Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan barier protektif yang memiliki fungsi vital seperti

perlindungan terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik maupun

pengaruh kimia, serta mencegah kelebihan kehilangan air dari tubuh dan berperan

sebagai termoregulasi. Kulit bersifat lentur dan elastis yang menutupi seluruh

permukaan tubuh dan merupakan 15% dari total berat badan orang dewasa (Paul

et al., 2011). Fungsi proteksi kulit adalah melindungi tubuh dari kehilangan cairan

elektrolit, trauma mekanik dan radiasi ultraviolet, sebagai barier dari invasi

mikroorganisme patogen, merespon rangsangan sentuhan, rasa sakit dan panas

karena terdapat banyak ujung saraf, tempat penyimpanan nutrisi dan air yang

dapat digunakan apabila terjadi penurunan volume darah dan tempat terjadinya

metabolisme vitamin D (Richardson, 2003; Perdanakusuma, 2007).

Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis

yang merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu dermis yang merupakan

suatu lapisan jaringan ikat.

a. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel berlapis

bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis

berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal terdapat pada telapak

5
6

tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan

kulit.

Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai

yang terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,

stratum spinosum dan stratum basale (stratum Germinatum) (Perdanakusuma,

2007).

b. Dermis

Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, dermis

terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut kolagen menebal

dan sintesa kolagen akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan

serabut elastin terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia

meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan

saling bersilang dalam jumlah yang besar dan serabut elastin akan berkurang

mengakibatkan kulit terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak berkeriput

(Perdanakusuma, 2007).

Di dalam dermis terdapat folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat,

saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah

dan ujung saraf dan sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak

bawah kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

c. Lapisan Subkutan

Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri dari

lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit

secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda


menurut daerah tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai

darah ke dermis untuk regenerasi (Perdanakusuma, 2007).

Gambar 2.1 Struktur Kulit Manusia (Perdanakusuma, 2007)

2.2 Luka Bakar

Luka bakar didefinisikan sebagai cedera pada kulit atau jaringan yang

disebabkan oleh trauma akut termal atau lainnya. Luka bakar terjadi ketika

sebagian atau semua sel di kulit atau jaringan rusak akibat kontak dengan cairan

panas, padatan panas atau api. Luka bakar juga dapat disebabkan oleh radiasi,

radioaktif, listrik gesekan atau kontak dengan bahan kimia (Kagan et al., 2009).

Manifestasi klinis dari luka bakar yaitu takikardia, tekanan darah menurun,

ekstrimitas dingin, perfusi buruk, perubahan tingkat kesadaran, dehidrasi dan

peningkatan frekuensi nafas. Keparahan luka bakar dapat dikaji dengan

menentukan kedalaman cedera luka bakar, persentase area permukaan tubuh yang

terpapar dan keterlibatan bagian khusus (Betz and Sowden, 2009).

Luka bakar terjadi karena kulit mengalami cedera. Cedera ini disebabkan

oleh adanya paparan terhadap kulit. Paparan tersebut dapat bersumber dari panas,
suhu dingin yang ekstrim, senyawa kimia dan sengatan listrik (Kagan et al.,

2009).

2.2.1 Klasifikasi Luka Bakar

Luka bakar diklasifikasikan menurut tingkat keparahan luka dan kondisi

pasien. Menurut Kagan dkk. (2009) klasifikasi luka bakar dibagi menjadi tiga

yaitu luka bakar derajat I, luka bakar derajat II (partial-thickness burn), dan luka

bakar derajat III (full-thickness burn).

a. Luka bakar derajat I

Luka bakar derajat I ini hanya terjadi pada lapisan epidermis kulit,

diakibatkan oleh paparan ultraviolet atau sinar matahari yang cukup lama.

Karakteristik dari luka bakar ini adalah adanya rasa nyeri kemerahan yang

menyakitkan tetapi tidak mengakibatkan lecet pada kulit dan umumnya sembuh

dalam 2-3 hari tanpa meninggalkan bekas luka (Kagan et al., 2009).

b. Luka bakar derajat II (partial-thickness burn)

Luka bakar ini terjadi pada seluruh jaringan epidermis dan sebagian lapisan

dermis yang disertai dengan reaksi inflamasi akut. Luka bakar derajat II

dibedakan menjadi dua yaitu superfisial (derajat II dangkal) dan deep (derajat II

dalam). Luka bakar derajat II dangkal mengenai bagian superfisial dari dermis,

dengan apendis kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea

yang masih utuh. Penyembuhan luka superfisial terjadi secara spontan dalam

waktu 10-14 hari. Sedangkan luka bakar derajat II dalam, terjadi kerusakan

mengenai hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut,

kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Proses penyembuhan


berlangsung lebih lama dari luka bakar derajat II dangkal, tergantung pada

apendises kulit yang tersisa. Biasanya proses penyembuhan berlangsung lebih dari

satu bulan (Moenadjat, 2003).

c. Luka bakar derajat III (full-thickness burn)

Luka bakar derajat III apabila terjadi kerusakan pada seluruh lapisan

epidermis dan dermis. Kerusakan juga tejadi pada komponen-komponen

pelengkap kulit, sehingga tidak terdapat sel epitel skuamosa di daerah luka untuk

memungkinkan terjadinya epitelisasi luka. Ciri-ciri luka bakar derajat III ditandai

dengan kulit kering berwarna putih kehitaman dan adanya trombosis vena, tidak

dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung serabut saraf

sensorik mengalami kerusakan atau bahkan kematian. Penyembuhan relatif lama

akibat tidak terjadinya proses epitelisasi spontan baik dari dasar luka, tepi luka

maupun apendises kulit (Moenadjat, 2003; Schwartz, 2000).

Gambar 2.2 Derajat Luka Bakar (Kagan et al., 2009)


2.2.2 Terapi Topikal Antiluka Bakar

Mikroorganisme berkembang biak dengan cepat pada pasien penderita luka

bakar, akibat dari terganggunya fungsi barrier dari kulit. Penggunaan agen

antimikroba topikal memiliki peranan penting untuk mengatasi masalah ini.

Penggunaan antibiotik topikal dapat menunda interval terjadinya kolonisasi

mikroba pada luka dan dapat mempertahankan tingkat flora normal pada area

luka. Umumnya antibiotik topikal yang biasanya digunakan untuk terapi luka

bakar ada tiga, yaitu silver sulfadiazine, mefenid dan silver nitrat.

Pengobatan topikal dengan krim silver sulfadiazine dilaporkan dapat

menghambat peran fibroblas dalam proses penutupan luka dan dapat

menyebabkan leukopenia selama lima minggu pertama setelah terjadinya luka

bakar (Sterling et al., 2010; Thomas et al., 2009).

Mefenid memiliki aktivitas antimikroba yang baik terhadap bakteri gram

negatif, tetapi tidak aktif terhadap staphylococcus. Mefenid efektif dalam

menggobati dan mencegah terjadi infeksi pada luka bakar lebih baik dari pada

silver sulfadiazine karena mefenid dapat menembus eschar lebih baik dari pada

silver sulfadiazine. Namun penggunaan mefenid yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan asidosis metabolik karena mefenid merupakan inhibitor kuat

karbonat anhidrat (Sterling et al., 2010).

Perak nitrat biasanya dioleskan sebagai larutan 0,5% yang digabung dengan

pembalut, dan dipasang diatas luka bakar. Balutan dijaga agar tetap basah untuk

menghindari penguapan air dari larutan yang dapat menyebabkan kenaikan

konsentrasi yang mungkin dapat bersifat toksik. Perak nitrat memiliki aktivitas
antibakteri spektrum luas dan tidak menimbulkan nyeri pada pasien serta tidak bersifat

alergenitas. Larutan ini tidak menembus eschar, sehingga hanya dapat digunakan pada

luka awal yang bersih. Keterbatasan penggunaan larutan ini yaitu dapat merubah warna

kulit normal dan bahan apapun yang kontak serta memiliki harga yang cukup mahal

(Sabiston, 1995).

Anda mungkin juga menyukai