Disusun Oleh:
HASANATUSSIRRIL BAROYA
190070300111057
LUKA BAKAR
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Surgikal Ruang 16 RSSA Malang
Oleh :
Hasanatussiril Baroya
190070300111057
Hari :
Tanggal :
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
C. Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini
benjolan serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan
intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposis. Kegunaan penikulus adiposis adalah sebagai pegas bila
tekanan trauma yang menimpa pada kulit. Isolator panas untuk mempertahankan
suhu tubuh.
Menurut Desizulfa (2013) system integument memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi kulit
Menutup dan melindungi organ di bawahnya
Melindungi tubuh dan masuknya mikroba/benda asing
Ekskresi melalui respirasi/berkeringat
Tempat penimbunan lemak
Pengatursuhu tubuh
b. Sensori persepsi mengandung reseptor terhadap panas, dingin, nyeri, sentuhan dan
tekanan
c. Proses berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anterior (area pre optic) untuk dipindahkan melalui 5
anak otonom ke medulla spinalis dan melalui saraf simpatis ke kulit seluruh tubuh.
Saraf simpatis merangsang kelenjar keringat untuk produksi keringat
d. Proses absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap larutan dan benda-benda yang mudah
menguap dan diserap begitu yang larut dalam lemak permeabilitas terhadap O2 dan
CO2 dan uap air kemungkinan kulit ikut andil pada fungus respirasi.
1.2. LUKA BAKAR
1. DEFINISI
Luka bakar adalah cedera pada jaringan akibat kontak dengan panas
kering (api), panas lembab (uap/cairan panas), zat kimiawi (bahan-bahan
korosit), barang elektrik (aliran listrik), friksi atau energi elektromagnetik dan
radiasi. Luka bakar merupakan luka yang unik diantara luka lainnya karena luka
tersebut meliputi sejumlah bersar jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya
untuk jangka waktu yang cukup lama (dorland, 2012).
2. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh
melalui kondusksi atau radiasi elektromagnetik, meliputi: Etiologi luka bakar dapat
dibagi menjadi Scald Burns, Flame Burns, Flash Burns, Contact Burns, Chemical
Burns, Electrical Burns, Frost Bite (Jeschke, 2007).
a. Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas, merupakan
kebanyakan penyebab luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C
menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3
detik. Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik (Jeschke,
2007).
b. Flame Burns
Luka terbakar adalah mekanisme kedua tersering dari injuri termal.
Meskipun kejadian injuri disebabkan oleh kebakaran rumah telah menurun
seiring penggunaan detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan
merokok, penyalahgunaan penggunaan cairan yang mudah terbakar,
tabrakan kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas
ruangan juga bertanggung jawab terhadap luka terbakar (Jeschke, 2007).
c. Flash Burns
Flash burns adalah berikutnya yang paling sering. Ledakan gas alam, propan,
butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar lain seperti
aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu. Flash burns memiliki
distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area paling dalam pada sisi
yang terkena (Jeschke, 2007).
d. Contact Burns
Luka bakar kontak berasal dari kontak dengan logam panas, plastik, gelas
atau bara panas. Kejadian ini terbatas. Balita yang menyentuh atau jatuh
dengan tangan menyentuh setrika, oven dan bara kayu menyebabkan luka
bakar yang dalam pada telapak tangan (Jeschke, 2007).
e. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, apakah bersifat asam
kuat atau basa kuat. Kejadian ini sering pada karyawan industri yang
memakai bahan kimia sebagai bagian dari proses pengolahan atau
produksinya. Penanganan yang salah dapat memperluas luka bakar yang
terjadi. Irigasi dengan NS (NaCl 0.9%) atau akuabides atau cairan netral
lainnya adalah pertolongan terbaik, tidak dengan cara menetralisirnya
(Jeschke, 2007).
