Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang berat
memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera
oleh sebab lain . Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab
luka bakar selain karena api ( secara langsung ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak
langsung dari api ( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Dengan memperhatikan prinsip- prinsip dasar resusitasi pada trauma dan penerapannya pada saat
yang tepat diharapkan akan dapat menurunkan sekecil mungkin angka- angka tersebut diatas.
Prinsip- prinsip dasar tersebut meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada
penderita yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam batas normal
dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati penyulit- penyulit yang mungkin terjadi
akibat trauma listrik, misalnya rabdomiolisis dan disritmia jantung. Mengendalikan suhu tubuh
dan menjuhkan / mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas juga merupakan prinsip
utama dari penanganan trauma termal. ( American College of Surgeon Committee on Trauma,
1997)
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap
kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap infeksi, mencegah
kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai organ eksretori
dan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Luka
bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang sebagian besar dapat
dicegah. ( Horne dan Swearingen, 2000 )
The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan data- data statistik dari
berbagai pusat luka bakar di seluruh AS mencatat bahwa sebagian besar pasien (75%)
merupakan korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak- anak yang
baru belajar berjalan, bermain- main dengan korek api pada usia anak sekolah, cedera karena
arus listrik pada remaja laki- laki, penggunaan obat bius, alkohol serta rokok pada orang dewasa
semuanya ini turut memberikan kontribusi pada angka statistik tersebut (Brunner & Suddarth,
2001).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).
B. ETIOLOGI
Menurut dr Sunarso K, Sp B (2009) panas bukan merupakan satu-satunya penyebab
dari luka bakar, beberapa jenis bahan kimia dan arus listrik juga bisa menyebabkan terjadinya
luka bakar. Biasanya bagian tubuh yang terbakar adalah kulit, tetapi luka bakar juga bisa terjadi
pada jaringan di bawah kulit, bahkan organ dalampun bisa mengalami luka bakar meskipun kulit
tidak terbakar.
Sebagai contoh, meminum minuman yang sangat panas atau zat kaustik (misalnya asam)
bisa menyebabkan luka bakar pada kerongkongan dan lambung. Menghirup asap dan udara
panas akibat kebakaran gedung bisa menyebabkan terjadinya luka bakar pada paru-paru. Luka
bakar listrik bisa disebabkan listrik yang dihasilkan oleh suatu arus listrik yang mengalir dari
sumber listrik ke dalam tubuh manusia.
Resistensi (kemampuan tubuh untuk menghentikan atau memperlambat aliran listrik) yang tinggi
terjadi pada kulit yang bersentuhan dengan sumber listrik, karena itu pada kulit tersebut banyak
energi listrik yang diubah menjadi panas sehingga permukaannya terbakar. Luka bakar listrik
juga menyebabkan kerusakan jaringan dibawah kulit yang sangat berat. Ukuran dan
kedalamannya bervariasi dan bisa menyerang bagian tubuh yang jauh lebih luas daripada bagian
kulit yang terluka. Kejutan listrik yang luas bisa menyebabkan kelumpuhan pada sistem
pernafasan dan gangguan irama jantung sehingga denyut jantung menjadi tidak beraturan. Luka
bakar kimia bisa disebabkan oleh sejumlah iritan dan racun, termasuk asam dan basa yang kuat,
fenol dan kresol (pelarut organik), gas mustard dan fosfat.
Menurut A.A.GN. Asmarajaya (2003), berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar
dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
1. Fase akut
Pada fase ini masalah yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya
cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi
cairan dan elektrolit akibat cedera termis yang bersifat sistemik.
2. Fase sub akut
Fase ini berlangsung setelah syok berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit
dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh
yang disertai panas / energi.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah
pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan
deformitas lainnya.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Iswinarno (2003) luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn
shock ( shock Hipovolemik ) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik
tubuh terhadap kondisi ini adalah :
1. Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler
mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan
penurunan curah jantung. Hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ
mayor, dan edema menyeluruh.
2. Respon Renalis
Dengan menurunnya volume inravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun
mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal
3. Respon Gastro Intestinal
Respon umum pada luka bakassr > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal
ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin
terhadap adanya perlukaan yang luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen,
