Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rehabilitasi berasal dari Bahasa Inggris, re- artinya kembali dan
abilitation artinya kemampuan. Jadi, rehabilitasi medik merupakan usaha
medis yang dilakukan untuk mengembalikan atau menjaga kemampuan atau
fungsi organ tubuh. Rehabilitasi merupakan faktor penentu tinggi rendahnya
kualitas hidup pada penderita luka bakar karena rehabilitasi berguna untuk
mencegah gangguan fungsi alat tubuh setelah penanganan luka bakar selesai.
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerelukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok)
sampai fase lanjut.1
Di negara berkembang, luka bakar sangat sering terjadi pada anak,
terutama batita (dibawah tiga tahun) dan balita (dibawah lima tahun). Korban
luka bakar sering berasal dari keluarga miskin di daerah pedesaan, dimana api
penting bagi keperluan hidup sehari-hari dan pelayanan primer kurang
tersedia. Pasien tanpa penanganan segera setelah luka bakar terjadi, cenderung
mengalami kontraktur. Hal ini diakibatkan populasi tersebut lebih rentan
terdahap infeksi luka dan kemungkinan lebih kecil mendapatkan pembidaian
yang tepat. Bila hanya ada sedikit resistensi terdapat efek pengerutan kontraksi
luka, kontraktur mudah timbul. Akibatnya, kontraktur biasanya muncul ketika
garis parut vertical terhadap garis tegangan kulit seperti parut melintang sendi.
Kontraktur fleksi lebih sering daripada kontraktur ekstensi.1
Kontraktur akibat luka bakar adalah daerah pada kulit yang
mengalami parut berlebihan sebagai hasil penyembuhan luka bakar yang
dalam. Kontraktur dapat dimulai dari sedikit kerutan pada parut hipertrofik
namun seiring waktu dapat memburuk menimbulkan berkas tebal parut
hipertrofik. Berkas tebal jaringan parut ini dapat menghambat gerakan sendi,
mengakibatkan hilangnya mobilitas sendi dan secara permanen mengganggu
fungsi normal sendi.1
Pada laporan kasus ini dilaporkan kasus “Limitasi ROM Genu Dan
Hip Dextra Ec Vulnus Granulosum Post Burning”, pada seorang anak berusia
5 tahun di ruang bedah wanita RSUD Dok II Jayapura.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Anatomi Kulit


Kulit merupakan organ terbesar tubuh yang terdiri dari lapisan sel
dipermukaan. Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu epidermis dan dermis.
Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.
Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
dan kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat sangat kompleks, elastis,
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh. 2

2
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamnya disusun oleh
sel-sel epitel. Sel –sel yang terdapat dalam epidermis antara lain:
keratinosit (sel terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel
dan sel Langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan yang paling dalam
yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum
lucidum dan stratum corneum. 2
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh
darah dan pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas
kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari
dua lapiasan yaitu lapisan papillaris dan lapisan retikularis, sekitar 80%
dari dermis adalah lapisan retikularis. 6

Gambar 1. Anatomi kulit3

Antara fungsi kulit adalah: 1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian


dalam terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan,
tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimiawi terutama yang
bersifat iritan, misalnya lisol, karbol, asam, dan alkali. Gangguan yang
bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan
infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur. 2) fungsi absorpsi,
kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut
lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Penyerapan dapat
berlangsung melalui celah antar sel menembus sel-sel epidermis atau
melalui muara saluran kelenjar. 3) fungsi ekskresi, kelenjar kulit

3
mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam
tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi
melindungi kulit karena lapisan ini selalu meminyaki kulit jua menahan
evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. 4)
fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan
ruffinidermis dan sukutis. 5) Fungsi pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan
keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit. 6) Fungsi pembentukan
pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan
sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-
tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel
melanofag. 7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai
sel utama yaitu keratinosit, sel langerhans, melanosis. 8) Fungsi
pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi
kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.2
2.2 Definisi luka bakar
Luka adalah hilangnya atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Salah
salah penyebab luka yaitu luka bakar. Luka bakar adalah kerusakan jaringan
permukaan tubuh yang disebabkan oleh panas pada suhu tinggi yang
menimbulkan reaksi pada seluruh sistem metabolisme. Luka bakar
merupakan cedera yang sering dihadapi oleh para dokter. Luka bakar berat
menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan
dengan cedera oleh sebab lain.4
2.3 Etiologi
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang
dapat dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah dibakar
seperti bensin, gas, kompor rumah tangga dan lainnya yang akan
menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak
kurang lebih 60% luka bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada
kecelakaan rumah tangga, dan umumnya merupakan luka bakar superfisisal
tetapi dapat juga mengenai seluruh ketebalan kulit (derajat III). Penyebab
luka bakar lainya adalah panajan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun

4
bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat. Asam kuat
menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein dan rasa nyeri hebat.4

2.4 Derajat Luka Bakar


Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar.
1. Berdasarkan kedalamannya.
a. Luka bakar derajat I (superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan
epidermis. Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat
vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian
kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh
luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari
terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi
sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan
parut, dan pengobatannya bertujiuan agar pasien merasa
nayamandengan mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa
gel lidah buaya. 4,5,6

b. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)


Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang
kedalamanya mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai
sebagian permukaan dermis (superficial partial thickeness) , luka
bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness burns atau
luka bakar derajat IIA. Luka bakar derajat IIA ini tampak eritema,
nyeri, pucat jika ditekan, dan ditanadai adanya bulla berisi cairan
eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas
dindingya meningkat.Luka ini mereepiteliasasi dari struktur
epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar
keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka
bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka
waltu yang lama.4,5,6
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian
reticular dermis (deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali

5
sebagai deep partial thickeness burns atau luka bakar derajat IIB.
Luka bakar derajat IIB ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri
jika ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-
35 hari dengan reepiteliasasi dar folikel rambut,keratinosit dan
kelenjar keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari
hilangnya dermis.4,5,6
c. Luka bakar derajat III(full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan
epidermis sampai ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan
eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau
merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga luka
harus sembuh debgan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness
burns memerlukan eksisi dengan skin grafting.4,5,6
d. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ
dibawah kulit seperti otot dan tulang.3,5

Gambar 2: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman4,6


2. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.
Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas
permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk
menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles
dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang
dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda.
Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and

6
Browder, yaitu ditekan kan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1
tahun.4,5,6,7

Gambar 3: Wallence Rule of Nines 8

Gambar 4: Lund and Browder 8


3. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn
Association5,9:
a. Luka Bakar Ringan
 Luka bakar derajat II < 5%
 Luka bakar derajat II 10% pada anak
 Luka bakar derajat II < 2%
b. Luka Bakar Sedang
 Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
 Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
 Luka bakar derajat III < 10%
c. Luka Bakar Berat

Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10% atau lebih

7

Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.

Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. 2,
4,5,9

2.5 Tatalaksana Luka Bakar


2.5.1 Penanganan awal
a. Membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri
b. Merendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya
dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit
c. Jika luka bakar ringan penanganan utama yaitu mendinginkan
daerah luka bakar dengan air, mencengah infeksi dan
menutup permukaan luka
d. Pada luka bakar yang luas dan dalam segera di bawah ke
rumah sakit terdekat untuk segera dilakukan resusitasi jika
terdapat syok
e. Perawatan lokal dengan mengoleskan luka dengan antiseptik
dan luka dapat dirawat secara tertutup atau terbuka.

2.5.2 Pemberian Cairan Intravena


1. Cara Evants
Hari I
 Luas luka dalam % X BB(kg) menjadi ml Nacl/24
jam
 Luas luka dalam % X BB(kg) menjadi ml
plasma/24 jam.
 sebagai pengganti cairan yang hilang di berikan
2000 cc glukosa 5%/24 jam.
Separuh jumlah 1,2,3 diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya
Hari ke II
Berikan ½ jumlah cairan hari pertama
Hari ke III
Diberikan ½ jumlah cairan kedua.
Jika diuresis pada hari ke 3 memuasakan dan
penderita dapat minum tanpa kesulitan, maka infus
dapat dikurangi bahkan dihentikan.
2. Rumus baxter

8
 Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar. Pemberian
cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume
diberikan 16 jam berikutnya.
 Hari II: Diberikan ½ cairan hari pertama
 Pemberian cairan dapat ditambah bila penderita dalam
keadaan syok atau jika diuresis kurang. Untuk itu,
pemantauan yang ketat sangat penting, karena fluktuasi
perubahan keadaan sangat cepat terutama pada fase awal
luka bakar.
 Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis
normal sekurang-kurangyan 1000-1500 ml/24 jam atau
1ml/kgBB/jam dan 3 ml/kgBB/jam pada pasien anak,
yang penting juga adalah pengamatan apakah sirkulasi
normal atau tidak.

2.5.3 Obat-obatan
 Antibiotik sistemik spektrum luas = aminoglikosida, untuk
mencegah infeksi
 Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon atau nitras
argenti 0,5 % ataupun krim silver sulfadiazine 1%.
 Berikan obat-obat analgesik
 Pencegahan tetanus berupa ATS dan atau toksoid

2.5.4 Nutrisi

Harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme =
2500-3000 kalori/hari dengan kadar protein tinggi. Lebih
baik diberikan nutrisi enteral melalui selang nasogastrik

Penderita yang mulai stabil keadaannya memerlukan
fisioterapi untuk memperlancar peredaran darah dan
mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi di istirahatkan
dalam posisi fungsional dengan bidai.10

2.5.5 Penanganan rehabilitas


Rehabilitasi adalah suatu bagian yang esensial dan
berintegral dalam penatalaksanan luka bakar. Rehabilitasi

9
beruhubungan erat dengan aspek fisik, psikologis, dan social.
Rehabilitasi dapat meminimalkan efek lanjutan dari luka bakar
seperti, mempertahankan luas gerak sendi, meminimalkan
kontraktur dan skar, membuat pasien fungsional, pskilogis dan
sosialnya tetap berfungsi dengan baik.

2.5.5.1 Rehabilitasi Stadium Awal


Tergantung dari ukuran dan derajat cedera. Pasien
dengan luka bakar akan terasa sangat nyeri yang terus menerus,
sehingga sebelum dilakukan prosedur rehabilitasi pasiennya
perlu diberikan analgetik agar pasien dapat mengikuti
rehabilitasi sampai kepada pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari.
Rehabilitasi pada pasien luka bakar :
1. Posisi Anti Kontraktur
Posisi Anti Kontraktur dan spilin harus dimulai dari
hari pertama post injuri dan mungkin dapat dilakukan
beberapa bulan post injuri. Posisi ini penting dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan jaringan agar range
of movementnya tidak terbatas dan terhambat. Tanpa
melakukan posisi anti kontraktur, pasien akan lebih cepat
mengalami kontraktur dan lebih cepat memperkecil
ruang gerak sendi.

10
Gambar 5. Posisi anti kontraktur dan pemasangan splinting

2. Terapi Latihan
Latihan terapi adalah strategi terapi dasar dan paling penting dalam
pengobatan rehabilitasi dan termasuk latihan pasif dan aktif. Tidak ada
peralatan khusus, rumit, atau mahal yang diperlukan tapi resep latihan
tergantung pada keahlian dari terapis yang terampil dan mampu membuat
diagnosis yang benar dari pasien masalahnya pasien harus fungsional.
Latihan sebaiknya dimulai pada hari terjadinya trauma bakar dan seharusnya
dilanjutkan sampai semua luka menutup dan hingga melewati masa aktif
pembentukan skar. Fibroblast, yang merupakan unsur terpenting dalam
pembentukan kontraktur, berperan pada luka bakar dalam 24 jam pertama
dan aktif hingga 2 tahun setelah terjadinya trauma bakar. Latihan rutin setiap
harinya dapat mencegah berkurangnya kelenturan dan berkurangnya ROM
sendi yang dapat ditimbulkan oleh kontraktur. Terapi latihan meliputi:
1) Latihan untuk mempertahankan ROM
Latihan ranging pasif pada pasien luka bakar yang kritis dapat
mencegah terjadinya kontraktur. Latihan dan posisi ini berupa
penggerakan anggota gerak secara penuh, dengan kata lain full range of
motion. Ini sebaiknya dilakukan dua kali dalam sehari. Beriringan dengan
latihan ini, perlu diperhatikan luka, rasa sakit, tingkat kecemasan, jalan
nafas dan sirkulasi pasien. Pemberian obat perlu dilakukan sebelum sesi
latihan untuk membantu meningkatkan kualitas hasil latihan dan
mengurangi ketidaknyamanan pasien. Latihan posisi ini sangat penting
tapi tidak efektif dan tidak manusiawi jika pasien merasa cemas dan nyeri.
Latihan ranging ini dapat dilakukan bersamaan dengan pada saat baju
pasien diganti dan saat pembersihan luka untuk mengurangi pemberian
obat pada pasien.
2) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
Latihan penguatan dilakukan untuk mencegah kelemahan pada alat
gerak akibat immobilisasi yang lama. Latihan ini diakukan dengan
memberikan latihan gerakan aktif secara rutin kepada pasien untuk melatih
otot-otot ekstremitas, misalnya jalan biasa, jalan cepat, sit up ringan dan
mengangkat beban. Jika pasien kurang melakukan latihan ini maka akan
menyebabkan otot-otot pada sendi bahu dan proksimal paha akan

11
melemah. Latihan ini sebaiknya dilakukan segera mungkin pada masa
penyembuhan luka bakar untuk mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman
pada pasien.

3) Latihan untuk meningkatkan daya tahan tubuh


Latihan ketahanan dilakukan untuk mencegah terjadinya atrofi dan
penurunan daya tahan pada otot akibat dari perawatan yang lama di RS.
Latihan ketahanan dilakukan dengan latihan bersepeda, sit up dan latihan
naik turun tangga. Selain mencegah terjadinya atrofi, latihan ini juga dapat
melancarkan sistem sirkulasi.
4) Latihan untuk meningkatkan koordinasi
 Latihan kerja dalam kehidupan sehari-hari
Dilakukan dengan melatih kemampuan mandiri pasien luka bakar
seperti mandi, makan, minum, dan bangun tidur. Semua harus dilatih
sesegera mungkin karena ahli terapi dan pasien luka bakar tidak dapat
selalu bersama 24 jam sehari untuk melakukan terapi. Aktivitas harian
sangat membantu untuk mencegah kontraktur jika pasien dapat
menerapkannya di rumah.
 Latihan Peningkatan Keterampilan
Latihan Peningkatan Keterampilan dilakukan untuk mencegah
terjadinya atrofi pada otot-otot kecil pada tangan. Latihan ini
dilakukan dengan melatih kemampuan menulis, menggambar, dan
mengetik. Latihan ini biasa juga dilakukan dengan menggunakan
terapi bola. Pasien dilatih untuk megenggam secara berulang-ulang
sebuah bola yang terbuat dari spon/gabus dengan kedua tangannya.
5) Latihan untuk mengembalikan keseimbangan
6) Pelatihan Ambulasi
7) Latihan untuk meningkatkan fungsi kardiopulmoner. Pasif, aktif-asisten
dan latihan aktif, latihan resistif serta peregangan teknik dapat digunakan
baik sendiri atau dalam kombinasi berdasarkan kondisi pasien.
Latihan harus disesuaikan jika:
 Tanda-tanda vital yang tidak stabil dan adanya kondisi yang mengancam
jiwa;
 Adanya kemerahan signifikan, bengkak, panas, nyeri, dan tanda-tanda lain
dari infeksi akut di daerah perawatan;

12
 Terapi Latihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut jika
nekrosis, paparan pembuluh darah, trombosis vena dalam, dan patah
tulang ada;
 Imobilisasi diperlukan karena pencangkokan kulit, fiksasi fraktur dan
alasan lainnya;
 Jika pasien memiliki kondisi kejiwaan yang signifikan atau tidak sadarkan
diri, latihan mungkin tidak mungkin.

Latihan bisa dimulai dari sendi utama (dengan atau tanpa luka bakar)
menggunakan pasif, aktif-asisten dan pelatihan ROM aktif. Intensitas perlu
disesuaikan berdasarkan toleransi pasien. Istirahat ketat harus perlu
disesuaikan berdasarkan toleransi pasien., istirahat ketat harus diminimalkan
dan duduk dari tempat tidur dan ambulasi dini dengan atau tanpa bantuan
harus didorong sebanyak mungkin. Semua anggota tim harus menyadari
bahwa elevasi dan tekanan perban dapat membantu untuk meringankan rasa
sakit dan edema selama ambulasi.11
3. Splinting
Splints dirancang dan dibuat oleh terapis atau orthotists. Splints
disesuaikan untuk membantu untuk mempertahankan posisi fungsional atau
anti-contracture dari bagian tubuh yang terluka. Splint tidak hanya digunakan
untuk memposisikan anggota gerak tubuh tetapi juga untuk peregangan dan
pemanjangan jaringan scar yang mengalami kontraktur. Interval untuk
pemantauan bervariasi dari sekali setiap jam untuk sekali setiap 4 - 6 untuk
pemantauan bervariasi dari sekali setiap jam tergantung pada jenis splints dan
kondisi kulit.

4. Manajemen bekas luka yang komprehensif


Kemungkinan pembentukan bekas luka akan meningkat jika proses
penyembuhan lebih dari dua minggu pasca luka bakar. Parut biasanya mulai
berkembang dalam beberapa bulan pertama setelah luka bakar, mempercepat
setelah itu, puncak sekitar 6 bulan, dan akan stabil dan mereda atau “ dewasa ”
sekitar 12 - 18 bulan pasca cedera. Kombinasi strategi terapi dan intervensi
dapat mencapai hasil yang lebih baik. Terapi tekan, posisi, splint, pelatihan
ROM, dan latihan terapi pengobatan tak tergantikan, yang dapat mencegah,

13
menghambat dan meningkatkan parut proliferasi dan kontraktur, serta bekas
luka melembutkan dan mengurangi gejala penyerta.11
5. Penanganan Skar (Scar Management)
Pembentukan skar merupakan komplikasi dari luka bakar. Skar bersifat
dinamis dan terus tumbuh seiring dengan proses maturasinya. Jika hal ini
terus terjadi, maka dapat mengakibatkan timbulnya kontraktur yang dapat
mengurangi pergerakan. Baik pasien maupun petugas kesehatan berkewajiban
bekerja sama untuk menangani pembentukan skar ini dan mengurangi potensi
untuk terjadinya kontraktur.
Beberapa usaha penanganan skar untuk mencegah terjadinya kontraktur
adalah sebagai berikut:
1. Pijat Skar (Scar Message)
Pijat skar memiliki beberapa fungsi penting, antra lain:
 Memperbaiki kolagen yang terbentuk dengan memberikan
tekanan pada skar
 Mengurangi rasa gatal pada skar
 Dapat menghasluskan skar jika dilakukan dengan menggunakan
lotion
Teknik melakukan pijat skar yaitu:
 Oleskan lotion pada kulit yang terbakar atau yang di-graft dan
pada bagian kulit donor satu kali pada saat kulit mulai sembuh
 Pijat bagian kulit yang telah diberikan lotion
 Pijatan dilakukan dengan 3 arah: sirkuler, vertikal dan horizontal
 Lakukan sebanyak 3 – 4 kali tiap harinya
2. Pressure Garments
Tekanan yang diberikan pada skar mengurangi proses pembentukan
kolagen dan menolong memperbaiki kolagen yang sudah terbentuk agar
lebih teratur. Pressure Garments dibuat untuk mengembalikan tubuh
pasien ke bentuk normal, mengurangi pembentukan skar yang abnormal
dan deformitas.
Penggunaan pressure garments harus dengan ukuran yang sangat pas
untuk memaximalkan fungsi penggunaannya dan mencegah terjadinya
komplikasi seperti bengkak, memperbesar skar atau daerah yang rusak.

14
Oleh karena itu penggunaan pressure garments ini masih kontroversi di
kalangan ahli rehabilitasi medik.

6. Psikoterapi
Sikap dan motivasi pasien merupakan faktor penting yang
mempengaruhi hasil. Faktor psikologis, bukan trauma itu sendiri, mungkin
memiliki dampak yang lebih besar pada pasien luka bakar. Masalah psikologis
yang berbeda akan ditemui dalam berbagai tahap pengobatan: 1) Selama tahap
akut dan kritis, tanda-tanda vital tidak stabil dan pasien mungkin
menunjukkan kecemasan, ketakutan, halusinasi, dan gangguan tidur. 2)
Sebagai penyembuhan luka berlangsung, permintaan operasi dan perawatan
kritis dikurangi, sedangkan intensitas perawatan fisik dan pekerjaan
meningkat. Mereka mungkin mengembangkan depresi dan gangguan stres
pasca-trauma (PTSD). PTSD mempengaruhi sekitar 30% dari pasien luka
bakar, yang mungkin hadir dengan sensitivitas, fobia, dan gangguan tidur.
Obat-obatan dan konsultasi psikologis dapat meningkatkan kondisi. 3) Setelah
pemulihan awal dan 1 - 2 tahun setelah keluar dari rumah sakit, pasien dengan
keterbatasan fisik sering menderita masalah emosional ketika beradaptasi
dengan kehidupan keluarga dan lingkungan kerja yang baru. Pengobatan
psikologis pasien bergantung pada perhatian jangka panjang serta hubungan
antara pasien dan psikiater. Hal ini sangat dianjurkan bagi pasien untuk
menerima psikoterapi dari organisasi profesional jika memungkinkan.11
2.6 Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi
dan grafting. Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS,
sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat
terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus
menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena
perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering
terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada
fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa
jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit dapat

15
menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi
memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan
tindakan bedah.5

2.6.1 Definisi Kontraktur


Kontraktur adalah pemendekan jaringan secara permanen sehingga
menyebabkan deformitas atau distorsi fungsi. Kontraktur dapat terjadi
pada kehilangan yang luas yang diikuti dengan kontraindikasi
miofibroblast serta deposisi kolagen. Kontraktur lebih sering terjadi
pada parut hipertrofik terutama jika mengenai persendian. Posisi yang
nyaman bagi pasien merupakan posisi yang menjurus ke kontraktur,
oleh sebab itu harus dilakukan pembidaian pada posisi yang melawan
kecenderungan kontraktur dan mobilisasi sendi yang bersangkutan.10

Kontraktur juga dapat didefinisikan sebagai hilangnya atau kurang


penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena
keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit. Penyebab
utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat
beberapa keadaan.

2.6.2 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan,
maka kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen


Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal
tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas
misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam
kecelakaan dan infeksi.

2. Kontraktur Tendogen atau Myogen


Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon.
Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan
atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas,
trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.

16
3. Kontraktur Arthrogen
Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses
ini bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai
akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi
gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada
bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri

Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan


1. Gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang
lingkup gerak maupun fungsi
2. Sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit
penurunan fungsi namun tanpa menganggu aktivitas sehari hari
secara signifikan, tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang
terkena.
3. Terdapat penurunan fungsi dengan perubahan awal arsitektur normal
pada daerah yang terkena
4. Kehilangan fungsi daerah yang terkena

2.6.3 Penyebab kontraktur


Penyebab kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai
faktor meliputi : Posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi otot, jaringan
lunak dan patologis tulang. Individu dengan luka bakar sering
diimobilisasi, baik secara global maupun fokal karena nyerinya,
pembidaian dan posisinya. Luka bakar dapat meliputi jaringan lunak,
otot, dan tulang. Semua faktor ini berkontribusi terhadap kejadian
kontaktur pada luka bakar.12

2.6.4 Patofisiologi
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi
memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan
jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur
sendi. Otot yang dipertahankan memendek dalam 5-7 hari akan
mengakibatkan pemendekan otot yang menyebabkan kontraksi jaringan
kolagen. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat
sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.

17
2.6.5 Pencegahan Kontraktur
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan.
Program pencegahan kontraktur meliputi :
1. Mencegah infeksi
2. Skin graft atau Skin flap
3. Fisioterapi
Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi ;
a. Proper positioning (posisi penderita)
b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi)
c. Stretching
d. Splinting / bracing
e. Mobilisasi / ambulasi awal

2.6.6 . Penanganan Kontraktur


1. Konservatif
a. Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya
kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu
selama penderita dirawat di tempat tidur.

b. Exercise

18
Tujuan tujuan exercise untuk mengurangi udem,
memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur.
Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh persendian
baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena,
merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. Adapun
macam-macam exercise adalah : Free active exercise / latihan
yang dilakukan oleh penderita sendiri, Isometric exercise,
Active assisted exercise , Resistensi active exercise, Passive
exercise

c. Stretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit,
sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30
menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Latihan
peregangan dilakukan untuk mencegah kontraktur atau
penarikan anggota gerak. Latihan peregangan ini biasa sangat
efektif jika dilakukan secara perlahan-lahan sampai skar
memutih atau memucat. Jika luka bakar mengenai lebih dari
satu persendian, skar akan terihat lebih memanjang apabila
latihan ini berjalan baik.

d. Splinting / bracing
Untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita
tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang
mengalami kesakitan dan kebingungan.

e. Pemanasan

2. Operatif

Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan


kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang
diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
cara :Z – plasty atau S – plasty, Skin graft, Flap.

19
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : An. AA
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Belum Bersekolah
Agama : Kristen Protestan
Suku : Baudi
Alamat : Mamberamo Raya
No. RM : 43 72 95
Rujukan : Bedah RSUD Dok II Jayapura
Jaminan Perawatan : KPS
Tanggal Pemeriksaan : 16 Januari 2018

20
3.2 Anamnesis
1.2.1 Keluhan Utama
Luka bakar pada tungkai bawah sebelah kanan

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang ( 16 Januari 2018)


Pasien datang dengan keluhan luka bakar pada tungkai bawah
sebalah kanan dan tungkai kanan sulit untuk digerakkan sejak ± 3
bulan yang lalu (sejak Oktober 2017). Awalnya pasien sedang
bermain dengan kakak dan temannya kemudian salah satu temannya
menyiram bensin ke pasien dan mengenai paha, lutut dan kaki
kanannya. Kemudian muncul luka seperti terbakar disertai nyeri.
Kemudian pasien dibawa ke RS Bergerak (Mamberamo Raya)
dengan diagnosa burn injury 13% regio femur at cruris dekstra dan
di rawat selama ±1 bulan tapi tidak ada perubahan, luka dikaki kanan
pasien tidak sembuh dan kaki kanannya tidak dapat diluruskan hanya
bisa ditekuk sehingga sulit untuk duduk maupun berjalan, pasien
hanya dibantu oleh orangtua / keluarga untuk berpindah tempat
dengan cara digendong. Akhirnya pasien dirujuk ke RSUD Dok II
Jayapura.

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma tersiram bensin (+), Riwayat demam, kejang
disangkal

1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang sakit seperti ini.

1.2.5 Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang anak ketujuh dari delapan bersaudara, belum
bersekolah.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kualitatif = Compos Mentis
Kuantitatif = GCS E4V5M6
Tanda Vital : TD = - N = 103x/m
RR = 22 x/m SB = 36,8ºC
2
BMI : (BB/TB ) : 15 kg/110 cm
Kepala : Bentuk bulat, simetris
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

21
Hidung : Sekret (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Sekret (-)
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran kelenjar getah
bening (-)
Thoraks : Simetris, retraksi (-)
Jantung : S1-S2 normal, bising (-)
Paru-paru : Suara napas vesikuler, rhonki -/-
Wheezing -/-
Abdomen : Tampak cembung, bising usus (+) normal,
Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Akral hangat, udem -/-

3.3.2 Physiatric Examination


3.3.2.1 Musculoskeletal Status
ROM MMT
CERVICAL
Pasif Aktif Normal Hasil Normal
Fleksi 00 - 400 00 - 400 00 - 400 5 5
Ekstensi 0-400 0-400 00 - 400 5 5
Lateral 00 - 450 00 - 450 00 - 450 5 5
bending
kanan
Lateral 00 - 450 00 - 450 00 - 450 5 5
bending kiri
Rotasi kanan 00 - 500 00 - 500 00 - 500 5 5
Rotasi kiri 00 - 500 00 - 500 00 - 500 5 5

ROM MMT
TRUNK
Pasif Aktif Normal Hasil Normal
Fleksi 00 - 850 00 - 850 00 - 850 5 5
Ekstensi 00 - 300 00 - 300 00 - 300 5 5
Lateral 00 - 300 00 - 300 00 - 300 5 5
bending
kanan
Lateral 00 - 300 00 - 300 00 - 300 5 5
bending kiri
Rotasi kanan 00 - 450 00 - 450 00 - 450 5 5
Rotasi kiri 00 - 450 00 - 450 00 - 450 5 5

Ekstremitas ROM pasif ROM aktif ROM MMT


Dextra Sinistra Dextra Sinistra Normal Hasil Normal
Superior
Shoulder Fleksi 0 - 1800 0-11800 0 - 1800 0 - 1800 0 - 1800 5/5 5/5

22
Ekstensi 0 - 800 0-800 0 - 800 0 - 800 0 - 800 5/5 5/5
Abduksi 0-1800 0-1800 0-1800 0 - 1800 0 - 1800 5/5 5/5
Adduksi 0-450 0-450 0-450 0 - 450 0 - 450 5/5 5/5
External 0 - 700 0-450 0 - 700 0 - 450 0 - 700 5/5 5/5
Rotasi
Internal 0 - 900 0-450 0 - 900 0 - 450 0 - 900 5/5 5/5
Rotasi
Elbow Fleksi 0-1350 0-1300 0-1350 0 - 1300 0 - 1350 5/5 5/5
Ekstensi 0 - 1350 0 - 1350 0 - 1350 0 - 1300 0 - 1350 5/5 5/5
Pronasi 0-900 0-900 0-900 0 – 900 0 - 900 5/5 5/5
Supinasi 900-0 900-0 900-0 30 - 00 900 - 0 5/5 5/5
Wrist Fleksi 0-600 0-600 0-600 0 - 600 0 - 600 5/5 5/5
Ekstensi 0-700 0-700 0-700 0 - 700 0 - 700 5/5 5/5
Ulnar 0-300 0-100 0-300 0 – 100 0 - 300 5/5 5/5
deviasi
Radius 0-200 0-100 0-200 0 – 100 0 - 200 5/5 5/5
deviasi
Finger Fleksi Full Full Full Full Full 5/5 5/5

Ekstensi Full Full Full Full Full 5/5 5/5


Abduksi Full Full Full Full Full 5/5 5/5
Adduksi Full Full Full Full Full 5/5 5/5

Ekstremitas ROM pasif ROM aktif ROM MMT


Dextra Sinistra Dextra Sinistra Normal Hasil Normal
Inferior
Hip Fleksi 55-850 0-1250 50-800 0-1250 0-1250 3* / 5 5/5
Ekstensi 0-250 0-150 TDE 0-150 0-150 TDE/ 5/5
5
0 0 0 0 0
Abduksi 0-50 0-45 0-45 0-45 0-45 3*/ 5 5/5
Adduksi 0-250 25-00 0-200 0-250 0-250 3* / 5 5/5
Eks.Rotasi TDE 0-450 TDE 0-450 0-450 TDE/ 5/5
5
0 0 0
End.Rotasi TDE 0-40 TDE 0-40 0-40 TDE / 5 / 5
5
0 0 0 0
Knee Fleksi 55-75 0-130 60-70 0-130 0-130 4* / 5 5/5
Ekstensi TDE TDE TDE TDE TDE TDE 5/5
Ankle Dorsofleksi 0-200 0-200 0-00 0-200 0-200 5/5 5/5
Plantarfleksi 0-400 0-400 0-00 0-400 0-500 5/5 5/5
Eversi 0-150 0-150 0-00 0-100 0-150 5/5 5/5
Inversi 0-350 0-350 0-00 0-200 0-350 5/5 5/5
Toes Flexion Full Full 0 Full Full 5/5 5/5
Ekstension Full Full 0 Full Full 5/5 5/5

23
Big Flexion Full Full 0 Full Full 5/5 5/5
Ekstension Full Full 0 Full Full 5/5 5/5
Toe
Kesan : * Tidak maximal karena nyeri, ROM terbatas, terdapat spastisitas.

3.3.3 Neurological Status


 N. Cranialis I – XII :Tidak terdapat paresis dan kelainan
 Deep tendon reflexes : BPR (N) TPR (N)
KPR (N) APR (N)
 Refleks Patologi : Babinsky (-), Chaddock (-) Oppenheim
(-), Hoffman (-), Tromner (-).

 Nervus ( Kranialis I-XII )


Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra
N.I (Olfaktorius-Sensoris) Daya Pembau + +
N.II (Optikus-Sensoris) Refleks Cahaya + +
Visus + +
Pengenalan Warna + +
N.I Oculomotorius- Ptosis - -
Gerakan mata ke atas + +
Motorik)
Gerakan mata ke tengah + +
Gerakan mata ke bawah + +
Ukuran pupil Ishokor 3mm Ishokor 3mm
Refleks Direct + +
Refleks Indirect + +
N.IV (Trochlearis-mata : Gerak mata medial ke bawah + +
(M.Obliq sup)
N.V (Trigeminus-Sensoris Menggigit + +
Membuka mulut + +
Wajah)
Sensibilitas wajah (atas, + +
tengah, bawah)
N.VI (Abducens-mata : Gerak mata ke lateral + +
M.ext, rectus)
N.VII (Facialis – motoric Mengangkat alis + +
Menutup mata + +
wajah)
Meringis + +
Sensoris : Ant lidah &
Menggembungkan pipi + +
palatum Dapat Merasa Manis, Pahit, + +
Asam,Asin
N.VIII (Akustikus- Mendengarkan suara bisik + +
pendengaran)
N.IX (Glosopharingeus) Arcus Faring + +
Refleks Muntah + +

24
N.X (Vagus) Bersuara + +
Menelan + +
N.XI (Assesorius) Memalingkan kepala + +
Mengangkat bahu + +
N.XII (Hypoglosus) Menjulurkan lidah + +
Disartri - -

 Status Motorik: Bisa melawan gravitasi dan namun lemah (skor 3)


 Status Sensorik :
Exteroceptive : Suhu, nyeri (N/N)
Proprioceptive : Tekan, joint position AGA/AGB (N/N)
Extinction phenomenon : (N/N)
Two point discrimination : (N/N)
 Sensory : Kesan dalam batas normal
Exteroceptive : Suhu (+) Nyeri (ujung jarum) (+) (N/N)
Proprioceptive : Tekan(+) Joint position : AGA, AGB (+) (N/N)
Extinction phenomenon : (+) (N/N)
Two point discrimination : normal (N/N)
 Pemeriksaan Fungsi Cerebellum :
Coordination : Disdiadokoknesia, Finger to nose (+), disatria(
Balance : Truncal ataxia : duduk (-), berdiri (), standing by
himself (-)
 Soulder subluxation : (-)
 Hand Funtion ( Fungsi tangan ) :

Dekstra Sinistra

Power Graps Prehension : Memegang + +


Graps hammer /mengepal dg kuat

Cylindrical Memegang hammer, raket, botol + +

Spherical Memegang buah apel, knob + +


pintu, angkat gelas dari bag.
atas, buka tutup botol mulut
lebar.

Hook Mengangkat koper, keranjang + +

Precision Pegang dg ujung jari tangan + +


(pena, menyulam dg jarum,

25
mengancing baju)

 Higher Funtion Status:


- Attention and concentration :
Bahasa : naming (+), fluen (+), comprehensive (+), repetition(+)
- Perceptual : Spatial neglect (-), alexia (baca) : bisa, apraxia (ikut
perintah) : baik, agraphia (menulis) : bisa, acalculia
(menghitung) : baik
- Memori : Short term memory : baik, long term memory : baik,
orientation : baik

1.4.1 Barthel Indeks

Feeding(makan) 10 Bladder (BAK) 5

Bathing (mandi) 0 Toilet use 0


(menggunakan WC)

Grooming(wanita: merias, 0 Transfer (Berpindah 0


laki: bercukur) tempat tanpa jarak)

Dressing(berpakaian) 0 Mobility(berpindah 0
tempat dg jarak)

Bowel(BAB) 10 Stairs(naik tangga) 0

Total 25 ( Partial dependent )

3.5 Pemeriksaan Penunjang


3.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin (15 Januari 2018)
Jenis Hasil
Nilai Rujukan
Pemeriksaan (13-11-2017)

26
HGB 13,7 g/dl 11,0 – 14,7 g/dl

RBC 6,43x 106/L 4,2 – 5,4 x 106/L

WBC 11,62 x103/L 3,37 – 8,38 x 103/L


HCT 37,9 % 35,2– 46,7 %

PLT 472.000/L 172.000 – 378.000/L


MCV 58,9 fl 86,7 – 102,3 fl
MCH 21,3 pg 27,1 – 32,4 pg
MCHC 36,1 g/dl 29,7 – 33,1
GDS 127 g/dl <200 mg/dl
DDR Negative (-)

Pemeriksaan laboratorium kimia darah (7 Januari 2018)


Jenis
Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan

Pria: 0,6-1,1
Creatinin 0,67 mg/dl
Wanita 0,5-0,9
BUN 4,2
Natrium 135 mEq/L 135 – 148 mEq/L
Kalium 3,8 mEq/L 3,5 – 5,3 mEq/L
ALT 12,2 U/L
AST 29,3 U/L
Albumin 3,5 g/dL
HbsAg Non reaktif

3.5.2 Konsultasi :
 Departemen Bedah
Kesimpulan : Vulnus granulosum regio femur dekstra +
kontraktur regio genu dekstra
 Departemen Pediatri
Kesimpulan : Combutio kontraktur regio femur dekstra

27
3.6 Diagnosa
 Diagnosis : Limitasi ROM genu & hip dekstra e.c vulnus granulosum
post burning
 Diagnosis fungsi :
 Impairment : kontraktur regio genu dekstra
 Disability : penurunan fungsi tungkai kanan sehingga kemampuan
duduk dan berjalan terganggu
 Handicap : keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari sebagai anak
kecil untuk bermain dan bersosialisasi

3.7 Problem List


3.7.1 Medical : Kontraktur genu dekstra
3.7.2 Surgical : -
3.7.3 Rehabilition Medicine
Tujuan penatalaksaan terapi :
R1 (Ambulation) : Penderita sulit duduk dan meluruskan kaki
sehingga pasien tidak bisa berjalan dan
berpindah tempat tanpa bantuan orang
lain.
R2 (ADL) : Barthel Indeks : 20 totally dependent,
pasien memerlukan bantuan orang lain
untuk aktivitas sehari-hari.
R3 (Communication) : Pengucapan kata belum terlalu jelas.
R4 (Psychological) : Pasien tidak mengalami gangguan psikis,
penderita ingin cepat sembuh
R5 (Social Economy) : KPS
R6 (Vocation) : Bermain dengan teman seumurannya

1. Immediate Goals : membantu pemulihan (mengurangi atau


menghilangkan) kontraktur pada tungkai bawah sebelah kanan

2. Ultimate Goals : Dapat berjalan kembali dan bersekolah

3.8 Management
3.7.1 Rehabilitation medicine problem :
P. Diagnosa : Limitasi ROM genu & hip dekstra e.c vulnus
granulosum post burning
P.Terapi : edukasi, latihan ROM tungkai dekstra, latihan gentle
stretching (peregangan) genu dan hip dekstra
P. Monitoring : -

3.7.2 Surgical Problem :

28
P. Diagnosa : vulnus granulosum region femur dekstra +
kontraktur regio genu dekstra
P. Terapi : rawat luka, pro skin graft dan release kontraktur
P. Monitoring : keadaan umum, tanda-tanda vital dan pemeriksaan
laboratorium
3.7.3 Rehabilitation Medicine Problem
 R1 (Ambulation )
P. Diagnosa :-
P. Terapi :
 Latihan peningkatan luas gerak sendi aktif untuk ekstremitas
inferior dekstra.
 Program latihan posisi tegak secara bertahap mulai dari duduk
sampai berdiri dan akhirnya mobilisasi.
P. Monitoring : Bartel Indeks 20% (Total dependen), GCS =
15,Vital Sign = dbn, MMT = meningkatkan
kekuatan otot.
P. Edukasi : Menyarankan keluarga pasien untuk melakukan
latihan rutin di rumah sakit maupun di rumah
setelah keluar dari RS.

 R2 (ADL) : Bartel Indeks kesan buruk


P. Diagnosa : -
P. Terapi : Latihan kemandirian dalam ADL agar terjadi
kemajuan
P.Monitoring : Bartel Indeks 20% (Total dependen), GCS =
15,Vital Sign = dbn, MMT = meningkatkan
kekuatan otot.
P. Edukasi :
 Menyarankan keluarga pasien untuk melakukan ADL semampu
pasien.

 R3 (Communication) : Kesan baik


P.Diagnosa : -
P.Terapi :-
P.Monitoring : Memantau kemampuan komunikasi pasien.
P.Edukasi :-

 R4 (Psychological)
P.Diagnosa : -
P.Terapi :-
P.Monitoring : -

29
P.Edukasi : Memberikan dukungan mental pada penderita dan
keluarga tentang penyakit penderita dan
prognosis penyakitnya jika penderita latihan
terus.

 R5 (Social Economi)
P.Diagnosa : -
P.Terapi :-
P.Monitoring : -
P.Edukasi :
 Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita dan
keluarga pasien untuk selalu berusaha menjalankan home
program maupun program di RS serta edukasi dan evaluasi
terhadap lingkungan rumah.
 Aktivitas yang dapat menimbulkan resiko jatuh atau
membahayakan pasien sendiri.

 R6 (Vocational) : Kesan Baik


P.Diagnosa :-
P.Terapi :-
P.Monitoring : -
P.Edukasi :-

3.9 Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam

FOTO KLINIS PASIEN DI RUANGAN BEDAH WANITA

Tanggal 16 Januari 2018

30
Tanggal 22 Januari 2018

BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan teori, luka bakar adalah hilangnya atau rusaknya sebagian


jaringan tubuh akibat luka bakar. Luka bakar menyebabkan perubahan
struktur pada kulit sehingga fungsi proteksi, absorbsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, keratinisasi dan pembentukan
vitamin D terganggu. Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat
cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain.
Komplikasi lain dari luka bakar dapat menyebabkan kontraktur kulit
akibatnya mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi.
Pasien dalam kasus ini, berdasarkan anamnesa di dapatkan bahwa
keluhan utamanya adalah luka bakar akibat tersiram bensin yang terjadi
sejak ±3 bulan sebelum masuk RS (sejak Oktober 2017), keluhan nyeri
disertai ketidakmampuan pasien untuk menggerakkan dan meluruskan kaki
kanannya akibat luka bakar tersebut, akibat telah terjadi komplikasi luka

31
bakar yaitu kontraktur kulit yang berakibat kekakuan sendi. Dengan
demikian, keadaan pasien dalam kasus ini sesuai dengan teori.
Penatalaksanaan luka bakar terdiri dari terapi awal yaitu resusitasi
cairan sesuai luas luka bakar pasien agar tidak terjadi dehidrasi dan
gangguan sirkulasi akibat kehilangan cairan, kemudian pemberian
medikamentosa (antibiotik, antitetanus untuk meminimalkan infeksi akibat
luka bakar) dan pemberian analgetik untuk membantu mengurangi rasa
nyeri yang diamlami pasien luka bakar. Pasien dalam kasus ini, mendapat
terapi medikamentosa dan non-medikamentosa.
Fisioterapi pada pasien luka bakar sebaiknya dilakukan secepat
mungkin tanpa perlu untuk menunda waktu karena bila menunda maka
dapat terjadi deformitas kulit yang mengakibatkan kekakuan dari sendi yang
terkena luka bakar. Tujuan rehabilitas untuk mempertahankan luas gerak
sendi, meminimalkan kontraktur dan skar, membuat pasien fungsional,
psikologis dan sosialnya tetap berfungsi dengan baik. Penanganannya dapat
berupa:
1. Posisi anti kontraktur
Posisi anti kontraktur dan spilinting harus dimulai dari hari
pertama post injuri dan mungkin dapat dilakukan beberapa bulan post
injuri. Posisi ini penting dan berpengaruh terhadap pertumbuhan
jaringan agar range of movementnya tidak terbatas dan terhambat. Tanpa
melakukan posisi anti kontraktur, pasien akan lebih cepat mengalami
kontraktur dan lebih cepat memperkecil ruang gerak sendi.
2. Terapi latihan
Latihan terapi adalah strategi terapi dasar dan paling penting
dalam pengobatan rehabilitasi dan termasuk latihan pasif dan aktif.
Tidak ada peralatan khusus, rumit, atau mahal yang diperlukan tapi
resep latihan tergantung pada keahlian dari terapis yang terampil dan
mampu membuat diagnosis yang benar dari pasien masalahnya pasien
harus fungsional. Latihan terapi meliputi: 1) Latihan untuk
mempertahankan ROM; 2) Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot;
3) Latihan untuk meningkatkan daya tahan tubuh; 4) Latihan untuk
meningkatkan koordinasi; 5) Latihan untuk mengembalikan
keseimbangan; 6) pelatihan Ambulasi; dan 7) Latihan untuk

32
Bagian Tubuh Kontraktur umum Posisi Splinting
Terbakar

Panggul Fleksi Latihan setiap hari,


ekstensi penuh dan
abduksi, posisi prone
(tiarap) jika mungkin

Lutut Fleksi Latihan setiap hari,


splint ekstensi

meningkatkan fungsi kardiopulmoner. Pasif, aktif-asisten dan latihan


aktif, latihan resistif serta peregangan teknik dapat digunakan baik
sendiri atau dalam kombinasi berdasarkan kondisi pasien. Latihan bisa
dimulai dari sendi utama (dengan atau tanpa luka bakar) menggunakan
pasif, aktif-asisten dan pelatihan ROM aktif. Intensitas perlu disesuaikan
berdasarkan toleransi pasien.
Pada pasien dilakukan terapi medikamentosa sesuai daerah luka bakar,
dan untuk terapi rehabilitas daerah luka bakar pada pasien di paha,
lutut dan betis kanan sehingga dilakukan terapi latihan di regio hip dan
genu dekstra untuk mengatasi kontraktur yang sudah terjadi. Dengan
cara latihan ROM dan streching agar meminimalkan kontraktur kulit
yang sudah terjadi dan memperluas gerakan sendi hip dan genu.

33
3. Splinting
Splints dirancang dan dibuat oleh terapis atau orthotists. Splints
disesuaikan untuk membantu untuk mempertahankan posisi fungsional
atau anti-contracture dari bagian tubuh yang terluka. Splint tidak hanya
digunakan untuk memposisikan anggota gerak tubuh tetapi juga untuk
peregangan dan pemanjangan jaringan scar yang mengalami kontraktur.
Interval untuk pemantauan bervariasi dari sekali setiap jam untuk sekali
setiap 4 - 6 untuk pemantauan bervariasi dari sekali setiap jam tergantung
pada jenis splints dan kondisi kulit.

4. Manajemen bekas luka yang komprehensif


Kemungkinan pembentukan bekas luka akan meningkat jika
proses penyembuhan lebih dari dua minggu pasca luka bakar. Parut
biasanya mulai berkembang dalam beberapa bulan pertama setelah luka
bakar, mempercepat setelah itu, puncak sekitar 6 bulan, dan akan stabil
dan mereda atau “ dewasa ” sekitar 12 - 18 bulan pasca cedera.
Kombinasi strategi terapi dan intervensi dapat mencapai hasil yang
lebih baik. Terapi tekan, posisi, splint, pelatihan ROM, dan latihan
terapi pengobatan tak tergantikan, yang dapat mencegah, menghambat
dan meningkatkan parut proliferasi dan kontraktur, serta bekas luka
melembutkan dan mengurangi gejala penyerta.
5. Psikoterapi
Sikap dan motivasi pasien merupakan faktor penting yang
mempengaruhi hasil. Faktor psikologis, bukan trauma itu sendiri,
mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada pasien luka bakar.
Masalah psikologis yang berbeda akan ditemui dalam berbagai tahap
pengobatan: 1) Selama tahap akut dan kritis, tanda-tanda vital tidak
stabil dan pasien mungkin menunjukkan kecemasan, ketakutan,
halusinasi, dan gangguan tidur. 2) Sebagai penyembuhan luka
berlangsung, permintaan operasi dan perawatan kritis dikurangi,
sedangkan intensitas perawatan fisik dan pekerjaan meningkat. Mereka
mungkin mengembangkan depresi dan gangguan stres pasca-trauma
(PTSD). PTSD mempengaruhi sekitar 30% dari pasien luka bakar, yang
mungkin hadir dengan sensitivitas, fobia, dan gangguan tidur. Obat-

34
obatan dan konsultasi psikologis dapat meningkatkan kondisi. 3)
Setelah pemulihan awal dan 1 - 2 tahun setelah keluar dari rumah sakit,
pasien dengan keterbatasan fisik sering menderita masalah emosional
ketika beradaptasi dengan kehidupan keluarga dan lingkungan kerja
yang baru. Pengobatan psikologis pasien bergantung pada perhatian
jangka panjang serta hubungan antara pasien dan psikiater. Hal ini
sangat dianjurkan bagi pasien untuk menerima psikoterapi dari
organisasi profesional jika memungkinkan.

4. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?


Pada pasien ini, prognosa yang mungkin timbul adalah :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Penyakit ini, tidak mengancam hidup sehingga prognosis untuk vital signnya
baik.

Quo ad functionam : dubia ad malam


Pasien ini sudah mengalami kontraktur pada lutut kanan sejak ±3 bulan dan
tidak pernah di fisioterapi sebelumnya, sehingga lutut untuk ekstensi dan fleksi
tidak dapat berfungsi dengan baik. Sehingga fungsi untuk berjalan terganggu
tidak dapat normal seperti semula.

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

35
Penting untuk mengedukasi pasien agar melakukan fisioterapi secara teratur,
dan menghindari faktor resiko yang dapat memperparah penyakit.

BAB V
KESIMPULAN

Luka bakar adalah luka akibat terkena api langsung, cairan yang
mudah terbakar seperti bensin, gas, dan pajanan suhu tinggi seperti matahari,
listrik, kimia serta luka bakar akibat suhu yang rendah seperti frose bite. Luka
bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain.
Luka bakar terbagi menjadi menurut kedalaman luka bakar dan luas
permukaan luka bakar. Menurut kedalaman luka bakar terdiri dari derajat 1
superfiscial burns, luka bakar derajat 2 partial thickness burns, derajat 3 full
thickness burns dan derajat 4 mengenai otot dan tulang. Sedangkan menurut
luas permukaan luka bakar dapat dihitung menggunakan rumus rule of nine.
Tatalaksana luka bakar utama dengan cara mendinginkan daerah luka
bakar dengan air dan menutup luka akar tidak infeksi, kemudian terapi di RS

36
atau di fasilitas kesehatan dapat diberikan resusitasi cairan intravena sesuai
luas luka bakar, pemberian antibiotik, analgesik, antitetanus dan penanganan
fisioterapi untuk rehabilitasi agar dapat meminimalkan efek lanjutan dari luka
bakar seperti, mempertahankan luas gerak sendi, meminimalkan kontraktur
dan skar, membuat pasien fungsional, pskilogis dan sosialnya tetap berfungsi
dengan baik. Dengan cara dilakukan posisi anti kontraktur, terapi latihan,
splinting, manajemen bekas luka yang komprehensif dan psikoterapi.
Penanganan fisioterapi untuk rehabilitasi agar dapat meminimalkan
efek lanjutan dari luka bakar seperti, mempertahankan luas gerak sendi,
meminimalkan kontraktur dan skar, membuat pasien fungsional, pskilogis dan
sosialnya tetap berfungsi dengan baik.
Prognosis pada pasien untuk quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad
fungtionam dubia ad malam, quo ad sanationam dubia ad bonam.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Ledbetter Kelly. Panduan HELP Untuk Kontraktur Akibat Luka Bakar di


Negara Berkembang, 2010. Diunduh dari : www.global-help.org. 15
Januari 2018
2. Djuanda,A. Anatomi dan Faal Kulit. Dalam: Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-5. FKUI: Jakarta. hal. 1-8
3. Hansen JT, Lambert DR. Skin Anatomy. Available from URL:
http://www.netterimages.com/image/7444.htm. Diunduh 20 Januari 2018
4. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Luka. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke-2. 2006. EGC: Jakarta. hal.73-81
5. Moenadjat,Y. Resusitasi Luka Bakar. Dalam: Moenadjat Y, editor. Luka
bakar Masalah dan Tatalaksana. Edisi ke-4. FKUI: Jakarta. 2009. hal. 1-13,
113-75
6. Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH,
Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spoor SL. Grabb and
Smith’s Plastic Surgery. 6th Ed. Wolters Kluwer/Lippincott Williams &
Wilkins: Philadelphia. 2007. p. 132-49
7. Holmes JH, Heimbach DM. Burns. In: Brunicardi CF, Andersen DK,
Billiar TR, Duno DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwart’z Manual
of Surgery. 8th Ed. McGRAW-HILL: New York. 2006. p. 139-64
8. Jenkins, A. Emergent Management of Thermal Burns. Available from
URL: http://emedicine.medscape.com/article/769193-overview#showall.
Diunduh 20 Januari 2018
9. Barret JP. Initial Management and Resuscitation. In: Barret JP, Herndon
DN, editors. Principles and Practice of Burn Surgery. Marcel-Dekker:
New York. 2005. p.1-31
10. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-Dejong/editor,
R.Sjamsuhidajat et all. Ed.3. Jakarta: EGC, 2010.103-9, 405
11. Chinese Burn Assosiation, Chinese Assosiatioon Of Burn Surgeon, Cen Y.
Dkk. Guidlines For Burn Rehabilitation in China. Cen et all. Burn and
trauma. 2015. Diunduh 20 Januari 2018
12. Adu EJK.(2011). Manajement of Contractures : a five – vear experience at
komfo anokve teaching hospital in kumasi. Ghana medical journal
45(2):66

38
39

Anda mungkin juga menyukai