Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh api atau penyebab
lainnya seperti air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. ​Luka bakar menyebabkan
morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain,
yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal sampai fase lanjut. Luka bakar
dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar.Kelompok terbesar
dengan kasus luka bakar adalah anak-anak kelompok usia dibawah 6 tahun. Puncak insiden
kedua adalah luka bakar akibat kerja yaitu pada usia 25-35 tahun.

Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman
luka bakar. Walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka.
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh.Umur dan keadaan
kesehatan penderita sebelumnya akan sangat memengaruhi prognosis.

1
2.1 Definisi

Kulit merupakan organ yang tipis dan luas. Tebal kulit bervariasi antara 0.5-1.5mm
bergantung pada letah, umur, gizi, jenis kelamin, dan suku. Kulit yang tipis terdapat pada
kelopak mata, penis, labium minor, dan bagian dalam lengan atas. Sedangkan kulit yang lebih
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, dan bokong.

Sebagai penutup tubuh, kulit melindungi tubuh dari trauma mekanis, radiasi, kimiawi,
dan kuman infeksius. Asam laktat dalam keringat dan asam amino hasil perubahan
keratinisasi mempertahankan pH permukaan kulit antara 4-6 yang akan menghambat
pertumbuhan bakteri tertentu. Kulit juga berfungsi sebagai pengindera raba karena
mengandung ujung saraf sensoris di dermis. Fungsi pengaturan suhu tubuh didapat dari
adanya dua lapis pleksus pembuluh darah dermis yang aliranya diatur oleh persarafan
otonom, persarafan otonom ini juga mengatur fungsi kelenjar keringat. Penguapan keringat
akan mendinginkan kulit. Fungsi lain dari kulit adalah pengontrol kehilangan cairan, fungsi
metabolic, dan fungsi psikososial.

Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh cairan panas, api, kontak dengan benda yang
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih
dalam. ​Luka bakar uga mempunyai efek terhadap sistem organ lainnya.

2
2.2 Etiologi

Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

1. Suhu tinggi
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

Gambar 1. Luka bakar api


b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder
besi atau peralatan masak.

3
Gambar 2. Luka bakar kontak

c. Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama
lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.

4
Gambar 3. Luka bakar scalds

2. Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.

Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya
tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun
ground.​ Bila kawat berarus listrik terpegang tangan, pegangan akan sulit dilepaskan
akibat kontraksi otot fleksor jari lebih kuat daripada otot ekstensor jari sehingga
korban terus teraliri arus.

Tersambar petir juga dapat menyebabkan luka bakar. Ada berbagai mekanisme arus
listrik petir masuk ke dalam tubuh. Pada kejadian tersambar langsung atau tersambar
samping, arus listrik masuk ke kepala melalui lubang kepala, yaitu telinga, mata, atau
mulut, dan mencapai bumi melalui leher, tubuh dan kali. Arus listrik dapat mengalir
pada sebagian otak, pusat pernapasan, dan jantung sehingga korban pingsan, henti

5
napas, dan henti jantung. Pada kejadian tersambar kontak, aliran listrik masuk tubuh
pada tempat kontak yang akan menentukan gambaran klinis, sedangkan pada
tersambar langkah, arus listrik masuk melalui kaki yang terdekat dengan tempat petir
di tanah dan keluar tubuh lagi melalui kaki lain. Jadi umumnya tidak terjadi pingsan,
henti napas, atau henti jantung.

Gambar 4. Luka bakar listrik

3. Zat kimia (asam atau basa)


a. Asam kuat
Menyebabkan nektosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri yang hebat. Asam
hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan
toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun.
b. Basa kuat
Menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis).
Kemampuan alkali atau basa menembus jaringan lebih dalam dan lebih kuaat dari
asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi, denaturasi
protein dan kolagen.

6
Gambar 5. Luka bakar zat asam

Gambar 6. Luka bakar zat basa

4. Radiasi
Luka bakar radiasi dapat disebabkan oleh radiasi elektromagnetik, seperti cahaya,
sinar roentgen, dan sumber radioaktif. Luka bakar akibat radiasi elektromagnetik atau
partikel radioaktif dapat menyebabkan eritema ringan sementara yang berlangsung
2-3 jam. Eritema yang menetap disebabkan radiasi kekuatan sedang dan timbul
setelah gejala ringan hilang. Kerusakan subkutan serupa dengan luka bakar derajat
tiga. Ujung saraf, folikel rambut, kelenjar keringat, dan pembuluh kapiler hilang.

7
Gambar 7. Luka bakar radiasi

2.3. Patofisiologi luka bakar

Pasca paparan terhadap trauma termal, terjadi kerusakan kulit dan jaringan yang dipengaruhi
oleh tingginya suhu dan lamanya kontak. Daerah yang mengalami kontak langsung
mengalami kerusakan terberat. Panas disebarkan secara radial sehingga tingkat kerusakan
pada jaringan berbeda-beda. Terdapat tiga zona perubahan pasca paparan terhadap sumber
termal, yaitu:

a. zona koagulasi, merupakan daerah yang terpapar langsung oleh sumber termal.
Terjadi koagulas (denaturasi) protein. Dalam beberapa hari, jaringan koagulasi
mengalami nekrosis. Pada zona tersebut kulit akan tampak keputihan atau
kehitaman seperti arang (eschar). Kerusakan pada zona ini bersifat ireversibel
b. zona statis, merupakan daerah disekitar zona koagulasi. Sirkulasi di daerah ini
terhenti sama sekali. Pada awalnya zona stasis biasanya tampak hiperemis, yang
menandakan bahwa aliran darah pada zona tersebut masih baik, namun terdapat
proses stasis. Biasanya setelah 24 jam aliran darah pada zona tersebut akan
berkurang. Hal ini akan terlihat setelah hari ketiga dimana zona statis akan tampak
putih karena jaringannya sudah nekrotik. Zona stasis mengalami perubahan karena
adanya dermal iskemia yang terjadi secara progresif. Iskemia dermal disebabkan
oleh bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menstimulasi edema pembuluh

8
darah, sehingga terjadi oklusi dari lumen pembuluh darah. Lama-kelamaan aliran
darah berkurang, terjadi iskemia yang apabila berkepanjangan, akan menyebabkan
nekrosis jaringan.
c. Zona hiperemia, pada daerah ini berlangsung respon inflamasi yang secara klinik
ditandai oleh hiperemia akibat dilatasi pembuluh darah, edema dan tanda radang
akut lainnya.

Gambar 8. ​Zona Perubahan Pasca Paparan Terhadap Sumber Termal

Pada luka bakar yang melibatkan epidermis dan dermis superfisial (sebatas papilla
dermis) atau luka bakar superfisial, protein-protein ​junction yang mempertautkan epidermis
dan dermis akan terurai. Epidermis akan terlepas (epidermolisis) diikuti respon inflamasi,
yang menyebabkan transudasi dan mengisi ruang antara epidermis dan dermis (bullae).
Cairan transudate ini merupakan protein yang mengandung ​immunologic proteins,
antiproteases, acute-phase reactants, carrier proteins, d​ an lipoprotein. Zat-zat biologic ini
mensupresi fungsi granulosit dan limfosit, memperlambat proses opsonisasi yang dapat
meningkatkan kemungkinan berkembangnya sepsis luka. Selain itu juga dapt menghambat
fungsi fibrobals dan proses re-epitelialisasi, sehingga menimbulkan konsekuensi
terhambatnya proses penyembuhan luka dan parut yang tidak baik.

Pada saat terjadi luka bakar, permeabilitas meningkat sehingga terjadi kebocoran
cairan intrakapiler ke interstisial, baik dalam tempat yang luka maupun yang tidak mengalami
luka yang kemudian menjadi udem dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Peristiwa
ini terjadi dalam beberapa menit- jam pasca trauma, dan edema mencapai puncaknya dalam
8-12 jam pasca trauma. Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar,

9
pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul
oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut lagi
mengakibatkan penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang,
ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal. Rusaknya kulit
juga mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai ​barrier dan penahan penguapan. Hal
tersebut menyebabkan cepat hilangnya cairan intravaskular dan menyebabkan hipovolemia
shingga terjadi gangguan sirkulasi. Terganggunya perfusi tidak hanya di tingkat lokal, namun
bersifat sistemik. Gangguan sirkulasi di tingkat sistemik mengakibatkan kegagalan organ.

Pada luka bakar yang luasnya <20%, mekanisme komensasi tubuh masih bisa
mengatasi. Namun bila luasnya >20%, dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala khas
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi cepat, tekanan darah menurun, dan produksi
urin berkurang. Pembuluh kapiler yang rusak dan permeabilitas yang meninggi disertai
rusaknya sel darah sehingga menyebabkan anemia.

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan naps karena gas, asap, atau uap yang terhirup. Udem laring juga
dapat menyebabkan hambatan jalan napas. Dapat juga terjadi keracunan gas CO yang sangat
kuat berikatan dengan Hb sehingga oksigen tidak dapat diikat oleh Hb. Bila >60% Hb terikat
oleh CO, penderita dapat meninggal.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan dari ruang interstisial ke pembuluh darah yang ditandai dengan
meningkatnya diuresis.

10
Gambar 9. Patofisiologi Luka Bakar

Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal. Injuri pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi
kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjadi lebih luas, khususnya bila injuri
elektrik dengan voltage tinggi.

Luka bakar yang disebabkan oleh sengatan listrik merupakan hasil dari suatu
tegangan listrik yang masuk pada satu titik di tubuh dan keluar pada titik lain (​entry and exit
sites​). Hal ini jarang terjadi tetapi jika terjadi, sangatlah berbahaya. Listrik dapat mengalir ke
seluruh tubuh, walaupun tempat masuknya hanyalah titik kecil. Ini diperjelas dengan konsep
bahwa air merupakan salah satu konduktor listrik, dan tubuh manusia dipenuhi oleh cairan
(darah), maka listrik dapat merambat dari satu titik ke titik lainnya, merusak jaringan yang
dilewatinya. Lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan menyebabkan
perubahannya menjadi tenaga panas. Ia menimbulkan luka bakar yang tidak hanya mengenai
kulit dan jaringan subkutis, tetapi juga semua jaringan yang dilewati arus listrik tersebut.
Tahanan listrik jaringan bervariasi, dengan tulang, tendo dan kulit yang paling tahan
sedangkan darah dan jaringan saraf memiliki tahanan yang rendah. Luka pada daerah
masuknya arus listrik biasanya gosong dan tampak mencekung. Luka mungkin dikelilingi
dengan daerah luka bakar yang khas atau jaringan yang tampak normal. Kontak arus listrik

11
dengan sendi dapat menimbulkan luka bakar kulit pada daerah-daerah yang tidak berkontak
ketika arus keluar atau masuk ke jaringan. Anggota gerak dengan luka bakar listrik mudah
terkena komplikasi sindroma kompartemen atau eskar yang melingkar karena adanya luka
otot yang dalam atau vaskular.

Semakin tinggi arus listrik, semakin tinggi kerusakan yang dapat diperbuatnya.
Kejadian luka bakar dimana aliran listrik melewati tubuh dinamakan ‘​true high tension
injuries’,​ yang terjadi apabila tegangan listrik minimal 1000V. Akan terjadi kerusakan
jaringan, rabdomiolisis karena hancurnya otot, dan gagal ginjal karena rabdomiolisis. Tipe
luka bakar listrik lainnya adalah “​Flash injuri”​ dimana medan listrik mengenai kulit manusia,
sehingga terjadi luka bakar superfisial. Pada ​flash injuri​ aliran listrik tidak melewati tubuh.

Oleh karena itu voltase, tipe arus (​direct atau ​alternating​), tempat kontak, dan
lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat
mempengaruhi morbiditi. ​Alternating current ​(AC) lebih berbahaya dari pada ​direct current
(DC). Ini seringkali berhubungan dengan terjadinya ​cardiac arrest (henti jantung), fibrilasi
ventrikel, kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra.

2.4 Derajat Luka Bakar


Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas, sumber,
penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. ​Dupuytren membagi atas 3
tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:

1. Luka bakar derajat 1:


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik berupa
eritema, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi. Eritema merupakan manifestasi respon inflamasi local dan tidak diikuti
respon inflamasi sistemik, maka tidak diperhitungkan pada perhitungan luas luka
bakar karena tidak memiliki konsekuensi pada tatalaksana cairan. Penyembuhan
terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.

12
Gambar 10. Luka bakar derajat 1

2. Luka bakar derajat 2 :


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses transudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi,
dibedakan atas 2 (dua) bagian:
a. Derajat 2 dangkal/​superficial​ ​dermal (​ 2A)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dermis sebatas papilla
dermis. Ciri khas yang dapat diamati secara klinis adalah terdapatnya lepuh (blister
atau bullae). Pelapis bullae terlepas dari dermis karena terurainya epidermal-dermal
junction akibat paparan termal. Diantara epidermis dan dermis yang terlepas,
berlangsung proses transudasi yang kemudian mengalami akumulasi dan
terperangkap di ruang yang terbentuk. Transudate pada bullae akan menyebabkan
kerusakan dermis yang berlanjut sehingga luka bertambah dalam (degradasi luka).
Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak. Semua

13
ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam
waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.

Gambar 11. Luka bakar derajat 2 dangkal

b. Derajat 2 dalam/​mid-dermal dan deep dermal​ (2B)


Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel
tinggal sedikit. Pada ​mid-dermal burn​, jaringan berwarna merah muda. Terdapat
thrombosis kapiler dan keterlambatan pengisian kapiler. Proses re-epitelisasi lebih
lambat dibandingkan luka bakar superficial (12-21 hari). Pada ​deep-dermal burn
mungkin dapat dijumpai bullae, namun dasar bula menunjukan karakteristik luka
bakar dalam, reticulum dermis menunjukan waena merah berbercak. Hal ini
disebabkan karena ekstravasasi hemoglobin dari sel-sel darah merah yang rusak
dan keluar dari pembuluh darah. Penanda khas pada luka bakar ini adalah suatu
tampilan yang disebut ​capillary blush yang menunjukan kerusakan pleksus dermal.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal
sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

14
Gambar 12. Luka bakar derajat 2 dalam

c. Luka bakar derajat 3/​Full-Thickness Burn


Kerusakan meliputi lapis epidermis, dermis, dan kerusakan struktur jaringan yang
lebih dalam. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel.
Tidak dijumpai ​bullae, ​kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat
sampai berwarna hitam kering. Kulit yang mengalami koagulasi menunjukan
konsistensi keras dan kehilangan elastisitas dikenal dengan sebutan eskar. Proses
re-epitelisasi secara spontan tidak akan terjadi. Hal ini dikarenakan sel yang
menjadi sumber epitel mengalami kerusakan akibat cedera termal. Bila hal ini
terjadi, maka proses re-epitelisasi akan berlangsung dari samping setelah eskar
terlepas secara alami atau dilepaskan secara aktif. Tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama
karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

15
Gambar 13. Luka bakar derajat 3

2.5 Luas luka bakar

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili ± 1% luas permukaan tubuh. luas luka bakar hanya dhitung pada
pasien dengan derajat luka 2 (2A & 2B) atau 3.

Wallace membagi tubuh atas 9% atau kelipatan 9 yang dikenal dengan nama rule of
nine​ atau ​rule of Wallace​:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan : 2x9%
c. Dada, perut, punggung, bokong : 4x9%
d. Tungkai : 4x9%
e. Genetalia : 1%
Total : 100 %

16
Gambar 14. Luas luka bakar berdasarkan Wallace
Rumus ​rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas
relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih
kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari ​Lund
and Browder​ untuk anak.

17
Gambar15. Luas luka bakar pada anak.
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode ​palmar surface area​. Metode ini adalah cara menentukan luas atau
persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan
mewakili 0.75 % dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar. Cara ini dapat
digunakan untuk menghitung luka bakar kecil (<15%) atau luka bakar besar (>85%).
Tidak berguna untuk luas luka bakar menengah.

18
Gambar 16. Metode ​palmar surface area

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara
lain:
a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi/lokasi luka bakar
d. Umur penderita
e. Riwayat pengobatan yang lalu
f. Trauma yang menyertai atau bersamaan
2.6 Kriteria Berat luka bakar
Kriteria berat ringannya luka bakar yaitu :
a. Luka bakar ringan.
o Luka bakar derajat 2 <15 %
b. Luka bakar sedang
o Luka bakar derajat 2 15-25 %
o Luka bakar derajat 3 < 10 %, kecuali muka, kaki, tangan

19
c. Luka bakar berat
o Luka bakar derajat 2 > 25 %
o Luka bakar derajat 3 >10 % atau terdapat di muka, kaki, tangan
o Luka bakar disertai trauma jalan napas, atau jaringan lunak luas atau fraktur
o Luka bakar akibat listrik
Seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap bila:

a. Usia 10-40 tahun dengan derajat 2, >15% TBSA, Luka bakar derajat 3, >3%
TBSA
Usia <10 tahun dan >40 tahun dengan luka bakar derajat 2, >10% TBSA, Setiap
luka bakar derajat 3

b. luka bakar yang meliputi muka, tangan, kaki, alat kelamin, perineum, atau
sendi-sendi mayor
c. luka bakar derajat tiga dikelompok umur apapun
d. terbakar listrik, termasuk sambaran petir
e. luka bakar karena zat kimia
f. trauma inhalasi
g. pasien luka bakar dengan mondisi penyakit yang sudah diderita yang dapat
memberikan komplikasi perawatan, memperpanjang penyembuhan, atau
mempengaruhi tingkat kematian
h. pasien dengan luka bakar dan trauma bermakna seperti patah tulang dimana luka
bakar lebih mengancam nyawa
i. anak dengan luka bakar yang dirwat di rumah sakit tanpa keberadaan spesialis
anak dan peralatan untuk anak
j. luka bakar pada pasien yang membutuhkan konsidearasi special pada aspek
emosional, social atau rehabilitasi jangka panjang.

2.7 Trauma yang mengikuti luka bakar

Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas oleh panasdan zat
kimia, atau akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu sendiri. Hasil dari

20
pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari udara,
partikel padat yang terurai di udara (melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). Aerosol
daricairan yang bersifat iritasi dan sitotoksik serta gas toksik dimana gabungan tersebut
bekerjasistemik. Partikel padat yang ukurannya lebih dari 10 mikrometer tertahan di hidung
dannasofaring. Partikel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang
trakeobronkial,sedangkan partikel berukuran 1-2 mikrometer dapat mencapai alveoli.

Gas yang larut air bereaksi secara kimia pada saluran nafas atas, sedangkan gas yangkurang
larut air pada saluran nafas bawah. Adapun gas yang sangat kurang larut air masuk melewati
barier kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik yang bersifat sistemik.Kerusakan
langsung dari sel-sel epitel, menyebabkan kegagalan fungsi dari apparatusmukosilier dimana
akan merangsang terjadinya suatu reaksi inflamasi akut yang melepaskanmakrofag serta
aktivitas netrofil pada daerah tersebut. Selanjutnya akan dibebaskan oksigenradikal, protease
jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos (tromboksan A2, C3A, C5A).Kejadian ini
menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnyaterjadi edema
dari dinding saluran nafas dan kegagalan mikrosirkulasi yang akanmeningkatkan resistensi
dinding saluran nafas dan pembuluh darah paru. Komplians paruakan turun akibat terjadinya
edema paru interstitial sehingga terjadi edema pada saluran nafas bagian bawah akibat
sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel nekrotik,mukus dan sel-sel
darah.
Trauma inhalasi diklasifikasikan menjadi 3, antara lain :
1. Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)Trauma saluran nafas atas
dapat menyebabkan ancaman hidup melalui obstruksi jalannafas sesaat setelah
trauma. Jika proses ini ditangani secara benar, edema salurannafas dapat hilang tanpa
sekuele beberapa hari
2. Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru (trauma subglotis)
Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan dalam fungsi
parudan mungkin akan susah ditangani. Trauma subglotis merupakan trauma kimia
yangdisebabkan akibat inhalasi hasil-hasil pembakaran yang bersifat toksik pada luka
bakar. Asap memiliki kapasitas membawa panas yang rendah, sehingga
jarangdidapatkan trauma termal langsung pada jalan nafas bagian bawah dan
parenkim paru,trauma ini terjadi bila seseorang terpapar uap yang sangat panas.

21
3. Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida (CO)
dansianida.
Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian cepat akibat
api,meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis dan toksisitas sistemik terjadi
bersamaan. Intoksikasi CO terjadi jika afinitas CO terhadap hemoglobin lebih besar
dari afinitas oksigen terhadap hemoglobin, sehingga ikatan CO dan
hemoglobinmembentuk suatu karboksihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.

2.8 Penanganan emergensi luka bakar

Survei primer :

A ​(Airway)

● Periksa jalan nafas. Apakah terdapat materi atau benda asing atau tidak. Bebaskan jika
ada.
● Jaw-thrust, chin lift, head tilt

Adakah trauma inhalasi. Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak
berwarna jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada
wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi
(pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan
napas yang adekuat/tetap terbuka. Oleh karena onset terjadinya tidak segera dan sering
tidak ditangani sesegera mungkin, maka perlu diketahui tanda- tanda yang dapat
mengarahkan untuk bertindak dan harus mencurigai bahwa seseorang telah mengalami
trauma inhalasi antala lain:

a. Luka bakar pada wajah


b. Alis mata dan bulu hidung hangus
c. Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam orofaring
d. Sputum yg mengandung arang atau karbon
e. Wheezing, sesak dan suara serak
f. Adanya riwayat terkurung dalam kepungan api
g. Ledakan yang menyebakan trauma bakar pada kepala dan badan

22
h. Tanda-tanda keracunan CO ( karboksihemoglobin > 10 % setelah berada dalam
lingkungan api) seperti kulit berwarna pink sampai merah, takikardi, takipnea,
sakit kepala, mual, pusing, pandangan kabur, halusinasi, ataksia, kolaps sampai
koma.

B​ (Breathing)

● Periksa pengembangan dada apakah bilateral dan simetris atau tidak.


● Hati-hati dengan luka bakar derajat 2 dan 3 pada dada. Apabila terdapat luka bakar
yang mengelilingi dada, pertimbangkan eskarotomi, karena dapat membuat
pengembangan dada dan membuat ventilasi tidak adekuat.
● Pemberian oksigen 100% dengan ​non-rebreathing mask.
● Ventilasi melalui bag mask dan intubasi jika diperlukan
● Perhatikan adakah tanda-tanda keracunan karbonmonoksida atau tidak
● Monitor laju pernapasan normal, hati-hati apabila laju respirasi kurang dari 10 kali
permenit atau lebih dari 20 kali permenit.

C ​(Circulation)

● Periksa nadi, ritme, dan kekuatan (adekuat atau tidak)


● Periksa capillary refill time pada luka bakar dan daerah yang tidak terkena luka bakar.
Normal CRT < 2 detik
● Pasang dua jalur intravena yang besar segera pada area tanpa luka

D (​Disability and Neurological Status)


● Tentukan tingkat kesadaran penderita dengan Glasgow Coma Scale.
● Periksa pupil dan tanda penurunan kesadaran
● Penurunan kesadaran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi.

E ​(Exposure with Enviromental Control)

● Lepaskan semua pakaian dan perhiasan, periksa seluruh permukaan tubuh untuk
mendapatkan estimasi akurat dari area luka bakar dan jejas yang menyertai.
● Jaga tubuh pasien pada suhu optimal
● Ganti balutan dan cek bagian tubuh lainya untuk luka bakar

23
F ​(Fluid Resucitations)

● Pasien dengan luka bakar dewasa lebih dari 15% dan anak lebih dari 10% ​Total Body
Surface Area​ harus segera mendapat resusitasi cairan.
● Tentukan luas luka bakar dengan Wallace Rules of Nines, Lund and Browden Chart
atau PSA
● Memberikan akses resusitasi yang baik dengan kateter IV berukuran besar. Gunakan 2
line. Dilakukan resusitasi cairan. Bila penderita syok maka diatasi dengan infus RL
diberikan hingga nadi teraba atau tekanan darah >90mmHg. Resusitasi cairan yang
sering digunakan adalah cara Parkland.

Pastikan luas luka bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan
intravena (melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10% pada anak dan >15% pada
dewasa. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui oral. Cairan merupakan
komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui
penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme
dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh
darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam
jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah
dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu
fungsi organ-organ tubuh.

Rumus Parkland untuk perhitungan kebutuhan cairan:

4cc x kgBB x %luka bakar

Setengah dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan
selama 16 jam berikutnya. Cairan yang direkomendasikan untuk resusitasi awal adalah
cairan kristaloid yang mengandung elektrolit dengan komposisi sesuai dengan elektrolit
tubuh. Karenanya, pemberian cairan yang biasa digunakan adalah Ringer Laktat (RL).
Penggunaan RL dihubungkan dengan patofisiologi luka bakar khususnya kebocoran
kapiler.

Pantau pengeluaran urin secara berkala dengan perhitungan:

24
Urine output dewasa: 0.5-1.0 ml/KgBB/jam
Urine output anak: 1-2 ml/KgBB/jam

2.9 Tatalaksana Luka Bakar

Secara klinis penderita luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu:

1. Fase Emergensi (Resusitasi)


Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injuri dan diakhiri dengan
membaiknya permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah
injuri. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah syok
hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital.
a. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum penderita dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat
kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan
emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan
penderita dari sumber penyebab luka bakar dan atau menghilangkan sumber
panas.
1) Jauhkan penderita dari sumber luka bakar
a) Padamkan pakaian yang terbakar
b) Hilangkan zat kimia penyebab luka bakar
c) Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
d) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan
objek yang kering dan tidak menghantarkan arus (​nonconductive)​
2) Kaji ABC (​airway, breathing, circulation)​
Prioritas utama yang dilakukan dalam penanganan awal adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten. Pasien dengan trauma luka
bakar sering mengalami trauma inhalasi yang berakibat pada gangguan
lapisan mukosa pernafasan seperti edema, eritema dan ulserasi. Efek dari
trauma inhalasi tidak langsung terlihat kecuali adanya trauma luka bakar
pada daerah leher dan muka yang dapat menyebabkan terjadinya distorsi

25
anatomi dalam. Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita
luka bakar terdapat 3 atau lebih dari keadaan berikut:
1. Riwayat terjebak dalam rumah/ruang terbakar
2. Sputum bercampur arang
3. Luka baka perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan
4. Penurunan kesadaran
5. Tanda distres nafas, rasa tercekik, tersedak, malas bernafas dan
adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau
tenggorokan.
6. Distres nafas, takipnea
7. Sesak atau tidak ada suara
Secara objektif trauma inhalasi dapat ditegakan dengan menggunakan
pemeriksaan laringoskop, terlihat gambaran laring yang hiperemis
dan edema laring.
Tahap tatalaksana resusitasi jalan nafas luka bakar:
1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas
dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
2. trakeostomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif
dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
trakeostomi memperkecil ​dead space, memperbesar tidal volume,
lebih mudah mengerjakan ​bronchial toilet dan pasien dapat berbicara
jika dibanding dengan intubasi.
3. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat
patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress
oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis. Pemberian dilakukan sebanyak 2-4
liter/menit

26
4. Perawatan jalan nafas
5. Penghisapan sekret (secara berkala)
6. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam
lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar
natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain
itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin
sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi
asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
7. Bronkhial toilet
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru

3) Kaji trauma yang lain


4) Pertahankan panas tubuh
5) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6) Transportasi (segera kirim penderita ke rumah sakit)

b. Penanganan dibagian emergensi

Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah


diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang
dilakukan tidak adekuat, maka ​pre hospital care di berikan di bagian emergensi.
Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada
masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan, maka masalah inilah yang
harus diutamakan

1) Penanganan Luka bakar Ringan


Perawatan dengan luka bakar ringan seringkali diberikan dengan pasien
rawat jalan.
a) Managemen nyeri

27
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan
morfin atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral
diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada
penderita luka bakar baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya.
Pada penderita yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak
dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid.
Untuk penderita yang tidak diimunisasi dengan tetanus human
immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang
pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid.
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk luka bakar ringan terdiri dari membersihkan
luka (​cleansing​) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang
zat-zat yang merusak (zat kimia, tar); dan pemberian/penggunaan
krim atau salep antimikroba topikal dan balutan secara steril.
d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi,
pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan
informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar penderita dapat
menolong dirinya sendiri.

2) Penanganan Luka bakar Berat.


Untuk dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi
akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi )
dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian
cairan yang hilang); pemasangan kateter urin; pemasangan ​nasogastric
tube (NGT); pemeriksaan ​vital signs dan laboratorium; management
nyeri; profilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka. Berikut

28
adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai
berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain
yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi
unutk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk
memastikan penanganan secara dini. Selain itu melakukan pengkajian
ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti
patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar
dapat dengan segera diketahui dan ditangani.
b) Resusitasi cairan
Bagi dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka
resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena
perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian
proksimal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk penderita
yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada penderita
dimana tempat – tempat untuk pemberian intravena perifer terbatas,
maka dengan pemasangan kanul pada vena sentral (seperti
subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral). Luas atau
persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi cairan.
Adanya perpindahan cairan dalam fase akut menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi jaringan. Resusitasi cairan diberikan
untuk preservasi perfusi jaringan yang adekuat di seluruh pembuluh
darah. Selain itu, pemberian cairan bertujuan untuk meminimalisasi
respon inflamasi dan hipermetabolik.
Pemberian jenis cairan dapat diberikan dengan cairan krisaloid
ataupun koloid. Cairan kristaloid digunakan dalam waktu 24 jam
pertama, jika larutan hipertonik yang digunakan maka level dari
natrium tidak boleh melebihi 160 mEq/L. Cairan koloid juga dapat
digunakan karena ditemukan adanya hipoproteinemia pada pasien
luka bakar. Target dari MAP (Mean Arterial Pressure) adalah 60 mmHg

29
untuk memastikan perfusi ke organ yang optimal. Target dari ​Urine
Output adalah 30 mL/h pada orang dewasa dan 1-1.5 mL/kg per jam
pada anak-anak.

● Cara Baxter
Dewasa : Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Anak : (Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 2 mL) + ​Maintenance
Untuk ​maintenance​, gunakan rumus
≤10 Kg :1000mL/kg
11-20 Kg : 1000 mL + (Berat badan – 10 Kg) x 50 mL
>20 Kg : 1500 mL + (Berat badan – 20 Kg) x 20 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.

Terapi cairan pada luka bakar listrik :


Cairan diberikan seperti pada luka bakar permukaan dengan
penambahan volume untuk kerusakan otot. Pada luka bakar listrik
yang cukup luas, penggantian cairan yang cukup banyak diperlukan
untuk menghindari komplikasi. Penderita dengan sejumlah besar
mioglobin didalam urin akan mengeluarkan urin berwarna merah
anggur dan resusitasi pasien ini mengharuskan pengeluaran urin
75-100 ml per jam. Selain itu urin harus dirubah menjadi basa dengan
natrium bikarbonat intravena, yang menghalangi pengendapan
mioglobin. Bila urin tidak segera bening maka diberikan diuretik kuat
bersama manitol. Pada cedera otot masif dosis manitol 12,5 mg per
dosis diperlukan selama 12-24 jam.
c) Pemasangan kateter urin
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urin
setiap jam. Output urin merupakan indikator yang reliable untuk
menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.

30
d) Pemasangan ​nasogastric tube​ (NGT)
Pemasangan NGT bagi penderita luka bakar 20 % -25 % atau
lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko
terjadinya aspirasi. Disfungsi gastrointestinal akibat dari ileus dapat
terjadi umumnya pada penderita tahap dini setelah luka bakar. Oleh
karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada
waktu itu.
Pemberian nutrisi lebih penting pada pasien luka bakar yang
sangat luas, dikarenakan luka bakar dapat meningkatkan metabolisme
hingga 200%. Peningkatan dari metabolisme ini berakibat pada
katabolisme dari protein otot dan penurunan massa tubuh yang
memperlambat proses penyembuhan.
Perhitungan kalori pada pasien luka bakar cukup sulit untuk dilakukan.
Persamaan Harris-Benedict digunakan untuk menghitung kebutuhan
kalori pada pasien normal dan tidak dapat digunakan pada pasien
dengan luka bakar lebih dari 40%. Penggunaan persamaan Curreri
lebih sering digunakan pada pasien luka bakar, dengan rumus 25
kcal/kg per hari + 40 kcal% Luas Permukaan Tubuh per hari.
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein,
50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal
ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah
terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian
nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan
MODS

e) Pemeriksaan ​vital signs​ dan laboratorium


Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan
untuk menentukan adekuat tidaknya resussitasi. Pemeriksaan
laboratorium dasar meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood urea
nitrogen), kreatinin, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas
darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya
jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah

31
pemeriksaan xray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma
lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG
terus menerus haruslah dilakukan pada semua penderita dengan luka
bakar berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan
voltase tinggi, atau pada penderita yang mempunyai riwayat iskemia
jantung atau disrithmia.
f) Managemen nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narkotik
intravena, seperti morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis
dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan ‘​maintenance’​ 5-20 mg/70 kg setiap
4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam).
Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian metadon (5-10 mg dosis
dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang
bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih
merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau metadon,
dapat juga diberikan benzodiazepin sebagai tambahan. Pemberian
melalui intramuskuler atau subkutan tidak dianjurkan karena absorbsi
dari jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila
hipovolemia dan perpindahan cairan yang banyak masih terjadi.
Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral
tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
g) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat
perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila
cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada
puncaknya. Pada luka bakar yang mengenai sekeliling ekstremitas,
maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan membantu
menurunkan edema; walaupun demikian gangguan sirkulasi masih
dapat terjadi. Untuk luka bakar ringan kompres dingin dan steril dapat
mengatasi nyeri.

32
2. Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas
kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi
pada 48-72 jam setelah injuri. Fokus managemen bagi penderita pada fase akut
adalah sebagai berikut : mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka,
nutrisi, managemen nyeri, dan terapi fisik.
a. Mengatasi infeksi ;
Sumber infeksi pada penderita dengan luka bakar meliputi autokontaminasi
dari: Orofaring, flora normal, Kulit yg tidak terbakar, Kontaminasi silang dari
staf, Kontaminasi silang dari pengunjung, Kontaminasi silang dari udara.
Membersihkan tangan yang baik harus ditekankan untuk menurunkan
insiden kontaminasi silang diantara penderita. Staf dan pengunjung
umumnya dicegah kontak dengan penderita jika ia menderita infeksi baik
pada kulit, gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.
b. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan
pembalutan luka.
1) Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi
ini terdiri dari merendam (i​mmersion​) dan dengan ​shower (​spray)​ .
Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk penderita
dengan luka bakar akut. Jika terlalu lama dapat meningkatkan
pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik) melalui luka,
pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi, luka dibersihkan
secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai
macam larutan seperti sodium hipoklorid, providon iodine dan
klorheksidin. Perawatan haruslah mempertahankan agar seminimal
mungkin terjadinya pendarahan dan untuk mempertahankan temperatur
selama prosedur ini dilakukan. Penderita yang tidak dianjurkan untuk
dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara hemodinamik
tidak stabil dan yang baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak

33
dilakukan, maka luka dapat dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur
penderita dan ditambahkan dengan penggunaan zat antimikroba.
2) Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eskar. Tindakan ini dilakukan
untuk meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi
bakteri di bagian bawah eschar. Debridemen luka pada luka bakar
meliputi debridemen secara mekanik, debridemen enzimatic, dan dengan
tindakan pembedahan.
a) Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan
menggunakan gunting dan forcep untuk memotong dan
mengangkat eschar. Penggantian balutan merupakan cara lain
yang juga efektif dari tindakan debridemen mekanik. Tindakan ini
dapat dilakukan dengan cara menggunakan balutan basah ke
kering (​wet-to-dry)​ dan pembalutan kering kepada balutan kering
(​wet-to-wet)​ . Debridemen mekanik pada luka bakar dapat
menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih
dahulu dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri yang lebih
efektif.
b) Debridemen enzimatic
Debridemen enzimatik merupakan debridemen dengan
menggunakan preparat enzim topical proteolitik dan fibrinolitik.
Produk ini secara selektif mencerna jaringan yang nekrotik, dan
mempermudah pengangkatan eskar. Produk-prduk ini
memerlukan lingkungan yang basah agar menjadi lebih efektif dan
digunakan secara langsung terhadap luka. Nyeri dan perdarahan
merupakan masalah utama dengan penanganan ini dan harus
dikaji secara terus menerus selama treatment dilakukan.

c) Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan mati. Eksisi
dini (eskarektomi) adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis

34
dan debris (debridemen) yang dilakukan dalam waktu kurang dari
7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari
tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses
inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera
dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar
umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran
darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi
pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses
penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu
terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan
untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini
didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “​burn
toxic​” ​(lipid protein complex)​ yang menginduksi dilepasnya
mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya
proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar
luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat
dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan
meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme patogen
yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang
melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan
pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk
mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III.
Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “​skin grafting​”
(dianjurkan “​split thickness skin grafting”​ ). Tindakan ini juga tidak
akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.

35
Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami
penyembuhan lebih dari 3 minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi
besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan
terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang
tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi
fasial. Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi
jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan
yang mengeluarkan darah (​endpoint)​. Eksisi fasial adalah teknik
yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.
Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan
penuh (​full thickness)​ yang sangat luas atau luka bakar yang sangat
dalam.
3) Balutan
a) Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau ​full thickness pada awalnya dilakukan
dengan menggunakan zat / obat antimikroba topikal. Obat ini
digunakan 1 - 2 kali setelah pembersihan, debridemen dan
inspeksi luka. Perlu dilakukan kajian terhadap adanya eskar,
granulasi jaringan atau adanya reepitelisasi dan adanya tanda –
tanda infeksi.
b) Metode terbuka dan tertutup
Luka pada luka bakar dapat ditreatmen dengan menggunakan
metode/tehnik belutan baik terbuka maupun tertutup. Untuk
metode terbuka digunakan / dioleskan cream antimikroba secara
merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara tanpa dibalut.

36
Ada beberapa macam obat topikal yang dapat digunakan pada
pasien luka bakar. Obat topikal tersebut membuat luka bebas
infeksi, mengurangi rasa nyeri, bisa menembus eskar dan
mempercepat epitelisasi. Krim silver sulfadiazin 1% sangat
berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus
yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan
resistensi, dan aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut, dan
dapat dibersihkan dan diganti setiap hari. Krim tersebut dapat
diulang penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu setiap 12 jam
sesuai dengan aktivitas obat tersebut.
Kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat lebih
mudah diobservasi, memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan
perawatan luka menjadi lebih sederhana/mudah. Sedangkan
kelemahan dari metode ini adalah meningkatnya kemungkinan
terjadinya hipotermia, dan efeknya psikologis pada penderita
karena seringnya dilihat.
Pada perawatan luka dengan metode tertutup, memerlukan
bermacam tipe balutan yang digunakan. Balutan disiapkan untuk
digunakan sebagai penutup pada cream yang digunakan. Dalam
menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai dari bagian
distal kearah proksimal untuk menjamin agar sirkulasi tidak
terganggu.
Keuntungan dari metode ini adalah mengurangi evaporasi
cairan dan kehilangan panas dari permukaan luka, balutan juga
membantu dalam debridemen. Sedangkan kerugiannya adalah
membatasi mobilitas menurunkan kemungkinan efektifitas
exercise ROM. Pemeriksaan luka juga menjadi terbatas, karena
hanya dapat dilakukan jika sedang mengganti balutan saja.
4) Skin Grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
a. Menghentikan ​evaporate heat loss

37
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan
waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada


luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk
sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah
diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien
(​autograft)​ . Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor
autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit
pasien secara ​autograft dapat dilakukan secara ​split thickness skin graft
atau ​full thickness skin graft​. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah
lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan
penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat
direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti
jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6)
dengan mesin. Metode ini disebut ​mess grafting. Ketebalan dari kulit
donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia
pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor
sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin
‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian.
Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor
(larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi ​skin grafting sering menjumpai masalah yang
dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan
hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga
terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan
kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
- Kulit donor setipis mungkin
- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang
dilakukan ​grafting)​ , hal ini dapat dilakukan dengan cara :

38
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut
tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben

c. Terapi fisik
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani
kontraktur meliputi ROM ​exercise​, dan pendidikan pada penderita dan
keluarga.
1) Exercise
Latihan ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut
untuk mengurangi edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi
sendi. Disamping itu melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari sangat
efektif dalam mempertahankan fungsi dan ROM. ROM pasif termasuk
bagian dari rencana tindakan pada penderita yang tidak mampu
melakukan latihan ROM aktif.
2) Pembidaian (​Splinting​)
Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi dan mencegah atau
memperbaiki kontraktur.
3) Pendidikan
Pendidikan pada penderita dan keluarga tentang posisi yang benar dan
perlunya melakukan latihan secara kontinu.
3. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari
perawatan luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar
adalah untuk peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi
yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka,
pencegahan atau meminimalkan deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan
kekuatan dan fungsi dan memberikan support emosional serta pendidikan
merupakan bagian dari proses rehabilitasi.

39
2.10 Tatalaksana luka bakar berdasarkan jenisnya

1. Analgetik

Mendinginkan dan menutup luka bakar dapat mengurangi nyeri pada luka bakar
ringan. Pemberian parasetamol dan ibuprofen dapat diberikan. Untuk mengatasi nyeri yang
lebih hebat dapat diberikan opiat melalui intravena dalam dosis serendah mungkin yang
efektif memberikan analgesia adekuat tanpa disertai hipotensi.

2. Obat topikal

Terdapat beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti silver sulfadiazine dan MEBO
(moist exposure burn ointment). Antiseptik yang dapat dipakai adalah povididone-iodine atau
nitras-argenti 0.5%. kompres nitras-argenti yang dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostatik.

Silver sulfadiazine adalah krim topikal bakteriostatik golongan sulfa yang digunakan
untuk luka bakar. Obat ini mempunyai daya tembus yang cukup, tidak menimbulkan
resistensi, dan relatif aman. Silver sulfadiazine harus dioleskan menggunakan ke tempat luka
bakar dan tempat luka bakar tersebut harus dicuci bersih sebelum pemakaian.

Terapi Luka Bakar Kimia

Luka bakar akibat zat kimia biasanya terjadi akibat kelengahan, pertengkaran,
kecelakaan kerja, dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan. Kerusakan yang
terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang masuk mengenai tubuh, cara dan
lamanya kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia tersebut akan tetap
merusak jaringan sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh.

Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganate, dan asam kromat dapat bersifat
oksidator. Bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan basa seperti kalium
hidroksida dapat menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat
disebabkan oleh asam forminat, asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat dalat merusak
sel karena cepat menarik air. Gas yang dipakai dalam peperangan dapat menimbulkan luka

40
bakar dan anoksia sel bila terkontak dengan kulit atau mukosa. Beberapa zat yang dapat
menimbulkan keracunan sistemik: asam fluoride dan oksalat dapat menyebabkan
hipokalsemia; asam tanat, kromat, tanat, formiat, pikrat, dan fosfor dapat merusak hati dan
ginjal jika diabsorbsi; lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.

Walaupun obat-obatan memegang peranan yang terbatas pada penatalaksanaan luka


bakar kimia pada umumnya namun antibiotik topikal, garam magesium dan kalsium mungkin
dapat digunakan. Setelah luka dibersihkan, terapi cairan IV dan obat-obat narkotik diberikan

Urutan tindakan yang harus dilakukan :


➢ Melepaskan pakaian dan irigasi dengan air dalam jumlah banyak. Pengenceran
tersebut akan menghilangkan zat kimia dari tubuh sekaligus mengurangi reaksi antara
zat kimia dengan jaringan tubuh.
➢ Irigasi dilanjutkan selama 2 jam pada trauma asam dan 12 jam pada trauma basa.
➢ Pajanan kimia yang mengenai mata memerlukan tindakan darurat segera beripa irigasi
dengan aira tau dengan NaCL 0.9% secara terus menerus sampai penderita ditangani
di rumah sakit.
➢ Sebagai tindak lanjut, bila perlu lakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum, serta
pemberian cairan dan elektrolit.

1. Antibiotik

Silver Sulfadiazine digunakan untuk luka bakar pada kulit dan berguna dalam
pencegahan infeksi pada luka bakar derajat 2 dan 3. ​Eritromicin salep digunakan untuk
mencegah infeksi pada luka bakar yang terdapat di bagian mata.

2. Analgetik

Morfin dan asetaminofen diberikan untuk penatalaksanaan nyeri dan mungkin


dapat bertindak sebagai sedatif yang penting bagi pasien yang mengalami cedera pada
daerah mata.

1. Anti Inflamasi Non Steroid

Bahan kimia berupa asam/basa kuat menimbulkan reaksi tubuh, menyebabkan


kerusakan jaringan yang hebat dan penyembuhan yang lama, sehingga menimbulkan

41
deformitas bagian tubuh yang terkena. Hal yang perlu dicatat pada pertolongan; jangan
memberikan antidotum (asam diberikan basa atau sebaliknya) karena akan menimbulkan
reaksi yang akan memperberat kerusakan yang terjadi.

Pada keadaan kontak akibat asam florida, pemberian kalsium glukonat 10% dibawah
jaringan yang terkena bermanfaat untuk mencegah ion fluor menembus jaringan dan
menyebabka dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi kalsium fluoride yang tidak
larut. Jika terdapat luka dalam, mungkin diperlukan tindakan debridement yang disusul oleh
skin grafting​ dan rekonstruksi.

Pajanan kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa irigasi dengan
air atau sebaiknya dengan larutan garam 0.9% secara terus menerus sampai penderita
ditangani di rumag sakit. Penyiraman sering sukar dilakukan karena biasanya timbul
blefarospasme.

Terapi Luka Bakar Elektrik

Arus listrik dapat menimbulkan kelainan karena adanya rangsangan terhadap saraf
dan otot. Energy panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan
menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500​o​C.
Arus bolak-balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang. Apabila arus
tersebut melalui jantung, kekuatan 60 miliampere sudah dapat menimbulkan fibrilasi
ventrikel.

Kejang tetanik yang kuat dapat menyebabkan fraktur kompresi yang kuat. Bila kawat
berarus listrik terpegang oleh tangan, pegangan akan sulit untuk dilepaskan akibat kontraksi
fleksor jari lebih kuat daripada otot ekstensor jari sehingga korban akan terus teraliri arus
listrik. Pada otot dada (M. Interkostalis) akan menyebabkan gerakan napas terhenti sehingga
korban mengalami asfiksia.

Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah adalah saraf, pembuluh
darah, otot, kulit, tendo, dan tulang. Jaringan yang tahanannya lebih tinggi akan lebih banyak
dialiri arus listrik sehingga akan menerima panas lebih banyak. Kelancaran arus masuk tubuh
juga bergantung pada basah atau keringnya kulit yang kontak dengan arus. Dengan kulit
basah atau lembap, arus akan lebih mudah masuk.

42
Panas yang timbul pada pembuluh darah akan merusak tunika intima sehingga terjadi
thrombosis yang timbul secara perlahan. Ekstremitas yang semula tampak vital mungkin baru
akan menumjukan keadaan nekrosis otot sitemik setelah beberapa hari. Dalam kondisi
beberapa jam setelah kecelakaan listrik, hal yang mungkin terjadi adalah sindrom
kompartemen karena udem dan thrombosis.

Tatalaksana luka bakar listrik yang pertama adalah putuskan arus listrik dengan
penderita. Penderita mungkin masih mengandung muatan listrik selama masih terhubung
dengan sumber arus. Kemudian berikan resusitasi jantung-paru bila perlu. Kunci dari
penatalaksanaan luka bakar listrik adalah hidrasi. Hidrasi yang adekuat dapat menurunkan
morbiditas. Jika kerusakan otot terjadi sangat parah, diuretik osmotik diberikan.

Muatan yang terdapat pada tegangan listrik adalah 20-100 juta volt dengan arus yang
dapat mencapai 20.000 ampere dan suhu inti sampai dengan 30.000 kelvin. Mekanisme
tersambar petir dapat terjadi melalui empat cara:

1. Tersambar-langsung: cara ini terjadi dalam kondisi ketika korban berada di tempat
terbuka dan tersambar oleh petir yang berasal dari awan dan hendak menuju bumi.
2. Tersambar-samping: keadaan ini disebabkan ketika korban sedang berada disekitar
pohon yang tersambar petir dalam jarak yang relative dekat. Mekanisme ini terjadi
akibat loncatan arus listrik dari pohon tersebut.
3. Tersambar-kontak: hal ini disebabkan ketika korban sedang bersandar atau kontak
dengan pohon yang tersambar oleh petir.
4. Tersambar-langkah: kondisi ini terjadi ketika korban sedang berjalan atau berdiri di
sekitar tanah yang tersambar petir dengan jarak tidak lebih dari 30 meter.

Biasanya arus listrik akan membuat jalur dengan membentuk satu titik masuk dan
keluar dan jaringan diantara kedua titik tersebut akan mengalami jejas seketika. Jumlah panas
yang masuk menentukan derajat kerusakan jaringan. Trauma listrik dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:

1. Listrik setempat. Terkena tegangan rendah yang dapat menyebabkan luka kecil namun
dalam. Dapat menyebabkan gangguan pada siklus jantung dan aritmia.
2. Trauma tegangan tinggi sesungguhnya (true high tension injury). Terkena tegangan
>1.000V. Dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas hingga menyebabkan

43
kehilangan ekstremitas. Kerusakan otot dapat menyebabkan rhabdomiolisis hingga
gagal ginjal. Resusitasi dan debridement yang agresif dan segera sangat dibutuhkan.
Kontak dengan tegangan >70.000V dapat berakibat fatal.
3. Flash injury. Terjadi saat pendapat percikan api dari sumber tegangan tinggi pada
daerah tubuh yang terpajan. Pada kasus ini tidak terdapat aliran listrik yang mengalir
langsung ke tubuh pasien.

Arus listik yang masuk kedalam tubuh dapat mengalir melalui otak, pusat pernapasan,
dan jantung sehingga dapat menyebabkan pingsan, mengalami henti napas, maupun henti
jantung.

Apabila terjadi banyak kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena mengandung
banyak myoglobin. Pada keadaan ini, penderita perlu diberikan manitol dengan keadaan dosis
awal 25gr, yang disusul dengan dosis rumatan 12.5gr/jam. Bila keadaaan pasien disertai
dengan udem otak, manitol dapat ditingkatkan hingga enam kali lipat untuk memperbaiki
filtrasi ginjal dan mencegah gagal ginjal. Setelah itu dapat diberikan diuretic dan kortiko
steroid.

➢ Lakukan ABC traumatologi


➢ Perhatikan khusus pada kelainan yang merupakan dampak aliran listrik pada tubuh,
antara lain :
o Ensefalopati
o Kardiomiopati
o Gagal ginjal akut
o Rabdomiolisis
➢ Penatalaksaanaan lainnya sebagaimana penanganan luka bakar pada umumnya.
➢ Evaluasi status neurologis berulang selama masa penyembuhan, karena trauma listrik
dapat disertai trauma tumpul dan trauma kepala.
➢ Terapi cairan. ​Ringer Lactat biasanya digunakan untuk terapi. Pemberiannya melalui
jalur intra vena dan harus dihentikan apabila terdapat tanda-tanda edema pulmo.
Apabila terjadi banyak kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena mengandung
banyak myoglobin. Penderita perlu diberikan manitol. Manitol adalah diuretik
osmosis yang tidak dimetabolisme secara signifikan dan melewati glomerulus tanpa

44
direabsorpsi oleh ginjal. Manitol digunakan untuk mengembalikan dan
mempertahankan urin ​output.
Korban dapat selamat apabila segera diberikan resusitasi berupa bantuan napas setelah
terjadinya kecelakaan. Korban akan tersadar kembali dalam waktu tertentu, sedangkan
kelumpuhan pusat napas juga akan berlalu dalam waktu lima hingga sepuluh menit. Biasanya
asistolik juga akan pulih dalam bantuan napas melalui mulut-ke-mulut yang memadai.
Defibrilasi jantung tidak diperlukan pada kasus ini karena henti jantung ini merupakan
asistole.
Bagian terpenting dari trauma listrik adalah mengamati jantung. Apabila gambaran
elektrokargiografi menunjukan keadaan normal dan tidak ada riwayat penurunan kesadaran,
pengamatan jantung tidak dibutuhkan. Namun bila ada, sebaiknya dilakukan monitor
setidaknya dalam waktu 24 jam

Luka bakar derajat 3 yang melingkar, akanmenyebabkan efekpenekanan aliran darah


perifer ,seperti efek karena dipasang Torniquet (Torniquet like effect) menjerat bagian
tersebut terganggunya sistem peredaran darah bagiandistal ekstremitas gangguan ekspansi
rongga dada saat bernafas.Hal tersebut terjadi karena pada luka bakar derazat 3 terbentuk
jaringannekrotikkulit yangkaku yangdisebut eskar. ​Tindakan melepas jeratan tersebut
dilakukandengan membuat sayatan memotong eskar atau eskarotomi.

Pemotongan eskar atau eskarotomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga yang
melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan pembengkakan yang
terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang membahayakan sirkulasi sehingga
bagian distal bisa mati. Tanda dini penjepitan adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa
sampai kebas pada ujung-ujung distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat
irisan memanjang yang membuka keropeng sampai jepitan terlepas.

Prosedur eskarotomi

1. Pastikan ekstremitas pasien posisi anatomis


2. Asepsis dan antisepsis luka dengan chlorhexidine atau betadine
3. Persempit lapangan operasi dengan duk steril
4. Lakukan cutting dengan scalpel atau diatermi sepanjang garis (sesuai gambar)

45
Gambar 17. Garis eskarotomi

46
Gambar 18. Eskarotomi

Debridemen diusahakan sedini mungkin uantuk membuang jaringan mati dengan


jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah keadaan penderita
menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan perdarahan. Biasanya eksisi dini
ini dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi
tangensial sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat
terjadi perdarahan yang cukup banyak. Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi
dapat ditutup dengan skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri (skin
grafting autologus). Walaupun kemungkinan ditolak, bahan tersebut dapat berfungsi
sementara sebagai penghalang penguapan berlebihan, pencegah infeksi yang lebih parah, dan
mengurangi nyeri. Namun, sedikit demi sedikit penutup sementara ini harus diganti dengan
kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen.

Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan ​skin
grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang hipertropik. ​Skin grafting
dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum timbulnya jaringan granulasi.

Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (​skin subtitute)​ yang dapat
digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. ​Skin subtitute ini antara lain integra,
aloderm, dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang elemen-elemen epitelnya
telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas antigen, dan berfungsi sebagai kerangka

47
pengganti dermis. Dermagraft merupakan hasil pembiakan fibroblas neonatus yang digabung
dengan membran silikon, kolagen babi, dan jaring (mesh) nilon. Setelah dua minggu,
membran silikon dikelupas dan digantikan dengan STSG (​split thickness skin graft​). Integra
merupakan analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin ditambah lapisan
silikon tipis.

2.11 Komplikasi luka bakar


1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal

2. Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan


integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah
berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf
pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.

3. ​Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat
gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.

4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan
tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatkan nause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik
yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feses,
regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.

5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien
menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan urin, perubahan
pada tekanan darah, curah jantung, tekanan vena sentral dan peningkatan frekuensi denyut
nadi.

6. Gagal ginjal akut. Output urin yang tidak memadai dapat menunjukkan resusitasi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdeteksi dalam urin.

7. Kontraktur
Kontraktur adalah pengencangan kulit yang permanen yang bisa mempengaruhi otot
dan tendon dibawahnya sehingga membatasi pergerakan dan mungkin merusak atau

48
mengurangi fungsi saraf. Kontraktur terjadi ketika jaringan elastis normal digantikan dengan
jaringan berserat yang tidak elastis. Hal ini membuat jaringan tersebut resisten terhadap
regangan dan mencegah pergerakan normal area yang terpengaruh.

Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan

1) I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup gerak
maupun fungsi.
2) II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan fungsi
namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan, tanpa
penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3) III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal pada
daerah yang terkena..
4) IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.

Pencegahan kontraktur

1. Posisi yang mencegah kontraktur


Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai setelah kondisi pasien
stabil. Posisi ini disebut juga dengan posisi terpanjang. Posisi ini diaplikasikan
terhadap semua pasien baik yang mendapat terapi cangkok kulit maupun yang tidak.
Posisi ini penting karena dapat mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan
ruang lingkup gerak sebagai akibat dari parut jaringan. Pasien diistirahatkan dengan
posisi yang nyaman, posisi ini biasanya adalah posisi fleksi dan juga merupakan
posisi kontraktur. Tanpa dorongan dan bantuan dari orang lain, pasien akan
meneruskan posisi yang menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk
dapat terjadi kesulitan untuk bergerak sempurna seperti sediakala. Penyesuaian awal
memiliki esesnsi untuk memastikan kemungkinan terbaik hasil terapi, selain itu pula
untuk meringankan nyeri.
Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal
penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang mencegah
kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas fungsional lain), dukungan
keluarga sangat penting.

49
Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko kontraktur akan
semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur berdasarkan luka
bakar adalah sebagai berikut:
a. Leher depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik ke
arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di belakang kepala, putar balik
leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

b. Leher belakang
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan pererakan
leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah
duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan menggunakan bantal di
belakang kepala.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

50
c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan juga
protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 90​0 ditopang dengan
menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

d. Siku depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan posisi
yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

e. Punggung tangan

51
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi
metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan
fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi MCP 60-70
derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari.

Gambar​ ​Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada Punggung


Tangan

f. Telapak tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari
tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal MCP,
ekstensi dan abduksi jari-jari tangan.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur pada Telapak


Tangan

g. Groin

52
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal
paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring
tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi
menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi tungkai,
tanpa bantal di bawah lutut.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

h. Belakang lutut
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan posisi
yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat berbaring
dan duduk.

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

i. Kaki
Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbeda-beda
oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan mobilitas yang
tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah pergelangan kaki

53
diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan menggunakan bantal untuk
mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan duduk maka posisi kakinya
datar di lantai (tanpa edem).

Gambar Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

j. Wajah
Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan
untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan
menutup mata dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi wajah dan
peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk
melawan kontraktur mulut.

Gambar​ ​Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur

2. Bidai
Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan
merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi komprehensif.
Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur terutama

54
terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan area
luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan kontraktur saja tidak cukup.
Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga memberikan
suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya berkontraksi
namun juga mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan selaput atau anyaman
diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai membantu merenovasi
jaringan parutkarena membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah
satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat mengatur
tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan ​remodeling j​ aringan.
Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal adalah yang
memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan kembali
kemudian juga sesuai dengan kontur.
3. Peregangan dan mobilisasi awal
Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan beberapa
kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim medis maupun
keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama untuk anak-anak yang
memerluka perhatian yang lebih dari orang tua. Pasien perlu mengembangkan
kebiasaan tersebut dari hari ke hari.
4. Melakukan aktivitas sehari-hari
Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk
beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat penting
untuk melatih pasien dapat hidup mandiri.
5. Pijat dan pemberian moisturiser
Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan luka parut
meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang dapat dilakukan
adalah:
a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban tergantung dari
dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut dapat menjadi
sangat kering dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menimbulkan
retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau minyak tanpa
parfum pada bagian teratas parut dapat melembutkan sehingga pasien merasa
lebih nyaman dan untuk mengurangi gatal.

55
b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat dan dalam
menggunakan ibu jari atau ujung jari untuk mengurangi kelebihan cairan pada
tempat tersebut.
c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan dengan
luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit memutar dapat
meningkatkan kesegarisan luka parut.
d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan rutin dan sentuhan
pada parut dapat membantu desensitisasi dari luka yang sebelumnya hipersensitif
e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan merasa tidak enak
dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh parut dan belajar bagaimana
menerima keadaannya.

6. Terapi tekanan
Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan parut akibat luka bakar
meskipun efektivitas klinis secara sains masih belum terbukti. Pemberian tekanan pada
area luka bakar diduga dapat mengurangi parut dengan mempercepat maturasi parut dan
mendorong reorientasi terbentuknya serta kolagen. Pola parallel yang bertentangan dengan
pola luka yang berputar pada parut. Mekanisme yang diduga adalah, pemberian tekana
dapat menciptakan hipoksia lokal pada jaringan parut sehingga mereduksi aliran darah
yang sebelumnya hipervaskuler pada luka parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya
influks kolagen dan penurunan pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah luka menjadi
tertutup dan dapat menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian tekanan.
Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus membiasakan untuk
latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di air yang hangat. Semua hal ini
dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien harus didorong untuk menggunakan tangan
sebisa mungkin untuk aktivitas dan kebutuhan sehari-hari. Jika mungkin digunakan untuk
kembali ke pekerjaan mereka.

Penatalaksanaan Kontraktur
Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi kontraktur, terutama kontraktur
derajat III dan IV memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk derajat I dan II tidak
memerlukan tindakan operasi. Untuk menentukan terapi dari parut kontraktur maka

56
klasifikasi tempat terjadinya kontraktur harus dinilai. Bentuk dan kedalaman luka
sebelum atau dalam operasi. Penilaian setelah operasi juga penting untuk mengevaluasi
metode penatalaksanaan.

Prosedur operasi tidak boleh dilakukan selama fase aktif penyembuhan dan
pembentukan jaringan parut. Selama luka tersebut immature dan banyak baskularisasinya
tidak dilakukan operasi. Biasanya dibutuhkan waktu satu tahun atau lebih. Luka harus
menjadi matur, supel, dan avaskuler sebelum dilakukan operasi

1. Pembebasan kontraktur
Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan mencegah
kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon, dan lain-lain. Insisi
dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal yaitu daerah yang paling
kencang. Titik ini biasanya berlawanan dengan garis persendian. Insisi diperdalam
sampai jaringan yang tidak ada parutnya.
2. Penutupan kulit
Penutupan dengan menggunakan ​skin grafts a​ tau ​skin flap.​ Umumnya area
dibuangnya setelah dibuangnya jaringan kontraktur akan ditutup dengan
menggunakan ​skin grafts.​ Penutupan menggunakan flap digunakan pada situasi yang
khusus. Lapisan ​grafts ​diusahakan dibuat luas dengan menggunakan tautan. Teknik
yang dapat digunakan adalah ​Full Thickness Skin Graft ​(FTSG) merupakan skin graft
yang menyertakan seluruh bagian dari dermis. Karakteristik kulit normal dapt terjada
setelah proses graft selesai karena komponen dermis dipertahankan selama proses
graft. Teknik lain yang dapat digunakan adalah ​Split Thickness Skin Graft​ (STSG).
Skin flap digunakan jika pembebasan kontraktur kemungkinan membuka
persendian terutama tangan dan kaki. Teknik yang dapat digunakan adalah Z ​plasty.​ Z
plasty adalah tindakan operasi yang bertujuan memperpanjang garis luka sehingga
dapat mencegah kontraktur terutama pada persendian. Tindakan ini dilakukan dengan
cara transposisi flap sehingga didapatkan garis luka yang lebih panjang. Teknik lain
yang dapat digunakan adalah V-Y ​plasty,​ V-M ​plasty​, ​Split thickness Skin Graft
(SSG) dan lain sebagainya.
3. Perawatan postoperatif

57
Pemeliharaan dan posisi yang terlepas diharuskan sampai kurang lebih 3 minggu atau
sampai garis tepi ​flap sembuh. Perawatan postoperatif menggunakan bidai statis atau
dinamis dan juga terapi latihan fisik diperlukan untuk menjaga ruang lingkup gerak
persendian.

58
BAB III

KESIMPULAN

Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api. Selain itu luka bakar juga
dapat disebabkan oleh air panas, pajanan suhu tinggi matahari, listrik, bahan kimia, laser,
gesekan dari benda ke kulit, radiasi panas dan cairan panas. Klasifikasi luka bakar dibagi
menjadi 4 derajat berdasarkan kedalamannya. Berdasarkan luas luka bakar, dapat diukur
dengan menggunakan rumus 9, metode Lund and Browder, dan metode ​palmar surface.

Pasca paparan terhadap trauma termal, terjadi kerusakan kulit dan jaringan yang
dipengaruhi oleh tingginya suhu dan lamanya kontak. Daerah yang mengalami kontak
langsung mengalami kerusakan terberat.

Tatalaksana yang dilakukan pertama adalah menghindarkan penderita dari sumber


penyebab luka bakar dan atau menghilangkan sumber panas. Lalu yang terpenting adalah
menilai Airway, Breathing, dan Circulation yang ditangani dengan cara resusitasi jalan nafas
serta resusitasi cairan. Setelah itu dapat dilakukan managemen nyeri, debridemen, serta
pemberian obat topical. Apabila diperlukan dapat dilakukan debridemen pembedahan
berupa eskarektomi serta skin grafting.

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudjatmiko, Guntur. 2014. ​Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi​. Edisi ke-3.
Jakarta: Lingkar Studi Bedah Plastik.

2. Wim de Jong. 2005. ​Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah​. Edisi 2. EGC.
Jakarta.

3. Sabiston DC. 2012. ​Buku Ajar Bedah​. Edisi ke-3. Jakarta: EGC.

4. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : ​Schwartz’s Principles of Surgery​.


18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216

5. Gurtner, G.C. 2007. Grabb and Smith’s Plastic Surgery. Philadelphia: Lippincott Wilkins.

6. Brunicardi, FC et al. 2015. Burns, in : ​Schwartz’s Principles of Surgery​. 10th ed.


McGraw-Hill. New York. p.227 - 236

7. Yefta Moenadjat. 2016. ​Luka Bakar Pediatrik​. Jakarta : Sagung Seto.

60

Anda mungkin juga menyukai