muntah dan aspirasi.
4. Respon Imonologi
Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk.
Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam luka.
Pembagian zona kerusakan jaringan menurut A.A GN. Asmarajaya SpB (2003) :
1. Zona koagulasi yang merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (
koagulasi protein ) akibat pengaruh panas.
2. Zona statis yang merupakan daerah yang berada langsung di luar zona koagulasi, di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit,
sehingga terjadi gangguan perfusi ( no flow phenomena) diikuti perubahan permeabilitas kapiler
dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12- 24 jam pasca cedera, dan mungkin
berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi yang merupakan daerah di luar zona statis yang ikut mengalami
reaksi berupa vasodilatasi tanpa abnyak melibatkan reaksi seluler.
D. KLASIFIKASI
Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan,
luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan keseriusan luka, yakni :
1. Berdasarkan penyebab
a. Luka bakar karena api
Luka bakar karena api termasuk angka kejadian yang banyak dalam masyarakat.
Terutama akibat kompor gas yang meledak, percikan api listrik atau juga akibat kelalaian saat
menyalakan lilin. Hal tersebut hanya merupakan beberapa contoh dari kejadian luka bakar
karena api. Hal yang perlu diwaspadai pada luka bakar karena api adalah adanya kejadian cedera
inhalasi, terutama jika terdapat riwayat terjebak di dalam suatu ruangan, sehingga komplikasi
yang ditimbulkan akan lebih berat. ( Poengki, 2009)
b. Luka bakar karena air panas
Menurut dr Poengki (2009) Luka bakar merupakan bahaya yang potensial terjadi di setiap
rumah tangga, dan banyak laporan menunjukkan luka bakar oleh karena air panas atau cairan
panas adalah jenis yang paling sering terjadi pada anak. Luka bakar pada anak 65,7% disebabkan
oleh air panas atau uap panas (scald).
Mayoritas dari luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan sebagian besar dapat
dicegah. Dapur dan ruang makan merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya
luka bakar. Anak yang memegang oven, menarik taplak dimana di atasnya terdapat air panas,
minuman panas atau makanan panas. Dalamnya luka bakar tergantung pada suhu agen penyebab
luka bakar dan lamanya kontak dengan agen penyebab luka bakar tersebut. Suhu yang kurang
dari 400C dapat ditoleransi dalam periode waktu yang lama tanpa menyebabkan luka bakar.
c. Luka bakar karena bahan kimia
Menurut Sjamsuhidajat (2005) luka bakar dapat disebabkan oleh asam, alkali dan hasil-
hasil pengolahan minyak. Luka bakar alkali lebih berbahaya dari asam, sebab alkali lebih dalam
merusak jaringan. Segeralah bersihkan bahan kimia tersebut dari luka bakar. Kerusakan jaringan
akibat luka bakar bahan kimia dipengaruhi oleh lamanya kontak, konsentrasi bahan kimia dan
jumlahnya. Segera lakukan irigasi dengan air sebanyak- banyaknya, bila mungkin gunakan
penyemprot air. Lakukan tindakan ini dalam waktu 20-30 menit. Untuk luka bakar alkali,
diperlukan waktu yang lebih lama. Bila bahan kimia merupakan bubuk, sikatlah terlebih dahulu
sebelum irigasi.
Jangan memberikan bahan- bahan penetral ( neutralizing agent) sebab reaksi kimiawi
yang terjadi akibat pemberian bahan penetral dapat menimbulkan panas dan akan memperberat
kerusakan yang terjadi. Untuk luka bakar pada mata, memerlukan irigasi terus- menerus selama
8 jam pertama setelah luka bakar. Untuk irigasi ini dapat digunakan kanula kecil yang dipasang
pada sulcus palpebra.
d. Luka bakar karena listrik
Dalam ATLS (1997) kecelakaan akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik
mengaliri tubuh, karena adanya loncatan arus, atau karena ledakan tegangan tinggi, antara lain
karena petir. Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot.
Energi panas akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan
tersebut. Tubuh merupakan penghantar tenaga listrik, dan panas yang ditimbulkannya
menyebabkan luka bakar pada tubuh. Perbedaan kecepatan hilangnya panas dari jaringan tubuh
superficial dengan jaringan tubuh yang lebih dalam, menghasilkan keadaan dimana jaringan
yang lebih dalam bisa mengalami nekrosis, sedangkan kulit diatasnya bisa terlihat
normal.Rabdomiolisis menghasilkan pelepasan mioglobin yang dapat menyebabkan
kegagalanginjal.
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
1) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
2) Kulit kering, hiperemi berupa eritema
3) Tidak dijumpai bulae
4) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
5) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
1. Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses
eksudasi.
2. Dijumpai bulae.
3. Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
4. Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
c.Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
o Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis, Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14
hari.
o Derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.Penyembuhan terjadi lebih lama,
tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