f. Electrical Burns
Sel yang teraliri listrik akan mengalami kematian yang bisa menjalar dari
sejak arus masuk sampai bagian tubuh tempat arus keluar. Luka masuk
adalah tempat aliran listrik memasuki tubuh, luka keluar adalah tempat
keluarnya arus dari tubuh menuju bumi/ground. Sulit secara fisik
menentukan berat ringannnya kerusakan yang terjadi, mengingat perlu
banyak pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya untuk mengevaluasi
keadaan penderita. Gangguan jantung, ginjal, kerusakan otot sangat mungkin
terjadi. Besarnya luka masuk atau luka keluar tidak berhubungan dengan
kerusakan jaringan sepanjang aliran luka masuk sampai keluar. Maka dari itu
setiap luka bakar listrik dikelompokan pada derajat III (Jeschke, 2007).
g. Frost Bite
Adalah luka akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer
mengalami vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan
telinga. Fase selanjutnya akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang
permanen. Untuk tindakan pertama adalah sesegera mungkin
menghangatkan bagian tubuh tersebut dengan pemanas dan gerakan-gerakan
untuk memperlancar sirkulasi (Jeschke, 2007).
3. KLASIFIKASI LUKA BAKAR
1. Menurut kedalamannya
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari
- Tidak dijumpai bullae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
Gejala Luka Bakar
o Kering tidak ada gelembung
o Oedem minimal ata tudak ada
o Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan
dilepas
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
Dijumpai bulae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
Gejala Luka Bakar
o Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar
o Pucat bila ditekan dengan ujung jari
o Bila tekanan dilepas berisi kembali
c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih
dalam.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea mengalami kerusakan.
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna putih hingga merah, coklat atau hitam
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai eskar.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung
saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian
2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut American Burn Association
No Derajat luka bakar Ringan/minor Sedang Mayor
1 Derajat 2 Dewasa Dewasa Dewasa
TBSA <15 TBSA 15-25 >25%
Anak Anak Anak
<10% 10-20% >20%
2 Derajat 3 <2% 2-10% 10%
Rule Of Nine
front =
18%
Perinium = 1%
Front Front
= 18% = 18%
Total: 100%
Total: 100%
Usia 5-15 tahun
Usia 1-5 tahun
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulan
Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-sisa luka bakar yang berlokasi
pada pusat luka bakar yang berhubungan langsung dengan sumber panas
b. Zona statis
Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka yang nekrosis dan masih
tetap hidup tetapi ada risiko berupa defisiensi darahg yang terus menerus selama
penurunan perfusi
c. Zona hiperemia
Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran
pembuluh darah akibat respon luka
4. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Luka berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua
yaitu akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam
jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang
tidak ada tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4–6 minggu.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses peradangan
yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu bengkak, kemerahan, panas,
nyeri dan kerusakan fungsi. Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase
(Potter & Perry, 2005) yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi respon
vaskuler dan seluler yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan yang bertujuan
untuk menghentikan pendarahan, membersihan darah luka, benda asing, sel-sel
mati dan bakteri. Pada fase ini terputusnya pembuluh darah akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh akan berusaha untuk menghentikannya (hemostatis)
dimana dalam proses itu terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan jala=jala fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
Proses tersebut berlengsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah,
penyuburan sel radang disertai vasodilatasi (pelebrana pembuluh darah) selain
itu juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf sensorik pada daerah luka
sehingga pada fase ini ditemukan tanda-tanda inflamasi yaitu seperti kemerahan,
teraba hangay, edema dan nyeri.
2. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai
dengan akhir minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi, fibroblas
menghasilkan mukopolisakarida asam amino dan protein yang merupakan bahan
dasar kolagen yang akan mempertemukan tepi luka. Fase ini dipengaruhi oleh
substansi yang disebabkan growth factors. Pada fase ini terjadi proses:
1. Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk menghantarkan
nutrisi dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis di stimulasi oleh suatu
growth factors (Tnf αβ)
2. Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler pada
dasar luka dan permukaan yang bersisi jaringan halus
3. Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka
yang disebabkan oleh kerja miofibrinoblas sehingga mengurangi luas luka,
proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF α.
3. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas terus
mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam struktur
yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang
merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang
berlebih dan regresi vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang
mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan
parut 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan
yang mengalami perbaikan (Sjamsuhidajat, 2005).
Terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka antara
lain usia, nutrisi, oksigenasi, kadar gula darah, status imunologi, antibiotik,
dan keadaan luka (DeLaune & Ladner, 2002).
5. FASE LUKA BAKAR
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase
akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
termal yang berdampak sistemik
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
6. MANIFESTASI LUKA BAKAR
Manifestasi awal menurut Betz (2009)
- Takikardia
- Tekanan darah menurun
- Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
- Perubahan tingkat kesadaran
- Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine, lidah dan kulit kering)
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan III)
Menurut Grace (2007) menifestasi kronis adalah:
1. Umum :
- Nyeri
- Edema dan bula
2. Khusus:
- Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara serak, luka bakar dalam
mulut)
- Luka bakar pada mata/alis mata
- Luka bakar sirkum tersiol
Kedalaman Jaringan Penyebabyan Karakteristik Nyeri Penyembuhan
yang terkena glazim
Ketebalan Kerusakan Sinar Kering : tidak ada Nyeri Sekitar 5 hari
superficial epitel matahari lepuh, merah pink,
(derajat I) minimal memutih dengan
tekanan
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh
darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
8. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus
dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah:
terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan
sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma
lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema,
pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran
plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan
dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16
jam berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
5. Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam pertama Kristaloid 24 jam Koloid 24 jam ketiga
kedua
Baxter RL 4ml/kgBB/%LLB 20-60% estimate vol Memantau output
plasma urine 30ml/jam
Evans Larutan NS 50% vol cairan 50% vol cairan 24
(ml/kg/%LLB, 200ml 24jam pertama x jam pertama
DSW dan koloid 200ml/DSW
1mg/kg/%LLB)
Salter RL 2l/24jam + fresh 50% vol cairan 24jam 0% vol cairan 24jam
frozen plasma 200ml DSW 1 fresh frozen
7ml/kg/24jam plasma
Broke RL = 1,5ml/kg/%LLB -
Koloid = 0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
metrohealth RL + 50mEq NS, pantau output
sodiumbikarbonat urine
4ml/kg/%LLB
2. ETIOLOGI
Berbagai penelitian menganggap bahwa pemfigus merupakan penyakit yan
idiopatik secara alami, akan tetapi bukti kuat menunjukkan bahwa terdapat gangguan
autoimun akibat adanya pembentukan antibodi PV dari proses autoimun di mana
antibodi otomatis diproduksi terhadap protein desmoglein yang protein yang berfunsi
sebagai perekat dan bertanggung jawab untuk menahan sel-sel epitel secara
bersamaan.
Pada umumnya, sistem kekebalan tubuh mebentuk antibodi untuk melawan
infeksi. Biasanya ini antibodi akan menyerang bakteri/virus yang meninfeksi tubuh
dan tidak menyerang tubuh kita sendiri. Namun, pada penyakit autoimun, seperti
pemfigus vulgaris, sistem kekebalan membentuk antibodi (Autoantibodi) yang
bekerja melawan jaringan di dalam tubuh dan menyerang tubuh kita sendiri ((British
Association of Dermatologist, 2018; Handa et al., 2017).
a) Autoantibodi pada pemfigus vulgaris menyerang protein yang disebut
desmogleins. Protein ini terdapat pada sel-sel di lapisan luar kulit (epidermis)
dan membentuk "lem" yang menahn sel-sel kulit secara bersamaan.
b) Ketika autoantibodi yang terbentuk pada pemfigus vulgaris menyerang protein
desmoglein, sel-sel di kulit dan membran mukosa tidak mampu lagi menahan
secara bersamaan dan akhirnya terpisah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
eros dan terbentuk lister pada kulit yang merupakan ciri khas pemfigus vulgaris.
c) Meskipun diketahui bahwa antibodi terhadap desmoglein menyebabkan
pemfigus vulgaris, masih belum jelas mengapa beberapa orang membentuk
autoantibodi ini dalam tubuhnya.
3. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pemfigus :
1) Pemfigus Vulgaris
a. Kulit berlepuh, Ø 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang
terkelupas, erosi
b. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
c. Tanda nikolsky ada
d. Kelamin, mukosa mulut 60%
e. Biasanya usia 30-60 tahun
f. Bau specifik
2) pemfigus eritematosus
a. Biasanya pada usia 60-70 tahun
b. Lesi awal : daerah wajah, kulit kepala, punggung, seluruh tubuh berupa
bercak, eritematosa batas tegas ( seperti kupu-kupu pada wajah) , krusta
sifatnya kronis residif
c. Dinding bula kendur, mudah pecah, erosif yang dikelilingi dasar eritematosa,
krusta dan skuama krusta basah, bau khas
d. Tanda nikolsky ada
e. Mukosa mulut terkena
3) pemfigus bullosa
a. Biasanya usia 50-70 tahun
b. Dinding bula tegang berisi cairan jernih/ hemoragic diatas kulit yang tampak
normal atau eritema
c. Diameter bula bervariasi
d. Lesi mulut / genitalis ( 20 – 40 %)
e. Tidak ada tanda nikolsky
4) pemfigus vegetans
a. pada usia lebih muda dibandingkan dengan pemfigus vulgaris
b. lesi awal dimukosa mulut berbulan-bulan
c. lesi kulit: lokasi inter triginose, wajah, kepala, hidung, extremitas, selluruh
tubuh berupa bula kendur, mudah pecah, erosi vegetans, bau amis,
hiperpigmentasi tanda nikolsky positif
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pengkajian fokus
1) Biodata
Umur : biasanya pada usia pertengahan sampai dewasa muda
2) Riwayat kesehatan
Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan bula dan erosi
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan (
neoplasma ), riwayat penyakit lain, Riwayat hipertensi
3) pola kesehatan fungsional Gordon yang terkait
a) Pola Nutrisi dan Metabolik
Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan protein
ketika bula mengalami ruptur
b) Pola persepsi sensori dan kognitif
Nyri akibat pembentukan bula dan erosi
c) Pola hubungan dengan orang lain
Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena
adanya bula atau bekas pecahan bula yang meninggalkan erosi yang
lebar
d) Pola persepsi dan konsep diri
Terjadinya gangguan body image karena adanya bula/ bula pecah
meninggalkan erosi yang lebar serta bau yang menusuk
4) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Baik
- Tingkat kesadaran : Composmentis
- Tanda – tanda vital :
o TD : Dapat meningkat/ menurun
o N : Dapat meningkat/ menurun
o RR : Dapat meningkat/ menurun
o S : Dapat meningkat/ menurun
- Kepala : Kadang ditemukan bula
- Dada : Kadang ditemukan bula
- Punggung : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
- Ekstremitas : Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
b. Pemeriksaan penunjang
a) Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit : ditemukan bula
b) Laborat darah : hipoalbumin
c) Biopsi kulit : mengetahui kemungkinan maligna
d) Test imunofluorssen : didapat penurunan imunoglobulin
5. PENATALAKSANAAN
a. Umum
- Perbaiki keadaan umum
- Atasi keseimbangan cairan ( input atau output ), elektrolit, tanda-tanda
vital
b. Sistemik
- Kortikosteroid : Prednison 60-150 mg/hr ( tergantung berat ringannya
penyakit
- Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam
darah sampai dosis pemeliharaan
- Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3
mg/kg BB ) untuk sparing efek.
- Antibiotika bila ada infeksi sekunder
- KCL 3x500 mg/ hari
- Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari )
c. Topikal
- Eksudatif : kompres
- Darah erosif : - Silver sulfadiazine
- Krim antibiotik bila ada infeksi
- Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidah eksudatif
Handa, H., Kare, P., Sharva, P., 2017. A Comprehensive Review on Pemphigus
Vulgaris. Biomed J Sci & Tech Res. DOI: 10.26717/BJSTR.-2017.01.000552
Potter, P.A and Perry, A. G.. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, Dan Praktik. Edisi 4. Volume 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta :
EGC.
Wahab, Abdul. 2011. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar. PPT Fakultas Kedokteran
Universitas Hassanudin: Makassar.
Wim, de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Bab 3 Luka Bakar Edisi 2. EGC.
Jakarta.