Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS : HIPOGLIKEMIA

Oleh :
Siti Aisah
NIM. 14901.07.20039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS HIPOGLIKEMIA
1. DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2019) DM tipe II adalah suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat dari kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya sekaligus. DM tipe II adalah penyakit kronis
yang terjadi ketika pankreas tidak lagi mampu memproduksi insulin, atau ketika tubuh
tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkannya dengan baik.
Salah satu komplikasi akut diabetes mellitus yaitu Hipoglikemia, omplikasi akut ini
merupakan keadaan gawat darurat sehingga perlu pertolongan segera (Katsilambros, et al.
2006 dalam Fuadi, 2018).
Istilah hipoglikemia bisa diartikan glukosa darah kurang dari normal biasanya di
bawah 50 mg/dl atau kurang dari 60 mg/dl/ dalam praktik sehari-hari istilah ini
merupakan konsekuensi klinis dari gula darah rendah / hipoglikemia. Hipoglikemia
merupakan kadar glukosa dalam darah di bawah normal <70mg/dl (Persatuan
Endokrinologi Indonesia, 2015).
Dikatakan hipoglikemia apabila gula darah <70 mg/dl dan harus mendapatkan
pengobatan segera dan membutuhkan bantuan (ADA,2017).
2. ETIOLOGI
Tubuh manusia secara alami mampu menghindari hipoglikemia. Ketika makan,
pankreas akan mengeluarkan hormon insulin masuk kedalam peredaran darah sehingga
gula menjadi energi bagi sel. Berpindahnya gula ke dalam sel maka jumlah gula di dalam
darah berkurang. Tubuh akan merespon dengan mengeluarkan hormon glukagon dari
pankreas, adrenalin epineprin dari kelenjar adrenal, kortisol, dan growth hormone karena
kerjanya berlawanan dengan insulin yaitu menaikkan gula darah (Fuadi, 2018).
Hipoglikemia akut dapat memicu respons fisiologis yang dramatis, termasuk sekresi
glukagon, katekolamin (terutama adrenalin), hormon pertumbuhan dan kortisol, untuk
memasok glukosa ke otak dan untuk meningkatkan produksi glukosa hati (Graveling &
Frier, 2017 dalam Tourkman, et al., 2018).
3. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas adalah suatu organ berupa kelenjar yang terletak retroperiontenial dalam
abdomen bagian atas, didepan vertebrae lumbalis I dan II dengan panjang dan tebal
sekitar 12,5 cm dan tebal 2,5 cm yang terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar
dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran duodenum atau 12 usus jari
(Syarifuddin, 2014).
Berikut jaringan penyusun pankreas (Syarifuddin, 2014) :
a. Jaringan Asini, berfungsi memproduksi getah pencernaan duodenum
b. Pulau Langerhans, berikut fungsinya :
1) Fungsi eksokrin pankreas ( asinar )
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan.
ketiga jenis makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak. Getah
pankreas juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang
memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang dikeluarkan
oleh lambung ke dalam duodenum.
2) Fungsi endokrin pankreas.
Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau langerhans.
Pulau-pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel yaitu :
a) Sel α (alpha) yang menghasilkan glukagon
Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan
epineprin. Dalam meningkatkan kadar gula darah, glukagon
merangsang glikogenolisis (pemecahan glukogen menjadi glukosa) dan
meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta meningktakan
glukoneogenesis (Pemecahan glukosa dari yang bukan karbohidrat). Dalam
metabolisme lemak, glukagon, meningkatkan lipolisis ( Pemecahan lemak ).
b) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin
Insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan
difusi glukosa melalui membran sel jaringan. Efek metabolik penting
lainnya dari hormon insulin adalah sebagai berikut :
1) Efek pada hepar
 Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa
 Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis
 Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
dihepar
2) Efek pada otot
 Meningkatkan sintesa protein
 Meningkatkan tranportasi asam amino
 Meningkatkan glikogenesis
3) Efek pada jaringan lemak
 Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
 Meningkatkan penyimpanan trigliserida
 Menurunkan lipolisis
c) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum jelas
diketahui. Hasil dari sistem endokrin ini langsung dialirkan kedalam
peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melewati duktus untuk membantu
metabolisme karbohidrat
Berikut bagian-bagian pankreas (Syarifuddin, 2014) :
a. Kelenjar pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip denga kelenjar ludah
panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa
dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis I & II
dibelakang lambung.
b. Bagian-bagian pankreas
1) Kepala pankreas
Terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan
deudenum yang melingkarinya.
2) Badan pankreas
Merupakan bagian utama dan ini letaknya dilbelakang lambung dan
didepan vertebra umbalis utama.
3) Ekor pankreas
Bagian yang runcing disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.
c. Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi
pankreas ke dalam duodenum.
d. Pulau-pulau langerhans
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau
berbeda-beda yang menjadi system endokrinologis dari pankreas terbesar dari
seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas berukuran
76 x 175 mm dengan diameter 20 sampai 300 mikron yang tersebar diseluruh
pankreas meskipun banyak ditemkan di ekor daripada kepala dan badan
pankreas. Pada manusia terdapat 1-2 juta pulau.
4. MANIFESTASI KLINIS
Hipoglikemia dikaitkan dengan gejala akut jangka pendek seperti (Tourkman, et al.,
2018) :
a. Takikardia dan berkeringat
b. Mudah tersinggung
c. Kebingungan, dan dalam kasus yang parah pingsan, koma
d. Kematian.

