Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Luka Bakar


2.1.1. Definisi
Luka bakar merupakan suatu trauma termal yang menimbulkan morbiditas dan
mortalitas yang cukup tinggi. Trauma termal menimbulkan masalah yang cukup
besar dikarenakan mempengaruhi kehidupan manusia, menambah penderitaan,
serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Menguasai prinsip-prinsip dasar
resusitasi awal pada pasien trauma dan menerapkan tindakan sederhana pada saat
yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang dimaksud
adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada
trauma inhalasi, identifikasi dan pengelolaan trauma mekanik, serta
mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan.1

2.1.2. Klasifikasi
Luka bakar dapat diklasifikasikan menjadi 6 kelompok terpisah
berdasarkan mekanisme terjadinya yaitu, scalds, luka bakar kontak, luka bakar
akibat kebakaran, luka bakar kimiawi, luka bakar listrik, dan radiasi.2

2.2. Luka Bakar Listrik


Luka bakar listrik disebabkan oleh kontak langsung aliran listrik dengan badan,
dan lukanya sering lebih serius dari apa yang terlihat di permukaan. Tubuh
manusia dapat bertindak sebagai penghantar energi listrik dan mengakibatkan
kerusakan jaringan akibat panas yang ditimbulkannya.1

2.2.1. Epidemiologi
Dari laporan American Burn Association tahun 2012 dikatakan bahwa angka
morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita. Berdasarkan tempat kejadian,
69% di rumah tangga, 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di tempat rekreasi
atau oahraga, dan 10% di tempat lain. Jumlah kejadian trauma listrik diperkirakan
menimbulkan 1000 kematian pertahun dan sekitar 3000 orang yang dirawat di
rumah sakit di Amerika Serikat. Diperkirakan 20% kejadian luka listrik terjadi
pada anak-anak, jumlah terbanyak pada usia balita. Luka bakar listrik kebanyakan
terjadi pada anak-anak saat di rumah. Pada orang dewasa, kebanyakan kejadian
luka bakar terjadi di tempat kerja dan menjadi tempat keempat tertinggi yang
mengancam jiwa. Lebih dari 50% pekerja elektrik, mendapat luka dari kabel
listrik, dan 25% berasal dari alat elektrik. Rasio laki-laki dan perempuan sebanyak
9:1.3

2.2.2. Patofisiologi
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947, yaitu3:
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas dan
terjadi nekrosis serta kerusakan jaringan yang ireversibel yang disebabkan oleh
koagulasi protein.
2. Zona Stasis
Zona statis berada di sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga terjadi
penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon
inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam paska cedera dan
mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi dan jaringan asih
viabel. Proses penyembuhan berasal dari zona ini kecuali jika terjadi sepsis
berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.
Elektron mengalir dalam tubuh secara abnormal sehingga menghasilkan cedera
atau kematian melalui depolarisasi otot dan saraf, inisiasi abnormal irama elektrik
pada jantung dan otak atau menghasikan luka bakar elektrik internal maupun
eksternal melalui panas dan pembentukan pori di mebran sel. Arus yang melalui
otak, baik voltase rendah maupun tinggi mengakibatkan penurunan kesadaran
segera karena depolarisasi saraf otak. Arus bolak-balik (AC) dapat menyebabkan
fibrilasi ventrikel jika jalurnya melalui dada. Aliran listrik yang lama
mengakibatkan iskemik otak yang diikuti gangguan nafas.4,5,6
Cedera listrik dapat berupa luka bakar ringan sampai kematian tergantung
kepada6:
1. Jenis dan kekuatan arus listrik
2. Ketahan tubuh terhadap arus listrik
3. Adanya hubungan dengan bumi
4. Lamanya waktu kontak dengan konduktor
5. Aliran arus listrik

2.2.3. Penilaian Luka Bakar


1. Anamnesis
Pada luka bakar listrik penting untuk ditanyakan mengenai riwayat7:
1. Besar tegangan listrik
2. Tipe arus listrik
3. Durasi kontak dengan listrik
4. Mekanisme arus listrik
5. Faktor yang mempengaruhi resistensi kulit
6. Komorbiditas, seperti diabetes atau penyakit jantung koroner
2. Penilaian luas dan derajat luka bakar
The rules of nine merupakan cara praktis untuk menentukan luas luka bakar.
Tubuh manusia dewasa dibagi menurut pembagian anatomis yang bernilai 9%
atau kelipatan dari 9% dari keseluruhan luas tubuh. Berbeda dengan orang
dewasa, kepala bayi dan anak merupakan bagian terbesar dari luas permukaan
tubuh, sedangkan ekstremitas bawah merupakan bagian yang lebih kecil.
Persentase luas permukaan kepala anak adalah dua kali orang dewasa. Untuk
luka bakar yang distribusinya tersebar, rumus luas permukaan telapak tangan
(termasuk jari-jari) pasien sama dengan 1% luas permukaan tubuhnya dapat
membantu memperkirakan luas luka bakar.1
Pada anak-anak dipakai modifikasi rules of nine menurut Lund and Browder,
yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun, dan 1 tahun.3,4,5
Gambar 2.1. Rule of Nines8

Gambar 2.2. Estimasi luas permukaan luka bakar pada anak8


Kedalaman luka bakar penting untuk menilai beratnya luka bakar,
merencanakan perawatan luka, dan memprediksi hasil dari segi fungsional
maupun kosmetik.1

Luka bakar derajat I (mis. sengatan matahari), disebut juga luka bakar
superfisial, mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai
dermis, ditandai dengan adanya eritema, nyeri, dan tidak ada bulla. Karena
tidak berbahaya sehingga tidak memerlukan pemberian cairan intravena.1
 Luka bakar derajat II
A. Superficial partial thickness, meliputi epidermis dan lapisan atas dari
dermis, kulit tampak kemerahan,edema, dan rasa nyeri lebih berat daripada
luka bakar derajat I, ditandai dengan bulla yang muncul beberapa jam
setelah terkena luka. Bila bulla disingkirkan akan terlihat luka berwarna
merah muda yang basah. Luka sangat sensitif dan akan menjadi lebih
pucat bila terkena tekanan.1,3
B. Deep partial thickness, meliputi epidermis dan lapisan dalam dermis,
disertai dengan bulla, permukaan luka berbecak merah muda dan putih
karena variasi vaskularisasi (bagian yang putih punya sedikit pembuluh
darah dan yang merah muda mempunyai beberapa pembuluh darah).1,3

Luka bakar derajat III atau full thickness burns, menyebabkan luka
kehitaman dan kaku, kerusakaan jaringan yang permanen. Warna kulit bisa
terlihat putih seperti lilin, merah sampai kehitaman. Warna kulit merah ini
tidak berubah menjadi pucat dengan penekanan, tidak terasa nyeri dan
kering. Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot
dan tulang.1

2.2.4. Gambaran Klinis


Gejalanya tergantung kepada interaksi yang rumit dari semua sifat arus
listrik. Suatu kejutan dari sebuah aru listrik bisa mengejutkan korbannya sehingga
dia terjatuh atau menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat. Kedua hal
tersebut bisa menyebabkan dislokasi, patah tulang dan cedera tumpul. Kesadaran
bisa menurun, pernafasan dan denyut jantung bisa lumpuh. Luka bakar listrik bisa
terlihat dengan jelas di kulit dan bisa meluas ke jaringan yang lebih dalam.9
1. Kepala dan leher
Kepala adalah titik kontak utama untuk cedera tegangan tinggi, dan pasien
mungkin menunjukan luka bakar serta kerusakan neurologis. Katarak
timbul di sekitar 6% kasus cedera tegangan tinggi, terutama bila tersengat
listrik di sekitar kepala. Meskipun katarak mungkin hadir lebih cepat atau
lambat setelah kejadian tersebut, katarak biasanya muncul beberapa bulan
setelah kejadian. Ketajaman visual dan pemeriksaan funduskopi harus
dilakukan di kemudian hari.9
2. Sistem Kardiovaskular
Pada elektrokardiografi ditemukan sinus takikardia, sementara elevasi
segmen ST, QT reversibel segmen perpanjangan, kontraksi ventrikel
prematur, fibirilasi atrium, dan bundle branch block. Infark miokard akut
dilaporkan ttapi relatif jarang. Kerusakan otot rangka dapat menghasilkan
peningkatan fraksi CPK-MB, mengarah pada diagnosis palsu infark
miokard dalam bebrapa pengaturan.9
3. Kulit
Selain serangan jantung, hal yang paling dahsyat yang terjadi saat cedera
listrik adalah kulit yang terbakar, yang paling parah pada luka masuk dan
tubuh yang kontak dengan tanah. Bagian tubuh yang paling sering terkena
kontak dengan sumber listrik adalah tangan dan tengkorak. Daerah yang
paling sering berkontak dari tanah adalah tumit. Seseorang mungkin
memiliki beberapa luka masuk dan titik kontak dengan tanah. Luka bakar
listrik yang parah sering muncul dengan keluhan seperti rasa sakit, depresi,
kuning abu-abu, belang-belang daerah dengan pusat nekrosis, atau daerah
yang mengeras seperti mumi. Arus tegangan tinggi sering mengalir pada
internal tubuh dan dapat membuat kerusakan otot besar. Pada kulit terjadi
skar yang bisa menyebabkan timbulnya sindrom kompartemen. Sindrom
kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
interstitial pada kompartemen osteofasial yang tertutup. Dalam cedera
tegangan tinggi, nekrosis otot dapat meluas ke tempat yang jauh dari luka
yang terlihat, dan kompartemen sindrom terjadi sebagai akibat dari
pembuluh darah yang mengalami iskemia dan edema otot. Dekompresi
fasciotomi sering diperlukan jika sudah terjadi kerusakan jaringan yang
luas.9
4. Ekstremitas
Pelepasan miglobin yang banyak dari otot yang rusak dapat menyebabkan
mioglobinuria. Kerusakan pada dinding pembuluh darah pada saat cedera
dapat mengakibatkan tertundanya trombosis dan perdarahan, terutama
dalam arteri kecil pada otot.9

2.2.5. Penanganan Luka Bakar


Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera, sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus
menurut Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut1,10
A. Survei primer
1. Penilaian jalan nafas (Airway)1,10
Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang
berhubungan dengan dan atau asap/sisa pembakaran yang terhisap. Adanya
cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus di bawah ini:
 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
 Riwayat terpapar pada ledakan
 Luka bakar mengenai muka
 Bulu hidung dan alis terbakar
 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah
orofaring
 Sputum mengandung karbon.
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan nafas
sebelumnya, cedera jalan nafas yang ada sekarang, dan tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.Meskipun jalan nafas pasien tampak normal, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan intubasi endotrakeal profilaktik. Intubasi bertujuan untuk
mempertahankan patensi jalan nafas, fasilitas pemeliharaan jalan nafas
(penghisapan sekret), dan bronchoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih
menjadi perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar
dibandingkan dengan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang
diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari dua minggu pada luka
bakar yang luas yang disertai cedera inhalasi.1,10
2. Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)
Perhatian utama ditujukan kepada gangguan mekanise bernafas oeh karena
adanya skar melingkar di dinding dada dan atau adanya cedera toraks
(misal pneumotoraks, hematoraks, fraktur tulang iga).10
3. Penilaian sirkulasi (Circulation)
Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinis syok hipovolemik
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu: gangguan
kesadaran, pucat, takikardia, nadi cepat, dan tidak teratur disertai pengisian kapilar
yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar >2 detik, suhu tubuh turun naik).11
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada penatalaksanaan ABC
pada kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas).
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar3,4,5 adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan.
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk
menjamin survival seluruh sel.
Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
A. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan
hipertonik, dan koloid.
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah
ringer laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya
dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma
Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang
intravaskular karena cairan ini banyak keluar ke ruang interstitial.3,4,5
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskular 2,5 kali lipat dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan
garam hipertonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl
1,8%, 3%, 5%, 7,5%, 10%. Osmolaritas cairan ini melebihi cairan
intraselular sehingga cairan ini akan berpindah dari intravaskular ke
ekstraselular. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume
intravaskular melalui mekanisme penarikan cairan dari intraselular.3,4,5
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran.
Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran
kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan dalam ruang
intravaskular. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke ruang
interstitial.3,6,9
B. Dasar pemilihan cairan
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah
efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas
kapiler, oksigen, PH, buffering, efek hemostasis, modulasi respon
inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis cairan
terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi
perdebatan yang terus diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa
kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan
resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat
mengatakan bahwa koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini
dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang memiliki
kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan
cairna di kompartemen interstisial secara masif dan bermakna sehingga
dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan
kristaloid.3,4,5
C. Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai
empat kali defisit intravaskular. 1L cairan kristaloid akan meningkatkan
volume intravaskular 300 ml. Kristaloid hanya sedikit meningkatkan
cardiac output dan memperbaiki transpor oksigen.3,4,5
Resusitasi cairan diperlukan pada luka bakar dengan luas permukaan
tubuh >10%. Pada anak pemberian cairan yang dapat dapat digunakan
adalah Ringer Laktat dengan glukosa 5%, larutan garam normal dengan
glukosa 5%, atau setengah garam normal dengan glukosa 5%.12
24 jam pertama: hitung kebutuhan cairan dengan menambahkan cairan
dari kebutuhan cairan rumatan dan kebutuhan cairan resusitasi
(4ml/kgbb untuk setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar). Berikan ½
dari total kebutuhan cairan dalam waktu 8 jam pertama dan sisanya 16
jam berikutnya.12
Contoh: untuk pasien dengan berat badan 20 kg dengan luka bakar 25%.
Total cairan dalam waktu 24 jam pertama
= (60 ml/jam x24 am) + 4 ml x 20 kg x 25% luka bakar
= 1440 ml + 2000 ml
= 3440 ml (1720 ml selama 8 jam pertama)
24 jam kedua: berikan ½ hingga ¼ cairan yang diperlukan selama hari
pertama.
Awasi pasien dengan ketat selama resusistasi (denyut nadi, frekuensi
napas, tekanan darah, dan jumlah urin). Transfusi darah mungkin
diberikan untuk memperbaiki anemia atau pada luka-luka bakar yang
dalam untuk mengganti kehilangan darah.12
4. Penilaian neurologis (Disability)
5. Penilaian Eksposure
B. Survei Sekunder
Aspek penting pada survei sekunder adalah pemeriksaan fisik, dokumentasi,
pemeriksaan darah dan x-ray, menjaga sirkulasi perifer pada luka bakar
melingkar, pemasangan NGT, pemberian narkotika, analgetik, dan sedatif,
perawatan luka, pemberian antibiotik dan imunisasi tetanus.1
1. Pemeriksaan darah dan X-Ray
Ambil contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap, golongan darah dan
crossmatch, kadar karboksihemoglobin, gula darah, elektrolit, analisa gas
darah. Pemeriksaan foto toraks dapat dilakukan beberapa kali jika
diperlukan.1
2. Menjaga sirkulasi perifer pada ekstremitas1
3. Pemasangan pipa nasogastrik bila pasien mengalami mual, muntah, perut
kembung, atau jika luas luka bakarnya >20%.1
4. Bila memang diperlukan maka dapat diberikan analgesik dan sedatif dalam
dosis kecil secara intravena.1
5. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan nafas, meknisme
bernafas, dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement
secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian
luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal. Tujuan perawatan
luka adalah untuk menutup luka dengan mengupayakan proses
reepitelisasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur
dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin
untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini
diakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan
yang cukup berat. Untuk bulla ukuran kecil tindakannya konservatif
sedangkan untuk ukuran besar (>5cm) dipecahkan tanpa membuang
lapisan epidermis diatasnya.3,4,5
Pengangkatan skar atau eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat
III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan skar dan
pembengkakan yang terus menerus berlangsung dapat mengakibatkan
penjepitan (sindroma kompartemen) yang membahayakan sirkulasi
sehingga bagian distal iskemik dan nekrosis. Tanda dini penjepitan berupa
nyeri kemudian kehilangan sensibilitas menjadi kebas pada ujung-ujung
distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan
memanjang yang membuka skar sampai penjepitan bebas.3,4,5
Pencucuian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien
dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut
dengan kasa lelbab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan
luka tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan
berlebihan.3,4,5
6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis
infeksi maupun mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam 3-5 hari
pertama populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri gram positif
non patogen sedangkan hari 5-10 adalah bakteri gram negatif patogen.
Dalam 1-3 hari pertama paska cedera, luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang
dapat digunakan adalah silver sulfadiazine.1%, silver nitrat, mafenidin,
dan bacitracin.3,4,5
Periksa status imunisasi tetanus. Bila belum di imunisasi, beri ATS atau
imunoglobulin tetanus (jika ada). Bila sudah diimunisasi, beri ulangan
imunisasi TT jika sudah waktunya.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu
sebanyak 2500-3000 kalori perhari dengan kadar protein tinggi. Pemberian
nutrisi enteral dini melalui nasogastik dalam 24 jam pertama paska cedera
bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. 3,4,5
Penderita yang sudah mulai stabil keadaanya perlu fisioterapi untuk
memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Jika perlu
sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai. Penderita luka
bakar harus dipantau terus menerus.3,4,5

2.2.7. Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi pada saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting. Komplikasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis, dan
MODS. Selain itu, komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi
mukosa, ulserasi, dam perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada
ginjal dapat terjadi akut tubular nekrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin
graft loss merupakan komplikasi yang paling sering terjadi, hal ini disebabkan
oleh, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi
jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertropik, keloid, dan kontraktur.
Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi. 3,5

2.2.7. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan
tubuh yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan
pengobatan medikamentosa. Luka bakar ringan dapat sembuh dalam 10-14 hari
dan mungkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi
gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk
membuang jaringan parut.3,5

DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support for
Doctors: ATLS Student Course Manual. 8th ed. USA: American College of
Surgeon. 2008;248-255
2. Edlich, R.F. Thermal Burn. America: Medscape. 2015
Accessed from: http://www.emedicine.medscape.com/article/1278244-overview
3. Wim, de Jong. Luka bakar: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC.
2005;66-88
4. Gerard, M.D. Current Surgical Diagnosis and Treatment. 12th ed. New
York: McGraw-Hill Companies. 2009;245-259
5. Rubangi, S. Trauma Listrik dan Halilintar. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1990
6. Hoediyanto, H. 2008. Trauma Listrik. Surabaya: Universitas Airlangga.
http;//www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/Tr,20%Listrik.pdf
7. Henderson, O.S. Emergency Medicine. USA: Landes Bioscience. 2007
8. World Health Organization. Management of Burns. America: WHO. 2007
9. James, H.H., David, M.H. Burns in: Schwartz's Principles of Surgery. 18 th
ed. New York: McGraw-Hill. 2005;189-216
10. Marzoeki, D. Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka
Bakar Masa Kini. Seminar Luka Bakar. 2004;1-2
11. Duke, J. Anasthesia and Burns in Anesthesia Secrets. 2 nd ed. Philadelphia:
Hanley & Belfus. Inc. 2000, 292-297
12. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta: WHO. 2009;262-264

Anda mungkin juga menyukai