara kadar cairan terhadap serum (rasio) antara protein,
metabolik. Cairan eksudat dapat disebabkan infeksi antara albumin, glukosa, LDH, kolesterol serta berat jenis dan
lain tuberkulosis dan empiema. Cairan sangat keruh atau SAAG. Pada efusi perikardial juga digunakan kriteria Light,
hemoragik dapat dijumpai pada keganasan, t r a u m a , dianggap terdapat transudat bila rasio protein <0,5 dengan
aneurisma, pasca operasi dan akibat obat antikoagulan). rasio LDH <0,6 atau LDH <200 lU/L dan SAAG <1.2 g/dL,
A d a n y a efusi perikardial dapat dideteksi dengan kolesterol < 60 mg/dL. Penurunan glukosa berhubungan
mendeteksi keluhan sakit dada, rasa tekanan, pemeriksaan d e n g a n adanya infeksi bakterial. Berat j e n i s <1.015
fisik, elektrokardiografi serta radiologik. ^ ^ dianggap transudat, pH pada kelainan non-inflamasi adalah
7.42 ± 0.06 dan pada inflamasi pH sekitar 7.06.

PEMERIKSAAN CAIRAN PERKARDIAL Pemeriksaan Mikroskopik


Pemeriksaan mikroskopik meliputi hitung sel dan hitung
Bahan Pemeriksaan jenis sel. Sel yang dilaporkan adalah j u m l a h leukosit,
Bahan pemeriksaan berasal dari pungsi daerah perikardial, bila jumlah eritrosit cukup banyak maka jumlahnya juga
perikardiosentesis. Dianjurkan untuk melakukan tindakan dilaporkan. Bila jumlah leukosit >1000/uL maka dianggap
ini dengan bantuan radiologik dan setelah itu memasang terdapat infeksi. Bila pada hitung jenis dijumpai banyak
drain untuk beberapa saat. Sama seperti pada pengambilan neutrofil dianggap infeksi kemungkinan endokarditis
bahan pemeriksaan untuk cairan lain, sebaiknya digunakan bakterial. Perlu diamati juga adanya sel ganas serta sel
3 buah penampung, yaitu untuk pemeriksaan kimiawi abnormal lainnya. Jumlah eritrosit yang sangat banyak >
dan imunologi, tabung dengan antikoagulan K 3 E D T A atau 10.000/uL dianggap terdapat kemungkinan trauma atau
heparin untuk hitung dan analisis sel, serta tabung steril keganasan.
atau media biakan (misalnya botol Bactec, atau media
aaerob dan anaerob lain) untuk pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan Serologi
Seringkali antikoagulan mutlak diperlukan karena terdapat Pemeriksaan serologi dilakukan untuk membedakan adanya
kemungkinan terbentuknya bekuan setelah pungsi caran infeksi dan keganasan. Pemeriksaan Adenosine deaminase
perikardia karena kadar fibrinogen atau proteinnya yang activity (ADA) dengan hasil >30 U/L dianggap menyokong
tinggi. Hal itu akan mengakibatkan jumlah sel atau hitung adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis. Dapat dilakukan
jenisnya tak dapat dilakukan. Untuk analisis cairan juga pemeriksaan carcinoembyonic antigen (CEA), serologi untuk
diperlukan contoh sampel darah K 3 E D T A dan darah beku infeksi jamur, PCR untuk M. tuberculosis serta pemeriksaan
untuk perhitungan rasio dalam menentukan jenis cairan lain yang dianggap perlu. ^•'•^
transudat atau eksudat.^'^

Pemeriksaan Makroskopik REFERENSI


Sama seperti pada cairan serosa lain dilakukan penilaian
terhadap warna cairan, kejernihan, adanya bekuan serta 1. S t r a s i n g e r S K . U r i n a l y s i s a n d b o d y f l u i d s . 3"^ e d F A D a v i s
Co, Philadelphia 1994:pp.l71-8.
kelainan lain yang mungkin tampak. Pada cairan cairan
ANALISIS CAIRAN 277

2. B r u n z e l N A . U r i n e a n d b o d y f l u i d a n a l y s i s . 2"'' e d . S a u n d e r s Penurunan tekanan secara cepat dapat mengakibatkan


Philadelphia 2004:pp.361-9.
herniasi. Umumnya dapat dikeluarkan sekitar 10-20 mL
3. K n i g h t AJ, Kjeldsberg CR. Cerebrospinal, Synovial, and
Serous Body Fluids.I n McPherson & Pincus: Henry>s Clinical cairan pada dewasa. Sebaiknya klinisi mengetahui jumlah
D i a g n o s i s a n d M a n a g e m e n t b y L a b o r a t o r y M e t h o d s . E d s 21'*. minimal yang diperlukan untuk melakukan seluruh analisis
W B Saunders C o m p a n y , Philadelphia 2006:ppl393-9. yang diperlukan. Pada analisis cairan otak diperlukan
4. B u r g e s s LJ, R e n t e r H , t a l j a a r d JJF, D o u b e l l A F . R o l e o f sampel darah K^EDTA dan darah beku yang diambil sekitar
b i o c h e m i c a l test i n the diagnosis of large p e r i k a r d i a l effusions.
2 j a m sebelumnya untuk pembanding serta perhitungan
Chest 2002;121:495-9.
5. Seferovic P M , Ristic A D , Erbel M , R e i n m u l l e r R , A d l e r Y , rasio berbagai parameter.^-^
T o m k o w s k i W Z , e t all. G u i d e l i n e s o nthe diagnosis a n d Spesimen biasa ditampung dalam 3 tabung sesuai
m a n a g e m e n t o f p e r i k a r d i a l diseases. Executive s u m m a r y .
urutan pengambilan. Tabung pertama digunakan
E u r H e a r t J 2004;25:587-610.
untuk pemeriksaan kimiawi dan serologi, tabung ke-2
digunakan untuk biakan mikrobiologi, dan tabung ke-3
untuk hitung sel. Cairan otak harus segera dibawa ke
CAIRAN OTAK
laboratorium karena sel yang terkandung di dalamnya
mudah mengalami degradasi setelah 30 menit.^'^
Cairan otak diproduksi di pleksus koroideus dan diabsorpsi
di vilus arakhmoid. Setiap hari akan diproduksi sejumlah
20 mL cairan serebrospinalis dan total volume cairan Pemeriksaan Cairan Otak

di ruang tersebut pada orang dewasa berkisar antara Pemeriksaan cairan otak meliputi pemeriksaan
140-170 mL dan 10-60 mL pada neonatus. Produksi makroskopik, mikroskopik, kimiawi, serologi, imunologi,
cairan terjadi melalui proses ultrafiltrasi akibat tekanan mikrobiologi serta pemeriksaan khusus lainnya.
hidrostatik sepanjang kapiler koroidal serta transpor aktif
sel epitelnya. Cairan otak berfungsi sebagai pembawa Pemeriksaan Makroskopik
nutrisi kejaringan saraf, membawa sisa hasil metabolisme Pada p e m e r i k s a a n m a k r o s k o p i k d i l a p o r k a n w a r n a ,
sel, m e m b e n t u k bantalan untuk menjaga otak serta kejernihan serta kelainan lain yang tampak seperti adanya
medulla spinalis dari trauma. Lapisan sel yang melapisi bekuan, endapan, serta keadaan lainnya. Cairan otak
rongga cairan terdiri dari endotel kapiler dan pleksus normal tak berwarna dan jernih seperti air Cairan berwarna
koroid. Antar sel terdapat suatu tight junction yang akan kemerahan dan sedikit keruh bila terdapat perdarahan,
menghambat makromolekul seperti protein, lipid dan kekeruhan dapat disebabkan juga oleh peningkatan jumlah
molekul lain untuk masuk ke dalamnya. Hal ini dikenal leukosit. Cairan sangat keruh atau seperti susu dapat
sebagai blood brain barrier atau sawar otak. Komposisi disebabkan peningkatan protein atau lipid di dalamnya.
cairan otak tidak sama seperti plasma karena adanya Warna xantokhrom dapat disebabkan oleh perdarahan
transpor aktif dari beberapa substansi.^'^ dan kemudian terjadi degradasi eritrosit. W a r n a n y a
bervariasi dari agak merah muda ( o k s i h e m o g l o b i n ) ,
agak j i n g g a akibat hemolisis atau kekuningan akibat
perubahan oksihemoglobin mejadi bilirubin. Penyebab
PEMERIKSAAN CAIRAN OTAK
warna xantokhrom lain adalah peningkatan kadar bilirubin,
Bahan Pemeriksaan pigmen karoten, peningkatan protein yang tinggi, pigmen
melanoma serta juga dapat dijumpai pada fungsi hati yang
Cairan otak biasa diperoleh dengan pungsi lumbal, sisternal
kurang baik pada neonatus.^"^
atau lateral servikal. Untuk pungsi lumbal dilakukan antara
vertebra lumbal 3-4 atau lumbal 4-5. Tindakan harus hati- Warna kemerahan pada cairan otak harus dibedakan
hati dan memperhatikan tekanan intrakranial serta tak apakah berasal dari trauma pungsi atau memang terdapat
boleh mencederai jaringan saraf. Sebaiknya digunakan perdarahan otak. Pada perdarahan akibat trauma pungsi
manometer utuk mengukur tekanan sebelum dilakukan maka jumlah darah tidak homogen pada ketiga tabung.
pengambilan cairan otak. Dalam keadaan normal pada Tabung pertama akan mengandung lebih banyak darah
d e w a s a t e k a n a n berkisar antara 9 0 - 1 8 0 m m , dapat dibandingkan tabung ke tiga3. Cairan dengan trauma
mencapai 250 mm pada pasien o b e s e . Peningkatan pungsi cenderung lebih sering membentuk bekuan. Warna
tekanan >250 mm air dapat disebabkan oleh meningitis, xantokhrom seringkali disebabkan adanya perdarahan
perdarahan intrakranial dan tumor. Bila tekanan >200 mm yang telah berlangsung lebih dari 2 j a m sebelumnya.
maka sebaiknya maksimal hanya dikeluarkan 2 mL cairan Kontaminasi dengan darah hingga 200-300 uL darah
saja. Pengambilan cairan harus dihentikan bila tekanan seringkali masih menampakkan cairan yang jernih.^-"*
menurun sebesar 50% dari tekanan awal. Penurunan
tekanan dapat dijumpai pada blok spinal-subarakhnoid, Pemeriksaan Mikroskopik
dehidrasi, kolaps sirkulasi, dan kebocoran cairan otak. Pemeriksaan mikroskopik meliputi hitung sel dan hitung
278 LABORATORIUM KLINIK

jenis sel. Sel yang dilaporkan adalah junnlah leukosit, elektroforesis protein untuk melihat fraksinya. Dalam
bila jumlah eritrosit cukup banyak maka jumlahnya juga keadaan normal cairan otak hanya sedikit sekali
dilaporkan. Sebaiknya cairan diperiksa sebelum 30 menit mengandung protein karena cairan tersebut merupakan
dari sejak pungsi, sebelum terjadi lisis dari sel. Pada ultrafiltrasi selektif dari plasma. Jumlah protein normal
pemeriksaan cairan otak sebaiknya juga disertai contoh berkisar antara 15-45 mg/dL, jumlah yang sedikit lebih
darah dengan antikoagulan K 3 E D T A untuk melakukan tinggi dijumpai pada bayi dan orang tua. U m u m n y a
perbandingan bila terjadi trauma pungsi atau bila dijumpai fraksi protein yang dapat dijumpai sama dengan fraksi
adanya sel abnormal seperti bias. Cairan otak dewasa protein plasma, kekhususan pada cairan otak adalah
normal mengandung 0-5 sel/ uL, pada anak jumlahnya adanya protein tau. pada analisis pemeriksaan cairan otak
lebih tinggi, pada neonatus dapat mencapai 30 sel/uL. sebaiknya disertakan juga sampel dari serum agar dapat
Pemeriksaan jumlah sel umumnya tak dapat mengunakan dilakukan perbandingan.^
alat hitung otomatik dan untuk menghitungnya digunakan Pemeriksaan protein total cairan otak dilakukan
kamar hitung konvensional.^^ dengan reaksi warna atau dengan metode turbidimetri.
Pemeriksaan hitung jenis sebaiknya menggunakan Hasil pemeriksaan protein yang sedikit meningkat dapat
sediaan y a n g dibuat d e n g a n alat sitospin s e h i n g g a disebabkan oleh rembesan protein susunan saraf pusat
penyebaran dan morfologi sel tetap baik. Sediaan hitung tetapi peningkatan protein yang nyata menandakan adanya
sel dipulas dengan pewarnaan Wright dan dilakukan hitung kerusakan pada sawar otak, produksi imunoglobulin pada
sel dengan membedakan sel PMN (polimorfonuklear) sistem saraf pusat, berkurangnya bersihan protein, serta
dan MN (mononuklear). Bila terdapat banyak variasi sel degenerasi dari susunan saraf pusat. Penyebab tersering
lain maka dilakukan hitung jenis leukosit sama seperti dari kerusakan sawar otak adalah karena meningitis
hitung jenis sel darah. Sel yang sering dijumpai adalah dan perlukaan yang m e n g a k i b a t k a n perdarahan.
sel limfosit dan monosit (MN) dan kadang dapat dijumpai Beberapa kelainan neurologis juga dapat mengakibatkan
netrofil (PMN). Pada anak lebih sering dijumpai limfosit peningkatan protein. Pungsi cairan otak traumatik juga
sedang pada orang dewasa monosit. Pada inflamasi dan akan menyebabkan peningkatan protein cairan disertai
infeksi akan terjadi peningkatan jumlah leukosit dan bila adanya peningkatan j u m l a h komponen selnya. Dapat
jumlahnya sangat meningkat disebut sebagai pleositosis. d i l a k u k a n koreksi hasil pada pungsi t r a u m a t i k bila
Dapat dijumpai adanya eosinofil, sel plasma, dan makrofag. pengiriman cairan otak disertai dengan pengiriman sampel
Sel abnormal yang dapat dijumpai, antara lain sel ganas, darah dengan antiakoagulan dan serum.^
sel granulosit imatur hingga sel bias pada leukemia. Bila Selain pemeriksaan protein total cairan otak, j u g a
peningkatan sel didominasi oleh PMN maka dicurigai dapat d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n fraksi protein seperti
adanya meningitis yang disebabkan oleh bakterial dan pemeriksaan albumin, IgG serta pemeriksaan elektroforesis
bila d o m i n a s i n y a MN maka d u g a a n n y a meningitis protein untuk melihat fraksi lainnya. Pemeriksaan ini
viral, tuberkulosa atau parasitik. Pada sklerosis multipel dilaporkan dalam bentuk rasio terhadap kadarnya dalam
dijumpai dominasi limfosit dengan j u m l a h sel kurang serum. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menunjang
dari 25 sel/uL. Adanya makrofag yang memfagositosis diagnosis adanya berbagai kelainan neurologis. Pada
eritrosit menandakan kemungkinan riwayat perdarahan penderita slerosis multipel akan dijumpai peningkatan
sebelumnya atau adanya sepsis. Peningkatan eosinofil fraksi IgG. Untuk m e m b e d a k a n apakah peningkatan
sering dijumpai sebagai reaksi terhadap adanya parasit tersebut merupakan produksi dari susunan saraf pusat
serta intracranial shunt malformation. Adanya limfosit maka dihitung rasio antara IgG/albumin dan IgG indeks.
reaktif dan limfosit berbentuk plasmositoid dijumpai IgG indeks= (IgG cairan/serum)/(albumin cairan/
pada infeksi viral serta sklerosis multipel. Pada hitung albumin serum)
j e n i s j u g a perlu d i l a p o r k a n pula benda lain seperti
Dalam keadaan normal IgG indeks lebih kecil dari 0,6
adanya bakteri intraseluler, jamur, ragi, dan Cryptococcus.
sedangakan pada multiple sclerosis IgG indeks > 0,77.
Untuk konfirmasi adanya Cryptococcus dapat dilakukan
Selain itu pada elektroforesis dapat dijumpai adanya
pembuatan sediaan basah dengan pulasan tinta India,
band oligoklonal y a n g tidak dijumpai dalam serum
terlihat gambaran yang khas berupa lingkaran halo tak
penderitanya. Band oligoklonal dapat pula dijumpai pada
berwarna dari kapsulnya.^"
beberapa kelainan lain seperti AIDS, tetapi band ini dapat
dijumpai juga di serum. Pada penderita sklerosis dapat
Pemeriksaan Kimiawi Cairan Otak dilakukan monitoring kadar myelin basic protein (MBP)
P e m e r i k s a a n kimiawi y a n g sering d i l a k u k a n a d a l a h yang ada dalam cairan otak. Protein ini juga dilaporkan
p e m e r i k s a a n protein t o t a l , g l u k o s a , dan elektrolit. meningkat pada sindrom Guillian-Barre.^^
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan Fraksi protein lain yang dapat dianalisis adalah a-^-
albumin, fraksi protein seperti transferin, imunoglobulin. makroglobulin (A2M) yang meningkat pada kerusakan
ANALISIS CAIRAN 279

sawar otak dan meningitis, (S^-mikroglobulin (B2M) yang


Tabel 1. Kadar Elektrolit Cairan Otak^
meningkat pada leukemia leptomeningeal, C reaktif protein
(CRP) untuk membedakan meningitis bakterial dan viral, Elektrolit Kadar Satuan
Fibronektin yang peningkatannya digunakan sebagai Natrium 135-150 mEq/L
petanda prognosis buruk pada leukemia limfositik akut Kalium 2.6-3.0 mEq/L
anak, beta amiloid protein 42 - atau protein sebagai petanda Khiorida 115-130 mEq/L
pada Alzheimer dan protein 14-3-3 sebagai petanda Kalsium 2.0-2.8 mEq/L
ensefalopati spongiform seperti penyakit Creutzfeldt-Jacob. Magnesium 2.4-3.0 mEq/L
Beta 1 transferin suatu isoform transferin sering digunakan Fosfor 1.2-2.0 mg/dL
sebagai petanda rinorea dan otorea.^" Laktat 10-22 mg/dL
C02 20-25 mEq/L
Osmolalitas 280-300 mOsm/L
Pemeriksaan Glukosa Cairan
Glukosa masuk dalam cairan otak melalui transpor selektif
dengan kadar sekitar 60-70% kadar glukosa serum, yaitu peningkatan LDH dengan perdarahan intrakranial. LDH
sekitar 50-80 mg/dL. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan juga digunakan utuk membedakan meningitis bakterial
kadar glukosa serum secara bersamaan, dengan dan viral. Kadarnya pada meningitis bakterial > 40U/L.''"^
pengambilan bahan darah 2 jam sebelum dilakukan pungsi
cairan otak. Pemeriksaan glukosa harus segera dilakukan Pemeriksaan Mikrobiologi Cairan Otak
setelah pungsi agar tidak terjadi penurunan kadarnya. Pemeriksaan digunakan untuk mencari penyebab infeksi.
Hasil pemeriksaan kadar galukosa yang tinggi hampir B a h a n p e m e r i k s a a n h a r u s d i t a m p u n g d a l a m botol
selalu diakibatkan karena kadarnya dalam serum yang penampung steril serta dikirim secepatnya ke laboratorium.
meningkat. Kadar glukosa yang lebih rendah berguna Tidak diperkenankan untuk menyimpan bahan tersebut
untuk menentukan penyebab meningitis. Penurunan yang di lemari es karena akan mengganggu pertumbuhan
lebih nyata dijumpai pada meningitis bakterial terutama kuman tersebut. Dapat dilakukan pemeriksaan sedian
bila disertai dengan peningkatan PMN. Bila penurunan langsung yang dipulas dengan pewarnaan Gram atau
disertai peningkatan limfosit maka lebih dicurigai adanya BTA serta pemeriksaan dengan tinta India. Untuk deteksi
meningitis tuberkulosa.^^ mikroorganisme dan j a m u r j u g a dapat menggunakan
pemeriksaan imunologi. Pemberian antibiotik sebelum
P e m e r i k s a a n K i m i a w i Lain dilakukan kultur akan mengurangi kemungkinan
S e l a i n p r o t e i n d a n g l u k o s a d a p a t pula d i l a k u k a n tumbuhnya mikroorganisme.^
pemeriksaan kadar laktat, elektrolit, enzim, dan glutamat.
Laktat dalam cairan otak berkisar antara 10-22 mg/dL,
kadar di cairan otak sering tidak berhubungan dengan REFERENSI
kadarnya di plasma. Peningkatan laktat cairan dikaitkan
dengan adanya hipoksia jaringan otak serta hal lain yang 1. Knight AJ, Kjeldsberg C R . Cerebrospinal, Synovial, and
Serous Body Fluids. In McPherson & Pincus: Henry>s Clinical
menyebabkan gangguan sirkulasi darah dan transpor
Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Eds 21st.
oksigen ke otak, hidrosefalus, perdarahan, edema otak W B Saunders Company, Philadelphia 2b06:ppl393-9.
serta meningitis. Peningkatan laktat yang berkepanjangan 2. Strasinger SK. Urinalysis and body fluids. 3rd ed F A Davis
Co, Philadelphia 1994:pp.l35-51.
menandakan prognosis yang buruk.
3. Brunzel N A . Urine and body fluid analysis. 2nd ed. Saunders
Kadar elektrolit cairan otak yang sering diminta adalah Philadelphia 2004:pp.325-41.
Na, K dan CI, tetapi selain itu dapat dilakukan analisis 4. Deisenhammer F, Bartosb A, Egga R, Gilhusc N E , Giovannorud
terhadap Ca, Mg, C 0 2 dan osmolalitasnya. Kadar substansi G, Rauere S, Sellebjerg F. Guidelines on routine cerebrospinal
fluid analysis. Report from an E F N S task Force. European
tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Journal of Neurology 2006,13: 913-22.
B e r b a g a i e n z i m d a p a t d i p e r i k s a di c a i r a n otak 5. Lolli F, Franchiotta D. Standardization of procedures and
seperti adenosin deaminase (ADA) yang peningkatannya methods in neuroimmunology from the Italian Association
of Neuroimmunology. http:/ /wwrw.aini.it/files/pdf/48094.
dikaitkan dengan infeksi tuberkulosis. Enzim kreatinin
pdf. Retrieved March 2012.
kinase (CK) yang peningkatannya sering dijumpai pada 6. Seehusen D A , Reeves M M , Fomin D A . Cerebral F l u i d
infark otak, hidrosefalus, perdarahan serta tumor. CK- Analysis. A m fam Physician 2003:68;1103-8.
BB isoenzimnya yang khas untuk otak meningkat 6 jam
setelah terjadinya infark otak. Enzim laktat dehidrogenase
(LDH) terutama isoenzim LDH 1 dan 2 mempunyai aktivitas CAIRAN SENDI
tinggi di jaringan otak. Pemeriksaan ini digunakan untuk
membedakan trauma pungsi yang tak menampakkan Cairan sendi atau cairan sinovial adalah cairan kental
LABORATORIUM KLINIK

yang terdapat di rongga sendi. Cairan sendi berasal dari meningkat. Cairan pleura yang sangat keruh seperti susu
ultrafiltrasi plasma melalui membran sinovial ditambah umumnya diakibatkan adanya kristal.
dengan sekresi sel sinovial berupa suatu mukopolisakarida
yang m e n g a n d u n g asam hialuronat dan protein. Pemeriksaan Viskositas
Ultrafiltrasi tidak bersifat selektif, kecuali untuk protein Cairan sendi lebih kental karena adanya polimerisasi
b e r m o l e k u l besar, s e h i n g g a dalam keadaan normal asam hialuronat. Arthritis akan menyebabkan viskositas
komposisi cairan sendi menyerupai komposisi plasma. berkurang. Pemeriksaan viskositas dilakukan dengan cara,
Cairan sinovial membawa nutrisi bagi sendi, terutama di antara lain melihat kemampuan cairan sendi meregang
permukaan yang bergerak. Dalam keadaan normal cairan bila diteteskan. Dalam keadaan normal panjangnya dapat
sinovial berjumlah < 3.5 mL, jumlahnya akan meningkat mencapai 4-6 cm. Dapat juga dinilai dengan mucin clot
bila terjadi inflamasi dan infeksi serta proses lain di test, kemampuan cairan untuk membentuk bekuan yang
sendi. Cairan synovial berada di setiap sendi tetapi untuk baik pada pH asam. Dilaporkan sebagai bekuan yang baik,
mengambil sampel cairan biasa dilakukan pungsi dari sedang, buruk serta tidak membentuk bekuan. ^-^
sendi lutut. Analisis cairan sendi dilakukan untuk mencari
penyebab kelainan yang ada.^^ P e m e r i k s a a n M i k r o s k o p i k ^-^
Cairan sendi kadang terlalu kental sehingga terdapat
kesulitan untuk melakukan hitung sel serta hitung jenis
PEMERIKSAAN CAIRAN SENDI selnya. Dilakukan hitung leukosit dan eritrosit serta sel lain
yang banyak dijumpai. Hitung sel harus segera dilakukan
Bahan Pemeriksaan <1 j a m pasca aspirasi karena setelah itu netrofil akan

Bahan pemeriksaan berupa caian sinovial diperoleh mengalami degenerasi dan menyebabkan j u m l a h n y a

dengan melakukan arthrosentesis, aspirasi dengan jarum berkurang. Dalam keadaan normal dapat dijumpai hitung

di rongga sendi. Arthrosentesis dilakukan paling sering sel leukosit <200 sel/uL. Jumlah leukosit akan sangat

di sendi lutut. Sebaiknya bahan aspirasi d i t a m p u n g meningkat hingga 100.00 sel/uL pada infeksi berat.

dalam 3 buah tabung, yaitu untuk pemeriksaan kimiawi Pada hitung j e n i s cairan sendi normal dijumpai
dan imunologi, tabung dengan antikoagulan K3EDTA predominasi sel mononuklir seperti limfosit, monosit
cair atau heparin untuk hitung dan analisis sel serta makrofag, dan sel sinovial. Jumlah netrofil < 2 5 % jumlah
tabung steril atau media inokulasi (misalnya botol Bactec, sel total. Peningkatan jumlah netrofil menandakan adanya
atau media aerob dan anaerob lain) untuk pemeriksaan arthritis septik, sedangkan peningkatan sel mononuklear
mikrobiologi. Seringkali mutlak diperlukan antikoagulan m e n a n d a k a n a d a n y a p r o s e s n o n - i n f l a m a s i . Perlu
karena terdapat k e m u n g k i n a n t e r b e n t u k n y a bekuan dilaporkan adanya eosinofil, sel LE (Lupus eritematosus),
setelah aspirasi karena kadar fibrinogen yang tinggi. Hal sel Reiter dan sel RA (rheumatoid arthritis) atau adanya
ini akan mengakibatkan jumlah sel atau hitung jenisnya Ragosit. Untuk memperoleh gambaran dan penyebaran
tak dapat dilakukan. Untuk analisis cairan sinovial j u g a yang baik, maka pembuatan sediaan hitung jenis dilakukan
diperlukan contoh sampel darah beku dan kadang darah dengan mengunakan sitosentrifugasi. Pada trauma juga
dengan K3EDTA. '-^ dapat dijumpai adanya butir lemak.
Pemeriksaan cairan sendi meliputi p e m e r i k s a a n Pada p e m e r i k s a a n mikroskopik j u g a d i p e r l u k a n
makroskopik, mikroskopik, viskositas, identifikasi kristal, identifikasi kistal untuk mendiagnosis adanya crystal
kimiawi, sero-imunologi dan mikrobiologi. Induced arthritis. Pemeriksaan kristal harus dilakukan
sesegera mungkin karena kristal mudah berubah dengan
Pemeriksaan Makroskopik a d a n y a p e r u b a h a n suhu atau p H . Bila cairan sendi
Pada cairan sinovia dilakukan penilaian terhadap warna disimpan di lemari es akan terjadi peningkatan kristal
cairan, kejernihan, adanya bekuan serta kelainan lain m o n o s o d i u m u r a t n y a . Kristal y a n g u m u m dijumpai
yang mungkin tampak. Pada keadaan normal, cairan akan dalam cairan sendi adalah monosodium urat (asam urat)
tampak kuning muda, jernih tanpa adanya bekuan atau yang dijumpai pada gout, sedangkan kristal kalsium
darah. Warna menjadi lebih tua bila terdapat inflamasi, pirofosfat dijumpai pada pseudogout. Selain itu juga dapat
infeksi dengan peningkatan jumlah sel. Warna kemerahan dijumpai kristal kolesterol, apatit, kalsium oksalat serta
disebabkan trauma pada saat pungsi cairan atau gangguan kristal kortikosteroid pada penderita yang diberi injeksi
koagulasi. Trauma pungsi dapat mengakibakan timbulnya kortikosteroid. Bila pada aspirasi menggunakan sarung
bekuan bila m e n g a n d u n g cukup banyak fibrinogen tangan yang mengandung bedak kadang dapat dijumpai
s e h i n g g a sebaiknya d i g u n a k a n p e n a m p u n g d e n g a n artefak kristal talkum. Bila kristal didiamkan lama dalam
antikoagulan. Cairan sendi yang keruh hingga berbentuk udara terbuka dapat terbentuk tambahan kistal kalsium
pus d a p a t d i s e b a b k a n o l e h a d a n y a l e u k o s i t y a n g fosfat.
ANALISIS CAIRAN 281

Pemeriksaan Kimiawi
Cairan sendi berasal dari hasil ultrafiltrasi plasnna oleh
karena itu komposisinya menyerupai plasma. Dilakukan
analisis glukosa cairan, laktat, protein dan asam urat. Kadar
glukosa cairan menurun pada arthritis septik atau adanya
infeksi. Dalam keadaan normal perbedaan glukosa cairan
dan plasma tidak lebih dari 10 mg/dL. Pemeriksaan laktat
dengan hasil <7,5 mmol/L dianggap dapat menyingkirkan
adanya arthritis septik, sedangkan kadar >7,5 mmol/L
d a p a t d i j u m p a i pada a r t h r i t i s septik atau a r t h r i t i s
rheumatoid. Pada keadaan normal, protein molekul besar
tidak difiltrasi sehingga kadar protein normal <3 g/dL.
Peningkatan protein dijumpai pada inflamasi atau keadaan
hemoragik. Pemeriksaan asam urat cairan dilakukan untuk
mengetahui peningkatannya terutama bila kristal urat tak
dapat ditemukan secara mikroskopik.^^

Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mengetahui adanya
proses imunologik dan inflamasi. Pemeriksaan terhadap
faktor rheumatoid dapat dilakukan di cairan maupun
plasma, begitu juga pemeriksaan untuk serologi terhadap
lupus eritematosus. Pemeriksaan CRP, prokalsitonin,
komplemen cairan serta berbagai sitokin dilakukan untuk
mengetahui adanya proses septik dan imunologik. ''^

Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi meliputi pemeriksaan tuntuk
mencari penyebab inflamasi dan infeksi. Pemeriksaan
dilakukan terhadap sediaan langsung dan biakan resistensi
mikroorganisme, baik terhadap kuman tuberkulosis,
jamur, viral maupun bakteri lain. Sediaan langsung dipulas
dengan pewarnaan Gram atau pewarnaan untuk bakteri
tahan asam (Ziehl Neelsen) atau pemeriksaan PCR untuk M.
tuberculosis. Untuk meningkatkan hasil biakan sebaiknya
cairan harus segera dimasukkan ke dalam botol inokulasi
untuk biakan dengan segera. Kadang dilakukan inokulasi
untuk mencari Neisseria dan Hemophilus. ^"^

REFERENSI

1. Knight AJ, Kjeldsberg C R . Cerebrospinal, Synovial, and Se-


rous Body Fluids. In McPherson & Pincus: Henry>s Clinical
Diagnosis and Management by Laboratory Methods. Eds 21".
W B Saunders Company, Philadelphia 2606:ppl393-9.
2. Strasinger SK. Urinalysis and body fluids. 3'^' ed F A Davis
Co, Philadelphia 1994:pp.l71-8.
3. Brunzel N A . Urine and body fluid analysis. 2"'' ed. Saunders
Philadelphia 2004:pp.361-9.
4. L i SF, Cassidy C , Chang C , Gharib S, Torres J. Diagnostic
utility of laboratory test in septic arthritis. Emerg Med J
2007;24:75-7.
5. Carpenter C R , Schuur JD, Everett WW, Pines JM. Evidence
based diagnostics: Adult Septic arthritis. Acad Emerg med
2011;781-96.
34
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK
Ketut Suega

PENDAHULUAN Jenis Pemeriksaan


Banyak jenis pemeriksaan (assays) yang dapat dipakai
Deteksi tumor fase awal merupakan masalah yang penting untuk mendeteksi PT (seperti pada tabel 1), akan tetapi
bagi para klinisi {oncologist) oleh karena pada fase inilah /mmunoossoy merupakan teknik pemeriksaan yang paling
terapi diharapkan memberikan hasil maksimal. Seperti sering digunakan oleh karena menghasilkan akurasi dan
diketahui penyebab primer dan faktor yang mengawali presisi yang baik (sensitivity dan specivity). Interpretasi
proses karsinogenesis adalah adanya defek pada proto- hasil akhir pemeriksaan PT lebih disukai yang memakai
o n k o g e n , gen s u p r e s o r dan b e b e r a p a gen esensial sistem otomatis dibandingkan dengan identifikasi visual.
lainnya. Defek tersebut tidak saja dianggap sebagai Sebagian besar laboratorium klinik p e m e r i k s a a n PT
faktor patogenetik tapi j u g a sebagai penanda tumor memakai sistem otomatis. Banyak jenis immunoassays
oleh karena faktor yang terdeteksi pada cairan biologis yang ada sehingga pemilihan sistem yang terbaik
tubuh merupakan petunjuk adanya pertumbuhan tumor. menjadi pekerjaan yang cukup sulit. Demikian halnya
Penanda tumor (PT) adalah suatu molekul,substansi belum ada standardisasi hasil sehingga tak jarang hasil
atau proses yang dapat diukur dengan suatu pemeriksaan pemeriksaan dengan sistem yang sama pada satujenis PT
(assgy) baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada bisa berbeda. Tergantung dari jenis molekul PT diperiksa,
kondisi pra-kanker dan kanker Penanda tumor sendiri apakah DNA, RNA, protein atau molekul lainnya. PT yang
dapat berupa DNA, mRNA, protein, atau bagian dari sama misalnya: HER2/neu apakah yang diperiksa ekspresi
protein (seperti proses dari proliferasi, angiogenesis, gennya, RNA ataukah proteinnya, akan memberikan
apoptosis, dan lainnya). Penanda tumor dapat ditemukan interpretasi klinik yang berbeda walaupun dikerjakan
dalam darah dan urin penderita. Disamping itu jaringan, air dengan sistem yang sama. Oleh karena itu setiap assay
ludah, cairan tubuh dan sel sendiri dapat dipakai sebagai yang dipakai harus dievaluasi performannya baik aspek
bahan untuk pemeriksaan PT.3-6 teknis, klinis, operasional dan aspek ekonomi-nya. Dari
Ada banyak jenis PT, beberapa diantaranya hanya aspek teknis yang perlu diperhatikan adalah sensitifitas,
diproduksi oleh satujenis tumor sedang ada PTyang sama spesifisitas, akurasi, kualitas, stabilitas kalibrasi dan Iain-
dibuat oleh beberapa jenis tumor. Perkembangan dibidang lain. Aspek klinik yang paling perlu diperhatikan adalah
pemeriksaan PT sangat pesat dan beberapa pemeriksaan akurasi diagnostik dari alat tersebut sudah dievaluasi
yang canggih dan baru seperti DNA microarrays, serial dengan nilai referensi dan oleh hasil penelitian tentang
analysis of gene expression (SAGE) dan mass spectrometry, penyakit dimana PT tersebut terbukti. Oleh karenanya
studi proteomics untuk mengetahui susunan protein kualitas {quality assurance) dari pemeriksaan tersebut
dari setiap sel, terus dikembangkan walupun beberapa harus sudah terpenuhi (baik preanalytic, analytic dan
diantaranya hanya digunakan untuk keperluan riset saja.^-^-^ post analytic). Beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
Namun demikian sampai saat ini belum ditemukan suatu performa ossoy antara lain: preparasi sampel dan bahan,
PT yang betul-betui ideal untuk satujenis kanker. Di klinik fiksasi, antigen yang digunakan, spesifisitas antibodi, reaksi
PT digunakan tidak saja sebagai proses skrining diagnosis immunohistokimia dan aspek visualisasinya, referensi dan
dan monitoring, akhir-akhir ini PT juga digunakan untuk kontrol, presisi, interpretasi dan pelaporan.^""^^
meramalkan toksisitas terhadap pengobatan. ^"^^ Beberapa tehnik prosedur yang berbeda akan bisa

282
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK 283

menyebabkan seberapa baik hasil pemeriksaan tersebut IDENTIFIKASI PENANDA T U M O R


sesuai dengan kondisi biologis dan klinis dari pasien
tersebut. Oleh karenanya aspek tehnik ini harus dimengerti Sejarah perkembangan PT dimulai sejak ditemukannya
untuk m a s i n g - m a s i n g j e n i s PT dan p e n g g u n a a n pertama kali oleh Henry Bence-Jones pada tahun 1846
kliniknya. Sebagai contoh: mutasi p53 bisa terdeteksi endapan protein dalam kencing yang diasamkan dari
dengan analisis sekuensial, bisa dengan single-strand seorang penderita mieloma multipel dan sampai saat
conformational polymorphism screening of DNA, atau ini masih digunakan sebagai salah satu tanda adanya
dengan immunohistochemical analyisis of tissue for p53 imunoglobulin rantai ringan, dan sejak saat itu telah
protein. Masing-masing jenis analisis ini akan memberikan ditemukan makin banyak PT yang potensial.^'^
hasil yang berbeda tergantung dari penggunaan klinis dan Tidak seperti penemuan obat-obat baru sampai pada
p53 tersebut sebagai faktor prognostik. Demikian pula, pengesahannya sebagai obat standar, sudah ditentukan
satujenis reagen yang dipakai untuk berbagai jenis assay tata cara penangannya, prosedur untuk pemeriksaan PT
yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. mulai dari penelitian laboratorium sampai aplikasi klinik
Suatu jenis antibodi monoklonal yang diperiksa dengan belum ditentukan dengan jelas. Untuk mengatasi hal ini
tehnik imunohistokimia untuk memeriksa ekspresi antigen, National Cancer Institute merekomendasikan suatu strategi
atau diperiksa dengan teknik ELISA untuk mengukur secara untuk menentukan suatu PT. Penanda biologis dengan
kuantitatif antigen yang sama. Kedua tehnik ini akan potensi diagnostik dan prediktif tersebut mula-mula akan
memberikan hasil analisis yang berbeda dan berbeda pula diperiksa pada fase I yang terdiri dari pilot study. Pada fase
interpretasi klinisnya.^''"" ini metode yang dipakai tersebut akan dites menggunakan
Oleh karena itu jaminan kualitas suatu alat pemeriksaan material baik yang berasal dari jaringan normal maupun
PT adalah mendeteksi PT dengan reliabilitas, validitas, dan j a r i n g a n tumor untuk mengetahui perubahan kadar
efikasi yang baik di dalam perannya dalam setiap aspek molekul yang bersangkutan. Apabila pemeriksaan cukup
penatalaksanaan peng-obatan pasien. Hal ini meliputi meyakinkan baik secara kualitatif maupun kuantitatif,
aspek preanalitik dan post analitik, yaitu mulai dan kemudian dilakukan studi fase II yang merupakan studi
mempersiapkan bahan yang memiliki standar pemeriksaan retrospektif dengan menggunakan sampel klinik yang
termasuk mencatat beberapa kondisi klinis seperti penyakit sudah ditentukan untuk mendapatkan nilai klinik PT yang
hati dan ginjal yang akan mempengaruhi hasi, metode potensial. Setelah itu akan diikuti dengan fase III dengan
dan standardisasi dari alat yang bersangkutan, sampai studi komfirmasi menggunakan sekelompok pasien dan
prosentase dalam interpretasi hasil serta penggunaannya fase IV yang merupakan fase validasi kadar PT dengan
didalam penatalaksanaan pasien.^-^^-^^ melakukan studi terbuka pada banyak institusi seperti
pada trial klinik.^^-^^-^^

Tabel 1. Molekul atau Bahan yang Dapat atau Memungkinkan untuk Diukur Alat Ukur Serta Kelainannya sebagai Petanda
Tumor (dikutip : 14)
Molekul atau Kelainan apa yang Bagaimana bentuk Apa reagen yang Bagaimana Apa yang
proses apa yang dapat dideteksi pengukuran? digunakan? persyaratannya? dipertimbangkan
diukur? dalam pengukuran? sebagai hasil
positif?
Gen Amplifikasi, delesi, Southern, CDGE, Pro6e(panjang Stringency, dll Tergantung tes,
mutasi, dll SSCPE, PCR/ penuh, pasrial, kemungkinan
sekuens, dll sekuens primer, beragam
dll)
RNA Ekspresi berlebihan, Nothern, reverse Sama dengan di Sama dengan di Sama d e n g a n di
mutasi, dll PCR, hibridisasi in atas atas atas
situ
Produk ( protein, Ekspresi berlebihan, ELISA, EIA,RIA,IRMA, Antibodi poli- Konsentrasi dari Sama d e n g a n di
karbohidrat, glikosilasi abnormal, imunohisto-kimia klonal, antibody reagen, langsung atas
lemak, dll) lokasi seluler (imunoperoksidase, monoclonal, vs tidak langsung,
abnormal, dll fluoresensi, dll) ligan, dll dll

Proses (per- M u n c u l n y a Imunopatologi, Kemungkinan Sama dengan di Sama d e n g a n di


t u m b u h a n pembuluh darah pengukuruan beragam atas atas
pembuluh darah, baru, peningkatan seluler in vitro, dll
respon seluler, dll) respon seluler, dll
CDGE =continues denaturation gel electrophoresis; SSCPE=single-strand conformational polymorphism electrophoresis;
PCR= polymerase chain reaction; ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay; EIA= enzyme-linked immunoassay; RIA=
radioimmunoassay; IRMA= immune-radiomimetic assay.
LABORATORIUM KLINIK
284

Salah satu langkah penting untuk identifikasi dan fosfatase, alkali fosfatase, amilase, kreatin kinase,
mennastikan manfaat suatu PT adalah merancang suatu gamma glutamyl transferase, laktat dehidrogenase,
bentuk tersendiri yang layak dan sesuai. Salah satu dan deoksinukleotidil transferase.
fornnat yang baik untuk tersebut adalah yang dirancang 2. Reseptor j a r i n g a n . Reseptor j a r i n g a n merupakan
oleh ASCO yang disebut T M U G S {The Tumor Marker protein yang berkaitan dengan membran sel. Reseptor
Utility Grading System). Masing-masing PT ditentukan ini berikatan dengan hormon dan faktor pertumbuhan
penggunaan kliniknya berdasarkan LOE {Level of evidence), serta mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tumor
dimana LOE I merupakan PT yang didukung oleh desain Beberapa reseptor petanda tumor yang penting
y a n g terbaik, sedangkan LOE V merupakan PT yang adalah reseptor estrogen reseptor p r o g e s t e r o n ,
dukungan buktinya paling minimal. Sesuai dengan sistem reseptor interleukin-2, dan epidermal growth factor
ini, PT ideal seharusnya didukung oleh rancangan disain receptor (EGFR).
studi yang prospektif, dengan kekuatan {power) yang 3. A n t i g e n . Antigen onkofetal adalah protein yang
memadai, terandomisasi dan secara spesifik menilai aspek terbuat dari gen yang memiliki aktivitas tinggi saat
penggunaan dari PT yang diperiksa, apakah sebagai masa pertumbuhan fetal, namun berfungsi sangat
penanda prognosis, prediktif atau lainnya.^""'^^ minimal saat masa setelah kelahiran. Petanda tumor
Demikian halnya dalam melaporkan hasil studi perlu yang penting dalam kelompok ini adalah alfa feto
dilakukan strandardisasi mengenai elemen yang penting protein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), antigen
dari sebuah PT yaitu: kegunaan kliniknya, kekuatan dari spesifik prostat (PSA), cathespin D, HER-2/neu, CA-
PT yang bersangkutan dan reliabilitasnya. Untuk ini 125, CA-19-9, CA-15-3, dan lainnya.
telah dikembangkan suatu format laporan yang disebut 4. Onkogen. Beberapa petanda tumor adalah produk
REMARK {reporting recommendation for tumor marker dari onkogen, yang merupakan gen yang berperan
prognostic studies) oleh NCI-EORTC. Dalam guidelines ini aktif dalam masa fetal dan mencetuskan pertumbuhan
perlu di tetapkan tujuan dari studi, identifikasi dengan tumor saat gen ini teraktivasi pada sel matur Beberapa
jelas populasi pasien dan kontrol, end-point d a n studi dan onkogen penting contohnya adalah BRAC-1, myc,
faktor - faktor pengganggu yang potensial yang mungkin p 5 3 , g e n RB ( r e t i n o b l a s t o m a ) , dan kromosom
ada (3,22). Philadelphia.
Penanda tumor yang ideal adalah PT yang sangat 5. Hormon. Kelompok terakhir dari petanda tumor ini,
spesifik artinya dia hanya ada pada tumor tersebut termasuk kelompok hormon yang secara normal
dan j u g a perlu sensitifitas ^ a n g tinggi artinya dapat disekresi oleh jaringan yang mengalami perubahan
mendeteksi tumor pada kondisi pra-kanker. Akan tetapi malignansi, di mana hormon ini juga diproduksi oleh
sampai saat ini belum ada satupun PT yang ideal dan j a r i n g a n yang secara normal tidak menghasilkan
pemeriksaan hanya satu jenis PT tidak dapat dipakai hormon (produksi ektopik). Beberapa hormon yang
sebagai pegangan untuk diagnosis suatu tumor oleh terkait dengan proses malignansi adalah adrenal
karena: 1. kadar PT dapat meningkat pada penderita tanpa cortico tropic hormon (ACTH), kalsitonin, katekolamin,
kanker; 2. kadar PT tidak meningkat pada setiap penderita gastrin, human chorionic gonadotropin (hCG) dan
kanker, lebih-lebih pada kanker stadium dini; 3. banyak prolaktin.
PT meningkat kadarnya pada berbagai jenis tumor Akan
Keuntungan dari penggunaan petanda tumor: '^^
tetapi kadar PT akan sangat berguna apabila digunakan
Memberikan lebih banyak informasi tentang penyakit
bersama-sama dengan pemeriksaan rontgen dan tes darah
dan memungkinkan untuk penyesuaian pengobatan
lainnya untuk menegakkan diagnosis kanker pada individu
yang digunakan, termasuk dalam mencapai
yang diketahui mempunyai risiko tinggi untuk kanker."-^^
peningkatan efikasi dan survivaL
Mencegah efek samping dari pemberian terapi yang
tidak diperlukan.
JENIS PETANDA TUMOR
Melakukan cara diagnostik yang kurang invasif.
Meningkatkan kualitas hidup
Banyak macam penggolongan yang dapat ditemukan
Mengurangi biaya
mengenai jenis dan macam PT, tapi pada dasarnya ada
5 jenis PT yaitu : Kelemahan yang potensial dari menggunakan petanda
1. Enzim. Beberapa enzim yang terdapat di beberapa tumor^'29

jaringan kadarnya akan meningkat dalam plasma Variasi hasil dan juga interpretasinya dari berbagai
bila terjadi keganasan y a n g melibatkan j a r i n g a n metode pemeriksaan
tersebut. Beberapa contoh enzim yang kadarnya Rendahnya reliabilitas
m e n i n g k a t pada kasus k e g a n a s a n a d a l a h a s a m Protein dan atau protein yang dimodifikasi sangat
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK
285

bervariasi pada tiap individu, diantara beberapa tipe kanker hepatoseluler. Kadar normal AFP tidak lebih dari 20
sel, dan bahkan pada sel yang sama sekalipun yang ng/ml, kadarnya meningkat sesuai dengan peningkatan
mengalami stimulus yang berbeda atau stadium ukuran tumor
penyakit y a n g b e r b e d a . Jadi sangat sulit untuk
mengetahui apakah nilai/ kadar yang diperoleh dari Carcino Embryonic Antigen (CEA)
individu adalah sesuatu yang akurat dan nilai/ kadar CEA diproduksi selama perkembangan bayi dan setelah
pada tiap pasien yang menunjukkan adanya suatu lahir produksi CEA akan berhenti dan tak terdeteksi
abnormalitas. pada orang dewasa normal. CEA ditemukan pertama
Sel normal seperti sel kanker memproduksi banyak kali pada a d e n o k a r s i n o m a kolon pada t a h u n 1965.
petanda tumor CEA dimetabolisme di hepar dengan half-life sekitar
Petanda tumor tidak selalu muncul pada kanker 1-8 hari. Beberapa penyakit hati dan obstruksi biliaris
stadium awal. akan m e n g h a m b a t klirensnya sehingga akan terjadi
Petanda t u m o r dapat muncul pada kondisi non peningkatan kadar CEA.^^ CEA adalah PT yang digunakan
malignansi. untuk penderita dengan kanker kolorektal. Kadar diatas
Pasien dengan kanker biasa saja tidak mengalami 5 u/ml sudah dianggap abnormal. Kadar yang tinggi j u g a
peningkatan petanda tumor pada sampel darahnya. dijumpai pada kanker paru, payudara, pankreas, tiroid, hati,
Bahkan pada petanda tumor kadarnya tinggi, serviks dan kandung kemih. Dalam kondisi normal kadar
petanda tumor belum tentu cukup spesifik untuk CEA meningkat pada perokok. Kadar CEA akan meningkat
mengkonfirmasi keberadaan suatu kanker. setelah kankernya sendiri terdeteksi sehingga CEA tidak
digunakan sebagai alat diagnostik.