Tanda-tanda hipoglikemia antara lain (Perkeni, 2015) :


a. Rasa lapar
b. Gemetar
c. Gelisah
d. Berkeringat
e. Rasa lemah atau melayang
f. Mengantuk
g. Bingung
h. Kesulitan untuk berbicara
i. Penurunan kesadaran
5. KLASIFIKASI
The American Diabetes Association menyarankan klasifikasi hipoglikemia berikut
pada diabetes (Tourkman, et al., 2018):
a. Hipoglikemia Berat.
Hipoglikemia berat adalah kejadian yang membutuhkan bantuan orang lain
untuk secara aktif mengelola karbohidrat, glukagon, atau melakukan tindakan
korektif lainnya. Konsentrasi glukosa plasma mungkin tidak tersedia selama
kejadian, tetapi pemulihan neurologis setelah kembalinya glukosa plasma ke normal
dianggap sebagai bukti yang cukup bahwa kejadian tersebut diinduksi oleh
konsentrasi glukosa plasma yang rendah.
b. Hipoglikemia simptomatik.
Hipoglikemia simptomatik adalah peristiwa di mana gejala khas hipoglikemia
disertai dengan konsentrasi glukosa plasma terukur 70 mg / dL (≤3.9 mmol / L).
c. Hipoglikemia asimtomatik.
Hipoglikemia asimtomatik adalah kejadian yang tidak disertai gejala khas
hipoglikemia tetapi dengan konsentrasi glukosa plasma terukur ≤70 mg / dL
(≤3.9mmol / l)
d. Kemungkinan hipoglikemia simptomatik.
Hipoglikemia simptomatik yang mungkin terjadi adalah suatu kejadian di
mana gejala khas hipoglikemia tidak disertai dengan penentuan glukosa plasma,
tetapi diduga disebabkan oleh konsentrasi glukosa plasma 70mg / dL (≤3.9mmol /
L).
e. Pseudo-hipoglikemia.
Pseudohipoglikemia adalah peristiwa di mana diabetisi melaporkan gejala khas
hipoglikemia dengan konsentrasi glukosa plasma yang diukur. 70 mg / dL
(≤.3.9mmol / L) tetapi mendekati level itu.
6. PATOFISIOLOGI
Glukosa merupakan bahan metabolic utama yang dibutuhkan otak pada
keadaan fisiologi. Otak tidak dapat mensintesa glukosa atau menyimpannya hanya
dalam beberapa menit saja dan oleh karena itu otak membutuhkan pasokan glukosa
yang kontinyu dari sirkulasi arteri. Jika konsentrasi glukosa plasma turun di bawah
batas fisiologi, transport glukosa darah ke otak turun sehingga tidak mampu
mendukung metabolisme energi dan fungsi otak. Namun, mekanisme
counterregulatory glukosa secara normal mencegah dan cepat mengkoreksi keadaan
hipoglikemia. (Fauci et al, 2008).
Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresikan saat terjadi
hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula
meningkatkan glikogenolisis dan kemudian meningkatkan glukoneogenesis. Epinefrin
selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan
lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol, hasil
lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku ( precursor) 
glukoneogenesis hati. Epinefrin juga meingkatkan meningkatkan glukoneogenesis di
ginjal. Kortisol dan growth hormon berperan dalam hipoglikemia yang berlangsung
lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan otot) serta
meningkatkan glukoneogenesis.
Konsentrasi glukosa plasma normalnya antara 60 –110 mg/dL (3.9 –6.1
mmol/L) pada keadaan puasa. Diantara makan dan selama puasa, level glukosa plasma
dijaga oleh produksi glukosa endogenous, hepaticglycogenolysis, dan
hepatic (dan renal) gluconeogenesis. Meskipun cadangan glikogen hepar
biasanya cukup untuk menjaga level lukosa plasma selama 8 jam, tenggang waktu ini
dapat menjadi lebih pendek jika kebutuhan glukosa meningkat misalnya pada
keadaan meningkatnya aktivitas fisik atau jika simpanan glikogen menurun oleh
keadaan sakit atau kelaparan. (Fauci et al, 2008).

Selain peningkatan jumlah insulin, hipolikemia pada diabetes juga merupakan


akibat menurunnya pertahanan fisiologi terhadap penurunan glukosa plasma.
Menurunnya mekanisme counterregulation sebagai pertahanan fisiologi menyebabkan
hilangnya alarm alami terhadap keadaan hipoglikemia. (Fauci et al, 2008).
Sekresi insulin menurun, yang terjadi pada kisaran konsentrasi glukosa plasma
72-108 mg / dl (4,0-6,0 mmol / l). Pelepasan hormon kontra-regulasi termasuk glukagon
dan sekresi epinefrin, yang terjadi pada kisaran konsentrasi glukosa plasma 65-70 mg / dl
(3,6–3,9 mmol / l). Sekresi glukagon merangsang glikogenolisis (pemecahan glikogen)
dan merangsang glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari sumber non-karbohidrat) di
hati. Sekresi epinefrin merangsang glikogenolisis hati serta glukoneogenesis hati dan
ginjal Onset perubahan kognitif, fisiologis, dan gejala, yang terjadi pada kisaran
konsentrasi glukosa plasma 50-55 mg / dl (2,8-3,0 mmol / l) (Tourkman, et al., 2018).
Pada pasien diabetes, mekanisme kontra-regulasi di atas yang bertujuan untuk
memperbaiki hipoglikemia masih utuh di awal perjalanan T2D. Namun, pada T2D jangka
panjang, terjadi defisiensi insulin progresif dan peningkatan frekuensi hipoglikemia
iatrogenik secara progresif. Jadi, pasien dengan T2D mengalami defek kontra regulasi
glukosa serupa dengan yang dialami pada T1D. Di antara pasien T1D, asupan insulin
berlebih dapat menyebabkan hipoglikemia dan menghilangkan mekanisme pertama yaitu
penurunan sekresi insulin. Selain itu, sekresi glukagon sebagai respons terhadap
hipoglikemia sebagian atau seluruhnya hilang di antara pasien dengan T1D. Selain itu,
sekresi epinefrin sebagai respons terhadap penurunan kadar glukosa biasanya dilemahkan
di T1D (Tourkman, et al., 2018).
7. KOMPLIKASI
Dibandingkan dengan hiperglikemia, turunnya kadar glukosa darah juga memiliki
potensi bahaya tersendiri yang berbeda. Perbedaan yang mencolok adalah bahwa
hipoglikemia menyebabkan dampak yang lebih cepat dan munculnya morbiditas dan
mortalitas juga lebih cepat. Selain dapat menyebabkan cedera otak permanen,
hipoglikemia juga dapat memicu kejadian kematian mendadak atau sudden cardiac death
(Silbert, et al., 2018).

Dari bagan di atas tampak bahwa pada kondisi hipoglikemia lebih banyak
menyebabkan gangguan irama jantung terutama di malam hari dibandingkan
hiperglikemia. Dapat diketahui bahwa gangguan irama jantung atau aritmia ini dapat
memicu terjadinya sudden cardiac death (Silbert, et al., 2018).
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk diagnosis hipoglikemia, diperlukan ditemukannya trias Whipple yaitu sebagai
berikut (Perkeni, 2015) :
a. Gejala atau manifestasi klinis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan jasmani
b. Kadar glukosa darah yang rendah pada saat bersamaan
c. Keadaan klinis membaik segera setelah diberikan pengobatan dengan pemberian
glukosa.
Pada pasien dengan sakit atau kondisi kritis, pastikan tidak terjadi berulangnya
hipoglikemia. Kemudian evaluasi dengan melihat kadar BUN, kreatinin, fungsi hati,
fungsi tiroid, kadar prealbumin, dan jika terdapat indikasi, rasio UGF-I/IGF-II (Silbert, et
al., 2018).
Jika penderita masih dalam kondisi sehat, lakukan monitoring kadar glukosa darah
puasa 72 jam, stop apabila ada gejala neurologis. Saat terjadi hipoglikemia, cek kadar
insulin, peptida C (meningkat pada insulinoma dan akibat sulfonilurea, menurun pada
insulin eksogen), β-OH-butirat, dan kadar sulfonilurea (Silbert, et al., 2018).
Untuk sampel yang diperiksa, tidak ada perbedaan antara sampel plasma dengan
serum darah. Namun, darah arteri akan memberikan hasil pemeriksaan yang lebih tinggi
sekitar 10% dari darah vena terutama apabila mengukur kadar glukosa darah posprandial.
Adapun sampel darah kapiler berada di antara kadar glukosa darah arteri dan vena.
Apabila sampel berasal dari whole blood, maka akan memberikan kadar 10-15% lebih
tinggi dari darah kapiler (Silbert, et al., 2018).
Kadar hematokrit tinggi seperti pada polisitemia juga dapat memberikan kadar
glukosa darah yang lebih rendah. Seperti kita ketahui bahwa eritrosit menggunakan
glukosa sebagai sumber energi. Begitu juga sampel darah yang terlambat diperiksakan
juga memberikan hasil pengukuran kadar glukosa yang lebih rendah (Silbert, et al.,
2018).
9. PENATALAKSANAAN
Berikut penatalaksanaan hipoglikemia (Perkeni, 2015) :
a. Secara Farmakologi
1) Hipoglikemia Ringan
a) Pemberian konsumsi makanan tinggi glukosa(karbohidrat sederhana)
b) Glukosa murni merupakan pilihan utama, namun bentuk karbohidrat lain
yang berisi glukosa juga efektif untuk menaikkan glukosa darah.
c) Makanan yang mengandung lemak dapat memperlambat respon kenaikkan
glukosa darah.
d) Glukosa 15–20 g (2-3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah
terapi pilihan pada pasien dengan hipoglikemia yang masih sadar.
e) Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan setelah 15
menit pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring glukosa darah 15 menit
setelah pengobatan hipoglikemia masih tetap ada, pengobatan dapat diulang
kembali.
f) Jika hasil pemeriksaan glukosadarah kadarnyasudahmencapainormal, pasien
diminta untuk makan atau mengkonsumsi snack untuk mencegah
berulangnya hipoglikemia.
2) Hipoglikemia Berat
a) Jika didapat gejala neuroglikopenia, terapi parenteral diperlukan berupa
pemberian dekstrose 20% sebanyak 50cc (bila terpaksa bisa diberikan
dextore 40% sebanyak 25 cc), diikuti dengan infus D5% atau D10%.
b) Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian i.v tersebut. Bila kadar
glukosa darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang pemberian
dextrose 20%.
c) Selanjutnya lakukan monitoring glukosadarah setiap 1-2 jam kalau masih
terjadi hipoglikemia berulang pemberian Dekstrose 20% dapat diulang
d) Lakukan evaluasi terhadap pemicu hipoglikemia
b. Secara Non-Farmakologi
1) Lakukan edukasi tentang tanda dan gejalahipoglikemi, penanganan sementara,
dan hal lain harus dilakukan
2) Anjurkan melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM), khususnya
bagi pengguna insulin atau obat oral golongan insulin sekretagog.
3) Lakukan edukasi tentang obat-obatan atau insulin yang dikonsumsi, tentang:
dosis, waktu megkonsumsi, efek samping
4) Bagi dokter yang menghadapi penyandang DM dengan kejadian hipoglikemi
perlu melalukan:
a) Evaluasi secara menyeluruh tentang status kesehatan pasien
b) Evaluasi program pengobatan yang diberikan dan biladiperlukan melalukan
program ulang dengan memperhatikan berbagai aspek seperti: jadwal
makan, kegiatan oleh raga, atau adanya penyakit penyerta yang memerlukan
obat lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
c) Bila diperlukan mengganti obat-obatanyang lebih kecil kemungkinan
menimbulkan hipoglikemi.
10. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
Identitas pada DM beresiko tinggi terjadi pada umur > 45 tahun, dan
jenis kelamin perempuan, untuk pekerjaan bisa terjadi pada pekerjaan
apapun, akan tetapi lebih beresiko pada orang yang bermalas masalan
dalam melakukan aktifitas. Pada pendidikan rendah juga bisa terjadi
diabetes mellitus dikarenakan kurangnya pengetahuan akan informasi
tentang pola hidup sehat (Fuadi, 2018).
b. Keluhan utama
Keluhan yang di alami oleh klien seperti gejala saraf pusat berupa nyeri
kepala, penglihatan berkunang-kungan, kelemahan, kejang, dan sampai
penurunan kesadaran. Adapun gejala otonom berupa berkeringat, berdebar-
debar, dan tremor (efek adrenergik.. Sering menjadi alasan klien meminta
bantuan kesehatan adalah dengan alasan pusing (Silbert, et al., 2018)
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Jenis gangguan kesehatan yang dialami sebelumnya yaitu
diabetes mellitus.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Riwayat kesehatan yang dialami klien pada saat sudah dilakukan
pemeriksaan oleh tim medis seperti perkembangan peningkatan glukosa
darah.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya riwayat penyakit yang pernah dialami oleh orang tua
seperti ibu pasien mengalami penyakit diabetes militus.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: lemah, lelah, atau tegang
b. Tingkat kesadaran : penurunan kesadaran, stupor.
c. Berat badan : Biasanya berat badan klien menurun atau meningkat
d. Tanda-Tanda vital
o Tekanan darah : hipotensi
o Suhu : dibawah normal
o Pernafasan : Biasanya mengalami takipnea
o Nadi : Biasanya tekanan nadi meningkat
e. Kepala: Mengamati bentuk kepala, adanya kelainan, hematom/oedema
Palpasi daerah kepala, ubun-ubun besar, cekung atau cembung
f. Rambut: Pada klien biasanya rambutnya hitam serta kulit kepala bersih, dan
tidak rontok
g. Wajah: dilihat kesimetrisan wajah
h. Mata : tampak adanya mata cowong dan renopati, kekaburan pandangan,
konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan adanya refleksi
pada cahaya
i. Hidung: inspeksi terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lender atau ada tidak
j. Mulut: inspeksi bibir berwarna pucat atau merah ada lender atau tidak serta
dilihat mukosa kering atau tidak
k. Leher: inspeksi kebersihannya dan adanya tanda-tanda kebesaran kelenjar
tiroid atau tidak,palpasi adanya pembesaran kelenjar tiroid dan vena
jugularis
l. Dada/Thorak
o Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan,terdapat nyeri tekan
,frekuensi lebih dari 60 kali/permenit
o Palpasi : rasakan getaran vocal fremitus,apakah ada masa atau tidak
o Perkusi : terdapat bunyi sonor
o Auskultasi : tidak terdapat bunyi wheezing ,ronchi dll
m. Jantung
o Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung normalnya datar
dan simetris pada kedua sisi
o Palpasi : rasakan irama dan frekuensi jantung
o Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat diperkusi
o auskultasi : normalnya s1 dan s2 tunggal
n. Perut/Abdomen
o Inspeksi : warna,bentuk dan ukuran perut buncit atau cekung, keras
o Auskultasi : dengarkan suara bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi
o Palpasi : rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran hati dan masa
atau tidak
o Perkusi : untuk menentukan suara timpani
o.Genetalia
Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.
o. Sistem integrumen
Inspeksi warna kulit tubuh dan biasanya turgor kulit kering, tampa ada
atropi otot, tornus otot menurun.
p. Ekstermitas
Biasanya kekuatan otot lemah.
3. Pola fungsi kesehatan
1. Pola Oksigenasi
Gejala merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat.

2. Pola Nurtisi –Metabolik


Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori,infeksi atau
penyakitpenyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-
faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain yang
mempengaruhi glikosa darah, penghentian insulin atau obat
antihiperglikemik oral.
Gejala hilang nafsu makan, mual atau muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat
badanlebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik
(Thiazid)Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor jelek, kekakuan atau
distensiabdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan
kebutuhanmetabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis
atau manis, bau buah (napas aseton)
3. Pola Eliminasi
Gejala Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri atau
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru atau berulang, nyeri
tekan abdomen, diare.
Tanda Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria atau anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus
lemahdan menurun, hiperaktif (diare)
4. Pola Latihan-Aktivitas
Gejala Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istrahat atau tidur.
Tanda Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau
aktifitasLetargi atau disorientasi, koma
5. Pola neurosensori
Gejala pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan
Tanda disorientasi, mengantuk, alergi, stupor atau koma (tahap
lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks
tendondalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari
DKA).

6. Pola Kognitif Perseptual


Gejala Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda Ansietas, peka rangsang
7. Pola Istirahat-Tidur
Gejala gangguan istrahat atau tidur
Tanda Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
letargi atau disorientasi, koma
8. Pola Keamanan
Gejala abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau berat)
Tanda wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
Gejala kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi atau ulserasi,
menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak, parestesia atau
paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium
menurun dengan cukup tajam)
9. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien
Pekerjaan.
10. Pola Reproduksi/Seksual
Gejala rabas vagina (cenderung infeksi)Masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita
11. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan
penggunaan system pendukung penggunaan obat untuk menangani stress.
12. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan termasuk spiritual.
Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang
dipeluk dan konsekuensinya.
B. Masalah Keperawatan (SDKI, 2016)
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Kekurangan volume cairan
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
4. Kerusakan integritas kulit
5. Keletihan
6. Resiko Cedera
C. Intervensi
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Batasan Karakteristik :
a. Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
b. Bising usus hiperaktif
c. Diare
d. Sariawan rongga mulut
2. SLKI :
No. Indikator 1 2 3 4 5

1. Asupan gizi
2. Asupan makanan
3. Asupan cairan
4. Energi
5. Kasio berat badan/tinggi badan
6. Hidrasi

Keterangan :
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
3. SIKI :
a) Manajemen nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2) Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan
(misalnya, bersih, berventilasi , santai, dan bebas dari bau yang
menyengat)
3) Anjurkan pasien terkaitdengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan
pekembangan atau usia (misalnya, peningkatan kalsium, protein, cairan,
dan kalori untuk wanita menyusui, peningkatan asupan serat untuk
mencegah konstipasi pada orang dewasa yang lebih tua)
b) Manajemen berat badan
1) Diskusikan dengan pasien mengenai hubungan antara asupan makanan,
olahraga, peningkatan berat badan, danpenurunan berat badan
2) Bantu pasien membuat perencanaan makan yang seimbang dan konsisten
dengan jumlah energi yang dibutuhkan setiap harinya
3) Hitung berat badan ideal pasien
c) Pemberian makan
1) Tanyakan pasien apa makanan yang disukai untuk di pesan
2) Dorang orangtua/keluarga untuk menyuapi pasien
3) Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
4) Berikan air minum pada saat makan , jika diperlukan
2. Kekurangan Volume Cairan
a. Batasan karakteristik
1. Haus
2. Kelemahan
3. Kulit kering
4. Penurunan haluaran urine
b. SLKI
No. Indikator 1 2 3 4 5

1. Turgor kulit
2. Membrane mukosa lemah
3. Intake cairan
4. Output urin
5. Serum sodium
6. Perfusi jaringan
7. Fungsi kognisi

Keterangan :
1) Sangat terganggu
2) Banyak terganggu
3) Cukup terganggu
4) Sedikit terganggu
5) Tidak terganggu
c. SIKI
a. Monitor cairan
 Tentukan jumlah dan jenis intake atau asupan cairan serta kebiasaan
eliminasi
 Berikan cairan dengan tepat
 Monitor membrane mukosa, turgo kulit, danrespon haus
b. Manegamen cairan
 Hitung atau timbang popok dengan baik
 Monitor status hidrasi (mialnya; membrane, mukosa lembab, denyut
nadi adekuat, dan tekanan darah orstastik)
 Batasain asupan air pada kondisi pengeceran hiponatrenia dengan
eru Na di bawah 130 Mlq/liter
c. Monitor tanda-tanda vital
 Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan
tepat
 Monitor warna kulit, suhu dan kelembapan
 Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk,dan berdiri
sebelum dan sesudah perubahan posisi
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
1. Factor Resiko :
a. Embolisme
b. Hipertensi
c. Koagulopati (missal, anemia sel sabit)
2. SLKI :
No. Indikator 1 2 3 4 5

1. Sakit kepala
2. Bruit karotis
3. Kegelisahan
4. Kelesuan
5. Kecemasan yang tidak dijelaskan
6. Agitasi
7. Muntah
8. Cegukan
9. Keadaan pinsan
10. Demam
11. Kognisi terganggu
12. Penurunan tingkat kesadaran
13. Reflek saran terganggu

Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
3. SIKI
a Manajemen edema serebral
1) Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing,
pingsan
2) Rencanakan asuhan keperawatan untuk memberikan periode istirahat
3) Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih
b Pencegahan emboli
1) Ganti posisi pasien 2 jam, dorang mobilisasi dini atau ambulasi sesuai
toleransi
2) Instruksikan pasien untuk menghindari kegiatan yang menghasilkan
valsava manuver (misalnya, mengejan saat buang air besar )
3) Anjurkan pasien untuk tidak menyilangkan kaki dan menghindari duduk
untuk waktu yang lama dengan kaki tergantung
c Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK)
1) Monitor tekanan aliran darah otak
2) Letakkkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi
pinggang yang berlebihan
3) Berikan ruang untuk perawat agar meminimalkan elevasi TIK

4. Kerusakan integritas kulit


1. Batasan Karakteristik
a. Benda asing masuk kepermukaan kulit
b. Kerusakkan intergeritas kulit
2. SLKI
Nomer Indikator 1 2 3 4 5
11010 Suhu kulit
1
11010 Hidrasi
4
11010 Tektur
8
11011 Perubahan rambut pada kulit
2
Keterangan
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak
3. SIKI
a. Memandikan
1). Bantu dalam hal perawatan perineal jika diperlukan
2). Bersikan rublikan dan krim pada area kulit yang kering
3). Cuci rambut sesuai dengan kebutuhan atau keinginnan
4). Memberikan bedak kering pada lipatan kulit yang dalam
b. Manajeman pruritus
1). Berikan anti prutritik sesuai indikasi
2). Berikan opiate antagonisis sesuai dengan indikasi
3). Berikan kompres dingin untuk meringankan iritasi
4). Intruksikan pasien untuk tidak memakai pakaian yang ketat dan
berabhan woll atau sintesis
c. Pengecekan kulit
1). Periksa kondisi luka oprasi dengan tepat
2). Monitor sumber tekanan atau gesekan
3). Monitor kulit untuk kekeringan atau kelebihan dan kelembapan
4). Monitor kulit dan selaput lendir terhadapa area perubahan warna
memar dan pecah
5. Keletihan
1. Batasan Karakteristik
a. Ganguan konsentrasi
b. Kurang energi
c. Merasa bersalah karna tidak dapat menjalankan tanggung jawab
d. Kelelahan
e. Mengantuk
2. SLKI
Nomer Indikator 1 2 3 4 5
000701 Kelelahan
000702 Kelesuhan
000703 Alam perasaan depresi
000704 Kehilangan selera makan
Ketearangan
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
3. SIKI
a. Manajemen energi
1). Anjurkan senam erobik sesuai kemampuan pasien
2). Anjurkan tidur siang bila diperlukan
3). Tawarkan bantuan untuk meningkatkan tidur (musi/obat)
4). Batasi jumlah dan gannguan dengan tepat
b. Terapi relaksasi
1). Dorong klien untuk mengulang praktik relaksasi jika memungkinkan
2). Tunjukkan praktik klinik pada klien
3). Antisipasi kebutuhan relaksasi
4).Gunakan suara yang lembut irama yang lambat untuk setiap skala
c. Peningkatan tidur
1). Tentukan efek dari obat pasien pola tidur
2). Anjurkan pasien untuk memantau pola tidur
3). Bantu untuk menghiangkan situasi stres sebelum tidur
4). Tentukan pola tidur / aktivitas pasien
6. Resiko Infeksi
1. Factor risiko
a. Merokok
b. Leukopenie
c. Gangguan integritas kulit
2. SLKI
No. Indicator 1 2 3 4 5

1. Hipotermia
2. Mengigil
3. Demam
4. Malaise
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
3. SIKI
a. Menejemen nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien)untuk
memenuhi kebutuhan gizI
2) Monitor kalori dan asupun makanan
3) Anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan
b. Monitor nutrisi
1) Monitor adanya mual muntah
2) Monitor diet dan asupan kalori
3) Monitor adanya (warna) pucat, kemerahan dan jaringan
konjungtiva yang kering
c. Terapi nutrisi
1) Lengkapi pengkajian nutrisi,sesuai kebutuhan
2) Motivasi pasien untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi
kalsium,sesuai kebutuhan
3) Bantu pasien untuk memilih makanan yang lunak,lembut dan tidak
mengandung asam sesuai kebutuhan.
7. Resiko Cedera
1) Batasan karakteristik :
a) gangguan fungsi kognitf
b) hambatan fisik (missal, desain, struktur, pengaturan komunitas,
pembangunan, peralatan)
c) moda transportasi tidak aman
2) SLKI

No Indicator 1 2 3 4 5
1 Jatuh saat berdiri
2 Jatuh saat berjalan
3 Jatuh saat duduk
4 Jatuh dari tempat tidur
5 Jatuh saat dipindahkan
6 Jatuh saat naik tangga
7 Terjun saat turun tangga
8 Jatuh saat ke kamar mandi
9 Jatuh membungkuk
Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
3) SIKI
a) Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku dan factor yang mempengaruhi resiko jatuh
2. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin meningkatkan
potensi jatuh (misalnya, lantai licin dan tangga terbuka)
3. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan tingkat
kelelahan dengan dengan ambulasi
b) Manajemen lingkungan : keselamatan
1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan
kenyamanan yang optimal
2. Pertimbangan penempatan pasien di kamar dengan beberapa tempat
tidur (teman sekamar dengan masalah lingkungan yang sama bila
memungkinkan)
3. Cepat bertindak jika terdapat panggilan bel, yang harus selalu dalam
jangkaun
c) Peningkatan latihan
1. Hargai keyakinan individu terkait latihan fisik
2. Gali pengalaman individu sebelumnya mengalami latihan
3. Pertimbangkan motivasi individu untuk memulai atau melanjutkan
program latihan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai