Anda di halaman 1dari 42

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

COVID-19
BLUD PUSKESMAS CUKIR

Disusun Oleh :
TIM PENYUSUN PEDOMAN INTERNAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
BLUD PUSKESMAS CUKIR

DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG


BLUD PUSKEMAS CUKIR
JAWA TIMUR
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat karunia- Nya,
“Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19)”
telah selesai disusun.
Seperti kita ketahui pada awal tahun 2020, COVID-19 menjadi masalah
kesehatan dunia. Kasus ini diawali dengan informasi dari Badan Kesehatan Dunia/
World Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember 2019 yang
menyebutkan adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota
Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini terus berkembang hingga adanya laporan
kematian dan terjadi importasi di luar China. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO
menetapkan COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern
(PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (KKMMD).
Pada tanggal 12 Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel coronavirus
pada manusia ini dengan sebutan Coronavirus Disease (COVID-19). Pada tanggal 2
Maret 2020 Indonesia telah melaporkan 2 kasus konfirmasi COVID-19. Pada tanggal
11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi.
Buku Pedoman ini mengacu pada Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disease (COVID-19) revisi ke-4 tanggal 27 Maret 2020 oleh Dirjen
Jenderal P2P Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk dijadikan pedoman
dalam pemberian pelayanan pasien Covid-19 di RSUD dr. H. Soewondo Kendal.
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-
19) diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan
dalam melaksanakan tugas.
Kami tidak mungkin lepas dari khilaf dan salah, untuk itu kritik dan saran
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan buku ini.
Semoga upaya kita mendapatkan rahmat, hidayah dan ridho dari Allah SWT,
amin.

Jombang, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Tujuan Pedoman......................................................................................................2
1.3 Ruang Lingkup........................................................................................................2
BAB II SURVEILANS PPI...................................................................................................3
2.1 Definisi Operasional................................................................................................3
2.2 Kegiatan Surveilans.................................................................................................5
2.3 Tahapan Penyelidikan Epidemiologi.......................................................................7
2.4 Pelacakan Kontak Erat/ OTG..................................................................................8\
2.5 Penemuan kasus
BAB III KEJADIAN LUAR BIASA (KLB).......................................................................12
3.1 Penyelidikan Epidemiologi....................................................................................12
BAB IV MANAJEMEN KLINIS.......................................................................................14
4.1 Triage: Deteksi Dini Pasien dalam Pengawasan COVID-19................................14
4.2 Penemuan kasus
4.4 Isolasi Mandiri.......................................................................................................
BAB V PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI COVID-19........................17
5.1 Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan Pelayanan
Kesehatan...............................................................................................................17
5.2 Transportasi Untuk Merujuk Ke RS Rujukan.......................................................29
BAB VI PENGELOLAAN SPESIMEN DAN KONFIRMASI LABORATORIUM.........30
6.1 Jenis Spesimen.......................................................................................................30
6.2 Pengambilan Spesimen..........................................................................................31
6.3 Konfirmasi Hasil Laboratorium.............................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai
dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini
dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan
manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak
(civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang
menjadi sumber penularan COVID-19 ini sampai saat ini masih belum diketahui.
Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata- rata 5-6
hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID- 19 yang berat
dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus
adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil
rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.
Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia
melalui kontak erat dan droplet, tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko
tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19
termasuk yang merawat pasien COVID-19. Rekomendasi standar untuk mencegah
penyebaran infeksi adalah melalui cuci tangan secara teratur, menerapkan etika
batuk dan bersin, menghindari kontak secara langsung dengan ternak dan hewan liar
serta menghindari kontak dekat dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit
pernapasan seperti batuk dan bersin. Selain itu, menerapkan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di fasilitas kesehatan terutama unit gawat
darurat.

1
1.2 Tujuan Pedoman
1.2.1 Tujuan Umum
Melaksanakan kesiapsiagaan menghadapi COVID-19 di BLUD Puskesmas Cukir.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Melaksanakan surveilans dan respon Kejadian Luar Biasa (KLB) wabah di
BLUD Puskesmas Cukir.
2. Melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi selama
perawatan kesehatan di BLUD Puskesmas Cukir.
3. Menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk karyawan BLUD
Puskesmas Cukir.
4. Melaksanakan pemeriksaan laboratorium, dalam hal ini rapid test di BLUD
Puskesmas Cukir.

1.3 Ruang Lingkup


Pedoman ini meliputi surveilans dan respon KLB/ wabah, pemeriksaan
laboratorium, pencegahan dan pengendalian infeksi. Pedoman ini disusun
berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-
19) revisi ke-5 tanggal 13 Juli 2020 oleh Direktorat Jenderal P2P Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

2
BAB II
SURVEILANS PPI

2.1 Definisi Operasional


2.1.1 Kasus Suspek
Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal**.
b. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable COVID-19.
c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang

meyakinkan.Seseorang dengan demam (≥38oC) atau riwayat demam atau ISPA


DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak
dengan kasus konfirmasi atau probabel COVID-19;
2.1.2 Kasus probable
Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis
yang meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium
RT-PCR
2.1.3 Kasus Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) b. Kasus konfirmasi tanpa
gejala (asimptomatik)
Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis
yang meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium
RT-PCR
2.1.4 Kontak Erat
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi
COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain: a. Kontak tatap
muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius 1
meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih. b. Sentuhan fisik langsung
dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan,
dan lain-lain). c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus
probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar. d. Situasi
lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal
yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat (penjelasan
sebagaimana terlampir). Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala
3
(simptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari
sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Pada
kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak
erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal
pengambilan spesimen kasus konfirmasi.
2.1.5 Pelaku perjalanan
Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar
negeri pada 14 hari terakhir.
2.1.6 Discarded
Discarded apabila memenuhi salah satu kriteria berikut: a. Seseorang dengan
status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RTPCR 2 kali negatif selama 2 hari
berturut-turut dengan selang waktu >24 jam. b. Seseorang dengan status kontak
erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14 hari.
2.1.7 Selesai isolasi
Selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
a. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN 43
CORONAVIRUS DISEASE (COVID-19) REVISI KE-5 pemeriksaan
follow up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak
pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
b. Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak
dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal
onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala
demam dan gangguan pernapasan.
c. Kasus probable/kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang
mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif, dengan
ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan
gangguan pernapasan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria selesai isolasi pada kasus probable/kasus
konfirmasi dapat dilihat dalam Bab Manajemen Klinis.
2.1.8 Kematian
Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus
konfirmasi/probable COVID-19 yang meninggal.
2.2 Penemuan Kasus
Kegiatan penemuan kasus dilakukan di pintu masuk dan wilayah untuk mengidentifikasi
ada atau tidaknya kasus suspek, probable, konfirmasi dan kontak erat dan melakukan
respon adekuat. Dalam melakukan penemuan kasus tidak terpisahkan dari upaya
kewaspadaan dini. Sumber informasi yang dapat digunakan untuk melakukan
pemutakhiran perkembangan informasi terkini melalui:
• Situs resmi WHO (https://www.who.int/) untuk mengetahui negara terjangkit dan wilayah
yang sedang terjadi KLB COVID-19.
• Sumber lain yang terpercaya dari pemerintah www.infeksiemerging.kemkes.go.id,
www.covid19.kemkes.go.id, www.covid19.go.id dan lain-lain.
• Sumber media cetak atau elektronik nasional untuk mewaspadai rumor atau berita yang
berkembang terkait dengan COVID-19.
2.2.1 Penemuan Kasus di Pintu Masuk
Kegiatan penemuan kasus di pintu masuk bertujuan untuk mengidentifikasi ada
atau tidaknya kasus melalui pintu masuk negara baik melalui pelabuhan udara/laut
maupun daerah perbatasan (check point). Dalam rangka PEDOMAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN 44 CORONAVIRUS DISEASE (COVID-
19) REVISI KE-5 implementasi International Health Regulation/IHR (2005),
pelabuhan, bandara, dan Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN) melakukan