PENANDA T U M O R SPESIFIK Cancer Antigen 15-3 ( C A 15-3)


CA 15-3 pertama kali digunakan pada kanker payudara.
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) Kadarnya hanya meningkat kurang lebih 10% pada kasus
HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan yang dini tapi akan meningkat sampai 7 5 % pada kanker
plasenta dan m e n c a p a i kadar t e r t i n g g i pada u m u r yang sudah lanjut. Kadar normal CA 15-3 adalah sekitar
kehamilan 60 hari. Hormon ini terdiri dari 2 subunit yaitu 25 U/ml, dan kadar setinggi 100 U/ml bisa dideteksi
alpha subunit dan beta subunit, dengan half-life sekitar pada wanita yang tidak menderita kanker. CA 15-3 juga
12-24 j a m . Kadar normal HCG adalah 1-5 ng/ml dan meningkat pada kanker lainnya seperti kanker pankreas,
sedikit meningkat pada wanita post menopause (sampai paru, ovarium dan hati. Pada hepatitis dan sirosis juga
10 ng/ml). Kadar yang tinggi dari HCG dapat ditemukan ditemukan kadar CA 15-3 yang meningkat
pada kehamilan mola, korio karsinoma. Peningkatan kadar
HCG dapatjuga dijumpai pada adenokarsinoma pankreas, Cancer Antigen 125 ( C A 125)
tumor sel islet, kanker usus kecil dan besar, hepatoma, CA 125 adalah PT standar untuk kanker epitelial ovarium.
lambung, paru, ovarium, payudara dan kanker ginjal. Untuk Kadar referensi yang banyak dianut adalah 0-35 ku/L,
pemeriksaan penanda tumor biasanya diperiksakan HCG namun hampir 9 9 % w a n i t a normal post-menopause
intak dan beta subunit HCG karena ada jenis tumor yang mempunyai kadar < 20 kU/L. Kadar antara 100 kU/L dan
hanya memproduksi subunit beta saja (25,30,31). lebih dapat dijumpai pada wanita premenopause pada saat
menstruasi.^^ Lebih dari 90% penderita mempunyai kadar
Alpha fetoprotein (AFP) CA 125 lebih dari 30 u/ml apabila kanker sudah lanjut. Akan
AFP akhir-akhir ini diperiksa dengan immunometric assay tetapi masalahnya banyak wanita dengan kadar > 30 u/
dengan menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal ml tidak didapatkan dengan kanker ovarium. Kadar yang
dan hasilnya dikalibrasi dengan standar internasional (IS) tinggi juga ditemukan pada wanita dengan endometriosis,
72/225. AFP biasanya didapatkan pada fetus yang sedang pada kanker paru dan individu yang mempunyai kanker
tumbuh, bayi baru lahir dan wanita hamil, mempunyai s e b e l u m n y a . " K a d a r CA 125 y a n g m e n i n g k a t j u g a
kadar tertinggi sekitar 15 ug/l setelah tahun pertama ditemukan pada kondisi non malignan seperti penyakit
dari kehidupan dan akan meningkat pada kelainan hati hati, fibroid, kista ovarium, dan peritonitis."-^"'^^
dan keganasan lainnya. Protein ini diproduksi oleh hati
bayi dan yoZ/rsoc. Peningkatan kadar AFP lebih dari 100 Cancer Antigen 19-9 ( C A 19-9)
ng/ml paling sering dijumpai pada kanker sel germinal CA 19-9 dijumpai pada epitel lambung bayi, saluran usus
dan kanker hati primer, akan tetapi juga meningkat pada halus dan hati serta pankreas bayi serta pada serum
kanker lambung, kolon, pankreas dan paru yaitu sekitar penderita dengan keganasan. Kadar abnormal CA 19-9
20%^^ Kadar AFP dijumpai lebih tinggi pada 2/3 penderita adalah diatas 37 u/ml. CA 19-9 juga dapat meningkat pada
LABORATORIUM KLINIK
286

kanker saluran cerna jenis lainnya seperti kanker duktus menentukan prognosis. Penderita dengan kadar > 3 ng/ml
biliaris. Kadar yang meningkat juga dapat dilihat pada akan mempunyai prognosis yang lebih jelek."-^"-^^
hepatitis, sirosis, pankreatitis dan kelainan saluran cerna
lainnya. Keadaan ikterus akan mempengaruhi spesifisitas' Cancer Antigen 27.29 (CA 27.29)
CA 19-9, karena pada kondisi dengan ikterus didapatkan CA ini juga dipakai untuk kanker payudara, akan tetapi dia
kadar CA 19-9 yang meningkat sehingga CA 19-9 kurang tidak lebih baik dari pada CA 15-3. Akan tetapi dia lebih
sensitif dalam mendeteksi kanker pankreas fase awal dan jarang positif pada individu yang sehat. Kadar normal
hanya 55% penderita kanker pankreas dengan kadar CA biasanya kurang dari 38-40 u/ml. Penanda ini ternyata
19-9 yang tinggi apabila masa tumor < 3 cm. juga dapat meningkat pada kanker yang lain."*

Prostate Spesific Antigen (PSA) HER-2/neu (c-erbB-2)


Dalam kondisi normal kadar PSA < 3 ng/ml pada laki HER-2/neu merupakan penanda yang ditemukan pertama
dewasa. Prostate Spesific Antigen diproduksi di sel prostat kali pada sel kanker payudara dan dapat dilepaskan ke
dan kadar diatas 4 ng/ml ditemukan pada penyakit prostat sirkulasi darah. Protein ini dijumpai pada permukaan
baik kasus malignan maupun kasus jinak seperti prostat sel epitel dan berfungsi sebagai reseptor untuk faktor
hiperplasia. Prostate Spesific Antigen satu-satunya PT p e r t u m b u h a n s e l . Pada sel kanker protein ini akan
yang sudah diakui sebagai alat skrining untuk kanker kehilangan respon normalnya untuk faktor regulator
prostat. Pemeriksaan PSA terdiri dari PSA free dan PSA act lainnya sehingga akan menyebabkan kontrol regulasi
yang merupakan kompleks antara PSA dengan alpha-1 terhadap suatu sel hilang dan timbulah kanker. HER-2/neu
antichymotrypsin. PSA act merupakan rasio antara total juga dapat dijumpai pada kanker lain. Umumnya penanda
PSA dengan PSA free, dan digunakan untuk membedakan ini tidak diperiksa melalui darah tapi memeriksa sel
antara kasus jinak seperti prostat hipertrofi dengan kanker kankernya dengan menggunakan immunohistochemistry
prostat. Kadar dibawah 4 ng/ml menunjukan tidak adanya atau pewarnaan khusus pada jaringan kankernya. Kadar
lesi malignan sedang kadar diatas 10 ng/ml menandakan normal dalam darah adalah dibawah 450 fmol/ml.
lesi kanker, sedang nilai antara 4-10 ng/ml merupakan
area a b u - a b u y a n g masih memerlukan pemeriksaan Lipid Associated Sialic Acid in Plasma (LASA-P)
tambahan atau PSA serial. Kadar PSA free yang meningkat L A S A - P telah diteliti sebagai p e n a n d a pada kanker
jarang diikuti oleh adanya kanker, dan kadar PSA free ovarium dan kanker lainnya. Namun belum menunjukkan
lebih besar 2 5 % dari total PSA umumnya merupakan lesi mafaat yang besar sehingga penggunaannya sudah mulai
jinak. Dibawah 15% kemungkinan suatu kanker meningkat ditinggalkan."*
diatas 20% dan apabila < 10% maka kemungkinan kanker
meningkat menjadi sekitar 30-60%."* Umumnya kadar NMP22
diatas 4 ng/ml mengharuskan tindakan biopsi prostat dan NMP22 merupakan protein yang ditemukan pada urin
kadar > 20 ng/ml menunjukkan kanker sudah menyebar penderita kanker kandung kemih. Awalnya digunakan
dan biasanya tidak bisa disembuhkan."*'^^"^^ untuk follow-up pasien dengan kanker kandung kemih
Banyak faktor lain yang mempengaruhi kadar PSA untuk menghindari pemeriksaan sistoskopi yang berulang.
yaitu umur tua akan cenderung mempunyai kadar yang Pemeriksaan ini sudah mulai ditinggalkan karena tidak
lebih tinggi. Demikian pula pada penderita BPH (benign
prostate hypertrophy). Kadar PSA berkorelasi linier dengan
pertumbuhan tumor, makin besar jaringan tumor makin Neuron Spesific Enolase (NSE)
tinggi peningkatan kadar PSA . NSE disekresi oleh sel saraf dan sel neuroendokrin susunan
saraf pusat dan tepi. Peningkatan kadar NSE > 12 ng/ml
Beta 2-MicrogtobuUn ((32M) biasanya dianggap abnormal. NSE kadang dipakai untuk
P2M merupakan protein y a n g berhubungan dengan kanker paru khususnya pada kanker sel kecil. Protein
membran luar dari banyak sel termasuk sel limfosit. Dia ini didapatkan lebih baik dari pada CEA untuk follow-
merupakan unit kecil dari molekul MHC klas I dan dia up pasien kanker sel kecil. Penanda ini juga ditemukan
diperlukan untuk transport rantai berat klas I dari retikulum pada beberapa tumor neuroendokrin yaitu karsinoid,
endoplasmik ke permukaan sel. Pada kadar yang kecil neuroblastoma, kanker medula tiroid, tumor Wilm's dan
P2M dapat ditemukan pada serum, urin dan cairan spinal pheochromocytoma.^^'^''
orang normal. p2M meningkat pada lekemia limfoblastik
akut, lekemia kronik, mieloma multipel dan beberapa ThyroglobuUn (hlG)
limfoma. Pada pakreatitis juga didapatkan kadar p2M yang Thyroglobulin diproduksi oleh kelenjar tiroid dan kadarnya
meningkat. Pada mieloma multipel p2M sangat baik untuk meningkat pada kelainan tiroid. Apabila kanker tiroid telah
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK 287

diangkat dan kadar thyroglobulin meningkat diatas 10 Penanda Skrining


ng/ml maka dapat diduga terjadi kekambuhan. Kadar ini Penanda ini merupakan bagian dari penanda diagnosis.
juga dapat diikuti untuk mengevaluasi hasil terapi pada Hal yang penting diperhatikan pada penanda ini adalah
kanker tiroid yang metastase. Kadar hTG yang meningkat sensitivitas dan spesifisitas dari PT dalam menunjang
juga dapat dijumpai pada tumor Wilm's." d i a g n o s i s . Untuk dapat berfungsi sebagai p e n a n d a
yang dapat mengenai tumor pada fase awal maka PT
S-100 yang bersangkutan harus mempunyai sensitivitas dan
S-WO berhubungan dengan melanoma malignan. Pada spesifisitas yang tinggi. Namun demikian, tergantung dari
studi awal diketahui terjadi peningkatan pada hampir jenis tumor tingkat sensitivitas dan spesifisitasnya dapat
s e m u a p e n d e r i t a d e n g a n m e l a n o m a m a l i g n a n . Hal bervariasi. Sebagai contoh skrining untuk tumor kolon
ini sedang diteliti dan tes pemeriksaan 5-700 masih memerlukan spesifisitas yang tinggi oleh karena semua
pelajari." penderita dengan tes positif akan menjalani pemeriksaan
kolonoskopi suatu prosedur invasif dan mahal. Sebaliknya
Cancer Antigen 72-4 (CA 72-4) pada kanker payudara walaupun dengan spesifisitas yang
CA 72-4 merupakan tes yang relatif baru untuk kanker tidak terlalu tinggi asalkan disertai dengan sensitivitas
ovarium dan kanker yang berasal dari saluran cerna. Tidak tinggi tetap dapat diterima karena akan dilanjutkan
lebih baik dari CA 125 tapi dapat menambahkan nilai dengan pemeriksaan mammography yang dianggap
diagnosis dan hal ini masih dalam penelitian lanjutan." murah dan lebih m u d a h . Hal ini akan m e n g u r a n g i
jumlah penderita yang menjalani pemeriksaan sekaligus
Squamous Cell Carcinoma Antigen (SCC) memastikan mereka yang dengan tes positif (sensitivitas)
sec pertama kali di identifikasi pada kanker serviks. Ini harus menjalani pemeriksaan lanjutan. Di samping hal
merupakan penanda dari kanker sel squmous yang dapat itu, prevalensi kanker yang bersangkutan j u g a dapat
terjadi pada serviks, kepala dan leher, paru dan kulit. Kadar menyebabkan tingkat spesifisitas suatu tes dapat diterima
dari SCC dapat dipakai membantu menetapkan stadium sebagai tes skrining. Seperti misalnya penelitian pada
dari karsinoma dan menentukan respon terapi. "•^^'" kelompok penderita dengan risiko tinggi maka hasil nilai
Beberapa pemeriksaan penanda lainnya dapat prediksi positif akan tinggi, oleh karena hasil positif palsu
digunakan sebagai petunjuk adanya lesi kanker, seperti lebih banyak pada populasi yang tidak diteliti. Akan tetapi
misalnya pemeriksaan metabolit katekolamin pada kasus perlu diingat bahwa disini sensitivitas tidak mempunyai
neuroblastoma, hormon adrenokortikotropik dan anti- pengaruh yang besar dan hal ini dapat diatasi misalnya
diuretik hormon pada kasus kanker paru sel kecil. Alpha 2 dengan melakukan pemeriksaan PT lain yang tidak ada
macroglobulln dapat berikatan dengan PSA dan kompleks hubungannya dengan P T y a n g pertama.^
ini dapat digunakan pada kanker prostat. Kadar feritin yang Sampai saat ini hanya ada 2 jenis PT yang diterima
tinggi juga dihubungkan dengan beberapa jenis kanker sebagai tes skrining yaitu PSA, yaitu suatu PT untuk
seperti kanker testis, neuroblastoma, limfoma Burkitt's, mendiagnosis kanker prostat dan pemeriksaan hemoglobin
leukemia dan kanker laring. Pada kanker nasofaring pada feses untuk skrining kanker kolon. PSA mempunyai
didapatkan bahwa DNA EBV {Epstein Barr Virus) dalam sensitivitas yang tinggi tapi spesifisitas yang kurang. Hal ini
plasma dapat digunakan sebagai PT baik sebelum, selama dapat diterima karena pemeriksaan biopsi prostat dianggap
maupun sesudah terapi diberikan.^^ prosedur yang relatif mudah. Namun demikian banyak
usaha baru yang dilakukan dalam rangka menemukan
suatu bahan lain yang dapat dikombinasikan dengan PSA
APLIKASI KLINIK PENANDA T U M O R untuk meningkatkan spesifisitas. Suatu kit pemeriksaan
darah tersamar pada feses dengan spesifisitas yang tinggi
P e n g g u n a a n PT di klinik d i t u j u k a n t e r u t a m a untuk telah dipasarkan walaupun sensitivitasnya masih belum
mendapat informasi tambahan yang dapat mempengaruhi maksimal.^""
penatalaksanaan suatu penyakit. Penanda tumor akan Salah satu kesulitan tes skrining ini adalah tingkat
sangat berguna dalam evaluasi dan penatalaksanaan k e p a t u h a n p a s i e n . Untuk m e n i n g k a t k a n kepatuhan
beberapa kondisi klinik seperti penentuan risiko suatu penderita syarat tes skrining haruslah tidak terlalu invasif
tumor, skrining tumor, diferensial diagnosis, menentukan dan prosedur yang tidak rumit sehingga bisa mudah
prognosis dan m o n i t o r i n g perjalanan suatu tumor. dikerjakan. Di samping tentu saja hasil pemeriksaan PT
Berdasarkan aspek klinik penggunaan PT dibedakan yang bersangkutan akan membawa keuntungan yang lebih
menjadi penanda untuk skrening dan diagnosis, prognosis, pada penderita yaitu tingkat kesembuhan yang tinggi.
prediktif, monitoring, dan penanda toksisitas.^-^^"'^^
LABORATORIUM KLINIK

Penanda Prognostik respon sekitar 20-25% saja. Oleh karena itu banyak para
Penanda ini akan nnenaberikan informasi mengenai hasil sarjana masih meneliti biological predictive marker yang
pengobatan dan j u g a tentang tingkat keganasan dari lainya sebagai target potensial di masa depan seiring
tumornya. Umumnya penanda ini dievaluasi pada saat dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan yang
pemberian terapi pertama pada masing individu. Salah satu makin canggih.^"°
contoh PT yang dapat memberikan informasi prognosis
yang banyak digunakan di klinik adalah uPA {urokinase- Penanda Monitoring
type plasminogen activator) dan PAI-1 {plasminogen Penanda ini dapat digunakan pada beberapa keadaan.
activator Inhibitor type-1) pada kanker payudara. PT ini P e r t a m a , PT y a n g sudah baku dapat dipakai untuk
merupakan yang pertama dilakukan validasi dengan level memonitor manfaat atau respon terapi yang diberikan.
of evidence yang tinggi. Kombinasi kedua PT ini dapat Artinya perubahan dari status penyakitnya j u g a diikuti
menggambarkan prognosis penderita dengan kanker dengan perubahan dari kadar PT. Juga dapat digunakan
payudara berdasarkan risk-group nya khususnya pada sebagai alat follow-up setelah pemberian terapi awal
kasus yang node-negative. Penanda lainnya yang j u g a dengan tujuan melihat onset timbulnya dan beratnya
mendapat validasi dan evaluasi yang konsisten sebagai recurrent disease. Pengukuran kadar PT untuk evaluasi
penanda prognosis adalah proliferation marker thymidine t e r a p i s e r i n g d i p a k a i s e b a g a i surrogate end point
labelling index j u g a untuk kanker payudara. ^^^
'^ dari manfaat terapi tersebut. PT jenis ini jelas sangat
Beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan sebelum bermanfaat untuk pergantian dan pemilihan terapi lainnya
menetapkan suatu PT sebagai penanda prognosis adalah apabila tidak dijumpai adanya respon terhadap terapi yang
PT ini sebaiknya hanya dievaluasi pada pasien yang tidak diberikan atau adanya toksisitas obat sehingga penderita
menerima terapi sistemik setelah pemberian terapi loko- terhindar dari paparan obat terlalu lama."
regional, oleh karena pemberian terapi sistemik akan Pada penderita kanker sel germinal, alpha fetoprotein
mempengaruhi perjalanan penyakit secara signifikan. Hal dan HCG dipakai sebagai alat monitor dari keberhasilan
yang kedua adalah PT yang berkaitan langsung dengan t e r a p i . S e d a n g pada pasien d e n g a n kanker saluran
perjalanan dari suatu tumor tidak akan memberi manfaat cerna CEA dan CA 19-9 digunakan sebagai alat untuk
klinik. Manfaat dari penanda prognosis dan juga lainnya mengetahui kekambuhan penyakit setelah terapi awal. Hal
tergantung dari apakah hasilnya akan mempengaruhi yang sama pada kanker ovarium, CA 125 umumnya dipakai
penatalaksanaan selanjutnya. Misalnya pada pasien dengan untuk mengetahui adanya proses kekambuhan. Namun
kemampuan yang sangat terbatas tentunya penentuan perlu untuk diingat, agar PT klas ini mempunyai manfaat
prognosis tidak akan memberikan manfaat maksimal.^ klinik yang jelas, harus dapat dibuktikan bahwa dengan
dilakukannya deteksi dini akan meningkatkan kemampuan
Penanda Prediktif hidup penderita. Pada kanker payudara ternyata tidak
Penanda prediktif memprediksi respon terapi sedang- didapatkan manfaat dengan mengukur kadar PT secara
kan p e n a n d a prognostik m e m p r e d i k s i terjadinya reguler pada follow-up setelah terapi primer sehingga
kekambuhan atau progresi dari penyakitnya. Akan tetapi pemeriksaan PT pada fase ini tidak direkomendasikan
banyak penanda mempunyai kedua sifat tersebut. Pada walaupun hasil yang didapatkan dapat merupakan alat
kanker payudara, penanda yang banyak diteliti sebagai monitor yang berguna selama terapi sistemik pada kanker
penanda prediktif adalah reseptor hormon steroid. ER payudara yang mengalami k e k a m b u h a n . " "
{estrogen receptor) dan PgR {progesterone receptor) dapat
memprediksi respon terapi hormonal. Penderita yang Penanda Toksisitas
berespon dengan dengan terapi hormonal mempunyai Kemoterapi adalah obat yang dikenal toksik terhadap
korelasi positif dengan kadar ER pada tumor primer dan t u b u h . Seperti halnya dengan penanda lainnya,pada
pada kasus yang lanjut. Keberhasilan terapi lebih banyak pasien yang mendapatkan kemoterapi tentunya akan
dijumpai pada kasus dengan tumor dengan kadar ER dan lebih menguntungkan apabila ditemukan penanda khusus
PgR yang tinggi. yang bisa menentukan efek toksik dari kemoterapi yang
Selama hampir 20 tahun keberadaan dari ER dan PgR diberikan. Sampai saat ini hanya ditemukan 2 jenis penanda
pada tumor primer merupakan petunjuk utama bagi para toksisitas yaitu TMPT {Thiopurine Methyltrasfrase)ur\tuk
klinisi untuk mengobati kanker yang recurrent dengan memprediksi toksisitas thiopurine dan UDP-Glucorunosyl
terapi hormonal. Akan tetapi status reseptor hormonal ini transferase lAl (UGT 1A1) yang memprediksi adanya
tidak sepenuhnya dapat memprediksi mana pasien yang toksisitas dari pemakaian irinotecan. Beberapa penanda
akan memberi respon ataukah resisten dengan terapi lainnya seperti DPD {dehydropyrlmldlne dehydrogenase)
hormonal. Pada pemberian terapi hormonal adjuvant sedang dalam evaluasi untuk memprediksi toksisitas 5
pada kanker payudara dengan ER positif hanya memberi FU, namun belum dipakai dalam klinik."
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK 289

PENANDA TUMOR DAN KAITAN DENGAN IsO-yGTR CK18,CK19 ,Alpha Fucosyl transferase, plasma
KANKER proteosome dan lainnya masih dalam proses evaluasi."^

Banyak jenis PT yang tersedia secara konnersial akan tetapi Penanda tumor pada Kanker Kandung Kemih
tidak semuanya bermanfaat secara klinik. Ada juga PT Sampai saat ini belum ada PT yang direkomendasikan
yang hanya digunakan oleh para peneliti di dalam riset penggunaan klinik secara regular pada kasus dengan
saja sehingga tidak tersedia di laboratorium komersial kanker kandung kemih, termasuk apakah dipakai untuk
dan hanya apabila diketahui mempunyai nilai klinik maka diferensial diagnosis, prognosis stadium penyakit maupun
PT yang bersangkutan akan dapat diperiksakan pada untuk m o n i t o r i n g . Belum ada studi prospektif y a n g
laboratorium klinik. Untuk idealnya, nilai referensi untuk mendapatkan validasi penggunaan PT yang diajukan
masing-masing jenis TM dengan tehnik pemeriksaan yang walaupun sudah disetujui oleh FDA seperti BTA-STAT dan
dipakai harus dicantumkan oleh karena adanya variasi TRAK, NMP22, Immunocyt test, maupun Urovysion test.
hasil diantara beberapa metode assay yang ada (between Namun demikian BTA {bladder tumor antigen) banyak
method variation). dijumpai pada urin penderita dengan kanker kandung
kemih. Dan bersama dengan NMP 22 digunakan sebagai
Penanda Tumor pada Kanker Hati tes untuk memonitor rekurensi kanker. Hal ini belum
Banya kasus kanker hati stadium awal adalah asimtomatik, banyak digunakan ,masih dilakukan studi lanjutan. Akan
dan kanker hati lebih sering terlambat terdiagnosis tetapi banyak ahli masih menganggap sitoskopi lebih
sehingga kesembuhan sukar didapatkan. Oleh karena baik dari pada penanda ini." Tes BTA hanya disetujui oleh
sangat raional pemeriksaan reguler dengan USG hati FDA apabila dikombinasikan dengan sistoskopi untuk
ditambah pemeriksaan PT untuk mendeteksi fase awal monitoring keberadaan kanker"^""
dari suatu kanker hati. Pada kanker hati AFP merupakan PT
yang paling banyak digunakan di klinik. Direkomendasikan Penanda Tumor pada Kanker Servik
pemeriksaan AFP dan USG abdominal setiap 6 bulan pada Pada kanker servik tipe skuamus PTyang terbaik adalah SCC
mereka yang dengan risiko tinggi seperti penderita sirosis {squamous cell carcinoma) antigen, dimana konsentrasinya
hati olehkarena hepatitis Bdan C. Kadar > 20ug/L dan dalam serum berkorelasi dengan stadium tumor, ukuran
dengan tendensi meningkat mengharuskan pemeriksaan tumor, residual tumor, progresivitas tumor dan survival.
lanjutan walaupun hasil USG negatif (LOE III). Pasien Pada tipe adenokarsinoma servik, dapat dipergunakan
d e n g a n risiko tinggi d e n g a n kadar A F P y a n g tetap CEA dan CA 125 walaupun masih memerlukan studi
meningkat dan adanya nodul < 1cm maka dilakukan lanjutan untuk komfirmasi penggunaannya. Penggunaan
monitoring dengan interval 3 bulan. Apabila nodul 1 -2 cm TM sebagai penanda skrening atau diagnosis kanker
maka pemeriksaan seperti MRI dan CT scan diperlukan, servik tidak dianjurkan (LOE III) berdasarkan guideline
dan kalau nodul tersebut sesuai dengan kanker hati maka NACB. Akan tetapi kadar SCC sebelum pengobatan
masih dibutuhkan biopsi jaringan hati. Akan tetapi bila dapat memberikan informasi tambahan karena kadar
nodul > 2cm dan AFP > 200 ug/L dengan gambaran nodul yang tinggi mencerminkan adanya keterlibatan kelenjar
yang sesuai maka diagnosis kanker hati dapat ditegakkan getah bening dan membutuhkan pengobatan ajuvan (LOE
tanpa harus biopsi (LOE III). AFP juga bisa dipakai sebagai IV/V). Demikian pula kadar SCC yang tinggi merupakan
faktor prognosis dimana kadar yang tinggi mencerminkan faktor prognosis yang independen, namun pengaruhnya
prognosis yang jelek (LOE IV). pemeriksaan AFP untuk tehadap rencana pengobatan belum konsisten, sehingga
monitoring setelah terapi reseksi atau transpantasi, terapi belum direkomendasikan sebagai tindakan yang rutin
ablatif dan terapi paliatif untuk monitoring rekurensi pada wanita dengan kanker servik (LOE III). Kadar SCC
dilakukan dengan interval 3 bulan dalam 2 tahun pertama setelah pengobatan berkorelasi kuat dengan perjalanan
kemudian selanjutnya tiap 6 bulan (LOE IV).Menurut klinik pasien dengan kanker servik tipe skuamosa akan
guideline NACB , AFP merupakan satu-satunya PT yang tetapi tidak ada bukti kuat bahwa penangan awal akan
direkomendasikan secara klinik untuk kanker hati, baik memperbaiki hasil terapi sehingga penggunaan TM ini
sebagai skrening dan awal diagnosis pada group pasien untuk monitoring belum direkomendasikan dalam praktik
dengan risiko tinggi, prognosis, dan monitoring setelah sehari-hari (LOE III). Beberapa TM yang lain seperti baik
pengobatan dengan LOE lll-IV. CA 125, CEA dan Cytokeratins masih memerlukan studi
PT y a n g b a r u s e p e r t i DCP (Des-y-Carboxy- tambahan sebelum bisa dipakai dalam klinik (LOE III-
Prothombin) danGPC-3(Glypican-3) cukup menjajnjikan IV)."3
tapi sumbangannya untuk pengobatan yang ada masih
belum diketahui sehingga diperlukan studi lanjutan. Penanda Tumor pada Kanker Lambung
Beberapa PT yang lain seperti soluble NH2 fragment, Beberapa jenis PT pada kanker lambung seperti CEA, Ca
LABORATORIUM KLINIK

19-9, CA 72.4, Cytokeratins tidak direkomendasikan untuk Penanda Tumor pada Kanker Prostat
skrining dan diagnosis kanker lambung (LOE III). Faktor Pengobatan yang optimal pada kanker prostat memerlukan
prognosis yang paling penting yang m e m p e n g a r u h i pemeriksaan PSA pada semua kondisi kelianan prostat.
survival p e n d e r i t a kanker l a m b u n g a d a l a h l u a s n y a Pemeriksaan isoform dari PSAjuga diperlukan pada kondisi
dan stadium kliniknya. Akan tetapi belum ada PT yang tertentu. Sampai saat ini hanya pemeriksaan PSA dan
m e m p u n y a i nilai prognosis y a n g i n d e p e n d e n pada isoform nya yang direkomendasikan pada kanker prostat
kanker lambung sehingga penggunaan klinik PT pada dan diperlukan pada semua kondisi kelainan prostat (LOE
kanker lambung tidak direkomendasikan (LOE lll-IV). III). Oleh karena adanya kontroversi tentang penggunaan
Demikian halnya pada proses monitoring terhadap respon PSA untuk mendeteksi tumor yang kecil, menurunkan
pengobatan tidak direkomendasikan pemeriksaan rutin batas PSA dibawah 4 ug/L akan meningkatkan sensitivitas
CEA dan CA 19-9, walaupun beberapa studi mendapatkan akan tetapi menurunkan spesifisitas kecuali disertai
pemeriksaan CEA dan CA 19-9 pada penderita yang di dengan pemeriksaan lain y a n g dapat meningkatkan
follow-up mampu memberikan manfaat dalam hal deteksi spesifisitasnya. Sebaliknya meningkatkan batas PSA diatas
awal rekurensi dari tumornya."^ 4 ug/L akan menurunkan sensitivitas sehingga banyak
kasus yang justru akan mendapatkan manfaat dari terapi
P e n a n d a T u m o r p a d a K a n k e r Testis awal akan terlewatkan. Oleh karenanya nilai referensi dari
PT pada kanker testis mempunyai peran penting dalam PSA sebaiknya berdasarkan kelompok umur penderita
penatalaksanaannya yaitu dalam hal diagnosis, penentuan (LOE: expert opinion). Kadar total dari PSA dalam serum
stadium dan penilaian risiko, evaluasi respon terapi mempunyai korelasi dengan kadar PSA bebas (free PSA)
dan deteksi dini dari proses kekambuhannya. Bahkan dan PSA-ACT, dimana kadar fPSA berkisar antara 5-40%
peningkatan kadar PT cukup kuat untuk memulai terapi. dari total PSA. Beberapa pemeriksaan komposit PSA
AFP, phCG dan LDH m e r u p a k a n b e b e r a p a PT pada ditujukan untuk meningkatkan spesifisitas PSA untuk
kanker testis yang cukup penting peranannya di klinik. mendeteksi fase awal dari kanker prostat, seperti PSA
Pada sebagian kanker testis yang seminoma, LDH dan density, PSA velocity, PSA doubling time, percent free PSA
phCG merupakan PT yang penting, sedang pada yang (%fPSA). Pemakaian %fPSA direkomendasikan sebagai
non seminoma sering dijumpai peningkatan dari ketiga bagian dari usaha untuk membedakan antara pasien
PT tersebut. Beberapa PT yang lain pada kanker testis kanker prostat dengan kelainan yang jinak. Keputusan
hanya mempunyai nilai yang terbatas seperti NSE, PLAR klinik sebaiknya divalidasi untuk setiap kombinasi antara
CD 30, cKIT dan lainnya. Apabila dicurigai keberadaan fPSA dan PSA total. Penggunaan PSA sebagai alat skrining
dari kanker testis p e m e r i k s a a n phCG, LDH dan AFP pada populasi masih belum bisa direkomendasikan sampai
sebelum tindakan merupakan sesuatu yang diwajibkan hasil dari studi ERSPC di Eropa yang merupakan studi
(LOE II). Menurut the International Germ Cell Consenssus prospektif randomisasi mendukung hal tersebut. PSA
Classification pemeriksaan phCG, LDH dan AFPdiharuskan direkomendasikan sebagai alat monitoring status penyakit
pada penetuan stadium klinik dan penilaian risiko dari setelah pengobatan (LOE III). Pemeriksaan PSA dilakukan
kanker testis ( LOE I). Apabila kadar PT ini meningkat sebelum dilakukan manipulasi pada prostat dan beberapa
sebelum terapi maka dilakukan pemeriksaan mingguan minggu setelah prostattitis. Beberapa PT lainnya seperti
sampai kadar PT tersebut normal. Kadar yang tinggi PCA-3, AMACR ,hK2, P27, PTEN, Ki67, PSCA dan lainnya
setelah terapi menandakan adanya sisa dari tumornya dan masih dilakukan eksplorasi kegunaannya di klinik.""^
dilakukan pemeriksaan tambahan untuk menyingkirkan
keberadaannya (LOE II). Pemeriksaan serial ketiga PT ini
Penanda Tumor pada Kanker Kolorektal
direkomendasikan walaupun kadarnya tidak meningkat
Walaupun pembedahan merupakan terapi kuratif
sebelum terapi oleh karena adanya perubahan ekspresi
pilihan, tidak jarang sekitar 4 0 - 5 0 % penderita kanker
dari PT selama pengobatan. Oleh karena kadar basal
kolorektal akan mengalami relaps atau metastasis. Dalam
dari PT ini bervariasi, sangat individual, maka adanya
rangka deteksi awal ini pemeriksaaan PT (misalnya CEA)
peningkatan lebih bermakna klinik dibanding kadar
merupakan salah satu PT yang dianggap cukup penting
absolut. Mengingat adanya pengaruh yang non spesifik
dalam penatalaksanaan kanker ini. Pemeriksaan CEA
(hipogonadism iatrogenik) maka peningkatan kadar
tidak bisa digunakan sebagai skrining untuk mendeteksi
yang sekali harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
fase awal kanker kolorektal pada populasi sehat (LOE
ulang (LOE II). Peningkatan kadar AFR phCG dan LDH
IV/V), akan tetapi kadar CEA preoperatif dapat digunakan
dapat ditemukan pada kondisi non kanker maupun pada
bersama sama dengan faktor lainnya untuk perencanaan
kanker non testis sehingga hal ini harus tetap menjadikan
tindakan pembedahan, namun tidak untuk menentukan
pertimbangan dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan
p e r l u n y a p e m b e r i a n k e m o t e r a p i a j u v a n . Kadar > 5
PT tersebut."
ug/L m e n a n d a k a n a d a n y a k e m u n g k i n a n m e t a s t a s i s
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK 291

j a u h (LOE III). CEA diperiksa setiap 3 bulan selama 3 dengan terapi hormonal (LOE I). Kalau dikombinasikan
tahun sejak diagnosis kanker kolorektal stadium II dan dengan beberapa prognostik faktor seperti stadium tumor,
III ditegakkan, kalau pasien yang bersangkutan akan derajat tumor, keterlibatan kelenjar getah bening, maka
menjalani pembedahan atau mendapat terapi sistemik penggunaan reseptor estrogen dan progesteron dapat
untuk kasus metastasis (LOE I). Pada kasus yang berat dipakai untuk menentukan prognosisjangka pendek pada
yang mendapatkan terapi kemoterapi sistemik, kadar CEA pasien kanker payudara yang baru terdiagnosis (LOE III).
harus diperiksa rutin, dan peningkatan > 30% menandakan Disamping itu HER-2 juga harus diperiksa terutama
adanya progresivisitas penyakit (LOE III). Sedang untuk PT pada pasien dengan kanker payudara yang invasif, dimana
yang lain seperti CA 19-9, Ca 242, TIMP-1 ('f/ssue inhibitor tujuannya adalah untuk menseleksi pasien yang akan
of metailoproteinases type 7) tidak direkomendasi untuk mendapat terapi trastuzumab (LOE I). Pemeriksaan HER-2
pemeriksaan rutin pada kanker kolorektal (LOE lll/IV). ini juga menetukan pasien yang akan mendapat manfaat
Beberapa PT yang berasal dari jaringan seperti TS, MSI, dari kemoterapi ajuvan y a n g m e n g a n d u n g regimen
DCC, uPA, PAI-1, p53 tidak dianjurkan untuk kanker ini. antrasiklin (LOE ll/lll).
Akan tetapi PT K-Ras mutation memberikan manfaat Penanda uPA dan PAI-1 digunakan di klinik untuk
tambahan untuk memprediksi respon terapi dengan memilah pasien yang tidak akan mendapat kemo terapi
anti-EFGR. ajuvan atau hanya m e n d a p a t manfaat minimal dari
NACB juga merekomendasikan, pasien dengan umur kemoterapi ajuvan. PT ini harus diperiksa dengan standar
50 tahun atau lebih melakukan skrining test untuk kanker ELISA, menggunakan bahan dari jaringan tumor yang
kolorektal. Oleh karena metode yang paling efektif belum segar atau sedian beku yang segar (LOE I).
diketahui maka pilihannya tergantung pada risiko terkena Untuk PT yang lain seperti CEA, CA 15-3 dan BR
kanker, ketersediaan alat, dan pengalaman personal 27.29 tidak rutin digunakan untuk deteksi dini rekurensi
dari klinisi. FOBT (fecal occult blood test) merupakan test atau metastasis pada kasus asimtomatik, namun demikian
yang telah teruji baik untuk skrining kanker kolorektal masih diijinkan sepanjang ada persetujuan dari pasien yang
(LOE I) akan tetapi pemeriksaan DNA pada fekal j u g a bersangkutan (LOE III). Apabila dikombinasikan dengan
merupakan pilihan yang baik. Disamping itu sekrining pemeriksaan radiologi dan klinik kedua, PT dan CEA
genetik untuk kanker kolorektal harus disertai dengan mungkin bisa digunakan untuk monitoring kemoterapi
anamnesis keluarga yang lengkap. Sebelum dilakukan pada pasien yang advance. Dan kadar meningkat pada
p e m e r i k s a a n g e n e t i k , keluarga harus m e n d a p a t k a n pasien - pasien yang non-assessable menunjukan adanya
konseling yang memadai. Untuk mereka yang dicurigai progresifvitas penyakit (LOE I I I ) .
dengan poliposis adenoma familial, pemeriksaan genetic Pemeriksaan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 mungkin
bisa untuk konfirmasi diagnosis dan untuk menilai risiko berguna untuk menentukan wanita yang berisiko tinggi
pada anggota keluarga yang lain (LOE : Expert opinion). untuk menderita kanker payudara atau kanker ovarium pada
Pada individu yang ditemukan dengan MSI [microsatelUte kelompok keluarga dengan risko tinggi. Mereka-mereka ini
instability) yang tinggi uji genetik untuk mengetahui harus di lakukan skrining sejak umur 25-30 tahun, namun
mutasi M L H 1 , MSH2, MSH6, atau PMS2, harus dikerjakan strategi pemeriksaannya dan surveilans nya belum bisa
(LOE l l l / I V ) . " " 2 , 4 6 ditentukan karena kekurangan data. Pada mereka yang
melakukan pemeriksaaan BRCA diperlukan konseling
Penanda Tumor pada Kanker Payudara genetik yang baik. (LOE ;expert opinion). Pemeriksaan
Terapi utama pada kanker payudara yang lokal adalah Oncotype DX merupakan faktor prediktoryang meramalkan
pembedahan atau radiasi. Setelah terapi primer, rekurensi pada kasus yang kelenjar getah beningnya negatif
hampir semua pasien dengan tumor yang invasif akan dan reseptor estrogen nya positif dan sedang mendapatkan
membutuhkan terapi ajuvan baik kemoterapi maupun terapi tamoksifen. Pasien dengan prediksi hasil yang baik
hormonal ataupun kombinasi hormonal dan kemoterapi. tentu bisa dihindarkan dari pemberian ajuvan kemoterapi
Namun demikian tidak semua pasien ini akan sembuh (LOE ll/lll). Pasien dengan oncotype DXjuga bisa diramalkan
dengan terapi tersebut sehingga diperlukan beberapa PT mendapat manfaat dari ajuvan kemoterapi (CMF) pada
yang reliable baik untuk prognosis maupun prediktif yang kasus dengan node-negative dan reseptor estrogen positif
menuntun pemilihan pengobatan yang lebih baik. (LOE III) (33,42,47).
Pemeriksaan yang rutin untuk reseptor estrogen
dan progesteron pada kasus kanker payudara yang baru Penanda Tumor pada Kanker Ovarium
merupakan suatu keharusan sesuai dengan rekomendasi Karsinoma ovarium menurut FIGO dan W H O dibagi
dari NACB, EGTM, ESMO dan St.Gallen Consenssus Panel. menjadi 5 jenis: serous, musinus, endometroid, clear cell,
Tujuan utama pemeriksaan ini adalah untuk menentukan transisional. Untuk mencari PT yang efektif diperlukan
pasien-pasien kanker payudara yang mungkin berespon pemahaman tentang kejadian molekular dari kanker
292 LABORATORIUM KLINIK

ovarium. Dari beberapa PTyang ada pada l<ankerovarium, Sampai saat ini masing-masing PT seperti NSE,SCCA,
CA 125 merupakan PT yang paling banyak dipelajari. Untuk CYFRA, CEA maupun ProGRP belum direkomendasikan
pemeriksaan CA 125 analisanya harus dikerjakan segera penggunaannya sebagai alat skrining untuk kanker paru
setelah bahan disentrifugasi dan bahan tersebut disimpan baik pada populasi sehat maupun mereka yang berisiko
pada suhu 4°C ( 1 - 5 hari) atau -20°C (2 minggu - 3 bulan) seperti perokok. Pada kasus-kasus yang tidak operabel
atau -70°C untuk penyimpanan jangka panjang. Akan tapi tidak ada hasil histologi maka peningkatan kadar
tetapi CA 125 ini tidak direkomendasikan untuk skrining NSE dan ProGRP menunjukkan lebih kearah kanker paru
pada wanita yang tidak mempunyai gejala. CA 125 ini sel kecil, sedang peningkatan kadar SCCA lebih kearah
d i r e k o m e n d a s i k a n b e r s a m a - s a m a d e n g a n sonografi kanker paru bukan sel kecil. CEA dan CYFRA 21-1 dapat
transvagina untuk deteksi awal dari kanker ovarium diukur kadarnya selama terapi sistemik pada kanker paru
pada wanita dengan riwayat keluarga (LOE III). CA 125 bukan sel kecil dan kadar NSE dan ProGRP selama terapi
ini juga direkomendasikan sebagai data tambahan untuk sistemik pada kanker paru sel kecil, untuk melihat respon
membedakan apakah masa serviks itu ganas ataupun jinak terapi dan progresifitas penyakit. Yang lebih penting
terutama pada wanita-wanita postmenopause (LOE lll/IV). pemeriksaan serial dari PT yang sesuai akan banyak
Demikian pula pemeriksaan kadar CA 125 bisa dipakai membantu menilai keberhasilan pengangkatan tumor
untuk memonitor respon kemoterapi. Sampel pertama dan mendeteksi rekurensi awal. Pemeriksaan serial ini
diambil 2 minggu sebelum terapi dan selanjutnya pada 2 mengharuskan setiap PTyang diperiksa memakai satujenis
atau 4 minggu selama pengobatan dan dengan interval metode pemeriksaan yang sama. NSE direkomendasikan
2 - 3 minggu selama follow-up. Metode pemeriksaannya penggunaannya untuk diferensiasi tumor paru dimana
harus sama dan pasien yang mendapat terapi anti CA 125 kadar yang tinggi menunjukkan tumor yang kita hadapi
tidak bisa dievaluasi (LOE l/ll). Khususnya pemeriksaan adalah kanker paru sel kecil. Pada kadar yang tinggi
CA 125 pada saat follow-up untuk kasus-kasus dimana juga membantu meramalkan prognosis yang jelek baik
kadar awal CA 125nya meningkat. Evaluasi bisa dilakukan pada SCLC maupun NSCLC (LOE III). NSE juga dipakai
setiap 2 - 4 bulan selama 2 tahun dan kemudian dikurangi
untuk monitoring hasil terapi pada SCLC. CYFRA banyak
(LOE III). Untuk menentukan prognosis kanker ovarium
dipakai untuk menilai prognosis dimana kadar yang
pemeriksaan CA 125 bisa dilakukan oleh karena baik kadar
tinggi meramalkan prognosis yang jelek pada NSCLC
preoperatif dan postoperatif akan menentukan dimana
stadium awal maupun lanjut (LOE l-ll), disamping juga
peningkatan yang menetap menunjukan prognosis yang
dipergunakan untuk monitoring terapi pada kasus NSCLC
jelek (LOE III).
yang lanjut (LOE III). ProGRP juga dipakai untuk prediksi
Beberapa PT yang potensial juga dilaporkan pada prognosis dan monitoring hasil terapi pada SCLC (LOE III)
penderita kanker ovarium baik yang ditemukan pada Kadar SCCA yang tinggi menunjukkan probabilitas yang
cairan tubuh maupun jaringan walaupun PT ini menjanjikan lebih besar pada kanker paru bukan sel kecil terutama sel
s e b a g a i PT y a n g b a r u u n t u k s k r i n i n g , d i a g n o s i s , skuamosa (LOE III)."
monitoring, masih belum jelas apakah PT ini mempunyai
manfaat klinik. PT ini anatara lain : the kallikrein family,
osteopontin prostasin, TPA {tissue polypeptide antigen), KESIMPULAN
LPA {lysophospatidic acid), TATI {tumor associated trypsin
inhibitor), CEA, CASA, hCG, HER-2, dan lainnya." PT adalah alat yang penting bagi para klinisi untuk
membantu memberikan informasi mengenai deteksi awal
P e n a n d a T u m o r p a d a K a n k e r Paru suatu tumor, estimasi prognosis pasien, memprediksi
Berdasarkan perilaku klinik dan sensitivitas yang berbeda respon terapi dan monitoring penyakit. Namun sebuah
t e r h a d a p k e m o t e r a p i dan r a d i o t e r a p i k a n k e r paru PT s e b e l u m d i a k u i b e r m a n f a a t s e c a r a klinik harus
dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu kanker paru melalui suatu studi validasi dan penilaian kualitas pada
sel kecil {small cell lung carcinoma SCLC) dan kanker paru b e b e r a p a t i n g k a t a n . Suatu p e n a n d a harus t e r b u k t i
bukan sel kecil {non-small cell lung carcinoma NSCLC). memberi manfaat lebih pada penderita, meningkatkan
Untuk mendiagnosis kanker paru disamping pemeriksaan kualitas dan menurunkan biaya perawatan penderita
fisik dan p e m e r i k s a a n l a b o r a t o r i u m serta radiologi sebelum di aplikasikan dalam praktek klinik sehari-hari.
penunjang lainnya, pemeriksaan PT j u g a mempunyai Ada banyak jenis penanda dan manfaatnya akan lebih
peran yang cukup potensial baik untuk diagnosis maupun baik apabila dilakukan pemeriksaan serial dan kombinasi
stadium kanker Beberapa PTyang sering didapatkan pada dibandingkan hanya dengan pemeriksaan tunggal. Yang
kanker paru seperti NSE (neuron specific enolase), CEA, perlu juga diperhatikan adalah kualitas dan prosedur dari
cytokeratin-19 (CYFRA 21-1), ProGRR SCCA {squamous cell pemeriksaan, karena pemeriksaan dengan metode yang
carcinoma antigen). lain akan mendapatkan hasil yang beda sehingga perlu
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK 293

dilakukan standarisasi. Dengan perkembangan teknologi 20. Kyzas PA, Denaxa-Kyza D, loannidis JPA. Quality of reporting
kedokteran yang pesat diharapkan di masa depan suatu of cancer prognostic marker studies: association with reported
prognostic effect. J Natl Cancer Inst 2007;99:236-43.
penanda yang ideal bisa ditemukan yaitu penanda yang
21. Saegent DJ, Conley BA, Allegra C , Collette L. Clinical trial
dengan sensitivitas dan spesifitas tinggi, mudah dan designs for predictive marker validation in cancer treatment
murah pemeriksaannya. trials. J Clin Oncol 2005;23:2020-7.
22. McShane L M , Altman D G , Sanuerbrei W, Taube SE, Gion M,
Clark G M . Reporting Recommendations for Tumor Marker
Prognostic Studies (REMARK). Journal of the National Cancer
REFERENSI Institute 2005;97(16):1180-4.
23. Phillips L. Tumor Markers. Available at: http://ww^vv.google,
1. Lichtenstein A V , Potapova G I . Genetic Defects as Tumor com. Accessed 31/01/05.
Markers. Moleculer Biology 2003;37:159-69. 24. Kobayashi T, Kawakubo T . Prospective Investigation of
2. Bartels C L , Tsongalis GJ. MicroRNAs: Novel biomarkers for T u m o r markers and Risk Assessment in E a r l y Cancer
human cancer. Clinical Chemistry 2009;55(4):623-31. Screening. Available at: http://www.google.com. Accessed
3. Schrohl A S , Holten-Andersen M , Sweep F, Schmitt M , 04/02/05.
Harbeck N, Foekens J, et al. Tumor Markers from Laboratory 25. European Group on Tumor Markers . Tumour Markers in
to Clinical Utility. Review. Molecular & cellular proteomics Germ Cell Cancer-EGTM Recommendations. Available at:
2.6 2003: 378-87. http://www.google.com. Accessed 04/02/05.
4. American Cancer Society. Tumor Markers. Available at: 26. Smith JF. Tumor Markers. Available at: http://www.google,
http://www.cancer.org.. Accessed 15/10/11. com. Accessed 15/01/05.
5. Lindblom A, Liljegren A. Tumour Markers in Malignancies. 27. Norderson NJ. Tumor Markers. Available at: http://www.
Clinical Review. BMJ 2000;320:424-7. google.com. Accessed 04/02/05.
6. Sturgeon C M , Hoffman BR, Chan DW, Ching SL, Hammond 28. Sidransky D. Emerging molekuklar markers of cancer. Nature
E, Hayes DF, et al. National Academy clinical biochemistry Rev. Cancer 2002; 2: 210-19
laboratory medicine practice guidelines for use of tumor 29. C I S N . How do tumor markers work ? Available a t : http://
markers in clinical practice: quality requirements. Clinical cisncancer.org/research/new_treatment/tumor_markers
chemistry 2008;54(8):el-10. .Accessed at 10/23/201.
7. Hermeking H. Serial Analysis of Gene Expression and Cancer. 30. C i g n a Healthcare Coverage Position. T u m o r markers
Current Opinion in Oncology 2003;15:44-49. for diagnosis and management of cancer. Available at :
8. Srinivas PR, Verma M, Zhao Y, Srivastava. Proteomics for http://www.slideshow.net.section_index.html. Accessed
Cancer Biomarker Discovery. Clin Chem 2002;48:1160-9. at 11/28/2011.
9. Sturgeon C . Practice Guidelines for Tumor Marker Use 31. A E T N A . Clinical Policy Bulletin: Tumor markers. Availbel at:
in the C l i n i c . Cancer Diagnostic: R e v i e w . C l i n C h e m / / C : / U s e r s / I N T E R N A / D o c u m e n t s / T M / T M policy.html.
2002;48:1151-9. 32. European Group on Tumor Markers . Tumour Markers in
10. Duffy MJ. Predictive markers in breast and other cancer: a Gastrointestinal Cancers-EGTM Recommendations. Available
review. Clinical Chemistry 2005;51(3):494-503. at: http://www.google.com. Accessed 04/02/05.
11. Duffy MJ. Serum tumor markers in breast cancer: are they of 33. Sturgeon C M , Diamandis EP. Laboratory Medicine Practice
clinical value? Clinical Chemistry 2006;52(3):345-51. Guidelines . Use of tumor markers in testicular, prostate,
colorectal, breast, and ovarian cancers. National Academy
12. McShane L M , Altman D G , Sauerbrei W. Identification of
of Clinical Biochemistry
clinically useful cancer prognostic factors: what are w e
34. Varsney D, Zhou Y Y , Giller SA, Alsabel R. Determination
missing? Journal of The Cancer Institute 2005;97(14):1023-4.
of H E R - 2 status and Chromosome 17 Polysomy in Breast
13. Duffy MJ, Crown J. A personal approach to cancer treatment
Carcinoma Comparing Hercep test and Pathvysion. Am.J
: how biomarkers can help . Clinical chemistr)' 2008;54:1774-
Clin Pathol. 2004; 121: 70-77
78
35. Baselga J. Is Circulating H E R - 2 More Than Just a Tumor
14. Hayes DF, Bast RC, Desch C E , Fritsche H , Kemeny N E , Jessup
Marker? Editorial. Clin Cancer Res 2001;7:2605-7.
JM, et al. Tumor Marker Utility Grading System: a Framework
36. European Group on Tumor Markers . Tumour Markers in
to Evaluate Clinical Utility of Tumor Markers. Special Article.
Lung Cancer-EGTM Recommendations. Available at: http://
J Natl Cancer Inst 1996;88:1456-66.
www.google.com. Accessed 04/02/05.
15. Sturgeon C M . Limitation of assay techniques for tumor
37. Stieber P, Hatz R, Holdenreider S, Molina R, Nap M, vanPawel
markers. In : Diamandis E P , Fritsche H A , Lilja H , Chan
J, et.al. Guideline for the use of tumor marker in lung cancer,
D W , Schwartz M K , eds. Tumor markers : physiology,
availble a t : www.google.com. Accessed at 11/25/2011
pathobiology, technology and clinical applications. A A C C
38. Shoterlersuk K, Khorpraset C , Sakdikul S, Pomthanakasem
press, USA, 2002 p. 65-80
W, Voravud N , Mutirangura A. Epstein-Barr Virus D N A
16. Hammond E H . Quality control and standardization for
in Serum/Plasma as a Tumor Marker for Nasopharyngeal
tumor markers. In : Diamandis E P , Fritsche H A , Lilja H ,
Cancer. Clin Cancer Res 2000;6:1046-51.
Chan DW, Schwartz MK, eds. Tumor markers : physiology,
39. Harbech N , Kates R E , Schmit H M . Clinical relevance
pathobiology, technology and clinical applications. A A C C
invasion factors Urokinase type Plasminogen Activator and
press, USA, 2002 p. 25-32
Plaminogen Activator Inhibitor type-1 for individualized
17. Henry N L , Hayes D F . Uses and abuses of tumor markers
therapy decision in primary breast cancer is greatest when
in the diagnosis, monitoring and treatment of primary and
used in combination. J Clin.Oncol.2002; 19:1000-07
metastatis breast cancer. The oncologist 2006; 11: 541-52.
40. European Group on Tumor Markers . Tumour Markers in
18. Buckhaults P, Rago C , StCroix B. Secreted and Cell Surface
Breast Cancer-EGTM Recommendahons. Available at: http://
Genes Expressed in Benign and Malignant Colorectal Tumors.
www.google.com. Accessed 04/02/05.
Cancer Res. 2001; 61: 6996-01
19. Cordon-Cordo C . p53 and RB: Simple Interesting Correlates
or Tumor Markers of Critical Predictive Nature? J Clin Oncol
2004;22:975-7.
294 LABORATORIUM KLINIK

41. Bast R C , Ravdin P, Hayes D F , Bates S, Frische H , Jessup JM,


et al. 2000 Update of Recommendation for the Use of Tumor
Markers in Breast and Colorectal Cancer: Clinical Practice
Guidelines of the American Societ)' of Clinical Oncology.
Asco Special Article. J Clin Oncol 2001;19:1865-78.
42. Smith R A , Cokkinides V, Eschenbach A C , Levin B, Cohen
C, Runowich C D , et al. American Cancer Society Guidelines
for the Early Detection of Cancer. C a Cancer J Clin 2002;52:8-
22.
43. Sturgeon C M , Duffy MJ, Hoffmarm BR, Lamerz R, Fritsche
H A , Gaarenstroom K,et al. National Academy of clinical
biochemistry laboratory medicine practice guidelines for
use of tumor markers in liver, bladder, cervical, and gastric
cancers. Clinical Chemistry 2010;56(6):el-e48.
44. Wang XS, Zhang Z, Wang H C , Cai JL, Xu QW, L i MQ. Rapid
identification of ucal as a very sensitive and spesific unique
marker for human bladeer carcinoma. C l i n Cancer Res
2006;12(16):4851-56
45. Sardana G , Dow^ell B, Diamandis EP. Emerging Biomarkers
for the diagnosis and prognosis of prostate cancer. Clinical
Chemistry 2008;54(12):1951-60.
46. Locker G Y , Hamilton S, Harris J, Jessup JM, Kemeny N ,
Macdonald JS,et al,. American Society of Clinical Oncology
2006 Update of recommendations for the use of tumor
markers in gastrointestinal cancer. Journal of C l i n i c a l
Oncology 2006;24(33):5313-27.
47. Harris L , Fritsche H , Mennel R, Norton L , Ravdin P, Taube
S, et al,. American Society of Clinical Oncology 2007 for the
use of tumor markers in breast cancer. Journal of Clinical
Oncology 2007;25(33):5287-312.
35
ELEKTROKARDIOGRAFI
Sunoto Pratanu, M. Yamin, Sjaharuddin Harun

PENDAHULUAN jantung dirangsang, sifat permeabel membran berubah


sehingga ion Na"" masuk ke dalam sel, yang menyebabkan
Sejak Einthoven pada tahun 1903 berhasil mencatat potensial membran berubah dari -90 mV menjadi +20
potensial listrik yang terjadi pada waktu jantung mV (potensial diukur intraselular terhadap ekstraselular).
berkontraksi, pemeriksaan elektrokardiogrann (EKG) Perubahan potensial membran karena stimulus ini disebut
menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting. Saat ini depolarisasi. Setelah proses depolarisasi selesai, maka
pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap potensial membran kembali mencapai keadaan semula,
kurang lengkap. Beberapa kelainan jantung sering hanya yang disebut proses repolarisasi.
diketahui berdasarkan EKG saja. Tetapi sebaliknya juga,
jangan memberikan penilaian yang berlebihan pada Potensial Aksi
hasil pemeriksaan EKG dan mengabaikan anamnesis dan Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam
pemeriksaan fisik. Keadaan pasien harus diperhatikan sel otot jantung dibandingkan dengan potensial di luar
secara keseluruhan, misalnya umur, jenis kelamin, berat sel, pada saat sel mendapat stimulus, maka perubahan
badan, tekanan darah, obat-obat yang diminum, dan potensial yang terjadi sebagai fungsi dari waktu, disebut
sebagainya. EKG adalah pencatatan grafis potensial listrik potensial aksi. Kurva potensial aksi menunjukkan
yang ditimbulkan oleh jantung pada waktu berkontraksi. karakteristik yang khas dan dibagi menjadi 4 fase yaitu:

Fase 0: awal potensial aksi yang berupa garis vertikal ke


atas yang merupakan lonjakan potensial hingga mencapai
KONSEP DASAR ELEKTROKARDIOGRAFI
+20 mV. Lonjakan potensial dalam daerah intraselular ini
disebabkan oleh masuknya ion Na+ dari luar ke dalam sel.
SIfat-slfat Listrik Sel Jantung
Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda Fase 1: masa repolarisasi awal yang pendek, di mana
antara ruang dalam sel (intraselular) dan ruang luar sel potensial kembali dari +20 mV mendekati 0 mV.
(ekstraselular). Dari ion-ion ini, yang terpenting iaiah ion Fase 2: fase datar di mana potensial berkisar pada 0 mV.
Natrium (Na^) dan ion Kalium (K^). Kadar K"^ intraselular Dalam fase ini terjadi gerak masuk dari ion Ca*"" untuk
sekitar 30 kali lebih tinggi dalam ruang ekstraselular mengimbangi gerak keluar dari ion K^.
daripada dalam ruang intraselular.
Membran sel otot jantung ternyata lebih permeabel Fase 3: masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali
untuk ion negatif daripada untuk ion Na*. Dalam keadan secara tajam pada tingkat awal yaitu fase 4.
istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial
membran bagian dalam dan bagian luar tidak sama. Sistem Konduksi Jantung
Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada Pada umumnya, sel ototjantung yang mendapat stimulus
keadaan polarisasi,dengan bagian luar berpotensial dari luar, akan menjawab dengan timbulnya potensial aksi,
lebih positif diban dingkan dengan bagian dalam. Selisih yang disertai dengan kontraksi, dan kemudian repolarisasi
potensial ini disebut potensial membran, yang dalam yang disertai dengan relaksasi. Potensial aksi dari satu sel
keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila membran otot ototjantung akan diteruskan ke arah sekitarnya, sehingga

295
296 ELEKTROKARDIOGRAFI

sel-sel otot jantung di sekitarnya akan nnengalami juga


proses eksitasi, kontraksi, d a n relaksasi. Penjalaran -Simpul SA
Jalur Bachman
peristiwa listrik ini disebut konduksi.
B e r l a i n a n d e n g a n sel-sel j a n t u n g b i a s a , d a l a m -^alur-jalur internodal
jantung terdapat kumpulan sel-sel jantung khusus yang
mempunyai sifat dapat menimbulkan potensial aksi sendiri —Simpul AV
- B e r k a s HIS
tanpa adanya stimulus dari luar Sifat sel-sel ini disebut sifat
" C a b a n g berkas kiri
automatisitas. Sel-sel ini terkumpul dalam suatu sistem
Cabang berkas kanan
yang disebut sistem konduksi jantung.
fasikel kiri posterior
Sistem konduksi jantung terdiri atas : "Tasikel kiri Anterior

Simpul Sinoatrial (sering disebut nodus sinus, disingkat Serabut Purkinje


sinus). Simpul ini terletak pada batas antara vena kava
superior dan atrium kanan. Simpul ini mempunyai sifat Gambar 4. Sistem konduksi jantung
automatisitas yang tertinggi dalam sistem konduksi
jantung. Simpul ario-ventrikular (sering disebut nodus
Sistem konduksi intraatrial. Akhir-akhir ini dianggap atrioventrikular disingkat nodus). Simpul ini terletak di
bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus sistem bagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius dan
konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur internodal yang daun katup trikuspid bagian septal.
menghubungkan simpul sino-atrial dan simpul atrio- Berkas His. Berkas His adalah sebuah berkas pendek
ventrikular, dan jalur Bachman yang menghubungkan yang merupakan kelanjutan bagian bawah simpul
atrium kanan dan atrium kiri. atrioventrikular yang menembus anulus fibrosus dan
septum bagian membran. Simpul atrioventrikular bersama
berkas His disebut penghubung atrio-ventrikular

Cabang berkas. Ke arah distal, berkas His bercabang


-I"l"l"l"|--|--I"l"l"|- menjadi dua bagian, yaitu cabang berkas kiri dan cabang
r >
berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan cabang-
-90 mV
cabang ke ventrikel kiri, sedangkan cabang berkas kanan
J bercabang-cabang ke arah ventrikel kanan.

Fasikel. Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian,


Gambar 1. Sel otot jantung dalam keadaan istirahat, membran yaitu fasikel kiri anterior dan fasikel kiri posterior
sel dalam keadaan polarisasi
Serabut purkinje. Bagian terakhir dari sistem konduksi
jantung iaIah serabut-serabut Purkinje, yang merupakan
anyaman halus dan berhubungan erat dengan sel-sel
otot jantung.

Pengendalian Siklus Jantung


Pengendali utama siklus jantung iaIah simpul sinus yang
mengawali timbulnya potensial aksi yang diteruskan
Gambar 2. Sel otot jantung mengalami aktivasi, membran sel melalui atrium kanan dan kiri menuju simpul AV, terus
dalam keadaan depolarisasi
ke berkas His, selanjutnya ke cabang berkas kanan
dan k i r i , d a n a k h i r n y a m e n c a p a i serabut-serabut
Purkinje.
_+±±±±±±±±+ ++++++++++
f 1111111111 I m p u l s listrik y a n g d i t e r u s k a n m e l a l u i atrium
4 - ^ menyebabkan depolarisasi atrium, sehingga terjadi sistol
++++++++++ ++++++++++
atrium. Impuls yang kemudian mencapai simpul AV,
Istirahat Aktivasi Repolarisasi)
mengalami perlambatan konduksi, sesuai dengan sifat
(Depolarisasi)
(Polarisasi) fisiologis simpul AV. Selanjutnya, impuls yang mencapai
Gambar 3. Proses aktivasi otot jantung. Suatu stimulus listrik serabut-serabut Purkinje akan menyebabkan kontraksi
menyebabkan aktivasi yang disusul dengan repolarisasi otot-otot ventrikel secara bersamaan sehingga terjadi
sistol ventrikel.
ELEKTROKARDIOGRAFI 297

Karena merupakan pengendali utama siklus jantung, Sandapan-sandapan pada Elektrokardiografi


simpul sinus disebut pemacu jantung utama. Untuk membuat rekaman EKG, pada tubuh dilekatkan
elektroda-elektroda yang dapat meneruskan potensial
G a m b a r a n Siklus J a n t u n g pada Elektrokardiogram listrik dari tubuh ke sebuah alat pencatat potensial
Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman potensial listrik yang disebut elektrokardiograf Pada rekaman EKG yang
yang timbul sebagai akibat aktivitas jantung. Yang dapat konvensional dipakai 10 buah elektroda, yaitu 4 buah
direkam adalah aktivitas listrik yang timbul pada waktu elektroda ekstremitas dan 6 buah elektroda prekordial.
otot-otot jantung berkontraksi. Sedangkan potensial aksi Elektroda-elektroda ekstremitas masing-masing dilekatkan
pada sistem konduksi jantung tak terukur dari luar karena pada: lengan kanan (LKa), lengan kiri (LKi), tungkai kanan
terlalu kecil. (TKa), tungkai kiri (TKi).
Rekaman EKG biasanya dibuat pada kertas yang Elektroda TKa selalu dihubungkan dengan bumi untuk
berjalan dengan kecepatan baku 25 mm/detik dan defleksi menjamin potensial nol yang stabil.
10 mm sesuai dengan potensiall mV. Gambaran EKG yang
normal menunjukkan bentuk dasar sbb:

Gelombang P. Gelombang ini pada umumnya berukuran kecil


dan merupakan hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri.

Segmen PR. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang


menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS.

Gelombang Kompleks QRS. Gelombang kompleks


QRS iaIah suatu kelompok gelombang yang merupakan
hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Gelombang
kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang
Q yang merupakan gelombang ke bawah yang pertama,
gelombang R yang merupakan gelombang ke atas yang
pertama, dan gelombang S yang merupakan gelombang
ke bawah pertama setelah gelombang R. Gambar 6. Elektroda-elektroda ekstremitas
Segmen ST. Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
Elektroda-elektroda prekordial diberi nama-nama V I
menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
sampai V6, dengan lokalisasi sebagai berikut:
G e l o m b a n g T. G e l o m b a n g T m e r u p a k a n potensial VI : garis parasternal kanan, pada interkostal IV
repolarisasi ventrikel kanan dan kiri. V2 : garis parasternal kiri, pada interkostal IV,
V3 : titik tengah antara V2 dan V4,
Gelombang U. Gelombang ini berukuran kecil dan sering
V4 : garis klavikula tengah, pada interkostal V,
tidak ada. Asal gelombang ini masih belum jelas.
V5 : garis aksila depan, sama tinggi dengan V4,
Gelombang yang merupakan hasil repolarisasi atrium V6 : garis aksila tengah, sama tinggi dengan V4 dan VS.
sering tak dapat dikenali karena berukuran kecil dan
biasanya terbenam dalam gelombang QRS. Kadang-
kadang gelombang repolarisasi atrium ini bisa terlihat jelas Klavikula -
pada segmen PR atau ST, dan disebut gelombang Ta.
Kosta I
Kosta
Kosta

Garis horizontal

ttSaris aksila tengah


Garis aksila depan
Garis klavikula tengah

Gambar 5. Bentuk dasar EKG dan nama-nama interva Gambar 7. Elektroda-elektroda prekordial
298 ELEKTROKARDIOGRAFI

K a d a n g - kadang diperlukan elektroda-elektroda Selanjutnya vektor-vektor yang proyeksinya pada


prekordial sebelah kanan, yang disebut VSR, V4R, VSR bidang F dan H dapat diproyeksikan lagi pada garis-garis
dan V6R yang letaknya berseberangan dengan V3, V4, sumbu yang dibuat pada bidang F dan bidang H.
VS dan V6. Dari s a n d a p a n - s a n d a p a n konvensional, ternyata
sandapan-sandapan yang diperoleh itu terletak dalam
Sandapan Standard Ekstremitas bidang frontal dan bidang horizontal sebagai berikut:
Dari e l e k t r o d a - e l e k t r o d a e k s t r e m i t a s d i d a p a t k a n 3 I. Pada bidang frontal: I, II, III, aVR, aVL, aVF
sandapan dengan rekaman potensial bipolar yaitu : II. Pada bidang horisontal: V I , V2,V3,V4, VS, V6
I = Potensial LKi -Potensial LKa
II = Potensial LKa -Potensial TKi
III = Potensial TKi -Potensial LKi SISTEM S U M B U PADA BIDANG FRONTAL

Untuk mendapatkan sandapan unipolar, gabungan


Sesuai dengan nama sandapan, maka sumbu-sumbu pada
dari sandapan I, II dan III disebut Terminal Sentral dan
bidang frontal disebut sumbu I, II, III, aVR, aVL, dan aVF.
dianggap berpotensial nol. Bila potensial dari suatu
elektroda dibandingkan dengan terminal sentral, maka
didapatkan potensial mutlak elektroda tersebut dan
sandapan yang diperoleh disebut sandapan unipolar
Sandapan-sandapan berikut ini semuanya adalah
sandapan unipolar yaitu:

S a n d a p a n p r e k o r d i a l . Sesuai d e n g a n nama-nama
elektrodanya, sandapan prekordial disebut: V I , V2, V3,
V4, V5, dan V6.

Sandapan ekstremitas unipolar. Sandapan ini


m e n u n j u k k a n potensial mutlak dari m a s i n g - m a s i n g
Gambar 9. Sistem sumbu pada bidang frontal
ekstremitas, yaitu :
• aVR = Potensial LKa
• aVL = Potensial LKi Penelitian menunjukkan bahwa letak sumbu-sumbu
aVF = Potensial Tungkai itu iaIah sebagai berikut:
0 = pusatjantung
1 = garis mendatar 00
KONSEP VEKTOR PADA ELEKTROKARDIOGRAFI II = m e m b u a t s u d u t 60° d e n g a n I, s e a r a h j a r u m
jam,yaitu +60°
Karena gaya listrik mempunyai besar dan arah, maka ia III = +120°
adalah sebuah vektor Suatu vektor dapat dinyatakan aVR = -150°
dengan sebuah anak panah dengan arah anak panah aVL = - 30°
m e n u n j u k k a n arah vektor dan panjang anak panah aVF = +90°
menyatakan besarnya vektor
Dalam satu siklus jantung, terjadi gaya listrik pada saat
depolarisasi atrium, ventrikel, dan repolarisasi ventrikel.
Pada rekaman disebut sebagai gelombang R QRS dan
T. Yang sebenarnya gelombang R QRS, dan T ini adalah
aVR"^ bLV
vektor-vektor ruang yang selalu berubah-ubah besar
dan arahnya sehingga disebut vektor R vektor QRS, dan
vektor T. 30^\^

Untuk mempelajari vektor pada umumnya dipakai 6 o y V 60° '


suatu sistem sumbu. Untuk vektor ruang. dipakai sistem

/\
sumbu ruang yang terdiri dari tiga buah bidang yang
saling tegak lurus. Untuk mempelajari vektor-vektor listrik
pada jantung, ketiga bidang berikut ini dipilih : bidang
Horisontal. (H), bidang Frontal (F) dan bidang Sagital (S). aVF"^
Untuk keperluan elektrokardiografi yang konvensional, 111+ 11+
cukup dipakai dua bidang saja yaitu bidang H dan bidang F . Gambar 9. Sistem sumbu pada bidang frontal
ELEKTROKARDIOGRAFI
299

SISTEM S U M B U PADA BIDANG HORISONTAL

Sesuai dengan nanna sandapan, maka sumbu- sumbu pada


bidang horisontal disebut sebagai berikut:
V6 = garis mendatar 0°
V5 = +22°
V4 = +47°
V3 = +58°
V2 = +94°
V I = +115°

Gambar 11. Bulatan vektor QRS pada bidang F. 1, 2, 3, dan


4 adalah beberapa kedudukan vektor dalam perjalanannya
membentuk bulatan QRS. M adalah vektor rata-rata atau
sumbu listrik

S U M B U LISTRIK VEKTOR QRS

Sumbu listrik vektor QRS dapat disingkat dengan sumbu


QRS saja. Sumbu QRS dapat ditentukan dari hasil rekaman
EKG konvensional.

Gambar 10. Sistem sumbu pada bidang horisontal M e n e n t u k a n S u m b u Q R S p a d a B i d a n g Frontal


Dari 6 sandapan yang ada pada bidang F, 2 sandapan
sudah cukup untuk menentukan sumbu QRS. Untuk
Bila selama siklus jantung kita tinjau vekltor-vektor praktisnya p e n e n t u a n s u m b u Q R S dapat d i l a k u k a n
listrik yang timbul, maka selama depolarisasi atrium, dengan beberapa cara, antara lain : 1). Pilih 2 sandapan
terjadi vektor P dalam ruang yang dimulai dari nol, muncul yang termudah yaitu saling tegak lurus misalnya I dan
dengan besar dan arah yang berubah-ubah dan akhirnya aVF. Tentukan j u m l a h aljabar defleksi pada m a s i n g -
menjadi nol lagi. Bila vektor P ini diproyeksikan pada masing sandapan dan gambarkan sebagai vektor pada
bidang H dan bidang F, maka terdapat garis tertutup yang masing-masing sumbu. Dari kedua vektor ini dapat dibuat
mulai dari titik awal 0 dan kembali lagi pada titik 0. Garis resultante yang menggambarkan sumbu QRS; 2). Pilihiah
tertutup yang menggambarkan perjalanan dari vektor P (bila ada) satu sandapan yang mempunyai jumlah aljabar
ini disebut bulatan R defleksi nol (defleksi positif sama dengan defleksi negatif).
Jadi depolarisasi atrium menghasilkan bulatan P pada Maka sumbu QRS adalah tegak lurus pada sandapan ini.
bidang F dan juga pada bidang H. Demikian juga selama
depolarisasi ventrikel, timbul bulatan QRS pada bidang
F dan bidang H. Pada repolarisasi dari ventrikel timbul I
aVF

J
juga bulatan T.
Dari ketiga bulatan vektor itu, bulatan vektor QRS iaIah
+7

r
yang terpenting dan terbesar ukurannya.
Suatu vektor yang menjalani bulatan vektor,
+5
besar dan arahnya selalu berubah-ubah. Tetapi V

selama perubahan itu, dapat ditentukan satu vektor R= +12mm R= +9mm


S= - 5mm S= -4mm
yang merupakan rata-rata atau sumbu listrik. Secara aVF
Jumlah= +7mm Jumlah= +5mm
pendekatan, sumbu listrik iaIah vektor yang membagi
bulatan vektor menjadi dua yang sama. Sumbu listrik Gambar 12. Menentukan sumbu listrik QRS pada bidang
merupakan sifat penting dari m a s i n g - m a s i n g ruang frontal dengan menggunakan sandapan I dan aVR V adalah
jantung. sumbu QRS
ELEKTROKARDIOGRAFI
300

Dalam menentukan arah sumbu QRS, dapat ditinjau salah


satu dari sandapan lainnya, untuk memilih satu dari dua
arah.
Untuk lebih tepatnya, yang diukur bukan tingginya
defleksin, tetapi dari luas area yang berada di bawah
defleksi itu.

Kelainan S u m b u Q R S p a d a B i d a n g Frontal
Sumbu QRS pada bidang frontal yang dianggap normal Gambar 14. Menentukan sumbu listrik QRS pada bidang
bervariasi antara -300 hingga +90°. frontal dengn mencari sandapan yang jumlah defleksinya nol,
dalam contoh ini aVL. Maka sumbu listrik iaIah tegak lurus
1. Sumbu QRS antara -30° hingga -90° disebut deviasi
pada aVL. Selanjutnya untuk menentukan arah ke atas atau ke
sumbu ke kiri (DSKi) bawah, diperhatikan jumlah defleksi pada I; karena defleksinya
2. Sumbu QRS antara +90° hingga -180° disebut deviasi positif maka arah sumbu iaIah ke kanan
sumbu ke kanan (DSKa)
3. Sumbu QRS antara +180° hingga -90° disebut sumbu Sumbu superior Deviasi sumbu
superior J<e kiri

M e n e n t u k a n S u m b u Q R S p a d a B i d a n g Horisontal
Pada dasarnya menentukan sumbu QRS pada bidang
horisontal adalah sama dengan sumbu QRS pada bidang
frontal. Yang umum dipakai iaIah cara II, yaitu mencari
sandapan yang jumlah aljabar defleksinya nol. Dari sini
didapatkan arah vektor yaitu tegak lurus pada sadapan Deviasi sumbu sumbu normal
ini. Suatu kebiasaan, bahwa sumbu QRS pada bidang ke kanan
horisontal tidak dinyatakan dalam derajat, tetapi cukup
Gambar 15. Kelainan sumbu QRS pada bidang frontal. Sumbu
ditentukan sadapan yang tegak lurus pada sumbu itu.
listrik yang mendekati 0'' sering disebut "jantung horisontal"
Jadi cukup ditentukan sadapan yang mempunyai jumlah yang mendekati 90° disebut "jantung vertikal"
aljabar defleksi nol. Sadapan ini disebut daerah transisi
pada bidang prekordial.
Dianggap bahwa daerah transisi yang normal iaIah
V3 dan V4. Bila daerah transisi berpindah ke arah jarum
j a m (dilihat dari arah tungkai), misalnya di VS atau V6,
maka dikatakan bahwa sumbu QRS mengalami rotasi
searah j a r u m j a m . Bila daerah transisi berpindah ke ' V1 V3=T
arah V2, maka dikatakan terjadi rotasi lawan arah jarum V I V2 V3 V4 V5 V6
jam. Gambar 16. Sumbu listrik QRS pada bidang horisontal yang
normal. Dari sandapan-sandapan prekordial ditentukan
sandapan yang jumlah defleksinya nol, dalam hal ini didapatkan
V3. Maka sumbu listrik QRS iaIah tegak lurus pada V3. V3
disebut daerah transisi (T)

R = +4 mm, lebar 1 mm - luas (V2)x4x1= +4


S = -4 mm, lebar 2mm - Luas (y2)x4x2 = -8
jumlah = -4

aVF
+4

aVF J r
R = +7 mm, lebar 1 mm - luas (y2)x7x1= -7
S = -3 mm, lebar 1mm - Luas (V2)x3x2 = -3
jumlah = +4

Gambar 13. Seperti pada gambar 12, tetapi lebardefleksi tidak


sama, yaitu di sandapan I. Di sini dipakai perhitungan luas.
Karena bentuk segitiga, maka luas defleksi iaIah 12/ x tinggi x
lebar Faktor 12/ dapat dihilangkan karena yang dipakai adalah
Gambar 17. Sumbu listrik QRS pada bidang horisontal. Daerah
perbandingan
transisi di V5, yang menunjukkan rotasi searah jarum jam
ELEKTROKARDIOGRAFI
301

S U M B U LISTRIK VEKTOR P

Cara menentukan sumbu P pada dasarnya sama dengan


penentuan sumbu QRS. Karena defleksi gelombang P kecil,
maka cara menentukan sumbu P sering tak bisa terlalu
tepat, dan biasanya dipakai cara II.
II VI
S u m b u P pada Bidang Frontal
Gambar 20. Vektor P sinus. Pada bidang frontal: antara 0°-7S°.
Gelombang P yang berasal dari simpul sinus mempunyai
Pada bidang horisontal: antara V I dan V6
sumbu yang bervariasi antara 0 hingga +75°. Gelombang
P yang berasal dari penghubung AV mempunyai sumbu
antara 180° dan -90%. Dikatakan sumbu P ini mempunyai Pp
arah lawan-arus. Gelombang P yang berasal dari atrium,
arahnya tergantung dari letak pemacu ektopik di atrium. \ 1
1
Sering sumbunya mempunyai arah antara +90° dan 180°.
Pa
S u m b u P pada Bidang Horisontal
a\
Gelombang P yang berasal dari simpul sinus mempunyai
sumbu yang arahnya sekitar di tengah-tengah antara V I Gambar 21. Sumbu P bukan dari sinus, pada bidang frontal.
dan V6. Sumbu P yang bukan berasal dari simpul sinus Sumbu P dari penghubung AV (Pp), mempunyai arah lawan
arus, yaitu berlawanan dengan arah sumbu P dari sinus. Sumbu
mempunyai arah yang tergantung dari letak pemacu
P dari atrium (Pa), sering mempunyai arah antara 90°-180°
ektopik dari gelombang R

J
1

A
aVF AVF

Gambar 22. Sumbu T yang normal mempunyai arah yang


hampirsama dengan sumbu QRS. Bila ada gangguan konduksi
III II intraventrikular, maka sumbu T juga berubah, yang disebut
perubahan T yang sekunder Dalam hal ini sumbu T dan sumbu
QRS berlawanan arah

Gambar 18. Menentukan vektor P pada bidang frontal. Karena


S u m b u Listrik G e l o m b a n g T
total defleksi nol terdapat pada sandapan III, maka vektor P
harus tegak lurus pada sandapan III dan arahnya ke kanan, Pada umumnya sumbu vektor T jarang diperhatikan karena
karena total defleksi di sandapan I iaalah positif morfologi gelombang T mempunyai ciri-ciri khas di luar
sumbu vektornya. Secara umum dapat dikatakan bahwa
sumbu T yang normal lebih kurang mempunyai arah yang
sama dengan sumbu QRS.
Bila ada kelainan depolarisasi ventrikel, gelombang
T m e n g a l a m i kelainan j u g a , y a n g d i s e b u t kelainan

n /
gelombang T yang sekunder. Dalam hal ini T adalah
terbalik dibanding defleksi QRS, atau vektor T dan vektor
QRS berlawanan arah.
2

V1 V.
INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAM

Gambar 19. Menentukan vektor P pada bidang horisontal.


Bila kita membuat rekaman sebuah elektrokardiogram,
Karena total defleksi nol terdapat pada V2, maka vektor P harus
tegak lurus pada V2 dan arahnya searah dengan V6, karena pada awal rekaman kita harus membuat kalibrasi, yaitu
defleksi P pada V6 positif satu atau lebih defleksi yang sesuai dengan 1 milivolt
ELEKTROKARDIOGRAFI
302

(mV). Secara baku, defleksi 10 mm sesuai dengan 1 mV. Gelombang Kompleks QRS
Kecepatan kertas perekam secara baku adalah 25 mm/ Kompleks ini menunjukkan depolarisasi ventrikel. Istilah-
dt istilah tentang bagian-bagian kompleks QRS iaIah :
Garis rekaman mendatar tanpa ada potensi listrik 1). G e l o m b a n g Q yaitu defleksi negatif p e r t a m a ; 2).
disebut garis isoelektrik. Defleksi yang arahnya ke atas Gelombang R yaitu defleksi positif pertama. Defleksi
disebut defleksi positif dan yang ke bawah disebut defleksi berikutnya disebut gelombang R', R" dan seterusnya; 3).
negatif Gelombang S yaitu defleksi negatif pertama setelah R.
Gelombang S berikutnya disebut S', S" dan seterusnya.

1t i 1 A
i1
QR qR rS
- * V—

Rs R
T y
QS RR' SS'

Gambar 27. Istilah-istilah untuk berbagai bentuk gelombang


kompleks QRS
Gambar 23. Kalibrasi standard: Defleksi 10 mm = 1 mV,
kecepatan kertas 25 mm/detik. 1 mm = 0,04 detik, 5 mm =
0,20 detik, 10 mm =0,40 detik
QRS yang monofasik terdiri dari satu defleksi saja yaitu
R atau defleksi tunggal negatif yang disebut QS. Untuk
defleksi yang lebih dari 5 mm, dipakai huruf-huruf besar
Gelombang P
Q, R dan S. Sedangkan untuk defleksi yang kurang dari 5
Gelombang P iaIah defleksi pertama siklus jantung yang
mm dipakai huruf kecil q,r dan s.
menunjukkan aktivasi atrium. Gelombang P bisa positif
negatif bifasik, atau bentuk lain yang khas.
Gelombang T
G e l o m b a n g ini m e n u n j u k k a n repolarisasi v e n t r i k e l .
Gelombang T bisa positif negatif atau bifasik.

Gelombang U
Gelombang U adalah gelombang kecil yang mengikuti
gelombang T yang asalnya tidak jelas.
Gambar 24. Gelombang P sinus, dengan sumbu +30°

Pengukuran Waktu

Penentuan frekuensi. Frekuensi j a n t u n g (atrial atau


ventrikular) dapat dihitung berdasarkan kecepatan
kertas. Karena kecepatan kertas iaIah 25 mm/detik,
maka kertas menempuh 60 x 25 mm = 1500 mm dalam
1 menit. Jadi frekuensi j a n t u n g adalahlSOO yaitu sama
dengan jarak siklus dalam mm (yaitu jarak R-R atau
P-P).
Gambar 25. Gelombang P dari penghubung AV, dengan
sumbu -100° Penentuan interval-interval. Untuk pengukuran suatu
interval, maka dengan kecepatan baku 25 mm/detik
terdapat 1 mm = 1/25 detik = 0,04 detik, atau 5 mm =
0,20 detik.
Interval PR : interval PR diukur dari awal gelombang P
hingga awal kompleks QRS. Interval Q R S : interval ini diukur
dari awal kompleks QRS hingga akhir dari kompleks QRS.
Interval QT : Interval ini diukur dari awal QRS hingga akhir
dari gelombang T.
Gambar 26. Gelombang P dari atrium dengan sumbu +1500
ELEKTROKARDIOGRAFI 303

ELEKTROKARDIOGRAM NORMAL Interval QT


Interval ini tergantung dari frekuensi j a n t u n g , y a n g
Gelombang P dapat ditentukan dengan suatu rumus atau tabel. Untuk
Bentuk gelombang P pada sandapan konvensional dapat praktisnya, diberikan 3 nilai sebagai berikut: frekuensi 60/
diperoleh dengan 1,11 dan aVF dan negatif di aVR. Sedangkan menit: 0,33-0,43 detik, 80 kali/menit: 0.29-0,38 detik, dan
di aVL dan III bisa positif negatif atau bifasik. 100 kali/menit :0,27-0,35 detik.
Pada bidang horisontal biasanya bifasik atau negatif
di V I dan V2, dan positif di V3 hingga V6.
Gelombang P dari sinus yang normal tidak lebih lebar ABNORMALITAS ATRIUM
dari 0,11 detik dan tingginya tak melebihi 2,5 mm.
Akhir-akhir ini dianggap bahwa konduksi impuls dari
Kompleks QRS simpul sinus ke arah simpul AV melibatkan jalur-jalur
Impuls listrik yang datang dari simpul AV melanjutkan khusus yaitu jalur-jalur internodal. Sedangkan atrium
diri melalui berkas His. Dari berkas His ini keluar cabang kiri dicapai melalui jalur Bachman. Bila terjadi gangguan
awal yang mengaktivasi septum dari kiri ke kanan. Ini konduksi intra-atrial, maka bentuk gelombang P
mengawali vektor QRS yang menimbulkan gelombang mengalami kelainan yang disebut abnormalitas
Q di I, II, III, aVL, V5 dan V6, tergantung dari arah vektor gelombang R Abnormalitas gelombang P tidak selalu
awal tersebut. disebabkan pembesaran atau hipertrofi atrium seperti
Selanjutnya impuls berlanjut melalui cabang berkas y a n g d i a n g g a p di masa lalu. Aktivasi atrium kanan
kiri (CBKi), cabang berkas kanan (CBKa), dan mengaktivasi terjadi lebih dulu daripada atrium kiri sehingga suatu
ventrikel kiri dan kanan. Karena dinding ventrikel kanan abnormalitas gelombang P dapat menunjukkan suatu
jauh lebih tipis daripada ventrikel kiri, maka gaya listrik a b n o r m a l i t a s a t r i u m kiri atau a b n o r m a l i t a s a t r i u m
yang ditimbulkan ventrikel kiri jauh lebih kuat dari pada k a n a n . D a l a m hal ini " a b n o r m a l i t a s " merupakan
ventrikel kanan. kelainan konduksi dengan atau tanpa pembesaran atau
Gambaran kompleks QRS pada bidang horisontal hipertrofi.
yang normal mempunyai corak khas. Sandapan V I dan
V2 terletak paling dekat dengan ventrikel kanan sehingga Abnormalitas Atrium Kanan (AAKa)
disebut kompleks ventrikel kanan. Di sini gaya listrik
Tinjauan v e k t o r :
dari ventrikel kanan menimbulkan gelombang R yang
1. Pada bidang frontal: sumbu P bergeser ke arah kanan
selanjutnya diikuti gelombang S yang menggambarkan
2. Pada bidang horisontal : sumbu P bergeser ke arah
gaya listrik dari ventrikel kiri. Sebaliknya, sandapan V5 dan
lawan jarum j a m .
V6 paling dekat dengan ventrikel kiri sehingga sandapan
ini disebut kompleks ventrikel kiri. Di sini gelombang Q Kriteria EKG untuk AAKa :
menggambarkan aktivasi ventrikel kanan atau septum, 1. P tinggi dan lancip di II, III dan aVF : tinggi >: 2,5 mm
sedangkan gelombang R menggambarkan aktivasi dan interval >:0,11 detik
ventrikel kiri. Dengan demikian gambaran kompleks QRS 2. Defleksi awal di V I >l1,5 mm. Bentuk gelombang P
pada bidang horisontal iaIah gelombang R meningkat pada AAKa sering disebut P pulmonal
dari V I ke V6, sedangkan gelombang S mengecil dari
V I ke V6.

