Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

KELOMPOK 1

ANGGOTA :

1. FINTA DWI RATNASARI 1311020017


2.  NONI WIDAYATI 1411020034
3. SYAIFUL FADHLAN ABRIANSYAH 1411020001
4. AULIYA ROCHMATUL UMAH 1411020002
5. HIDAYATI DIANA PERTIWI 1411020003
6. BINTANG DWI PUTRA 1411020004
7. ROSIANA SULKHIYANI 1411020005
8. RISTA DIAN NINGSIH 1411020007
9. ZANNA RAKHUL AULIA M. 1411020008
10. ROFIK JULIANTO 1411020009
11. DINI DESTRIANSARI 1411020011
12. TRI PURNAMA SARI 1411020012
13. UUNG SRI YHULIS MUTIA N. 1411020013
14. INAYATUS SOLIKHA 1411020014
15. VINA NATHANIA 1411020015
16. VENA NATHANIELA 1411020016
17. SUCI MURNIASIH 1411020017
18. TUTI NOVILIA 1411020020
19. KANKAN ABDILLAH 1411020022
20. TRIAS YUNIARTI 1411020023
21.  NOVI ISNAINI H. 1411020025
22. MARFATUL NGARIFAH 1411020027

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

KEPERAWATAN S1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2017
LUKA BAKAR

A. DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebebkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. (Musliha,
2010). Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.(Padila,
2012). Luka bakar (combustio/burn
( combustio/burn)) adalah cedera (injuri
(injuri)) sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal 
( thermal ),
), listrik (electrict 
(electrict ),
), zat
kimia (chemycal 
(chemycal ),
), atau radiasi (radiation
(radiation).
). (Pamela, 2010)
Luka bakar ( Burn)
 Burn) adalah kerusakan pada jaringan kulit dan tubuh karena nyala api,
 panas, dingin friksi, radiasi (kulit menggelap terbakar matahari), bahan kimia, atau listrik.
Luka bakar biasanya terbagi menjadi tiga kategori, bergantung pada keparahannya.
(Digiulio, 2014).
B. ETIOLOGI
1. Luka bakar thermal, disebabkan oleh terkena api, cairan panas, benda panas,
semiliquid,(misal, uap), semisolid (misal, tar). Contoh luka bakar ini dapat terjadi saat
kecelakaan atau meledaknya mobil, kecelakaan didapur, atau penyimpanan cairan
yang sudah terbakar yang tidak hati-hati.
2. Luka bakar kimiawi disebabkan karena adanya kontak, menelan, menghirup atau
menyuntikkan zat asam, basa atau zat iritatif.
3. Luka bakar karena listrik disebabkan oleh energy listrik yang melewati tubuh.
4. Luka bakar radiasi, meskipun sangat jarang, luka bakar ini terjadi karena terpapar
sumber zat radioaktif. Biasanya karena kecelakaan akibat radiasi nuklir, radiasi ion
diindustri atau irradiasi terapeutik. Luka terkena sengatan matahari dapat dimasukan
dalam kategori luka bakar radiasi.
5. Cidera inhalasi disebabkan karena terpapar asphyxiants (misal karbon monoksida)
dan asap yang muncul saat adanya kebakaran pada korban yang terperangkap api.
C. ANATOMI FISIOLOGI
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
 pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai
fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan
tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga
dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme
makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit
yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan
 jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah
mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk
 barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan
mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
 b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan
telapak kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya
 poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di
 bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel-sel induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas
yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
 b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan
adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti
otot dan tulang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor
 penting dalam pengaturan suhu tubuh.

KELENJAR PADA KULIT

Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh.
Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan
 pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat
aksila, anus, skrotum dan labia mayora.

D. KLASIFIKASI CEDERA LUKA BAKAR


a. Berdasarkan Kedalaman
Banyak faktor yang mengubah respons jaringan tubuh terhadap panas. Derajat
atau kedalaman luka bakar bergantung pada :
- Suhu agens yang menyebabkan cedera
- Durasi pajanan terhadap agens yang menyebabkan cedera
- Area tubuh yang terpajan agens yang menyebabkan cedera

Kerusakan kulit sering kali digambarkan sesuai dengan kedalaman luka dan
didefinisikan sebagai cedera superficial, kedalaman parsial, dan kedalaman penuh,
yang berhubungan dengan beragam lapisan kulit.
Kedalaman Jaringan Penyebab Karakteristik Nyeri Pencangkokan
Yang Umum
Terkena
Superfisial Kerusakan Sinar Kering Sangat Sekitar 5 hari
(derajat epitel matahari Terdapat nyeri Tanpa jaringan
satu) minimal lelepuhan  parut
setelah 24 jam
Merah muda
Pucat saat
ditekan
Kedalaman Epidermis, Cahaya Lembab  Nyeri 21-28 hari
 parsial dermis cairan Merah muda hiperestetik Jaringan parut
superfisial minimal  panas atau bercak minimal
(derajat merah
dua) Terdapat
lelepuhan
Terdapat
 beberapa
warna
keputihan
Kedalaman Seluruh Seluruh Kering, pucat, Sensitive 30 hari sampai
 parsial epidermis,  penyebab seperti lilin. terhadap  berberapa
dalam sebagian diatas Tidak tekanan  bulan.
(derajat dermis : ditambah  berwarna Jaringan parut
dua) rambut  benda keputihan hipertrofi
dilapisan  panas, api lambat :
epidermis dan  pembentukan
dan cedera kontraktur
kelenjar dari yang mencolok
keringat  pancaran
utuh  panas
yang kuat.
Kedalaman Semua Nyala api Kulit kasar, Sedikit Tidak dapat
 penuh  jaringan yang  pecah-pecah, nyeri beregenerasi
(derajat diatas, dan  besar, tidak sendiri :
tiga)  bagian listrik, mengandung memerlukan
lemak kimia dan  pembuluh  pembuatan
subkutan : uap panas. darah, putih, tandur (graft)
dapat  berwarna
mengenai merah seperti
 jaringan  buah cerry,
ikat, otot, atau berwarna
tulang. hitam.

1. Luka Bakar Superfisial


Cedera luka bakar superficial umumnya dikenal sebagai luka bakar derajat
satu. Luka bakar superficial mengenai lapisan epidermal dan sembuh dengan
intervensi minimal. Luka bakar akibat sinar matahari adalah contoh cedera luka
 bakar derajat satu yang sudah dikenal. Kulit yang terbakar pertama kali terasa nyeri
dan kemudian gatal karena stimulasi reseptor sensoris. Kerena pergantian sel
epithelial epidermal terjadi secara terus menerus, jenis cedera ini sembuh secara
spontan tanpa jaringan parut. Perawatan luka bakar superficial dirancang sebagai
 berikut :
 Tempelkan kantung es atau kompres dingin
 Tidak dibutuhkan balutan
 Gel aloe dengan lidokain dapat dioleskan ke kulit sesuai kebutuhan untuk
meredakan luka secara lokal
 Asetaminofen, aspirin, atau ibuprofen dapat digunakan sesuai kebutuhan untuk
ketidaknyamanan umum.
2. Luka Bakar Dengan Kedalaman Parsial
Luka bakar dengan kedalaman parsial dibagi menjadi luka bakar dengan
kedalaman parsial superfisial dan dalam. Luka bakar dengan kedalaman parsial
superficial mengenai epidermis dan lapisan dermis superficial dan sembuh dengan
intervensi minimal sebagai berikut :
 Apabila kulit atau lepuh pecah, cuci area tersebut dengan air dan sabun
antiseptic yang lembut
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuhan kecil sampai luka bakar dengan
kedalaman penuh yang massif. Mengenali kebutuhan akan deskripsi istilah yang jelas,
American Burn Association menyusun Derajat Keparahan Cedera, yang digunakan
untuk menentukan besarnya cedera luka bakar dan untuk memberikan kriteria optimal
untuk sumber-sumber perawatan pasien di rumah sakit. Keparahan cedera luka bakar
dikategorikan sebagai luka bakar minor, moderat, dan mayor, seperti ini :
1. Cedera luka bakar minor
 Luka bakar derajat dua < 15% area permukaan tubuh total (TBSA) pada orang
dewasa atau luka bakar <10% TBSA pada anak-anak.
 Luka bakar derajat tiga <2% TBSA tidak melibatkan area perawatan khusus
(mata, telinga, wajah, tangan, kaki, perineum, sendi)
 Tidak termasuk semua pasien yang mengalami luka bakar akibat listrik, cedera
inhalasi, atau trauma penyerta : semua pasien beresiko buruk (usia ekstrem,
terdapat penyakit penyerta)
2. Cedera luka bakar moderat, tampa komplikasi
 Luka bakar derajat dua sebesar 15% sampai 25% TBSA pada orang dewasa atau
10%-20% pada anak-anak.
 Luka bakar derajat tiga < 10% TBSA tidak melibatkan area perawatan khusus
 Tidak termasuk semua pasien yang mengalami cedera luka bakar akibat listrik,
cedera inhalasi, atau trauma penyerta : semua pasien beresiko buruk (usia
ekstrem, terdapat penyakit penyerta)
3. Luka bakar mayor
 Luka bakar derajat dua sebesar < 24% TBSA pada orang dewasa atau 20% pada
anak-anak.
 Semua luka bakar derajat tiga >10% TBSA
 Semua luka bakar yang mengenai mata, telinga, wajah, tangan, kaki, perineum,
sendi
 Semua pasien yang mengalami cedera luka bakar akibat listrik, cedera inhalasi,
atau trauma penyerta : semua pasien beresiko buruk (usia ekstrem, terdapat
 penyakit penyerta) semua pasien beresiko buruk.

Cedera luka bakar minor dapat ditangani diunit gawat darurat dengan pemeriksaan
lanjutan rawat jalan setiap 48 jam, sampai resiko infeksi berkurang dan penyembuhan
luka berlangsung. Pasien yang mengalami luka bakar moderat tampa komplikasi atau
mengalami cedera luka bakar mayor harus dirujuk ke pusat luka bakar regional dan,
 jika tepat, ditransfer untuk mendapatkan asuhan khusus.

E. PATOFISIOLOGI
a. Respon Jaringan Lokal
Cedera selular dimulai saat jaringan terpajan sumber energy (suhu, kimia, listrik,
atau radiasi). Kedalaman cedera akibat panas ditunjukan dengan kedalaman cedera
menembus lapisan kulit. Area hyperemia sembuh dengan cepat dan tidak terjadi
kematian sel. Pada area statis, sel dapat sembuh atau mengalami nekrosis dalam 24 jam
 pertama. Diarea koagulasi, suhu telah mencapai 45◦C. jaringan berwarna hitam, abu-
abu, cokelat, kekuningan, atau putih dan telah mengalami koagulasi protein dan
kematian sel.
 b. Respon Sistemik
Perubahan utama ditingkat selular menyebabkan respons sistemik yang hebat
yang dijumpai pada pasien luka bakar. Respons lokal menyebabkan koagulasi protein
selular, yang menyebabkan cedera sel ireversibel dengan produksi komplemen,
histamin, dan radikal bebas oksigen diarea lokal (yi., produk sampingan proses
oksidasi). Radikal bebas oksigen mengubah sel lipid dan protein, sehingga
mempengaruhi integrtas membrane sel. Ini terutama menyebabkan masalah dalam
endothelium sirkulasi mikrovaskular karena gangguan pada membran sel
menyebabkan peningkatan permeabilitas vascular. Peningkatan permeabilitas vascular
menyebabkan kehilangan protein plasma dan menghasilkan penurunan volume
sirkulasi secara mencolok. Aktivitasi komplemen (terutama C5a) dan pelepasan
histamine menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dengan meningkatkan
 produksi radikal bebas oksigen. Peningkatan permeabilitas system vaskular
menyebabkan pembentukan edema interstisial, yang biasanya mencapai puncak pada
24-48 jam setelah cedera. Diduga system pembuhuh darah mikro memerlukan waktu
 berminggu-minggu untuk mengembalikan keadaanya secara sempurna kedalam
 premorbid. System vascular pulmonal juga terkena dan terbentuk edema interstisial
 pulmonal, dengan pendarahan intraalveolar. Kerusakan pada awal paru ini diduga
menjadi precursor terbentuknya sindrom distress pernafasan akut (ARDS, acute
respiratory distress syndrome).
Secara sistematis, cedera luka bakar menyebabkan pelepasan zat vasoaktif
seperti histamine, prostaglandin, interleukin, dan metabolit asam arakidonat. Zat ini
F. MASALAH PENYERTA
a. Cedera paru
Kerusakan paru biasanya tampak dalam 24 sampai 48 jam pertama setelah
cedera dan merupakan akibat sekunder dari inhalasi zat yang mudah terbakar, atau
mungkin merupakan akibat dari inhalasi udara yang sangat panas. Cedera paru dapat
 juga terjadi akibat proses sistemik yang terkait dengan SIRS.
 b. Toksisitas Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang tidak mengiritasi, tidak berbau, dan tidak
 berwarna yang dibentuk sebagai hasil dari pembakaran bahan bakar karbon yang tidak
sempurna. Karbon monoksida ditemukan diberbagai sumber, termasuk saluran
 pembuangan dari pemanas air pasar dan tungku perapian, asap dari knalpot kenderaan
dan asap rokok. Keracunan karbon monoksida menghasilkan efek pada tubuh dengan
 berkompetisi dengan oksigen untuk ambilan hemoglobin, sehingga berperan sebagai
sebuah zat penyebab asfiksia, karena hemoglobin memiliki 200 kali afilitas dengan
karbon monoksida dibandingkan dengan oksigen, karbon monoksida dengan mudah
menggantikan oksigen, menyebabkan pembentukan karboksi hemoglobin dan
 penurunan kandungan oksigen arteri sistemik. Karboksi hemoglobin memindahkan
lengkung penguraian oksi hemoglobin kearah kiri, yang makin mnyebabkan penurunan
kemampuan sel darah merah untuk melepaskan oksigen kedalam jaringan tubuh.
Pasien yang memiliki riwayat jelas terpajan karbon monoksida biasanya
ditemukan berada dalam lingkungan tertutup yang diselubungi dengan gas yang
terbakar, seperti asap rokok, knalpot kendaraan motor, atau asap dari tungku perapian
yang rusak. Tanda keracunan karbon monoksida bergantung pada jumlah karboksih
hemoglobin yang ada dalam darah pasien.
Apabila dicurigai terjadi keracunankarbon monoksida, aliran tinggi oksigen
100% diberikan. Karbon monoksida memiliki paruh 4 jam jika pasien bernafas dalam
udara ruangan dan satu jam jika pasien bernafas dengan oksigen 100%. Serangkaian
 pengukuran gas darah arteri (GDA) adalah cara paling akurat untuk mengkaji
responsivitas terhadap terapi oksigen. Perlu diketahui bahwa oksimetri nadi adalah alat
yang tidak akurat jika terdapat peningkatan kadar karboksi hemoglobin.
c. Cedera Inhalasi
Selain keracunan karbon monoksida, inhalsi asap dapat menyebabkan cedera
luka bakar akibat panas pada jalan napas. Kerusakan paru, terutama sebagai akibat
 pengelupasan mukosa. Edema jalan nafas atas mencapai puncaknya pada 24
sampai 48 jam setelah cedera. Jika cedera ringan atau agak berat, memposisikan
 pasien dalam posisi Fowler tinggi dan memberikan epinefrin racemic aerosol
mungkin cukup membatasi terbentuknya edema yang lebih luas. Obstruksi jalan
nafas atas yang berat mungkin memerlukan intubasi endotrakea untuk melindungi
 jalan nafas sampai edema reda
Pada pasien yang mengalami cedera trakeobronkial ringan, atelektasis dapat
dicegah dengan sering membersihkan paru, termasuk menempatkan pasien pada
 posisi Fowler tinggi, batuk dan nafas dalam, fisioterapi dada, mengubah posisi,
sering melakukan penghisapan trakea, dan spirometri insentif. Pasien yang
mengalami cedera inhalasi lebih berat memerlukan lebih sedikit penghisapan dan
kemungkinan, pengeluaran debris secara bronkoskopik. Pasien ini biasanya
memerlukan intubasi endotrakea dan bantuan ventilasi mekanis. Tujuan pemberian
 bantuan ventilasi adalah memberikan pertukaran gas yang adekuat pada
konsentrasi oksigen inspirasi serendah mungkin dan tekanan jalan nafas, sebagai
upaya untuk mengurangi insidensi toksistas oksigen dan barotraumas paru. Studi
terbaru mendukung penggunaan volumetric diffusive respiration (VDR), yang
tampak menawarkan keuntungan melebihi ventilasi mekanis konvensional. Pada
VDR, volume subtidal pernafasan terakumulasi dan membentuk tekana jalan nafas,