Luka bakar ini sangat dalam dan merusak organ-organ dibawah kulit seperti otot, syaraf,
tulang dan bila terjadi karena listrik dapat merusak organ-organ tubuh lainnya seperti hati, ginjal
dan jantung. Kulit tampak putih dan kaku bila digerakan. Kulit yang kaku ini bila terdapat
melingkar pada anggota gerak harus segera dilakukan insisi(robekan) kulit untuk menghilangkan
tekanan pada pembuluh darah Nadi yang ada dibawahnya. Bila tidak bagian anggota gerak
bagian distal(bawah) dari lesi akan mengalami kematian.
1. Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
2. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami
kerusakan.
3. Tidak dijumpai bulae.
4. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih rendah
dibanding kulit sekitar.
5. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
6. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan/kematian.
7. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
d. luka bakar derajat IV
Luka bakar derajat IV adalah luka bakar yang mengenai otot, bahkan hingga ke tulang.
E. PENATALAKSANAAN
Dalam Iswinarno (2003) prinsip penatalaksanaan dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
akut, subakut dan lanjut.
Pada Fase Akut / Awal :
Cedera inhalasi merupakan factor yang secara nyata memiliki korelasi dengan angka mortalitas.
Kematian akibat cedera inhalasi terjadi dalam waktu singkat, dalam 8 sampai 24 jam pertama
pasca cedera. Pemasangan pipa endotrakea dan atau krikotirotomi merupakan suatu tindakan
mandatorik pada kasus dengan kecurigaan adanya cedera inhalasi. Sementara penatalaksanaan
lanjutan setelah tindakan penyelamatan tersebut ( terapi inhalasi, pembebasan saluran nafas dari
produk secret mukosa, pengaturan posisi penderita dan fisioterapi seawall mungkin). Masing-
masing turut berperan dalam keberhasilan terapi awal. Penderita yang bertahan hidup setelah
ancaman cedera inhalasi dalam waktu 8- 24 jam pertama ini, masih dihadapkan pada komplikasi
saluran pernafasan yang biasanya terjadi dalam 3-5 hari pasca trauma. Komplikasi dari cedera
inhalasi, dikenal sebagai kondisi ARDS, yang juga memiliki prognosis sangat buruk.
1. Penanggulangan terhadap shock, terutama syok hipovolemik yang merupakan suatu proses
yang terjadi pada luka bakar sedang sampai berat.( Baxter, Barkland).
2. mengatasi gangguan keseimbangan cairan
Protokol pemberian cairan mengunakan rumus Brooke yang sudah
dimodifikasi yaitu :
24 jam I : Ciran Ringer Lactat : 2,5 – 4 cc/kg BB/% LB.
Dimana ½ bagian diberikan dalam 8 jam pertama (dihitung mulai dari jam kecelakaan) dan ½
bagian lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya.
24 jam II : Cairan Dex 5 % in Water : 24 x (25 + % LLB) X BSA cc.
Albumin sebanyak yang diperlukan, (0,3 – 0,5 cc/kg/%).
3. Mengatasi gangguan pernafasan
4. Mengatasi infeksi
5. Eksisi luka scar dan skin graft.
6. Pemberian nutrisi dilakukan setelah keadaan umum pasien baik, sebelumnya pasien
dipuasakan.
7. Rahabilitasi
8. Penaggulangan terhadap gangguan psikologis.
Penatalaksanaan secara sistematik dapat dilakukan :
1. Clothing
singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak
dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
2. Cooling
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit,
hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara
ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar – Kompres dengan air dingin (air
sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa
nyeri) untuk luka yang terlokalisasi – Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh
darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko
hipotermia – Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air
mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka
singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
3. Cleaning
pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang
jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang
4. Chemoprophylaxis
pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial-
thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian antitetanus). Pemberian krim silver
sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak
boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu
menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
5. Covering and
penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka
bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang
dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi
akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau
larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
6. Comforting
Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri untuk membantu pasien mengatasi
kegelisahan karena nyeri yang berat.
Prinsip Penanganan Frosbite dan Trauma Dingin Non Beku yaitu penanganan harus
sesegera mungkin dilakukan untuk mengurangi waktu pembekuan jaringan. Upaya pemanasan
hendaknya tidak dilakukan bila penderita beresiko untuk mengalami pembekuan ulang. Baju-
naju yang sempit harus dilepaskan dan diganti dengan selimut hangat. Apabila penderita bisa
minum, berikan minuman hangat. Rendam bagian tubuh yang kedinginan dengan air hangat
bersuhu 40oC ( jika mungkin air tersebut berputar ) hingga warna kulit dan perfusi kembali