4
kegiatan karantina, pemeriksaan alat angkut, pengendalian vektor serta tindakan
penyehatan. Implementasi IHR (2005) di pintu masuk negara adalah tanggung
jawab Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) beserta segenap instansi di pintu
masuknegara. Kemampuan utama untuk pintu masuk negara sesuai amanah IHR
(2005) adalah kapasitas dalam kondisi rutin dan kapasitas dalam kondisi
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Kegiatan
di pintu masuk negara meliputi upaya to prevent, to detect, dan to respond
terhadap COVID-19 di pelabuhan, bandar udara, dan PLBDN. Upaya tersebut
dilaksanakan melalui pengawasan alat angkut, orang, barang, dan lingkungan
yang datang dari wilayah/negara terjangkit COVID-19 yang dilaksanakan oleh
KKP dan berkoordinasi dengan lintas sektor terkait.
Secara umum kegiatan penemuan kasus COVID-19 di pintu masuk diawali
dengan penemuan kasus pada pelaku perjalanan. Berikut langkah penemuan
kasus di pintu masuk:
a. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan (awak/personel,
penumpang) khususnya yang berasal dari wilayah/negara dengan transmisi lokal,
melalui pengamatan suhu dengan thermal scanner maupun thermometer infrared,
pengamatan tanda dan gejala, maupun pemeriksaan kesehatan tambahan.
b. Melakukan pemeriksaan dokumen kesehatan pada orang.
c. Jika ditemukan pelaku perjalanan yang terdeteksi demam melalui thermal
scanner/thermometer infrared maka dipisahkan dan dilakukan wawancara serta
dievaluasi lebih lanjut.
d. Jika ditemukan pelaku perjalanan terdeteksi demam dan menunjukkan gejala-
gejala pneumonia di atas alat angkut berdasarkan laporan awak alat angkut, maka
petugas KKP melakukan pemeriksaan dan penanganan ke atas alat angkut
dengan menggunakan APD yang sesuai.
e. Tatalaksana terhadap pelaku perjalanan dilakukan sesuai dengan kriteria kasus
dan kondisi, serta prosedur penanganan kasus.
f. Terhadap barang dan alat angkut dilakukan tindakan kekarantinaan sesuai SOP
yang berlaku

2.2.2 Penemuan kasus di wilayah


Kegiatan penemuan kasus di wilayah dapat dilakukan di fasyankes maupun di masyarakat.
Yang dimaksud dengan wilayah adalah wilayah administratif provinsi dan kabupaten/kota.
Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan adanya seseorang yang terindikasi COVID-19
yang harus segera direspon. Bentuk respon berupa verifikasi, notifikasi, rujukan kasus dan
respon penanggulangan. Bentuk kegiatan verifikasi adalah penyelidikan epidemiologi.
Sedangkan, kegiatan respon penanggulangan antara lain identifikasi dan pemantauan
kontak, rujukan, komunikasi risiko dan pemutusan rantai penularan.
Secara umum, penemuan kasus di wilayah dilakukan melalui:
a. Peningkatan kegiatan surveilans ILI (Influenza Like Illness) di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) melalui Puskesmas dan jaringan/jejaringnya serta Surveilans Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARI) di Rumah Sakit atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjut (FKRTL) baik swasta maupun pemerintah.
b. Kunjungan pasien ke fasyankes yang memenuhi kriteria kasus.
c. Laporan yang bersumber dari masyarakat.
d. Hasil penelusuran kontak erat di masyarakat dan fasyankes. Kontak dapat terjadi pada
keluarga atau rumah tangga, petugas kesehatan di lingkungan rumah sakit, ruang kelas,
tempat kerja dan sebagainya.
e. Jika ditemukan orang yang memenuhi kriteria kasus maka dilakukan tatalaksana sesuai
dengan kriteria kasus dan kondisi.
Ada beberapa kondisi di wilayah yang perlu perhatian khusus dalam mewaspadai
penemuan kasus, misalnya pada fasilitas tertutup (seperti lapas, panti jompo, panti
5
rehabilitasi, asrama, pondok pesantren, dan lain-lain) dan pada kelompok-kelompok rentan
dilakukan melalui:
a. Peningkatan kegiatan surveilans khusus pada beberapa kelompok berisiko tinggi
diperlukan untuk memastikan deteksi kasus dan klaster yang cepat, lebih cepat daripada
surveilans FKTP atau surveilans berbasis rumah sakit. Orang yang tinggal di lingkungan
tertutup, seperti penjara, atau fasilitas tempat tinggal khusus, seperti asrama, yayasan, dan
lain-lain dapat menjadi sangat rentan karena mereka tidak mandiri.
b. Kelompok rentan lainnya terjadi pada kelompok dengan probabilitas penularan lebih
tinggi dari pada populasi umum atau kelompok yang PEDOMAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN 46 CORONAVIRUS DISEASE (COVID-19) REVISI KE-5 memiliki kondisi
kesehatan buruk atau faktor predisposisi yang meningkatkan risiko risiko keparahan
penyakit. Surveilans kelompok risiko tinggi harus dilakukan setiap hari dengan penemuan
kasus aktif melalui skrining tanda dan gejala serta pemeriksaan suhu tubuh.
c. Pelaporan infeksi nosokomial dari Rumah Sakit, kasus COVID-19 harus dimasukkan
sebagai prioritas untuk pelaporan segera. Semua klaster harus diinvestigasi dan dicatat
kemungkinan sumber dan pola transmisi untuk melakukan pengendalian cepat.
Pengumpulan data yang sistematis untuk kesehatan pekerja wajib dilakukan dan
terintegrasi secara sistematis ke dalam sistem surveilans nasional.
d. Di lokasi pengungsi dan di antara populasi pengungsi dengan sumber daya rendah,
dibutuhkan tambahan konsiderasi sebagai jaminan kemanusiaan.
Prinsip dasar upaya penanggulangan COVID-19 bertumpu pada penemuan kasus
suspek/probable (find), yang dilanjutkan dengan upaya untuk isolasi (isolate) dan
pemeriksaan laboratorium (test). Ketika hasil test RT-PCR positif dan pasien dinyatakan
sebagai kasus konfirmasi, maka tindakan selanjutnya adalah pemberian terapi sesuai
dengan protokol. Pelacakan kontak (trace) harus segera dilaksanakan segera setelah kasus
suspek/probable ditemukan. Kontak erat akan dikarantina selama 14 hari. Jika setelah
dilakukan karantina selama 14 hari tidak muncul gejala, maka pemantauan dapat
dihentikan. Akan tetapi jika selama pemantauan, kontak erat muncul gejala maka harus
segera diisolasi dan diperiksa swab (RT-PCR).
2.3 Manajemen Kesehatan Masyarakat
Manajemen kesehatan masyarakat merupakan serangkaian kegiatan kesehatan masyarakat yang
dilakukan terhadap kasus. Kegiatan ini meliputi kegiatan karantina/isolasi, pemantauan,
pemeriksaan spesimen, penyelidikan epidemiologi, serta komunikasi risiko dan pemberdayaan
masyarakat. Pembahasan mengenai masingmasing kegiatan dibahas pada bagian tersendiri.
Ringkasan manajemen kesehatan masyarakat sebagaimana terlampir.

Karantina adalah proses mengurangi risiko penularan dan


identifikasi dini COVID-19 melalui upaya memisahkan individu yang
sehat atau belum memiliki gejala COVID-19 tetapi memiliki riwayat
kontak dengan pasien konfirmasi COVID-19 atau memiliki riwayat
bepergian ke wilayah yang sudah terjadi transmisi lokal.

Isolasi adalah proses mengurangi risiko penularan melalui upaya


memisahkan individu yang sakit baik yang sudah dikonfirmasi
laboratorium atau memiliki gejala COVID-19 dengan masyarakat

Upaya karantina/isolasi dilakukan sesuai kondisi dan status kasus.


6
Ringkasan upaya dijelaskan pada bagian Manajemen Klinis (BAB V).

3. 4. 1. Manajemen Kesmas pada Kasus Suspek


Apabila menemukan kasus Suspek maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:
a. Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir.
Isolasi dilakukan sejak seseorang dinyatakan sebagai kasus
suspek. Isolasi dapat dihentikan apabila telah memenuhi kriteria
discarded.
b. Pengambilan spesimen untuk penegakan diagnosis
Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium
setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di
fasyankes atau lokasi pemantauan. Jenis spesimen dan waktu
pengambilan dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 di BAB IV.
Pengiriman spesimen disertai formulir penyelidikan epidemiologi
sebagaimana terlampir.
c. Pemantauan sejak mulai munculnya gejala
Pemantauan terhadap suspek dilakukan berkala selama
menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Pemantauan dapat
melalui telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian)
dan dicatat pada formulir pemantauan harian sebagaimana
terlampir. Pemantauan dilakukan

dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala harian.