yang kemudian diikuti dengan ekshalsi pasif. Selama inspirasi, denyut udara
 berfrekuensi tinggi terus menerus diberikan kepada pasien. Metode inspirasi ini
tampak membantu ventilasi dan pengambilan sebagian alveoli yang tersumbat.
Pasien broncospasme ditangani dengan bronkodilator yang diberikan per
intravena atau melalui aerosol. Parameter pernafasan dipantau secara ketat dan
 perhatian konstan diberikan pada bunyi nafas dan tanda-tanda vital untuk
mendeteksi kelebihan beban cairan secepat mungkin.
Bronkopneumonia dapat memperberat masalah pernafasan lain setiap saat
dan dapat bersifat hematogen atau dapat ditularkan melalui udara.
Bronkopneumonia yang ditukarkan melalui udara adalah yang paling sering terjadi,
dengan awitan terjadi segera setelah cedera. Ini sering sekali dihubungkan dengan
cedera jalan nafas bawah atau aspirasi. Pneumonia hematogen, atau miliatis, terjadi
 bermula dari abses bakteri yang berasal dari sumber septic lain, biasanya luka
 bakar. Waktu awitan biasanya 2 minggu setelah cedera.
Antibiotic profikaltik dan steroid tidak terbukti mencegah komplikasi infeksi
yang umum ditemui pada pasien cedera inhalasi. Metode baru untuk menurunkan
insiden pneumonia nosokomial pada pasien kritis yang kini diperiksa meliputi
dekontaminasi selektif saluran orodigestif.
iii. PEMBERIAN NUTRISI YANG OPTIMAL
Sebelum kebutuhan nutrisi yang unik pada pasien luka bakar sepenuhnya
diketahui pada tahun 1970-an, mereka yang mengalami cedera luka bakar berat
yang bertahun dengan lemah dibangsal rumah sakit mendapatkan asupan oral
minimal sampai mereka mengalami kakheksia berat. Kini jelas diketahui bahwa
nutrisi yang tepat berperan penting dalam meningkatkan penyembuhan individu
yang mengalami cedera luka bakar berat.
Walaupun pemberian parenteral awal telah dihubungkan dengan
 peningkatan kematian karena peningkatan resiko infeksi, pemberian makanenteral
dini telah diajukan karena dapat mengurangi transloksasi bakteri dari lumen usus.
Perjalanan bakteria dari usus ke limfatik usus atau sistem vena porta mungkin
terjadi pada semua individu yang sehat. Namun, sedema usus yang menyertai
 periode resusitasi luka bakar dan imunosupresi yang menyertainya membuat tubuh
sulit memebersihkan mikroorganisme ini secara efektif. Produk mikro-baik
organisme hidup atau fagmen dinding sel-menyebar keseluruh tubuh, mendorong
 pelepasansitokin seperti TNF, interleukin-1 (11-1), dan 11-6. Sitokin ini memburuk
responsi hipermetabolik dan dapat memicu SIRS.
Rasional pemberian makan enteral dalam 24 jam pertama cedera adalah
 bahwa keberadaan makan di lumen usus mengurangi kecepatan translokasi
mikroba. Walaupun tidak terbukti secara defisisi dalam lingkunga klinis pasien
luka bakar, terdapat bukti keamanan dan kesederhanaan pemberian makan dini.
Sebuah pendekatan yang dilakukan adalah menginfusikan makanan secara
 perlahan melalui slang nasagastrik dengan kecepatan sampai 20 ml/jam. Walaupun
ini jelas-jelas tidak memenuhi kebutuhan nutrisi pasien lansia. Jumlah tersebut
sudah cukup melindungi mukosa usus. Slang pemberian makan yang panjang dapat
ditempatkan di usus halus dengan menggunakan endoskopi atau flaoroskopi.
Keuntungan slang seperti ini lebih tinggi dan kecepatan infusi lebih cepat, dan
 pemberian makan kontinu pada pasien selama prosedur bedah memerlukan
anastesia umum.
Meskipun terdapat manfaat teoritis dari pemberian makan enternal, tetapi
terdapat kesulitan. Pasien mendapatkan kira-kira hanya 80% dari kecepatan
 pemberian makan enteral karena seringnya interupsi untuk perawatan pasien,
termassuk prosedur radiologis dan pembedahan. Defisit ini meningkat jika pasien
mengalami ileus usus, seperti yang biasa terjadi pada infeksi mayor, diare osmotik
menyebabkan masalah, terutama jika fesespasien mengotori balutan luka bakar.
Beragam teknik mengatasi diare, termasuk paenggantian flora usus dengan granula
laktobasillus dan yogurt yang tidak dipasterisasi, dan retardasi motilitas usus halus
dengan difenoksilate hidroklorida. Meskipun manfaat teoretis dan kebutuhan kalori
terdapat kesulitan, dan teknik tersebut tidak dapat digunakan pada semua pasien.
Perkiraan kebutuhan kalori dan protein pasien dapat dipenuhi secara lebih
terpercaya dengan nutrisi parenteral dibandingkan enteral. Kateter vena sentral
yang menyebabkan pasien mengalami infeksi invastif (terutama infeksi spesien
Candida), merugikan pasien. Laporan menunjukan bahwa tingkat translokasi
 bakteri meningkat dengan penggunaan nutrisi parenteral dibandingan dengan
nutrisi entersl, dan tingkat infeksi lebih tinggi. Penggunaan infeksi parentreral
secara tunggal dalam jangka panjang menyebabkan disfungsi hepatobiliaris,
termasuk hepatitis kolestatik dan kolesistis akalkulosa. Meski demikian, nutrisi
 parenteral dapat digunakan untuk pasien yang tidak dapat menoleransi makanan
enteral karena ileus paralitik usus atau karena diare, da untuk pasien yang sering
kembali keruang operasi untukserangkain tindakan eskaratomi.
Cedera luka bakar menyebabkan peningkatan pengeluaran metabolik.
Penelitian investigasi awal yang yang dilakukan pada tahun 1970-an menunjukan
 bahwa beberapa pasien luka bakar memerlukan 7.000 atau 8.000 kkal/hari untuk
mempertahankan berat badan. Walaupun pasien luka bakar tetapi mengalami
hiperkabolik setelah cedera namun kadarnya tidak terlalu besar karena terdapay
 perubahan dalam penatalaksanaanya. Karena efek dan pemberian makan enteral
dini dan pelaksanaan prosedur yang meingkatkan penutupan luka sejak awal,
 peningkataan laju metabolismme berkurang. Baru-baru ini, simetri indirek
menunjukan bahwa cedera yang paling berat tidak memerlukan kalori lebih dari
dua kali pengeluaran energi istirahat seperti yang dijelaskan dalam formula
harrisson-Benedict. Pengeluaran energi istirahat yang dihitung dengan formula
Harrison-Benedict dikalikan dengan faktor stres berbanding lurus dengan ukuran
luka bakar(kotak53-14). Fakto stres dinilai secara konservatif untuk menghindari
 Pasang bebat yang memfiksasi posisi
sesuai kebutuhan
Tidak ada tanda-tanda komplikasi yang  Baik dan posisikan kembali pasien setiap
terkait dengan imobilitas 2 jam
 Pertimbangkan terapi kinetic
Tidak ada tanda-tanda infeksi  Pertimbangkan profilaksis thrombosis
vena dalam (DVT)
 Pertahankan teknik steril yang ketat dan
 pantau teknik lainnya
 Pertahankan strerilitas kateter invasive
dan slang
 Sesuai dengan protocol rumah sakit,
ganti balutan, dan kateter invansif.
Kultur luka, darah, urine, sesuai
kebutuhan
 Pantau kriteria sindrom respons
inflamasi sistemik; peningkatan hitung
sel darah putih (SDP), peningkatan suhu,
takipnea, takikardia.
Integritas Kulit
Kulit yang tidak terbakar akan tetap utuh  Kaji kulit setiap 4 jam dan setiap kali
klien diganti posisi
 Ganti posisi setiap 2 jam
 Pertimbangkan kasur pengurangan/
 pereda tekanan
Luka bakar akan sembuh tanpa komplikasi  Tangani luka bakar sesuai protocol
rumah sakit; berikan obat topical dan
lakukan debridement sesuai indikasi
 Pantau kemampuan hidup tandu kulit
 Lindungi area yang ditandur (mis;
 pengaman tempat tidur, balutan)
 Pertimbangkan tempat tidur yang diisi
udara untuk meningkatkan pemulihan
dan meredakan tekanan darah dari
 permukaan yang terbakar.
Nutrisi
Asupan kalori dan zat gizi memenuhi  Berikan nutrisi parenteral atau enteral
kebutuhan metabolik per kalkulasi dalam 24 jam setelah cedera
(mis,. Pengeluaran Energi Basal)  Konsultasi dengan ahli gizi atau layanan
 bantuan nutrisi guna mengkaji kebutuhan
nutrisi dengan tim
 Pantau asupan protein dan kalori
 Pantau albumin, prealbumin, transferin,
kolesterol, trigliserida, glukosa
Kenyamanan /Pengontrolan Nyeri
Pasien akan mengalami nyeri minimal, <5  Kaji nyeri dan ketidaknyamanan dengan
 pada skala nyeri, dan ketidaknyamanan menggunakan skala nyeri objektif setiap
minimal. 4 jam, sesuai kebutuhan, dan setelah
 pemberian obat nyeri
 Berikan analgesic sebelum prosedur dan
 pantau respons pasien
 Gunakan teknik penatalaksanaan nyeri
non farmakologi (mis;., music, distraksi,
sentuhan).
Psikososial
Pasien menunjukan penurunan ansietas  Kaji tanda-tanda vital selama terapi,
diskusi dan seterusnya.
 Berikan sedatif sebelum terapi/prosedur
 Konsultasi dengan layanan social,
 pemuka agama, dan seterusnya sesuai
kebutuhan
 Berikan istirahat dan tidur yang adekuat
 Dorong diskusi mengenai efek jangka
 panjang luka bakar, ketersediaan sumber
dan strategi koping.
Pendidikan/Perencanaan Pulang
Pasien/orang terdekat memahami prosedur  Persiapan pasien/orang terdekat untuk
dan pemeriksaan yang dibutuhkan untuk  pelaksanaan prosedur, seperti
 penanganan debridement, eskarotomi, fasiotomi,
intubasi, dan ventilasi mekanis.
Orang terdekat memahami keparahan  Jelaskan kemungkinan efek luka bakar
 penyakit, mengajukan pertanyaan yang dan kemungkinan komplikasi, seperti
sesuai, mengantisipasi kemungkinan infeksi, gagal ginjal atau gagal nafas.
komplikasi.  Dorong orang terdekat untuk
mengajukan pertanyaan yang berkaitan
dengan penatalaksanaan luka bakar,
kelainan bentuk, koping, dan seterusnya.

J. DAFTAR PUSTAKA
Morton, Gonce Patricia, dkk.2011. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik .Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Yasmara, Deni, Nursiswati dan Rosyidah Arafat.2016.  Rencana Asuhan Keperawatan
 Medikal-Bedah.Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
http://sekedarperawat.blogspot.co.id/2016/12/makalah-luka-bakar.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai