Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Profesi Ners


Departemen Surgical di Ruang 16 RSSA

Disusun Oleh:
YURIKE OLIVIA SELLA
190070300111028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

LUKA BAKAR

RUANG 16 RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal


Ruang 16 RSSA Malang

Oleh :

Yurike Olivia Sella


190070300111028

Telah diperiksa dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. ANATOMI FISIOLOGI KULIT


Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan
subkutan/hipodermis.
A. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari:
1. Lapisan basal atau stratum germinatium disebut juga stratum basal
karena sel-selnya terletak di bagian basal stratum germinatium.
Menggantikan sel-sel yang diatasnya dan merupakan sel-sel yang induk.
Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong, di dalamnya
terdapat butir-butir yang disebut melanin. Warna sel tersebut tersusun
seperti pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu
membrane yang disebut membrane basalis. Sel-sel basalis dengan
membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dan dermis.
2. Lapisan malpigi atau stratum spinosum merupakan lapisan yang paling
tebal
3. Lapisan sianular atau stratum granulosum merupakan lapisan yang
terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan
4. Lapisan tanduk atau stratum korneum
Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, sebasea
rambut dan kuku, kelenjar keringat ada 2 jenis: eterin dan apoterin.
Fungsinya mengatur suhu tubuh menyebabkan panas di lepaskan dengan
cara penguapan kelenjar ekrin terdapat di semua daerah kulit, tidak terdapat
pada selaput lendir. Kelenjar sebasea terdapat pada seluruh tubuh kecuali di
telapak tangan, kuku dan punggung kuku.
Pada telapak kaki dan tangan terdapat lapisan tambahan di atas
lapisan granular yaitu stratum lusidium atau lapisan jernih. Rambut terdapat
diseluruh tubuh, rambut tubuh dari folikel rambut di dalamnya epidermis.
Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang menutupi
bagian dorsal dari tangan dan kaki.
B. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua kulit batas dengan epidermis
dilapisi oleh membrane basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan
subkutis tetapi batas ini tidak jelas hingga kita ambil patokannya adalah
mulai terdapatnya sel lemak.

C. Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini
benjolan serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposis. Kegunaan penikulus adiposis
adalah sebagai pegas bila tekanan trauma yang menimpa pada kulit. Isolator
panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
Menurut Desizulfa (2013) system integument memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit
 Menutup dan melindungi organ di bawahnya
 Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda asing
 Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
 Tempat penimbunan lemak
 Pengatursuhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri,
sentuhan dan tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area pre optic) untuk dipindahkan
melalui 5 anak otonom ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke kulit
seluruh tubuh. Saraf simpatis merangsang kelenjar keringat untuk produksi
keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan dan benda-benda yang
mudah menguap dan diserap begitu yang larut dalam lemak permeabilitas
terhadap O2 dan CO2 dan uap air kemungkinan kulit ikut andil pada fungus
respirasi.
1.2. LUKA BAKAR
1. DEFINISI
Luka bakar adalah cedera pada jaringan akibat kontak dengan
panas kering (api), panas lembab (uap/cairan panas), zat kimiawi (bahan-
bahan korosit), barang elektrik (aliran listrik), friksi atau energi
elektromagnetik dan radiasi. Luka bakar merupakan luka yang unik diantara
luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah bersar jaringan mati
yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang cukup lama
(Dorland, 2012).

2. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas
ke tubuh melalui kondusksi atau radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi
luka bakar dapat dibagi menjadi Scald Burns, Flame Burns, Flash Burns,
Contact Burns, Chemical Burns, Electrical Burns, Frost Bite (Jeschke, 2007).
a. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas,
merupakan kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat. Air
pada suhu 60°C menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan
waktu hanya dalam 3 detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi
dalam 1 detik (Jeschke, 2007).
b. Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal.
Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran rumah telah
menurun seiring penggunaan detektor asap, kebakaran yang
berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan penggunaan cairan
yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain
terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan juga bertanggung
jawab terhadap luka terbakar (Jeschke, 2007).
c. Flash Burns
Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam,
propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar
lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu.
Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos dengan
area paling dalam pada sisi yang terkena (Jeschke, 2007).
d. Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik,
gelas atau bara panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh
atau jatuh dengan tangan menyentuh setrika, oven dan bara kayu
menyebabkan luka bakar yang dalam pada telapak tangan (Jeschke,
2007).
e. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat
asam kuat atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri
yang memakai bahan kimia sebagai bagian dari proses pengolahan
atau produksinya. Penanganan yang salah dapat memperluas luka
bakar yang terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides
atau cairan netral lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak dengan
cara menetralisirnya (Jeschke, 2007).
f. Electrical Burns
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar
dari sejak arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka
masuk adalah tempat aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar
adalah tempat keluarnya arus dari tubuh menuju bumi/ground. Sulit
secara fisik menentukan berat ringannnya kerusakan yang terjadi,
mengingat perlu banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya
untuk mengevaluasi keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal,
kerusakan otot sangat mungkin terjadi. Besarnya luka masuk atau
luka keluar tidak berhubungan dengan kerusakan jaringan sepanjang
aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu setiap luka bakar
listrik dikelompokan pada derajat III (Jeschke, 2007).
g. Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer
mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung
dan telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan kerusakan
yang permanen. Untuk tindakan pertama adalah sesegera mungkin
menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan
gerakan-gerakan untuk memperlancar sirkulasi (Jeschke, 2007).
3. KLASIFIKASI LUKA BAKAR
1. Menurut kedalamannya
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari
- Tidak dijumpai bullae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
Gejala Luka Bakar
o Kering tidak ada gelembung
o Oedem minimal ata tudak ada
o Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila
tekanan dilepas
b. Luka bakar derajat II
 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
 Dijumpai bulae.
 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
Gejala Luka Bakar
o Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar
o Pucat bila ditekan dengan ujung jari
o Bila tekanan dilepas berisi kembali
c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang
lebih dalam.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna putih hingga merah, coklat atau
hitam
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai eskar.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian
2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut American Burn
Association
No Derajat luka bakar Ringan/minor Sedang Mayor
1 Derajat 2 Dewasa Dewasa Dewasa
TBSA <15 TBSA 15-25 >25%
Anak Anak Anak
<10% 10-20% >20%
2 Derajat 3 <2% 2-10% 10%
Rule Of Nine

Head and neck = 9%

front = Head and neck = 18%


18%

front =
18%
Perinium = 1%

Right leg Leftleg =


= 14% 14%

Total: 100% Total: 100%


Usia>15 tahun Usia 0-1 tahun

Head and neck = 14% Head and neck = 10%

Front Front
= 18% = 18%

Right leg Leftleg Right leg Leftleg


= 16% =16% = 18% =18%

Total: 100%
Total: 100%
Usia 5-15 tahun
Usia 1-5 tahun
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulan
Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-sisa luka bakar yang
berlokasi pada pusat luka bakar yang berhubungan langsung dengan
sumber panas
b. Zona statis
Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka yang nekrosis dan
masih tetap hidup tetapi ada risiko berupa defisiensi darahg yang terus
menerus selama penurunan perfusi
c. Zona hiperemia
Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran
pembuluh darah akibat respon luka

4. PROSES PENYEMBUHAN LUKA


Luka berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi
dua yaitu akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang
terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah
segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka
lebih dari 4–6 minggu.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses
peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu bengkak,
kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungsi. Proses penyembuhannya
mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005) yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi
respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan
yang bertujuan untuk menghentikan pendarahan, membersihan darah
luka, benda asing, sel-sel mati dan bakteri. Pada fase ini terputusnya
pembuluh darah akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan
berusaha untuk menghentikannya (hemostatis) dimana dalam proses itu
terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala=jala
fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
Proses tersebut berlengsung beberapa menit dan kemudian diikuti
dengan permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari
pembuluh darah, penyuburan sel radang disertai vasodilatasi (pelebrana
pembuluh darah) selain itu juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf
sensorik pada daerah luka sehingga pada fase ini ditemukan tanda-tanda
inflamasi yaitu seperti kemerahan, teraba hangay, edema dan nyeri.
2. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi
sampai dengan akhir minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi,
fibroblas menghasilkan mukopolisakarida asam amino dan protein yang
merupakan bahan dasar kolagen yang akan mempertemukan tepi luka.
Fase ini dipengaruhi oleh substansi yang disebabkan growth factors.
Pada fase ini terjadi proses:
1. Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk
menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis di
stimulasi oleh suatu growth factors (Tnf αβ)
2. Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung
kapiler pada dasar luka dan permukaan yang bersisi jaringan halus
3. Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah
luka yang disebabkan oleh kerja miofibrinoblas sehingga mengurangi
luas luka, proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF α.
3. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas terus
mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas
dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka
yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan
kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka. Terbentuknya
kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan
kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 50-80% sama kuatnya
dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat pengurangan secara
bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang
mengalami perbaikan (Sjamsuhidajat, 2005).
Terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
antara lain usia, nutrisi, oksigenasi, kadar gula darah, status imunologi,
antibiotik, dan keadaan luka (DeLaune & Ladner, 2002).

5. FASE LUKA BAKAR


1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun
masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ –
organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

6. MANIFESTASI LUKA BAKAR


Manifestasi awal menurut Betz (2009)
- Takikardia
- Tekanan darah menurun
- Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
- Perubahan tingkat kesadaran
- Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine, lidah dan kulit kering)
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan III)
Menurut Grace (2007) menifestasi kronis adalah:
1. Umum :
- Nyeri
- Edema dan bula
2. Khusus:
- Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara serak, luka bakar
dalam mulut)
- Luka bakar pada mata/alis mata
- Luka bakar sirkum tersiol
Kedalaman Jaringan Penyebab Karakteristik Nyeri Penyembuhan
yang yang lazim
terkena
Ketebalan Kerusakan Sinar Kering : tidak ada Nyeri Sekitar 5 hari
superficial epitel matahari lepuh, merah
(derajat I) minimal pink, memutih
dengan tekanan

Ketebalan Epidermis, Kilat : cairan Basah : pink atau Nyeri : Sekitar 21 hari,
partial dermis hangat merah, lepuh hiperestetik jaringan parut
(derajat IIA) minimal sebagian minimal
memutih
Ketebalan Keseluruha Benda Kering : pucat, Sensitif Berkepanjanga
partial n epidermis, panas, nyala berlilin, tidak terhadap n membentuk
dermal sebagian api, cidera memutih tekanan jaringan
dalam dermis radiasi hipertrofik :
(derajat IIB) pembentukan
kontraktur
Ketebalan Semua Nyala api Kulit terkelupas Sedikit nyeri Tidak dapat
penuh yang di atas berkepanjan vascular, pucat beregenerasi
(derajat III) dan bagian gan, listrik, kuning sampai sendiri :
lemak kimia, dan coklat membutuhkan
subkutan uap panas tandur kulit
dapat
mengenai
jaringan
ikat, otot,
tulang

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat
terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas
terhadap pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi
saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.

8. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi
antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu
hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada
trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar,
dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam
16 jam berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
5. Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam Kristaloid 24 jam Koloid 24 jam
pertama kedua ketiga
Baxter RL 4ml/kgBB/%LLB 20-60% estimate Memantau output
vol plasma urine 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol cairan 24
(ml/kg/%LLB, 200ml 24jam pertama x jam pertama
DSW dan koloid 200ml/DSW
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + fresh 50% vol cairan 0% vol cairan
frozen plasma 24jam 24jam
7ml/kg/24jam 200ml DSW 1 fresh frozen
plasma
Broke RL = 1,5ml/kg/%LLB -
Koloid =
0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metrohealth RL + 50mEq NS, pantau output
sodiumbikarbonat urine
4ml/kg/%LLB

Rumus Kebutuhan Cairan


A. DEWASA
Kebutuhan Cairan : 3 x BB x % Luka Bakar
 24 Jam I : 8 jam I = 50% dari kebutuhan cairan
: 16 jam II = 50% dari kebutuhan cairan
Cairan yang dipakai Ringer Laktat (RL)/D5 % ½ NS
 24 Jam II dst… : Cairan Maintanance = 30-50 cc/kgBB/hari
: Albumin = 0,5 x BB x % Luka Bakar
Cairan yang dipakai Ringer Laktat (RL)/D5 % ½ NS
B. ANAK
Kebutuhan Cairan : 3 x BB x % Luka Bakar + (Kebutuhan Faal)
Menghitung Faal : 4.2.1 ( x 24 jam)
4 x 10 kgBB (1)
2 x 10 kgBB (2)
1 x 10 kgBB (3,dst…)
 24 Jam I : 8 jam I = 50% dari kebutuhan cairan
: 16 jam II = 50% dari kebutuhan cairan
Cairan yang dipakai D5 % ½ NS
 24 Jam II dst… : Cairan Maintanance/Pakai Rumus Faal
4.2.1 ( x 24 jam)
4 x 10 kgBB (1)
2 x 10 kgBB (2)
1 x 10 kgBB (3,dst…)
: Albumin = 0,5 x BB x % Luka Bakar
Cairan yang dipakai D5 % ½ NS

9. PERAWATAN DI UNIT LUKA BAKAR


a) Perawatan luka umum
1. Pembersihan luka, cuci dengan savlon NaCL 0.9% 1:3 + buang
jaringan nekrotik
2. Topical dan tutup luka
 Tule
 Silver sulfoidiazin
 Tutup kasa tebal  evaluasi 5-7 hari balutan kotor
3. Ganti balutan
4. Hidroterapi
5. Terapi obat-obatan: antibiotic, analgesic, antacid
6. Debridement
7. Balutan luka biosintetik dan sintetik bio-brone/sufratulle
8. Penalaksanaan nyeri
9. Dukungan nutrisi
10. Fisioterapi/mobilisasi
11. Perawatan rehabilitasi
10. KOMPLIKASI
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a. Kedalaman luka bakar
b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar
dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal.
Pembentukan jaringan parut terus berlangsung dan warna berubah
merah, merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut.
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar
serta menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang
dapat mecegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang
bertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar
3. Systemic Inflammatory Response Syndrome atau SIRS terdiri dari
rangkaian kejadian sistemik yang terjadi sebagai bentuk respons
inflamasi. Respons yang terjadi pada SIRS merupakan respons selular
yang menginisiasi sejumlah mediator-induced respons pada inflamasi
dan imun (Burns M. & Chulay, 2006). SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrome) adalah respon klinis terhadap rangsangan (insult)
spesifik dan nonspesifik
4. Multiple Organ Dysfunction Syndrome/ MODS) didefinisikan sebagai
adanya fungsi organ yang berubah pada pasien yang sakit akut,
sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi.
Disfungsi dalam MODS melibatkan >2 sistem organ.
1.3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA LUKA BAKAR
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen kimia / termal ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit klien
menunjukkan kriteria hasil sesuai dengan skala NOC
NOC: Pain Level
Indikator 1 2 3 4 5
Level ≥7 5-6 3-4 1-2 0
nyeri Nyeri Nyeri berat Nyeri Nyeri Tidak
sangat sedang ringan nyeri
berat
Ekspresi
nyeri

TD Sistole >170 >161-170 151-160 140-150 <140


Diastole >120 110-120 100-109 90-99 <90
RR ≥ 32 29-32 25-28 21-24 12-20
Keterangan :
Skala 0 : Tidak nyeri
Skala 1-2 : Nyeri ringan
Skala 3-4 : Nyeri ringan
Skala 5-6 : Nyeri sedang
Skala >7 : Nyeri barat

NIC: Pain Management


1. Kaji klien secara komperehensif
2. Amati isyarat non verbal terkait keluhan nyeri
3. Monitor TTV terhadap nyeri
4. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti nyeri
2. Kerusakan Integritas Kulit b.d cidera termal ditandai dengan kerusakan
integritas kulit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam integritas
kulit klien dapat membaik.
Kriteria hasil sesuai skala NOC
NOC: Burn Healing
Indikator 1 2 3 4 5
Prosentase luka >70% 60-70% 41-59% 20-40% <20%
bakar
Tanda-tanda infeksi Ya Tidak
Edema luka bakar Ya Tidak
Kemerahan Ya Tidak
jaringan
TD Sistole <105 105-109 110-114 115-119 ≤ 120

TD Diastole < 40 40-59 60-69 70-79 ≤ 80

RR ≥ 32 29-32 25-28 21-24 12-20

Nadi >130x/mnt 121- 111- 101- 60-


130x/mnt 120x/mnt 110x/mnt 100x/mnt
Suhu >39 34,4-39 38-38,3 37,6- 36,5-
37,9 37,5

NIC: Wound care burn


1. Rawat luka
2. Monitor TTV klien (nadi, suhu, tekanan darah, RR)
3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka Berikan kenyamanan sebelum
mengganti balutan
4. Berikan nutrisi dan intake cairan adekuat
5. Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian obat topikal dan pemeriksaan
penunjang
3. Resiko Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan
defisiensi volume cairan ditandai dengan penggunaan serum elektrolit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit kebutuhan
cairan dan elektrolit klien terpenuhi.
Kriteria Hasil: Sesuai Skala NOC
NOC: Electrolite Acid/bare balance
Indikator 1 2 3 4 5
Serum natrium <120 120-125 125-130 130-135 136-145
Serum kalium <2,3 2,3-2,6 2,6-3,0 3,1-3,4 3,5-5,5
Serum klorida <7,0 7,0 – 7,9 8,0 – 8,9 9,0 – 9,7 9,8 – 10,6
Albumin <2,0 2,0-2,4 2,5-2,9 2,0-3,4 3,5-5,0
Osmolalitas <1,5 1,5-1,8 1,9-2,5 2,6-2,9 3,0-4,7
urine
Nadi (x/menit) >130 125-130 111-120 101-110 60-100
RR (x/menit) >35 31-35 25-30 21-25 16-20
Turgor kulit >10 detik 8-10 4-7 detik 2-3 detik <detik
detik
Mukosa bibir Kering Basah/lebab
Urin output Anuria 1cc/kg/BB/jam
Keterangan :
1 = Sangat Parah
2 = Parah
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Normal

NIC: Fluid Electrolyte


1. Observasi tanda-tanda rehidrasi
2. Berikan pasien minum air putih yang banyak
3. Monitor TTV pasien
4. Kolaborasi dengan tim medis terkait pemberian terapi dan
penatalaksanaan yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Broghers VL, 2003, Aplikasi dan patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen


ED 2. Jakarta : EGC

British Association of Dermatologist. 2018. Diakses melalui http://www.bad.-


org.uk/shared/get-file.ashx?id=114&itemtype=document pada tanggal 6
Oktober 2019 pukul 23.16 WIB.

Handa, H., Kare, P., Sharva, P., 2017. A Comprehensive Review on


Pemphigus Vulgaris. Biomed J Sci & Tech Res. DOI: 10.26717/BJSTR.-
2017.01.000552

Grace et al, 2007. At giance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga

Mancon, m, 2003. Manajemen Luka, Jakarta : EGC

Potter, P.A and Perry, A. G.. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, Dan Praktik. Edisi 4. Volume 1. Alih Bahasa: Yasmin
Asih, dkk. Jakarta : EGC.

Rezeki, S.. 2009. Pemphigus Vulgaris: Pentingnya Diagnosis Dini,


Penatalaksanaan Yang Komprehensif Dan Adekuat

Sabistan D, 2000. Buku Ajar Bedah, Jakarta : EGC

Sam, 2011. Asuhan Keperawatan dengan Combustio, Jakarta: EGC

Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Stöppler, Melissa Conrad MD. Frost bite. http://www.emedicinehealth.com-


/frostbite/article_em.htm#Frostbite Causes

Wahab, Abdul. 2011. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar. PPT Fakultas
Kedokteran Universitas Hassanudin: Makassar.

Wim, de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Bab 3 Luka Bakar Edisi 2. EGC.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai