BAB 110
SENIN/ 15 JANUARI 2018 PK.12.00
dr. Riezky Januar Pramitha/ dr. Sylvia Anggraeni,Sp.KK
BAB 110
KETIDAKSTABILAN GENOM, PERBAIKAN DNA DAN
KANKER (II)
Thomas M. Rünger & Kenneth H. Kraemer
Ketika dicurigai telah terjadi kelainan ketidakstabilan genom, klinisi ditantang untuk
memilih pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk menegakkan diagnosis dan memberikan
petunjuk bagi pasien dan keluarga. Tabel 110-5 menyusun gambaran-gambaran klinis penting
yang dapat menjadi indikasi adanya kelainan tersebut dan seharusnya memicu klinisi untuk segera
memulai pemeriksaan. Berbagai pemeriksaan laboratorium untuk kestabilan genom, perbaikan
DNA dan respon terhadap agen-agen fisik dan kimia telah disusun pada Tabel 110-6.
TABEL 110-5
Gambaran Klinis Penting Yang Dapat Mengindikasikan Kelainan Ketidakstabilan Genom atau
Perbaikan DNA dan Memicu Klinisi untuk Memulai Pemeriksaan
KELAINAN GAMBARAN KLINIS
Xeroderma pigmentosum Terbakar atau muncul bula pada paparan sinar matahari minimal (pada beberapa pasien),
frecklimg masa anak-anak, kanker kulit dini atau multipel
Sindrom Cockayne Rasa terbakar pada paparan sinar matahari minimal, kegagalan pertumbuhan paska lahir,
tuli sensorineural
Trikhodistrofi Rasa terbakar pada paparan sinar matahari minimal (pada beberapa pasien), rambut rapuh,
iktiosis
Ataksia-teleangiektasia Teleangiektasia, ataksia, leukemia atau limfoma
Sindrom Bloom Fotosensitivitas, eritema malar, retardasi pertumbuhan, infeksi, kanker
Anemia Fanconi Anemia aplastik, retardasi pertumbuhan, bercak café-au-laiy, kelainan ibu jar, leukemia
mielogenosa akut
Diskeratosis kongenita Triad hiperpigmentasi retikulata, distrofik kuku dan leukoplakia mukosa
Sindrom Muir-Torre Tumor sebaseus, keratoakanthoma, riwayat pribadi atau keluarga dengan kanker kolon
Lihat Bab 139 untuk keterangan lebih lanjut
Tabel 110-6
Pemeriksaan Diagnostik Ketidakstabilan Genom, Perbaikan DNA dan Respon Terhadap Agen Fisik atau Kimia
Fungsi sel utuh (proliferasi atau kematian sel)
Jumlah sel (pertumbuhan pada kultur massa)
Penggabungan Thymidine
Kemampuan pembentukan koloni
Integritas dan Kerusakan Kromosom
Analisis kariotipe metaphase hapusan Giemsa
Kerusakan kromosom G2
Pertukaran kromatid pasangan
Hibridisasi in situ fluorescense
Pemeriksaan ketidakstabilan mikrosatelit
1
Panjang Telomere
Perbaikan DNA
Sintesis DNA tidak terjadwal
Inhibisi sintesis RNA
Reaktivasi sel pejamu
Assay comet
Analisis imunologi terhadap kerusakan dan penghilangan DNA (enzyme-linked immunosorbent assay,slot
blot)
Pemeriksaan ketidakstabilan mikrosatelit
Karakteristik dan ekspresi gen-gen yang rusak
Real-time polymerase chain reaction
Western blotting
DNA sequencing
Agen-agen ini tersusun pada Tabel 110-1
2
Salah satu dari pemeriksaan yang paling sederhana setelah paparan terhadap radiasi UB atau sinar-
X ialah melalui penilaian laju pertumbuhan pada kultur massa dengan menggunakan mikroskop
atau penghitung sel otomatis untuk menghitung jumlah sel-sel dengan menghitung penggabungan
thymidine radioaktif kepada DNA yang baru disintesis (lihat Tabel 110-6 dan 110-7).
TABEL 110-7
Urutan Pemeriksaan Diagnostik Yang Diusulkan Pada Penyakit Dengan Ketidakstabilan Genom
atau Perbaikan DNA
Gambar 110-5 Assay sensitivitas sel mengenai kemampuan pembentukan koloni. Fibroblas Xeroderma
pigmentosum (XP) dari dua saudara penderita (XP12TA dan XP25TA), ayah mereka (XPH27TA) dan
saudara laki-laki yang tidak terkena (35TA) begitu pula fibroblas normal (96TA dan HSTA) diterapi dengan
radiasi 245nm ultraviolet (UVC) dan kemampuan pembentukan koloni ditegakkan. Untaian fibroblas
kelompok komplementasi C XP (XPC) dari saudara-saudara yang menderita jauh lebih sensitif
dibandingkan untaian normal dan menunjukkan hipersensiticitas paska UVC serupa. Sel-sel dari saudara
laki-laki yang tidak terkena dan ayah yang normal secara klinis, suatu defek karier heterozigot XPC,
memiliki kelangsungan hidup normal paska UVC. ( Dimodifikasi dari Slor H et al: Clinical, cellular, and
3
molecular features of an Israeli xeroderma pigmentosum family with a frameshift mutation in the XPC
Gene: Sun protection prolongs life. J Invest Dermatol 115:974, 2000)
Gambar 110-A. Assay sister chromatid exchange dari intergritas kromosom. Setelah siklus pertama
replikasi, DNA dari untaian tersintesis baru dilabel dengan bromodeoxyuridine (BrUdR), diamana untaian
lama tidak dilabel. Kromosom-kromosom ini tampak seragam gelap dengan pewarnaan Giemsa. Sesudah
siklus kedua replikasi dari media mengandung BrUdR, satu lengan kromosom akan terdiri dari 2 kromatid
berlabel, dimana yang lainnya akan terdiri dari satu kromatid berlabel dan satu tidak berlabel. Lengan
pengganti ganda akan berwarna terang dimana lengan dengan pengganti tunggal akan berwarna gelap.
Apabila SCE terjadi pada saat replikasi, satu bagian dari tiap lengan kromosom akan menjadi pengganti
ganda dan pengganti tunggal lainnya dengan BrUdR. B. Kultur limfosit darah perifer normal tak ruak
memiliki sekitar sepuluh SCE per metafase. C. Limfosit darah perifer terkultur dari pasien dengan sindrom
Bloom memiliki peningkatan SCE berlipat ganda (dengan izin dari Chaganti RS, Schonberg S, German J:
A manyfold increase in sister chromatid exchanges in Bloom’s syndrome lymphocytes. Proc Natl Acad Sci
U S A 71:4508, 1974).
4
PANJANG TELOMER
Telomer yang diperpendek merupakan khas sel dari pasien dengan diskeratosis kongenita.
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur panjang telomer, termasuk pengukuran
terminal restriction fragment (TRF) dengan Southern blot, fluorescence in situ hybridization
(FISH) dengan immunostaining, quantitative polymerase chain reaction (PCR), analisis panjang
telomer tunggal, dan flow-cytometry dengan FISH (flow-FISH). Pemeriksaan-pemeriksaan ini
biasanya dilakukan pada sel darah putih yang langsung diisolasi, bukan pada sel kultur.
5
Gambar 110-7 Assay reaktivasi plasmid sel pejamu dengan penempatan pada kelompok
komplemetasi xeroderma pigmentosum (XP). Plasmid ini dirusak oleh radiasi ultraviolet (UV) dan
dimasukkan kedalam kultur sel manusia melalui teknik transfeksi. Enzim perbaikan DNA sel ini
memperbaiki keruskan melalui cara yang serupa dengan DNA seluler. DNA yang diperbaiki
kemudian akan berfungsi menyalin gen luciferase terkode plasmid pada sel manusia. Jumlah
aktivitas dalam sel pejamu kemudian mencerminkan sistem perbaikan DNA Seluler. Assay ini
juga dapat digunakan untuk menentukan kelompok komplementasi dengan cara ko-transfeksi
plasmid yang diberi UV ditambah plasmid yang mengekspresikan DNA kompementar XP tipe-
liar (cDNA). B. Hasil dari percobaan reaktivasi plasmid sel pejamu dan penempatan kelompok
komplementas dengan sel XP46DC defisien perbaikan DNA eksisi. Plasmid yang diberi UV
menunjukkan ekspresi rendah terhadap sel XP65BE yang ditingkatkan hanya melalui ko-transfeksi
dengan mengekspresikan plasmid cDNA XPC tipe liar. Hasil ini mengindikasikan bahwa sel
XP65BE berada pada kelompok komplementasi C XP(XPC). rLu= relative light units; pCMVluc
dan pLUC = plasmid mengandung gen luciferase; pXPA=pXPG= plasmid mengekspreikan
kelompok komplementasi A-G xeroderma pigmentosum.
Assay Comet
Assay comet merupakan teknik sel tunggal yang menyebabkan deteksi dan kuantitasi kerusakan
DNA, terutama kerusakan untaian DNA yang entah dikenalkan langsung oleh agen perusak DNA
atau oleh endonuklease perbaikan pada daerah-daerah kerusakan DNA tipe lainnya. Untuk assay
ini, sel-sel rusak disimpan dalam agarose, dilisis dan dipaparkan terhadap ladang listrik. Pada
ladang listrik, DNA bermigrasi keluar dari nukleus membentuk “komet” ketika diwarnai. Pada
saat terjadi kerusakan untaian DNA, DNA bermigrasi keluar dari nukleus lebih cepat dan
kemudian menghasilkan komet lebih panjang. Karena itu panjang dari komet sesuai proporsi
dengan fragmentasi nukleus DNA. Assay ini dimodifikasi untuk mendeteksi kerusakan DNA
untaian tunggal atau ganda, kerusakan UV, atau kerusakan DNA oksidatif. Sel-sel dari pasien
dengan DNA memiliki defek perbaikan pada assay komet paska UV.
6
Ketidakstabilan Mikrosatelit
DNA normal memiliki puluhan ribu daerah dengan CA dinukleotid berulang atau motif pendek
hingga panjang lima nukleotida. Pada individu normal, tiap mikrosatelit ini (disebut juga simple
sequence repeats atau short tandem repeat) memiliki ukuran seragam. Namun ukuran ini sangat
bervariasi diantara individu berbeda dan seringkali digunakan dalam “sidik jari” DNA. Tampilan
sekuens abnormal lebih panjang atau pendek berulang pada jaringan berbeda atau tumor dari
pasien yang disebut ketidakstabilan mikrosatelit. Hal ini dapat dikaitkan dengan defek gen
perbaikan mismatch.
Western Blotting
Beberapa mutasi mengakibatkan penurunan level atau ukuran protein terkode, seringkali melalui
pembentukan penghentian dini kodon. Penurunan level protein sering ditemukan melalui Western
blotting. Sel-sel dilisis dan protein diekstraksi dan dipisahkan melalui gel elektroforesis. Protein
terpisah ini ditransfer pada membran dan diperiksa dengan antibodi yang spesifik terhadap protein
tujuan. Intensitas pewarnaan antibodi mencerminkan jumlah protein didalam sel dan lokasinya
pada membran mengindikasikan ukuran dari molekul protein. Misalnya level rendah atau tidak
terdeteksi dari protein eta polymerase didapatkan kebanyakan dari sel pasien varian XP.
DNA Sequencing
Sekuensing langsung gen cacat merupakan standart baku dalam menentukan adanya mutasi.
Langkah akhir dalam mengkonfirmasi diagnosis mungkin adalah sekuensing DNA untuk
menentukan mutasi penyebab penyakit. Berdasarkan harafiah, mutasi penyebab penyakit
mengubah fungsi gen. Namun tidak semua perubahan pada sekuens gen mengubah fungsi protein
terkode. Pada genom manusia didapatkan jutaan polimorfisme nukleotida tunggal atau perubahan
pada satu nukleotida, yang tidak dikaitkan dengan penyakit dan mungkin tidak akan mengubah
komposis asam amino dari protein terkode. Pada kelainan resesif, tiap orangtua yang tidak terkena
secara klinis memiliki satu alel normal dan satu alel yang berpotensi mutasi penyebab penyakit.
Anak yang terkena menerima alel dengan mutasi penyebab penyakit dari masing-masing orangtua.
7
Dua mutasi harus selalu dari gen yang sama, walaupun mereka tidak selalu identik dengan satu
sama lain.