KELOMPOK 1
ANGGOTA :
KEPERAWATAN S1
2017
LUKA BAKAR
A. DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebebkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. (Musliha,
2010). Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.(Padila,
2012). Luka bakar (combustio/burn
( combustio/burn)) adalah cedera (injuri
(injuri)) sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal
( thermal ),
), listrik (electrict
(electrict ),
), zat
kimia (chemycal
(chemycal ),
), atau radiasi (radiation
(radiation).
). (Pamela, 2010)
Luka bakar ( Burn)
Burn) adalah kerusakan pada jaringan kulit dan tubuh karena nyala api,
panas, dingin friksi, radiasi (kulit menggelap terbakar matahari), bahan kimia, atau listrik.
Luka bakar biasanya terbagi menjadi tiga kategori, bergantung pada keparahannya.
(Digiulio, 2014).
B. ETIOLOGI
1. Luka bakar thermal, disebabkan oleh terkena api, cairan panas, benda panas,
semiliquid,(misal, uap), semisolid (misal, tar). Contoh luka bakar ini dapat terjadi saat
kecelakaan atau meledaknya mobil, kecelakaan didapur, atau penyimpanan cairan
yang sudah terbakar yang tidak hati-hati.
2. Luka bakar kimiawi disebabkan karena adanya kontak, menelan, menghirup atau
menyuntikkan zat asam, basa atau zat iritatif.
3. Luka bakar karena listrik disebabkan oleh energy listrik yang melewati tubuh.
4. Luka bakar radiasi, meskipun sangat jarang, luka bakar ini terjadi karena terpapar
sumber zat radioaktif. Biasanya karena kecelakaan akibat radiasi nuklir, radiasi ion
diindustri atau irradiasi terapeutik. Luka terkena sengatan matahari dapat dimasukan
dalam kategori luka bakar radiasi.
5. Cidera inhalasi disebabkan karena terpapar asphyxiants (misal karbon monoksida)
dan asap yang muncul saat adanya kebakaran pada korban yang terperangkap api.
C. ANATOMI FISIOLOGI
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai
pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai
fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan
tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga
dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme
makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit
yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan
jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah
mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk
barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan
mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan
telapak kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya
poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di
bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel-sel induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas
yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan
adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti
otot dan tulang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor
penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh.
Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan
pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat
aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
Kerusakan kulit sering kali digambarkan sesuai dengan kedalaman luka dan
didefinisikan sebagai cedera superficial, kedalaman parsial, dan kedalaman penuh,
yang berhubungan dengan beragam lapisan kulit.
Kedalaman Jaringan Penyebab Karakteristik Nyeri Pencangkokan
Yang Umum
Terkena
Superfisial Kerusakan Sinar Kering Sangat Sekitar 5 hari
(derajat epitel matahari Terdapat nyeri Tanpa jaringan
satu) minimal lelepuhan parut
setelah 24 jam
Merah muda
Pucat saat
ditekan
Kedalaman Epidermis, Cahaya Lembab Nyeri 21-28 hari
parsial dermis cairan Merah muda hiperestetik Jaringan parut
superfisial minimal panas atau bercak minimal
(derajat merah
dua) Terdapat
lelepuhan
Terdapat
beberapa
warna
keputihan
Kedalaman Seluruh Seluruh Kering, pucat, Sensitive 30 hari sampai
parsial epidermis, penyebab seperti lilin. terhadap berberapa
dalam sebagian diatas Tidak tekanan bulan.
(derajat dermis : ditambah berwarna Jaringan parut
dua) rambut benda keputihan hipertrofi
dilapisan panas, api lambat :
epidermis dan pembentukan
dan cedera kontraktur
kelenjar dari yang mencolok
keringat pancaran
utuh panas
yang kuat.
Kedalaman Semua Nyala api Kulit kasar, Sedikit Tidak dapat
penuh jaringan yang pecah-pecah, nyeri beregenerasi
(derajat diatas, dan besar, tidak sendiri :
tiga) bagian listrik, mengandung memerlukan
lemak kimia dan pembuluh pembuatan
subkutan : uap panas. darah, putih, tandur (graft)
dapat berwarna
mengenai merah seperti
jaringan buah cerry,
ikat, otot, atau berwarna
tulang. hitam.
Cedera luka bakar minor dapat ditangani diunit gawat darurat dengan pemeriksaan
lanjutan rawat jalan setiap 48 jam, sampai resiko infeksi berkurang dan penyembuhan
luka berlangsung. Pasien yang mengalami luka bakar moderat tampa komplikasi atau
mengalami cedera luka bakar mayor harus dirujuk ke pusat luka bakar regional dan,
jika tepat, ditransfer untuk mendapatkan asuhan khusus.
E. PATOFISIOLOGI
a. Respon Jaringan Lokal
Cedera selular dimulai saat jaringan terpajan sumber energy (suhu, kimia, listrik,
atau radiasi). Kedalaman cedera akibat panas ditunjukan dengan kedalaman cedera
menembus lapisan kulit. Area hyperemia sembuh dengan cepat dan tidak terjadi
kematian sel. Pada area statis, sel dapat sembuh atau mengalami nekrosis dalam 24 jam
pertama. Diarea koagulasi, suhu telah mencapai 45◦C. jaringan berwarna hitam, abu-
abu, cokelat, kekuningan, atau putih dan telah mengalami koagulasi protein dan
kematian sel.
b. Respon Sistemik
Perubahan utama ditingkat selular menyebabkan respons sistemik yang hebat
yang dijumpai pada pasien luka bakar. Respons lokal menyebabkan koagulasi protein
selular, yang menyebabkan cedera sel ireversibel dengan produksi komplemen,
histamin, dan radikal bebas oksigen diarea lokal (yi., produk sampingan proses
oksidasi). Radikal bebas oksigen mengubah sel lipid dan protein, sehingga
mempengaruhi integrtas membrane sel. Ini terutama menyebabkan masalah dalam
endothelium sirkulasi mikrovaskular karena gangguan pada membran sel
menyebabkan peningkatan permeabilitas vascular. Peningkatan permeabilitas vascular
menyebabkan kehilangan protein plasma dan menghasilkan penurunan volume
sirkulasi secara mencolok. Aktivitasi komplemen (terutama C5a) dan pelepasan
histamine menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dengan meningkatkan
produksi radikal bebas oksigen. Peningkatan permeabilitas system vaskular
menyebabkan pembentukan edema interstisial, yang biasanya mencapai puncak pada
24-48 jam setelah cedera. Diduga system pembuhuh darah mikro memerlukan waktu
berminggu-minggu untuk mengembalikan keadaanya secara sempurna kedalam
premorbid. System vascular pulmonal juga terkena dan terbentuk edema interstisial
pulmonal, dengan pendarahan intraalveolar. Kerusakan pada awal paru ini diduga
menjadi precursor terbentuknya sindrom distress pernafasan akut (ARDS, acute
respiratory distress syndrome).
Secara sistematis, cedera luka bakar menyebabkan pelepasan zat vasoaktif
seperti histamine, prostaglandin, interleukin, dan metabolit asam arakidonat. Zat ini
F. MASALAH PENYERTA
a. Cedera paru
Kerusakan paru biasanya tampak dalam 24 sampai 48 jam pertama setelah
cedera dan merupakan akibat sekunder dari inhalasi zat yang mudah terbakar, atau
mungkin merupakan akibat dari inhalasi udara yang sangat panas. Cedera paru dapat
juga terjadi akibat proses sistemik yang terkait dengan SIRS.
b. Toksisitas Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang tidak mengiritasi, tidak berbau, dan tidak
berwarna yang dibentuk sebagai hasil dari pembakaran bahan bakar karbon yang tidak
sempurna. Karbon monoksida ditemukan diberbagai sumber, termasuk saluran
pembuangan dari pemanas air pasar dan tungku perapian, asap dari knalpot kenderaan
dan asap rokok. Keracunan karbon monoksida menghasilkan efek pada tubuh dengan
berkompetisi dengan oksigen untuk ambilan hemoglobin, sehingga berperan sebagai
sebuah zat penyebab asfiksia, karena hemoglobin memiliki 200 kali afilitas dengan
karbon monoksida dibandingkan dengan oksigen, karbon monoksida dengan mudah
menggantikan oksigen, menyebabkan pembentukan karboksi hemoglobin dan
penurunan kandungan oksigen arteri sistemik. Karboksi hemoglobin memindahkan
lengkung penguraian oksi hemoglobin kearah kiri, yang makin mnyebabkan penurunan
kemampuan sel darah merah untuk melepaskan oksigen kedalam jaringan tubuh.
Pasien yang memiliki riwayat jelas terpajan karbon monoksida biasanya
ditemukan berada dalam lingkungan tertutup yang diselubungi dengan gas yang
terbakar, seperti asap rokok, knalpot kendaraan motor, atau asap dari tungku perapian
yang rusak. Tanda keracunan karbon monoksida bergantung pada jumlah karboksih
hemoglobin yang ada dalam darah pasien.
Apabila dicurigai terjadi keracunankarbon monoksida, aliran tinggi oksigen
100% diberikan. Karbon monoksida memiliki paruh 4 jam jika pasien bernafas dalam
udara ruangan dan satu jam jika pasien bernafas dengan oksigen 100%. Serangkaian
pengukuran gas darah arteri (GDA) adalah cara paling akurat untuk mengkaji
responsivitas terhadap terapi oksigen. Perlu diketahui bahwa oksimetri nadi adalah alat
yang tidak akurat jika terdapat peningkatan kadar karboksi hemoglobin.
c. Cedera Inhalasi
Selain keracunan karbon monoksida, inhalsi asap dapat menyebabkan cedera
luka bakar akibat panas pada jalan napas. Kerusakan paru, terutama sebagai akibat
pengelupasan mukosa. Edema jalan nafas atas mencapai puncaknya pada 24
sampai 48 jam setelah cedera. Jika cedera ringan atau agak berat, memposisikan
pasien dalam posisi Fowler tinggi dan memberikan epinefrin racemic aerosol
mungkin cukup membatasi terbentuknya edema yang lebih luas. Obstruksi jalan
nafas atas yang berat mungkin memerlukan intubasi endotrakea untuk melindungi
jalan nafas sampai edema reda
Pada pasien yang mengalami cedera trakeobronkial ringan, atelektasis dapat
dicegah dengan sering membersihkan paru, termasuk menempatkan pasien pada
posisi Fowler tinggi, batuk dan nafas dalam, fisioterapi dada, mengubah posisi,
sering melakukan penghisapan trakea, dan spirometri insentif. Pasien yang
mengalami cedera inhalasi lebih berat memerlukan lebih sedikit penghisapan dan
kemungkinan, pengeluaran debris secara bronkoskopik. Pasien ini biasanya
memerlukan intubasi endotrakea dan bantuan ventilasi mekanis. Tujuan pemberian
bantuan ventilasi adalah memberikan pertukaran gas yang adekuat pada
konsentrasi oksigen inspirasi serendah mungkin dan tekanan jalan nafas, sebagai
upaya untuk mengurangi insidensi toksistas oksigen dan barotraumas paru. Studi
terbaru mendukung penggunaan volumetric diffusive respiration (VDR), yang
tampak menawarkan keuntungan melebihi ventilasi mekanis konvensional. Pada
VDR, volume subtidal pernafasan terakumulasi dan membentuk tekana jalan nafas,
yang kemudian diikuti dengan ekshalsi pasif. Selama inspirasi, denyut udara
berfrekuensi tinggi terus menerus diberikan kepada pasien. Metode inspirasi ini
tampak membantu ventilasi dan pengambilan sebagian alveoli yang tersumbat.
Pasien broncospasme ditangani dengan bronkodilator yang diberikan per
intravena atau melalui aerosol. Parameter pernafasan dipantau secara ketat dan
perhatian konstan diberikan pada bunyi nafas dan tanda-tanda vital untuk
mendeteksi kelebihan beban cairan secepat mungkin.
Bronkopneumonia dapat memperberat masalah pernafasan lain setiap saat
dan dapat bersifat hematogen atau dapat ditularkan melalui udara.
Bronkopneumonia yang ditukarkan melalui udara adalah yang paling sering terjadi,
dengan awitan terjadi segera setelah cedera. Ini sering sekali dihubungkan dengan
cedera jalan nafas bawah atau aspirasi. Pneumonia hematogen, atau miliatis, terjadi
bermula dari abses bakteri yang berasal dari sumber septic lain, biasanya luka
bakar. Waktu awitan biasanya 2 minggu setelah cedera.
Antibiotic profikaltik dan steroid tidak terbukti mencegah komplikasi infeksi
yang umum ditemui pada pasien cedera inhalasi. Metode baru untuk menurunkan
insiden pneumonia nosokomial pada pasien kritis yang kini diperiksa meliputi
dekontaminasi selektif saluran orodigestif.
iii. PEMBERIAN NUTRISI YANG OPTIMAL
Sebelum kebutuhan nutrisi yang unik pada pasien luka bakar sepenuhnya
diketahui pada tahun 1970-an, mereka yang mengalami cedera luka bakar berat
yang bertahun dengan lemah dibangsal rumah sakit mendapatkan asupan oral
minimal sampai mereka mengalami kakheksia berat. Kini jelas diketahui bahwa
nutrisi yang tepat berperan penting dalam meningkatkan penyembuhan individu
yang mengalami cedera luka bakar berat.
Walaupun pemberian parenteral awal telah dihubungkan dengan
peningkatan kematian karena peningkatan resiko infeksi, pemberian makanenteral
dini telah diajukan karena dapat mengurangi transloksasi bakteri dari lumen usus.
Perjalanan bakteria dari usus ke limfatik usus atau sistem vena porta mungkin
terjadi pada semua individu yang sehat. Namun, sedema usus yang menyertai
periode resusitasi luka bakar dan imunosupresi yang menyertainya membuat tubuh
sulit memebersihkan mikroorganisme ini secara efektif. Produk mikro-baik
organisme hidup atau fagmen dinding sel-menyebar keseluruh tubuh, mendorong
pelepasansitokin seperti TNF, interleukin-1 (11-1), dan 11-6. Sitokin ini memburuk
responsi hipermetabolik dan dapat memicu SIRS.
Rasional pemberian makan enteral dalam 24 jam pertama cedera adalah
bahwa keberadaan makan di lumen usus mengurangi kecepatan translokasi
mikroba. Walaupun tidak terbukti secara defisisi dalam lingkunga klinis pasien
luka bakar, terdapat bukti keamanan dan kesederhanaan pemberian makan dini.
Sebuah pendekatan yang dilakukan adalah menginfusikan makanan secara
perlahan melalui slang nasagastrik dengan kecepatan sampai 20 ml/jam. Walaupun
ini jelas-jelas tidak memenuhi kebutuhan nutrisi pasien lansia. Jumlah tersebut
sudah cukup melindungi mukosa usus. Slang pemberian makan yang panjang dapat
ditempatkan di usus halus dengan menggunakan endoskopi atau flaoroskopi.
Keuntungan slang seperti ini lebih tinggi dan kecepatan infusi lebih cepat, dan
pemberian makan kontinu pada pasien selama prosedur bedah memerlukan
anastesia umum.
Meskipun terdapat manfaat teoritis dari pemberian makan enternal, tetapi
terdapat kesulitan. Pasien mendapatkan kira-kira hanya 80% dari kecepatan
pemberian makan enteral karena seringnya interupsi untuk perawatan pasien,
termassuk prosedur radiologis dan pembedahan. Defisit ini meningkat jika pasien
mengalami ileus usus, seperti yang biasa terjadi pada infeksi mayor, diare osmotik
menyebabkan masalah, terutama jika fesespasien mengotori balutan luka bakar.
Beragam teknik mengatasi diare, termasuk paenggantian flora usus dengan granula
laktobasillus dan yogurt yang tidak dipasterisasi, dan retardasi motilitas usus halus
dengan difenoksilate hidroklorida. Meskipun manfaat teoretis dan kebutuhan kalori
terdapat kesulitan, dan teknik tersebut tidak dapat digunakan pada semua pasien.
Perkiraan kebutuhan kalori dan protein pasien dapat dipenuhi secara lebih
terpercaya dengan nutrisi parenteral dibandingkan enteral. Kateter vena sentral
yang menyebabkan pasien mengalami infeksi invastif (terutama infeksi spesien
Candida), merugikan pasien. Laporan menunjukan bahwa tingkat translokasi
bakteri meningkat dengan penggunaan nutrisi parenteral dibandingan dengan
nutrisi entersl, dan tingkat infeksi lebih tinggi. Penggunaan infeksi parentreral
secara tunggal dalam jangka panjang menyebabkan disfungsi hepatobiliaris,
termasuk hepatitis kolestatik dan kolesistis akalkulosa. Meski demikian, nutrisi
parenteral dapat digunakan untuk pasien yang tidak dapat menoleransi makanan
enteral karena ileus paralitik usus atau karena diare, da untuk pasien yang sering
kembali keruang operasi untukserangkain tindakan eskaratomi.
Cedera luka bakar menyebabkan peningkatan pengeluaran metabolik.
Penelitian investigasi awal yang yang dilakukan pada tahun 1970-an menunjukan
bahwa beberapa pasien luka bakar memerlukan 7.000 atau 8.000 kkal/hari untuk
mempertahankan berat badan. Walaupun pasien luka bakar tetapi mengalami
hiperkabolik setelah cedera namun kadarnya tidak terlalu besar karena terdapay
perubahan dalam penatalaksanaanya. Karena efek dan pemberian makan enteral
dini dan pelaksanaan prosedur yang meingkatkan penutupan luka sejak awal,
peningkataan laju metabolismme berkurang. Baru-baru ini, simetri indirek
menunjukan bahwa cedera yang paling berat tidak memerlukan kalori lebih dari
dua kali pengeluaran energi istirahat seperti yang dijelaskan dalam formula
harrisson-Benedict. Pengeluaran energi istirahat yang dihitung dengan formula
Harrison-Benedict dikalikan dengan faktor stres berbanding lurus dengan ukuran
luka bakar(kotak53-14). Fakto stres dinilai secara konservatif untuk menghindari
Pasang bebat yang memfiksasi posisi
sesuai kebutuhan
Tidak ada tanda-tanda komplikasi yang Baik dan posisikan kembali pasien setiap
terkait dengan imobilitas 2 jam
Pertimbangkan terapi kinetic
Tidak ada tanda-tanda infeksi Pertimbangkan profilaksis thrombosis
vena dalam (DVT)
Pertahankan teknik steril yang ketat dan
pantau teknik lainnya
Pertahankan strerilitas kateter invasive
dan slang
Sesuai dengan protocol rumah sakit,
ganti balutan, dan kateter invansif.
Kultur luka, darah, urine, sesuai
kebutuhan
Pantau kriteria sindrom respons
inflamasi sistemik; peningkatan hitung
sel darah putih (SDP), peningkatan suhu,
takipnea, takikardia.
Integritas Kulit
Kulit yang tidak terbakar akan tetap utuh Kaji kulit setiap 4 jam dan setiap kali
klien diganti posisi
Ganti posisi setiap 2 jam
Pertimbangkan kasur pengurangan/
pereda tekanan
Luka bakar akan sembuh tanpa komplikasi Tangani luka bakar sesuai protocol
rumah sakit; berikan obat topical dan
lakukan debridement sesuai indikasi
Pantau kemampuan hidup tandu kulit
Lindungi area yang ditandur (mis;
pengaman tempat tidur, balutan)
Pertimbangkan tempat tidur yang diisi
udara untuk meningkatkan pemulihan
dan meredakan tekanan darah dari
permukaan yang terbakar.
Nutrisi
Asupan kalori dan zat gizi memenuhi Berikan nutrisi parenteral atau enteral
kebutuhan metabolik per kalkulasi dalam 24 jam setelah cedera
(mis,. Pengeluaran Energi Basal) Konsultasi dengan ahli gizi atau layanan
bantuan nutrisi guna mengkaji kebutuhan
nutrisi dengan tim
Pantau asupan protein dan kalori
Pantau albumin, prealbumin, transferin,
kolesterol, trigliserida, glukosa
Kenyamanan /Pengontrolan Nyeri
Pasien akan mengalami nyeri minimal, <5 Kaji nyeri dan ketidaknyamanan dengan
pada skala nyeri, dan ketidaknyamanan menggunakan skala nyeri objektif setiap
minimal. 4 jam, sesuai kebutuhan, dan setelah
pemberian obat nyeri
Berikan analgesic sebelum prosedur dan
pantau respons pasien
Gunakan teknik penatalaksanaan nyeri
non farmakologi (mis;., music, distraksi,
sentuhan).
Psikososial
Pasien menunjukan penurunan ansietas Kaji tanda-tanda vital selama terapi,
diskusi dan seterusnya.
Berikan sedatif sebelum terapi/prosedur
Konsultasi dengan layanan social,
pemuka agama, dan seterusnya sesuai
kebutuhan
Berikan istirahat dan tidur yang adekuat
Dorong diskusi mengenai efek jangka
panjang luka bakar, ketersediaan sumber
dan strategi koping.
Pendidikan/Perencanaan Pulang
Pasien/orang terdekat memahami prosedur Persiapan pasien/orang terdekat untuk
dan pemeriksaan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan prosedur, seperti
penanganan debridement, eskarotomi, fasiotomi,
intubasi, dan ventilasi mekanis.
Orang terdekat memahami keparahan Jelaskan kemungkinan efek luka bakar
penyakit, mengajukan pertanyaan yang dan kemungkinan komplikasi, seperti
sesuai, mengantisipasi kemungkinan infeksi, gagal ginjal atau gagal nafas.
komplikasi. Dorong orang terdekat untuk
mengajukan pertanyaan yang berkaitan
dengan penatalaksanaan luka bakar,
kelainan bentuk, koping, dan seterusnya.
J. DAFTAR PUSTAKA
Morton, Gonce Patricia, dkk.2011. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik .Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Yasmara, Deni, Nursiswati dan Rosyidah Arafat.2016. Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal-Bedah.Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
http://sekedarperawat.blogspot.co.id/2016/12/makalah-luka-bakar.html?m=1