Pada suspek yang melakukan isolasi mandiri di rumah,
pemantauan dilakukan oleh petugas FKTP dan berkoordinasi
dengan dinas kesehatan setempat. Pemantauan dapat dihentikan
apabila hasil pemeriksaan RT-PCR selama 2 hari berturut-turut
dengan selang waktu >24 jam menunjukkan hasil negatif.
Kasus suspek yang sudah selesai isolasi dan pemantauan, dapat
diberikan surat pernyataan selesai masa pemantauan
sebagaimana formulir terlampir.
d. Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kasus
termasuk kontak eratnya berupa informasi mengenai COVID-19,
pencegahan penularan, tatalaksana lanjut jika terjadi perburukan,
7
dan lain-lain. Suspek yang melakukan isolasi mandiri harus
melakukan kegiatan sesuai dengan protokol isolasi mandiri.
e. Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan sejak seseorang dinyatakan
sebagai suspek, termasuk dalam mengidentifikasi kontak erat.

3. 4. 2. Manajemen Kesmas pada Kasus Probable


Apabila menemukan kasus probable maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:
a. Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir.
Isolasi pada kasus probable dilakukan selama belum dinyatakan
selesai isolasi sesuai dengan pembahasan di manajemen klinis
(BAB V).
b. Pemantauan terhadap kasus probable dilakukan berkala selama belum
dinyatakan selesai isolasi sesuai dengan definisi operasional selesai
isolasi. Pemantauan dilakukan oleh petugas FKRTL. Jika sudah selesai
isolasi/pemantauan maka dapat diberikan surat pernyataan
sebagaimana formulir terlampir.
c. Apabila kasus probable meninggal, tatalaksana pemulasaraan jenazah
sesuai protokol pemulasaraan jenazah kasus konfirmasi COVID-19.
d. Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi tetap dilakukan terutama untuk
mengidentifikasi kontak erat.
e. Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko kepada kontak erat
kasus berupa informasi mengenai COVID-19, pencegahan
penularan, pemantauan perkembangan gejala, dan lain-lain.

3. 4. 3. Manajemen Kesmas pada Kasus Konfirmasi


Apabila menemukan kasus konfirmasi maka dilakukan manajemen
kesmas meliputi:
a. Dilakukan isolasi sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir.
Isolasi pada kasus konfirmasi dilakukan selama belum dinyatakan
selesai isolasi sesuai dengan pembahasan di manajemen klinis
BAB V.
b. Pengambilan spesimen pada kasus dengan gejala berat/kritis untuk
8
follow up pemeriksaan RT-PCR dilakukan di rumah sakit. Pada kasus
tanpa gejala, gejala ringan, dan gejala sedang tidak perlu dilakukan
follow up pemeriksaan RT-PCR.
c. Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas laboratorium setempat
yang berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi
pemantauan. Jenis spesimen dapat dilihat pada tabel 4.1 di BAB IV
Pengiriman spesimen disertai formulir penyelidikan epidemiologi
sebagaimana terlampir.
d. Pemantauan terhadap kasus konfirmasi dilakukan berkala selama
belum dinyatakan selesai isolasi sesuai dengan definisi operasional
selesai isolasi. Pada kasus konfirmasi yang melakukan isolasi mandiri di
rumah, pemantauan dilakukan oleh petugas FKTP/FKRTL berkoordinasi
dengan dinas kesehatan setempat. Pemantauan dapat melalui telepon
atau melalui kunjungan secara berkala (harian) dan dicatat pada
formulir pemantauan harian sebagaimana terlampir. Pemantauan
dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan skrining gejala
harian. Jika sudah selesai isolasi/pemantauan maka dapat diberikan
surat pernyataan sebagaimana formulir terlampir. Pasien tersebut
secara konsisten juga harus menerapkan protokol kesehatan.
e. Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kasus
termasuk kontak eratnya berupa informasi mengenai COVID-19,
pencegahan penularan, tatalaksana lanjut jika terjadi perburukan,
dan lain-lain. Kasus konfirmasi yang melakukan isolasi mandiri
harus melakukan kegiatan sesuai dengan protokol isolasi mandiri.
f. Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi pada kasus konfirmasi juga termasuk dalam
mengidentifikasi kontak erat.

3. 4. 4. Manajemen Kesmas pada Kontak Erat


Apabila menemukan kontak erat maka dilakukan manajemen kesmas meliputi:
a. Dilakukan karantina sesuai dengan kriteria sebagaimana terlampir
Karantina dilakukan sejak seseorang dinyatakan sebagai kontak erat
selama 14 hari sejak kontak terakhir dengan dengan kasus probable
atau konfirmasi COVID-19. Karantina dapat dihentikan apabila selama
masa karantina tidak menunjukkan gejala (discarded).
b. Pemantauan dilakukan selama masa karantina. Pemantauan terhadap
9
kontak erat dilakukan berkala untuk memantau perkembangan gejala.
Apabila selama masa pemantauan muncul gejala yang memenuhi
kriteria suspek maka dilakukan tatalaksana sesuai kriteria. Pemantauan
dapat melalui telepon atau melalui kunjungan secara berkala (harian)
dan dicatat pada formulir pemantauan harian sebagaimana terlampir.
Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan
skrining gejala harian. Pemantauan dilakukan oleh petugas FKTP dan
berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat.
c. Kontak erat yang sudah selesai karantina/pemantauan, dapat diberikan
surat pernyataan sebagaimana formulir terlampir.
d. Bagi petugas kesehatan yang memenuhi kriteria kontak erat yang tidak
menggunakan APD sesuai standar, direkomendasikan untuk segera
dilakukan pemeriksaan RT-PCR sejak kasus dinyatakan sebagai kasus
probable atau konfirmasi.
1) Apabila hasil positif, petugas kesehatan tersebut melakukan
isolasi mandiri selama 10 hari. Apabila selama masa isolasi,
muncul gejala dilakukan tata laksana sesuai kriteria kasus
konfirmasi simptomatik.
2) Apabila hasil negatif, petugas kesehatan tersebut tetap
melakukan karantina mandiri selama 14 hari. Apabila selama
masa karantina, muncul gejala dilakukan tata laksana sesuai
kriteria kasus suspek.

e. Komunikasi risiko
Petugas kesehatan memberikan komunikasi risiko pada kontak
erat berupa informasi mengenai COVID-19, pencegahan
penularan, tatalaksana lanjut jika muncul gejala, dan lain-lain.

10
f. Penyelidikan epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan ketika kontak erat
mengalami perkembangan gejala sesuai kriteria kasus
suspek/konfirmasi.

11
BAB III
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

3.1 Penyelidikan Epidemiologi


Setiap ODP, PDP dan kasus konfirmasi harus dilakukan penyelidikan
epidemiologi menggunakan formulir. Kegiatan penyelidikan epidemiologi dilakukan
terutama untuk menemukan kontak erat/ OTG menggunakan formulir. Hasil
penyelidikan epidemiologi dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan
dalam rangka penanggulangan atau pemutusan penularan secara lebih cepat. Selain
penyelidikan epidemiologi, kegiatan penanggulangan lain meliputi tatalaksana
penderita, pencegahan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan jenazah,
komunikasi risiko, dan lai-lain yang dijelaskan pada masing-masing bagian.
3.1.1 Definisi KLB
Jika ditemukan satu kasus konfirmasi COVID-19 di suatu daerah maka dinyatakan
sebagai KLB di daerah tersebut.
3.1.2 Tujuan Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan dengan tujuan mengetahui besar masalah
KLB dan mencegah penyebaran yang lebih luas. Secara khusus tujuan
penyelidikan epidemiologi sebagai berikut :
a. Mengetahui karakteristik epidemiologi, gejala klinis dan virus
b. Mengidentifikasi faktor risiko
c. Mengidentifikasi kasus tambahan
d. Memberikan rekomendasi upaya penanggulangan
3.1.3 Tahapan Penyelidikan Epidemiologi
Langkah penyelidikan epidemiologi untuk kasus COVID-19 sama
dengan penyelidikan KLB pada untuk kasus Mers. Tahapan penyelidikan
epidemiologi secara umum meliputi :
1. Konfirmasi awal KLB
Petugas surveilans atau penanggung jawab surveilans puskesmas/ Dinas
Kesehatan melakukan konfirmasi awal untuk memastikan adanya kasus
konfirmasi COVID-19 dengan cara wawancara dengan petugas puskesmas
atau dokter yang menangani kasus.

