Disusun Oleh :
Kelompok 1
Adinda Putri
Ahmad Tri Hantoro
Anggi Cahya
Deliana Regita
Ghina Alfiani
Irma Nurlaela
Oktavia Ika
Salsabila N
Taci Riska
Wulan
1. Pengertian
Menurut Purwanto (2016) luka bakar adalah suatu bentuk
kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Kulit dengan luka bakar
akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan
subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber
panas/ penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi
kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel.
Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh
kontak terhadap panas kering (api), panas lembab (uap/cairan panas),
kimiawi (seperti bahan korosif), bahan-bahan elektrik (arus kustrik atau
lampu), friksi, atau energy elektromagnetik dan radian. Luka bakar
merupakan satu jenis trauma yang memiliki morbiditas dan mortalitas
yang tinggi sehingga memerlukan perawatan yang khusus mulai fase awal
hingga fase lanjut (Hatta, 2015).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
combustio atau luka bakar adalah trauma yang disebabkan karena panas,
bahan kimia, listrik, dan radiasi yang mengenai kulit manusia hingga
menyebabkan kerusakan pada kulit.
2. Etiologi
Menurut Purwanto (2016) secara garis besar, penyebab terjadinya
luka bakar dapat dibai menjadi :
a. Paparan api
1) Flame : akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat
alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
2) Benda panas (kontak) : terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh
yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder, besi, atau peralatan musik.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan . luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas
yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila
terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas
dan oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik
yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat
menyebabkan luka bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa)
g. Radiasi
h. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
4. Pathway
5. Manifestasi klinis
Menurut Purwanto (2016), tanda dan gejala pada combustion atau
luka bakar antara lain :
6. Komplikasi
Menurut Purwanto (2016), komplikasi combustio atau luka bakar
diantaranya :
a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.
b. Sindrom kompartemen
Merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka
bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema
akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gs sudah mengancam jiwa pasien.
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan tanda-tanda
ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatkan nausea. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder
akibat sress fisiologi yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat
ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau
vomitus yang berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang
adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,
perubahan status respirasi, penurunan keluar urin, perubahan pada
tekanan darah, curah jantung, tekanan cena sentral dan peningkatan
frekuensi denyut nadi.
f. Gagal ginjal akut
Saluran urin yang tidak memadai dapat menunjukkan resusitasi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau myoglobin terdektis
dalam urin.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Purwanto (2016), pasien luka bakar (combustio) harus
dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan
nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik.
Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar
berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas
atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar
atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka
bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada
trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya
hipotensi awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda
hypovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan
adanya jejas tersembunyi. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC,
prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menatalaksana jejas lain
(trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya
luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya
jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan
alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai.
Pemeriksaan radiologi pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak
dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar di
evaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan
sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi
adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkontriksi.
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (combustio)
addalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan karena iritasi
terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan
paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul
beberapa jam/ hari setelah klien mengalami luka bakar dan disebabkan
karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan
saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.
b. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika
klien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM,
neurologis, atau penyalahgunaan obat dan alcohol.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gambaran keadaan klien mulai terjadinya luka bakar, penyebab
lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakukan serta keluhan
klien selama menjalai perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila
dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (± 48 jam pertama
terjadi perubahan pola bak), fase akut ( 48 jam pertama beberapa
hari/bulan), fase rehabilitative (menjelang klien pulang).