normal. Hindari pemanasan kering dan jangan lakukan tindakan mengurut. Tindakan
penghangatan akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat sehingga memerlukan pemberian obat-
obat analgesik. Dianjurkan untuk melakukan monitoring jantung sewaktu tindakan penghangatan
tubuh.
G. KOMPLIKASI
1. Infeksi.
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami
sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid
jangan diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan
tertentu, misalnya pda edema larings berat demi kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
2. Curling’s ulcer (ulkus Curling).
Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada
duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara
rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar
menunjukkan ulkus di duodenum.
3. Konvulsi.
Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin,
difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.
4. Komplikasi luka bakar
yang lain adalah timbulnya kontraktur dan gangguan kosmetik akibat jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
meyebabkan kekakuan sendi sehingga memerlukan program fisioterapi yang intensif dan
tindakan bedah.
5. Gangguan Jalan nafas.
Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi
karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan
nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.
Cedera Inhalasi yang dibahas di dalam alam dr M. Sjaifudin Noer (2003), cedera inhalasi
merupakan terminologi yang digunakan untuk menjelaskan perubahan mukosa saluran nafas
akibat adanya paparan terhadap suatu iritan yang dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa
distress pernafasan. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka bakar mengenai daerah
muka (wajah ), dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan nafas akibat gas, asap atau uap
panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan
nafas karena edema laring. Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipneu, stridor, suara serak
dan dahak berwarna gelap karena jelaga.
Mekanisme pada cedera inhalasi dibagi menjadi tiga penyebab, yaitu karbon monoksida,
trauma panas langsung pada daerah saluran nafas atau digestive, dan inhalasi dari produk bahan
yang terbakar atau terhirup bahan toksik atau korosif.
Trauma panas langsung adalah terhirupnya sesuatu yang sangat panas, produk- produk
yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang
menyebabkan kerusakan dari mukosa langsung pada percabangan trakeobronkial.
Keracunan asap disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan material yang diproduksi.
Akibat dari termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksius seperti hydrogen sianida,
nitrogen dioksida, hydrogen klorida, akreolin, dan partikel- partikel tersuspensi. Efek akut dari
bahan kimia ini pada saluran nafas adalah iritasi dan bronkokonstriksi.
Kecurigaan adanya cedera inhalasi adalah bila pada penderita luka bakar terdapat 3 atau lebih
dari tanda- tanda berikut :
1. Riwayat terjebak dalam rumah atau tempat industry yang tertutup ( in door)
2. Sputum yang tercampur arang
3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4. Penurunan kesadaran termasuk confusion
5. Tanda distress nafas, seperti rasa tercekik, tersedak, malas bernafas dan adanya wheezing atau
rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan, menandakan iritasi mukosa
6. Gejala distress nafas takipneu atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronkhi
7. Sesak atau tidak ada suara.
H. PROGNOSIS
Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar. Pada luka bakar
superfisial (derajat I dan derajat II superfisial), lapisan kulit yang mati akan mengelupas dan
lapisan kulit paling luar kembali tumbuh menutupi lapisan di bawahnya.
Lapisan epidermis yang baru dapat tumbuh dengan cepat dari dasar suatu luka bakar superfisial
dengan sedikit atau tanpa jaringan parut. Luka bakar superfisial tidak menyebabkan kerusakan
pada lapisan kulit yang lebih dalam (dermis).
Luka bakar dalam menyebabkan cedera pada dermis. Lapisan epidermis yang baru tumbuh
secara lambat dari tepian daerah yang terluka dan dari sisa-sisa epidermis di dalam daerah yang
terluka. Akibatnya, pemulihan berlangsung sangat lambat dan bisa terbentuk jaringan parut.
Daerah yang terbakar juga cenderung mengalami pengkerutan, sehingga menyebabkan
perubahan pada kulit dan mengganggu fungsinya. Luka bakar ringan pada kerongkongan,
lambung dan paru-paru biasanya akan pulih tanpa menimbulkan masalah. Luka yang lebih berat
bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut dan penyempitan. Jaringan parut bisa
menghalangi jalannya makanan di dalam kerongkongan dan menghalangi pemindahan oksigen
yang normal dari udara ke darah di paru-paru.
KASUS
Pasien datang ke IGD RSU Sehat Bugar diantar oleh keluarganya pada tanggal 16 Oktober 2015
pukul 07.00 WIB mengalami luka bakar sekitar 63% pada permukaan kulit bagian depan dari
dada ,perut, paha, kaki. Pasien juga menderita luka bakar grade 4 pada kedua tangan, muka , dan
kaki. Rambut ikut terbakar pasien mengeluh batuk dan mengeluarkan dahak yang hitam. Suara
tidak terganggu. TD 120/70mmHg, Nadi 100x/menit, RR 30x/menit. S:37 0C

PENGKAJIAN
Tanggal masuk : Jum’at, 16 Oktober 2015 jam : 07.00 WIB
Tanggal pengkajian : Jum’at, 16 Oktober 2015 jam : 09.00 WIB
A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Tn.R
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Alamat : Banjarja
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Suku Bangsa : Jawa – Indonesia
No. RM : 342567
Diagnosa Medik : COMBUSTIO
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny.S
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Banjarja
Hub dengan pasien : istri
RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan batuk dan mengeluarkan dahak hitam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Sehat Bugar diantar oleh keluarganya pada tanggal 16
oktober 2015 pukul 07.00 WIB mengalami luka bakar sekitar 63% pada permukaan
kulit bagian depan dari dada ,perut, paha, kaki. Pasien juga menderita kebakaran grade 4
pada kedua tangan, muka , dan kaki. Rambut ikut terbakar pasien mengeluh batuk dan
mengeluarkan dahak yang hitam. Suara tidak terganggu. TD 120/70mmHg, Nadi
100x/menit, RR 30x/menit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit yang sama.
Klien mengatakan belum pernah menjalani operasi apapun di RS.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang mengalami kebakaran yang
dialami oleh pasien
5. Pola Pengkajian Fungsional Menurut Virginia Handerson
1) Pola Nafas
Sebelum sakit : Klien mengatakan dapat bernafas dengan normal tanpa alat
bantu.
Saat dikaji : Klien mengatakan sesak nafas, batuk, dahak berwarna hitam, RR
30x/menit.
2) Nutrisi
Sebelum sakit : Klien mengatakan 3x sehari dengan porsi nasi dengan lauk pauk
dan minum air putih 6-7 gelas / hari, tidak ada alergi makanan.
Saat dikaji : Klien menghabiskan 1 porsi makan yang disediakan oleh RS,
minum air putih 8 gelas / hari.
3) Eliminasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan biasa BAB 1 kali sehari dengan konsistensi
padat,warna kuning,BAK 5 - 7 x/hari dengan warna kuning
jernih.
Saat dikaji : Klien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi lembek
, warna kuning,berbau khas feses. BAK 4 - 5 warna kuning
dengan lancar.
4) Pola istirahat tidur
Sebelum sakit : Klien mengatakan biasa tidur 7-8 jam/hari tanpa ada gangguan
jarang tidur siang karena mengurus rumah dan anak.
Saat dikaji : Klien mengatakan tidur 5 - 6 jam sehari dan tidur 1 jam saat
siang hari.
5) Personal hygiene
Sebelum sakit : Klien mnegatakn mandi 2 X / hari dengan mengguanakan sabun
dan selau gosok gigi setiap hari , keramas 2x seminggu
Saat dikaji : Klien mengatakan belum pernah mandi selama dirumah sakit.
6) Berpakaian
Sebelum sakit : Klien mengatakan dapat memilih dan berpakaian secara mandiri
Saat dikaji : Klien mengatakan dalam berpakaian dan memilih baju dibantu
oleh keluarga dan perawat.
7) Mempertahankan suhu tubuh
Sebelum sakit : Klien mengatakan jika dingin memakai sarung dan slimut jika
panas pasien hanya memakai baju yang tipis dan menyerap kringat
Saat dikaji : Klien tidak menggunakan baju dan dan tidak menggunakan
celana, tubuhnya dibalut dengan kasa.
8) Aktifitas
Sebelum sakit : Klien mengatakan sebelum sakit mampu melakukan semua
aktifitas secara mandiri dirumah .
Saat dikaji : Klien mengatakan selama sakit ini hanya tiduran ditempat tidur
dan tidak dapat melakukan aktifitas setiap harinya.
9) Pola aman dan nyaman
Sebelum sakit : Klien mengatakann merasa aman dan nyaman ketika dalam
kondisi sehat dan berkumpul bersama keluarganya.
Saat dikaji : Klien mengatakan tidak nyaman pada luka bakar dipermukaan
kulit bagian depan, perut, paha , dada, kaki, tangan, muka, rambut.
10) Komunikasi
sebelum sakit : Klien mengatakan dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan
lancar dan baik, menggunakan bahaasa jawa dan Indonesia
saat dikaji : Klien berkomunikasi dengan baik dan lancar dengan orang lain
tetapi suara pelan.
11) Bekerja
Sebelum sakit : Klien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai ibu buruh.
Saat dikaji : Klien tidak bisa melakukan kegiatan seperti biasa karena saat ini
mengalami luka bakar
12) Ibadah
Sebelun sakit : Klien mengatakan beragama Islam dan biasa menjalankan sholat
5 waktu, sholat Jum’at dan rajin mengikuti kegiatan – kegiatan
masjid disekitar rumahnya
Saat dikaji : Klien tidak dapat menjalankan sholat 5 waktu.
13) Rekreasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan untuk mengisi waktu luangnya biasa
berkumpul dengan keluarga terdekat atau tetangga .
Saat dikaji : Klien hanya tiduran ditempat tidur dan ditemani oleh keluarganya.
14) Belajar
Sebelum sakit : Klien mengatakan sudah mengetahui tentang luka bakar yang
dialami,
Saat dikaji : Klien mendapatkan informasi tentang penyakitnya oleh dokter
dan perawat .
6. Pemeriksaan Fisik ( Head To Toe )
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital Sign
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 100x/mnt
Pernafasan : 30 x/ mnt
Suhu : 37 0C
b. Pemeriksaan fisik head to toe

Kepala : Bentuk mesochepal, rambut terbakar, ada lesi dan rambut rontok.
Mata : Konjungtiva ananemis, sklera tidak ikterik, fungsi penglihatan
tidak baik,
hidung : Letak hidung simetris , tidak terdapat secret, tidak ada
pembesaran polip, warna hitam terbakar
Telinga : Liang telinga tidak bersih , ada penumpukan serumen , fungsi
pendengaran baik.
Mulut : Mukosa bibir tampak hitam dan kering ,
Wajah : wajah terbakar dan hitam, ada lesi.
Leher : Tampak hitam dan terbakar
Dada
1. Paru –paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris , ada lesi dan luka terbakar berwarna hitam
Auskultasi : terdapat bunyi weezing
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Bunyi sonor
2. Jantung
Inspeksi : tidak terlihat pulpasi setelah aktivitas
Palpasi : Tidak ada teraba massa, teraba ictus cordis di intecosta ke 5
midklavikua sinistra
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi irama jantung S1, S2, tidak ada suara tambahan.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut supel, ada luka bakar , tidak ada acites
Auskultasi : Bising usus 15 x per menit
Perkusi : Bunyi timpani
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan

Genetalia : terpasang kateter, tidak bersih


Ekstermitas
Atas : Terpasang infuse RL 20 tpm ditangan kiri, kekuatan otot 1( tidak
bisa menahan gravitasi dan tahanan kuat )
Bawah : Tidak ada edema dan varises, kekuatan otot 1 (tidak bisa
menahan tahan lemah).
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 155 kg

a. Pemeriksaan Penunjang

Hb : 14,2 ( N : 12-16g/dl)

Hct : 43,4 ( N : 32-54%)

Wbc : 12,3 ( N : 4,5-11,0x109/L)

Lymphosit : 1,0 ( N : 1,4-3,0x109/L)

Mid : 0,9 (N : 0,1-0,7x109/L)

Faal hati Albumine darah : 2,97 ( N : 3,5-5,2g/dl)

Ureum : 43 ( N : 20-45mg/dl)

Kreatinin : 0,79 (N : 0,5-1,5mg/dl)

Elektrolit:

Kalium : 3,60 (N : 3,4-5,3 mmol/L)

Natrium : 146,3 ( N : 135-150 mmol/L)

Clorida : 103 ( N : 98-107 mmol/L)

b. Therapy

- Infus Nacl 30 tetes/menit


- Injeksi ampiciline 1grx3
- Injeksi cimetidine 1grx3
- Injeksi orasic 100grx2
- Injeksi Gentamicyn 80 grx2

ANALISA DATA

NO Hari/Tgl ANALISA DATA PROBLEM ETIOLOGI


/Jam
1. DS: pasien mengatakan mengeluh batuk dan Ketidakefektifa Lingkungan
mengeluarkan dahak yang hitam n bersihan mengisap
DO: -RR: 30X/menit jalan nafas asap
-N: 100X/menit
-terlihat retraksi dinding dada
-terlihat pernafasan cuping hidung.
2. DS:- pasien mengatakan lemas. Kekurangan Kehilangan
DO: -kulit pasien tampak kering. volume cairan cairan aktif
- Membrane mukosa kering.
- Input
Infuse : 1500 cc
AM : 5* 50 = 250 cc
1750 cc
- Output
BAK 960 cc
BAB 200 cc
IWL 15*50 = 750 cc
1910 cc
Balance cairan = Input – output
1750 – 1910= -160 cc
3. DS: -pasien mengatakan kulit mengelupas Kerusakan Luka bakar
karena terbakar integritas kulit terbuka
DO: -pasien menderita grade 4 pada kedua
tangan muka dan kaki
-rambut terbakar

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d lingkungan mengisap asap


2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
3. Kerusakan integritas jaringan b.d luka bakar terbuka

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Tgl No.Dx NOC NIC


1. 1. Respiratory status :airway patency 0410. Airway management 3140
Definisi: membuka bagian Definisi: Fasilitasi jalan nafas yang
tracheabronchial jelas untuk pertukaran paten
udara. Aktivitas:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor pernafasan dan
selama 2 x 24 jam masalah oksigen minimal 4 jam
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekali.
lingkungan mengisap asap dapat teratasi 2. Dengarkan suara nafas
dengan kriteria hasil tambahan.
1. RR 12345 3. Posisikan pasien untuk
2. Irama pernafasan 1 2 3 4 5 memaksimalkan potensi
3. Kedalaman inspirasi 1 2 3 4 5 ventilasi
4. Suara nafas tambahan 1 2 3 4 5 4. Posisikan setengah duduk
5. Batuk 12345 untuk mengurangi sesak
nafas
5. Membersihkan secret
dengan batuk atau suction
6. Ajarkan batuk efektif
7. Pemasangan oksigenasi
kanul nasal.
2. 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fluid management 4120
selama 2 x 24 jam masalah Kekurangan Definisi : promosi keseimbangan
volume cairan b.d kehilangan cairan aktif ciran dan pencegahan komplikasi
dapat teratasi dengan kriteria hasil: yang dihasilkan dari tingkat cairan
- Fluid balance 0601 abnormal atau yang tidak
Definisi : keseimbangan air dalam diinginkan.
kompartemen intraseluler dan Aktifitas:
ekstraseluler tubuh. 1. Pertahankan catatan intake
1. TD 1 2 3 4 5 dan output yang akurat.
2. Nadi 1 2 3 4 5 2. Monitor status hidrasi
3. Intake dan output dalam 24 jam 1 2 (kelembaban membrane
3 45 mukosa, nadi adekuat,
4. Turgor kulit 1 2 3 4 5 tekanan darah ortostatik)
5. Masalah pengeluaran urin 1 2 3 4 5 jika diperlukan.
- Hydration 0602 3. Monitor vital sign
Definisi: air yang cukup dalam 4. Monitor masukan makanan
komportemen intraseluler dan atau cairan dan hitung
ekstraseluler tubuh. intake kalori harian
Indicator : 5. Monitor status nutrisi.
1. Turgor kulit 1 2 3 4 5 6. Resusitasi cairan
2. Cairan masuk 1 2 3 4 5 7. Balance cairan.
3. Uusrine output 1 2 3 4 5
4. Haus 1 2 3 4 5