Gelombang T
Pada orang dewasa, biasanya gelombang T adalah tegak a/
di semua sandapan kecuali di aVR dan V I . aVF

Gelombang U Gambar 28. Abnormalitas atrium kanan


Gelombang U biasanya tegak dan paling besar terdapat di
V2 dan VS. Sering gelombang U tak jelas karena bersatu
dengan gelombang T. A b n o r m a l i t a s A t r i u m Kiri ( A A K i )

Nilai N o r m a l u n t u k I n t e r v a l - I n t e r v a l Tinjauan v e k t o r :

Interval PR (durasi) kurang dari 0,12 detik 1. Pada bidang frontal: sumbu P bergeser ke arah kiri
Interval PA 0, 12 -0,20 detik 2. Pada bidang horisontal : sumbu P bergeser ke arah
Interval QRS (durasi) 0,07 -0, 10 detik jarum j a m .
304 ELEKTROKARDIOGRAFI

Kriteria EKG untul< A A K i : R atau S di sandapan ekstremitas >l 20 mm, atauS


Interval P di II melebar (>: O, 12 detik). Sering gelonnbang di kompleks VKa >: 25 mm. atau R di kompleks VKi
P berlekuk, karena mempunyai 2 puncak. Defleksi terminal > 25 mm, atau S di VKa + R di VKi > 35 mm.
V I negatif dengan lebar >: 0,04 detik dan dalam >: 1 2. Depresi ST dan invesi T di kompleks VKi Ini sering
mm. disebut strain pattern
Kriteria ini disebut kriteria Morris. Bentuk P pada AAKi 3. AAKi
sering disebut p mitral. 4. Sumbu QRS pada bidang frontal >: -15°
5. Interval QRS atau WAV di kompleks VKi memanjang:
* Interval QRS >: 0,09 detik
* WAV > 0,04 detik '1

Beberapa catatan tentang HVKi antara lain


1). G a m b a r a n HVKi pada EKG t e r u t a m a berkorelas
dengan masa otot ventrikel kiri, dan kurang berkorelas
dengan tebal otot atau volumenya; 2). Pada HVKi yang
d i s e b a b k a n k a r e n a b e b a n v o l u m e , g a m b a r a n EKG
Gambar 29. Abnormalitas atrium kiri
terutama menunjukkan aktivasi septal awal yang menonjol,
yaitu adanya gelombang Q di I, aVL,V5 dan V6, dan
gelombang R yang menonjol di V I dan V2; 3). Pada HVKi
HIPERTROFI VENTRIKEL
yang disebabkan karena beban tekanan, gambaran EKG
terutama menunjukkan R yang tinggi disertai depresi ST
H i p e r t r o f i V e n t r i k e l Kiri ( H V K i )
dan inversi T pada sandapan ventrikel kiri (V5 dan V6).
Hipertrofi ventrikel kiri memberikan tanda-tanda yang
cukup jelas pada EKG. Meskipun demikian, akurasinya tak
dapat dianggap mutlak.
Berbagai kriteria telah disusun untuk mempertinggi
sensitivitas dan spesifisitas diagnosis HVKi pada EKG.
Tinjauan vektor pada HVKi :
Pada u m u m n y a v e k t o r Q R S m e m b e s a r dalam
ukurannya.
Penebalan septum menyebabkan vektor QRS awal V6 V6
membesar, sehingga terlihat gelombang Q yang lebih
dalam di 1,11,111, aVL, VS dan V6, dan gelombang Ryang V1 V2
lebih besar di V I .
Pada sumbu QRS terjadi pergeseran sebagai berikut:
1). Pada bidang frontal: sumbu QRS bergeser ke arah Gambar 30. Hipertrofi ventrikel kiri, beberapa kriteria:
kiri; 2). Pada bidang horisontal: sumbu QRS bergeser A. Kriteria voltase: S di V I , V2, yang dalam dan R di V5,
ke arah lawan jarum j a m . V6 yangtinggi
B. Depresi ST dan inversi T di V6 (V5)
W a k t u Aktivasi Ventrikel C. Waktu aktivasi ventrikel memanjang di V6 (V5)
Waktu yang berlangsung antara awal QRS hingga puncak
gelombang R disebut Waktu Aktivasi Ventrikel (WAV).
Hipertrofi Ventrikel Kanan (HVKa)
Defleksi tajam ke bawah yang mulai dari puncak R disebut
Karena dinding ventrikel kanan j a u h lebih tipis dari
defleksi intrinsikoid. WAV menggambarkan waktu yang
pada dinding ventrikel kiri, maka HVKa baru nampak
diperlukan untuk depolarisasi masa otot jantung yang
pada EKG bila HVKa sudah cukup menonjol untuk dapat
ada di bawah elektroda prekordial. Jadi makin tebal otot
m e m p e n g a r u h i g a y a - g a y a listrik ventrikel kiri y a n g
jantung (ventrikel), makin panjang waktu yang diperlukan
besar.
untuk depolarisasi. Dengan demikian WAV memanjang
pada HVKi. Tinjauan v e k t o r :
1. Pada bidang frontal: sumbu QRS bergeser ke kanan
Kriteria E K G u n t u k H V K i 2. Pada bidang horisontal: sumbu QRS bergeser searah
1. Kriteria Voltase : Voltase ventrikel kiri meninggi jarum j a m .
Ada macam-macam kriteria dan dapat dipilih salah
Kriteria EKG untuk HVKa :
satu yaitu :
1. Rasio R/S yang terbalik :
ELEKTROKARDIOGRAFI
305

- R/S di V I > 1 fase yang terakhir, vektor berasal dari ventrikel kanan,
- R/S di V6 < 1 yang mengarah ke depan (pada bidang H) dan ke kanan
2. Sumbu QRS pada bidang frontal yang bergeser ke (pada bidang F).
kanan, meskipun belum mencapai DSKa. Dari sini didapatkan gambaran EKG pada BCBKa : 1).
3. Beberapa kriteria tambahan yang tidak begitu kuat, Interval QRS memanjang >_ 0,10 detik; 2). S yang lebar di
misalnya: WAV di VI >: 0,035 detik, depresi ST dan l d a n V 6 ; 3 ) . R' yang lebar di V I .
inversi T d i V I , S,di 1,11, dan III. Bila interval QRS 0,10-0,12 detik, maka disebut BCBKa
inkomplit.
Beberapa catatan tentang HVKa :
Bila interval QRS >: 0, 12 detik, maka disebut BCBKa
1. Diagnosis HVKa pada EKG mempunyai sensitivitas
komplit.
yang rendah tapi spesifisitas yang tinggi.
2. Kriteria EKG untuk HVKa yang paling kuat iaIah rasio
R/S di VI.

Berdasarkan konfigurasi QRS di V I , maka HVKa dibagi


menjadi 3 tipe: 1). Tipe A: di sini terdapat R yang tinggi.
Sering disertai depresi ST dan inversi T di V I dan V2. Tipe
A J
ini menunjukkan beban tekanan yang tinggi; 2). Tipe B:
di sini terdapat bentuk RS, yang menunjukkan HVKa
yang sedang; 3). Tipe C: di sini terdapat bentuk rsR', yang
r
1 VI
j
^V6
merupakan blok cabang berkas kanan yang inkomplit.
Bentuk ini biasanya menunjukkan adanya hipertrofi jalur
keluar dari ventrikel kanan. Gambar 32. Blok cabang berkas kanan. QRS melebar, S yang
lebar dan dalam di I dan V6 (V5), dan berbentuk RR' di V I

J Jr t t
(V2)

Blok C a b a n g B e r k a s Kiri ( B C B K i )
r Bila CBKi mengalami blok, maka depolarisasi ventrikel kiri
mengalami kelambatan. Pada awal depolarisasi ventrikel,
VI V2 V5 f
QRS inisial menggambarkan depolarisasi ventrikel kanan
V6
dan septum, kemudian menyusul depolarisasi ventrikel
Gambar 31. Hipertrofi ventrikel kanan. Kriteria terpenting: rasio
kiri. Jadi pada BCBKi vektor terminal berasal dari ventrikel
R/S terbalik di V I (V2) dan V6 (V5)
kiri yang kuat, yang bergeser ke arah kiri (pada bidang F)
dan ke arah belakang (pada bidang H).
Dari sini didapatkan gambaran EKG pada BCBKi :
DEFEK KONDUKSI INTRA VENTRIKULAR
1. Interval QRS melebar >. 0,10 detik
2. Gelombang R yang lebar, sering berlekuk di I, V5 dan
G a n g g u a n penghantaran impuls melalui suatu j a l u r
V6, dengan WAV > 0,08 detik
d i s e b u t blok. Yang d i m a k s u d k a n d e n g a n k o n d u k s i
3. rS atau QS di V I , disertai rotasi searah jarum j a m .
intraventrikular iaIah konduksi melalui cabang berkas
Bila interval QRS 0,10-0,12 detik, maka disebut BCBKi
kanan (CBKa), cabang berkas kiri (CBKi), fasikel-fasikel dan
inkomplit
serabut-serabut Purkinje.
Bila interval QRS ^ 0,12 detik, maka disebut BCBKi
Menurut t e m p a t n y a , blok intraventrikular dapat
komplit.
dibagi :
Blok Cabang Berkas Kanan (BCBKa)
Blok I n t r a v e n t r i k u l a r N o n s p e s i f i k
Blok Cabang Berkas Kiri (BCBKi)
Istilah ini dipakai bila interval QRS melebar (> 0,10 detik)
Blok Intraventrikular Nonspesifik
tetapi tidak khas untuk BCBKa atau BCBKi.
Blok Fasikular: 1). Blok fasikular kiri anterior; 2). Blok
fasikular kiri posterior
Blok Fasikular
Blok Fasikular sering disebut juga hemiblok.
Blok C a b a n g B e r k a s K a n a n ( B C B K a )
Bila CBKa mengalami blok, maka depolarisasi ventrikel Blok f a s i k u l a r kiri a n t e r i o r . Fasikel kiri a n t e r i o r
kanan mengalami kelambatan, dan septum mengalami menghantarkan impuls dari puncak septum ke muskulus
depolarisasi disusul oleh ventrikel kiri lebih dulu. Pada papilaris anterior Bila terjadi blok pada jalur ini, maka
306 ELEKTROKARDIOGRAFI

dan superior, sehingga terbentuk r kecil di I dan aVL, dan


1 kecil di 11,111, dan aVR Vektor QRS awal selama 0,06 detik

A ir
mengarah ke bawah, sehingga terbentuk R tinggi di II,
III, dan aVF dan S di I dan a V L S u m b u QRS bergeser ke
kanan ^ +110°.
Sebagai ringkasan, gambaran EKG pada blok fasikular
kiri posterior iaIah :

I
Interval QRS memanjang 0,09 -0,11 detik
i Sumbu QRS bergeser ke kanan >: + 110°
. rS di 1 dan aVL
1 V6
R di II, III dan aVR Blok Fasikular Kiri Posterior jauh
lebih jarang dari pada blok fasikular kiri anterior
Gambar 33. Blok cabang berkas kiri. QRS yang melebar, bentuk
R di I dan V6 (V5), dan S yang dalam di V I (V2, V3)

bagian posterior-inferior mengalami depolarisasi lebih


dulu dari pada bagian anterior-superior
Vektor QRS awal selama 0,02 detik mengarah ke
bawah dan ke kanan, sehingga terbentuk r kecil di II, III,
dan aVF, dan q kecil di 1, aVL dan kadang-kadang di VS
dan V6. Vektor QRS awal selama 0,04 detik mengarah ke aVF
kiri dan ke atas, sehingga terbentuk R tinggi menyusul q
di 1, dan aVL, dan S dalam menyusul r di 11,111, dan aVF Gambar 35. Blok fasikular kiri posterior Tanda terpenting
(bentuk QI-SIII). Sumbu QRS mengalami deviasi ke kiri iaIah sumbu QRS pada bidang frontal: deviasi ke kanan lebih
dari +110°, tanpa adanya penyebab lain dari deviasi sumbu
hingga > -45°
ke kanan
Sebagai ringkasan, gambaran EKG pada 81 ok Fasikular
Kiri anterior iaIah : 1).Interval QRS sedikit memanjang
0,09- 0,11 detik; 2). Sumbu QRS deviasi ke kiri > -45°. Ini S i n d r o m Pre-eksitasi
disebut kriteria yang paling kuat; 3). Di I dan aVL terdapat Sindrom pre-eksitasi iaIah suatu sindrom EKG di mana
R tinggi, dengan atau tanpa q; 4). Di 11,111 dan aVF terdapat ventrikel mengalami depolarisasi lebih awal dari biasa. Hal
rS, dengan S yang dalam. ini disebabkan karena adanya jalur-jalur lain di samping
jalur-jalur pada sistem konduksi jantung. Jalur-jalur ini
disebut jalur-jalur aksesori.
QRS Ada 3 macamjalur aksesori, yaitu : 1). Jalur Kent. Jalur
ini iaIah yang terpenting di antara jalur-jalur aksesori. Jalur
ini menghubungkan atrium langsung dengan ventrikel,
tanpa melalui simpul -AV. Jalur ini menembus cincin AV
di tempat-tempat yang berbeda. 2). Jalur James. Jalur ini
berawal dari atrium dan berakhir di berkas His. 3). Jalur
Mahaim. Jalur ini berawal di berkas His dan berakhir di
aVF ventrikel.
Jalur-jalur a k s e s o r i d i a n g g a p s e b a g a i kelainan
Gambar 34. Blok fasikular kiri anterior Tanda terpenting kongenital dan terdapat pada 1-2 permil dari populasi
iaIah sumbu QRS pada bidang frontal: deviasi ke kiri lebih
dari -45" umum. Jalur aksesori bisa bersifat non fungsional pada
waktu lahir dan manifes pada masa kanak atau dewasa.

Blok f a s i k u l a r kiri posterior. Fasikel kiri posterior


menghantarkan impuls dan CBKi ke muskulus papilaris G A M B A R A N EKG PADA S I N D R O M PRE-EKSITASI
posterior dari ventrikel kiri. Suatu blok pada jalur ini
mengakibatkan bagian anterior-superior dari ventrikel Pre-eksitasi p a d a J a l u r K e n t
kiri mengalami depolarisasi lebih dahulu dari pada bagian Pre-eksitasi pada jalur Kent disebut juga sindrom Wolff
posterior-inferior Parkinson White (WPW).
Vektor QRS awal selama 0,02 detik mengarah ke kiri Gambaran EKG pada sindrom W P W menggambarkan
ELEKTROKARDIOGRAFI 307

kompleks fusi antara aktivasi ventrikel melalui jalur normal Sindrom W P W tipe B. Di sini jalur Kent terletak di sebelah
dan melalui jalur aksesori. Impuls dari atrium yang melalui kanan, sehingga aktivasi dini terjadi di ventrikel kanan.
jalur Kent lebih cepat sampai di ventrikel karena tidak Gambaran EKG menyerupai bentuk BCBKi, dengan defleksi
melewati simpul AVyang mempunyai sifat memperlambat QRS yang negatif di V I dan V2.
impuls. Impuls yang melalui jalur Kent ini mengawali
depolarisasi ventrikel di suatu tempat di ventrikel, yang Pre-eksitasi pada Jalur James
menyebabkan timbulnya suatu gelombang khas pada awal Pre-eksitasi pada jalur James disebut juga sindrom Lown-
kompleks QRS, yang disebut gelombang delta. Ganong-Levine (L-G-L). Gambaran EKG pada sindrom
Gelombang delta merupakan bagian landai pada L-G-L m e n g g a m b a r k a n interval PR yang m e m e n d e k
a w a l k o m p l e k s Q R S . A d a n y a g e l o m b a n g d e l t a ini karena impuls yang melalui jalur ini mencapai ventrikel
menyebabkan kompleks QRS melebar Waktu konduksi lebih cepat karena tidak diperlambat oleh simpul-AV.
atrio-ventrikular yang memendek menyebabkan interval Tetapi aktivasi ventrikel ini berpangkal dari berkas His
PR yang memendek. Dengan demikian gambaran EKG sehingga jalur aktivasi ini tidak berbeda dari aktivasi
pada sindrom W-P-W iaIah: 1). Interval PR memendek <. normal. Ini menghasilkan kompleks QRS yang normal,
0,12 detik; 2). Adanya gelombang delta; 3). Kompleks QRS tanpa gelombang delta.
melebar (karena gelombang delta). Dengan demikian gambaran EKG pada sindrom L-G-L
iaIah : 1). Interval PR memendek (0,12 det); 2). Tak ada
gelombang delta, kompleks QRS normal.

Pre-eksitasi pada Jalur M a h a i m


Karena jalur Mahaim dimulai dari berkas His, maka interval
PR tidak terpengaruh. Jalur Mahaim mengawali aktivasi
pada sebagian ventrikel, sehingga terjadi gelombang
delta.
Jalur Kent Jalur James Jalur Mahaim Dengan demikian gambaran EKG pada sindrom pre-
eksitasi melalui iaiur Mahaim iaIah: 1). Interval PR normal;
Gambar 36. Jalur-jalur aksesori
2). Terdapat gelombang delta, kompleks QRS melebar

- Interval P R memendek - interval P R memendek


- tak ada gelombang delta,
- ada gelombang delta,
Q R S tak melebar
Q R S melebar

Gambar 37. Pre-eksitasi pada jalur Kent: sindrom WPW. Impuls Gambar 38. Pre-eksitasi jalur James: Sindrom Lown Ganong
dari sinus menempuh dua jalur: jalur 1 iaIah jalur normal, jalur Levine. Impuls dari sinus menempuh dua jalur: jalur 1 iaIah
2 melalui jalur Kent. Impuls yang melalui jalur 2 mencapai jalur normal, jalur 2 melalui jalur James. Impuls melalui jalur
ventrikel lebih awal dan mengaktivasi suatu daerah D di 2 mencapai berkas His lebih awal karena tidak mengalami
ventrikel, yang pada EKG menggambarkan gelombang delta perlambatan di simpul AV, sehingga interval PR memendek,
(D). Aktivasi ventrikel melalui jalur 2 menyusul sehingga bentuk sedangkan bentuk kompleks QRS normal. Aktivasi melalui
akhir EKG iaIah fusi antara aktivasi melalui jalur 1 dan jalur 2 jalur 2 tak mempunyai efek karena ventrikel dalam periode
refakter mutlak

Meskipun letakjalur Kent sangat bervariasi, pada garis PENYAKIT JANTUNG KORONER
besarnya dapat dibedakan 2 tipe, yaitu :
Elektrokardiografi iaIah sarana diagnostik yang penting
Sindrom W-P-W tipe A. Di sini jalur Kent terletak di
untuk penyakit jantung koroner.Yang dapat ditangkap
sebelah kiri, sehingga aktivasi dini terjadi di ventrikel kiri.
oleh EKG iaIah kelainan miokard yang disebabkan oleh
Gambaran EKG menyerupai bentuk BCBKa, dengan Ryang
terganggunya aliran koroner.
tinggi di V I dan V2.
308 ELEKTROKARDIOGRAFI

miokard, tetapi tanda ini tidak terlalu spesifik. Yang lebih


spesifik iaIah bila gelombang T ini simetris dan berujung
lancip.

Inversi U. Gelombang U yang negatif (terhadap 1) cukup


spesifik untuk iskemia miokard.

Injuri
Ciri dasar injuri iaIah elevasi ST dan yang khas iaIah
konveks ke atas. Pada umumnya dianggap bahwa elevasi
Gambar 39. Pre-eksitasi jalur Mahaim. Impuls dari sinus hingga ST menunjukkan injuri di daerah subepikardial, sedangkan
simpul AV berjalan biasa, sehingga tak ada pengaruh terhadap injuri di daerah subendokordial menunjukkan depresi ST
interval PR. Impuls melali jalur 2 yang berawal dari berkas His,
yang dalam.
mencapai suatu daerah D di ventrikel (sedikit) lebih awal dari
pada aktivsi ventrikel melalui jalur biasa (1), sehingga pada EKG
terdapat gelombang delta. Selanjutnya terjadi fusi dari aktivasi Nekrosis
melalui kedua jalur tersebut Ciri dasar nekrosis miokard iaIah adanya gelombang
Q patologis yaitu Q yang lebar dan daJam, dengan
syarat-syarat: lebar >: 0,04 detik dalam >4 mm atau >. 25%
Terganggunya aliran koroner menyebabkan kerusakan tinggi R
miokard yang dapat dibagi menjadi 3 tingkat: 1). Iskemia,
kelainan yang paling ringan dan masih reversibel; 2). Injuri,
Lokalisasi D i n d i n g V e n t r i k e l p a d a E K G
yaitu kelainan yang lebih berat, tetapi masih reversibel;
Karena iskemia m i o k a r d s e b a g i a n besar m e n g e n a i
3). Nekrosis, yaitu kelainan yang sudah ireversibel, karena
ventrikel kiri, maka adalah penting untuk menentukan
kerusakan sel-sel miokard sudah permanen.
lokalisasi bagian-bagian dinding ventrikel kiri pada
M a s i n g - m a s i n g kelainan ini m e m p u n y a i ciri-ciri
EKG.
yang khas pada EKG. Pada umumnya iskemia dan injuri
Pada u m u m n y a d i p a k a i i s t i l a h - i s t i l a h sebagai
menunjukkan kelainan pada proses repolarisasi miokard,
berikut:
yaitu segmen ST dan gelombang T.
1. Daerah anteroseptal : V I -V4
Nekrosis miokard menyebabkan gangguan pada
2. Daerah anterior ekstensif: V I -V6, I dan aVL
proses depolarisasi, yaitu gelombang QRS.
3. Daerah anterolateral: V4-V6,1 dan aVL
4. Daerah anterior terbatas : V3-V5
5. Daerah inferior: II, III dan aVF
6. Daerah lateral tinggi : I dan aVL
7. Daerah posterior murni memberikan bayangan cermin
Daerah Iskemia
Daerah injuri dari V I , V2 dan V3 terhadap garis horisontal.

Daerah nekrosis Proyeksi d i n d i n g - d i n d i n g v e n t r i k e l k a n a n pada


u m u m n y a terlihat pada V4R-V6R. Sering bersamaan
dengan 11,111, dan aVR
Endokard
Epikard

Gambar 40. Berbagai derajat iskemia pada infar miokard

Iskemia

Depresi ST. Ini iaIah ciri dasar iskemia miokard. Ada 3


macam jenis depresi ST, yaitu : a). Horisontal, b). Landai
ke bawah, c). Landai ke atas
Yang dianggap spesifik iaIah a dan b. Depresi ST Gambar 41. Depresi ST pada iskemia miokard
dianggap bermakna bila lebih dari 1 mm, makin dalam
makin spesifik. a. Depresi ST horisontal, spesifik untuk iskemia
Inversi T. Gelombang T yang negatif (vektor T berlawanan b. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemia
arah dengan vektor QRS) bisa terdapat pada iskemia c. Depresi ST landai ke atas, kurang spesifik untuk iskemia
ELEKTROKARDIOGRAFI 309

a. Bentuk qR: nekrosis dengan sisa miokard sehat yang


cukup
b. Bentuk Qr: nekrosis tebal dengan sisa miokard sehat
yang tipis
c. Bentuk QS: nekrosis seluruh tebal miokard, yaitu
transmura

III | a V R | a V R | a V R | v i | V 2 | V 3 | V 4 | V 5 | V6 |V3R | V 4 R | V S R | V6R |


Inferior
Gambar 42. Depresi T pada iskemia miokard
• •••
Lateral tinggi

• •••••
Anteroseptal

a. Inversi T pada umumnya kurang spesifik untuk iskemia

•••••• • • •
Anterior ekstensif

b. Inversi T yang berujung lancip dan simetris (seperti


Anterolateral

Anterior terbatas

ujung anak panah), spesifik untuk iskemia Ventrikel kanal

Posterior murni

( B a y a n g a n cermin)

Gambar 46. Lokalisasi dinding ventrikel pada EKG

Gambar 43. Inversi U, cukup spesifik untuk iskemia

Gambar 47. Gambaran EKG pada infark miokard akut


evolusi
a. Fase hiperakut
b. Fase ovulasi lengkap
c. Fase infark lama

Gambar 44. Injuri miokard


G A M B A R A N EKG PADA INFARK M I O K A R D A K U T
a. Elevasi ST cembung ke atas, spesifik untuk injuri
(epikard) Umumnya pada infark miokard akut terdapat gambaran
b. Elevasi ST cekung ke atas, tidak spesifik iskemia, injuri dan nekrosis yang timbul menurut urutan
c. Depresi ST yang dalam, menunjukkan injuri sub- tertentu sesuai dengan p e r u b a h a n - p e r u b a h a n pada
endokardial miokard yang disebut evolusi EKG. Evolusi terdiri dari
fase-fase sebagai berikut:

Fase awal atau fase hiperakut: 1). Elevasi ST yang


nonspesifik, 2).T yang tinggi dan melebar

Fase evolusi lengkap: 1). Elevasi ST yang spesifik, konveks


ke atas, 2). T yang negatif dan simetris, 3). Q patologis.

— Fase infark lama: 1). Q patologis, bisa QS atau Qr 2). ST


yang kembali iso-elektrik, 3). T bisa normal atau negatif

Beberapa catatan tentang EKG pada infark miokard :


1). Timbulnya kelainan-kelainan EKG pada infark miokard
Gambar 45. Nekrosis miokard. Pada umumnya dianggap: Q
akut bisa terlambat, sehingga untuk m e n y i n g k i r k a n
menunjukkan tebalnya nekrosis, R menunjukkan sisa miokard
yang masih hidup diagnosis infark miokard akut, diperlukan rekaman EKG
310 ELEKTROKARDIOGRAFI

serial; 2). Fase evolusi berlangsung sangat bervariasi, Sering U yang prominen dikira T sehingga seolah-olah
bisa beberapa j a m hingga 2 m i n g g u . Bila elevasi ST interval QT memanjang.
bertahan hingga 3 bulan, maka dianggap telah terjadi
aneurisma ventrikel; 3). Selama evolusi atau sesudahnya, Hiperkalsemia
g e l o m b a n g Q bisa hilang s e h i n g g a d i s e b u t infark Kelainan EKG yang terpenting iaIah interval QT yang
miokard non-Q. Ini terjadi 20-30% kasus infark miokard; memendek.
4). Gambaran infark miokard subendokardial pada EKG
tidak begitu jelas dan memerlukan konfirmasi klinis dan Hipokalsemia
laboratoris. Pada umumnya terdapat depresi ST yang Kelainan EKG yang terpenting iaIah perpanjangan segmen
disertai inversi T yang dalam yang bertahan beberapa ST, sehingga interval QT memanjang.
hari; 5). Pada infark miokard pada umumnya dianggap
bahwa Q menunjukkan nekrosis miokard, sedangkan Digitalis
R menunjukkan miokard yang masih hidup, sehingga Digitalis dapat mempengaruhi bentuk QRS-T, yang disebut
bentuk Qr menunjukkan infark non-transmural sedangkan efek digitalis: 1). Memperpendek interval QT, 2). Depresi
bentuk QS menunjukkan infark transmural. Pada infark ST, mulai dengan menurun landai disusul bagian akhir
miokard non-Q, berkurangnya tinggi R menunjukkan yang naik dengan curam. 3). Sering menjadi rendah. Selain
nekrosis m i o k a r d ; 6). Pada infark m i o k a r d d i n d i n g itu bisa terjadi gangguan pembentukan dan penghantar
posterior murni, gambaran EKG menunjukkan bayangan impuls.
cermin dari infark miokard anteroseptal terhadap garis
horisontal, jadi terdapat R yang tinggi di V I , V2, V3 dan
disertai T yang simetris. I

K'= normal •K' meningkat

Gambar 49. Gambaran EKG pada hiperkalemia. Bila kadar K'


makin meningkat:
VI V2 V3
a. T meninggi dan lancip, R menjadi pendek
b. QRS melebar dan bersatu dengan T
c. P merendah dan hilang

V1
A/-
V2 V3

Gambar 48. Contoh lokasi infark miokard


a. Infark akut anteroseptal
K* normal menurun
b. Infark akut posterior murni

Gambar 50. Gambaran EKG pada hipokalemia. Bila K* makin


menurun:
a. U prominen, T mendatar
ANEKA KELAINAN ELEKTROKARDIOGRAFI
b. Depresi ST, T terbalik, PR memanjang

Hiperkalemia
Bila kadar kalium darah meningkat, berturut-turut akan

J
nampak kelainan: 1).T menjadi tinggi dan lancip, 2). R
menjadi lebih pendek, 3). QRS menjadi lebar, 4). QRS
bersatu dengan T, sehingga segmen ST hilang, 5). P
mengecil dan akhirnya menghilang.
J A -

Normal Hipokalsemia Hiperkalsemia


Hipokalemia
Gambar 51. Gambaran EKG pada hipo dan hiperkalsemia
Bila kadar kalium darah menurun, berturut-turut akan
H i p o k a l s e m i a : QT m e m a n j a n g t e r u t a m a karena
tampak kelainan-kelainan: 1). U menjadi prominen, 2).T
perpanjangan ST
makin mendatar dan akhirnya terbalik, 3). Depresi ST, 4). H i p e r k a l s e m i a : QT m e m e n d e k , t e r u t a m a karena
Interval PR memanjang. pemendekan ST
ELEKTROKARDIOGRAFI 311

Castellanos A, Kessler K M , Meyerburg RJ. The resting electrocar-


diogram. In: Hurst, The Heart, Eight Edition, McGraw-Hilll
nc. 1994, 321-52,
Fish C . Electrocardiography and vectocardiog- raphy. In: Braun-
wald, Heart Disease, Fourth Edihon, WB Saunders Company.
1992:116-60.
Hein J.J. Wellens, Mary B. Conover. The E C G in Emergency Ded-
sion Making WB. Saunders Com- pany.1992.
Mark Silverman E. Myerburg RJ. Willis HurstJW. Electrocardiog-
Gambar 52. Efek digitalis. QT yang memendek, depresi ST raphy, Basic Concepts and Clinical Application. McGraw-Hill
yang menurun landai dan kemudian naik dengan curam dan Book Company, 1983.
T yang rendah Thomas Bigger, J.Jr. The electrical activity of the heart. In :Hurst
.The Heart,, Eight Edition, 1994: 645-57.
Waldo A L , Wit A L . Mechanism of cardiac arrhythmias and con-
duction disturbances. In: Hurst, The Heart, Eight Edition,
McGraw-Hilllnc. 1994: 656-97.
W H O ISFC Task Force. Classification of cardiac arrhytmias and
conduction disturbances. A m Heart J, 1979; 98(2): 263-7.
W H O / I S F C T a s k F o r c e . Definition of terms related to cardiac
rhytm. A m Heart J, 1978; 95(6): 796-806.

Gambar 53. Perikarditis akut. Elevasi ST kurang dari 5 mm,


bentuk cekung ke atas, tidak timbul Q

PERIKARDITIS

Pada perikarditis, biasanya teriadi peradangan pada


epikard, sehingga gambaran EKG menyerupai gambaran
iniuri pada epikard berupa elevasi ST. Pada perikarditis
yang hanya sedikit m e n i m b u l k a n p e r a d a n g a n pada
epikard maka EKG bisa normal.
Kelainan EKG yang khas untuk perikarditis iaIah
sebagai berikut:
1. Elevasi segmen ST : a). Biasanya luas kecuali V I dan
aVR, b).Bentuk konkaf ke atas, c). Kurang dari 5 mm
2. T menjadi terbalik, terutama setelah segmen ST
kembali ke garis isoelektrik.
3. Tidak timbul Q.

Pada efusi perikardial, tanpa adanya peradangan


e p i k a r d i a l , tidak t e r d a p a t elevasi ST. D a l a m hal ini
gambaran EKG hanya menunjukkan voltase yang rendah
pada QRS dan T.
Mengenai gambaran EKG pada kelainan irama jantung
(aritmia) dibahas khusus pada topik khusus di bagian lain
buku ini.

REFERENSI

Arrhytmia -a Guide to Clinical Electrocardiology. Erik Sandoe,


Bjame Sigurd. Publishing Partners Verlags G m b H . , 1991.
Arrhytmia. Diagnosis and Management. Erit Sandoe, Bjame Sigurd
Fachmed AG-Verlag fur Fach-medien, 1984.
36
ELEKTROKARDIOGRAFI
PADA UJI L A T I H JANTUNG
Ika Prasetya Wijaya

PENDAHULUAN
Tabel 1. Kontraindikasi Uji Latih Jantung
Mutlak
Uji latih jantung dengan nnenggunakan treadmil sering
dikenal dengan tes treadmil. Uji latih ini sudah sering Infark miokard akut dalam 2 hari
Angina tak stabil yang risiko tinggi
d i l a k u k a n s e b a g a i cara untuk m e n g e t a h u i a d a n y a
Aritmia j a n t u n g tak terkontrol dengan gejala dan
gangguan pada pembuluh darah koroner, gangguan irama
gangguan
serta menjadi bahan referensi untuk pemeriksaan lanjutan
hemodinamik
untuk mengetahui adanya kelainan jantung. Ada dua cara
Stenosis aorta berat dengan gejala
yang dikenal sebagai uji latih yakni dengan treadmil atau
Infark paru atau emboli paru akut
dengan sepeda ergometri.
Perikarditis atau miokarditis akut
Sebelum pelaksanaan tes semua alat dan perlengkapan Diseksi aorta akut
guna tindakan kedaruratan harus tersedia dalam Relatif
jangkauan tenaga pelaksana. Defibrilator, oksigen dan Stenosis di pembuluh koroner left main
obat-obat untuk mengatasi terjadinya gangguan pada Penyakit jantung katup stenosis yang sedang
j a n t u n g merupakan hal yang wajib tersedia. Tenaga Gangguan elektrolit
yang melaksanakan harus mengerti tatalaksana tindakan Hipertensi berat
kedaruratan kardiak dan sudah menjalani pelatihan Takiaritmia dan bradiaritmia
sebelumnya. Kardiomiopati hipertrofi dan bentuk lain hambatan aliran
Alat treadmil s e b a i k n y a m e m p u n y a i j a l u r a m a n ke luar jantung
di sisinya untuk menjaga keamanan pasien. Lengan Gangguan fisik dan mental yang mengganggu jalannya
pasien juga harus bebas dari alat agar mudah dilakukan pemeriksaan
pemeriksaan tekanan darah oleh pemeriksa. Blok atrioventrikular derajat tinggi

Pelaksana tes wajib pula m e n g e t a h u i obat-obat


PERSIAPAN SEBELUM TES yang dikonsumsi pasien sebelum melaksanankan
tes. Penggunaan obat penghambat 6 sebaiknya tidak
Pasien disarankan untuk tidak makan, minum dan merokok dihentikan bila memang sangat diperlukan pasien walau
dua jam sebelum tes. Lakukan anamnesis tentang riwayat dapat mempengaruhi hasil tes. Persiapan juga dilakukan
penyakit pasien dan kemampuan aktivitas fisik pasien terhadap kebersihan kulit agar tidak menimbulkan banyak
terakhir untuk melengkapi status. Laksanakan pemeriksaan artefak pada rekaman EKG.
awal dalam keadaan istirahat pada pasien dalam posisi Pemeriksaan EKG 12 lead wajib dilakukan sebelum
yang nyaman. Semua ini untuk mengetahui apakah pasien tes baik pada posisi berbaring dan berdiri. Pemasangan
memiliki gejala yang menjadi kontraindikasi mutlak maupun elektroda sebaiknya menghindari daerah lengan agar tidak
relatif tes ini. (Tabel 1). menimbulkan gangguan rekaman. Jadi elektrode lengan

312
ELEKTROKARDIOGRAFI PADA UJI LATIH JANTUNG 313

sebaiknya diletakkan di bahu, elektroda hijau {ground) di Untuk mengetahui kemampuan pasien sesungguhnya,
spina pinggang dan untuk kaki kanan di bawah umbilikus, dapat digunakan skala Borg.
atau nnodifikasi lainnya.

FASE P E M U L I H A N S E T E L A H TES
PELAKSANAAN TES

Setelah mencapai kemampuan maksimal, maka pasien


Komplikasi dapat diketahui segera bila kita tetap melakukan
diminta untuk berhenti secara teratur Setelah alat teadmil
pengawasan pada tekanan darah, mengawasi hasil rekaman
berhenti sempurna, pasien tetap menggerakkan kakinya
EKG, bertanya pada pasien tentang gejala yang dialami
seperti j a l a n di tempat dengan santai. Hal ini untuk
dan gejala keletihan dan melakukan penilaian terhadap
mengurangi terjadinya perubahan gambaran EKG. Setelah
semua gejala atau tanda yang muncul saat tes. Selama tes
dianggap cukup, pasien duduk atau dapat pula berbaring
berlangsung sebaiknya lengan pasien tidak memegang
sambil tetap dilakukan pengawasan dan rekaman 10
dengan kencang pada tempat pegangan agar tidak
detik pertama setelah kaki berhenti. Pengawasan pasca
menimbulkan hasil yang tidak sesuai dengan kemampuan
tes dilakukan selama 5 menit walau terkadang dilakukan
pasien.
lebih lama sampai gejala atau gambaran perubahan EKG
Target frekuensi nadi sebaiknya tidak terlalu bergantung
berkurang atau hilang.
pada umur agar tidak mengacaukan kemampuan yang dimiliki
pasien, karena kemampuan yang ada bersifat individual.
Walau demikian sebagai patokan pencapaian kerja fisik dapat Tabel 3.
digunakan. Kapan kita melakukan penghentian tes dapat 15-Grade Scale i,ll-Grade Scale
dilihat di tabel 2. 6 0 Nothing
7 Very, very light 0.5 Very, very weak (just..
Tabel 2. Indikasi Menghentikan Uji Latih 8 1 Very weak

Mutlak 9 Very light 2 Weak (light)


Tekanan darah sistolik turun drastis > 10 mmHg dari hasil 10 3
pemeriksan sebelum uji latih disertai bukti lain adanya 11 Fairly light 4 Somewhat strong
gejala iskemia
12 5 Strong (..)
Angina sedang ke berat
Gejala sistem saraf meningkat (seperti ataksia, mengantuk 13 Somewhat hard 6
dan gejala sinkop) 14 7 Very strong
Tanda rendahnya perfusi (sianosis dan pucat) 15 Hard 8
Sulit untuk evaluasi EKG dan tekanan darah
16 9
Pasien meminta berhenti
Takikardia ventrikel menetap 17 10 Very, very strong {hampW
Elevasi ST (>1.0 mm) tanpa ada diagnosis gelombang Q maksimum)
(selain lead V I atau aV) 18
Relatif 19 Very, very hard Maksimum
Tekanan darah sistolik turun drastis > 10 mmHg dari hasil
20
pemeriksaan sebelumnya namun tanpa disertai gejala
iskemia * From berg GA. Med Sport. 1982;14:377-381. Reproduced

Perubahan ST dan QRS seperti menurunnya ST (>3 mm with permission

penumnan segmen ST baik horisontal maupun downsloping)


atau pembahan aksis tetap
PROTOKOL YANG DIGUNAKAN
Aritmia selain aritmia ventrikel sustained t
Hipertensi berat
Ada beberapa macam protokol. Yang sering digunakan
Takiaritmia dan bradiaritmia
Lemas, sesak napas, timbul mengi, kram kaki atau gejala adalah protokol Bruce dan Naughton. Pada metode Bruce,
klaudikasio selama menjalani uji latih, pasien akan mendapatkan
Terjadi bundle branch block pada konduksi intraventrikular b e b a n dari a l a t d e n g a n m e n a i k k a n ban berjalan
yang tidak dapat dibedakan dengan takikardia ventrikel beberapa derajat disertai penambahan kecepatan
Nyeri dada yang meningkat setiap peningkatan stage. Metode Naughton hanya ada
Hipertensi yang meningkat peningkatan kecepatan perlahan saja.
314 ELEKTROKARDIOGRAFI

FREKUENSI NADI
A.resting ST elevation- Exercise induced ST depression'
or at PQ level
Target denyut jantung yang akan dicapai sebaiknya bukan
menjadi masalah untuk tidak memastkan bahwa hasil tes
^^^l-Junction
tidak dapat diolah. Semua hasil tes disimpulkan sesuai
dengan gejala atau gambaran rekaman yang terjadi selama
pelaksanaan tes. n Measured ST
depression
Standing pro- exercise :
Exercise response |

PEMULIHAN DENYUT JANTUNG


B. When the ST level begins below the isoelectric line:

Denyut Jantung atau frekuensi nadi akan berkurang dengan standing pre- exercise
Exercise response
cepat setelah tes dihentikan. Apabila berkurangnya denyut
jantung kurang dari 20 kali/menit pada menit pertama
dan kedua, maka ini menjadi prediktor meningkatnya
risiko kematian.
' Measured S T
PQ Point \ depression
J-Junction Resting ST depression with
Exercise induced St depression

TEKANAN DARAH
Resting S T depresion Resting S T depresion
with spasmor e x e r a s e with spasmor exercise
Tekanan darah sistolik seharusnya naik saat tes berlangsung. induced S T elevation induced S T elevation

Bila terjadi penurunan tekanan darah di bawah tekanan J-JuoOnn

darah sebelum tes, bisa menjadi kriteria yang diwaspadai. Transmu al Ischemia

Bila terjadi aktivitas y a n g m e n y e b a b k a n terjadinya


hipotensi, maka dianggap terjadi disfungsi ventrikel kiri,
iskemia atau obstruksi aliran keluar Peningkatan tekanan
darah yang cepat saat tes berlangsung menjadi penilaian E.Wall motion abnormality
adanya kemungkinan timbulnya iskemia. (Not i s c h e m i a )

S t elevalion with tachycardia


o v e r diagnosis Q w a v e s
KAPASITAS FUNGSIONAL

Kemampuan mencapai kapasitas maksimal saat aktivitas


menjadi salah satu penilaian. Untuk mengetahui dapat
disesuaikan dengan skala MET. (Tabel 4).

Tabel 4. Kapasitas Latihan yang Ekuivalen dengan


Nilai MET Standing pro- exercise
Exercise response
1 MET istirahat
2 METs Setara berjalan dengan kecepatan 2 mil/ Gambar 1. Berbagai profil/ depresi segmen ST yang sesuai
dengan iskemia dan non iskemia
jam
4 METs Setara berjalan dengan kecepatan 4 mil/
jam INTERPRETASI EKG

<5 METs Prognosis buruk: puncakkebutuhan untuk


Depresi ST segmen menunjukkan iskemia subendokardial.
aktivitas dasar sehari-hari
Digunakan gambaran pada lead V5, serta II dan aVF.
10 METs prognosis dengan terapi medis sama baiknya
Gambaran EKG pada kemampuan maksimal {excercise
dengan operasi pintas arteri koroner
maximal) dan masa 3 menit saat recovery menjadi waktu
13 METs prognosis baik terlepas dari respon latihan yang perlu diwaspadai.
lain Aktivitas tes yang menimbulkan elevasi atau depresi
18 METs Atlet ketahanan lebih s e g m e n ST m e n u n j u k k a n a d a n y a i s k e m i a . E l e v a s i
20 METs Atlet kelas dunia menggambarkan terjadinya iskemia transmural yang
ELEKTROKARDIOGRAFI PADA UJI LATIH JANTUNG 315

bersifat aritmogenik, biasa berhubungan dengan spasnne


EXERCISE CAPACITY
dan lesi yang jelas pada arteri. Elevasi juga bisa menjadi (%of normal In referral males)
patokan lokasi lesi. Depresi biasanya berhubungan dengan 20 -|
iskemia subendokardial yang tidak aritmogenik dan tidah 25 .
berhubungan dengan spasme maupun lokasi lesi. 30 .
Uji latih jantung juga dapat menimbulkan timbulnya 35 .
aritmia. Yang sering terjadi adalah kontraksi ventrikular 40 .
prematur (PVC). Biasa terjadi pada orang usia lanjut 45
dengan penyakit kardiovaskular, PVC saat istirahat maupun 50
akibat iskemia. Baik akibat aktivitas maupun istirahat, PVC
55
menjadi prediktor timbulnya perburukan.
60

65

70
SKOR TES AKTIVITAS
75

80
ACC/AHA menganjurkan untuk menggunakan skor guna
meningkatkan kemampuan tes untuk mencapai hasil yang
85

sesuai denga keadaan penyakit pasien. Dapat digunakan 90

nomogram berikut. (Gambar 2).


Skor yang sering digunakan adalah skor Duke's
Skor treadmil = lama excercise (5 kali deviasi ST (4 kali Gambar 2. Normogram kapasitas latihan pada pria dewasa
indeks angina TM) normal
Lama excercise dalam menit, deviasi ST dalam mm
dan indeks angina TM (treadmil) adalah: 0 untuk tidak Sebelum melakukan tes aktivitas sebaiknya kita
ada angina, 1 untuk angina yang tidak mempengaruhi mengetahui kira-kira pasien perlu menjalani pemeriksaan
excercise, 2 untuk angina yang menyebabkan hambatan angiografi atau tidak. Untuk menilainya dapat digunakan
excercise. Bila skor kurang atau sama dengan -11 maka tabel berikut. Bila pasien telah menjalani uji latih jantung
risiko meningkat. Sedangkan skor lebih atau sama dengan maka untuk tindakan lanjut yang diperlukan pasien dapat
+ 5 risiko rendah. diprediksi melalui tabel-tabel di bawah ini:

Variabel Lingkarl Jawaban Jumlah Tes P e n d a h u l u a n

Pria < 40, wanita < 50 = 3

Pria 40-45, wanita 50-65 = 6

Pria > 55 wanita > 65 = 9 <9 =


Kemungkinan
rendah

9-15 =
Kemungkinan
menengah

>15 =
Kemungkinan
Tinggi
316 ELEKTROKARDIOGRAFI

Variabel Lingkari Jawaban Jumlah Wanita

Denyut nadi <100 bpm = 2 0 '


nnaksimum
100-129 bpm = 16
130 - 159 bpm =12
160 - 189 bpm =8 <37 =
1 9 0 - 2 2 0 bpm =4 Kennungkinan
Deprsi segnnen ST 1 -2 mm =6 rendah
setelah aktivitas
>2 mm =10
Usia >65 tahun =25 37-57 =
Kemungkinan
Riwayat angina Pasti/tipikal =10 menengah
Mungkin/atipikal =6
Nyeri non jantung =2
>57 =
, hiperkolesterolemia H
Diabetes? Ya =10 Kemungkinan
akibat tes Terjadi Tinggi
aktivitas
Menjadi alasan untuk
berhenti=15^8
Status Estrogen Positif =-5, Negatif = 5
Total skor:

Variabel Lingkari Jawaban Jumlah Pria

<100bpm=30
Denyut nacH||||||pp
maksimum 100-129 bpm = 24
130 - 159 bpm =18
160 - 189 bpm =12 <40 =
1 9 0 - 220 bpm =6 Kemungkinan
Deprsi segmen ST 1 -2 m m :=15 rendah
setelah aktivitas
40-60 =
Kemungkinan
menengah

>60 =
Kemungkinan
Tinggi
Diabetes'
^ n g i r i a akibat tes
aktivitas
Menjadi alasan untuk
berhenti =i
Total skor::

REFERENSI

Chaitman BR. Exercise stress testing. Dalam Braunv^ald's et al


editor. Heart disease, a textbook of cardivascular medicine.
Edisi 7. New York. 2005.153-85
Engel G et al. E C G exercise testing. Dalam: Fuster V et al editor.
Hurst's the heart. Edisi 11. New York, McGraw-Hill. 2004:
467-80.
37
PEMANTAUAN IRAMA JANTUNG
(HOLTER MONITORING)
M. Yamin, Daulat Manurung

PENDAHULUAN kembali. Bila pasien m e n g a l a m i gejala maka dapat


dilakukan interogasi dengan alat khusus yang disebut
Ada tiga hal penting yang harus diketahui oleh seorang programmer. ILR dapat dipakai selama satu tahun. Alat ini
dokter yang dihadapkan pada kasus gangguan irama bermanfaat untuk diagnosis aritmia yang sangat jarang
jantung (aritmia) yaitu jenis aritmia, gejala yang berkaitan muncul yang biasanya disertai sinkop.
dengan aritmia tersebut, dan penyebab atau penyakit yang
mendasarinya. Rekaman EKG permukaan 12 sandapan
sering tidak dapat memberikan informasi tersebut secara INDIKASI
lengkap. Untuk tujuan ini pemantauan irama jantung
ambulatori yang non-invasif {Hotter Monitoring) telah Indikasi penggunaan HM adalah:
digunakan secara luas. Selain untuk mendeteksi aritmia Menilai gejala y a n g mungkin berkaitan d e n g a n
HM kerap dipakai untuk membantu diagnosis penyebab aritmia:
sinkop. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Holter Pasien dengan sinkop atau near-syncope yang
pada tahun 1950-an. tidak dapat d i t e r a n g k a n atau gejala pusing
Komponen pada Holter Monitoring (HM) terdiri dari dengan penyebab yang tidak jelas
alat perekam {recorder) 24 j a m yang berbentuk kaset, Pasien dengan palpitasi berulang dan tidak dapat
penanda waktu internal, catatan aktivitas dan gejala, dan diterangkan
tombol penanda gejala {symptonn-indicator button). Sistem Menilai Terapi antiaritmia
ini dihubungkan dengan elektrode dua sadapan untuk Menilai fungsi alat pacu jantung dan implantable
mendapatkan gambaran EKG yang optimal. cardioverter defibrillator (ICD)
HM biasanya digunakan pada pasien dengan gejala
aritmia yang muncul setiap hari karena hanya dipasang
selama 24 j a m . Untuk pasien dengan aritmia yang jarang INTERPRETASI
(muncul dalam dua atau tiga hari sekali), digunakan
modifikasi HM yaitu alat perekam kejadian {eventrecorder) Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam
yang merekam EKG secara terus-menerus pada pita dan interpretasi hasil HM adalah aritmia muncul intermiten,
hanya kejadian 30 sampai 90 detik terakhir yang dapat variasi diurnal terhadap irama jantung, adanya pengaruh
diputar ulang. Saat pasien merasakan gejala aritmia aktivitas fisik dan t e k a n a n emosi {stress emotional)
maka ia dapat mengaktifkan tombol dan menghentikan terhadap aritmia.
rekaman serta mengirim data melalui telepon ke pusat Hasil rekaman data dianalisis secara otomatis oleh
penerima data. Modifikasi HM yang tercanggih adalah komputer. Teknisi akan membantu pelacakan {scanning)
ILR {implanttable loop recorder) yang ditanam di bawah dan menyunting data. Sistem komputer akan menghitung
kulit seperti pacu jantung. Alat ini merekam EKG secara laju jantung, premature atrial dan ventricular beat, dan
berkesinambungan selama 24 j a m dan menghapusnya takikardia lainnya.

317
318 ELEKTROKARDIOGRAFI

Dokter yang melakukan penafsiran harus mengaitkan Disfungsi sinus node


data rekaman dengan gambaran klinis dan gejala yang Takikardia supraventrikel
dirasakan pasien. Sering didapatkan kelainan irama pada - Blok AV derajat 1
pasien dengan jantung normal dan tidak bergejala seperti PVC kompleks tanpa kelainan jantung
sinus bradikardia berat (laju nadi kurang dari 40 x/menit),
Setelah menentukan j e n i s aritmia yang didapat,
sinus pause, premature atrial dan ventricular beat, bahkan
langkah selanjutnya adalah mencari gejala yang berkaitan
blok atrioventrikular tipe Wenckebach (terutama saat
d e n g a n aritmia tersebut. Secara u m u m gejala y a n g
tidur). Adanya sinus aritmia dan sinus bradikardia berat
dikeluhkan pasien adalah palpitasi, pusing, hampir pingsan,
dalam keadaan istirahat pada atlit terlatih adalah normal.
dan kehilangan kesadaran (sinkop). Aritmia yang disertai
Sebaliknya bila didapatkan irama sinus normal pada saat
kehilangan kesadaran menandakan adanya gangguan
pasien merasakan gejala yang berat maka harus dipikirkan
hemodinamik. Bradiaritmia atau takiaritmia seperti ini
penyebab non-aritmia.
berisiko tinggi untuk terjadinya kematian mendadak.
Jenis aritmia yang ditemukan dapat dikelompokkan
Gejala tersebut dikelompokkan menjadi:
ke dalam tiga kategori berikut ini:
1. Risiko tinggi: hampir pingsan, pingsan, dan aborted
Risiko tinggi:
sudden death
Takikardia ventrikel
2. Risiko sedang: pusing, palpitasi berat, perburukan
Fibrilasi ventrikel
gejala gagal jantung
Blok AV total dengan escape beat yang tidak
3. Risiko rendah: pusing ringan, palpitasi.
memadai
Wolf-Parkinson-White dengan konduksi cepat Gambar 1 memperlihatkan rekaman HM pada pasien
saat fibrillasi atrial (AF) dengan keluhan utama berdebar dan hampir pingsan.
Risiko sedang: Data berikutnya yang harus dicari adalah penyakit
Premature Ventricular Contraction (PVC) kompleks yang mendasari aritmia tersebut. Ditemukannya PVC
yang disertai penyakit jantung kompleks pada pasien dengan j a n t u n g normal tidak
Blok AV derajat 2 memberikan nilai prognostik yang bermakna. Sebaliknya
Blok AV derajat 3 dengan escape beat yang PVC kompleks pada pasien dengan penurunan fungsi
memadai ventrikel kiri memberikan implikasi yang bermakna untuk
Risiko rendah terjadinya kematian mendadak.
Premature atrial complex Dengan semua informasi di atas maka dapat ditentukan
- PVC strategi penanganan yang tepat: menghilangkan gejala
atau mencegah kematian mendadak.

DIAGNOSHK STRIPS
SVT . 41BTS 129 ePW
«3 . S : Hi 3 33/ . S , 40S , S .MS ,S (12 S «e s .m s -73 S

I : : :

_jL,_i_j__i_-J_-*_i--a.

M = Hammt, B = B r i N s i y c a r d b i , T = T a c y t a r c i a , V = V c » , R = KonT, 8 = 9v, C = c«t, A = A r t i f a c t , U = U n k n o w , P= Pauso, r = r r i n t e n n r i . 0 =; D i a r y , p =pBc«

Gambar 1. Rekaman Holter monitoring pada pasien dengan keluhan utama palpitasi dan hampir pingsan. Terekam aritmia berupa
fibrilasi atrial dan henti sinus {sinus arrest).
PEMANTAUAN IRAMA JANTUNG {HOLTER MONITORING)
319

KESIMPULAN

Diagnosis aritmia tidak selalu dapat ditegakkan


dengan rekaman EKG permukaan sesaat. Apalagi untuk
m e n g h u b u n g k a n antara aritmia dengan gejala yang
dirasakan pasien. Holter Monitoring (HM) merupakan
alat sederhana y a n g bersifat noninvasif yang dapat
memberikan jalan keluar atas kesulitan tersebut.
I n t e r p r e t a s i h a s i l HM h a r u s d i l a k u k a n secara
holistik dengan mengintegrasikan gejala, jenis aritmia
yang ditemukan, dan penyakit/kelainan jantung yang
mendasarinya. Berdasarkan itu dilakukan stratifikasi risiko
rendah, sedang, dan tinggi. Penanganan aritmia secara
umum diarahkan untuk mengurangi gejala dan mencegah
kematian mendadak akibat aritmia fatal.

REFERENSI

Dougherty AH and NaccarelH GV. Noninvasive evaluation in


patient with cardiac arrhythmias. In: Vlay SC. A practical
approach to cardiac arrhythmias. 2nd Ed, Liitle, Brown and
Company, 1996
Fogoros RN. Electrophysiologic testing. 3rd Ed, Blackwell Science,
1999
Lee H. Ambulatory electrocardiography and electrophysiology
testing. In: Zipes DP, Libby P, Bonow RO, et al. Heart diease:
a textbook of cardiovascular medicine.7th Ed, Elsevier
Sanders, 2005.
Wrought RA and Wagner GS. Electrocardiographic monitoring.
In:Waught RA, Ramo BW, Wagner GS (Eds). Cardiac
arrhythmias: a practical guide for clinician. 2nd Ed, FA Davis
Company, 1994.
m 38
RADIOLOGI JANTUNG
Idrus AIwi

RADIOLOGI DADA NORMAL Jantung mudah dibedakan dari paru-paru karena


jantung lebih mengandung darah dengan densitas air
Pada pembacaan foto rontgen dada, pendekatan secara lebih besar dibandingkan dengan udara. Karena darah
sistematis penting untuk dilakukan, dimulai dari penilaian m e l e m a h k a n x-ray lebih kuat dibandingkan dengan
anatomi dan selanjutnya fisiologi. Pendekatan ini tentu udara, jantung relatif tampak berwarna putih (namun
saja didasarkan pada pemahaman mengenai apa yang kurang putih dibandingkan dengan tulang) dan paru-
dimaksud dengan normal. paru relatif hitam (kurang hitam dibandingkan dengan
Pada pemeriksaan rontgen dada posterio-arterior (PA) u j u n g - u j u n g film di m a n a tidak ada j a r i n g a n y a n g
yang baku, diameter keseluruhan jantung yang normal menghalangi). Bantalan lemak dengan ketebalan yang
adalah kurang dari setengah diameter tranversal toraks. berbeda mengelilingi apeks j a n t u n g . Lemak memiliki
Jantung pada daerah toraks kisarannya tiga perempat ke kepadatan yang lebih besar dibandingkan dengan udara
kiri dan seperempat ke kanan dari tulang belakang. Area dan sedikit lebih kecil d i b a n d i n g k a n dengan d a r a h .
mediastinum lebih sempit. Biasanya aorta descendens Kantong perikardium tidak dapat didefinisikan secara
dapat didefinisikan dari arkus ke kubah diafragma di sisi normal. Pinggiran dari siiuet j a n t u n g biasanya cukup
kiri. Di bawah arkus aorta, dapat dilihat hilus pulmonal, tajam namun konturnya tidak tajam secara keseluruhan.
sedikit lebih tinggi pada bagian kiri dibandingkan dengan Meskipun waktu pajanan terhadap sinar x sangat singkat
bagian kanan. Pada foto lateral, arteri pulmonalis utama (kurang dari 100 milidetik), biasanya terdapat gerakan
kiri dapat terlihat superior dan posterior dibandingkan jantung yang cukup mengakibatkan agak buramnya siiuet
dengan yang kanan. Pada penampakan frontal sekaligus tersebut. Jika sebagian pinggiran jantung tidak bergerak,
lateral, aorta asendens (akar aorta) biasanya terhalang seperti dalam kasus aneurisma ventrikel kiri, pinggirannya
oleh arteri pulmonalis utama dan kedua atrium. Lokasi nampak tajam. Arkus aorta biasanya terlihat, karena aorta
pulmonary outflow tract biasanya jelas pada foto lateral. mengalirkan darah secara posterior dan dikelilingi oleh
udara. Sebagian besar aorta desendens juga dapat terlihat.
Posisi dan ukuran masing-masing dapat dievaluasi dengan
RUANG J A N T U N G DAN AORTA mudah pada pandangan frontal dan lateral.

Pada pandangan PA, kontur bagian kanan mediastinum


berisi atrium kanan, aorta asendens dan vena kava. PARU DAN VASKULARISASI PARU
Ventrikel kanan, setengahnya menutupi ventrikel kiri
pada penampakan frontal sekaligus lateral. Atrium kiri U k u r a n p a r u - p a r u b e r v a r i a s i sesuai d e n g a n f u n g s i
terdapat inferior dari hilus pulmonal kiri. Pada kondisi inspirasi, usia, bentuk tubuh, kandungan air, dan proses-
normal, terdapat cekungan pada tingkat ini, yaitu pada proses patologis intrinsik. Dengan adanya peningkatan
left atrial appendage. Atrium membentuk sebagian atas disfungsi ventrikular kiri, cairan interstisial dalam paru-
kontur osterior jantung pada foto lateral namun tak dapat paru meningkat dan ekspansi paru-paru menurun. Di sisi
dipisahkan dari ventrikel kiri. Ventrikel kiri membentuk lain, paru-paru nampak lebih besar dan lebih gelap jika
apeks jantung pada pandangan frontal seperti halnya disertai penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dengan
sloping bagian inferior mediastinum pada foto lateral. pembentukan bula. Jika ekspansi paru-paru menurun,

321
322 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

jantung nampak sedikit lebih besar meskipun jantung paru-paru maksimal, sehingga mungkin akan membuat
sebenarnya tidak berubah ukurannya. Namun, ukuran jantung normal nampak sedikit lebih besar. Pasien dengan
j a n t u n g t e r s e b u t tidak melebihi setengah d i a m e t e r pektus ekskavatum memiliki diameter AP jantung yang
transversal dada pada foto PA yang berkualitas baik kecuali menyempit, sedangkan diameter transversal meningkat,
jika benar-benar ada kardiomegali. Penting untuk diingat sehingga j a n t u n g mungkin nampak membesar pada
bahwa pembesaran yang nyata kemungkinan disebabkan penampakan frontal, namun diameter AP yang sempit
oleh pembesaran jantung secara keseluruhan, pelebaran yang terlihat pada penampakan lateral dapat menjelaskan
satu ruang jantung atau lebih, atau cairan perikardial. Pada hal ini. Kifosis atau skoliosis j u g a dapat menyebabkan
pasien-pasien dengan PPOK, jantung seringkali nampak jantung atau mediastinum nampak abnormal. Oleh karena
berukuran kecil atau normal pada kondisi disfungsi itu, penting untuk memeriksa tulang belakang dan struktur
jantung. tulang lainnya secara sistematis saat m e m e r h a t i k a n
Pada subjek n o r m a l , arteri pulmonalis biasanya radiografi dada.
dapat terlihat dengan mudah pada hilus dan secara
bertahap berkurang pada daerah yang lebih perifer.
Arteri-arteri pulmonalis kanan dan kiri utama biasanya EVALUASI fOTORONTGENDADA PADA PENYAKIT
tak dapat diidentifikasi secara terpisah, karena mereka JANTUNG
terletak dalam mediastinum. Jika paru-paru diandaikan
terbagi menjadi tiga bagian, arteri utama berada di Penyakit kardiovaskular menyebabkan perubahan yang
bagian sentral, arteri-arteri kecil yang mudah dibedakan beragam dan kompleks pada gambar foto rontgen dada.
dengan jelas di zona tengah, dan arteri-arteri kecil dan Kardiomegali secara keseluruhan dapat ditentukan dengan
arteriol yang biasanya di bawah batas resolusi pada akurat pada pandangan frontal dengan mencatat apakah
zona luar. Pada kondisi baku, pandangan frontal berdiri, diameter j a n t u n g melebihi setengah diameter toraks
arteri-arteri pada zona yang lebih rendah terlihat lebih atau tidak. Kardiomegali paling sering terlihat karena
besar dibandingkan dengan yang berada di zona yang kardiomiopati iskemia yang mengikuti infark miokard.
lebih tinggi, pada jarak yang sama dari hilus. Tampilan Dalam penilaian foto rontgen dada secara sistematis,
t e r s e b u t b e r h u b u n g a n d e n g a n efek gravitasi pada langkah pertama adalah menetapkan tipe film apa yang
sirkulasi paru-paru bertekanan rendah yang normal. Hal akan dievaluasi-PA dan lateral, PA saja, atau AP (entah
tersebut terjadi demikian, jika gravitasi mengarah pada portabel atau satu diambil dalam pandangan AP karena
volume intravaskularyang sedikit lebih besar pada dasar pasien tidak mampu berdiri). Langkah berikutnya adalah
paru-paru dibandingkan dengan pada zona-zona yang menentukan apakah foto-foto sebelumnya tersedia untuk
lebih tinggi. Sudut yang dibuat oleh paru-paru dengan perbandingan.
diafragma biasanya sangat tajam dan dapat ditandai
dari dua sisi pada p e n a m p a k a n frontal dan lateral.
Kontur yang dibentuk oleh vena kava inferior dengan PARU DAN VASKULARISASI PARU
jantung terlihat jelas pada foto lateral. Jika posisi pasien
diletakkan pada sisinya dengan sisi kiri menghadap film, Pemeriksaan terhadap pola vaskularisasi paru merupakan
bagian kanan relatif sedikit diperbesar dibandingkan hal y a n g sulit n a m u n sangat p e n t i n g . P e m e r i k s a a n
dengan yang kiri. tersebut bervariasi tergantung posisi pasien (berdiri versus
berbaring) dan berubah secara mendasar sesuai dengan
penyakit paru yang mendasarinya. Cara terbaik untuk
VARIASI NORMAL menilai vaskularisasi paru adalah dengan memerhatikan
zona tengah paru-paru (misalnya sepertiga dari paru-paru,
Variabel anatomis dan penuaan y a n g m e n y e b a b k a n di antara daerah hilus dan daerah perifer lateral) dan
penurunan compliance paru merupakan tantangan dalam membandingkan daerah pada lapangan paru atas dengan
evaluasi foto rontgen dada. Aorta dan pembuluh darah daerah yang lebih rendah pada jarak yang sebanding dari
besar biasanya menyempit serta menjadi lebih berliku hilus. Pembuluh darah harus lebih besar pada paru-paru
{tourtuous) dan lebih jelas seiring bertambahnya usia, bagian bawah namun berbeda dengan jelas pada zona-
mengarah pada pelebaran mediastinum superior. Jantung zona atas dan bawah. Pada kondisi normal, pembuluh-
nampak lebih besar karena penurunan compliance paru. pembuluh menyempit dan bercabang-cabang dan sulit
N a m u n , kecuali j i k a m e m a n g ada penyakit j a n t u n g , ditemukan pada sepertiga luar dari paru-paru. Dalam
j a n t u n g u k u r a n n y a kurang dari s e t e n g a h d i a m e t e r kondisi normal tak terlihat di dekat pleura.
transversal dada pada pandangan PA. Pasien yang obes Pada pasien dengan high-output state (misalnya
lebih m u n g k i n memiliki derajat h a m b a t a n ekspansi kehamilan, anemia berat seperti pada penyakit sickle
RADIOLOGI JANTUNG 323

menjadi tidak j e l a s , pembuluh-pembuluh pada zona


rendah menyempit dan yang berada pada zona lebih tinggi
membesar, serta pembuluh-pembuluh menjadi lebih jelas
ke arah pleura, pada sepertiga luar paru-paru. Dengan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri {left ventricular end-
diastolic pressure =LVEDP) atau left atrial pressure yang
meningkat, edema interstisial meningkat dan akhirnya
muncul edema paru. Biasanya terdapat korelasi pola
vaskular paru dan pulmonary capillary v\/edge pressure
(PCWP). Pada PCWP yang lebih kecil dari 8 mm Hg, pola
vaskular adalah normal. Sementara PCWP meningkat
menjadi 10 sampai 12 mm Hg, diameter p e m b u l u h -
Gambar 1, A). Proyeksi frontal jantung dan pembuluh darah; pembuluh pada zona lebih rendah nampak sebanding atau
B). Gambar garis pada proyeksi frontal menunjukkan hubungan lebih kecil dari pembuluh-pembuluh pada zona yang lebih
katup jantung, cincin, dan sulci ke garis mediastinal. A=
tinggi. Pada tekanan 12 sampai 18 mmHg, batas-batas
ascending aorta; AA= aortic arch; Az= azygous vein; LA= left
atrial appendage; LB= left lov\/er border of pulmonary artery, LV= pembuluh menjadi lebih buram secara bertahap karena
left ventricle; PA= main pulmonary artery, RA= right atrium; S= meningkatnya ekstravasasi cairan ke dalam interstisium.
superior vena cava; SC= subclavian artery Efek ini terkadang mudah dikenali sebagai Kerley B lines,
yang horizontal, basis pada pleura, dan densitas linier
perifer. Bersamaan dengan meningkatnya PCWP melebihi
18 sampai 20 mmHg, muncul edema paru dengan adanya
cairan interstisial dalam jumlah cukup untuk mengakibatkan
gambaran bat wing perihilar. Gambaran khas tersebut dapat
berubah untuk beberapa hal. Pada pasien fibrosis paru
luas atau bula multipel, terdapat pola vaskular abnormal
pada baseline dan jika terdapat peningkatan PCWP, tak ada
perubahan yang dapat diprediksi. Pada pasien gagal jantung
kronis, terdapat perubahan-perubahan kronis pada pola
vaskular paru yang tidak berhubungan dengan perubahan
yang muncul pada pasien dengan tekanan ventrikel kiri
yang normal pada baseline.

RUANG-RUANG JANTUNG DAN PEMBULUH BESAR

Evaluasi terhadap j a n t u n g harus dilakukan secara


sistematis. Setelah menilai ukuran keseluruhan dan pola
vaskular paru sebagai cerminan dari status fisiologis
j a n t u n g bagian kiri, selanjutnya ruang j a n t u n g harus
d i p e r i k s a . S e p e r t i telah d i s e b u t k a n , tidak m u n g k i n
untuk menunjukkan ruang jantung dengan jelas pada
sebuah foto rontgen dada normal. Pada penyakit valvular
yang didapat dan pada banyak jenis penyakit jantung
kongenital, ditemukan pembesaran ruang jantung.
Gambar 2. A). Radiografi dada lateral; B). Gambaran anatomis
ruang jantung dan pembuluh darah; C). Diagram proyeksi
lateral pada ruang jantung, cincin katup dan sulci
ATRIUM KANAN

cell, hipertiroidisme) atau shunt kiri ke kanan, karena Perbesaran atrium kanan biasanya tak pernah berdiri sendiri,
aliran arteri pulmonalis meningkat, pembuluh-pembuluh {isolated) kecuali bila terdapat atresia trikuspid kongenital
pulmonalis dapat terlihat lebih jelas dibandingkan dengan atau kelainan Ebstein, namun keduanya jarang terjadi
biasanya pada paru-paru perifer. Pada keadaan tekanan meskipun pada kelompok usia anak. Atrium kanan dapat
arteri pulmonalis yang meningkat, batas-batas pembuluh melebar pada kasus hipertensi pulmonal atau regurgitasi
324 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

trikuspid, namun pelebaran ventrikel kanan biasanya dan dikelilingi oleh paru-paru. Yang terakhir, pada foto
melebihi atau menghalangi atrium. Kontur atrium kanan lateral, pembesaran atrium kiri nampak sebagai tonjolan
bergabung dengan vena kava superior, arteri pulmonalis khas yang mengarah ke posterior.
utama kanan dan ventrikel kiri. Pembesaran atrium kiri yang terbatas pada orang
dewasa paling sering terlihat pada stenosis mitral, dan
pembesaran atrium kiri merupakan ciri penyakit katup
VENTRIKEL KANAN m i t r a l . Pada s t e n o s i s m i t r a l , atrium kiri membesar,
terdapat bukti redistribusi vaskular paru (seringkali dengan
Tanda klasik pembesaran ventrikel kanan adalah jantung Kerley B lines), dan pada akhirnya terdapat pembesaran
"boot-shaped" dan pemenuhan {filling in) ruang udara ventrikel kanan. Ventrikel kiri tetap berukuran normal.
r e t r o s t e r n a l . P e m e n u h a n t e r s e b u t d i s e b a b k a n oleh Pada regurgitasi mitral, atrium dan ventrikel kiri keduanya
pergeseran letak tranversal apeks ventrikel kanan saat bertambah besar karena meningkatnya aliran. Redistribusi
ventrikel kanan melebar. Karena pada orang dewasa vaskular paru lebih bervariasi pada regurgitasi mitral
ventrikel kanan jarang melebar tanpa pelebaran ventrikel dibandingkan dengan stenosis mitral, seperti halnya
kiri secara bersamaan, bentuk boot ini seringkali tidak pelebaran ventrikel kanan.
jelas. Bentuk tersebut paling sering terlihat pada penyakit
j a n t u n g k o n g e n i t a l , biasanya pada tetralogi Fallot.
Bersamaan dengan melebarnya ventrikel kanan, ventrikel VENTRIKEL KIRI
tersebut meluas secara superior juga secara lateral dan
posterior, memenuhi ruang udara retrosternal. Ajaran yang Pembesaran ventrikel kiri dicirikan dengan kontur apeks
klasik adalah pada foto rontgen dada lateral, pada pasien yang jelas dan mengarah ke bawah, yang dibedakan dari
normal densitas jaringan lunak terbatas pada kurang dari pergeseran letak transversal seperti yang terlihat pada
sepertiga jarak dari suprasternal notch sampai ke ujung pembesaran ventrikel kanan. Kontur keseluruhan jantung
xyphoid. Jika jaringan lunak tersebut memenuhi lebih biasanya juga membesar, meskipun hal ini tidak spesifik.
dari setengah jarak ini, hal tersebut merupakan indikasi Selain itu, penting mengevaluasi ventrikel kiri pada posisi
pembesaran bilik kanan yang dapat dipercaya. lateral, di mana tampak sebagai tonjolan posterior, di
Pembesaran ventrikel kanan paling sering ditemukan bawah anulus mitral. Pembesaran ventrikel kiri fokal pada
pada penyakit katup mitral, setelah terjadi hipertensi orang dewasa paling sering terlihat pada insufisiensi aorta
pulmonal. Yang lebih jarang adalah karena hipertensi atau regurgitasi mitral (dengan pelebaran atrium kiri).
pulmonal primer. Pelebaran ventrikel kiri lebih jarang pada stenosis aorta,
meskipun hal tersebut dapat terjadi, bersamaan dengan
gagal jantung kongestif
ATRIUM KIRI

Terdapat beberapa t a n d a klasik y a n g m e n u n j u k k a n ARTERI PULMONALIS


pembesaran atrium kiri. Yang pertama adalah pelebaran
left atrial appendage di mana biasanya tampak sebagai Arteri pulmonalis utama dapat terlihat abnormal pada
c e m b u n g a n f o k a l . Dalam keadaan n o r m a l , terdapat banyak keadaan. Pada stenosis pulmonal, arteri pulmonalis
cekungan di antara arteri pulmonalis utama kiri dan batas utama dan arteri pulmonalis kiri melebar. Pelebaran ini
kiri ventrikel kiri pada penampakan frontal. Yang kedua, dianggap disebabkan oleh efekjet melalui katup stenotik.
dikarenakan lokasinya, bersamaan dengan membesarnya Pembesaran ini dapat terlihat dengan hilus kiri yang jelas
atrium kiri, hal tersebut akan mengangkat left main stem pada penampakan frontal dan prominent pulmonary
bronchus sehingga akan melebarkan sudut karina. Yang outflow tract pada penampakan lateral. Penting untuk
ketiga b e r s a m a a n d e n g a n m e m b e s a r n y a atrium kiri diingat bahwa katup pulmonal berada lebih tinggi dan
secara posterior, hal tersebut mungkin menyebabkan perifer daripada ouff/ow'f/'ocf dibandingkan dengan katup
membengkoknya aorta torakalis tengah sampai yang aorta. Katup tersebut juga terletak di depan katup aorta
rendah ke arah kiri. Pembengkokan ini dapat dibedakan pada pandangan lateral.
dari liku {tourtuous) yang terlihat pada aterosklerosis, yang
melibatkan aorta torasik desendens pada bagian atasnya
atau k e s e l u r u h a n . S e l a n j u t n y a , dengan p e m b e s a r a n AORTA
atrium kiri yang khas, densitas ganda dapat dilihat
pada pandangan frontal, karena atrium kiri memberikan Pada foto dada frontal, pelebaran aorta terlihat sebagai
proyeksi secara lateral ke arah kanan juga secara posterior t o n j o l a n m e d i a s t i n u m t e n g a h ke arah k a n a n . J u g a
RADIOLOGI JANTUNG
325

terdapat sebuah tonjolan pada anterior nnediastinum pada siiuet jantung tersebut memiliki bentuk "water bottle" j\ka
pandangan lateral, di belakang dan superior terhadap terdapat efusi perikard berat, namun bentuk seperti itu
pulmonary outflow tract. Pelebaran aortic root paling sendiri tidak memastikan diagnostik.
sering terlihat pada hipertensi sistemik lama yang tak Kalsifikasi pleura sekaligus perikard dapat muncul,
terkontrol. Pembesaran aortic root juga ditemukan pada n a m u n s e r i n g k a l i tidak j e l a s . Kalsifikasi perikardial
penyakit katup aorta. berhubungan dengan riwayat perikarditis dan paling
Pada stenosis aorta, biasanya terdapat pelebaran sering b e r h u b u n g a n d e n g a n t u b e r k u l o s i s dan j u g a
fokal aortic root yang seringkali jelas, dan seringkali tanpa karena etiologi lainnya, seperti infeksi viral, biasanya tipis
disertai pembesaran ventrikel kiri. Ventrikel kiri biasanya dan linear serta mengikuti kontur perikardium. Karena
menjadi hipertrofi sebagai respons terhadap peningkatan kalsifikasi tersebut tipis, hal tersebut seringkali hanya
resistensi outflow dibandingkan dengan melebar seperti terlihat pada satu sisi.
yang terjadi sebagai respons terhadap peningkatan volume
aliran yang terjadi karena insufisiensi aorta. Penebalan
dinding ventrikel pada hipertrofi dapat dilihat dengan REFERENSI
pemeriksaan ekokardiografi, CT atau MRI, namun ventrikel
mungkin tampak normal pada pemeriksaan foto rontgen Bettmann MA. The chest radiograph in cardiovascular disease.
dada walaupun terdapat stenosis katup aorta berat. Pada In: Braunwald E, Zipes DP, Libby P, eds. Heart disease: a
textbook of cardiovascular medicine. 7th ed. Philadelphia:
keadaan di mana sudah terjadi dekompensasi ventrikel kiri, WB Saunders;2005.p.271-86.
terdapat pembesaran aortic root dan ventrikel kiri. Boxt LM. Radiology of the right ventricle. Radiol Clin North Am.
1999;37:379.
Pada regurgitasi aorta, keterlibatan aorta biasanya
Lipton MJ, Coulden R. Valvular heart disease. Radiol Clin North
lebih difus dibandingkan dengan stenosis aorta dan lebih Am. 1999;37:31.
mudah terlihat. Pada regurgitasi aorta murni, atrium kiri Murray JG, Brown AL, Anagnostou EA, et al. Widening of the
biasanya tidak membesar. Namun, seiring dengan waktu, tracheal bifurcation of chest radiographs:vaIue as a sign of
left atrial enlargement.AJR. 1995;164:1089.
m u n g k i n muncul pelebaran anulus mitral s e k u n d e r Thomas JT, Kelly RF, Thomas SJ et al: Utility of history, physical
terhadap pelebaran ventrikel kiri dengan hasil regurgitasi examination, electrocardiogram, and chest radiograph for
mitral dan pelebaran atrium kiri. Meskipun regurgitasi differentiating normal from decreased systolic function in
patients with heart failure. Am J Med. 2002;112:437.
aorta secara klasik muncul pada demam reumatik (dengan
penyakit katup mitral yang terkait), defek kongenital, atau
penyakit katup degeneratif, mungkin juga disebabkan oleh
penyakit pada aortic root, termasuk cystic medial necrosis,
dengan atau tanpa sindrom Marfan. Pada cystic medial
necrosis, keterlibatannya difus, dan biasanya terdapat
pelebaran aorta pada tingkatan katup setidaknya melalui
arkus. Pada sifilis tersier, (kasusnya sudah sangat jarang),
penemuan khasnya adalah pelebaran khas aorta dari akar
sampai ke arkusnya, namun mendadak menjadi normal
diameternya pada tingkatan ini. Pelebaran aneurisma
aorta asendens juga terjadi pada cystic medial necrosis.
Kelainan aorta lainnya, seperti diseksi akut atau kronis
dan ruptur traumatik atau pseudoaneurisma, lebih baik
dilihat dengan CT.

PLEURA DAN PERIKARDIUM

Perikardium jarang dapat dibedakan pada pemeriksaan foto


rontgen dada. Terdapat dua keadaan di mana perikardium
dapat dilihat. Pada efusi berat, perikardium viseral dan
parietal akan terpisah. Karena terdapat bantalan lemak
yang berhubungan dengan masing-masing, terkadang
mungkin untuk membedakan dua garis lucentyang paralel
pada foto lateral, biasanya pada daerah puncak (apeks)
jantung, dengan kepadatan (cairan) di antaranya. Biasanya,
f
39
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI
ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN
ENEMA BARIUM
I Wayan Murna Y.

PENDAHULUAN Batu radiopak pada traktus urinarius, saluran empedu


dan pankreas
Sejak d i t e m u k a n sinar X oleh Prof. W . C . R o e n t g e n Benda asing radiopak pada saluran pencernaan atau
pada tahun 1895, ilmu radiologi telah b e r k e m b a n g intrabdomen
pesat dan diterima sebagai metode pencitraan untuk Massa tumor yang berdensitas jaringan lunak atau
mengidentifikasi berbagai jenis penyakit. Saat ini kemajuan yang berkalsifikasi
teknologi telah membawa ilmu radiologi berkembang Ileus
lebih jauh, bukan hanya menggunakan sinar pengion dan Meteorismus
energi foton, tetapi juga menggunakan gelombang suara, Asites
energi magnetik, dan zat radioaktif^ Pneumoperitoneum, dan lain-lainnya.
Walaupun terdapat perkembangan dan kemajuan
Pada beberapa kasus foto polos abdomen memberikan
yang sangat canggih dari alat-alat radiologi yang ada
gambaran spesifik yang bisa dipakai sebagai petunjuk
saat ini, pemeriksaan radiologi konvensional sederhana
untuk m e n e g a k k a n diagnosis. Tetapi sering pula
masih memegang peranan penting untuk mengetahui
didapatkan gambaran radiologi yang tidak spesifik bahkan
dan menggambarkan struktur anatomi dan fungsi dari
dapat "menyesatkan", sehingga pada kasus tersebut
saluran pencernaan.
diperlukan pemeriksaan radiologi dengan modalitas lain
seperti pemeriksaan dengan menggunakan kontras media,
ultrasonografi (USG), computed tomography (CT-scan),
RADIOGRAFI A B D O M E N POLOS
magnetic resonance imaging (MRI), radiologi intervensi,
ataupun kedokteran nuklir.^^'^
Radiografi abdomen atau foto polos abdomen (sering
disebut sebagai BNO) merupakan pemeriksaan radiologi
Teknik Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
awal yang sangat sederhana, namun sangat berperanan
Sebaiknya foto polos abdomen dilakukan dalam beberapa
untuk pemeriksaan radiologi berikutnya, seperti
posisi, agar interpretasi foto dapat dilakukan dengan lebih
pemeriksaan traktus digestivus atau traktus urinarius
tepat.^'2-3
dengan kontras media. Pemeriksaan foto polos abdomen
Sebagai foto standar adalah foto abdomen polos
j u g a m e r u p a k a n p e m e r i k s a a n y a n g sangat penting
posisi tidur terlentang (supine) dengan arah sinar vertikal
pada kasus-kasus kegawatdaruratan seperti kasus akut
dan foto toraks posisi tegak (erect) dengan arah sinar
abdomen.•'•^•^
horisontal. Tetapi, pada kasus akut a b d o m e n orang
Foto polos abdomen sering memberikan informasi
dewasa, harus dilakukan pemeriksaan dalam 3 posisi,
penting sebelum pemeriksaan berikutnya dilakukan,
sebagai berikut:
seperti :

326
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN ENEMA BARIUM
327

1. Posisi pasien tidur terlentang dengan arah sinar disingkat menjadi OMD (oesofagomaagduodenografi).
roentgen vertikal dari anterior (AP), Pemeriksaan ini sebaiknya menggunakan fluoroskopi yaitu
2. Posisi pasien tegak, atau apabila kondisi pasien tidak alat roentgen yang mengeluarkan sinar x terus menerus
memungkinkan dapat dilakukan posisi semtreeumbent dan real time untuk dapat mengamati pergerakan organ
( s e t e n g a h d u d u k ) , d e n g a n a r a h sinar roentgen di layar monitor
horisontal dari anterior (AP), Pemeriksaan OMD ini umumnya menggunakan media
3. Posisi pasien tidur miring ke kiri {teft lateral decubitus/ kontras positif seperti barium sulfat yang dicampur dengan
LLD), dengan arah sinar roentgen horizontal dari air s e h i n g g a m e m b e n t u k suspensi, dapat dilakukan
anterior (AP). dengan teknik kontras tunggal {single contrast) atau
kontras ganda {double contrast)."^'^
Batas-batas foto, harus mencakup seluruh abdomen
yaitu dinding a b d o m e n lateral kanan-kiri, diafragma
kanan-kiri, dan simfisis pubis.

Evaluasi Foto Polos Abdomen


Sebaiknya penilaian foto dilakukan secara sistematis
sehingga tidak ada bagian yang terlewatkan. Hal-hal yang
dinilai pada foto polos abdomen, adalah:
a. Posisi terlentang:
Dinding abdomen, yang penting yaitu: lemak
preperitoneal kanan dan kiri apakah baik atau
menghilang.
Garis psoas kanan dan kiri: apakah baik, menghilang
atau adanya perlembungan {bulging).
Batu radiopak, kalsifikasi atau benda asing yang
radiopak.
Kontur ginjal kanan-kiri.
Gambaran udara usus :
normal
pelebaran lambung, usus halus, kolon
distribusi dari usus-usus yang melebar
keadaan dinding usus
jarak antara 2 dinding usus yang berdampingan
Kesuraman yang dapat disebabkan oleh cairan di
luar usus atau massa tumor
b. Posisi duduk/setengah duduk {semirecumbent):
Gambaran udara-cairan {air-fluid level) di lumen
usus atau di luar usus, misalnya abses Gambar 3. Foto polos abdo- Gambar 4. Udara usus di
Gambaran udara bebas di bawah diafragma men normal skrotum, pasien dengan hernia
skrotalis
Gambaran c a i r a n di r o n g g a p e l v i s atau
abdomen
c. Posisi tidur miring ke kiri (LLD):
Hampir sama seperti pada posisi duduk, hanya
saja udara bebas letaknya antara hati dengan
dinding a b d o m e n atau antara pelvis dengan
dinding abdomen.

PEMERIKSAAN O M D

Pada saluran pencernaan atas yang meliputi esofagus,


Gambar 5. Udara bebas di Gambar 6. Rigler sign pada
lambung dan d u o d e n u m , pemeriksaan konvensional
bawah diafragma menunjukkan pneumoperitoneum
yang dilakukan adalah esofagografi {barium swallow) adanya pneumoperitoneum
dan maagduodenografi {barium meal) atau yang biasa (perforasi usus)
328 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Indikasi dan kontra-indikasi pemeriksaan OMD.


Pemeriksaan OMD dapat membantu mendeteksi adanya
kelainan-kelainan anatomi dan fungsi organ seperti:^'^
Akalasia
Barret's esofagus
Refluks gastroesofageal (GERD)
Hypertrophyc pyloric stenosis (HPS)
• Ulkus
Skar atau striktur yang menyebabkan
penyempitan lumen
Hernia hiatal
Divertikula
Varises esofagus
Gastritis
Tumor (jinak/ ganas)
Bezoar
Benda asing
Pemeriksaan OMD dilakukan pada pasien dengan
keluhan dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
kesulitan menelan, refluks gastroesofagus, penurunan
berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, dan Iain-
lain yang berhubungan dengan saluran cerna atas.
K o n t r a i n d i k a s i p e m e r i k s a a n O M D yaitu apabila
terdapat sensitivitas terhadap media kontras, adanya
aspirasi pulmonal dan kerusakan integritas dinding saluran
cerna. '•^•^•^

Gambar 9. Single bubble sign Gambar ^0.Double bubble


pada atresia pilorus sign pada atresia duodenum

Gambar 12. Anatomi esofagus, lambung dan duodenum

Gambar 11 .Obstruksi usus besar oleh tumor di kolon


desendens distal (tanda panoh
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN ENEMA BARIUM 329

Persiapan Pemeriksaan OMD {double contrast). Teknik kontras tunggal merupakan teknik
Pasien diberikan penjelasan singkat t e n t a n g tujuan yang relatif mudah dikerjakan, karena pasien hanya minum
pemeriksaan, prosedur pemeriksaan dan lamanya waktu suspensi barium, kemudian gambar-gambar diambil saat
yang dibutuhkan untuk pemeriksaan OMD ini. Pasien saluran cerna atas sudah terisi oleh barium.^
diharuskan puasa karena saluran cerna bagian atas harus Sedangkan teknik kontras ganda adalah kombinasi
kosong sama sekali dari makanan atau sisa makanan pada antara cairan barium dan udara yang menyebabkan
saat pemeriksaan dilakukan. Umumnya puasa dilakukan mukosa dapat terlihat lebih rinci. Teknik ini relatif lebih
selama 8 jam sebelum pelaksanaan pemeriksaan, yaitu sulit dilakukan karena selain minum barium, pasien j u g a
pasien tidak diijinkan makan atau minum. Selama waktu diberikan udara melalui granul effervescent pembentuk
ini pasien juga dilarang merokok dan mengunyah permen gas. Kristal effervescent ini diminum bersamaan dengan
karet karena dapat meningkatkan sekresi asam lambung cairan barium dan akan aktif membentuk gas ketika
dan air liur yang dapat menghambat penempelan barium bercampur dengan cairan barium. Gas menyebabkan
ke mukosa lambung. lambung distensi dan memperluas permukaan lambung
Apabila pernah mengalami alergi terhadap obat- yang dilapisi barium sehingga akan memperlihatkan
obatan atau terhadap makanan tertentu, maka pasien detil-detil lapisan lambung tersebut. Beberapa gambar
harus memberitahukan kepada dokter radiologi, karena dalam posisi yang berbeda diambil untuk dianalisis lebih
barium dapat menyebabkan alergi walaupun kejadiannya lanjut.^
sangat j a r a n g . Perempuan yang sedang hamil harus
memberitahukan kepada dokter radiologi karena fetus Komplikasi Pemeriksaan OMD
d a l a m p e r k e m b a n g a n n y a s a n g a t sensitif t e r h a d a p Komplikasi yang paling sering terjadi setelah pemeriksaan
radiasi sinar x. Obat-obatan anti alergi dan alat-alat OMD ini adalah konstipasi ringan karena dalam beberapa
untuk tindakan emergensi juga harus tersedia di ruang jam setelah pemeriksaan OMD, barium akan keluar lewat
pemeriksaan OMD ini untuk mengatasi apabila terjadi feses. Akibat pemberian gas yang cukup banyak maka
reaksi hipersensitivitas."^'^'^ pasien akan merasa kembung.
Cairan barium sangat jarang menyebabkan obstruksi
Teknik pemeriksaan OMD usus. Untuk mencegah terjadinya konstipasi atau obstruksi
Pemeriksaan OMD dilakukan oleh spesialis radiologi atau usus, maka setelah pemeriksaan OMD ini, pasien harus
radiografer di rumah sakit atau pusat pelayanan rawat minum banyak air untuk membantu mengeluarkan barium
jalan. dari saluran cerna.
Posisi pasien duduk atau berdiri di depan sebuah Meskipun jarang terjadi, barium juga dapat
mesin sinar x kemudian diberikan minum cairan warna menyebabkan reaksi alergi, yang dapat diobati dengan
putih yaitu suspensi barium. Barium ini akan melapisi a n t i h i s t a m i n . Beberapa cairan barium m e n g a n d u n g
permukaan dalam (mukosa) saluran pencernaan bagian perasa, yang j u g a dapat menyebabkan reaksi alergi.
atas s e h i n g g a m e n y e b a b k a n kelainan y a n g ada di Risiko kerusakan jaringan akibat radiasi sinar x setelah
permukaan saluran cerna terlihat lebih jelas pada sinar x. pemeriksaan OMD ini adalah rendah.
Fluoroskopi atau video sinar x digunakan untuk melihat
pergerakan cairan barium melalui esofagus, lambung dan
duodenum.
Selanjutnya, posisi pasien diubah menjadi posisi
berbaring di atas meja sinar x, bila perlu perut pasien
ditekan-tekan atau meminta pasien untuk mengubah
p o s i s i m e n j a d i p o s i s i m i r i n g k a n a n a t a u kiri dan
t e n g k u r a p , agar seluruh mukosa saluran cerna atas
dapat dilapisi oleh barium. Beberapa gambar tambahan
diambil pada posisi ini untuk mendapatkan gambar
dari sudut pandang yang berbeda, karena sering lesi
kecil yang saling tumpang tindih dengan organ lainnya
menjadi tidak terdeteksi. Setelah pemeriksaan selesai,
foto radiografi yang didapat akan dianalisis oleh spesialis
radiologi untuk menentukan kelainan-kelainan yang ada
pada organ tersebut.'''^-^
Ada 2 teknik pemeriksaan O M D ini, yaitu teknik
Gambar 13. Esofago- Gambar 14. Radiografi gaster normal
kontras tunggal (single contrast) dan teknik kontras ganda gram normal
330 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Gambar 15. Radiografi duodenum normal Gambar 16. Divertikulosis duodenum Gambar 17. Akalasia esofagus.
Esofagus distal menyerupai ekor
tikus

Gambar 18. Tumor esofagus Gambar 19. Tumor oesophago-gastricjunction

PEMERIKSAAN RADIOLOGI USUS HALUS

Barium FoUowThrough
Pemeriksaan ini sangat mudah dan sederhana. Setelah
pasien menelan suspensi barium sekitar 200-500 cc, pasien
terlentang di atas meja pemeriksaan kemudian perjalanan
barium diawasi dengan pesawat fluoroskopi sampai
kontras memasuki sekum. Radiografi serial diambil untuk
dokumentasi, seperti foto 5 menit setelah minum barium,
10 menit, 20 menit, dan seterusnya sampai barium mengisi
sekum. Waktu pengisian usus halus sampai mencapai
sekum dihitung {transit time) dan foto-foto serial dievaluasi
Gambar 21. Tumor duodenum apakah terdapat kelainan sepanjang usus halus. Di samping
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN ENEMA BARIUM 331

mengetahui kelainan secara anatomis, pemeriksaan ini juga P E M E R I K S A A N RADIOLOGIK KOLON: ENEMA
dapat mengetahui pergerakan (peristaltik) usus halus di BARIUM
bawah fluoroskopi. Persiapan sebelum pemeriksaan sama
seperti OMD, yaitu pasien puasa agar usus halus bersih Pemeriksaan enema barium yang dikenal j u g a dengan
dari sisa makanan. Pemeriksaan barium foiiow through ini istilah colon in loop adalah pemeriksaan radiografi dari
disebut juga sebagai pemeriksaan enema kontras tunggal usus besar (kolon dan rektum) menggunakan suspensi
[single contrast) usus halus.^'^ barium sulfat sebagai media kontras.^^

Enterodysis Persiapan Pasien


Sebelum dilakukan pemeriksaan enterodysis maka terlebih Keberhasilan pemeriksaan ini sangat tergantung pada
dahulu dipasang kateter dari hidung sampai duodenum kebersihan saluran cerna. Banyak cara yang dilakukan
(nasogastric tube) yang panjangnya sekitar 135 cm. Ujung untuk mencapai kebersihan saluran cerna. Pola makan
kateter ditempatkan di duodenum distal atau di duodenum diubah menjadi makanan dengan konsistensi lunak,
bagian ke-3. Selanjutnya kontras barium dimasukkan rendah serat, dan rendah lemak. Di samping itu, pasien
melalui kateter ini untuk mengisi usus halus. Untuk harus m i n u m s e b a n y a k - b a n y a k n y a agar tinja tetap
mengembangkan usus halus maka dipompakan udara lembek. Pencahar yang digunakan biasanya bertindak
atau irigasi dengan cairan metil selulosa ke dalam usus, meningkatkan ekskresi fekal dan air dengan merangsang
sehingga tercapai distensi usus halus. Pemeriksaan ini juga peristaltik usus. Pencahar hanyalah sebagai pelengkap saja
disebut sebagai enema usus halus kontras ganda. Kelebihan dan biasanya diberikan pada beberapa keadaan pasien
pemeriksaan ini dibandingkan dengan barium follow seperti orang tua, pasien rawat baring yang lama, dan
through adalah terlihatnya mukosa usus dengan lebih detil sembelit kronis.
dan memungkinkan mendeteksi lesi lesi kecil intralumen. Lamanya persiapan berkisar antara 1 sampai 2 hari,
Foto-foto radiologi yang diperoleh dari pemeriksaan tergantung pada keadaan dan klinis pasien. Di samping itu,
enterodysis ini diperiksa oleh dokter spesialis radiologi dapat pula dilakukan tindakan untuk membersihkan feses
untuk menentukan ada tidaknya kelainan.^'^ dari kolon dan rektum dengan cara enema air (klisma) atau
pemberian supositoria per rektal.

Indikasi Enema Barium


Identifikasi dan evaluasi inflamasi usus pada
inflammatory bowel diseases (IBD), seperti kolitis
ulseratif atau penyakit Crohn.
Mencari penyebab kelainan struktur kolon seperti
d a e r a h p e n y e m p i t a n (striktur) atau k a n t o n g a n
(divertikel) pada dinding usus.
Untuk terapi intususepsi ileokolik yang sering terjadi
pada anak-anak berupa protrusi usus halus ke kolon.
Evaluasi keluhan yang berhubungan dengan saluran
cerna, seperti nyeri, darah dalam feses, atau perubahan
Gambar 22. Barium follow G a m b a r 2 3 . Enterodysis,
kebiasaan buang air besar.
through, gambaran usus halus gambaran usus halus normal
normal Evaluasi masalah anemia atau penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Adanya riwayat keganasan pada pasien ataupun
keluarga pasien.

Kontraindikasi
Pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan pada perempuan
hamil, bila terdapat kecurigaan adanya perforasi usus,
megakolon toksik, pasca pemeriksaan kolonoskopi
atau setelah dilakukan biopsi kolon dalam waktu
dekat, atau pasien diketahui alergi terhadap kontras
barium.
Gambar 24. Divertikel besar Gambar 25. Polip usus halus
dari usus halus
332 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Komplikasi Selesai pemeriksaan, tuba enema dilepaskan.


Ujung kateter e n e m a a t a u distensi kolon y a n g Pasien kemudian buang air besar agar barium keluar
berlebihan dapat menyebabkan perforasi rektum atau sebanyak-banyaknya. Apabila diperlukan, dapat dilakukan
kolon sehingga dapat terjadinya infeksi lokal (abses) pengambilan gambar pasca-evakuasi.
atau infeksi luas (peritonitis). Hal tersebut biasanya
terjadi karena tekanan yang tinggi saat memasukkan Evaluasi Hasil Pemeriksaan Enema Barium
barium atau memang ada kelemahan dinding kolon Hasil normal adalah kalau kontras barium mengisi kolon
seperti pada penyakit ulcerative colitis atau Crohn's secara merata mulai dari rektum sampai sekum dan
disease. menunjukkan gambaran mukosa, bentuk serta posisi kolon
Kadang-kadang barium yang tersisa mengeras yang normal, dan tidak ada hambatan aliran kontras.^'^
m e n y e b a b k a n konstipasi berat (impaksi) atau Gambaran kolon yang abnormal dapat merupakan
obstruksi akibat terjadinya barium stone {bariocolith). tanda-tanda penyakit seperti:
Barium j u g a dapat menyebabkan inflamasi yang Apendisitis akut
disebut barium granuloma. Kolitis karena penyakit Crohn atau kolitis ulseratif
Karsinoma kolorektal
Teknik Pemeriksaan^-^^ Polip kolorektal
Pemeriksaan enema barium ada dua tipe: Divertikulitis
Enema barium kontras tunggal {single contrast), yaitu Volvulus
hanya m e n g g u n a k a n bahan kontras barium saja Penyakit Hirschsprung
sebagai media kontras positif. Obstruksi usus
Enema barium kontras ganda {double contrast), yaitu Intususepsi, dll
menggunakan kontras barium dan gas (udara) sebagai
kontras negatif. Udara akan menyebabkan kolon
dilatasi sehingga dapat memberikan gambaran lebih
baik yang memungkinkan lesi-lesi berukuran kecil
dapat terlihat (seperti polip, striktur, inflamasi dan
karsinoma yang berukuran kecil).

Prosedur pemeriksaan adalah seperti berikut:


setelah persiapan pasien dianggap cukup baik dengan
mengevaluasi foto polos abdomen yang telah dibuat
sebelumnya, pasien dalam posisi tidur miring kiri di
atas meja p e m e r i k s a a n , kemudian d i m a s u k k a n tuba
enema ke dalam rektum. Balon kecil pada tuba enema
dikembangkan untuk menahan supaya tuba tidak
keluar dari anus dan mencegah kontras mengalir keluar Gambar26. Enema barium yang G a m b a r 2 7 . Multipel
dari anus saat pemeriksaan berlangsung. Selanjutnya menunjukkan kolon normal poliposis kolon
dimasukkan suspensi kontras barium berbentuk cair
sampai mengisi seluruh kolon. Aliran barium diamati di
monitor di bawah tuntunan pesawat roentgen fluoroskopi.
Selama pemeriksaan, posisi pasien dan meja pemeriksaan
diubah-ubah agar kontras barium dapat mengisi seluruh
kolon sampai sekum. Setelah kontras barium mengisi
seluruh kolon sampai s e k u m , udara sebagai kontras
negatif dimasukkan untuk mengembangkan usus
sehingga didapatkan gambar double contrast. Radiografi
diambil dalam beberapa posisi untuk m e n d a p a t k a n
gambar yang terbaik dan terjelas. Foto-foto tersebut
dievaluasi lebih lanjut apakah ada kelainan pada kolon
dan rektum.

Gambar 28. Tumor sekum


PEMERIKSAAN RADIOGRAFI ABDOMEN POLOS, OMD, USUS HALUS DAN ENEMA BARIUM
333

Gambar 30. Penyakit Chron's Gambar 31. Kolitis radiasi


Gambar36.Kolitistuberkulosis. G a m b a r 37. M e t a s t a s i s
Tampak keterlibatan sekum karsinoma mammae ke kolon
dan ileum terminal.

REFERENSI

Davis M, Houston JD. Fundamentals of Gastrointestinal Radiology.


W.B. Saunders Company 2002.
Halligan S. The small bowel and peritoneal cavity, hi: Sutton D,eds.
Textbook of Radiology and Imaging. 7*ed. Elsevier Churchill
Livingstone, 2006.p.615-34.
Halligan S. The large bowel. In: Sutton D,eds. Text book of
Radiology and Imaging, 7*edition, Elsevier Churchill
Livingstone 2006; chap 21, pp 635-62.
Chapman AHA. The salivary glands, pharynx and oesophagus.
In: Sutton D,eds.Textbook of Radiology and Imaging. 7*ed.
Gambar 32. Pankolitis, pada Gambar 33. Intususepsi. Coi'/ed Elsevier Churchill Livingstone, 2006.p 533-74.
penyakit colitis ulseratif. spring appearance di kolon Sugino Y. Diseases of the oesophagus, stomach and duodenum. In:
asendens. Peh WCG, Hiramatsu Y,eds. The Asian-Oceanian Textbook
of Radiology. Singapore: TTG Asia Media Pte Ltd, 2003.p
677-92.
Chapman AHA. The stomach and duodenum. In: Sutton D,eds.
Textbook of Radiology and Imaging. 7*ed. Elsevier Churchill
Livingstone. 2006.p 575-613.
Levin MS, RubesLn SE, Laufer I. Double Contrast Gastrointestinal
Radiology. 3^'^ed. W.B. Saunders Company, 2000.
Corr PD. Diseases of the Small Bowel. In: Peh WCG, Hiramatsu Y
(ed). The Asian-Oceanian Textbook of Radiology. Singapore:
TTG Asia Media Pte Ltd, 2003.p 693-701.
Abdullah BJJ, Kumar G. Diseases of the colon and rectum. In: Peh
WCG, Hiramatsu Y,eds. The Asian-Oceanian Textbook of
Radiology. Singapore: TTG Asia Media Pte Ltd, 2003.p.703-
32.

Gambar 34. Polip bertangkai Gambar 35 Tumor rektum.


yang tampak pada posisi en Tampak g a m b a r a n apple
profile. core pada foto lateral
rektosigmoid.
40
UROFLOWMETRI DAN PIELOGRAFI INTRAVENA
Chaidir Arif Mochtar, Harrina E. Rahardjo, Widi Atmol<o

PENDAHULUAN Prinsip Kerja Pemeriksaan


Uroflowmetri dilakukan dengan meminta pasien untuk
Keluhan di bidang urologi, khususnya keluhan seputar berkemih ke dalam suatu cerobong yang terhubung
proses berkemih, merupakan hal yang sering ditemukan dengan instrumen pengukur elektronik. Alat pengukur
di klinik. Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) merupakan ini akan mengkalkulasi jumlah urin yang diproduksi sejak
k u m p u l a n keluhan y a n g terdiri dari keluhan iritatif mulainya berkemih sampai selesai. Hasil pengukuran
( f r e k u e n s i , u r g e n s i , d i s u r i a , n o k t u r i a ) dan k e l u h a n ini akan diplot ke grafik aksis x dan aksis y dimana laju
obstruktif (berkemih yang tidak lampias, mengedan, pancaran (ml/s) sebagai ordinat dan waktu sebagai
terminal dribbling, hesitancy, pancaran urin yang lemah, absis.''
dan pancaran urin yang terputus-putus). Pada tahun Laporan uroflowmetri dideskripsikan dengan pola dan
2008, dari jumlah populasi di dunia (4,3 miliar penduduk) pancaran. Pola dapat bersifat kontinyu atau intermiten.
ditemukan 45,2% mengalami salah satu gangguan LUTS. Kurva pancaran kontinyu adalah ketika keseluruhan proses
Dan pada tahun 2018, diperkirakan angka ini akan naik berkemih selesai saat laju pancaran mencapai angka 0
menjadi 63,6%. Kondisi ini paling tinggi dialami di Asia.^ untuk yang pertama kali setelah mulai berkemih. Pola ini
Dengan semakin meningkatnyajumlah manusia lanjut dideskripsikan sebagai kurva atau dapat berfluktuasi ketika
usia (lansia) di Indonesia maka jumlah kasus urologipun terdapat puncak pancaran yang multipel selama pancaran
akan meningkat, sehingga diperlukan p e m e r i k s a a n - berkemih yang kontinyu. Kurva pancaran intermiten adalah
pemeriksaan diagnostik yang tepat. Pemeriksaan ketika kurva dua kali atau lebih mencapai angka 0 sebelum
uroflowmetri dan Pyelografi Intravena (Intravenous proses berkemih selesai."^
Pyelography = IVP) merupakan sebagian pemeriksaan di Beberapa terminologi pancaran yang digunakan pada
bidang urologi yang sering dikerjakan. Pada artikel ini akan pemeriksaan uroflowmetri antara lain:^''
dijelaskan detail dari kedua pemeriksaan tersebut.
a. Laju pancaran (flowrate): volume urin yang dikeluar-
kan melalui uretra per satuan waktu. Laju pancaran
dinyatakan dalam satuan milliliter per detik (ml/s).
UROFLOWMETRI Informasi dasar y a n g d a p a t b e r p e n g a r u h pada
laju pancaran antara lain j u m l a h total urin yang
Pendahuluan dikeluarkan, kondisi lingkungan serta posisi pasien
Uroflowmetri m e r u p a k a n salah satu m e t o d e d a l a m saat b e r k e m i h . Perlu d i p e r h a t i k a n j u g a a p a k a h
pemeriksaan urodinamik. Uroflowmetri menggunakan pengisian kandung kemih berjalan secara normal
alat yang sederhana dan non-invasif yang berguna untuk atau pasien menggunakan diuretik, atau apakah
m e n g u k u r laju pancaran b e r k e m i h . Pemeriksaan ini pada kandung kemih sedang terpasang kateter (baik
merupakan pemeriksaan lini pertama ketika menjumpai melalui uretra maupun suprapubik).
pasien dengan dugaan disfungsi saluran kemih bawah. b. Laju pancaran maksimum (maximum flow rate /
Dengan pemeriksaan yang sederhana ini, tenaga medis Q m a x ) : laju pancaran yang paling maksimum setelah
dapat memperoleh informasi yang bersifat obyektif dan artefak terkoreksi.
kuantitatif dalam usaha untuk mengerti keluhan pada fase c. Volume berkemih (voided volume / V V ) : jumlah total
pengisian dan fase berkemih pasien.^" urin yang keluar melalui uretra

334
UROFLOWMETRY DAN PLEOGRAFI INTAVENA 335

d. Lama pancaran [flow time/ T Q ) : lama pancaran yang seperti pada infeksi saluran kemih yang rekuren, dan juga
diukur secara aktual. Ketika pancaran terpotong atau pada pria dengan LUTS.^
bersifat intermiten, selang interval antar pancaran
tidak diukur Kelebihan dan Kekurangan
e. Laju pancaran rata-rata {average flow rate/ Qave) : Pemeriksaan uroflowmetri mempunyai beberapa
volume berkemih [voided volume) dibagi dengan lama keterbatasan. Pancaran berkemih yang rendah dapat
pancaran {flow time) disebabkan tidak hanya obstruksi outlet, akan tetapi juga
f. Lama berkemih {voiding time): total durasi berkemih, bisa disebabkan karena adanya gangguan kontraktilitas
termasuk ketika terjadi interupsi. Ketika berkemih detrusor ataupun rendahnya volume berkemih. Hanya
tidak terganggu oleh interupsi, lama berkemih sama dengan membaca kurva uroflowmetri, tenaga medis tidak
dengan lama pancaran. dapat membedakan antara obstruksi outlet kandung kemih
g. Lama waktu mencapai pancaran maksimum {time dan gangguan kontraktilitas detrusor. Selain itu, obstruksi
to maximum flow/ TQmax) : lama waktu dari awal outlet k a n d u n g kemih dan g a n g g u a n kontraktilitas
berkemih sampai pancaran maksimum tercapai. Pada detrusor terdapat pada keadaan yang dinamakan high
pasien dengan pancaran yang kontinyu atau tidak ada flow urethral obstruction dimana sebenarnya tekanan
interupsi, TQmax biasanya terletak di sepertiga awal, detrusor tinggi sekali walaupun pada uroflowmetrinya
baik pada pasien yang normal maupun pada pasien tidak ditemukan kelainan.^'*
dengan obstruksi berkemih, karena pemanjangan lama Akan tetapi, uroflowmetri masih menjadi modalitas
berkemih pada pasien dengan obstruksi saluran kemih sangat berguna untuk menilai kualitas berkemih
terjadi karena pemanjangan dari penurunan grafik seseorang. Dengan volume berkemih yang cukup (>150
pancaran berkemih (setelah pancaran maksimum ml), uroflowmetri merupakan pemeriksaan skrining yang
tercapai). sangat bermanfaat. Pada pria dengan gangguan LUTS,
p a n c a r a n berkemih y a n g rendah dapat d i s e b a b k a n
Laporan uroflowmetri minimal harus terdiri dari
oleh obstruksi uretra pada 6 5 % kasus dan gangguan
laju pancaran maksimum, volume berkemih, dan residu
kontraktilitas detrusor pada 3 5 % kasus.^
urin.^

Teknik/Persiapan Pemeriksaan
Indikasi dan Kontraindikasi
Pasien diinstruksikan untuk datang ke tempat pemeriksaan
Uroflowmetri merupakan pemeriksaan skrining yang baik
uroflowmetri d e n g a n kondisi k a n d u n g k e m i h y a n g
pada pasien dengan LUTS. Pemeriksaan ini dapat digunakan
penuh secara normal dan m e n u n g g u sampai timbul
untuk memeriksa adanya kemungkinan obstruksi outlet
keinginan untuk berkemih sebelum mulai berkemih pada
kandung kemih dan dapat memberikan bantuan dalam
alat uroflowmetri. Akan tetapi, biasanya pasien tidak
m e m b e r i k a n petunjuk m e n g e n a i kontraktilitas otot
melakukan hal ini, sehingga ketika pasien datang (dan
detrusor. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada semua
berkemih di kamar mandi karena mereka tidak dapat
usia dan kedua jenis kelamin pasien.^
menahannya), pasien diinstruksikan untuk minum sampai
Anak. Uroflowmetri merupakan pemeriksaan skrining satu liter air sampai mereka merasakan sensasi seperti
pada semua anak dengan kondisi neurologi normal yang mereka alami ketika ingin berkemih secara normal
dengan adanya kemungkinan gangguan obstruksi outlet kemudian dilakukan pemeriksaan USG kandung kemih
kandung kemih.^ untuk mengetahui jumlah urin di dalamnya. Bila sudah >
150 ml pasien boleh berkemih di alat uroflowmetri bila rasa
Perempuan. Ketika diperlukan pembedahan pada kasus
ingin berkemihnya sudah kuat. Setelah selesai berkemih,
inkontinensia stress, uroflowmetri menunjukkan fungsi
dilakukan pemeriksaan USG kandung kemih kembali
detrusor yang normal bila laju pancaran urinnya normal.
untuk mengukur volume residu urin pasca berkemih {post
Laju pancaran urin yang menurun dapat menjadi suatu
void residual urine volume) (gambar 1). Contoh klinik
tanda adanya masalah berkemih pasca operasi. Pada
uroflowmetri dapat dilihat dari gambar 2.^
perempuan tua, uroflowmetri dapat digunakan untuk
mengeksklusi residu urin, yang dapat menjadi penyebab
infeksi saluran kemih rekuren.^ Gambaran Normal
Pada gambaran yang normal, kurva laju pancaran urin
Pria. Uroflowmetri merupakan pemeriksaan skrining berbentuk genta (Gambar 3). Laju pancaran urin maksimum
untuk pria pada s e m u a usia d e n g a n keluhan y a n g dicapai pada sepertiga awal dan 5 detik setelah pancaran
mengarah ke obstruksi outlet kandung kemih {Bladder berkemih dimulai. Laju pancaran urin dipengaruhi oleh
Outlet Obstruction = BOO). Pemeriksaan ini juga dapat volume berkemih. Otot detrusor ketika meregang ke titik
digunakan pada pria dengan keluhan klasik yang minim. tertentu akan memberikan performa yang optimal, akan
336 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Gambar 2. Klinik uroflowmetri

tetapi apabila meregang terlalu banyak akan menjadi tidak 200 ml sampai 400 ml. Pada kisaran ini, laju pancaran urin
efisien. Pada volume berkemih lebih dari 400 ml, efisiensi cenderung konstan. Pada kenyataannya, definisi normal pada
otot detrusor akan menurun dan Qmax akan menurun.^'^ pemeriksaan uroflowmetri dapat dengan beberapa cara. Cara
Laju pancaran urin mencapai angka tertinggi dan termudah adalah dengan menggunakan nilai minimal laju
dapat dipercaya pada kisaran volume berkemih antara pancaran sesuai dengan jenis kelamin dan usia (tabel 1).^
UROFLOWMETRY DAN PLEOGRAFI INTAVENA 337

ml/s
25H Laju pancaran

n\
(ml/s)
20-
20 Laju pancaran
maksimum
15-
15H

V
10-
10- Laju pancaran
rata-rata
5-
5-

0
0
5 10
\ 1
20 s
15
Waktu (s)
Lama waktu mencapai Gambar 4. Kurva pancaran berkemih "supranormal" pada
pancaran maksimum
overaktivitas detrusor^
Lama pancaran

Gambar 3. Gambaran normal uroflowmetri Kurva Pancaran Kontinyu

Overaktivitas Detrusor
Tabel 1. Laju Pancaran Maksimum Terendah Berdasarkan Laju pancaran m a k s i m u m yang sangat tinggi dapat
Usia, Jenis Kelamin, dan Volume Berkemih Minimum^ terjadi pada pasien dengan overaktivitas detrusor. Terjadi
Usia Volume berkemih Pria Perempuan peningkatan yang cepat pada laju pancaran dalam waktu
(tahun) minimum (ml) (ml/s) (ml/s) yang singkat (1 sampai 3 detik) (gambar 4). Peningkatan
4-7 100 10 10 yang cepat pada laju pancaran terjadi karena kontraksi
8-13 100 12 15 detrusor sudah membuka lebar leher kandung kemih
14-45 200 21 18 terlebih dahulu sehingga menurunkan resistensi uretra.^"^
46-65 • 200 12 15
66-80 200 9 10 Obstruksi Outlet Kandung Kemih
Kurva pancaran pada pasien obstruksi dicirikan dengan
rendahnya laju pancaran maksimum dan rendahnya laju
Gambaran Kelainan yang Dapat Ditemui pancaran rata-rata, dengan laju pancaran urin rata-rata
Laju pancaran tergantung dari interaksi antara dorongan lebih tinggi dibandingkan setengah nilai laju pancaran
mengeluarkan urin (kontraksi detrusor ditambah adanya maksimum. Laju pancaran urin maksimum dicapai lumayan
tekanan dari abdomen) dan resistensi uretra.^"* cepat (3-10 detik), akan tetapi laju pancaran menurun
secara perlahan (Gambar 5).^"^

Results of U R O F L O W M E T R Y
Voiding Time 1100 72 s
Flow Time TQ 60 s
Time to max Flow Tqmax 9 s
max Flow Rate Qmax 8.3 ml/s
Average Flow Rate Qave 5.2 ml/s
Voided volume Vcomp 312 ml

Gambar 5. Kurva pancaran berkemih pada obstruksi outlet kandung kemih


338 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

R o * ¥ rm 25 mm

15 a >: <o ». n m

Gambar 6. Kurva pancaran pada pasien 50 tahun dengan riwayat striktur uretra (Qmax = 5 ml/s)

Obstruksi dapat bersifat "kompresif", contohnya pada


hiperplasia prostat jinak, atau "konstriktif" pada striktur
uretra. Kedua tipe ini memberikan gambaran yang berbeda
pada kurva. Tipe obstruksi "konstriktif" memberikan
gambaran "plateau" dengan sedikit perubahan pada laju
pancaran urin dan perbedaan yang tidak terlalu besar
antara Qmax dan Qave (Gambar 6).^^
Pada obstruksi "kompresif", sepertiga awal kurva akan
terlihat seperti normal, walaupun Qmax akan menurun.
Bagian akhir dari kurva akan memanjang dan terlihat
seperti ekor (Gambar 5 ) . "

Detrusor Underactivity
Gambar 7. Kurva pancaran berkemih pada detrusor
Diagnosis ini dapat dicurigai jika pada kurva pancaran
underactivity
t e r d a p a t g a m b a r a n s i m e t r i s d e n g a n laju p a n c a r a n
maksimum yang rendah (Gambar 7). Karakteristik detrusor
Kurva Pancaran Intermiten
underactivity adalah w a k t u mencapai laju p a n c a r a n
maksimum yang sangat bervariasi, dan laju pancaran
Mengedan
maksimum biasanya dapat tercapai pada pertengahan
kurva. Karena variasi kurva yang cukup luas, kelainan B e b e r a p a pasien memiliki k e b i a s a a n m e n g g u n a k a n

bisa tumpang tindih dengan kelainan obstruksi, sehingga otot diafragma dan abdomennya untuk meningkatkan

diagnosis kelainan detrusor underactivity hanya bisa bersifat pancaran urin. Kebiasaan ini akan membentuk kurva yang

sebagai diagnosis dugaan. Diagnosis pasti dapat ditentukan intermiten (Gambar 8). Gambaran kurva pada keadaan ini

melalui pemeriksaan urodinamik pressure-flow}^ sangat bervariasi dan dapat terjadi bersamaan dengan

Gambar 8. Mengedan membentuk gambaran kurva yang intermiten


UROFLOWMETRY DAN PLEOGRAFI INTAVENA
339

oleh tenaga medis.^


ml/s

20 -
PIELOGRAFI INTRAVENA INTRAVENA {INTRA-
VENOUS PYELOGRAPHY = IVP)

Pendahuluan
Sejak dulu pielografi intravena (IVP) merupakan modalitas
pencitraan primer untuk mengevaluasi saluran kemih.
Saat ini, berbagai modalitas pencitraan lainnya seperti
ultrasonografi (USG), CT-Scan, dan MRI sudah mulai
banyak digunakan untuk mengatasi keterbatasan IVP
dalam m e n g e v a l u a s i penyakit saluran k e m i h . Sama
halnya seperti IVP, modalitas-modalitas tersebut j u g a
Gambar 9. Perubahan kurva pancaran yang disebabkan
memiliki kekurangan. Kemampuan dalam menganalisis
karena artefak "cruising". Perubahan laju pancarannya cepat
dan bersifat bifasik pemeriksaan IVP dengan mengkombinasikannya dengan
modalitas pemeriksaan lainnya merupakan kemampuan
adanya obstruksi dan/ atau kelainan kontraksi detrusor. yang penting dalam mendiagnosis kelainan pada saluran
Pemeriksaan lebih lanjut dengan urodinamikpresswre-Zifow kemih.^'^
dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis.^^
Prinsip Kerja
Artefak IVP merupakan pemeriksaan yang menggunakan X-ray
untuk melihat kelainan pada ginjal, ureter, kandung
"Cruising" kemih, dan uretra. Saluran kemih tidak dapat diperlihatkan
Keadaan ini biasanya dilakukan oleh pasien pria dimana dengan jelas oleh foto X-ray yang biasa. Dengan IVP,
pasien m e n g g e r a k k a n arah j a t u h n y a urin di d a l a m bahan kontras dimasukkan melalui vena. Kontras akan
cerobong uroflowmetri. "Puncak" pancaran terjadi ketika mengalir melalui pembuluh darah dan terkonsentrasi di

pasien menggerakkan arah jatuhnya ke urin mendekati ginjal, setelah itu kontras akan turun ke ureter dengan urin

tempat keluarnya di dalam cerobong tersebut (Gambar 9). yang dihasilkan oleh ginjal. Bahan kontras akan terdeteksi
oleh X-ray sehingga struktur ginjal, ureter, dan kandung
Gambaran "lembah" terjadi ketika pasien menggerakkan
kemih dapat terlihat dengan jelas (berwarna putih) pada
lagi arah jatuhnya urin menjauhi tempat keluarnya urin.^
foto X-ray (Gambar 11).^

"Squeezing"
Beberapa pria memiliki kebiasaan menekan ujung penisnya Indikasi dan Kontraindikasi
ketika berkemih (Gambar 10). Kebiasaan ini menimbulkan Pemeriksaan IVP diindikasikan pada keadaan untuk:^
gambaran dengan banyak puncak pada kurva pancaran a. Melihat sistem pelviokalises ginjal dan ureter
berkemih. Artefak ini tidak dapat dideteksi oleh mesin b. Menginvestigasi lokasi obstruksi ureter
uroflowmetri sehingga harus diperiksa secara manual c. Memberikan gambaran opak sistem pelviokalises ketika

25 rrt!/5

Gambar 10. Gambaran artefak "squeezing" pada kurva pancaran


340 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

jam sebelum pemeriksaan serta pemberian enema 2 j a m


sebelum pemeriksaan.''^^
Sebelum diberikan zat kontras, pemeriksaan foto
BNO atau KUB {kidney ureter, bladder) dilakukan untuk
memperlihatkan regio dari ginjal, keseluruhan pelvis,
sampai simfisis pubis. Foto ini dapat memeriksa apakah
persiapan pembersihan saluran cerna cukup atau tidak,
mengkonfirmasi apakah posisi pasien sudah benar, serta
dapat melihat batu ginjal atau batu kandung kemih.^'^^'^"*
Kontras diinjeksi secara bolus atau drip sebanyak
50 sampai 100 m L Bahan kontras yang dipakai biasanya
adalah low osmolality contrast media (LOCM) dengan dosis
300 mg/kg berat badan atau 1 ml/kg. Beberapa menit
setelah injeksi, fase nefrografik memperlihatkan gambaran
p a r e n k i m g i n j a l . B e b e r a p a t o m o g r a m ginjal d a p a t
dilakukan untuk memperjelas visualisasi parenkim ginjal.
Gambar 11. Gambaran normal IVP Foto berikutnya diambil 5 menit setelah injeksi kontras
dan dilakukan pengambilan foto tambahan berikutnya
dilakukan extracorporeal shock wave lithotripsy atau dengan interval 5 menit. Pada menit ke-5 setelah injeksi,
saat akses perkutan ke dalam sistem pelviokalises sistem pelviokalises dapat terlihat dan fase pielografik
d. Menilai fungsi ginjal pada evaluasi pasien tidak stabil dapat terlihat.^° Kompresi abdomen dapat dilakukan untuk
(di atas meja operasi) memvisualisasi ureter lebih baik. Kompresi cukup penting
e. Melihat anatomi ginjal dan ureter pada keadaan khusus dilakukan jika kontras yang digunakan memiliki nilai
(contoh: ptosis ginjal, setelah transureteroureterostomi, osmolaryang rendah karena diuresis osmosis dan distensi
setelah diversi urin) sistem pelviokalises tidak sebaikjika menggunakan kontras
Kontraindikasi IVP menurut American College of yang tinggi nilai osmolarnya. Kontraindikasi dilakukannya
Radiology Xahuu 2009 antara lain:^° kompresi abdomen antara lain adanya bukti obstruksi pada

a. Terdapat kontraindikasi relatif pada penggunaaan foto menit ke-5, aneurisma aorta atau massa abdomen

high-osmolality iodinated contrast media (HOCM) lainnya, riwayat operasi abdomen, nyeri abdomen yang

pada pasien dengan mieloma multipel, sickle cell berat, dugaan adanya trauma saluran kemih, dan adanya

disease, dan feokromositoma diversi urin atau transplantasi ginjal. Lima menit setelah
kompresi abdomen dilakukan, foto dapat diambil untuk
b. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang mem-
melihat sistem pelviokalises lebih jelas lagi.^'^°
butuhkan terapi medikasi spesial dan regimen hidrasi
c. Hamil Lima belas menit setelah pemberian kontras, foto
diambil untuk memperlihatkan saluran ureter-kandung
Kelebihan dan Kekurangan kemih. Flouroskopi dapat digunakan untuk memastikan
Seperti sudah dijelaskan s e b e l u m n y a bahwa setiap seluruh lumen ureter dapat terlihat. Jika flouroskopi tidak
pemeriksaan memiliki keterbatasannya, IVP memiliki tersedia, posisi oblik dapat d i l a k u k a n . M a n u v e r gravitasi
keunggulan tersendiri. Saluran kemih tidak divisualisasikan seperti posisi tengkurap atau oblik dapat membantu
secara luas dengan pemeriksaan USG. CT-scan tidak dapat memvisualisasi ureter yang tidak terlihat karena ureter
memberikan gambaran anatomi yang cukup detail untuk akan "tergantung" dalam posisi ini. Pada kasus yang
mengevaluasi kelainan neoplasma uroepitelial yang kecil/ demikian, foto delayed juga dapat dilakukan sampai
halus atau penyakit sistem pelviokalises lainnya.^^'^^ MRI opasifikasi obstruksi terjadi atau sampai ditentukan bahwa
tidak dapat memperlihatkan kalsifikasi atau tidak dapat ekskresi ginjal terganggu yang dapat menyebabkan tidak
memperlihatkan keadaan urotelial dengan resolusi yang terjadinya opasifikasi.^'^"-^^'^'"
baik untuk melihat kelainan yang halus.^ J i k a a d a k e m u n g k i n a n m e n g a r a h ke k e l a i n a n
kandung kemih, foto delayed dapat membantu distensi
Teknik/Persiapan kandung kemih. Selain itu foto oblik, tengkurap, atau
S e b e l u m d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n IVP ada b e b e r a p a pasca berkemih dapat digunakan untuk mengevaluasi
tahapan yang harus dilakukan. Persiapan saluran cerna filling defect pada kandung kemih. Foto pasca berkemih
diperlukan agar dapat membantu memvisualisasi seluruh dilakukan untuk mengevaluasi adanya obstruksi outlet,
ureter dan sistem pelviokalises. Pembersihan saluran cerna pembesaran prostat, divertikel, dan bladder filling defects
dilakukan dengan memberikan cairan bersih 12 sampai 24 termasuk batu dan kanker urotelial.'''^°
UROFLOWMETRY DAN PLEOGRAFI INTAVENA
341

Secara singkat prosedur pemeriksaan IVP dapat dilihat


di tabel 2.

Tabel 2. Prosedur Pemeriksaan I V P ' " "

Langkah DeskrIpsI
1 Pencitraan awal: foto BNO
Tambahan: foto oblik, tomogram ginjal
2 Pemberian bahan kontras dengan injeksi bolus
atau drip
3 Fase nefrografik (didapatkan 1 sampai 3 menit
setelah pemberian bahan kontras)
Tambahan: foto nefrografik oblik,
nefrotomogram oblik
Gambar 12. Hidronefrosis. Terdapat gambaran parenkim yang
4 Radiografi KUB (didapatkan 5 menit setelah tipis dengan gambaran "clubbing" pada kaliks
pemberian bahan kontras)
5 Kompresi abdomen (dilakukan segera setelah
foto menit ke-5) juga dapat membentuk "double contour" pada foto. Tidak
6 Fase pielografik (5 menit setelah kompresi, 10 adanya fase nefrografik dapat mengarah ke kista ginjal.
menit setelah pemberian bahan kontras) Ditemukannya gambaran massa pada pemeriksaan IVP
Tambahan: foto oblik, tomogram ulangan memerlukan konfirmasi dengan pemeriksaan lainnya. USG
7 Fase ureter-kandung kemih (didapatkan 15 digunakan saat dugaan mengarah ke kista, sedangkan
menit setelah pemberian bahan kontras dan CT-scan digunakan saat dugaan mengarah ke massa yang
segera setelah kompresi abdomen dilepas) solid.^-^3-^^
Tambahan: flouroskopi ureter, foto posisi
Posisi ginjal juga harus diperhatikan saat membaca
tengkurap, foto oblik, foto delayed
hasil IVP Perubahan pada aksis dan posisi dapat merupakan
8 Fase kandung kemih
Tambahan: foto delayed, oblik, tengkurap, atau tanda adanya massa a b d o m e n atau retroperitoneal,
pasca berkemih perubahan ukuran viseral, atau kelainan ginjal kongenital.
Pada kondisi horseshoe kidney terdapat perubahan aksis
dan posisi ginjal.^
Interpretasi Pemeriksaan Pada pengisian ureter, adanya gambaran standing
Parenkim ginjal dapat dilihat pada fase nefrografik column bahan kontras pada ureter menunjukkan adanya
IVP Kontur keseluruhan ginjal harus d i p e r i k s a , dan obstruksi (Gambar 13) atau ileus ureter (dilatasi non-
nefrotomografi dapat dilakukan untuk melihat parenkim
ginjal lebih jelas. Kontur ginjal harus halus dan simetris.
Fase n e f r o g r a f i k y a n g baik m e m e r l u k a n pancaran
pembuluh darah ke ginjal yang cukup, fungsi ekskresi
parenkim ginjal yang baik tanpa obstruksi, dan pancaran
vena yang normal. Ukuran ginjal juga dapat diperiksa saat
fase nefrografik. Ginjal yang normal berukuran 9 sampai
13 cm pada panjang sefalokaudal, dengan ginjal kiri lebih
besar 0,5 cm dibandingkan ginjal kanan dan ginjal pada
pria lebih besar dibandingkan ginjal perempuan. Banyak
metoda dalam pengukuran ginjal, akan tetapi kesimetrisan
ukuran ginjal harus diperhatikan. Ukuran ginjal kanan lebih
besar > 1,5 cm dibandingkan ginjal kiri atau ginjal kiri >
2 cm lebih besar dibandingkan ginjal kanan merupakan
suatu tanda adanya kelainan.^'^^'^"
Obstruksi ringan dan sedang diindikasikan dengan
gambaran halus pada margin forniks (Gambar 12). Obstruksi
yang lama dan y a n g lebih berat akan menimbulkan
Gambar 13. Dilatasi sistem pelviokalises. Gambaran foto menit
hilangnya impresi papiler dan kaliks yang clubbingJ'^^
ke-15 memperlihatkan standing column bahan kontras dari
Penebalan parenkim ginjal disertai dengan distorsi ureteropelvic junction sampai ureterovesical junction kiri. Batu
pada sistem kaliks mengarah ke adanya suatu massa. Massa terdapat di ureterovesical junction
342 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

obstruktif berkaitan dengan inflamasi, tingginya pancaran Multidetector computerized tomography urography is more
urin (diuresis, diabetes insipidus), atau reflux). Diameter accurate than excretory urography for diagnosing transitional
cell carcinoma of the upper urinary tract in adults with
ureter > 8 mm merupakan kriteria dilatasi yang pasti hematuria. J Urol. 2010;183(l):48-55.
menurut beberapa penulis.^ 12. Becker JA, Pollack HM, McClennan BL. Urography survives
Pada foto menit ke-15 sampai menit ke-30, kandung (letter). Radiology 2001; 218:299-300.
13. Friedenberg RM, Harris RD. Excretory urography in the
kemih biasanya sudah terisi penuh. Ketika kandung kemih
adult. In: Pollack HM, McClennan BL,'Dyer R, Kenney PJ,
terisi penuh, kontras intralumen akan berbentuk bulat dan editors. Clinical urography. 2""^ ed. Philadelphia: Saunders;
dengan batas yang halus dan dinding kandung kemih 2000. p.147-257.
yang tidak terlalu terlihat. Posisi dan bentuk bull juga perlu 14. Dunnick NR, Sandler CM, Newhouse JH, Amis ES Jr.
Textbook of uroradiology. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott
diperhatikan apakah terdapat distorsi atau tidak karena Williams & Wilkins, 2001.
penekanan dari massa.^ 15. Katzberg RW. lodinated contrast media for urological imag-
Penebalan dinding kandung kemih dan gambaran ing. In: Pollack HM, McClennan, Dyer R, Kenney PJ, editors.
Clinical urography. 2""* ed. Philadelphia: Saunders; 2000. p.
bahan kontras lumen yang iregular berkaitan dengan
19-66.
fUUng defect yang merupakan tanda obstruksi outlet
kandung kemih karena penyakit prostat. Kontur abnormal
karena divertikulum juga dapat terlihat. Foto pengisian
kandung kemih disertai foto pasca berkemih merupakan
pemeriksaan yang paling sensitive untuk mengevaluasi
filling defects. Foto oblik dapat digunakan untuk
m e m a s t i k a n b a h w a g a m b a r a n filling defects tidak
disebabkan karena gas enterik. Foto pasca berkemih
juga berguna untuk mengevaluasi pasien dengan dilatasi
saluran kemih bagian atas. Adanya gambaran dilatasi yang
persisten menunjukkan obstruksi yang menetap.^'^^'^"

REFERENSI

1. Irwin DE, Kopp ZS, Agatep B, Milsom I, Abrams P. Worldwide


prevalence estimates of lower urinary tract symptoms,
overactive bladder, urinary incontinence and bladder outlet
obstruction. BJU International. 2011;108:1132-8.
2. Schafer W, Abrams P, Liao L, Mattiasson A, Pesce F,
Spangberg A, et al. Good urodynamic practices: uroflowmetry,
filling cystometry, and pressure-flow studies. Neurourol.
Urodynam. 2002;21:261-74.
3. Abrams P. Uroflowmetry. In: Abrams P. Urodynamics Third
Edition. London: Springer; 2006. p. 20-38.
4. Blaivas J, Chancellor MB, Weiss J, Verhaaren M. Uroflowmetry.
In: Blaivas J, Chancellor MB, Weiss J, Verhaaren M. Atlas
of Urodynamics Second Edition. New York: Blackwell
Publishing; 2007. p. 37-45.
5. Kelly CE, Krane RJ. Current concepts and controversies in
urodynamics. Current Urology Reports 2000;1:217-226.
6. Fusco F, Groutz A, Blaivas JG, Chaikin DC, Weiss JP.
Videourodynamic studies in men with lower urinary tract
symptoms: a comparison of community based versus referral
urological practices. J Urol. 2001;166:910-913.
7. Amis ES Jr. Epitaph for the urogram (editorial). Radiology
1999;213:639-40.
8. Dyer RB, Chen MY, Zagoria RF. Intravenous urography:
techruque and interpretation. RadioGraphics 2001;21:799-
824.
9. Fulgham PF, Bishoff JT. Urinary Tract Imaging: Basic
Principles. In: Kavoussi LR, Novick A C , Partin AW,
Peters CA, editors. Campbell-Walsh Urology 10* Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. p. 105.
10. [Guideline] ACR Practice Guideline for the Performance of
Excretory Urography, Accessed December 14 2010.
11. Wang LJ, Wong YC, Huang CC, Wu CH, Hung SC, Chen HW.
41
DASAR-DASAR CT/MSCT, MRI, DAN MRCP
Sawitri Darmiati

PENDAHULUAN m e m p e r l i h a t k a n organ atau kelainan dari berbagai


sudut sesuai dengan kebutuhan.^
Perkembangan ilmu teknologi dan komputer yang pesat Keuntungan lain MSCT dibandingkan dengan CT
berdampak luas terhadap perkembangan ilmu radiologi. iaIah mampu mengurangi artefak akibat gerakan pasien,
Perkembangan ini juga mencakup peranti keras, peranti terutama pada pasien trauma, nyeri hebat atau pada
lunak, pesawat serta post processing, sehingga dihasilkan pasien anak. Kelebihan lain iaIah meningkatkan manfaat
pencitraan multidimensi yang berperan penting dalam penggunaan kontras m e d i a l seperti pada pencitraan
m e n e g a k k a n diagnosis dan p e n a t a l a k s a n a a n pasien hepar bifasik, karena pada 7 5 % kasus tumor hepar tampak
termasuk evaluasi hasil terapi. Computed Tomography pada fase arteri, sedangkan 2 5 % baru tampak pada portal
(CT), Multislice Computed Tomography (MSCT), Magnetic phase. Oleh karena itu, untuk mengetahui kelainan di hepar
Resonance Imaging (MRI) serta Magnetic Resonance dianjurkan untuk menggunakan pemeriksaan bifasik.^
Cholangiopancreatography (MRCP) termasuk modalitas Selain itu, pencitraan pankreas bifasikjuga dapat dilakukan
radiologi yang menggunakan instrumen-instrumen di dengan MSCT.
atas. Perkembangan kemampuan dalam rekonstruksi Kerugian MSCT terletak pada lebih banyaknya radiasi
pencitraan secara komputerisasi menghasilkan gambar yang diterima pasien^ karena itu perlu dipertimbangkan
yang mempermudah proses analisis dan interpretasi. Bab pemakaian CT untuk penapisan. Prinsip ALARA {as low
ini membahas modalitas tersebut di atas sebagai dasar as reasonable achievable) yaitu menggunakan radiasi
dalam penerapan klinis. serendah mungkin tetapi dengan kualitas gambar yang
optimal harus selalu diperhatikan.
American College of Radiology (ACR)" menyarankan
COMPUTED TOMOGRAPHY (CT)/ MULTISLICE indikasi pemeriksaan CT a b d o m e n dan pelvis untuk
COMPUTED TOMOGRAPHY {MSCT) antara lain :
Evaluasi nyeri abdomen, pinggang dan pelvis, massa
Computed Tomography (CT) merupakan pemeriksaan ginjal dan a d r e n a l , massa a b d o m e n atau pelvis
radiologi yang non invasif, tetapi dengan meningkatnya termasuk massa ginekologis, serta kelainan traktus
kualitas pencitraan {imaging) yang dihasilkan, urinarius dengan CT urografi.
penggunaan C T j u g a semakin meningkat. Pemeriksaan Evaluasi keganasan primer atau sekunder, penyakit
ini m e n g g u n a k a n meja p e m e r i k s a a n y a n g bergerak hepar difus dan sistem bilier, termasuk CT kolangio-
melalui scanner berbentuk bulat. Di dalam scanner, grafi.
emitter sinar x akan berputar di sekitar pasien pada Evaluasi tumor setelah operasi, mendeteksi kelainan
p o t o n g a n a k s i a l dan sinar ini a k a n d i d e t e k s i oleh setelah operasi abdomen dan pelvis.
detektor yang terletak dalam scanner tersebut j u g a . Evaluasi proses inflamasi di a b d o m e n dan pelvis
MSCT menggunakan multidetektor sehingga dihasilkan termasuk penyakit inflamasi usus, infeksi usus serta
potongan gambar lebih banyak pada saat yang sama, komplikasinya, dengan atau tanpa CT enterografi.
p o t o n g a n g a m b a r y a n g l e b i h tipis,^ s e r t a w a k t u Evaluasi kelainan vaskular abdomen dan pelvis, CT
p e m e r i k s a a n dan r e k o n s t r u k s i y a n g lebih s i n g k a t . angiografi non- invasif untuk melihat kelainan aorta
MSCT m e n g h a s i l k a n g a m b a r 3 dimensi y a n g dapat dan cabang-cabangnya, serta venografi.

343
344 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Evaluasi trauma abdomen dan pelvis, obstruksi usus sebagai informasi dasar dalam menganalisis dan
halus dan usus besar, kelainan kongenital organ menginterpretasi gambar yang diperoleh."^
abdomen atau pelvis, pre atau post-transplantasi.
Konfirmasi kelainan modalitas radiologis lain atau
hasil laboratorium. MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
Pedoman pemeriksaan atau terapi intervensional pada
abdomen atau pelvis. Magnetic Resonance Imaging merupakan pemeriksaan
Deteksi kanker dan polip kolon dengan CT kolonografi, radiologi yang menggunakan medan magnet
CT planning untuk radiasi dan kemoterapi, serta untuk mendeteksi nukleus hidrogen. Kelebihan MRI
evaluasi respons tumor terhadap terapi. dibandingkan dengan C T a d a l a h pemeriksaan MRI dapat
dilakukan terhadap 3 potongan, yaitu aksial, koronal, dan
CT/MSCT dengan Kontras :
sagital, sedangkan pada CT untuk memperoleh potongan
Kontras intraluminal gastrointestinal dapat diberikan
koronal dan sagital dilakukan rekonstruksi pada post
secara oral, per rektal atau melalui nasograstric tube
processing.
bila tidak ada kontraindikasi.
American College of Radiology (ACR)^ menganjurkan
Kontras intravena pada pemeriksaan CT diberikan bila
pemeriksaan MRI abdomen dengan indikasi tersebut di
tidak ada kontraindikasi." Pemberian kontras harus
bawah ini:
selalu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
Tumor atau infeksi pankreas, kelainan pankreas yang
contrast-medium-induced nephropathy (CIN), karena
tidak dapat diidentifikasi oleh pemeriksaan radiologis
itu harus selalu dicantumkan hasil kreatinin pasien
lain, obstruksi atau dilatasi serta kelainan duktus
untuk penghitungan laju filtrasi glomerulus (LFG).^
pankreatikus, follow up terapi.
T h o m s e n dkk^ menyatakan risiko terjadinya CIN
Kelainan lien yang tidak dapat diidentifikasi oleh
ditemukan pada 0,6% pasien dengan LEG > 40 ml/
pemeriksaan radiologis lain, evaluasi lien asesorius
menit dan 4,6% pada pasien dengan LFG < 40 ml/
serta kelainan lien yang difus.
menit tetapi > 30 ml/menit, serta 7,8% pada pasien
Kelainan ginjal yang tidak dapat diidentifikasi oleh
dengan GFR < 30 ml/menit.
pemeriksaan radiologis lain, deteksi tumor ginjal
American College of Radiology (ACR)^ m e n y a r a n k a n termasuk vena renalis dan vena kava inferior, evaluasi
indikasi pemeriksaan CT toraks termasuk : traktus urinarius (MR urografi) dan retroperitoneal,
Evaluasi kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan follow up terapi.
toraks foto atau secara klinis diduga ada kelainan. Deteksi pheochromocytoma dan adenoma adrenal
Staging dan follow up keganasan paru atau organ fungsional.
toraks lainnya, serta deteksi metastasis. Evaluasi kelainan vaskular intraabdominal.
Evaluasi kecurigaan kelainan dinding toraks, kelainan Deteksi dan evaluasi tumor, batu kandung empedu,
vaskular toraks, penyakit pleura, kelainan kongenital kelainan kongenital dan duktus biliaris, dilatasi duktus
toraks, dan trauma. biliaris, staging cholangiocarcinoma.
Evaluasi dan follow up penyakit traktus respiratorius Evaluasi t u m o r t r a k t u s g a s t r o i n t e s t i n a l , staging
dan pasien pasca-operasi. k a r s i n o m a r e k t u m , p r o s e s i n f l a m a s i u s u s dan
CT planning untuk radioterapi. mesenterium, nyeri abdomen misalnya apendisitis
Evaluasi emboli paru^. pada pasien hamil.
Cardiac CT untuk melihat kelainan di pericardium, Deteksi dan evaluasi tumor primer atau metastasis di
ruang jantung, pembuluh darah besar, fungsi jantung peritoneum atau mesenterial.
dan katup jantung, evaluasi arteri dan vena koronaria, Deteksi cairan intraabdominal dan kelainan
miokardium ventrikel, serta kalsifikasi.^ ekstraperitoneal.
Sebagai pemeriksaan alternatif CT untuk mengurangi
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pemeriksaan
dampak radiasi pada evaluasi abdomen perempuan
CT scan abdomen dan pelvis, namun pemeriksaan ini
hamil atau anak-anak atau terdapat kontraindikasi
harus dipertimbangkan pada pasien hamil atau diduga
kontras media yang mengandung yodium.^
hamil."'^ Demikian pula tidak ada kontraindikasi absolut
Deteksi dan evaluasi lesi fokal di hepar, untuk melihat
untuk pemeriksaan CT toraks, risiko dan keuntungan
spesifikasi lesi hepar seperti kista, lemak, hemangioma,
harus dipertimbangkan pada saat pemberian kontras
karsinoma hepar, metastasis, focal nodular hyperplasia,
intravena.^
dan adenoma hepatik.
Data pasien, gejala atau riwayat penyakit serta
Evaluasi kelainan kongenital, infeksi, kelainan lain di
diagnosis kerja sangat penting d i c a n t u m k a n d a l a m
hepar dan vaskular termasuk Budd-Chiari.
permintaan pemeriksaan, sehingga dapat digunakan
DASAR-DASAR CT/MSCT,MRi, MRCP
345

Evaluasi kelainan di hepar pada pasien d e n g a n Indikasi MRCP antara lain :


kelainan hasil p e m e r i k s a a n radiologis lain atau Batu kandung empedu dengan pankreatitis, nyeri
laboratorium kandung empedu dengan kemungkinan kecil batu
Evaluasi donor hepar potensial.^ duktus bilier, pseudokista pankreas, trauma prankeas,
Evaluasi penyakit jantung didapat seperti kardiomiopati, pankreatitis berulang.
fibrosis dan infark miokard, iskemia miokard kronis, Evaluasi pankreatikobilier daerah proksimal obstruksi
s i n d r o m koroner akut, massa kardiak, penyakit yang tidak dapat dicapai oleh ERCP, atau pada pasien
perikardium, kelainan katup jantung, penyakit arteri dengan kontraindikasi ERCP
koroner, dan kelainan vena pulmonalis. Kelainan anatomi atau kongenital traktus pankreatiko-
Kelainan jantung kongenital seperti congenital shunts, bilier
kelainan perikardium, kelainan jantung kongenital Pasien dengan riwayat ERCP dan masih membutuhkan
yang kompleks, kelainan katup kongenital, kelainan pemeriksaan lebih lanjut.^"
vaskular ekstrakardiak.^°

Kontras y a n g digunakan pada pemeriksaan MRI


umumnya merupakan turunan gadolinium dan biasanya KESIMPULAN
digunakan untuk kasus inflamasi/infeksi atau tumor.
CT/MSCTjelas mempunyai keunggulan dalam menegakkan
Pemberian kontras harus selalu m e m p e r t i m b a n g k a n
diagnosis dan penatalaksanaan pasien, tetapi tetap harus
kemungkinan terjadinya nephrogenic systemic fibrosis
dipertimbangkan pajanan radiasi yang diterima pasien,
(NSF), karena itu harus selalu dicantumkan hasil kreatinin
sehingga bila diagnosis telah dapat ditegakkan dengan
pasien untuk penghitungan laju filtrasi glomerulus (LFG).
pemeriksaan yang menggunakan radiasi pada pasien
ACR menganjurkan untuk dapat mendeteksi risiko tinggi
lebih rendah seperti radiografi, USG, MRI, atau Kedokteran
terjadinya NSF pada pasien dengan LFG < 30 ml/min atau
Nuklir, maka CT tidak perlu dilakukan.
trauma ginjal a k u t . "
Data p a s i e n , gejala atau riwayat penyakit serta
Kontraindikasi pemeriksaan ini antara lain : peralatan
d i a g n o s i s kerja sangat penting d i c a n t u m k a n dalam
elektronik ferromagnetik yang ditanam di dalam tubuh
permintaan pemeriksaan, sehingga dapat digunakan
seperti pacemaker, defibrillators, cochlear implants\ clips^^
sebagai informasi dasar dalam menganalisis dan
dll, serta klaustrofobia yang berat.^ Sampai saat ini belum
menginterpretasi gambar yang diperoleh.
diketahui efek negatif terhadap fetus.^^

REFERENSI
MAGNETIC RESONANCE CHOLANGIO-
PANCREATOGRAPHY (MRCP) 1. Pretorius ES, Solomon J A. Introduction to ultrasoimd, CT,
and MRI. In Radiology Secrets. 2"'' ed. Mosby Elsevier. 2006.
Magnetic resonance cholangio pancreatography (MRCP) p.15-22
2. Cahir JG, Freeman AH, Courtney HM. Multislice CT of the
m e r u p a k a n p e m e r i k s a a n y a n g tidak invasif^^ untuk
abdomen. BJR. 2004; 77: S64-73.
mengevaluasi sistem bilier dan duktus pankreatikus.^" 3. Gibson J. Spiral CT of the liver : is biphasic or triphasic
Bila p e m e r i k s a a n klinis, u l t r a s o n o g r a f i atau scanning the routine in your department ? 24 Desember
laboratorium tidak menunjukkan kelainan yang spesifik 2011. Diunduh dari: http://imaging-radiation-oncology.
advanceweb.com/article.
u n t u k m e l i h a t o b s t r u k s i s i s t e m bilier, umumnya 4. ACR-SPR practice guideline for the performance of computed
dilakukan pemeriksaan Endoscopic Retrograde tomography (CT) of the abdomen and Computed Tomogra-
Cholangiopancreatography (ERCP). Pemeriksaan ini selain phy (CT) of the pelvis. Practice Guideline (Resolution 32).
2011.25 Desember 2011. Diimduh dari: http://www.acr.org/
membutuhkan sedasi, dapat mengakibatkan pankreatitis
Secondary MainMenu Categories/quality_safety/ guidelines/
akut.^^ M e s k i p u n d e m i k i a n , ERCP tetap m e r u p a k a n pediatric/CT_Abdomen_pelvis.pdf.
pilihan utama untuk terapi intervensi.^" Keunggulan lain 5. Thomsen HS, Morcos SK. Risk of contrast-medium-induced
MRCP iaIah tidak menggunakan radiasi, tidak tergantung nephropathy in high-risk patients undergoing MDCT —a
pooled analysis of two randomized trials. Abstract. Eur Radiol
kepada operator, serta dapat mendeteksi kelainan ekstra
2009; 19 (4):891-7.
duktal. Kerugian MRCP adalah tidak dapat mendeteksi 6. ACR practice guideline for the performance of pediatric and
kelainan duktus intrahepatik perifer, pankreatitis, dan adult thoracic computed tomography (CT). Practice Guide-
rendahnya deteksi kelainan duktus kecil, karena itu masih line (Resolution 23). 2008. 25 Desember 2011. Diunduh dari:
http:// www.acr.org/secondarymainmenucategories/ qual-
tetap dianjurkan dilakukan ERCP pada pasien dengan ity_safety/guidelines/ pediatric/CT_thoracic.aspx.
obstruksi bilier dan pada pasien yang membutuhkan 7. ACR-NASCI-SPR practice guideline for the performance and
tindakan intervensi.^^ interpretation of cardiac computed tomography (CT). Practice
Guideline (Resolution 38). 2011.25 Desember 2011 Diimduh
346 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

dari: http: / / www.acr.org/SecondaryMainMeriuCategories/


quaUty_safety/guideUnes/ pediatric/CT_cardiac.pdf.
8. ACR practice guidehne for the performance of Magnetic vS3S
Resonance Imaging (MRI) of the abdomen (excluding the
liver). Practice Guideline (Resolution 16). 2010. 26 Desember
2011. Diunduh dari: http://www.acr.org/SecondaryMain-
MenuCategories/quality_safety/ guidelines/ dx/ gastro/
mr i_abdomen. aspx.
9. ACR practice guideline for the performance of Magnetic
Resonance Imaging (MRI) of the Liver . Practice Guideline
(Resolution 14). 2010. 26 Desember 2011 Diunduh dari:
http: / / v^^ww.acr.org/SecondaryMainMenuCategories/qual-
ity_safety/guidelines/ dx/gastro/ mri_liver.aspx.
10. ACR-NASCI-SPR practice guideline for the performance
and interpretation of cardiac magnetic resonance imaging
(MRI). Practice Guideline (Resolution 25). 2011.26 Desember
2011. Diimduh dari: http://www.acr.org/secondarymain-
menucategories/quality_safety/ guidelines/dx/cardio/
mri_cardiac.aspx.
11. ACR Committee on drugs and contrast media. Nephro-
genic systemic fibrosis. In: ACR Manual on Contrast Media
Version 7. 2010. p49-55. 26 Desember 2011 Diunduh dari:
http://www.acr.org/SecondaryMainMenuCategories/qual-
ity_safety/contrast_manual/ FullManual.aspx.
12. ACR practice guideline for performing and interpreting Mag-
netic Resonance Imaging (MRI). Practice Guideline (Resolu-
tion 19). 2011.26 Desember 2011. Diunduh dari: http://www.
acr.org/SecondaryMainMenuCategories/quality_safety/
guidelines/med_phys/ mri.aspx.
13. Taylor ACF, Little AF, Hennessy OF, Banting SW, Smith PJ,
Desmond PV. Prospective assessment of magnetic resonance
cholangiopancreatography for noninvasive imaging of the
biliary tree. Gastrointestinal endoscopy. 2002; 55(1): 17-22.
14. MR Cholangiopancreatography (MRCP) in Abdomen Imag-
ing Guidelines . MedSolutions.Inc. 2010. p 29. 26 Desember
2011. Diimduh dari : http://v^rvvw.tmhp.com/RadiologyCI
inicalDecisionSupport/2010/ABDOMEN%20 Imaging%20
GUIDELINES%202010.
15. Vitellas KM, Keogan MT, Spritzer CE, Nelson RC. MR cholan-
giopancreatography of bile and pancreatic duct abnormalities
with emphasis on the single-shot fast spin echo technique.
Radiographics. 2000; 20: 939-57.
42
KEDOKTERAN NUKLIR ATAU
RADIO NUKLIR DAN P E T C T
Kahar Kusumawidjaja

PENDAHULUAN Beberapa pemeriksaan pencitraan radionuklid sering


dilakukan seperti tiroid, paru, ginjal, tulang, j a n t u n g ,
Radio nuklir merupakan salah satu bagian dari disiplin dan Iain-Iain. Meskipun saat ini sudah ada pemeriksaan
ilmu radiologi yang memanfaatkan radio nuklid buatan radiologi yang canggih seperti CT scan, MRI dan USG,
(radio-isotop buatan) untuk keperluan diagnostik, terapi, tetapi semua ini merupakan pencitraan anatomik, dimana
dan penelitian. Radio farmaka adalah gabungan antara kelainan dapat dideteksi setelah ada perubahan morfologi-
radio nuklid dengan senyawaan yang dapat membawa anatomi, sedangkan pemeriksaan radionuklid lebih banyak
radiofarmaka tersebut menuju ke organ yang ingin dilakukan menilai fungsi suatu organ dan dapat mendeteksi lebih
pemeriksaan. Beberapa radio nuklid dapat digunakan untuk awal bila sudah terjadi kelainan metabolisme sel, sebelum
terapi, baik untuk tujuan terapi kuratif maupun untuk terjadi perubahan morfologi-anatomi. Hal ini penting
terapi paliatif suatu keganasan. Selain itu, radio nuklid untuk mendeteksi suatu keganasan baik primer maupun
kadang-kadang digunakan untuk terapi kasus yang bukan sekunder lebih dini.
keganasan seperti penyakit hipertiroidi dan artritis. Radio
farmaka dapat diberikan pada pasien melalui parenteral
(IV; intra-arteri), intra-tekal, intra-dermal/subkutis, perfusi,
TIROID^
dan ventilasi/inhalasi. Syarat suatu radiofarmaka perlu
diperhatikan. Harus dipilih radio farmaka yang memberikan Kelenjar tiroid terdiri atas 2 lobus kanan dan kiri yang
radiasi sekecil mungkin, dengan memilih radio nuklid yang dihubungkan oleh isthmus. Besar kedua lobus antara 3-4
memiliki waktu paruh yang singkat, makin singkat waktu cm kali 1,5-2 cm. Pemeriksaan tiroid dilakukan dengan
paruh makin kecil radiasinya. Syarat lain adalah tidak tiroid scan dan uji penangkapan radio nuklid. Umumnya
toksik, tidak memengaruhi metabolisme tubuh yang pemeriksaan tiroid menggunakan radio nuklid 99mTc-
fisiologis, serta mudah dan cepat diekskresikan. perteknetat intravena antara 1-2 mCi, selanjutnya 10-15
Pesawat yang dipakai adalah gamma kamera (plannar), menit pasca-injeksi dilakukan pemindaian. Pemeriksaan
SPECT-CT dan PET-CT. Sinar gamma yang dipancarkan tiroid dapat pula dengan pemberian Na-1131 per-oral
dari organ yang telah banyak mengandung radiofarmaka sebanyak 50 uCi, kemudian dilakukan pemeriksaan 24
d i r e k a m oleh kollimator p e s a w a t berupa d e n y u t a n j a m setelah pemberian. Uji penangkapan radio nuklid
elektrik. Makin besar pancaran radiasi, makin tinggi dilakukan untuk mengetahui daya tangkap kelenjar tiroid,
denyutan elektrik. Denyutan elektrik tersebut diperkuat namun tidak dapat mengetahui kadar hormon hasil sintesis
oleh perangkat elektronik yang kemudian dijelmakan dalam tiroid. Tiroid scan dapat menilai besar dan bentuk
sebagai pencitraan atau dalam grafik atau besaran kedua lobus, (Gambar 1), lokasi kelenjar tiroid (termasuk
aktivitas dalam counfs/menit. Dengan perkembangan tiroid ektopik), penyebaran aktivitas kedua lobus, struma
kecanggihan pesawat seperti SPECT-CT dan PET-CT maka difusa (Gambar 3; Gambar 4), serta menentukan sifat
hasil pemeriksaan kedokteran nuklir menjadi lebih sensitif, nodul apakah suatu "cold nodule" (Gambar 4), atau "hot
lebih spesifik, dan akurat. nodule" (Gambar 5). Selain itu, tiroid scan j u g a dapat

347
RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM
348

untuk nnenilai hasil operasi total pada karsinonna tiroid


jenis papiliforum dan folikular berdiferensiasi baik, serta
mencari lesi metastasis.
Pengobatan karsinoma tiroid dapat berupa pengobatan
tambahan dan pengobatan pada lesi metastasis contoh
pengobatan non-keganasan adalah kasus hipertiroid yang

Gambar. 4. Nodul dingin /cold nodule di lobus kanan bawah

Gambar 1. Sidik tiroid normal

•CCD N U K u m
TNYROIO 8C«N
Tc-fS«

II -K-
Gambar 5 . nodul panas/hot nodule di lobus kanan

gagal dengan pengobatan medikamentosa dan menolak


untuk dilakukan operasi.
Gbr 2. Struma difusa pada sidik tiroid

PARU2

Pemeriksaan radionuklir pada penyakit paru terdiri atas


sidik perfusi dan sidik ventilasi (inhalasi) (Gambar 6).
Pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menilai kasus
emboli paru dan gangguan fungsi pernapasan (emfisema
paru atau penyakit paru obstruksi menahun/PPOK/COPD).
Kasus emboli paru akan menunjukkan suatu luput aktivitas
secara segmental atau lobaris pada sidik perfusi, namun
sidik ventilasi biasanya normal (Gambar 7), sedangkan
kasus e m f i s e m a atau PPOK m e m b e r i k a n g a m b a r a n
penyebaran aktivitas inhomogen atau berbercak pada
sidik perfusi atau ventilasi (Gambar 8).
Pada kasus keganasan, penggunaan sidik perfusi
atau ventilasi kurang bermanfaat, tetapi pemeriksaan
Gambar. 3. Struma difusa yang menjalar ke retro-sternal hibrid atau gabungan pemeriksaan sidik PET dan CT
KEDOKTERAN NUKLIR ATAU RADIO NUKLIR DAN PET-CT 349

Gambar 6. Sidik perfusi (baris I, III) dan sidik ventilasi (baris II, IV)normal.

Gambar. 7. Emboli paru multipel terlihat pada sidik perfusi, s e d a n g k a n sidik ventilasi normal
350 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

RLat V A —> <— P RU* P A —>

1 ^ # *
Gambar 8. PPOK tampak inhomogen b pada sidik perfusi maupun sidik ventilasi.

dapat membedakan proses keganasan dari proses jinak


atau jaringan parut, selain itu dapat ditentukan staging
lebih tepat dan mencari lesi metastasis lebih akurat, serta
menilai hasil terapi (operasi, radiasi, dan kemoterapi).

GINJAL'

Fungsi tiap ginjal dapat dinilai secara kualitatif dan


kuantitatif. Penilaian kualitatif melalui kurva renogram
yang terdiri atas 3 fase, fase I: fase vaskular/perfusi,
fase II: fase sekresi/akumulasi dan fase III: fase ekskresi
(Gambar 9). Fase vaskular menilai vaskularisasi ke area
kedua ginjal, fase sekresi menilai fungsi parenkim ginjal
atau fungsi nefron, sedangkan fase ekskresi menilai
kelancaran ekskresi apakah ada obstruksi masing masing
ginjal (Gambar 10). Penilaian kuantitatif dapat menentukan
fungsi absolut nilai GFR (glornuiar filtration rate) dan ERPF
(effective renal plasma flow) kedua ginjal secara terpisah.
Sidik renal bermanfaat menilai bentuk dan besar kedua
ginjal (Gambar 11), kerusakan parenkim ginjal (pyelo-
nefritis kronis, gambar 12), lokasi ginjal (ektopik, gambar
14), kelainan kongenital (horse kidney). Radionuklir dapat Time (Minute)

pula menilai hasil ginjal pencangkokan mengenai hasil


he regnogram pattern in patien with unilateral obstructive
vaskularisasi ke ginjal transplan (Gambar 15), atau terjadi -T side) showing an absent third phase

penolakan (rejection). Gambar 10. Kurva renogram ginjal kiri menunjukkan obstruksi
KEDOKTERAN NUKLIR ATAU RADIO NUKLIR DAN PET-CT
351

KED, NUKLIR RSCM KED. NUKLIR RSCW


RENOQRRM TC-99H BTPfl
RENAL SCRN T C - 9 9 N DHSft
6 0 ' PI
RT

18

25
B 19
8 7

Gambar. 11. Gambaran normal sidik ginjal dengan 99mTc- Gambar 14. Sidik ginjal transplantasi yang berhasil
DMSA
Radiofarmaka untuk kurva renogram menggunakan
131 l-hippuran atau 99mTc-MAG3, radiofarmaka untuk GFR
mmmjku N U K L I R RSCH
dengan 99mTc-DTPA, dan ERPF dengan 99mTc-MAG3,
RENBL SCAN TC-99M DMSfl sedangkan untuk sidik renal dengan 2-5 mCi 99mTc-
2JAH P I DMSA. Evaluasi pencangkokan ginjal dapat menggunakan
fungsi GFR atau ERPF.

I
•* •» •* •*

Gambar 12. Sidik ginjal menunjukkan kerusakan parenkim


ginjal kiri (pielo-nefritis kronis)

Gambar 15. Kurva renogram kiri menunjukkan kurva obstruksi


(kurva merah)

I m
f % i i

•»oi*f*i taw

Gambar. 16. Setelah pemberian diuretika intravena. tampak


kurva renogram kiri menurun tajam, berarti suatu obstruksi
Gambar. 13. Ektopik ginjal kanan yang berada di rongga pelvis fungsional, bukan obstruksi mekanik (batu/stenosis)
352 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Renografi Diuretik *
Pemeriksaan gabungan antara renografi dengan pemberian
obat diuretika (biasanya diberikan furosemid intravena)
untuk membedakan antara suatu kurva renogram obstruksi
fungsional dengan obstruksi mekanik (batu; stenosis
ureter).

Uji Kaptoprii Renografi ^


Pemeriksaan ini untuk membedakan suatu hipertensi
renalis dari hipertensi non-renal dengan menilai efek
pemberian kaptoprii (25-50 mg kaptoprii per-oral 1 j a m
sebelum dilakukan pemeriksaan) terhadap fungsi ginjal
(GFR/ERPF). Bila setelah pemberian kaptoprii terjadi
penurunan fungsi (GFR/ERPF), maka hipertensi disebabkan
oleh ginjal.
Gambar 18. Sidik tulang dengan tanda metastasis tulang
torakal dan tulang pelvis
TULANG^
sangat mungkin lesi tersebut merupakan lesi ganas
Pemeriksaan radionuklir tulang terutama untuk primer di tulang, sedangkan bila fase perfusi dan fase
mendeteksi lesi metastasis dengan 99mTc-MDP (methyiene blood pool tinggi, tetapi fase bone scan tidak ada aktivitas
diphosphonate). Sidik tulang normal memberikan gambaran maka dapat dikatakan lesi tersebut merupakan lesi primer
aktivitas merata pada tulang (Gambar 17), hasil positif lesi jaringan lunak yang ganas. Tiga fase bone scan dapat
metastasis tulang hanya berguna untuk metastasis tulang pula digunakan untuk membedakan suatu lesi ganas dari
jenis osteoblastik (Gambar 18), sedangkan osteolitik tidak suatu proses inflamasi, yaitu bila aktivitas ketiga fase tidak
akan m e n a n g k a p radiofarmaka tersebut. Pendeteksi begitu tinggi, keadaan tersebut kemungkinan merupakan
metastasis tulang jauh lebih sensitif bila dibandingkan proses inflamasi.
foto konvensional. Selain mendeteksi lesi metastasis
tulang, kadang-kadang dengan pemeriksaan 3 fase bone
scan dapat membedakkan suatu lesi ganas atau jinak di JANTUNG'
jaringan lunak atau tulang. Tiga fase tersebut terdiri atas
fase perfusi, fase blood pool dan fase bone scan atau late Pemeriksaan radionuklirjantung dapat menentukan stroke
scan. Bila ketiga fase menunjukkan aktivitas yang tinggi, volume (ventrikulografi) dengan perhitungan penentuan
aktivitas saat sistol dan diastol, tetapi lebih penting adalah
sintigram miokard dengan 201TI atau 99mTc-sestamibi.
Pemeriksaan ini dapat menentukan bagian miokard yang
mengalami area injuri atau iskemi dan infark. Saat ini
penting dilakukan untuk pengobatan penanaman sel
punca (stem cell) dimana area injuri dan iskemi memberi
k e m u n g k i n a n k e b e r h a s i l a n d e n g a n p e n a n a m a n sel
punca.

SEREBRAL»

Pencitraan f u n g s i o n a l otak m e r u p a k a n refleksi dari


gambaran fungsi biokimiawi, fisiologis atau kemampuan
elektrik dari sel neuron otak. Kemajuan pencitraan otak
saat ini dengan teknik SPECT-CT dan PET-CT. SPECT
serebral normal menggambarkan penyebaran aktivitas
yang simetris, dimana bagian aktivitas korteks lebih
tinggi dibandingkan daerah white matter (Gambar 19).
Gambar 17. Sidik tulang yang normal Radiofarmaka untuk SPECT yang sering dipakai adalah
KEDOKTERAN NUKLIR ATAU RADIO NUKLIR DAN PET-CT 353

99mTc-DTPA dan 99mTc-HMPAO, sedangkan PET dipakai pemeriksaan radio nuklir untuk mendeteksi keganasan
18F-FDG. Peran klinik pemeriksaan pencitraan ini meliputi p a y u d a r a d e n g a n radio f a r m a k a 99mTc-Sestamibi
kelainan serebro-vaskular (infark), d e m e n s i a , kejang {methoxyisobtylisonitrile) intravena. (Gambar. 21).
(epilepsi), psikiatri, sedangkan pada kasus trauma CT Hasil p e m e r i k s a a n ini lebih s e n s i t i f , s p e s i f i k , d a n
lebih berperan karena mudah, lebih cepat, lebih sensitif, akurat dibandingkan modalitas radiologi konvensional.
dan spesifik. SPECT t e r u t a m a berperan untuk kasus Sensitivitas 86-95% untuk tumor payudara yang teraba
infark, tumor, demensia, dan mencari fokus epileptikus. dan 6 0 - 9 1 % untuk tumor payudara yang tidak teraba,
P f T terutama untuk kasus onkologi, membedakan tumor dengan spesivitas 62-93%.
jinak dari ganas mencari lesi metastasis, residu, dan residif
Fokus epileptikus lebih sensitif, akurat dan spesifik dengan
PET-CT
Hasil pencitraan SPECT pada kasus infark, demensia,
d a n t u m o r m e m b e r i k a n g a m b a r a n lesi hipo-non
aktif (Gambar 20), sedangkan kasus epilepsi saat iktal
memberikan gambaran lesi hiperaktif. Hasil PET pada lesi
ganas memberikan gambaran hipermetabolik, sedangkan
infark, d e m e n s i a dan f o k u s e p i l e p t i k u s (inter-iktal)
memberikan lesi hipo-non hipermetabolik. Gambar. 2 1 . Sintimammogram, tampak lesi keganasan di
payudara kanan

PET DAN PET-CT ^° "

Positron emission tomography (PET scan) memanfaatkan


radio nuklid yang memancarkan elektron positron yang
akan mengalami suatu proses annihilisasi dengan elektron
negatif menghasilkan pancaran foton dengan energi yang
cukup tinggi (511 kev, dibandingkan dengan 99mTc hanya
140 kev). Radionuklid positron merupakan hasil siklotron.
Pada umumnya radionuklid positron mempunyai waktu
paruh yang singkat. Radionuklid yang sering dipakai adalah
Gambar. 19. Pada sidik cerebral normal, penyebaran aktivitas 18F dengan waktu paruh 110 menit. Selain itu, dipakai
kanan kiri simetris juga C, N, O. Farmaka yang dipakai adalah FDG (fluor-
dextro-glucose) dan diikat dengan 18F. Radiofarmaka ini
mempunyai sifat kimia yang sama dengan glukosa yang
dipakai untuk metabolisme fisiologis, hanya FDG akan
terikat oleh sel ganas lebih banyak dan retensi FDG sel
ganas lebih lama dibandingkan dengan sel normal. Sifat-
sifat ini karena sel ganas mempunyai reseptor khusus dan
terjadi neo-angiogenesis.
Keunggulan PET adalah dapat mendeteksi sel ganas
lebih sensitif tetapi kurang spesifik dan lokalisasi secara
anatomik. Dengan kemajuan teknologi, gabungan PET
dan CT scan menjadi selain lebih sensitif, lebih spesifik dan
akurat menentukan lokasi terjadi lesi patologis (Gambar
22, 23, 24, 25, 26). Keunggulan lain dari PET-CT adalah
Gambar 20. Pada demensia berat, penyebaran rendah dan membedakan antara keganasan dan jinak, membedakan
inhomogen
jaringan ikat dari residif atau residu, menentukan staging
lebih tepat dan restaging, mencari lesi metastasis yang sulit
ditemukan dengan pemeriksaan pencitraan lain (Gambar
SINTIMAMMOGRAFI » 27), menilai kemajuan pengobatan (Gambar 28) pasca
operasi atau radiasi dan kemoterapi, serta dapat pula
Sintimammografi merupakan salah satu metoda memantau residif suatu keganasan (Gambar 29).
354 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

Gambar 23. Metastasis medula spinalis yang sulit dideteksi


dengan pemeriksaan lain
KEDOKTERAN NUKLIR ATAU RADIO NUKLIR DAN PET-CT
355

REFERENSI

1. Martin P.Sandler, Willian H.Martin, Tana A. Power. Thyroid


imaging. In: M.P. Sandler, R.E.Coleman, F.J. Th.Wacker et.al.
3th ed. Diagnostic Nuclear Medicine. Baltimore: Williams &
Williams. 1996.p. 911-36.
2. H.Dirk Sosman, Ronald D.Neuman, Alexander Gott Schath
in, M.P.Sandler, R.E. Coleman, F.J.Th.Wacker et.al. 3th ed.
Diagnostic Nuclear medicine. Baltimore: Willians & Williams.
1996. p585-99.
3. Michelle G.Campbell, Thomas A. Power. In: M.P.Sandler,
R.E.Coleman, F.J.Th.Wacker et.al. 3th ed. Diagnostic Nuclear
Medicine. Baltimore: Williams & Williams, 1996. p. 477-88
4. E.Edmund Kim, Bruce J.Barron, Lamk M.Lamki et.al.
Genitourinary Nuclear Medicine I . In: M.P.Sandler,
R.E.Coleman, F.J.Th.Wacker et.al. 3th ed. Diagnostic Nuclear
Medicine. Baltimore: Williams & Williams, 1966. p. 1196-98.
5. Bruce J.Barron, Lamk M.Lamki, E.Edmimd Kim, Genitourinary
Nuclear Medicine II. In: M.P. Sandler, R.E.Coleman,
F.J.Th.Wacker et.al. 3th ed. Diagnostic Nuclear Medicine.
Baltimore:Williams & Williams, 1966. p. 1209-17.
6. Martin Charson, Manuel L.Brown, Primary and metastic bone
disease. In: M.P.Sandler, R.E.Coleman, F.J.Th.Wacker et.al.
Gambar 28. Menilai hasil terapi pada limfoma maligna dimana 3th ed. Diagnostic Nuclear Medicine. Baltimore: Williams &
penyakit tidak aktif lagi Williams, 1966.p. 649-64.
7. Marvin W.Kronenberg, Lewis C.Becker, General concepts
of ventricular function, myocardial perfusion and exercise
physiology relevant to nuclear cardiology. In: M.P.Sandler,
R.E.Colemen, F.J.Th.Wacker et.al. 3th.ed. Diagnostic Nuclear
Medicine. Baltimore: Williams & Williams, 1966. p. 396-99.
8. Chales R.Noback, David L., Daniels, et.al. Normal and
correlative anatomy. In: Ronald L.van Heertum, Ronald
S.Tikofsky, Cerebral SPECT imaging, 2"''.ed.New York: Raven
press, 1995.p. 31-40.
9. John Buscomge, Jonathan Hill, Santilal Parbhoo,
Scintimammography. A Guide to good practice.Btrmingham:
Gibbs Associates limited, 1998.
10. Todd M.Blodgett, Alex Ryan, Marios Papachristou.
Introduction to Pet/ CT imaging. In: Blodgett, Ryan Almusa,
Papachristou et.al. Specialty Imaging Pet/CT, l^'.ed. Canada:
Amirsys, 2009. p. 1-6.
11. Stefano Fanti, Mohsan Farsad, Lunigi Mansi. Contrast
enhanced CT in PET-CT (PET-CECT). In: Atlas of PET-CT,
A guide qiucke to image interpretation. Berlin: Heidelberg,
Springer, 2009 .p. 25-39.

Gambar. 29. Kekambuhan pada limfoma maligna, aktivitas


KGB para-aorta timbul lagi

Kekurangan pemeriksaan PET-CT adalah bila lesi tidak


ada aktivitas (hipermetabolik), meskipun suatu keganasan
dan organ yang aktif sering memberikan g a m b a r a n
hipermetabolik yang dapat keliru suatu proses ganas
seperti korteks otak, miokard, dinding usus terutama
bagian sekum dan rekto-sigmoid. Pada pasien dengan
kadar glukosa darah tinggi sering memberikan hasil
negatif Demikian pula pada pasien pasca-radiasi, pasca-
kemoterapi, serta pasca operasi. Dalam keadaan tersebut,
perlu diberikan jeda waktu cukup untuk dapat dilakukan
pemeriksaan PET-CT, agar hasil pemeriksaan PET-CT dapat
memberikan hasil yang tepat.
43
RADIOGRAFI M U S K U L O S K E L E T A L
Zuljasri Albar

PENDAHULUAN pembesaran. Resolusi kontrasnya memang tidak sebaik


CT-scan atau MRI. Keterbatasan ini terutama dirasakan
Teknik pencitraan dapat membantu penegakkan diagnosis, jika kita ingin mengevaluasi jaringan lunak.
memungkinkan penilaian aktivitas/beratnya penyakit, Sensitivitasnya yang rendah terhadap kontras
distribusi penyakit, respons terhadap pengobatan secara jaringan lunak tidak memungkinkan kita melihat secara
objektif, menilai komplikasi dan kelainan ekstra-artikuler, langsung j a r i n g a n sinovium y a n g m e r a d a n g , rawan
serta meningkatkan pemahaman baru tentang proses sendi, edema sumsum tulang, meniskus, ligamen dan
penyakit. Beberapa pemeriksaan pencitraan yang penting tendon p e r i a r t i k u l a r Radiografi konvensional hanya
dalam bidang reumatologi iaIah foto polos, tomografi, dapat menunjukkan erosi tulang dan penyempitan celah
computerized tomography (CT-scan), magnetic resonance sendi yang merupakan akibat lanjut yang ireversibel dari
imaging (MRI), ultrasound, radionuclide imaging, artrografi, sinovitis. Peranannya dalam menilai aktivitas penyakit
pengukuran densitas tulang, dan angiografi. sangat terbatas.
Oleh karena itu d i p e r l u k a n p e n g e t a h u a n dasar Pemeriksaan radiografi konvensional atau sering
tentang keuntungan dan keterbatasan pemeriksaan di juga disebut foto polos merupakan titik tolak sebagian
atas, sehingga dapat diketahui pemeriksaan mana yang besar pemeriksaan pencitraan penyakit-penyakit reumatik
paling tepat dan paling cost-effective. Di bawah ini akan walaupun mungkin setelah itu akan dilakukan pemeriksaan
dibicarakan teknik pencitraan dasar dengan melihat aspek M R I . M e s k i p u n foto polos m e r u p a k a n sarana y a n g
spasial dan resolusi (yang menentukan struktur mana yang berguna untuk menilai pengaruh massa jaringan lunak
dapat dilihat dengan baik), dosis radiasi terhadap pasien, terhadap tulang yang berdekatan atau untuk mendeteksi
kemudahan didapat, tingkat keahlian yang diperlukan kalsifikasi dalam jaringan lunak, teknik ini tidak cocok
untuk menginterpretasikan hasil p e m e r i k s a a n , serta untuk mengevaluasi jaringan lunak.
pemakaian spesifik dalam menilai keluhan dan gejala Dosis radiasi yang dihasilkan pada pemeriksaan
muskuloskeletal. struktur perifer seperti tangan dan kaki relatif rendah,
sehingga pemeriksaan serial dapat dilakukan tanpa harus
kuatir terhadap radiasi yang berlebihan. Di lain pihak,
RADIOGRAFI KONVENSIONAL pemeriksaan terhadap struktur sentral seperti vertebra
lumbal dan bagian lain tubuh mengakibatkan radiasi dosis
Secara tradisional, pemeriksaan radiografi konvensional tinggi terhadap pasien. Kedekatan dengan kelenjar kelamin
merupakan langkah pertama dalam evaluasi radiologik dan sumsum tulang meningkatkan potensi timbulnya efek
pasien dengan kecurigaan artritis. Selain peranannya dalam yang merugikan terhadap penderita. Sedapat mungkin
penegakkan diagnosis dan memastikan adanya artritis, daerah panggul perempuan hamil atau yang masih dapat
radiologi konvensional juga digunakan dalam memantau hamil tidak terkena radiasi. Demikian juga radiasi terhadap
progresivitas penyakit serta efikasi pengobatan. anak-anak hendaklah diusahakan seminimal mungkin.
Resolusi spasialnya tinggi, sehingga detil trabekula Jika pada pasien ini memang diperlukan pemeriksaan
dan erosi kecil tulang dapat dilihat dengan baik. Jika radiologik, ahli fisika radiasi dapat menghitung dosis
diperlukan, resolusi dapat ditingkatkan dengan teknik radiasi minimum yang diperlukan untuk pemeriksaan

356
RADIOGRAFI MUSKULOSKELETAL 357

pencitraan. Prinsip dasar ini berlal<u untul< semua jenis CT dalam pencitraan di bidang reumatologi iaIah evaluasi
pemeriksaan pencitraan. preoperatif pasien dengan kelainan sendi yang akan
Kelebihan radiografi konvensional iaIah tidak mahal, menjalani operasi.
mudah diperoleh sehingga tetap merupakan andalan M e s k i p u n r e l a t i f m a h a l , CT-scan lebih murah
dalam pemeriksaan radiologi dasar pada artritis. Di daripada MRI. Resolusi spasial lebih baik daripada MRI,
samping itu, pengetahuan tentang kelainan radiologi tetapi lebih buruk daripada foto konvensional. CT-scan
(konvensional) pada bermacam-macam penyakit reumatik dapat memperlihatkan kelainan jaringan lunak lebih baik
sudah banyak diketahui dan sudah tersebar luas. daripada foto konvensional, walaupun tidak sebaik MRI.
CT tersebar luas dan banyak dokter dapat membaca hasil
fotonya.
TOMOGRAFI CT-scan merupakan teknik yang sangat baik untuk
mengevaluasi penyakit degeneratif diskus intervertebralis
Teknik ini sangat berguna untuk pemeriksaan daerah dan k e m u n g k i n a n herniasi d i s k u s pada o r a n g t u a .
dengan anatomi yang kompleks, dimana struktur yang Penekanan tulang pada kanalis spinalis dan foramen
berhimpitan akan mengaburkan g a m b a r a n a n a t o m i . intervertebralis lebih mudah dievaluasi daripada MRI.
Biayanya hampir sama dengan CT-scan. Resolusi struktur Mielografi CT dan CT-scan dengan bahan kontras intravena
tulang sedikit lebih baik, sedangkan visualisasi jaringan merupakan teknik tomografi lain yang digunakan untuk
lunakjauh lebih buruk. Dosis radiasi lebih tinggi daripada mengevaluasi penyakit diskus intervertebralis dan kelainan
CT-scan. Dalam praktek, teknik ini telah digantikan oleh vertebra lain. MRI lebih disukai sebagai pilihan kedua -
CT-scan. setelah foto polos - untuk menyelidiki penyakit diskus
intervertebralis, tetapi CT-scan merupakan alternatif
yang baik dan mungkin bermanfaat pada situasi dimana
COMPUTED TOMOGRAPHY (CT) keterangan lebih lanjut tentang osteofit sangat diperlukan.
CT-scan juga bermanfaat untuk mengevaluasi struktur di
Sejak perkembangannya pada awal 1970-an, CT telah daerah dengan anatomi yang kompleks dimana struktur
diterapkan secara luas pada hampir semua cabang radiologi yang saling berhimpitan menyulitkan pandangan pada foto
dan efektif m e n g g a n t i k a n t o m o g r a f i k o n v e n s i o n a l . konvensional. Misalnya koalisi talokalkaneus yang tidak
K e u n g g u l a n u t a m a CT-scan dibandingkan dengan dapat dilihat pada foto konvensional, sakroiliitis (terutama
radiografi konvensional iaIah resolusi kontras yang lebih yang disebabkan infeksi) dan kolaps kaput femoris akibat
besar, penampakan bayangan yang secara potong lintang osteonekrosis yang memerlukan penggantian sendi atau
serta kesanggupan membentuk bayangan pada bidang (Joint reptacement). Sendi sternoklavikula yang sangat
yang berbeda-beda. Sifat dasarnya yang tomografik sulit dilihat dengan foto konvensional, cukup jelas terlihat
memungkinkan visualisasi lebih baik pada sendi yang dengan CT-scan.
struktur anatominya kompleks atau yang disamarkan Dosis radiasi CT-scan relatif lebih tinggi dibandingkan
oleh struktur lain seperti sendi sakroiliaka, subtalar, dan dengan satu foto konvensional pada daerah yang sama.
sternoklavikular. Dosis radiasi ini sebanding jika diperlukan beberapa foto
Peranan CT dalam evaluasi kelainan sendi sakroiliaka konvensional pada satu daerah. Akibatnya, dosis radiasi
telah diselidiki dalam berbagai penelitian. Gambaran lebih rendah daripada tomografi konvensional pada
CT sendi sakroiliaka biasanya dianggap lebih konsisten banyak keadaan.
dan sensitif untuk melihat perubahan patologik awal Berhubung sejumlah penyakit reumatik berkaitan
dibandingkan dengan radiografi konvensional. CT juga dengan kelainan paru-paru, cukup beralasan bahwa
dapat membantu dalam aspirasi sendi sakroiliaka dan pemeriksaan CT-scan dengan resolusi tinggi pada paru-
suntikan kortikosteroid intra-artikular. paru dapat memperlihatkan detil penyakit yang tidak
Walaupun CT menawarkan kontras yang jelas antara dapat dilihat dengan CT-scan irisan tebal. Terlihatnya
tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya dan sangat infiltrat <ground glass> menunjukkan proses aktif yang
baik untuk mengevaluasi struktur tulang dan kalsifikasi, mungkin memberikan respon terhadap pengobatan.
sensitivitasnya terhadap kontras jaringan lunak relatif
kurang baik dan tidak cukup untuk melihat struktur
intra-artikular. Sampai batas tertentu, keterbatasan CT MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)
dalam mengevaluasi rawan sendi, jaringan sinovium,
dan ligamen dapat diatasi dengan menyuntikkan kontras MRI menghasilkan pencitraan tomografi tubuh dengan
m e n g a n d u n g y o d i u m , udara, atau kedua-duanya ke kualitas tinggi pada setiap bidang. MRI merupakan satu-
dalam sendi (artrografi CT). Penerapan lain penggunaan satunya modalitas pencitraan yang secara langsung dapat
358 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

memperlihatkan komponen tulang, rawan sendi, dan dapat dinilai. MRI makin populer untuk mengevaluasi
jaringan lunak pada sendi sekaligus. Keunikan MRI berasal ligamen antara tulang-tulang karpal dan fibrokartilago
dari kontras jaringan lunaknya yang sangat baik. Pada trianguler.
dekadeyang lalu, penerapan MRI dalam penilaian artritis Kalsifikasi jaringan ikat terlihat tidak sebaik foto biasa
meningkat dengan pesat baik dalam praktik klinik maupun karena pancaran sinyal yang rendah. Mula-mula diduga
dalam penelitian. Berbagai faktor berperan dalam hal ini, bahwa tulang yang j u g a mempunyai pancaran sinyal
termasuk diantaranya ketersediaan alat, perbaikan resolusi yang rendah akan menimbulkan masalah. Tetapi karena
dan perkembangan baru sekuens MRI untuk mengevaluasi sumsum tulang mempunyai sinyal tinggi, MRI menjadi
jaringan yang berbeda-beda. sangat sensitif untuk mendeteksi kelainan tulang. Dalam
MRI membawa keuntungan besar bagi pencitraan praktik, mikrofraktur akibat trauma atau stres yang sering
muskuloskeletal karena kesanggupannya untuk disebut bone bruises, tidak dikenal sebelum MRI. Sekarang,
memperlihatkan struktur jaringan lunak yang tidak dapat keberadaan mikrofraktur ini penting untuk diketahui.
diperlihatkan oleh pemeriksaan radiologi konvensional. Sebagai contoh, kebanyakan nyeri yang menyertai robekan
Teknik ini memperoleh informasi struktur berdasarkan meniskus akut mungkin disebabkan oleh mikrofraktur yang
densitas proton dalam jaringan dan hubungan proton ditemukan bersama-sama. Ketika mikrofraktur menyembuh,
ini dengan lingkungan terdekatnya. MRI dapat memberi nyeri hilang walaupun robekan meniskus masih ada.
penekanan pada jaringan atau status metabolik yang Penemuan ini m e m p u n y a i pengaruh penting dalam
berbeda-beda. Dengan perkataan lain, pencitraan yang pengobatan. Ini juga membantu menerangkan mengapa
berbeda dapat diperoleh dari tempat anatomi yang sama MRI lutut pada usia tua sering menunjukkan robekan
dengan mengubah parameter tertentu. meniskus yang asimtomatik. Mikrofraktur juga mempunyai
MRI relatif lebih m a h a l d a r i p a d a pemeriksaan hubungan erat dengan cedera ligamen.
pencitraan lain, terutama karena harga peralatan dan Setelah foto polos, MRI merupakan cara yang bagus
waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan. untuk memelajari tulang belakang dan isinya, seperti pada
Di masa depan, perlu dipertimbangkan pengurangan kasus tersangka herniasi diskus intervertebralis, terutama
sekuens pencitraan sehingga dapat menurunkan pada pasien muda karena tidak menimbulkan ionisasi.
biaya pemeriksaan. Juga perlu dikembangkan sekuens MRI merupakan sarana terbaik untuk mendiagnosis
pencitraan yang lebih cepat, yang dapat mengurangi osteonekrosis. Osteonekrosis dapat menyerupai penyebab
waktu dan biaya MRI, di samping memungkinkan studi lain nyeri sendi, terutama sendi panggul. Pada masa
dinamika gerakan sendi. awal penyakit, foto polos tidak menunjukkan kelainan.
MRI bebas dari bahaya ionisasi akibat radiasi, suatu MRI j u g a merupakan cara terbaik untuk mengevaluasi
k e u n t u n g a n besar dalam m e m e r i k s a bagian sentral luasnya neoplasma jaringan lunak dan tulang, dan telah
t u b u h d i m a n a p e m e r i k s a a n radiologi m e n i m b u l k a n menggantikan CT-scan dalam hal ini, meskipun foto
dosis radiasi yang tinggi. Meskipun demikian, ada juga polos tetap merupakan cara terbaik untuk mendiagnosis
beberapa bahayanya. Medan magnet yang kuat dapat tumor tulang. CT-scan mungkin juga bermanfaat dalam
menggerakkan obyek metal seperti logam asing dalam mengidentifikasi karakteristik kalsifikasi matriks yang akan
m a t a , m e n y e b a b k a n g a n g g u a n alat pacu j a n t u n g , membantu diagnosis jenis tumor.
memanaskan bahan logam sehingga menimbulkan luka MRI sensitif terhadap adanya infeksi tulang karena
bakar, dan menarik bahan logam ke dalam magnet. Bahan perubahan sinyal sumsum tulang. Ini merupakan pilihan
logam yang berdekatan dengan medan magnet j u g a yang baik untuk mengevaluasi daerah tertentu yang
dapat memengaruhi kualitas pencitraan MRI. Karena itu, diduga terkena osteomielitis, meskipun radionuclide bone
operator MRI harus menyaring pasien dan pengunjung scan lebih disukai untuk penilaian proses hematogenik
lain dengan teliti. Kadang-kadang penderita kurang cocok yang multifokal. MRI juga dapat mengidentifikasi abses
dengan gadolinium, suatu bahan kontras yang digunakan jaringan lunak.
pada pemeriksaan MRI. Selain itu, pasien perlu dilengkapi Kelainan otot seperti robekan dan memar dapat
d e n g a n proteksi telinga karena pengaktifan m e d a n diidentifikasi dengan MRI. Aktivitas masing-masing otot
magnet menimbulkan bising. selama gerakan sendi dapat dipelajari dengan memerhatikan
Struktur jaringan lunak sendi seperti meniskus dan perubahan sinyal yang terjadi selama aktivitas otot. MRI
ligamen krusiatum lutut dapat diperlihatkan dengan jelas. merupakan pemeriksaan terpilih untuk mengevaluasi
Jaringan sinovium juga dapat dilihat, terutama dengan osteokondritis disekans, jika kita ingin mengetahui apakah
menggunakan bahan kontras paramagnetik intravena sebuah fragmen tulang terlepas atau tidak.
seperti gadolinium. Demikian juga kelainan lain seperti Perubahan rawan sendi dapat dilihat dengan MRI.
efusi sendi, kista poplitea, ganglioma, kista meniskus dan Tetapi harus diingat bahwa penemuan kelainan minimal
bursitis dapat dilihat dengan jelas dan intergritas tendon hanya bermanfaat secara klinis jika hal ini mengubah
RADIOGRAFI MUSKULOSKELETAL 359

pengobatan yang diberikan. Pengobatan medikamentosa seperti 99m technisium metilen difosfat (99mTc MDP)
biasanya diteruskan sampai diperlukan penggantian sendi, untuk pemindaian tulang, 99mTc sulphur colloid untuk
yang dapat didiagnosis dengan foto polos biasa. pemindaian sumsum tulang, galium sitrat {67Ga citrate)
MRI menawarkan beberapa kelebihan dibandingkan dan lekosityang diberi label dengan Indium (7 7 lln-labeled
dengan radiografi konvensional dan pemeriksaan klinis WBCs) berguna untuk mengevaluasi berbagai macam
dalam mengevaluasi ARawal. MRI sanggup memerlihatkan kelainan muskuloskeletal. Biaya pemeriksaannya hampir
sinovitis inflamatif dengan atau tanpa kontras. MRI dapat sama dengan CT-scan dan dosis radiasinya sebanding
menemukan erosi tulang pada AR awal sebelum erosi ini dengan pemeriksaan CT-scan abdomen.
terlihat pada radiografi konvensional. Edema sumsum Sintigrafi tulang yang negatif dapat mengeksklusi
tulang merupakan penemuan penting lain dari MRI yang artritis aktif pada penderita dengan poliartralgia persisten.
berkaitan dengan artritis inflamatif dan diduga merupakan Di samping itu, sintigrafi merupakan cara yang nyaman
pendahulu erosi tulang. Informasi berharga yang diberikan untuk menelisik seluruh tulang dalam hal luas serta
MRI ini dapat digunakan untuk memperbaiki ketepatan distribusi penyakit sendi. Kekurangan utamanya iaIah
diagnosis, memperkirakan prognosis dan memantau bahwa bone scan dengan 99mTc-MDP tetap positip dalam
efektivitas pengobatan dalam praktik klinik. jangka waktu lama setelah sinovitis mereda dan hasilnya
Dalam waktu dekat diperkirakan MRI akan berperan tidak spesifik.
penting sebagai petanda prognosis dan juga sebagai alat Beberapa teknik baru sintigrafi seperti radiolabeled cell
pengukur luaran dalam penanganan AR. Tetapi, untuk determinant 4 (CD4), E-selectin antibodies, cytokines, and
mencapai keadaan ini diperlukan pengembangan lebih somatostatin receptor imaging, and 99mTc-immunoglobulin
lanjut dalam hal studi longitudinal dan standardisasi G (IgG) scintigraphy sedang diteliti kegunaannya
protokol scanning MRI, nomenklatur dan sistem skor agar untuk menilai aktivitas penyakit. Laporan sementara
reproducible dan dapat dipercaya. menunjukkan bahwa dibandingkan dengan bone scan
Penerapan klinis lain MRI pada artritis inflamatif yang konvensional, sintigrafi 99mTc-lgG lebih spesifik dalam
telah digunakan secara luas iaIah untuk mengevaluasi mendeteksi aktivitas sinovitis dan dapat membedakan
berbagai komplikasi yang mungkin timbul akibat penyakit berbagai derajat aktivitas penyakit pada AR.
atau pengobatannya, seperti robekan tendon, fraktur Sintigrafi cukup sensitif untuk menemukan banyak
minimal, osteonekrosis, dan kompresi batang otak atau proses penyakit, dan seluruh tubuh dapat diperiksa
sumsum tulang belakang. sekaligus. Tetapi teknik ini tidak spesifik karena sejumlah
Pada saat ini kekurangan utama MRI iaIah biayanya proses penyakit dapat menyebabkan akumulasi
yang tinggi dan ketersediaannya yang masih terbatas. r a d i o n u k l i d . Jika t e r d a p a t d a e r a h d e n g a n a m b i l a n
MRI memerlukan waktu pemeriksaan yang lebih lama (uptake) yang meningkat, sering diperlukan pemeriksaan
dibandingkan dengan sebagian besar modalitas pencitraan tambahan seperti pemeriksaan radiologik untuk
lain. Pasien harus tidak bergerak selama prosedur pemindaian meningkatkan spesivisitas guna mengidentifikasi jenis
karena gerakan akan membuat kualitas gambaran yang kelainan. Pada situasi klinis dimana kelainan tulang
diperoleh kurang baik. MRI dikontraindikasikan pada pasien tidak jelas, pemindaian tulang mungkin berguna untuk
dengan alat pacu jantung, implan koklear, dan benda asing menyingkirkan penyakit.
intraokular atau ditempat lain. Sendi yang mengalami proses inflamasi atau
Pada keadaan tertentu, MRI merupakan pilihan pertama d e g e n e r a t i f m e n u n j u k k a n uptake yang meningkat
yang cost effective dalam menilai sendi lutut dimana diduga dan d a p a t m e m e t a k a n luas p e n y a k i t d a l a m 1 kali
terdapat kerusakan internal, karena artroskopi terbukti tidak pemeriksaan. Secara umum hal ini tidak selalu berguna,
perlu pada sebagian besar kasus. tetapi mungkin bermanfaat pada keadaan t e r t e n t u .
Misalnya pada pasien dengan artritis inflamasi dan
kelainan yang luas pada pemeriksaan radiologik, sintigrafi
SINTIGRAFI dapat membantu menentukan daerah dimana terdapat
inflamasi aktif. Pemindaian tulang merupakan pilihan
Peranan sintigrafi d a l a m evaluasi berbagai m a c a m yang masuk akal untuk penemuan dini osteonekrosis jika
kelainan sendi masih terbatas. Sintigrafi dengan 99m tidak ada MRI. Pemindaian tulang juga dapat mendeteksi
Tc-diphosphonates merupakan cara yang lebih sensitif cedera akibat stres, seperti avuisi tendon, fraktur akibat
untuk menemukan penyakit sendi inflamatif dibandingkan stres, dan shin splints yang kadang-kadang menyerupai
dengan radiografi konvensional. keluhan artritis.
Teknik ini merupakan cara yang mudah untuk melihat Dalam hal penilaian fraktur minimal tulang dan
pola keterlibatan sendi dan keadaan aktivitas penyakit. nekrosis avaskular tulang terkait penyakit sendi, MRI lebih
Sintigrafi setelah pemberian intravena beberapa bahan sensitif dan spesifik dibandingkan dengan bone scan.
360 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

ULTRASONOGRAFI USG tidak memiliki g a m b a r a n potong lintang yang


lengkap untuk menentukan orientasi, sulit bagi orang
Perkembangan mutakhir teknologi US telah memperluas yang tidak hadir pada waktu pemeriksaan dilakukan
penerapan US muskuloskeletal. Ditemukannya transducer menginterpretasikan hasil pemeriksaan orang lain.
linear resolusi tinggi telah memungkinkan pencitraan Pada beberapa pusat pemeriksaan telah terbukti
panorama tendon, otot, dan pembuluh darah. Pencitraan bahwa USG dapat m e n d e t e k s i robekan rotator cuff
3 dimensi m e m u n g k i n k a n multiplanar reformatting, dengan tepat. Hasilnya j u g a baik dalam mengevaluasi
memungkinkan visualisasi optimal pada bidang tertentu penumpukan cairan seperti efusi sendi, kista poplitea
yang mungkin tidak dapat dicapai secara langsung. dan ganglioma, sehingga dapat dipakai untuk menuntun
Keuntungan US adalah sifatnya yang noninvasif, aspirasi cairan sendi maupun ditempat lain. Tendon yang
mudah d i b a w a , relatif murah dan tidak ada radiasi. terletak superfisial seperti tendon Achiles dan patela dapat
Kelemahan utamanya iaIah bahwa gelombang US tidak diperiksa untuk kemungkinan adannya robekan.
dapat menembus tulang; atas dasar alas an ini,tulang dan USG sangat baik untuk membedakan tromboflebitis
struktur dibawah tulang tidak dapat dilihat. Disamping dengan pseudotromboflebitis. Dengan teknik real-time
itu, evaluasi struktur intraartikular menjadi terbatas, dan penekanan, trombosis vena dan kista poplitea dapat
bergantung kepada tercapai tidaknya struktur tersebut diidentifikasi.
oleh berkas sonografi. Hanya sebagian rawan sendi, USG tampak menjanjikan untuk evaluasi osteoporosis.
jaringan sinovium dan ligament intraartikular yang dapat Hantaran gelombang melalui tulang memberikan informasi
diperiksa. tentang struktur mikrotrabekula yang berkaitan dengan
Salah satu penerapan US muskuloskeletal yang telah kekuatan tulang, tetapi tidak dapat dinilai langsung
digunakan secara luas iaIah dalam evaluasi robekan rotator dengan teknik radiografi. Informasi ini saling melengkapi
cuff. Setiap tendon yang terletak pada tempat yang dapat dengan informasi tentang komposisi mineral tulang dalam
diakses oleh berkas US dapat diperiksa terhadap robekan, mengevaluasi risiko fraktur pada penderita. USG juga telah
tenosinovitis dan subluksasi atau dislokasi. Kesanggupan US dipakai untuk menilai sifat permukaan rawan sendi.
untuk memeriksa secara real-time memungkinkan evaluasi
dinamika tendo.
Karena cairan merupakan penghantar baik untuk ARTROGRAFI
suara/gelombang, penumpukan cairan seperti kista Baker,
bursitis dan ganglion dapat dilihat dengan mudah melalui Pada artrografi, mated kontras yang radioopakdisuntikkan
US. US juga dapat memberikan panduan untuk melakukan kedalam sendi, kadang-kadang disertai udara (double-
aspirasi, biopsi dan suntikan intraartikular obat anestetik contrast arthrography) untuk melihat batas-batas/tepi
atau steroid. struktur intraartikular dan kapsul sendi. Dahulu, artrografi
Potensi penerapan US dalam evaluasi AR telah mulai s e r i n g d i g u n a k a n untuk m e n g e v a l u a s i j e j a s rawan
dimanfaatkan. Penelitian telah menunjukkan bahwa sistem sendi, meniskus, ligamen dan rotator cuff, serta sebagai
skoring dalam penilaian sinovitis penderita AR berdasarkan pemeriksaan penunjang pada monoartritis. Pada masa
suatu reference atlas mempunyai nilai intra dan interrater sekarang, prosedur ini telah digantikan oleh modalitas
reliability yang tinggi. pencitraan lain lain, terutama MRI.
US Doppler dengan atau tanpa kontras merupakan Biaya pemeriksaan lebih mudah daripada CT-scan
metode yang potensial untuk menilai aktifitas sinovitis atau MRI dan dapat dilakukan jika tersedia fluoroskopi.
pada AR dengan jalan mengukur perubahan vaskularisasi Tetapi kemungkinan masuknya bakteri ke dalam sendi
membran sinovium. Juga telah diperlihatkan efikasi US atau adanya reaksi terhadap bahan kontras atau anestesi
resolusi tinggi dalam menemukan erosi tulang pada sendi lokal harus dipertimbangkan, meskipun komplikasi ini
kecil penderita AR awal. sangat jarang.
USG memberikan informasi unik dengan menimbulkan Salah satu alasan utama melakukan artrografi iaIah
gambaran berdasarkan lokasi interface akustik dalam untuk memeriksa struktur dalam sendi seperti meniskus
jaringan. Relatif murah, mudah didapat dan bebas dari sendi lutut yang tak dapat dilihat dengan pemeriksaan
bahaya radiasi. Resolusi spatial sama dengan CT-scan radiologi konvensional. Sekarang struktur ini sudah dapat
dan MRI, bergantung kepada transducer Tetapi resolusi dilihat secara non-invasif dengan MRI. Meskipun demikian,
dibatasi oleh dalamnya jaringan yang diperiksa. Resolusi masih ada hal tertentu yang memerlukan artrografi.
jauh lebih baik pada jaringan superfisial. A r t r o g r a f i k o n v e n s i o n a l - m e n g g u n a k a n bahan
Salah satu kekurangan USG iaIah ketergantungannya kontras yang mengandung yodium, baik sendiri maupun
kepada operator Seorang peneliti tidak selalu dapat dikombinasikan dengan udara - dapat dengan tepat
m e n g u l a n g hasil p e m e r i k s a a n peneliti lain. Karena mendeteksi robekan total rotator cuff. CT-scan dapat
RADIOGRAFI MUSKULOSKELETAL 361

ditambahkan pada artrogram udara-kontras (artrografi beda. Dari nilai konsentrasi materi dan pengaruhnya
CT), memberikan hasil yang sangat baik untuk memelajari terhadap pengurangan CT dibuat sebuah kurva standar,
labrum glenoidalis yang sebanding dengan - atau mungkin dan kemudian densitas tulang pada setiap lokasi yang
lebih baik daripada - MRI. disidik ditentukan dengan merujuk ke kurva standar Biaya
Artrogram lutut dapat memastikan diagnosis kista pemeriksaannya sedang dan dosis radiasi cukup rendah,
poplitea dan m e m u n g k i n k a n d i l a k u k a n n y a suntikan meskipun tidak serendah DEXA. Keuntungan teknik ini
steroid pada waktu yang sama. Teknik ini merupakan iaIah dapat mengevaluasi bagian tengah vertebra karena
pengganti yang tepat untuk mengevaluasi meniskus korteks dan bagian posterior vertebra tidak diukur Bagian
pada penderita klaustrofobia atau penderita yang ukuran trabekular lebih cepat terpengaruh dibandingkan dengan
badannya menyebabkan pemeriksaan MRI tidak mungkin korteks pada waktu terjadi kehilangan massa tulang.
dilakukan.
Artrografi pergelangan tangan sangat baik untuk
mengevaluasi integritas fibrokartilago trianguler, ligamen ANGIOGRAFI
antara os skafoid dan os lunatum serta ligamen antara os
lunatum dan os trikuetrum. Dalam keadaan ini, sebagian Angiografi berguna dalam mendiagnosis penyakit
besar klinikus lebih menyukai artrografi daripada MRI. reumatik dimana terdapat komponen v a s k u l a r Pada
Artrografi MRI dilakukan dengan mengembangkan sendi poliarteritis nodosa, adanya aneurisma kecil yang multipel
bahu memakai bahan kontras larutan encer Gadolinium. pada arteri viseral yang berukuran sedang merupakan
Teknik ini telah dipelajari dengan mendalam dan mungkin gambaran yang penting. Pada lupus eritematosus sistemik,
m e n i n g k a t k a n ketepatan diagnosis robekan labrum angiografi mungkin bermanfaat dalam mendiagnosis
glenoidalis dan rotator cuff. keterlibatan susunan saraf pusat.
Artrografi dengan kontras digunakan untuk Biaya angiografi lebih tinggi daripada MRI dan
memastikan lokasi jarum intraartikuler setelah aspirasi merupakan prosedur invasif Sebaiknya hanya dilakukan
cairan sendi dari sendi yang diduga terinfeksi. Artrografi pada situasi t e r t e n t u d i m a n a cara lain tidak dapat
merupakan satu-satunya cara yang dapat diandaikan memberikan data diagnostik yang diperlukan.
untuk memastikan asal spesimen.
Teknik pencitraan lain y a n g k a d a n g - k a d a n g dipakai
misalnya :
1. Sialografi : untuk memerlihatkan pengaruh sindrom
DENSITOMETRI T U L A N G sika terhadap kelenjar ludah dan membedakannya
d e n g a n s u m b a t a n mekanik akibat batu kelenjar
Densitometri tulang digunakan terutama untuk
ludah.
mengevaluasi osteoporosis. Dua teknik yang akurat
2. Tenografi : untuk memerlihatkan ruptur tendon atau
dan telah dipergunakan secara luas iaIah dual-energy
massa akibat hipertrofi sinovium.
x-ray absorptiometry (DEXA) dan quantitative computed
3. Mielografi, radikulografi, ascending lumbar venography
tomography (QCT).
dan diskografi: untuk menilai nyeri pinggang atau
DEXA menggunakan berkas sempit sinar-X yang
penyakit reumatik pada vertebra serfikal.
mengubah energi. Sebuah reseptor yang sensitif
4. Termografi : dasarnya iaIah pancaran panas infra-
mendeteksi fraksi sinar-X yang melintasi tubuh, yang
merah dari kulit di atas tulang dan sendi. Aktivitas
menghasilkan profil jumlah radiasi yang didefleksikan oleh
sinovitis dan respons terhadap pengobatan dapat
tubuh. Karena karakteristik absorpsi tulang dan jaringan
dilihat dan diukur
lunak tidak sama pada tingkat energi sinar x yang berbeda-
beda, jumlah radiasi yang diabsorpsi oleh tulang dapat Teknik ini juga dapat digunakan untuk menyelidiki
dihitung. Dari hasil ini, jumlah tulang pada jalur sinar x aliran darah perifer y a n g berkurang misalnya pada
pada setiap titik sepanjang penyidik dapat ditentukan. fenomena Raynaud dan peningkatan aliran darah pada
DEXA relatif murah dan radiasinya rendah. Jadi tulang, misalnya pada penyakit Paget.
merupakan pilihan yang baik untuk pemeriksaan yang
harus diulang-ulang. Setiap bagian tubuh dapat diperiksa.
Telah dibuat nilai standar untuk vertebra lumbal dan PEMILIHAN PEMERIKSAAN PENCITRAAN
bagian proksimal femur, yang merupakan bagian yang
paling banyak dipelajari. Hampir semua pemeriksaan pencitraan sebaiknya dimulai
QCT menyidik beberapa vertebra lumbal bersama- dengan foto polos. Sering pemeriksaan foto polos ini
sama dengan sebuah fantom yang berisi materi yang saja sudah cukup. Jika diperlukan informasi diagnostik
bone-equivalent dengan konsentrasi yang b e r b e d a - lain yang mungkin akan mengubah tindakan klinis, MRI
362 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

sering merupakan pilihan kedua. Dalam banyak kasus, REFERENSI


hasil pemeriksaan MRI harus dikorelasikan dengan foto
polos karena MRI tidak dapat memerlihatkan kalsifikasi Bellamy N, Buchanan WW : Clinical evaluation in the rheumatic
diseases.In Koopman WJ (Ed.) Arthritis and allied conditions
atau erosi ringan pada korteks. A textbook of Rheumatology. 13*^ ed., Williams and Wilkins,
Penelitian MRI akhir-akhir ini menunjukkan bahwa Baltimore, 1997, Vol. I, Ch. 3, p 47-70.
sering terdapat kelainan anatomi yang tidak berkaitan Katthagen B-D: Ultrasonography of the shoulder. Thieme Med
Publ Inc., New York, 1990.
dengan keluhan. Karena itu gejala klinis dan kelainan
Marcelis S, Daenen B, Ferrara MA: Peripheral Musculoskeletal
pencitraan harus dinilai b e r s a m a - s a m a . Pemeriksaan Ultrasound Atlas. (Edited by Dondelinger RF), Thieme Med
pencitraan sebaiknya tidak dilakukan, kecuali jika mereka Publ Inc., New York, 1996.
mempunyai potensi untuk menjawab pertanyaan klinis. Peterfy CG, Genant HK: Magnetic resonance imaging in arthritis.
Dalam Koopman WJ (Ed.) Arthritis and allied conditions - A
Pada kebanyakan kasus, pemeriksaan pencitraan yang textbook of Rheumatology. 13* ed., Williams and Wilkins,
biayanya murah sudah dapat memberikan informasi yang 1997, Baltimore, Vol. I, Ch. 6, p 115-149.
diperlukan untuk mengambil keputusan klinis. Jika foto Resnic D, Yu JS, Sartoris D : Diagnostic tests and procedures in
rheumatic diseases - Imaging. Dalam Kelley WN et al (Eds.)
polos bahu memerlihatkan subluksasi kaput humeri ke atas
Textbook of rheumatology. 5* ed., WB Saunders Co., 1997,
dan menyentuh bagian inferior akromion, klinikus dapat Vol. 1, Sec. V, Ch. 42, p 626-86.
memastikan - tanpa pemeriksaan MRI - bahwa rotator Scott Jr WW : Imaging techniques. Dalam Klippel JH (Ed.) Primer
cuff telah robek dan atrofi. Foto lutut anteroposterior on the Rheumatic Diseases. Arthritis Foundation, Atlanta,
GA, 11* ed, 1997, p 106-15.
dan posteroanterior (fleksi) dalam keadaan berdiri baru
Van Holsbeeck M, Introcaso JH : Musculoskeletal Ultrasound.
dapat memerlihatkan kelainan jika rawan sendi sudah Mosby-Year Book, Inc., St. Louis, 1991.
habis, tetapi tidak dapat memerlihatkan erosi minimal Hammer HB, Bolton-King P, Bakkeheim P, et al. Examination of
yang tampak pada MRI. intra and interrater reliability with a new ultrasonographic
reference atlas for scoring of synovitis in patients with
Akhirnya, sangat penting bagi klinikus untuk bekerja rheumatoid arthritis. Ann Rheum Dis 2011;70(ll):1995-8.
sama dengan ahli radiologi untuk memutuskan dengan
tepat apa yang diharapkan dari pemeriksaan pencitraan,
lalu menetapkan pemeriksaan apa yang dipilih untuk
memperoleh informasi tersebut. MRI dapat memberikan
banyak i n f o r m a s i dari b e r a g a m struktur, s e h i n g g a
pemeriksaan MRI secara mendalam mungkin tepat pada
penyakit sendi yang membingungkan. Pada situasi lain,
pemeriksaan MRI standar atau pemeriksaan pencitraan
lain yang lebih sederhana mungkin dapat memberikan
informasi diagnostik yang spesifik dalam waktu yang lebih
singkat dengan biaya yang lebih murah.

44
PEMERIKSAAN DENSITOMETRI TULANG
Bambang Setiyohadi

Osteoporosis adalah kelainan skeletal sistemik y a n g lebih gelap. Pada tulang yang mengalami demineralisasi,
ditandai dengan compromised bone strength sehingga gambarannya akan lebih gelap mendekati gambaran
tulang mudah fraktur. Osteoporosis merupakan keadaan jaringan lunak. Walaupun demikian, dibutuhkan kehilangan
yang sering didapatkan karena setelah m e n o p a u s e , massa tulang minimal 3 0 % agar didapatkan gambaran
seorang wanita akan kehilangan hormon estrogen di yang jelas pada pemeriksaan radiologik konvensional.
dalam tubuhnya dan proses resorpsi tulang menjadi tidak Karena metode ini tidak sensitif, maka dikembangkan
terkendali dan tidak dapat diimbangi oleh proses formasi metode pengukuran secara radiologik, yaitu dengan
tulang. Di Amerika, 44 j u t a penduduknya mengalami cara absorpsiometri radiografik (fotodensitometri) dan
osteoporosis atau densitas massa tulang yang rendah. radiogrametri. Pada teknik absorpsiometri radiografik,
Osteoporosis merupakan keadaan yang serius karena keabu-abuan gambaran radiografik dikalibrasi dengan
akan mengakibatkan fraktur dan meningkatkan angka menggunakan potongan alumunium atau hidroksiapatit
m o r b i d i t a s dan m o r t a l i t a s . D i a g n o s i s o s t e o p o r o s i s yang berbentuk baji yang diletakkan di permukaan film
sangat mudah dilakukan, yaitu dengan cara mengukur dan difoto bersama dengan objeknya. Sedangkan teknik
densitas massa tulang [Bone Mineral Density, BMD) dan radiogrametri mengukur ketebalan korteks tulang pada
osteoporosis akan dapat dideteksi lebih dini sebelum film, biasanya diambil tulang-tulang tangan, humerus
fraktur terjadi. Pengobatan osteoporosis j u g a tersedia atau radius. Yang tersering diambil adalah pada mid-
lengkap saat ini yang dapat menurunkan risiko fraktur metakarpal II.
sampai 50%.
Single Energy Densitometry. Teknik ini menggunakan
Densitometri tulang merupakan teknik non-invasif
gelombang radiasi yang melalui lengan bawah distal
yang dapat mengukur kepadatan tulang. Ada bermacam-
dan d i b a n d i n g k a n antara radiasi y a n g d i p a n c a r k a n
macam teknik densitometri mulai dari yang sederhana
oleh alat (radiasi insidens) dengan radiasi yang keluar
sampai yang canggih. Saat ini yang banyak digunakan
setelah melalui objek (disebut radiasi tarnsmisi) sehingga
adalah teknik Dual X-ray Absorptiometry (DXA).
didapatkan penipisan radiasi (atenuasi) karena diserap oleh
obyek tersebut. Makin tinggi mineralisasi tulang, makin
besar atenuasinya. Densitas massa tulang diukur dengan
TEKNIK DENSITOMETRI cara membagi bone content (sesuai dengan atenuasi)
dengan area tulang yang diukur Walaupun demikian, cara
Sebelum membicarakan DXA secara lebih detil, ada
ini memiliki beberapa kelemahan, misalnya :
baiknya dibicarakan dulu berbagai teknik densitometri
1. Teknik ini membutuhkan isotop radioaktif sebagai
secara garis besar yang meliputi teknik radiografik, single
sumber radiasi yang harganya mahal dan dapat
energy densitometry, dual energy densitometry, quantitative
menghasilkan eror pada pengukuran bila sumber
computed tomography, dan quantitative ultrasound.
tersebut diganti. Karena itu, teknik ini disebut juga
Teknik radiografik. Berkembang sebelum densitometer Single Photon Absorptiometry (SPA).
k u a n t i t a t i f b e r k e m b a n g s e p e r t i saat ini. Teknik ini 2. Teknik ini tidak praktis, karena objek yang akan diukur
membandingkan gambaran tulang pada film radiografik harus direndam dalam air dengan tujuan untuk
yang lebih terang dibandingkan dengan sekitarnya yang menghilangkan absorpsi radiasi pada jaringan lunak

363
364 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

yang akan mengganggu pengukuran densitas tulang. yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Oleh sebab itu, teknik ini hanya dapat mengukur densitas Balikpapan, dan Makassar DXA merupakan baku emas
tulang perifer, seperti lengan bawah distal atau tumit untuk pengukuran BMD yang dapat mengukur tulang-
dan tidak dapat digunakan untuk mengukur densitas tulang sentral (aksial) yang meliputi tulang belakang dan
tulang aksial. femur proksimal; serta tulang-tulang perifer seperti lengan
bawah, bahkan dapat mengukur BMD seluruh tubuh
Dengan berkembangnya teknik radiologik, maka
(total body). Data epidemiologik osteoporosis dengan
penggunaan isotop sebagai sumber radiasi akhirnya
menggunakan DXA j u g a sudah banyak dipublikasikan
diganti dengan sinar-X dan teknik ini disebut Single X-ray
dan secara in vitro diketahui berkorelasi baik dengan
Absorptiometry (SXA).
kekuatan tulang. Tujuan pengukuran BMD adalah untuk
Dual Energy Absorptiometry. Menggunakan 2 energi mendiagnosis osteoporosis, memprediksi risiko fraktur
radiasi sehingga pengaruh jaringan lunak dapat dieliminir dan memonitor terapi.
Semula sumber energi yang digunakan adalah isotop Pada pengukuran BMD dengan DXA, akan didapatkan
sehingga teknik ini disebut Dua Photon Absorptiometry nilai BMD areal (dalam satuan gr/cm^), T-score dan Z-score.
(DPA), kemudian sumber energinya diubah menjadi sinar-X T-score adalah perbandingan nilai BMD pasien dengan
dan teknik ini disebut Dual X-ray Absorptiometry (DXA). rerata BMD orang muda normal dan dinyatakan dalam
Teknik DXA inilah yang saat ini banyak digunakan, karena skor simbang baku; sedang Z-score membandingkan nilai
dapat mengukur densitas tulang di daerah lumbal, femur BMD pasien dengan rerata BMD orang seusia pasien, juga
proksimal, lengan bawah, dan bahkan seluruh tubuh (total dinyatakan dalam skor simpang baku.
body). Dengan perkembangan teknologi, digunakan teknik Pada pengukuran BMD spinal (tulang belakang),
fan beam geometry yang dapat meningkatkan waktu maka semua L1-L4 harus diukur rerata BMDnya, kecuali
scanning. bila terdapat perubahan struktur atau artefak pada ruas
vertebra yang bersangkutan. Dalam hal ini, gunakan 3
Quantitative Computed Tomography (QCT), merupakan
ruas vertebra bila 4 ruas tidak mungkin, atau 2 ruas bila 3
satu-satunya teknik non-invasif yang dapat mengukur
ruas tidak mungkin, tetapi tidak dapat diukur bila hanya
densitas tulang secara 3 dimensi. Hasil dari teknik QCT
digunakan 1 ruas vertebra. Selain itu, pengukuran spinal
adalah densitas v o l u m e t r i k (dalam gram/cm^). QCT
lateral juga tidak dapat digunakan untuk diagnosis, kecuali
sangat baik digunakan untuk mengukur densitas tulang
untuk pemantauan, karena memiliki presisi yang lebih
belakang dan sementara ini belum dapat digunakan
buruk dibandingkan dengan BMD spinal PA, tetapi memiliki
untuk mengukur area yang lain. Walaupun demikian, QCT
respons yang baik terhadap pengobatan. Pada penyakit
membutuhkan radiasi yang besar dibandingkan dengan
degeneratif (osteoartritis) lumbal atau adanya fraktur pada
DXA, karena DXA hanya membutuhkan radiasi 1-5 mSv,
ruas-ruas tulang lumbal, akan menyebabkan BMDnya
sedangkan QCT membutuhkan radiasi sampai 60 mSv.
lebih tinggi, sehingga dalam hal ini ruas-ruas lumbal yang
Quantitative Ultrasound (QUS). Dengan menggunakan mengalami penyakit degeneratif atau mengalami fraktur
teknik ultrasonografik, dapat diukur densitas tulang, tetapi tidak dapat ikut dinilai untuk mendiagnosis osteoporosis.
terbatas pada tulang-tulang perifer, misalnya tumit, jari Beberapa artefak lain yang j u g a dapat mengganggu
atau lengan bawah. Walaupun demikian, sampai saat penilaian BMD spinal adalah kalsifikasi aorta, laminektomi,
ini tidak jelas, struktur tulang yang mana yang diukur fusi spinal, kontras gastrointestinal, tablet kalsium, batu
dengan teknik ini, mungkin ukuran trabekula atau ukuran ginjal atau kandung empedu, kalsifikasi pankreas, alat-
kristal atau struktur lainnya. Walaupun teknik ini sangat alat metal yang diimplan ke dalam tubuh, kancing baju,
menjanjikan karena ukurannya yang kecil, waktu scanning dompet, perhiasan, dan lain sebagainya.
yang relatif cepat dan tidak ada radiasi, tetapi presisinya Pada BMD panggul, dapat dipilih apakah akan diukur
buruk dan akurasinya juga diragukan bila dibandingkan sisi kiri atau kanan, karena tidak ada perbedaan BMD
dengan teknik sinar-X, sehingga sementara ini hanya yang bermakna. Dari ROI ini yang dapat digunakan untuk
digunakan untuk penapisan massal dan belum digunakan diagnosis adalah BMD yang terendah dari femoral neck,
untuk patokan terapi. total proximal femur, atau trokanter Ward's area tidak
boleh digunakan untuk diagnosis osteoporosis karena
akan didapatkan hasil positif palsu, karena area Ward
DXA pada hasil DXA hanya menunjukan area kecil di leher
femur yang terendah BMDnya dan tidak sesuai dengan
DXA merupakan teknik BMD yang banyak dipakai secara area Ward secara anatomis. Selain itu, BMD pada Ward
luas. Di Amerika sendiri saat ini terdapat sekitar 10.000 area memiliki presisi dan akurasi yang buruk dan tidak
alat DXA. Di Indonesia terdapat sekitar 15 alat DXA termasuk dalam kriteria WHO. Pengukuran rata-rata BMD
PEMERIKSAAN DENSITOMETRI TULANG 365

panggul kiri dan kanan juga tidak perlu dilakukan, karena


Tabel 3. Region of Interest (ROI)
tidak ada data yang menggambarkan rerata nilai tersebut
lebih baik untuk diagnosis osteoporosis. Bagian-bagian tulang yang diukur [Region of Interest, ROI):
1. Tulang belakang (L1-L4)
Secara rutin, untuk diagnosis osteoporosis cukup
2. Panggul
dilakukan BMD pada ROI spinal dan femur proksimal.
Femoral neck
Walaupun demikian, bila kedua ROI tersebut tidak dapat Total femoral neck
dinilai atau pada keadaan sangat obes atau pada pasien Trokanter
hiperparatiroidisme, dapat dilakukan pengukuran BMD 3. Lengan bawah (33% radius), bila :
pada lengan bawah. Berbeda dengan lumbal maupun Tulang belakang dan/atau panggul tak dapat
femur proksimal, BMD lengan bawah merupakan prediktor diukur
yang baik untuk menilai densitas tulang kortikal. Pada Hiperparatiroidisme
Sangat obes
ROI ini, pilihiah ROI 3 3 % radius (kadang-kadang disebut
1/3 radius) pada lengan bawah non-dominan. Kriteria Dari ketiga lokasi tersebut, maka nilai T-score yang
WHO tidak boleh digunakan untuk menilai BMD perifer, terendah yang digunakan untuk diagnosis osteoporosis
kecuali pada ROI 3 3 % radius. BMD perifer juga tidak dapat

Tabel 4. Klasifikasi Diagnostik Osteoporosis (WHO study


Tabel 1. Indikasi Pemeriksaan BMD
group 1994)
Perempuan berusia di atas 65 tahun
Klasifikasi T-score
Perempuan pasca menopause berusia < 65 tahun
dengan faktor risiko Normal -1 atau lebih besar
• Laki-laki berurhur 70 tahun atau lebih Osteopenia Antara -1 dan -2,5
Orang dewasa dengan fraktur fragilitas
Osteoporosis -2,5 atau kurang
O r a n g d e w a s a d e n g a n risiko f r a k t u r p a n g g u l ,
misalnya tinggi badan > 5 ft 7 in, berat badan Osteoporosis berat -2,5 atau kurang dan fraktur fragilitas
< 127 lb, riwayat merokok, riwayat maternal dengan
fraktur panggul
Orang dewasa dengan penyakit atau kondisi yang
Tabel 5. Tindakan Berdasarkan Hasil T-score
berhubungan dengan densitas massa tulang yang
rendah atau kehilangan massa tulang, misalnya T-score Risiko fraktur Tindakan
hiperparatiroidisme, sindrom malabsorpsi, Tidak ada terapi
hemigastrektomi, hipertiroidisme, dan sebagainya Ulang densitometri
> +1 Sangat rendah
Orang dewasa yang minum obat-obatan yang potensial tulang bila ada indikasi.
menyebabkan densitas massa tulang rendah atau Tidak ada terapi
kehilangan massa tulang, misalnya glukokortikoid, anti Ulang densitometri
Os/d+1 Rendah
konvulsan, heparinisasi kronik, dan sebagainya tulang setelah 5 tahun
Setiap orang yang dipertimbangkan memerlukan terapi Tidak ada terapi
farmakologik untuk osteoporosis Ulang densitometri
Seseorang dalam terapi osteoporosis, untuk memantau -1 s/d 0 Rendah
tulang setelah 2 tahun
efek pengobatan Tindakan pencegahan
Seseorang yang terbukti mengalami kehilangan osteoporosis
massa tulang yang karena satu dan lain hal sehingga -1 s/d -2,5 Sedang Ulang densitometri
tidak mendapatkan terapi, walaupun sesungguhnya tulang setelah 1 tahun
membutuhkan terapi <-2,5 Tinggi Tindakan pengobatan
t a n p a osteoporosis
fraktur Tindakan pencegahan
Tabel 2. T-score dan Z-score
1 dilanjutkan

BMD pasien - rerata BMD orang dewasa muda Ulang densitometri


T-score =• tulang dalam 1-2 tahun
1 SD rerata BMD orang dewasa muda
<-2,5 Sangat tinggi Tindakan pengobatan
BMD pasien - rerata BMD orang seusia pasien dengan osteoporosis
Z-score = fraktur Tindakan pencegahan
1 SD rerata BMD orang seusia pasien
dilanjutkan
Z-score yang rendah (< -2,0) mencurigakan ke arah Tindakan bedah atas
kemungkinan osteoporosis sekunder, walaupun tidak ada indikasi
data pendukung. Selain itu, setiap pasien harus dianggap Ulang densitometri
menderita osteoporosis sekunder sampai terbukti tidak ada tulang dalam6 bulan -1
penyebab osteoporosis sekunder tahun
366 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

digunakan untuk nnemantau hasil terapi, kecuali untuk fraktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
menilai risiko fraktur. berumur 50 tahun dengan T-score yang sama. Data risiko
ROI lain yang dapat dinilai pada pemeriksaan BMD fraktur pada orang berusia lanjut ternyata hampir sama
adalah total body. BMD total body sangat baik untuk pada semua lokasi tulang walaupun lokasi yang diukur
menilai tulang kortikal, karena 80% rangka manusia terdiri dan mesin yang digunakan berbeda. Oleh sebab itu,
atas tulang kortikal. Kadang-kadang BMD total body juga hasil BMD yang rendah pada satu lokasi tulang sudah
digunakan untuk menilai komposisi tubuh, misalnya lean menunjukkan penurunan BMD pada tulang-tulang yang
body mass, persentase lemak tubuh. Dalam hal yang terakhir lain. Kekecualian hanyalah pada prediksi risiko fraktur
ini diperlukan piranti lunak yang khusus dan standardisasi panggul, karena yang nilai prediksinya paling tinggi hanya
tersendiri yang biasanya sudah disediakan oleh pabrikyang BMD pada femoral neck.
memproduksi mesin BMD yang bersangkutan. BMD total Saat ini diketahui bahwa faktor kekuatan tulang
body'juga menjadi pilihan ROI untuk menilai densitas tulang memegang peran yang sangat penting sebagai faktor
anak-anak di bawah umur 20 tahun, selain BMD lumbal. risiko fraktur akibat osteoporosis. Ada 2 variabel yang
Nilai T-score -2,5 atau kurang, tidak selalu menunjukkan harus diperhitungkan yang menentukan kekuatan tulang,
o s t e o p o r o s i s , karena pada o s t e o m a l a s i a j u g a a k a n yaitu kuantitas tulang dan kualitas tulang. Kuantitas tulang
m e m b e r i k a n hasil T-score y a n g r e n d a h . S e l a i n itu, meliputi ukuran tulang dan densitas tulang, sedangkan
diagnosis osteoporosis juga dapat ditegakkan walaupun kualitas tulang meliputi bone turnover, arsitektur tulang,
T-score lebih besar dari -2,5, misalnya bila didapatkan akumulasi kerusakan tulang, derajat mineralisasi dan
fraktur vertebra atraumatik. Pada pengguna glukokortikoid kualitas kolagen pada jaringan tulang tersebut.
j a n g k a panjang (>6 minggu) atau dosis tinggi (dosis
prednison >7,5 mg/hari), maka terapi dapat dimulai bila
nilai T-score -1,5 atau lebih rendah. Selain itu nilai T-score DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS PADA PEREMPUAN
yang rendah juga tidak berhubungan dengan penyebab P R A - M E N O P A U S A L , L A K I - L A K I , DAN A N A K -
osteoporosis, sehingga harus dilakukan evaluasi terhadap ANAK
kemungkinan adanya faktor risiko osteoporosis yang
mungkin membutuhkan penatalaksanaan tersendiri. Setiap Kriteria klasifikasi diagnosis osteoporosis tidak dapat
pasien osteoporosis harus dianggap menderita osteoporosis digunakan untuk kelompok perempuan pramenopausal
sekunder sampai dapat disingkirkan semua kemungkinan sehat (umur 20 tahun sampai usia menopause), laki-laki,
penyebab osteoporosis yang diderita pasien, apalagi bila dan anak-anak.
didapatkan Z-score -2 atau lebih rendah. Pada perempuan pra-menopausal, tidak ada data
Mengapa untuk diagnosis osteoporosis digunakan h u b u n g a n BMD d e n g a n risiko fraktur s e b a g a i m a n a
T-score dan bukan Z-score ? didapat pada perempuan pasca menopause. Oleh sebab
Nilai T-score berhubungan dengan kekuatan tulang itu, adanya fraktur pada perempuan pramenopausal
dan risiko fraktur Bila digunakan nilai Z-score untuk yang disertai BMD yang rendah sudah cukup untuk
diagnosis osteoporosis maka akan didapatkan banyak mendiagnosis osteoporosis. Dalam hal ini, nilai Z-score
hasil negatif palsu walaupun terdapat fraktur fragilitas lebih memiliki nilai diagnostik daripada T-score. Selain itu,
dan osteoporosis tidak akan makin meningkat dengan osteoporosis pada perempuan premenopausal juga dapat
bertambahnya umur didiagnosis bila didapatkan BMD yang rendah dengan
penyebab osteoporosis sekunder misalnya pengguna
s t e r o i d j a n g k a p a n j a n g , p e n g g u n a anti k o n v u l s a n ,
PREDIKSI RISIKO FRAKTUR hipogonadisme, hiperparatiroidisme, dan sebagainya.
Pada laki-laki yang berumur 65 tahun atau lebih atau
Sampai saat ini masih diperdebatkan, apakah BMD yang laki-laki yang berumur 50-64 tahun dengan faktor risiko
rendah m e r u p a k a n prediktor fraktur fragilitas y a n g osteoporosis, maka nilai T-score dapat digunakan untuk
penting. Beberapa faktor risiko fraktur yang lain yang juga mendiagnosis osteoporosis dan osteoporosis didiagnosis
harus diperhatikan adalah tinggi badan >5 ft 7 in, berat bila didapatkan nilai T-score - 2 , 5 atau lebih rendah.
badan <127 lb, merokok dan riwayat maternal dengan Pada laki-laki yang berumur 20-50 tahun atau laki-laki
fraktur panggul. Setiap penurunan BMD 1 SD identik yang berumur 50-64 tahun tetapi tidak memiliki faktor
dengan peningkatan risiko fraktur relatif sebesar 1,9-3,0. risiko osteoporosis, maka tidak dapat digunakan T-score
Tetapi hal ini juga ditentukan oleh umur pasien, karena untuk mendiagnosis osteoporosis. Dalam hal ini, sama
ternyata umur di atas 60 tahun merupakan faktor risiko halnya dengan diagnosis osteoporosis pada perempuan
fraktur tersendiri yang tidak tergantung pada BMD. Pasien pramenopausal, dimana nilai Z-score lebih berkorelasi
berumur 80 tahun dengan T-score-1,9 akan memiliki risiko dengan risiko fraktur daripada nilai T-score. Walaupun
PEMERIKSAAN DENSITOMETRI TULANG 367

demikian, nilai-nilai ini masih memerlukan standardisasi risiko kehilangan massa tulang yang bermakna atau
lebih lanjut. Diagnosis osteoporosis pada laki-laki yang terdapat indikasi untuk terapi osteoporosis. Selain itu,
berumur <50 tahun tidak dapat hanya didasarkan pada BMD serial juga dapat menilai respons terhadap terapi
nilai BMD. Bila didapatkan risiko osteoporosis sekunder osteoporosis. Dalam hal ini, pada pasien-pasien yang tidak
p a d a l a k i - l a k i p a d a s e t i a p umur, m a k a d i a g n o s i s memberikan respons yang baik terhadap pengobatan,
osteoporosis dapat ditegakkan secara klinis. dapat dilakukan re-evaluasi terhadap terapi yang diberikan
Pada anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan atau evaluasi terhadap kemungkinan adanya penyebab
y a n g b e r u m u r <20 t a h u n , nilai T-score tidak dapat osteoporosis sekunder yang harus diterapi secara terpisah.
digunakan untuk diagnosis osteoporosis, sebagai gantinya Interval BMD serial tergantung pada keadaan klinik pasien.
digunakan nilai Z-score. Selain itu, diagnosis osteoporosis Pada pasien yang baru mendapatkan terapi atau baru
pada anak-anak tidak boleh hanya didasarkan pada nilai diubah terapinya, maka BMD ulangan dapat dilakukan
BMD. Terminologi BMD rendah pada anak-anak ditetapkan setiap tahun dan bila hasilnya sudah menetap, maka dapat
bila nilai Z-score <-2,0. Selain itu ROI yang dianjurkan pada dilakukan BMD serial tiap 2 tahun. Pada pasien-pasien
anak-anak adalah lumbal dan total body. Penggunaan nilai dengan risiko kehilangan massa tulang yang besar, seperti
BMD untuk prediksi fraktur pada anak-anak sampai saat pada pengguna steroid, maka BMD serial dapat dilakukan
ini masih belum ditentukan. lebih cepat, misalnya setiap 6 bulan.
Untuk melakukan BMD serial, setiap Pusat BMD harus
menentukan Least Significant Change (LSC). Selain itu,
BMD SERIAL setiap pergantian sistem DXA atau perubahan operator
BMD, j u g a harus dihitung presisinya. Bila perubahan
BMD serial dilakukan untuk menentukan bilamana terapi BMD serial sama atau lebih dari LSC yang telah dihitung,
osteoporosis dapat dimulai pada pasien-pasien dengan maka perubahan tersebut dianggap bermakna. Pada BMD

Gambar 1. Macam-macam alat densitometri


368 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

serial, yang dibandingkan adalah nilai BMD area!, bukan BMD yang meliputi ROI, BMD areal dalam gr/cm^, T-score,
nilai T-score. Selain itu, BMD yang dilakukan dengan alat Z-score, kriteria diagnostik WHO, risiko fraktur, anjuran
yang berbeda tidak dapat dibandingkan, karena mungkin evaluasi medik untuk mencari kemungkinan penyebab
berbeda sumberenerginya, berbeda kalibrasinya, berbeda osteoporosis sekunder, anjuran untuk BMD ulangan
detektornya, dan berbeda ROInya. berikutnya.
Pada p e l a p o r a n BMD ulangan (serial) harus
dicantumkan ROI yang sebelumnya dan berikutnya yang
PELAPORAN BMD dibandingkan, nilai LSC di Pusat BMD tersebut, pelaporan
adanya perubahan yang bermakna atau tidak, baik dalam
Pelaporan hasil pemeriksaan BMD awal dan BMD ulangan g/cm^ maupun dalam%, dan anjuran untuk pemeriksaan
berbeda dan harus diperhatikan baik oleh operator, analis BMD berikutnya.
y a n g mengevaluasi hasil BMD m a u p u n dokter yang Selain itu, pada pelaporan BMDjuga dapat dicantumkan
membaca hasil BMD tersebut. rekomendasi untuk menyingkirkan kemungkinan etiologi
Pelaporan BMD awal harus meliputi data demografik osteoporosis sekunder, evaluasi laboratorium, identifikasi
(umur, jenis kelamin, ras, tinggi badan, berat badan), faktor risiko fraktur dan kehilangan massa tulang yang
dokter yang meminta pemeriksaan BMD, dokter yang cepat, evaluasi radiologik, tindakan pencegahan umum
membaca hasil pemeriksaan BMD, indikasi pemeriksaan, dan anjuran terapi.
status menopause pasien, alat BMD yang digunakan, hasil

Gambar 2. Densitometri lumbal


PEMERIKSAAN DENSITOMETRI TULANG 369
370 RADIODIAGNOSTIK PENYAKIT DALAM

REFERENSI

Bonnick SL. Bone Densitometry in Clinical Practice: Application


and Interpretation. New Jersey,Humana Press, 1998,.
Bonnick SL, Faulkner KG, Miller PD, McClung MR. ISCD
Certification Course Clinical Track: Learning objectives. Core
teaching points and Suggested readings. International society
of Clinical Densitometry, 2000.
Faulkner KG. Clinical Use of Bone Densitometri. In: Marcus R,
Feldman D, Kelsey J (eds). Osteoporosis, vol 2, 2nd edition.
San Diego, Academic Press, 2001.p.433-58.
Kanis JA. Assessment of fracttire risk: who should be screened ?
In: Favus MJ et al (eds). Primer on the Metabolic one Diseases
and Disorders of Mineral Metabolism. 5th ed. Washington
DC ,American Society of Bone and mineral Research,
2003.p.316-22.
Miller PD, Bonnick SL. Clinical application of bone densitometry.
In: Favus MJ et al (eds). Primer on the Metabolic one Diseases
and Disorders of Mineral Metabolism. 4th ed. Washington
DC,American Society of Bone and mineral Research,
1999.p.l52-9.

Anda mungkin juga menyukai