2. Pelaporan segera
12
Mengirimkan laporan W1 ke Dinkes Kab/ Kota dalam waktu <24 jam, kemudian
diteruskan oleh Dinkes Kab/Kota ke Provinsi dan PHEOC.
3. Persiapan penyelidikan
a. Persiapan formulir penyelidikan sesuai form terlampir
b. Persiapan Tim Penyelidikan
c. Persiapan logistik (termasuk APD) dan obat-obatan jika diperlukan
4. Penyelidikan epidemiologi
a. Identifikasi kasus
b. Identifikasi faktor risiko
c. Identifikasi kontak erat
d. Pengambilan spesimen di rumah sakit rujukan
e. Penanggulangan awal
Ketika penyelidikan sedang berlangsung petugas sudah harus memulai
upaya- upaya pengendalian pendahuluan dalam rangka mencegah
terjadinya penyebaran penyakit kewilayah yang lebih luas. Upaya ini
dilakukan berdasarkan pada hasil penyelidikan epidemiologi yang
dilakukan saat itu. Upaya-upaya tersebut dilakukan terhadap masyarakat
maupun lingkungan, antara lain dengan:
- Menjaga kebersihan/ higiene tangan, saluran pernapasan.
- Penggunaan APD sesuai risiko pajanan.
- Sedapat mungkin membatasi kontak dengan kasus yang sedang
diselidiki dan bila tak terhindarkan buat jarak dengan kasus.
- Asupan gizi yang baik guna meningkatkan daya tahan tubuh.
- Apabila diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit dapat
dilakukan tindakan isolasi dan karantina.
5. Pengolahan dan analisis data
6. Penyusunan laporan penyelidikan epidemiologi

13
BAB IV
MANAJEMEN KLINIS

Manajemen klinis ditujukan bagi tenaga kesehatan yang merawat pasien ISPA
berat baik dewasa dan anak di rumah sakit ketika dicurigai adanya infeksi COVID-19.
Bab manifestasi klinis ini tidak untuk menggantikan penilaian klinis atau konsultasi
spesialis, melainkan untuk memperkuat manajemen klinis pasien berdasarkan
rekomendasi WHO terbaru. Rekomendasi WHO berasal dari publikasi yang merujuk pada
pedoman berbasis bukti termasuk rekomendasi dokter yang telah merawat pasien SARS,
MERS atau influenza berat.

4.1 Triage: Deteksi Dini Pasien dalam Pengawasan COVID-19


Infeksi COVID-19 dapat menyebabkan gejala ISPA ringan sampai berat
bahkan sampai terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan
syok septik. Deteksi dini manifestasi klinis (tabel 3.1) akan menentukan waktu yang
tepat penerapan tatalaksana dan PPI. Pasien dengan gejala ringan, rawat inap tidak
diperlukan kecuali ada kekhawatiran untuk perburukan yang cepat sesuai dengan
pertimbangan medis. Penjelasan klasifikasi gejala dan tatalaksana dapat dilihat pada
lampiran 21. Deteksi COVID-19 sesuai dengan definisi operasional surveilans
COVID-19. Pertimbangkan COVID-19 sebagai etiologi ISPA berat. Semua pasien
yang pulang ke rumah harus memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalami
perburukan. Berikut manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19:

Tabel 3.1 Manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19


Uncomplicated Pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam, batuk, nyeri
illness tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot.
Perlu waspada pada usia lanjut dan imunocompromised karena gejala
dan tanda tidak khas.
Pneumonia Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia berat.
ringan Anak dengan pneumonia ringan mengalami batuk atau kesulitan
bernapas + napas cepat: frekuensi napas: <2 bulan,
≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit dan
tidak ada tanda pneumonia berat.

14
Pneumonia berat Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam
/ ISPA berat pengawasan infeksi saluran napas, ditambah satu dari: frekuensi
napas >30 x/menit, distress pernapasan berat, atau saturasi oksigen
(SpO2) <90% pada udara kamar. Pasien anak dengan batuk atau
kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari berikut ini:

sianosis sentral atau SpO2 <90%;

distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan
dinding dada yang berat);

tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum,
letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.
Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea
:<2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun,
≥40x/menit;>5 tahun, ≥30x/menit.
Diagnosis ini berdasarkan klinis; pencitraan dada yang dapat
menyingkirkan komplikasi.

Acute Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu minggu.
Respiratory Pencitraan dada (CT scan toraks, atau ultrasonografi paru): opasitas
Distress bilateral, efusi pluera yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya,
Syndrome kolaps paru, kolaps lobus atau nodul.
(ARDS) Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat gagal jantung atau
kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif (seperti ekokardiografi)
untuk menyingkirkan bahwa penyebab edema bukan akibat
hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko.
Kriteria ARDS pada dewasa:
 ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan
PEEP atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5
cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
 ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2 / FiO2 ≤200 mmHg dengan
PEEP ≥5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
 ARDS berat: PaO2 / FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5
cmH2O, atau yang tidak diventilasi)
 Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315 mengindikasikan
ARDS (termasuk pasien yang tidak diventilasi)
Kriteria ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation Index
dan Oxygenatin Index menggunakan SpO2:
 PaO2 / FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2 / FiO2 ≤264: Bilevel
noninvasive ventilation (NIV) atau CPAP ≥5 cmH 2O dengan
menggunakan full face mask
 ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ Oxygenation Index (OI)
<8 atau 5 ≤ OSI <7,5
 ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI <16 atau 7,5 ≤ OSI
<12,3 15
 ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12,3
Sepsis Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam nyawa
disebabkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau
terbukti infeksi*. Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status
mental/ kesadaran, sesak napas, saturasi oksigen rendah, urin output
menurun, denyut jantung cepat, nadi lemah, ekstremitas dingin atau
tekanan darah rendah, ptekie/ purpura/ mottled skin, atau hasil
laboratorium menunjukkan koagulopati, trombositopenia, asidosis,
laktat yang tinggi, hiperbilirubinemia.
Pasien anak: terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan kriteria
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) ≥2, dan disertai
salah satu dari: suhu tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih
abnormal.

Syok septik Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan
resusitasi cairan dan membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan mean arterial pressure (MAP) ≥65 mmHg dan
kadar laktat serum> 2 mmol/L.
Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau >2 SD di bawah
normal usia) atau terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut: perubahan
status mental/kesadaran; takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit
atau >160 x/menit pada bayi dan HR
<70x/menit atau >150 x/menit pada anak); waktu pengisian kembali
kapiler yang memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan
bounding pulse; takipnea; mottled skin atau ruam petekie atau
purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau hipotermia.

Keterangan:
 Jika ketinggian lebih tinggi dari 1000 meter, maka faktor koreksi harus dihitung
sebagai berikut: PaO2 / FiO2 x Tekanan barometrik / 760.
 Skor SOFA nilainya berkisar dari 0 - 24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu
pernapasan (hipoksemia didefinisikan oleh PaO2 / FiO2 rendah), koagulasi
(trombosit rendah), hati (bilirubin tinggi), kardiovaskular (hipotensi), sistem saraf
pusat (penurunan tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale), dan ginjal (urin
output rendah atau kreatinin tinggi). Diindikasikan sebagai sepsis apabila terjadi
peningkatan skor Sequential [Sepsis-related] Organ Failure Assessment (SOFA) ≥2
angka. Diasumsikan skor awal adalah nol jika data tidak tersedia.

16
BAB V
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI COVID-19

Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak dekat dan
droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-orang yang paling berisiko terinfeksi
adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-19 atau yang merawat
pasien COVID-19.
Tindakan pencegahan dan mitigasi merupakan kunci penerapan di pelayanan
kesehatan dan masyarakat. Langkah-langkah pencegahan yang paling efektif di
masyarakat meliputi :
1. melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan tidak
terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat kotor;
2. menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;
3. terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut dengan lengan
atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke tempat sampah;
4. pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan melakukan kebersihan
tangan setelah membuang masker;
5. menjaga jarak (minimal 1 meter) dari orang yang mengalami gejala gangguan
pernapasan.

5.1 Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan Pelayanan


Kesehatan
Strategi-strategi PPI untuk mencegah atau membatasi penularan di tempat layanan
kesehatan meliputi :
5.1.1 Menjalankan langkah-langkah pencegahan standar untuk semua
pasien
Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan di semua fasilitas pelayanan
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi semua
pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan standar
meliputi :
a. Kebersihan tangan dan pernapasan
Kebersihan tangan :
Merupakan cara terbaik untuk mencegah penyebaran kuman di pelayanan
kesehatan dan komunitas. Petugas kesehatan harus menerapkan “5 momen
17
kebersihan tangan”, yaitu: sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan
prosedur kebersihan atau
aseptik, setelah berisiko terpajan cairan tubuh, setelah bersentuhan dengan
pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien, termasuk
permukaan atau barang-barang yang tercemar. Kebersihan tangan
mencakup:1) mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan
antiseptik berbasis alkohol; 2) Cuci tangan dengan sabun dan air ketika
terlihat kotor; 3) Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan
dan terutama ketika melepas APD. Cara membersihkan tangan :
a) Mencuci tangan menggunakan handrub bias dipilih bila tangan tidak
tampak kotor
b) Lakukan selama 20-30 detik
c) Mencuci tangan menggunakan handwash, yaitu menggunakan sabun
dan air mengalir serta tissue pengering jika tangan tampak kotor dan
terpapar cairan tubuh pasien
d) Lakukan selama 40-60 detik

18
Kebersihan/ Etika Batuk :
Praktek etika batuk yang benar dapat menurunkan penyebaran kuman yang
menyebabkan infeksi pernafasan (influenza dan batuk, termasuk COVID-
19)
Cara etika batuk :
a) Palingkan wajah dari orang sekitar ketika batuk atau bersin
b) Tutup hidung dan mulut menggunakan tissue
Bila selesai digunakan buang tissue ke tempat sampah kemudian
lakukan cuci tangan.
c) Gunakan lengan atas bagian dalam untuk menutup mulut dan hidung
d) Memakai masker
Masker dilepas pas tali bagian bawah terlebih dahulu kemudian tali
bagian atas dan dimasukkan ke dalam tempat sampah infeksius.
Orang dengan gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan untuk
menerapkan kebersihan/ etika batuk. Selain itu mendorong kebersihan
pernapasan melalui galakkan kebiasaan cuci tangan untuk pasien dengan
gejala pernapasan, pemberian masker kepada pasien dengan gejala
pernapasan, pasien dijauhkan setidaknya 1 meter dari pasien lain,
pertimbangkan penyediaan masker dan tisu untuk pasien di semua area.
b. Penggunaan APD sesuai risiko
Penggunaan secara rasional dan konsisten APD, kebersihan tangan akan
membantu mengurangi penyebaran infeksi. Pada perawatan rutin pasien,
penggunaan APD harus berpedoman pada penilaian risiko/ antisipasi kontak
dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit yang terluka.
APD yang digunakan merujuk pada Pedoman Teknis Pengendalian Infeksi
sesuai dengan kewaspadaan kontak, droplet, dan airborne.

19
Jenis alat pelindung diri (APD) terkait COVID-19 berdasarkan lokasi,
petugas dan jenis aktivitas
Target
Lokasi Aktivitas Tipe APD dan Prosedur
petugas/
Fasilitas Kesehatan
Ruang Rawat Inap
Ruang pasien Petugas Memberikan pelayanan Masker bedah
kesehatan kesehatan secara langsung Gaun
pada pasien COVID-19 Sarung tangan
Pelindung mata (kacamata
goggle atau pelindung
wajah)
Menerapkan prosedur/ Masker N95 atau FFP2
tindakan yang standar atau setara
menimbulkan aerosol pada Gaun
pasien COVID-19 Sarung tangan
Pelindung mata
Apron
Petugas Masuk ke ruangan Masker bedah
kebersihan pasien COVID-19 Gaun
Sarung tangan pemberat
Pelindung mata (jika
berisiko terkena percikan
dari bahan organic atau
bahan kimia)
Sepatu boots atau
sepatu tertutup
Pengunjung Masuk ke ruangan Masker bedah
pasien COVID-19 Gaun
Sarung tangan
Area transit Semua pekerja, Segala aktivitas yang tidak Tidak perlu menggunakan
pasien lain termasuk petugas melibatkan kontak dengan APD
(seperti bangsal, kesehatan pasien COVID-19
koridor)
Triage Petugas Pemeriksaan awal yang Menjaga jarak minimal 1
kesehatan tidak memerlukan kontak meter
langsung Tidak perlu menggunakan
APD
Pasien dengan Semua kegiatan Menjaga jarak minimal 1
gangguan meter
pernapasan Menggunakan masker
bedah jika pasien
berkenan
Pasien tanpa Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan
gangguan APD
pernapasan
Laboratorium Petugas Pengelolaan spesimen Masker bedah
laboratorium Gaun
Sarung tangan 20
Pelindung mata (jika berisiko
terjadi percikan)
Area administratif Semua pekerja, Kegiatan administratif Tidak perlu menggunakan
termasuk petugas yang tidak melibatkan APD
kesehatan kontak dengan pasien
COVID-19
Ruang Rawat Jalan
Ruang Petugas Pemeriksaan fisik pasien Masker bedah
konsultasi kesehatan dengan gangguan Gaun
pernapasan Sarung tangan
Pelindung mata
Petugas Pemeriksaan fisik pasien APD sesuai dengan
kesehatan tanpa gangguan pernapasan kewaspadaan standar dan
penilaian risiko
Pasien dengan Semua kegiatan Menggunakan masker bedah
gangguan jika pasien berkenan
pernapasan
Pasien tanpa Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan
gangguan APD
pernapasan
Petugas Setelah atau saat ada Masker bedah
kebersihan konsultasi dengan pasien Gaun
dengan gangguan pernapasan Sarung tangan pemberat
Pelindung mata (jika
berisiko terkena percikan
dari bahan organic atau
bahan kimia)
Sepatu boots atau sepatu
tertutup
Ruang tunggu Pasien dengan Semua kegiatan Menggunakan masker bedah
gangguan jika pasien berkenan Segera
pernapasan pindahkan pasien
ke ruang isolasi atau
pisahkan dari yang lain; jika
ini tidak memungkinkan,
pastikan jarak minimal 1
meter dari
pasien lain
Pasien tanpa Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan
gangguan APD
pernapasan
Area Semua pekerja, Kegiatan administratif Tidak perlu menggunakan
administrasi termasuk petugas APD
kesehatan
Komunitas
Area umum Orang tanpa Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan
(seperti sekolah, gangguan APD
mall/ pusat pernapasan
perbelanjaan,
stasiun kereta
api) 21
Pintu masuk
Area Semua pekerja Semua kegiatan Tidak perlu menggunakan
administratif APD
Ambulans atau Petugas Mobilisasi pasien dalam Masker bedah Gaun
kendaraan kesehatan pengawasan COVID-19 ke RS Sarung tangan
mobilisasi Rujukan Pelindung mata

Supir Terlibat hanya dalam Menjaga jarak minimal 1


mengemudi kendaraan meter
yang digunakan pasien Tidak perlu menggunakan
dalam pengawasan APD
COVID-19 dan tempat
pengemudi terpisah dari
pasien COVID-19
Membantu memindahkan Masker bedah Gaun
pasien dalam pengawasan Sarung tangan
COVID-19. Pelindung mata

Tidak kontak langsung dengan Masker bedah


pasien dalam pengawasan
COVID-19 tetapi tidak ada

jarak antara supir dan


tempat pasien
Pasien dalam Transportasi menuju RS Masker bedah jika pasien
pengawasan Rujukan berkenan
COVID-19
Petugas Membersihkan sebelum Masker bedah Gaun
kebersihan dan sesudah pasien Sarung tangan pemberat
COVID-19 dibawa ke RS Pelindung mata (jika berisiko
Rujukan terkena percikan dari bahan
organic atau bahan kimia)
Sepatu boots atau sepatu
tertutup

22
23
c. Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik
d. Pengelolaan limbah yang aman
Pengelolaan limbah medis sesuai dengan prosedur rutin
e. Pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan perawatan pasien.
Membersihkan permukaan-permukaan lingkungan dengan air dan deterjen
24
serta memakai disinfektan yang biasa digunakan (seperti
hipoklorit 0,5% atau etanol 70%) merupakan prosedur yang efektif dan
memadai.
5.1.2 Menerapkan langkah-langkah pencegahan tambahan empiris atas kasus
pasien dalam pengawasan dan konfirmasi COVID-19
a. Kewaspadaan Kontak dan Droplet
1) Batasi jumlah petugas kesehatan memasuki kamar pasien COVID- 19 jika
tidak terlibat dalam perawatan langsung. Pertimbangkan kegiatan
gabungan (misal periksa tanda-tanda vital bersama dengan pemberian
obat atau mengantarkan makanan bersamaan melakukan perawatan lain).
2) Idealnya pengunjung tidak akan diizinkan tetapi jika ini tidak
memungkinkan, batasi jumlah pengunjung yang melakukan kontak
dengan suspek atau konfirmasi terinfeksi COVID-19 dan batasi waktu
kunjungan. Berikan instruksi yang jelas tentang cara memakai dan
melepas APD dan kebersihan tangan untuk memastikan pengunjung
menghindari kontaminasi diri. Tunjuk tim petugas kesehatan terampil
khusus yang akan memberi perawatan kepada pasien terutama kasus
konfirmasi untuk menjaga kesinambungan pencegahan dan pengendalian
serta mengurangi peluang ketidakpatuhan menjalankannya yang dapat
mengakibatkan tidak adekuatnya perlindungan terhadap pajanan.
3) Tempatkan pasien pada kamar tunggal. Ruang bangsal umum berventilasi
alami ini dipertimbangkan 160 L / detik / pasien. Bila tidak tersedia kamar
untuk satu orang, tempatkan pasien-pasien dengan diagnosis yang sama di
kamar yang sama. Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, tempatkan tempat
tidur pasien terpisah jarak minimal 1 meter.
4) Jika memungkinkan, gunakan peralatan sekali pakai atau yang
dikhususkan untuk pasien tertentu (misalnya stetoskop, manset tekanan
darah dan termometer). Jika peralatan harus digunakan untuk lebih dari
satu pasien, maka sebelum dan sesudah digunakan peralatan harus
dibersihkan dan disinfeksi (misal etil alkohol 70%).
5) Petugas kesehatan harus menahan diri agar tidak menyentuh/ menggosok–
gosok mata, hidung atau mulut dengan sarung tangan yang berpotensi
tercemar atau dengan tangan telanjang.
6) Hindari membawa dan memindahkan pasien keluar dari ruangan atau
daerah isolasi kecuali diperlukan secara medis. Hal ini dapat 25
dilakukan dengan mudah bila menggunakan peralatan X-ray dan peralatan
diagnostik portabel penting lainnya. Jika diperlukan membawa pasien,
gunakan rute yang dapat meminimalisir pajanan terhadap petugas, pasien
lain dan pengunjung.
7) Pastikan bahwa petugas kesehatan yang membawa/mengangkut pasien
harus memakai APD yang sesuai dengan antisipasi potensi pajanan dan
membersihkan tangan sesudah melakukannya.
8) Memberi tahu daerah/ unit penerima agar dapat menyiapkan kewaspadaan
pengendalian infeksi sebelum kedatangan pasien.
9) Bersihkan dan disinfeksi permukaan peralatan (misalnya tempat tidur)
yang bersentuhan dengan pasien setelah digunakan.
10) Semua orang yang masuk kamar pasien (termasuk pengunjung) harus
dicatat (untuk tujuan penelusuran kontak).
11) Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah
dan/atau badan, maka pemakaian APD harus ditambah dengan: masker
bedah dan pelindung mata/ kacamata, atau pelindung wajah; gaun dan
sarung tangan.
b. Kewaspadaan Airborne pada Prosedur yang Menimbulkan Aerosol
Suatu prosedur/ tindakan yang menimbulkan aerosol didefinisikan sebagai
tindakan medis yang dapat menghasilkan aerosol dalam berbagai ukuran,
termasuk partikel kecil (<5 mkm). Tindakan kewaspadaan harus dilakukan
saat melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol dan mungkin
berhubungan dengan peningkatan risiko penularan infeksi, seperti intubasi
trakea, ventilasi non invasive, trakeostomi, resusistasi jantung paru, venitilasi
manual sebelum intubasi dan bronkoskopi.
Tindakan kewaspadaan saat melakukan prosedur medis yang menimbulkan
aerosol :
1) Memakai respirator partikulat seperti N95 sertifikasi NIOSH, EU FFP2
atau setara. Ketika mengenakan respirator partikulat disposable, periksa
selalu kerapatannya (fit tes).
2) Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah).
3) Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak steril,
(beberapa prosedur ini membutuhkan sarung tangan steril).

26
4) Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan volume
cairan yang tinggi diperkirakan mungkin dapat menembus gaun.
5) Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu di sarana- sarana
yang dilengkapi ventilasi mekanik, minimal terjadi 6 sampai 12 kali
pertukaran udara setiap jam dan setidaknya 160 liter/ detik/ pasien di
sarana–sarana dengan ventilasi alamiah.
6) Membatasi jumlah orang yang berada di ruang pasien sesuai jumlah
minimum yang diperlukan untuk memberi dukungan perawatan pasien.
kewaspadaan isolasi juga harus dilakukan terhadap PDP dan konfirmasi
COVID-19 sampai hasil pemeriksaan laboratorium rujukan negatif.
5.1.3 Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Minimal
Berikut langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus
digunakan untuk memastikan lingkungan aman digunakan sebagai tempat
observasi
a. Deteksi dini dan pengendalian
1) Setiap orang yang dikarantina dan mengalami demam atau gejala sakit
pernapasan lainnya harus diperlakukan sebagai suspect COVID-19;
2) Terapkan tindakan pencegahan standar untuk semua orang dan
petugas:
- Cuci tangan sesering mungkin, terutama setelah kontak dengan saluran
pernapasan, sebelum makan, dan setelah menggunakan toilet. Cuci
tangan dapat dilkukan dengan sabun dan air atau dengan hand sanitizer
yangmengandung alkohol. Peggunaan hand sanitizer yang
mengandung alkohol lebih disarankan jika tangan tidak terlihat kotor.
Bila tangan terlihat kotor, cucilah tangan menggunakan sabun dan air
- Pastikan semua orang yang diobservasi menerapkan etika batuk
- Sebaiknya jangan menyentuh mulut dan hidung;
3) Masker tidak diperlukan untuk orang yang tidak bergejala. Tidak ada bukti
bahwa menggunakan masker jenis apapun dapat melindungi orang yang
tidak sakit.
b. Pengendalian administratif
Pengendalian administratif meliputi :

27
1) Pembangunan infrastruktur PPI yang berkelanjutan (desain fasilitas) dan
kegiatan;
2) Memberikan edukasi pada orang yang diobservasi tentang PPI; semua
petugas yang bekerja perlu dilatih tentang tindakan pencegahan standar
sebelum pengendalian karantina dilaksanakan. Saran yang sama tentang
tindakan pencegahan standar harus diberikan kepada semua orang pada
saat kedatangan. Petugas dan orang yang diobservasi harus memahami
pentingnya segera mencari pengobatan jika mengalami gejala;
3) Membuat kebijakan tentang pengenalan awal dan rujukan dari kasus
COVID-19.
c. Pengendalian Lingkungan
Prosedur pembersihan dan disinfeksi lingkungan harus diikuti dengan benar
dan konsisten. Petugas kebersihan perlu diedukasi dan dilindungi dari infeksi
COVID-19 dan petugas kebebersihan harus memastikan bahwa permukaan
lingkungan dibersihkan secara teratur selama periode observasi:
1) Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti meja,
rangka tempat tidur, dan perabotan kamar tidur lainnya setiap hari dengan
disinfektan rumah tangga yang mengandung larutan pemutih encer
(pemutih 1 bagian hingga 99 bagian air). Untuk permukaan yang tidak
mentolerir pemutih maka dapat menggunakan etanol 70%;
2) Bersihkan dan disinfeksi permukaan kamar mandi dan toilet setidaknya
sekali sehari dengan disinfektan rumah tangga yang mengandung larutan
pemutih encer (1 bagian cairan pemutih dengan 99 bagian air);
3) Membersihkan pakaian, seprai, handuk mandi, dan lain-lain,
menggunakan sabun cuci dan air atau mesin cuci di 60–90 °C dengan
deterjen biasa dan kering;
4) Harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk memastikan sampah
dibuang di TPA yang terstandar, dan bukan di area terbuka yang tidak
diawasi;
5) Petugas kebersihan harus mengenakan sarung tangan sekali pakai saat
membersihkan atau menangani permukaan, pakaian atau linen yang
terkotori oleh cairan tubuh, dan harus melakukan kebersihan tangan
sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.

28
5.2 Transportasi Untuk Merujuk Ke RS Rujukan
Prinsip Transportasi Antar Rumah Sakit :
a. Deteksi dini kondisi pasien memburuk
1) Kondisi pasien sudah layak transfer, setidaknya tanda-tanda vital stabil
2) Selama proses transfer kondisi pasien selalu dalam pantauan petugas
3) Peralatan/ obat-obatan dipastikan tersedia untuk mengatasi kondisi terburuk
b. Keselamatan petugas
Harus dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) sesuai dengan jenis transmisi
(masker medik, topi, gaun/ cover all, kacamata pelindung, sarung tangan, sepatu
boot).
c. Keselamatan pendamping/ keluarga
Harus menggunakan APD disesuaikan dengan risiko pajanan dan dinamika
transmisi
Diberikan edukasi tentang risiko penularan, cara memakai dan melepas APD
dengan baik
d. Kesiapan tatalaksana kegawatan medik selama transportasi Dipastikan
Rumah Sakit yang dituju sudah siap menerima rujukan
Dipastikan tersedia sarana kesehatan untuk menangani kondisi terburuk pasien
selama dalam proses transportasi
Petugas kompeten mengatasi kondisi terburuk pasien
e. Dekontaminasi pasca transportasi
Setelah selesai transportasi ambulance harus segera dilakukan proses
“dekontaminasi” : proses pencucian dengan sabun/ deterjen dan disinfektan
Transportasi Antar Ruangan
Prinsip transportasi antar ruangan
1. Ruangan yang dituju dipastikan sudah siap menerima dan petugas memakai APD
yang sesuai
2. Alur pemindahan dibuat sesingkat mungkin dan bebas dari kerumunan
pengunjung
3. APD petugas disesuaikan dengan risiko pajanan dan dinamika transmisi
4. Pasien memakai masker bedah

29
BAB VI
PENGELOLAAN SPESIMEN DAN KONFIRMASI LABORATORIUM

Hasil tes pemeriksaan negatif pada spesimen tunggal, terutama jika spesimen
berasal dari saluran pernapasan atas, belum tentu mengindikasikan ketiadaan infeksi.
Oleh karena itu harus dilakukan pengulangan pengambilan dan pengujian spesimen.
Spesimen saluran pernapasan bagian bawah (lower respiratory tract) sangat
direkomendasikan pada pasien dengan gejala klinis yang parah atau progresif. Adanya
patogen lain yang positif tidak menutup kemungkinan adanya infeksi COVID-19, karena
sejauh ini peran koinfeksi belum diketahui.
Pengambilan spesimen pasien dalam pengawasan dan orang dalam pemantauan
dilakukan sebanyak dua kali berturut-turut (hari ke-1 dan ke-2 serta bila terjadi kondisi
perburukan). Pengambilan spesimen kontak erat risiko tinggi dilakukan pada hari ke-1
dan ke-14.

6.1 Jenis Spesimen


Tabel 5.1 Jenis Spesimen Pasien COVID-19
Bahan Suhu
Jenis Spesimen Penyimpanan Keterangan
Pengambilan Pengiriman
Usap Nasopharing Swab Dacron atau 4oC ≤5 hari: 4 °C Kedua Swab WAJIB
atau Orofaring Flocked Swab + >5 hari: -70 °C Harus DIAMBIL
Virus Transport ditempatkan di
Medium (VTM) tabung yang
sama. Untuk
meningkat kan
viral load.
Sputum Kontainer Steril 4oC ≤48 jam: 4 °C Pastikan Sputum WAJIB
>48 jam: –70 °C berasal dari DIAMBIL
Saluran
Pernapasan bawah
(BUKAN Liur)

Bronchoalveolar Kontainer Steril 4oC ≤48 jam: 4 °C WAJIB BILA


Lavage >48 jam: –70°C MEMUNGKINKAN
Tracheal aspirate, Kontainer Steril 4oC ≤48 jam: 4 °C WAJIB BILA
Nasopharyngeal >48 jam: –70°C MEMUNGKINKAN
aspirate atau nasal
wash
Jaringan biopsi Kontainer Steril 4oC ≤24 jam: 4 °C
atau autopsi + Saline >24 jam: –70°C
termasuk dari
paru-paru.

30
Serum (2 sampel Serum 4oC ≤5 hari: 4 °C Pengambilan 2 WAJIB
yaitu akut dan separator >5 hari: -70 °C Sampel : DIAMBIL
konvalesen) tubes  Akut-
UNTUK (Dewasa 3-5 minggu
SEROLOGI ml whole pertama saat
Blood) sakit
 Konvalesen
- 2 s.d. 3
minggu
setelahnya

6.2 Pengambilan Spesimen


Sebelum kegiatan pengambilan spesimen dilaksanakan, harus
memperhatikan universal precaution atau kewaspadaan universal untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit dari pasien ke paramedis maupun lingkungan sekitar.
Hal tersebut meliputi :
1. Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun/ desinfektan SEBELUM dan
SESUDAH tindakan.
2. Menggunakan APD
Melihat situasi saat ini, mekanisme penularan masih dalam investigasi maka
APD yang digunakan untuk pengambilan spesimen adalah APD lengkap dengan
menggunakan masker minimal N95.
6.2.1 Bahan Pengambilan Spesimen
1. Form Pengambilan Spesimen
Dapat ditambah daftar nama pasien (supaya saat pengambilan tidak terjadi
kesalahan) jika pasien lebih dari satu.
2. Spesimen Saluran Pernapasan Bawah (Lower Respiratory Tract)
a. Virus Transport Media (VTM)
b. Dapat digunakan dengan beberapa merk komersil yang sudah siap
pakai atau dengan mencampur beberapa bahan (Hanks BBS;
Antifungal dan Antibiotik dengan komposisi tertentu) untuk disatukan
dalam 1 wadah steril.
c. Swab Dacron atau Flocked Swab
d. Tongue Spatel
e. Kontainer Steril untuk Sputum
f. Parafilm
g. Plastik Klip
h. Marker atau Label 31
3. Spesimen Darah/ Serum :
a. Spuit disposable 3ml atau 5 ml atau Sistem Vacutainer
b. Wing needle (jika diperlukan)
c. Kapas alkohol 70%
d. Kapas Kering
e. Vial 1,8 ml atau tabung tutup ulir (wadah Spesimen Serum)
f. Marker atau Label
4. Bahan Pengepakan/ Pengiriman Spesimen :
a. Ice pack dan Cold Box (diutamakan sudah menggunakan Sistem tiga
lapis)
b. Label Alamat
c. Lakban/ Perekat
6.2.2 Tata Cara Pengambilan Spesimen Nasofaring
1. Persiapkan cryotube yang berisi 1,5 ml media transport virus (Hanks BSS
+ Antibiotika), dapat juga digunakan VTM komersil yang siap pakai
(pabrikan).
2. Berikan label yang berisi Nama Pasien dan Kode Nomer Spesimen. Jika
label bernomer tidak tersedia maka Penamaan menggunakan Marker/
Pulpen pada bagian berwarna putih di dinding cryotube. (Jangan
gunakan Medium Hanks Bila telah berubah warna menjadi Kuning).
3. Gunakan swab yang terbuat dari dacron/rayon steril dengan tangkai
plastik atau jenis Flocked Swab (tangkai lebih lentur). Jangan
menggunakan swab kapas atau swab yang mengandung Calcium Alginat
atau Swab kapas dengan tangkai kayu, karena mungkin mengandung
substansi yang dapat menghambat menginaktifasi virus dan dapat
menghambat proses pemeriksaan secara molekuler.
4. Pastikan tidak ada Obstruksi (hambatan pada lubang hidung).
5. Masukkan secara perlahan swab ke dalam hidung, pastikan posisi swab
pada septum bawah hidung.
6. Masukkan swab secara perlahan-lahan ke bagian nasofaring.

32
Sumber: New England Journal of
Medicine
Gambar 5.1 Lokasi Pengambilan Nasopharing

7. Swab kemudian dilakukan gerak memutar secara perlahan.


8. Kemudian masukkan sesegera mungkin ke dalam cryotube yang berisi
VTM
9. Putuskan tangkai plastik di daerah mulut cryotube agar cryotube
dapat ditutup dengan rapat.

Sumber: dokumentasi Litbang


Gambar 5.2 Pemasukkan Swab ke dalam VTM

10. Pastikan label kode spesimen sesuai dengan kode yang ada di formulir/
Kuesioner.
11. Cryotube kemudian dililit parafilm dan masukkan ke dalam Plastik Klip.
Jika ada lebih dari 1 pasien, maka Plastik Klip dibedakan/ terpisah. Untuk
menghindari kontaminasi silang.

33
Sumber: dokumentasi Litbang Gambar
5.3 Pengemasan spesimen
12. Simpan dalam suhu 4-8oC sebelum dikirim. Jangan dibekukan dalam
Freezer.
6.2.3 Tata Cara Pengambilan Spesimen Sputum
Pasien berkumur terlebih dahulu dengan air, kemudian pasien diminta
mengeluarkan dahaknya dengan cara batuk yang dalam. Sputum ditampung
pada wadah steril yang anti bocor. Pengambilan sampel sputum dengan cara
induksi dapat menimbulkan risiko infeksi tambahan bagi petugas kesehatan.
6.2.4 Tata Cara Pengambilan Spesimen Serum
Sampel serum berpasangan diperlukan untuk konfirmasi, dengan
serum awal dikumpulkan di minggu pertama penyakit dan serum yang kedua
idealnya dikumpulkan 2-3 minggu kemudian. Jika hanya serum tunggal yang
dapat dikumpulkan, ini harus diambil setidaknya 14 hari setelah onset gejala
untuk penentuan kemungkinan kasus.
Anak-anak dan dewasa: dibutuhkan darah whole blood (3-5 mL) dan
disentrifus untuk mendapatkan serum sebanyak 1,5-3 mL. Sedangkan untuk
bayi : Minimal 1 ml whole blood diperlukan untuk pemeriksaan pasien bayi.
Jika memungkinkan, mengumpulkan 1 ml serum.

6.3 Pengepakan Spesimen


Spesimen pasien dalam pengawasan, probabel atau dikonfirmasi harus
dilakukan tatalaksana sebagai UN3373, "Substansi Biologis, Kategori B", ketika
akan diangkut/ ditransportasikan dengan tujuan diagnostik atau investigasi. Semua
spesimen harus dikemas untuk mencegah kerusakan dan tumpahan. Adapun sistem
yang digunakan adalah dengan menggunakan tiga lapis (Three Layer Pacakging)
sesuai dengan pedoman dari WHO dan International Air Transport Association
(IATA).

34
Sumber: WHO-Guidance on regulations for the transport of infectious
substances 2019–2020

Gambar 5.4 Contoh Pengepakan Tiga Lapis

Spesimen dari pasien yang diduga novel coronavirus, harus disimpan dan
dikirim pada suhu yang sesuai (lihat Tabel 5.1). Spesimen harus tiba di laboratorium
segera setelah pengambilan. Penanganan spesimen dengan tepat saat pengiriman
adalah hal yang sangat penting. Sangat disarankan agar pada saat pengiriman
0
spesimen tersebut ditempatkan di dalam cool box dengan kondisi suhu 2-8 C atau
bila diperkirakan lama pengiriman lebih dari tiga hari spesimen dikirim dengan
menggunakan es kering (dry ice).

6.4 Pengiriman Spesimen


Pengiriman spesimen orang dalam pemantauan dan pasien dalam
pengawasan dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan dengan menyertakan formulir
pemeriksaan spesimen pasien dalam pengawasan/ orang dalam pemantauan.
Sedangkan pengiriman spesimen pada kontak erat harus menyertakan salinan
formulir pemantauan harian. Pengiriman ke laboratorium penerima harus
memberikan informasi pengiriman spesimen melalui PHEOC. Untuk wilayah di luar
35
jakarta pengiriman spesimen dapat dilakukan menggunakan jasa kurir door to door.
Pada kondisi yang memerlukan pengiriman port to port, dapat melibatkan petugas
KKP setempat.
Pengiriman port to port hanya dilakukan jika spesimen dikirim ke Balitbangkes oleh
petugas Ditjen P2P berkoordinasi dengan PHEOC Ditjen P2P.
Pengiriman spesimen sebaiknya dilakukan paling lama 1x24 jam. Spesimen
dikirim dan ditujukan ke Laboratorium pemeriksa COVID-19 sesuai dengan wilayah
masing-masing. Sesuai KMK Nomor HK.01.07/MENKES/182/2020 tentang
Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

6.5 Konfirmasi Laboratorium


Spesimen yang tiba di laboratorium, akan segera diproses untuk dilakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan laboratorium terhadap pasien dalam pengawasan
COVID-19 dilakukan dengan menggunakan metode RT-PCR dan sekuensing.
Adapun algoritma pemeriksaannya adalah sebagai berikut :

Gambar 5.5 Alur Pemeriksaan Spesimen


COVID-19

Apabila hasil pemeriksaan terdapat positif etiologi virus yang lain tetapi
negatif COVID-19 dan memiliki hubungan epidemiologi yang kuat dengan kontak
erat atau riwayat perjalanan dari wilayah terjangkit maka harus dilakukan
pemeriksaan ulang. Karena kemungkinan terjadinya infeksi sekunder belum
diketahui. 36
Bila spesimen yang diperiksa di laboratorium regional menunjukkan
hasil positif maka akan dilakukan konfirmasi ulang oleh Laboratorium Pusat
Penyakit Infeksi Prof. Dr. Oemijati – Puslitbang Biomedis dan Teknologi
Dasar Kesehatan.
Seluruh hasil pemeriksaan laboratorium pemeriksa harus dikirimkan
ke Badan Litbabangkes dan Dirjen P2P cq. PHEOC untuk kemudian
diteruskan ke Emergency Operation Center (EOC) Pusat Krisis Kesehatan.
PHEOC mengirimkan hasil pemeriksaan ke Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit
yang merawat kasus. Pelaporan satu pintu ini diharapkan dapat lebih memudahkan
berbagai pihak terkait agar dapat berkoordinasi lebih lanjut. Jika hasil
pemeriksaan laboratorium positif, IHR Nasional Fokal Poin memberikan
notifikasi ke WHO dalam 1x24 jam.
Tabel 5.2 Perbedaan Kriteria Kasus dalam Konfirmasi Laboratorium
Waktu Laboratorium
Kriteria kasus Jenis spesimen
pengambilan pemeriksa
Pasien dalam Sesuai dengan tabel hari ke-1 dan Laboratorium
Pengawasan 4.1 Jenis spesimen hari ke-2 serta Pemeriksa
pasien COVID-19 bila ada COVID-19
perburukan
Orang dalam hari ke-1 dan
Pemantauan hari ke-2 serta
bila ada
perburukan
Kontak erat risiko hari ke-1 dan
tinggi hari ke-14 serta
bila ada
perburukan

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman Pencegahan dan


Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) Revisi ke-4.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman PPI. Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).

38

Anda mungkin juga menyukai