3. 3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pressure ulcer prevention


selama 2 x 24 jam masalah Kerusakan woundcare 3540
integritas jaringan b.d luka bakar terbuka Definisi : pencegahan tekanan luka
dapat teratasi dengan kriteria hasil untuk mempercepat penyembuhan
Burn healing 1106 Aktifitas :
Definisi : tingkat penyembuhan luka 1. Mobilisasi pasien (ubah
bakar. posisi pasien ) setiap dua
1. Lecet berisi air pada kulit 1 2 3 4 jam sekali.
5 2. Monitor aktifitas dan
2. Luas bagian kesembuhan luka mobilitas pasien.
bakar. 1 2 3 4 5 3. Ajarkan keluarga tentang
3. Daerah luka yang mengalai edema luka dan perawatan luka.
12345 4. Lakukan teknik perawatan
4. Kesulitan bernafas 1 2 3 4 5 luka dengan steril
5. Perawatan luka yang kotor dan bau 5. Observasi luka : lokasi,
12345 kedalam luka, jaringan
Burn recovery 1107 nekrotik, tanda tanda
Definisi : luasnya keseluruhan fisik dan infeksi local.
psikologis serta besarnya luka bakar. 6. Lakukan teknik perawatan
Indicator: luka steril.
1. Granulasi jaringan 1 2 3 4 5 7. Kolaborasi pemberian obat
2. Keseimbangan cairan 1 2 3 4 5 topical antibiotic
3. Kemampuan merawat diri. 1 2 3 4
5
4. Kesulitan bernafas.1 2 3 4 5
5. Perawatan luka yang kotor dan
bau. 1 2 3 4 5
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas,
listrik, bahan kimia, radiasi, juga kontak langsung dengan suhu rendah ( frost bite ). Luka bakar
biasanya dinyatakan dalam derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar, dimana umur dan
keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis.
Prinsip penanganan luka bakar bergantung fase yang terjadi dimana prinsip penatalaksanaan
dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan lanjut, dimana pada fase akut adalah penanggulangan
syok, mengatasi gangguan pernafasan, mengatasi infeksi, eksisi luka scar dan skin graft,
pemberian nutrisi dilakukan setelah keadaan umum pasien baik, sebelumnya pasien dipuasakan,
rehabilitasi, penaggulangan terhadap gangguan psikologis. Sedangkan pada fase subakut atau
lanjutan dilakukan manakala penanganan fase akut yang kurang maksimal mengakibatkan perlu
penanganan yang serius pada fase subakut atau lanjutan, yang meliputi 4 sistem homeostasis,
yaitu kardiovaskuler, Renalis, Imonologi, dan Gastro Intestinal.
Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar.
Pada luka bakar superfisial (derajat I dan derajat II superfisial), lapisan kulit yang mati akan
mengelupas dan lapisan kulit paling luar kembali tumbuh menutupi lapisan di bawahnya.
B.KRITIK
Kritik membangun sangat diharapkan oleh penulis,untuk perbaikan penulisan maupun
pembahasan dalam makalah ini.Yang diharapkan dapat memberi perubahan kearah yang lebih
baik,untuk pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

o Bambang Darwono; F. Sutoko, Protokol Pengelolaan Luka Bakar, Bagian Bedah,


FK Undip/RS dr. Kariadi.
o ATLS. American College of Surgeons Committee On Trauma. 1997. First
Impression. United States of America.
o Basic Science of Plastic and Reconstructive Surgery. Pertemuan ilmiah berkala
trigonum plus XV. Oktober 2003.
o Baxter CR. Management of Burn Wound. Dermatol Clin 1993;11:709-14.
o Bisono, Pusponegoro AD; Luka, Trauma, Syok dan Bencana. Dalam :
Syamsuhidajat R, Jong WD ed Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, Penerbit Buku
o Kedokteran EGC, 1997 : 81-91.
o Britt LD, Danscobe WH, Rodriguez A; New Horizon in management of
hypotermi and frostbite injury. Surgical Clinics of North America:1991.
o Charles W. Van Way III, Charles A, Buerk : Manual Ketrampilan Dasar Ilmu
Bedah, Binarupa Aksara, 1990, 105-110.
o Cioffi WG, Graves TA, McMannus WF et al: High frequency percussive
ventilation in patients with inhalation injury. Journal of Trauma 1987.
o Danzl D, Pozos R, Auerbach P, et al: Multicenter hypothermia survey. Annals of
Emergency Medicine, 1987.

Anda mungkin juga menyukai