Gambaran Klinis
1. Derajat luka bakar :
Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman
luka :
I. Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah,
nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika
ditekan, daerah yang terbakar akan memutih; belum terbentuk lepuhan.
II. Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak
merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh
warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
III. Luka bakar derajat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.
Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan
kasar. Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan
luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan
rambut / bulu di tempat tersebut mudah dicabut dari akarnya.
Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah
mengalami kerusakan. Jika jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar,
maka cairan akan merembes dari pembuluh darah dan menyebabkan
pembengkakan. Kehilangan sejumlah besar cairan karena perembesan tersebut
bisa menyebabkan terjadinya syok. Tekanan darah sangat rendah sehingga darah
yang mengalir ke otak dan organ lainnya sangat sedikit.
77
Kedalaman & Bagian kulit Gejala Penampilan Perjalanan
Penyebab luka yang terkena luka kesembuhan
bakar
Derajad I Epidermis Kesemutan Memerah; Kesembuhan
(superficial) Hiperestesia menjadi putih lengkap dlm
Tersengat Rasa nyeri ketika ditekan waktu satu
matahari mereda jika Minimal/ tanpa minggu
Terkena api didinginkan edema Pengelupasan
dengan kulit
intensitas
rendah
Derajad II Epidermis dan Nyeri Melepuh; Sembuh dlm
(Partial- bagian dermis Hiperestisia dasar luka waktu 2-3
Thickness) Sensitiv berbintik-bintik mgg.
Tersiram air terhadap merah, Pembentukan
mendidih udara yg epidermis parut dan
Terbakar oleh dingin retak, depigmentasi
nyala api permukaan Infeksi dapat
luka basah mengubahnya
Edema menjadi
derajat III
Derajad III Epidermis, Tidak terasa Kering: luka Pembentuka
(Full-Thickness) keseluruhan nyeri. baker esker
Terbakar dermis dan Syok berwarna putih Diperlukan
nyala api kadang-kadang Hematuria seperti bahan pencakokan
Terkena subkutan. kemungkinan kulit atau Pembentukan
cairan pula hemolisis gosong parut dan
mendidih dm Kemungkinan Kulit retak dgn hilangnya
waktu yg lama terdapat luka bagian lemak contour serta
Tersengat masuk dan yg tampak. fungsi kulit.
arus listrik keluar. Edema Hilangnya jari
tangan dan
ekstremitas
dapat terjadi.
78
2. Luas Luka Bakar :
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama
rule of nine atau rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan penderitanya tidak perlu dirawat di
rumah sakit. Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka
lebih lanjut, sebaiknya lepaskan semua pakaian penderita. Kulit segera
dibersihkan dari bahan kimia (termasuk asam, basa dan senyawa organik)
dengan mengguyurnya dengan air.
Penderita langsung dirujuk jika :
þ Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki
þ Terkena arus listrik dan sambaran petir
þ Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan
benar di rumah.
þ Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
þ Terjadi luka bakar pada organ dalam.
79
biasanya dibuang. Jika daerah yang terluka telah benar-benar bersih, maka
dioleskan krim antibiotik (misalnya perak sulfadiazin). Untuk melindungi luka
dari kotoran dan luka lebih lanjut, biasanya dipasang verban. Sangat penting
untuk menjaga kebersihan di daerah yang terluka, karena jika lapisan kulit
paling atas (epidermis) mengalami kerusakan maka bisa terjadi infeksi yang
dengan mudah akan menyebar.
Jika diperlukan, untuk mencegah infeksi bisa diberikan antibiotik, Untuk
mengurangi pembengkakan, lengan atau tungkai yang mengalami luka bakar
biasanya diletakkan/digantung dalam posisi yang lebih tinggi dari jantung.
Pembidaian harus dilakukan pada persendian yang mengalami luka bakar
derajat II atau III, karena pergerakan bisa memperburuk keadaan
persendian. Mungkin perlu diberikan obat pereda nyeri selama beberapa
hari. Pemberian booster tetanus disesuaikan dengan status imunisasi
penderita.
Luka Bakar Berat
Luka bakar yang lebih berat dan membahayakan nyawa penderitanya harus
segera ditangani, sebaiknya dirawat di rumah sakit.
FASE DARURAT/ RESUSITASI
þ Perawatan di tempat kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan ditempat kejadian bagi seorang korban
luka bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan korban tidak
turut mengalami luka bakar. Jika diperlukan, bantuan pemadam kebakaran
dan pelayanan medis darurat harus diminta pada kesempatan pertama.
Berikut merupakan prosedur emergensi tambahan :
1. Mematikan api
2. Mendinginkan luka bakar
3. Melepaskan benda penghalang
4. Menutup luka bakar
5. Mengirigasi luka bakar kimia
þ Fase pada perawatan luka bakar
1. FASE RESUSITASI :
Fase resusitasi : fase yang darurat atau segera
Durasi : Dari awitan cedera hingga terselesainya resusitasi cairan.
Prioritas : Pertolongan pertama, pencehagahn syok, pencegahan
gangguan pernafasan, deteksi dan penanganan cedera
2. FASE AKUT :
Durasi : Dari dimulainya diuresis sehingga hampir terselesainya proses
penutupan luka.
Prioritas : Perawatan dan penutupan luka, pencegahan atau penanganan
komplikasi termasuk infeksi
Dukungan nutrisi.
3. FASE REHABILITASI :
Durasi : Dari penutupan luka yang besar hingga kembalinya kepada
tingkat penyesuaian fisik dan psikososial yang optimal.
Prioritas : Pencegahan parut dan kontraktur, rehabilitasi fisik. okupusional
dan vokasional, rekonstruksi fungsional dan kosmetik, konseling
psikososial.
80
2. Keterampilan Dasar Bedah Bagi Dokter Layanan Primer
1. INSTRUMEN BEDAH
Instrumen Pemotong
a) Pisau Bedah
Scalpel (no. 10, 11, 15)
Dipegang seperti memegang pisau dapur. Tekanan jari telunjuk pada punggung mata pisau
merupakan penentu kedalaman insisi. Dua jari (telunjuk dan ibu jari) tangan lainnya dapat
dipakai untuk fiksasi kulit atau counter traksi. Pisau mengarah horizontal karena yang
menyayat adalah perut mata pisau.
Bistouri
Dipegang seperti memegang pena. Pisau mengarah vertikal karena yang menyayat adalah
ujung mata pisau. Kelingking tangan yang sama merupakan alat fiksasi.
b) Gunting
Kasar dan halus, lurus dan bengkok, ujung tajam/ tumpul salah satu atau kedua ujung.
Memegang gunting, jari tidak boleh masuk lubang lebih dari 1 phalanx.
Menggunting benang, dengan gunting kasar, gunting harus dimiringkan sehingga dapat
terlihat panjang benang yang ditinggal.
Menggunting, posisi harus sedemikian rupa sehingga ujung gunting selalu terlihat.
Menggunting diseksi : gerakan menggunting, gerakan membuka, gerakan mendorong sambil
menggunting.
Gunting Mayo : untuk memotong struktur yang liat (fasia, tendon, dan lain-lain).
Gunting Metzenbaum : untuk diseksi dan memotong jaringan ( jangan untuk memotong
benang/ kain pembalut).
Gunting iris
Gunting balutan
81
Gambar 1: Instrumen Pemotong
Instrumen Pemegang
a) Pinset
Ada yang bergigi (chirurgis), ada yang tidak bergigi (anatomis).
Pinset yang tidak bergigi dipakai untuk menjepit usus.
Pinset dipakai seperti sumpit, merupakan perpanjangan fungsi dari jari telunjuk dan ibu
jari, biasanya dipegang dengan tangan kiri.
Selama pembedahan, sebaiknya pinset tidak dilepas, biasakan menyimpan / menjepit
pinset dengan jari manis dan jari kelingking.
b) Hemostat (Klem)
Klem bergigi (Kocher)
Ada yang lurus, ada yang bengkok
Klem tidak bergigi (Pean)
Ada yang lurus, ada yang bengkok
Klem Allis : memegang fasia dan jaringan yang akan dibiopsi
Klem Kocher : untuk memegang dan menarik jaringan yang kuat (fasia, benda asing, dan
lain-lain)
Klem Hemostat : untuk menghentikan perdarahan
Klem pemegang jarum (needle holder)
Membuka klem :
Kanan :
Jari tidak boleh masuk lubang pegangan lebih dari 1 phalanx. Gerakan pembuka
merupakan gerakan yang berlawanan dari ibu jari dan jari tengah.
Kiri :
Jari tidak dimasukkan ke dalam lubang pegangan. Gerakan pembuka merupakan gerakan
yang berlawanan dari jari ibu jari dan jari manis.
c) Needle holder
Memegang jarum jangan menggunakan jari
Jarum dipegang pada 1/3pangkal, kira-kira 1-2 mm dari ujung needle holder
Posisi :
– Pronasi : Pada waktu menusuk dan mengambil jarum
– Mid Position : Pada waktu pengambilan jarum siap pakai
– Supinasi : tidak dianjurkan untuk pengambilan jarum.
Menjahit : Needle holder di tangan kanan, pinset di tangan kiri, pergerakan menjahit
merupakan gerakan pergelangan tangan, bukan pergerakan siku. Arah gerakan dari
Forehand ke Backhand, tangan kiri ke arah Supinasi, tangan kanan ke arah Pronasi.
82
Gambar 2 : Instrumen Pemegang
Instrumen Penarik
- Kegunaan : untuk menyisihkan jaringan yang menghalangi gerakan, juga untuk memberikan
pemaparan yang lebih baik.
- Macamnya :
o Pengait kulit
o Retraktor bergigi
o Retraktor manual tak bergigi
o Retraktor mastoid
o Retraktor weilaner
2. TEKNIK MENYIMPUL
Beberapa hal yang harus diingat :
Benang harus ditarik berlawanan arah dengan arah datangnya benang
Kedua tangan setelah simpul pertama, harus menyilang pada waktu
83
mengerjakan simpul yang kedua
Gerakan ketiga , harus sama dengan simpul yang pertama, gerakan simpul
keempat harus sama dengan gerakan simpul kedua, dan seterusnya.
Macam-macam Simpul :
a) Reef Knot
Simpul ini merupakan simpul dasar dan harus dikuasai dengan benar. Simpul ini harus
dikerjakan dengan 1 tangan, 2 tangan dan instrumen.
– Satu tangan : penyimpulan dilakukan dengan 1 tangan, simpul pertama dengan jari telunjuk,
simpul kedua dengan jari tengah.
– Dua tangan : simpul pertama dengan jari telunjuk tangan kanan, simpul kedua dengan jari
telunjuk tangan kiri, atau simpul pertama dengan jari tengah tangan kanan, simpul kedua
dilakukan oleh jari tengah tangan kiri.
– Instrumen : bila pengambilan benang instrumen dilakukan dari atas, maka benang ditarik ke
bawah, sedangkan bila pengambilan benang dari bawah, maka benang ditarik ke atas.
b) Surgeon’s Knot
Simpul ini dapat dilakukakan dengan satu tangan, dua tangan dan instrumen. Perbedaannya
hanya pada benang yang dilingkarkan dua kali.
c) Deep Tying Knot
Dapat dikerjakan memakai Reef Knot dengan ketentuan pada pengencangan simpul benang
tidak boleh ditarik ke atas, melainkan harus didorong ke bawah menggunakan jari telunjuk.
d) Slip Knot
Simpul ini tidak boleh dilakukan dengan instrumen dan terdiri atas 4 gerakan, yaitu gerakan
ke-1 dan ke-2 harus sama kemudian didorong dengan jari telunjuk dan diakhiri dengan
gerakan ke-3 dan ke-4 yang merupakan gerakan Reef Knot. Dianjurkan untuk menyimpul 3
kali apabila memakai benang biasa, dan 7 kali apabila memakai benang monofilament.
Indikasi :
– Tidak ada Regangan : Reef Knot
– Ada Regangan : Surgeon’s Knot
– Penyimpulan dalam : Deep Tying and Slip Knot
Penjahitan
a) Interrupted technique (Insisi linear)
1 3 2 4
84
Gambar 4 : Penjahitan interrupted technique (Insisi linear)
c) Continuous technique
85
Gambar 6 : Penjahitan continuous technique
d) Subcuticulair technique
e) Mattres technique
BIBLIOGRAFI
Dr. Lilik Djuari, dr., MKes., AKK.; Subur Prajitno, dr., MS., AKK.; Haryanto Husein ,dr., MS.,
AFK., AKK. Buku Ajar Kedokteran Komunitas / Community Medicine. Biro Koordinasi
Kedokteran Masyarakat Fakultas Kedokteran – Universitas Airlangga.
86
3. Khitan
BATASAN
Sirkumsisi (khitan, sunat) adalah tindakan pembuangan dari sebagian atau seluruh
kulup (prepusium) penis dengan tujuan tertentu
INDIKASI
a) Agama
b) Sosial
c) Medis :
– Fimosis
– Parafimosis
– Pencegahan tumor, dimana smegma adalah zat karsinogenik
– Kondiloma akuminata
– Kelainan-kelainan lain yang terbatas pada prepusium
Penis yang bersih hanya terjamin bila prepusium terbuka. Smegma yang terbentuk
di bawah prepusium diduga bersifat karsinogenik. Epitel glans penis yang tebuka
(tidak tertutup prepusium ), lambat laun akan berubah dan kepekaannnya berkurang.
KONTRAINDIKASI
a) Kontraindikasi mutlak :
– Hipospadia
– Hemofili
– Kelainan darah (diskrasia darah)
b) Kontraindikasi relatif :
– Infeksi lokal pada penis dan sekitarnya
– Infeksi umum
– Diabetes mellitus
ANATOMI PENIS
Struktur penting yang terletak pada penis adalah :
a) Dua buah korpus kavernosum, yang terletak di bagian dorsal penis
b) Satu korpus spongiosum, terletak di bagian ventral
c) Uretra pars spongiosa, berjalan di dalam korpus spongiosum
d) Tunika albuginea yang membungkus kedua korpus kavernosum
e) Arteri, vena dan nervus dorsalis penis, terletak di bawah fasia Buck
f) Fasia Buck, membungkus korpus kavernosum dan korpus spongiosum serta
struktur di dalamnya
PERSIAPAN
a) Persiapan operator
– Operator memakai pakaian yang bersih, jika mungkin baju kamar bedah
– Memakai topi dan masker
– Mencuci tangan dengan antiseptic, seperti Salvon, Hibiscrub, dan
sebagainya
– Mengenakan sarung tangan steril
– Operator datang dari sebelah kiri pasien, sesuai dengan posisi operator pada
operasi urologi
b) Persiapan pasien
– Rambut di sekitar penis (pubes) dicukur
– Penis dan sekitarnya dibersihkan dengan air sabun
– Pada pasien anak-anak, sebelum tindakan, perlu diadakan pendekatan agar
anak tidak cemas dan gelisah
– Periksa apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat, penyakit
terdahulu dan hal-hal lain yang dianggap perlu
87
Setelah semuanya beres, lakukan tindakan aseptis/antiseptis berturut-turut dengan :
– Eter, untuk menghilangkan lemak kulit.
– Antiseptik tidak merangsang, misalnya Betadine, Asam pikrat 1-2% dan
sebagainya. Jangan menggunakan Yodium, karena kulit penis sangat peka.
– Etanol 70%. Kadang-kadang pada pencucian dengan etanol, pasien
merasakan panas pada penis dan skrotum
Pada prakteknya, cara Betadine / Etanol 70 % dianggap sudah cukup. Kemudian
daerah sekitar penis ditutup dengan kain steril yang berlubang di tengah untuk
tempat lewat penis.
PERLENGKAPAN
a) Peralatan :
– Needle holder (pemegang jarum) 1 buah
– Klem Mosquito lengkung 6 buah
– Klem Penn lurus 4 buah
– Klem Halstead lengkung 2 buah
– Klem Kocher lurus 1 buah
– Pinset anatomis 1 buah
– Pinset jaringan 1 buah
– Gunting Mayo lurus atau gunting Busch 1 buah
– Gunting Mayo lengkung 1 buah
– Gunting benang 1 buah
– Mata pisau no.10 1 buah
– Gagang pisau no.3 , 1 buah
– Jarum jahit untuk kulit 2 buah
b) Perlengkapan anestesi :
– Tabung suntik 5 ml 1 buah
– Tabung suntik 2,5 ml 1 buah
– Jarum infiltrasi, dapat digunakan stilet Abocath 22 G 1 buah
– Anestetik lokal: Procain 2% tanpa adrenalin atau lidokain 2% tanpa adrenalin
c) Perlengkapan tambahan :
– Kain steril yang berlubang pada bagian tengah (untuk tempat penis) 1 buah
– Sarung tangan karet steril untuk operator dan asisten 2 pasang
– Kasa steril secukupnya
– Cairan antiseptik secukupnya
– Plain cat gut (cat gut polos) no. 2-0 (00) atau 3-0 (000) disediakan menurut
kebutuhan
ANESTESI
Anestesi pada sirkumsisi dapat dilakukan secara :
a) Umum
Dilakukan pada :
– Anak-anak
– Penderita yang alergi terhadap anestesi lokal
– Penderita yang sangat cemas
b) Lokal , penderita dalam keadaan sadar, berupa :
– Spinal, epidural dan modifikasinya
– Kombinasi blok saraf dorsalis penis dan infiltrasi
Dari semua cara aneatesi yang disebutkan,maka cara kombinasi blok saraf dan infiltrasi
tampaknya paling disukai, karena :
– Relatif mudah dilakukan
– Komplikasi anestesi umum (mual, muntah dan sebagainya) tidak dijumpai
– Secara ekonomis lebih murah
– Alat yang diperlukan sedikit
88
Pada cara ini dapat dilakukan kombinasi antara :
– Blok saraf dorsalis penis
– Infiltrasi frenulum penis
– Infiltrasi pada batang penis atau blok melingkar (ring-blok) pada batang penis
Tanda-tanda jarum telah berada pada posisi yang tepat :
– Sensasi seperti menembus kertas
– Bila tabung suntik di angkat, penis ikut terangkat
– Bila anestetik disuntikkan, tidak terjadi edema; kecuali pada penis yang kecil
89
b) Keuntungan :
– Tekniknya relatif lebih sederhana
– Hasil insisi lebih rata
– Waktu pelaksanaan lebih cepat
c) Kerugian :
– Pada operator yang tidak terbiasa, mukosa dapat berlebihan, sehingga
memerlukan insisi ulang
– Ukuran mukosa-kulit tidak dapat dipastikan
– Kemungkinan melukai glans penis dan insisi frenulum yang berlebihan lebih
besar dibandingkan dengan teknik dorsumsisi
– Perdarahan biasanya lebih banyak
d) Urutan teknik :
– Prepusium dijepit pada jam 6 dan 12
– Klem melintang dipasang pada prepusium, secara melintang dari sumbu panjang
penis. Arah klem miring dengan melebihkan bagian yang sejajar frenulum
– Prepusium di bagian proksimal atau distal dari klem melintang diinsisi
– Perdarahan dirawat
– Penjahitan frenulum-kulit dengan jahitan berbentuk angka 8
– Penjahitan mukosa-kulit di sekeliling penis
Pada operasi klasik perlu diperhatikan :
– Jepitan pada prepusium harus mengarah ke mukosa untuk mencegah mukosa
berlebihan
– Klem melintang dipasang sedemikian rupa sehingga masih terdapat jarak
longgar antara bagian proksimal klem dengan glans penis
– Klem melintang dalam posisi miring dengan melebihkan bagian sejajar frenulum,
untuk mencegah frenulum terpotong secara berlebihan
– Ikatlah perdarahan dan jahitan mukosa-kulit sama seperti cara dorsumsisi
PERAWATAN
a) Medikamentosa
– Antibiotika
Bila operator telah bekerja menurut prinsip asepsis dan antisepsis, maka
sebenatnya tidak diperlukan pemberian antibiotika.
Pemberian antibiotika hanya bersifat pencegahan dan pada keadaan tertentu
bersifat penyembuhan.
Dapat diberikan antibiotika berspektrum luas seperti tetrasiklin, ampisilin,
amoksisilin dan sebagainya dengan dosisi yang memadai. Antibiotika diberikan
dalam satu aturan pengobatan
– Analgetika
Karena penis merupakan daerah sensitif, maka pada sirkumsisi penderita akan
merasa nyeri.
Pemberian analgetika dilakukan pada hari pertama dan kedua, terutama pada
pagi hari.
Dapat diberikan analgetik non narkotik, misalnya antalgin, asam mefenamat ,
asam asetilsasisilat dan sebagainya.
– Anti inflamasi
Bila diperlukan dapat diberikan anti radang (anti inflamasi), seperti serapeptase ,
pankreatin + proktase, tripsin + kemotripsin, dan sebagainya. Dikatakan pula
bahwa obat-obat ini meningkatkan daya kerja antibiotika
– Roboransia
Dapat diberikan vitamin seperti vitamin B kompleks ditambah vitamin C dosis
tinggi untuk membantu penyembuhan.
Vitamin B kompleks diberikan sebagai terapi tambahan karena bakteri penghasil
vitamin B kompleks di dalam usus besar terbunuh oleh antibiotika
90
b) Komplikasi yang mungkin terjadi dan penanggulangannya
– Nyeri
Merupakan komplikasi yang paling sering dikeluhkan pasien dan sangat
mengganggu. Sebaiknya sebelum sirkumsisi dilakukan, penderita minum
analgetika terlebih dahulu. Dengan demikian, pada saat tindakan sirkumsisi
selesai, obat diharapkan telah mulai bekerja. Bila penderita merasa sakit sekali,
dapat diberikan analgetika non narkotik per injeksi, seperti injeksi xilomydon dan
sebagainya
– Edema
Terjadi pada hari kedua dan seterusnya. Bila pembalut terlalu ketat dan terjadi
edema, longgarkan balutan. Biasanya edema mereda mulai pada hari ke-5
Yakinkan penderita/keluarganya bahwa edema tersebut tidak membahayakan
dan biasa terjadi.
– Perdarahan
Bila hanya meliputi balutan tidak apa-apa, tetapi sebaiknya balutan diganti bila
basah, karena darah adalah media yang baik untuk pertumbuhan kuman. Bila
perdarahan banyak dan menetes ke luar, maka sumber perdarahan harus dicari,
bila perlu penjahitan dibuka kembali. Bila perlu diberikan obat hemostatik seperti
karbazokrom atau asam traneksamat dan sebagainya.
– Hematoma kecil
Tidak apa-apa, karena akan diserap kembali oleh tubuh
– Hematoma besar
Bila terjadi saat melakukan sirkumsisi, sebaiknya hematoma tersebut
dikeluarkan. Hematoma yang besar akan memperlambat penyembuhan.
Pengobatan dengan anti inflamasi sekaligus membantu mempercepat
penyerapan hematoma.
– Infeksi
Tanda-tandanya : penis merah, bengkak, nyeri dan terdapat nanah. Pada
keadaan berat, penderita mengalami demam. Pengobatannya dengan
menggunakan antibiotika dan pengobatan simptomatis lainnya. Dapat
ditambahkan kompres pada penis dengan Betadine atau Rivanol. Setelah
keadaan tenang dapat diberikan salep yang sesuai
– Penyakit Peyronie
Merupakan komplikasi lambat, maka penis akan miring ke arah yang sakit, dan
terasa sangat nyeri. Pengobatannya sukar, antara lain dapat dicoba pengobatan
radiasi, pemberian vitamin E dosis tinggi, operasi menghilanghkan jaringan
parut, tetapi hasilnya tidak memuaskan
c) Pembalut
Bila tidak ada penyulit, maka pembalut diganti tiap tiga hari. Penggantian pembalut
harus dikerjakan secara steril. Bila balutan basah oleh darah, maka harus diganti
dengan segera. Balutan tidak boleh terlalu ketat atau terlalu longgar.
Pada pembalut dapat dibubuhi antibiotika, antiseptik atau digunakan kasa khusus
mengandung antibiotika.
d) Lain-lain
– Makanan
Tidak ada pantangan makanan. Berikan nasehat kepada penderita untuk makan
makanan yang kaya protein untuk mempercepat penyembuhan.
Hal-hal yang berhubungan dengan makanan dijelaskan pula, misalnya jangan
makan makanan mengandung logam berat (misalnya susu) bila mendapatklan
tetrasiklin, minum ampisilin pada saat perut kosong dan sebagainya
– Hal lain
Penderita dapat mengenakan celana yang longgar dan tidak terlalu menekan
penis. Sebaiknya pendertia istirahat pada hari pertama, selanjutnya boleh
bergerak seperti biasa. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah perdatahan, atau
kemungkinan terkena trauma (senggolan dan sebagainya). Penis tidak boleh
dibasahi hingga luka kering dan balutan dilepaskan.
91
4. Pemeriksaan Ibu Hamil (ANC)
PERAWATAN ANTENATAL
WHO menyederhanakan pelayanan antenatal ini, terutama bagi ibu dengan kehamilan normal
seperti yang disebut di atas. Ada kriteria yang disyaratkan agar kehamilan dikatakan normal.
Dalam Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal disebutkan kehamilan
normal adalah :
a. Ibu sehat
b. Tidak ada riwayat obstetri buruk
c. Tidak ada kelainan pada janin
d. Ukuran uterus sama/sesuai usia kehamilan dan
e. Pemeriksaan fisik dan laboratorium normal.
Proses pengenalan terhadap penderita tentang kondisi kehamilannya harus dimulai sejak
kunjungan pertama. Langkah-langkah dalam kunjungan awal dimulai dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anmnesis data awal yang terpenting adalah hari pertama menstruasi terakhir (HPHT). Bila
dari awal sudah diragukan, sebaiknya untuk menentukan usia kehamilan dilakukan
pemeriksaan USG.
Selain itu, pada kunjungan awal sudah harus tergali adanya faktor resiko dalam kehamilan.
Agar tidak terlewatkan, ditanyakan tentang usia ibu, lama pernikahan, riwayat persalinan
sebelumnya dan riwayat penyakit yang saling mempengaruhi dengan kehamilan.
Pada kunjungan berikutnya, selain menggali anmanesa tentang keluhan pemeriksaan rutin
yang dilakukan antara lain :
1. Mengukur berat badan. Dalam kehamilan, kenaikan berat badan normal antara 12-15 kg
(total) dengan peningkatan 3 kg pada 20 minggu awal kehamilan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Urinalisis. Terutama pada protein, glukosa dan ISK
92
4. Gerak anak (DJJ)
5. Tinggi Fundus uteri.
Konseling harus rutin diberikan selama kunjungan antenatal. Yang sering terlewatkan adalah
mengingatkan ibu tentang tanda bahaya, yakni :
a) Perdarahan per vaginam
b) Sakit kepala lebih dari biasa
c) Gangguan penglihatan
d) Pembengkakan pada wajah/tangan
e) Nyeri abdomen
f) Gerak anak turun.
93
5. Pertolongan Persalinan Pervaginam Bukan Risiko Tinggi
Budi Prasetyo
MEKANISME PERSALINAN
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal. Kelahiran seorang bayi
juga merupakan peristiwa sosial yang dinantikan seluruh keluarga. Peranan ibu ketika proses
persalinan dimulai adalah melahirkan bayinya. Dewasa ini, ada istilah desa siaga, suami siaga,
yang ditujukan untuk mempermudah peristiwa persalinan ini bila mengalami hambatan. Peran
dari petugas kesehatan adalah memantau persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi,
sebelumnya sebaiknya telah dilakukan skrining kehamilan risiko tinggi dahulu, selain itu juga
bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin.
1. Kala I : dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap. Proses ini terbagi
menjadi 2 fase, yaitu fas laten dan fase aktif.
2. Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir.
3. Kala III : dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta
4. Kala IV : dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama pasca salin.
Saat ini, telah dikembangkan suatu asuhan persalinan normal yang bertujuan untuk menjaga
kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi pada ibu dan bayinya,
melalui upaya terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar
prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal).
Adapun kebijakan pelayanan asuhan persalinan adalah sebagai berikut :
1. Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau oleh petugas kesehatan terlatih
2. Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk menangani kegawat
daruratan obsteri dan neonatal harus tersedia 24 jam
3. Obat-obatan esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh petugas terlatih.
Untuk memantau kemajuan persalinan, kondisi ibu dan kondisi janin selama proses persalinan,
dipakai suatu partograf.
Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan persalinan pada kala I persalinan dan
informasi yang didapat dapat dipakai untuk membuat keputusan klinik. Partograf dapat
memberikan peringatan pada petugas kesehatan bahwa suatu persalinan berlangsung lama,
adanya gawat ibu/janin yang menunjukkan kemungkinan perlunya proses rujukan.
Oleh karena itu, jika digunakan secara tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong
persalinan untuk :
– mencatat kemajuan persalinan
– mencatat kondisi ibu dan janinnya
– mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
– menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan
94
– menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan
tepat waktu.
Untuk menggunakan partograf dengan benar, harus dicatat kondisi ibu dan janin sebagai
berikut :
No. Register Nama Ibu :............................................... Umur: .................. th G ....... P ….... A .......
Tanggal :..................................................
No.Puskesmas Pukul: ...................
200
Kondisi janin
190
180
170
160
150
Denyut 140
Jantung 130
Janin 120
( /menit) 110
100
90
80
Air ketuban
Penyusupan
10
Pembukaan serviks (cm) beri
9
Kemajuan persalinan
8 da
p a ak
a s d
7 W tI
n
e r
B
Penurunantanda X
6
5
o
4
beri tanda
kepala
3
2
1
0
Waktu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pukul
5
< 20 4
Kontraksi
20-40 3
> 40 2
(detik) 1
Tiap
Oksitosin U/L
tetes / menit
180
170
160
Nadi 150
140
130
120
Tekanan 110
darah 100
90
80
70
60
Suhu oC
Protein
Urine Aseton
Volume
95
Kala I Persalinan
Setelah dilakukan pengkajian awal, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Langkah-
langkah dalam pemeriksaan fisik antara lain :
– Cuci tangan dan kewaspadaan universal (ingat : kebidanan sering berhubungan cairan
tubuh seperti cairan ketuban dan darah)
– Meminta ijin pada ibu dengan sopan
– Nilai keadaan umum ibu (tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan)
– Lakukan pemeriksaan perut ibu (abdomen)
– Lakukan pemeriksaan dalam/pervaginam
Kala II Persalinan
Tanda pasti kala II adalah melalui pemeriksaan dalam, dimana didapatkan pembukaan serviks
yang lengkap atau terlihatnya bagian kepala janin pada introitus vagina dengan diameter 5-6
cm.
Selama kala II, yang harus dipantau adalah :
– Tenaga, atau usaha mengedan dan kontraksi
– Janin, yaitu penurunan janin dan denyut jantung janin setelah kontraksi uterus
– Kondisi ibu.
Saat ini, episiotomi secara rutin tidak dianjurkan lagi. Karena, episiotomi secara rutin akan
dapat menyebabkan :
– Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan resiko hematoma
– Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak didapatkan pada episiotomi rutin
– Meningkatnya nyeri pascasalin
– Meningkatnya resiko infeksi, bila kaidah pencegahan infeksi diabaikan
97
– penyulit kelahiran pervaginam
– jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan
Waktu yang paling kritis untuk mencegah perdarahan postpartum adalah ketika plasenta lahir
dan segera setelahnya. Perlu diingat, bahwa penyebab kematian ibu terbesar adalah karena
perdarahan pascasalin, yang sebagian besar disebabkan oleh karena atonia uteri. Untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi setelah pelepasan plasenta, diperlukan kontraksi uterus
yang baik dan adanya proses pembekuan darah. Untuk mencegah terjadinya penyulit yang
tidak diinginkan, diterapkan manajemen aktif kala III.
Kala IV Persalinan
Selama kala IV, petugas kesehatan harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama
setelah kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua. Dua jam pertama setelah
persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Karena keduanya baru saja
mengalami peruabahan fisik yang luar biasa. Maka keduanya harus mendapatkan pemantauan
yang baik dari petugas kesehatan dan keluarga.
98